2. Introduction
Pengamatan terhadap sumber-sumber risiko yang mungkin
menyebabkan krisis sistemik telah menjadi perhatian khusus
bagi otoritas keuangan.
Terdapat empat sumber risiko yang dapat berpotensi
menyebabkan risiko sistemik, yaitu:
(i) risiko kredit,
(ii) risiko pasar,
(iii) risiko likuiditas, dan
(iv) risiko operasional.
Gunadi et al. (2013)
3. Dari keempat risiko tersebut, risiko kredit dapat
memberikan dampak yang paling signifikan pada
keberlangsungan bisnis perbankan.
Namun, berbagai sarana telah dikembangkan untuk dapat
menangkap risiko pada sistem keuangan secara
komprehensif.
Pengawasan yang baik atas keempat sumber risiko tersebut
telah menjadi suatu kebutuhan utama, khususnya untuk
penilaian kondisi stabilitas sistem keuangan oleh otoritas
keuangan.
Introduction …
4. Suatu pengawasan makroprudensial yang baik adalah
pengawasan yang mengidentifikasi sumber risiko serta
kerawanan (vulnerability) yang terjadi di dalam sistem
keuangan, sehingga interaksi antar keduanya dapat dicegah
atau dideteksi secara dini agar dapat dimitigasi secara tepat
waktu.
Hal itu disebabkan kerawanan dapat dipicu oleh suatu
gangguan (shock) sehingga dampak interaksi tersebut dapat
berpotensi menjadi risiko sistemik.
Introduction …
5. Model…
Systemic Risk Assessment Model For Macroprudential Policy
(SAMP) milik Bank of Korea (BOK) telah dianalisis sebagai
model asesmen risiko sistemik yang paling komprehensif
serta cocok diterapkan di Indonesia untuk saat ini.
SAMP BOK dibentuk untuk dapat mengestimasi first round
effect, second round effect yang telah teramplifikasi
melalui penyebaran interbank, fire sales, credit crunch, dan
deleveraging.
pada
(Taruna dan Harun, 2016a)
6. …
Framework dari SAMP BOK, secara umum memiliki enam
modul, yaitu:
(1) macro-risk factor module,
(2) bank profit and loss module,
(3) default contagion module,
(4) funding liquidity contagion module,
(5) multi-period module, dan
(6) systemic risk.
7. Antara Framework Asesmen Risiko Sistemik (FARS) di Bank
Indonesia dan BOK, terdapat tujuh kemungkinan
pengembangan modul lebih lanjut.
…
Tabel berikut ini …
(Aditya Anta Taruna, Cicilia A. Harun, 2017)
9. Modul-modul ini akan mengadopsi pendekatan Internal Rating
Based (IRB) yang disarankan oleh PSAK 71.
Secara umum, IRB adalah model perhitungan kemungkinan
debitor default dalam kurun waktu 1 (satu) tahun (expected
loss), khususnya risiko kredit, yang dibentuk sesuai dengan
ekpektasi atas kemungkinan bank mengalami default (probability
of default), seberapa besar eksposur yang dimiliki memiliki
potensi untuk loss (loss given default), dan besarnya eksposur
yang mungkin akan hilang saat bank mengalami kegagalan
(exposure at default).
…
10. Ketiga faktor itu (probability of default, loss given default, dan
exposure at default) akan memiliki kontribusi atas ekspektasi
kerugian yang akan dialami oleh bank saat terjadinya default.
Kondisi default diasumsikan saat adanya tekanan ekonomi yang
sangat besar yang mungkin akan terjadi (severe but plausible).
Pendekatan Expected Loss (EL) menghilangkan asumsi bahwa
penurunan GDP akan memberikan pengaruh yang relatif sama
antarbank, tetapi mengurai portofolio tiap-tiap individu bank
untuk menghitung potensi kerugiannya secara lebih terperinci dan
tidak membiarkan pola pada masa lalu untuk menentukan potensi
risiko kredit sebagaimana yang dilakukan dengan menggunakan
model panel data.
…
11. Pendekatan Expected Loss (EL) ini sejalan dengan inisiasi yang
dilakukan Dewan Statistik Akutansi Indonesia (DSAI) terhadap
standar instrumen keuangan international.
Standar baru tersebut tertuang pada IFRS 9 dan berfokus pada
perhitungan EL di perbankan. Untuk menjawab diterbitkannya
IFRS 9, DSAI mengeluarkan peraturan PSAK 71.
Dengan berfokus juga pada Expected Loss, ketentuan PSAK 71
merupakan terjemahan standar IFRS 9 pada kondisi perbankan
Indonesia.
Pada standar instrumen keuangan PSAK 71, DSAI mewajibkan bank
untuk menghitung Expected Loss untuk menilai penurunan nilai
aset keuangan.
…
12. Gambar : Expected Loss sebagai Bagian PSAK 71.
…
13. Dengan tujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,
penerapan EL dapat membantu bank untuk memitigasi potensi
instabilitas yang berasal dari gangguan idiosyncratic institusi
keuangan. Bank secara individu “dipaksa” untuk dapat menilai
sendiri kerugian yang diekpektasi selama satu tahun ke depan.
Penilaian yang lebih baik atas kondisi makroekonomi dan
dampaknya pada bisnis bank akan menjadi pertimbangan yang
lebih tinggi bagi bank. Awalnya sebagai entitas bisnis dengan
tujuan keuntungan semata, dengan ini bank akan dipaksa untuk
dapat berperan serta dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
…
(Aditya Anta Taruna, Cicilia A. Harun, 2017)
14. Dalam perhitungan EL, terdapat tiga pendekatan yang umum
digunakan, yaitu:
(i) model standar yang dikeluarkan oleh pihak otoritas,
(ii) rating sebagai acuan dalam menentukan eksposur yang
terancam gagal, dan
(iii) model internal bank.
…
Penjelasan berikut ini …
15. Penggunaan model standar yang dikeluarkan oleh pihak otoritas
secara tidak langsung telah dipraktikkan dalam bottom-up stress
testing, yaitu bank menggunakan base model stress test yang
berasal dari pihak otoritas,
Kemudian base model dimodifikasi sesuai dengan karakteristik
bisnis masing-masing bank. Dari sisi EL yang dihitung dengan
menggunakan rating, model akan sangat terbatas pada eksposur
bank yang memiliki rating,
Sedangkan pendekatan ketiga, yaitu model internal bank, akan
sangat tergantung pada kemampuan SDM bank dalam membentuk
model tersebut.
…
16. Gambar : Klasifikasi Pembentukan Model Internal Rating Base sesuai PSAK 71
IFRS 91
(Credit Line)
PSAK 71
(Credit & Market
Exposure)
Zero Risk
Exposure
Risked
Exposure
Rating base
Supervisory
Judgement
Model base Rating base
Supervisory
Judgement
Model base
Seluruh eksposur tanpa penurunan
kreritibilitas. Contoh: Performing loans,
SBI
Seluruh eksposur dengan penurunan
kreritibilitas. Contoh: Non-Performing
loans, Obligasi korporasi
17. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit-credit
risk) timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki
karakteristik:
1) transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar;
2) nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar
tertentu;
3) transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan;
dan
4) karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu:
(i) dalam hal nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos
Risiko Kredit dari pihak lawan; sedangkan
(ii) dalam hal nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan
terekspos Risiko Kredit dari bank.
…