Dokumen tersebut membahas tentang dua jenis gelombang, yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Juga membahas tentang gelombang transversal dan longitudinal, serta hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan kecepatan rambat gelombang. Terakhir membahas tentang gelombang stasioner pada ujung terikat dan bebas.
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
Gelombang.pptx
1. Berdasarkan medium perambatannya
GELOMBANG MEKANIK
Yaitu, gelombang yang memerlukan
medium dalam perambatannya.
Contoh: gelombang bunyi,
gelombang tali, dan gelompang
permukaan air
GELOMBANG
ELEKTROMAGNETIK
Yaitu, gelombang yang tidak
memerlukan medium dalam
perambatannya.
Contoh: gelombang cahaya,
gelombang TV, gelombang radio,
gelombang radar, dan sinar - x
2. Berdasarkan arah perambatannya
GELOMBANG
TRANSVERSAL
Yaitu, gelombang yang arah
pereambatannya tegak lurus dengan arah
getarnya.
Contoh: gelombang tali, gelombang air,
dan gelombang elektromagnetik.
GELOMBANG
LONGITUDINAL
Yaitu, gelombang yang arah
perambatannya sejajar atau
berimpit dengan arah getarannya.
Contohnya: gelombang bunyi,
gelombang pada slinki, gelombang
pada gas dalam ruang tertutup.
3. Panjang gelombang () adalah
• jarak antara dua titik puncak/titik lembah yang berdekatan pada gelombang transversal.
• Jarak dua pusat rapatan atau dua pusat renggangan yang berdekatan pada gelombang
longitudinal
• Periode (T) : waktu yang dibutuhkan oleh suatu titik acuan pada medium gelombang untuk
satu kali getaran
• Frekuensi (f) : jumlah getaran (osilasi) yang terjadi dalam selang waktu satu detik
• Cepat rambat gelombang (v) : kecepatan getaran/gerak bolak-balik secara periodik dari satu
titik ke titik lain.
• Amplitudo (A) : jarak dari posisi keseimbangan ke puncak atau dasar gelombang
HUBUNGAN ANTARA ,v, dan T adalah:
𝑇 =
𝑡
𝑛
𝑓 =
1
𝑇
=
𝑛
𝑡
𝑣 =
𝜆
𝑇
= 𝜆. 𝑓
Dimana:
v = cepat rambat gelombang (m/s)
T = periode gelombang (s)
= panjang gelombang (m)
f = frekuensi gelombang (Hz)
t = selang waktu (s)
n = banyaknya gelombang
Amplitudo
4. A. Persamaan simpangan gelombang berjalan
𝑌𝑃 = ±𝐴 sin(𝜔𝑡 ± 𝑘𝑥)
Dengan,
YP = simpangan (m)
A = Amplitudo gelombang, dengan ketentuan: bernilai positif (sumber gelombang bergerak ke
atas pada saat pertama kali bergerak), bernilai negatif (sumber gelombang bergerak ke bawah
pada saat pertama kali bergerak)
= 2f = 2/T = kecepatan sudut (rad/s)
k = 2/ = bilangan gelombang
= panjang gelombang (m)
x = jarak titip p dari titik a (m)
t = selang waktu gelombang merambat dari a ke p
f = frekuensi (Hz)
Tanda fase gelombang: t kx adalah:
• Bernilai positif, jika gelombang merambat ke arah kiri
• Bernilai negatif, jika gelombang merambat ke arah kenan
x
b
P
a
v
5. B. Persamaan kecepatan dan percepatan gelombang berjalan
Misal:
𝑌𝑃 = 𝐴 sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥)
Kecepatan gelombang berjalan merupakan turunan pertama simpangan terhadap waktu, yaitu:
𝑉𝑃 =
𝑑𝑌𝑃
𝑑𝑡
= 𝜔𝐴𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥)
Dengan,
VP = kecepatan gelombang berjalan (m/s)
YP = simpangan (m)
A = Amplitudo gelombang, dengan ketentuan: bernilai positif (sumber gelombang bergerak ke
atas pada saat pertama kali bergerak), bernilai negatif (sumber gelombang bergerak ke bawah
pada saat pertama kali bergerak)
= 2f = 2 /T = kecepatan sudut (rad/s)
k = 2/ = bilangan gelombang
= panjang gelombang (m)
x = jarak titip p dari titik a (m)
t = selang waktu gelombang merambat dari a ke p
Percepatan gelombangn berjalan aP merupakan turunan pertama dari kecepatan terhadap waktu,
yaitu:
ap=
𝑑𝑉𝑃
𝑑𝑡
= −𝜔2
𝐴𝑠𝑖𝑛 𝜔𝑡 − 𝑘𝑥 = −𝜔2
𝑌𝑃,
ap = percepatan gelombang berjalan (m/s2)
6. C. Sudut fase, fase, dan beda fase
Dari persamaan umum gelombang berdiri 𝑌𝑃 = ±𝐴 sin(𝜔𝑡 ± 𝑘𝑥), diperoleh:
• Sudut fase 𝜃 = 𝜔𝑡 ± 𝑘𝑥 = 2𝜋
𝑡
𝑇
±
𝑥
𝜆
• fase, =
𝑡
𝑇
±
𝑥
𝜆
• Beda fase, = P=
𝑥0−𝑥𝑃
𝜆
a. Gelombang stasioner pada ujung terikat
Gelombang stasioner terjadi jika dua gelombang yang koheren dengan arah rambat yang
berlawanan bertemu pada suatu titik. Pertemuan dua gelombang mengakibatkan terjadinya
supersosisi antara kedua gelombang, hasil superposisi ini disebut gelombang stasioner.
Persamaan gelombang stasioner diperoleh
dengan menjumlahkan gelombang datang dan
pantul, sehingga diperoleh:
YP = 2A sin kx cos t= A’ cos t
Dengan,
A’ = 2A sin kx= amplitudo gelombang stasioner
pada ujung terikat/tetap (m)
x = jarak titik P dari titik pantul (m)
k = bilangan gelombang (1/m)
Y1= gelombang datang Y2= gelombang pantul
P
P
O
x
B
Ujung
terikat
/
Y1= A sin (t-kx)
Y2= -A sin (t+kx)
7. Titik simpul terjadi jika 2A sin kx = 0 atau kx = n , sehingga secara umum letak simpul-simpul
gelombang stasioner pada ujung terikat dinyatakan dengan persamaan berikut.
𝑥 = (𝑛 − 1)
1
2
𝜆
Dengan,
x = jarak simpul dari ujung terikat
n = 1, 2, 3, 4, ...
= panjang gelombang stasioner (m)
Perut gelombang terjadi jika 2A sin kx= 1 atau kx= n(1/2 ), sehingga secara umum letak perut-
perut gelombang stasioner pada ujung terikat dinyatakan dengan persamaan berikut.
𝑥 = 2𝑛 − 1
1
4
𝜆
Dengan,
x = jarak perut dari ujung terikat
n = 1, 2, 3, 4, ...
= panjang gelombang stasioner (m)
b. Gelombang stasioner pada ujung bebas
Y1= A sin (t-kx)
Y2= -A sin (t+kx)
Sehingga diperoleh persamaan gelombang
stasioner, yaitu: YP= 2A cos kx sin t= A’ sin t
Y1= gelombang datang Y2= gelombang pantul
B
Ujung
bebas
P
O
x
/
8. Dengan,
A’= 2A cos kx = amplitudo gelombang stasioner pada ujung terikat/tetap (m)
x = jarak titik P dari titik pantul (m)
k = bilangan gelombang (1/m)
Titik simpul terjadi jika 2A cos kx = 0 atau kx = n (1/2 ), sehingga secara umum letak simpul-
simpul geombang stasioner pada ujung bebas diyatakan dengan persamaan berikut.
𝑥 = (2𝑛 − 1)
1
4
𝜆
Dengan,
x = jarak simpul dari ujung bebas
n = 1, 2, 3, 4, . . .
= panjang gelombang stasioner (m)
Perut gelombang terjadi jika 2A cos kx = 1 atau kx = n , sehingga secara umum letak perut-
perut gelombang stasioner pada ujung bebas dinyatakan dengan persamaan berikut.
𝑥 = (𝑛 − 1)
1
2
𝜆
Dengan,
x = jarak perut dari ujung bebas
n = 1, 2, 3, 4, . . .
= panjang gelombang stasioner (m)