Dokumen tersebut membahas pengertian pernikahan menurut beberapa mazhab fikih dan para ulama. Pernikahan didefinisikan sebagai akad yang membolehkan hubungan suami istri dan menghalalkan hubungan intim. Landasan hukumnya adalah al-Quran dan hadis yang menganjurkan pernikahan. Menikah dianggap sebagai sunah Nabi karena semua rasul berumah tangga dan memiliki keturunan.
2. Pengertian Menikah
Mazhab Al-
Hanafiyah
Akad yang berarti mendapatkan hak milik untuk melakukan
hubungan seksual dengan seorang wanita yang tidak ada
halangan untuk dinikahi secara syar'i
Mazhab Al-
Malikiyah
Sebuah akad yang menghalalkan hubungan seksual dengan
wanita yang bukan mahram, bukan majusi, bukan budak ahli
kitab dengan shighah.
3. Pengertian Menikah
Mazhab Asy-Syafi'iyah
Akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan
seksual dengan lafadz nikah, tazwij atau lafadz yang
maknanya sepadan.
Mazhab Al-Hanbali
Akad perkawinan atau akad yang diakui di dalamnya lafadz
nikah, tazwij dan lafadz yang punya makna sepadan
4. Pengertian Menikah
Prof. Wahbah az Zuhaili dalam Kitab
Fiqhul Islam wa Adillatuhu juz 9
menjelaskan dua pengertian
pernikahan. Secara bahasa, nikah
artinya mengumpulkan atau sebuah
pengibaratan akan sebuah hubungan
intim dan akad sekaligus yang dalam
5. Pengertian Menikah
Sementara secara syariat, pernikahan adalah
sebuah akad yang telah ditetapkan oleh syariat yang
berfungsi untuk memberikan hak kepemilikan bagi
laki-laki untuk bersenang-senang dengan
perempuan, dan menghalalkan seorang perempuan
bersenang-senang dengan laki-laki.
6. Pengertian Menikah
Syaikh Mahmud al-Mashri di dalam buku "Bekal
Pernikahan" menyebutkan bahwa Pernikahan adalah
jalan sempurna untuk memperbanyak keturunan
sehingga bisa menjadi kebanggan pemuka para
nabi, Muhammad SAW di hadapan seluruh nabi dan
umat lainnya.
7. Pengertian Menikah
َقَلَخ يِذَّال ُمُكَّب َر واُقَّتا ُاسَّنال اَهُّيَأ اَيَقَلَخ َو ٍةَد ِاح َو ٍسْفَن ْنِم ْمُكاَهْنِم
َسِن َو اايرِثَك ااًلَج ِر اَمُهْنِم َّثَب َو اَهَج ْو َزَسَت يِذَّال َ َّاَّلل واُقَّتا َو ۚ اءاَونُلَءا
َر ْمُكْيَلَع َانَك َ َّاَّلل َّنِإ ۚ َامَح ْرَ ْاْل َو ِهِبايبِق
Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Alloh menciptakan isterinya;
dan dari pada keduanya Alloh memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) nama-
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1).
8. Landasan Hukum
ِلّٰصال َو ْمُكْنِم ى ٰامَيَ ْاًل واُحِكْنَا َوَو ْمُكِداَبِع ْنِم َْني ِحْْۗمُكِٕىۤاَمِا
ُ ّٰاَّلل ُمِهِنْغُي َءۤاَرَقُف ا ْوُن ْوُكَّي ْنِاُ ّٰاَّلل َو ْۗاهِلَْٖف ْنِمٌمْيِلَع ٌعِسا َو
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di
antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah)
dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin, Alloh akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan
Alloh Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.
[QS 24 : 32]
9. Landasan Hukum
Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasululloh
SAW bersabda kepada kami,
"Hai para pemuda! Barangsiapa di
antara kamu sudah mampu menikah, maka
menikahlah. Karena dia itu dapat menundukkan
pandangan dan menjaga kemaluan.
Dan siapa yang belum mampu hendaklah dia
berpuasa karena shaum itu dapat membentengi
dirinya.
(HR. Bukhari Muslim)
10. Landasan Hukum
Menikah itu bagian dari sunnahku, maka
siapa yang tidak beramal dengan
sunnahku, bukanlah ia dari golonganku.
(HR. Ibnu Majah)
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu:
harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya.
Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau
akan berbahagia."
11. Landasan Hukum
َمْكَتْسا ِدَقَف َج َّوَزَت ْنَمِانَمْيِإلْا َفْصِن َل،
ِفْصِِّنال يِف َهللا ِقَّتَيْلَفىِقاَبْال.
“Barangsiapa menikah, maka ia telah
melengkapi separuh imannya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Alloh dalam memelihara yang
separuhnya lagi.’”
ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 7643, 8789).
12. Landasan Hukum
ُمُكِب ٌرِثاَكُم يِِّنِإَف ،ا ْوُج َّوَزَتِةَماَيِقْال َم ْوَي َمَمُْلْاًَل َو ،
َارَصَّنال ِةَّيِناَبْهَرَك ا ْوُن ْوُكَتى.
“Menikahlah, karena sungguh aku akan
membanggakan jumlah kalian kepada
ummat-ummat lainnya pada hari Kiamat.
Dan janganlah kalian menyerupai para
pendeta Nasrani.”
HR. al-Baihaqi (VII/78) dari Shahabat Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu.
13. Menikah sebagai Sunah para Nabi
Kalau ada orang yang paling tinggi derajatnya di sisi Alloh,
mereka tentulah bukan para pendeta atau biksu yang
hidupnya membujang dan menjauhi hidup berumah
tangga.
Kalau ada orang yang dijamin pasti masuk surga setelah
terjadi hari kiamat nanti, pastilah mereka adalah para nabi
dan rasul yang mulia.
14. Menikah sebagai Sunah para Nabi
Para pendeta dan biksu hanya mengklaim diri
mereka sebagai orang suci, tetapi di sisi Alloh
sebagai tuhan yang menetapkan tata cara
beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya,
para pendeta dan biksu yang tidak menikah itu
bukan orang yang dekat dengan Alloh.
15. Menikah sebagai Sunah para Nabi
Orang-orang terdekat yang langsung
menerima wahyu dari Alloh SWT tidak lain
hanyalah para nabi dan rasul.
Mereka adalah orang-orang yang resmi
menjadi penerima wahyu dari Alloh.
16. Menikah sebagai Sunah para Nabi
Dan para nabi serta rasul itu
seluruhnya hidup normal dengan menikahi wanita,
berumah tangga dan punya anak serta keturunan.
ْزَا ْمُهَل َانْلَعَج َو َكِلْبَق ْنِِّم اًلُسُر َانْلَس ْرَا ْدَقَل َوَّي ْنَا ٍل ْوُسَرِل َانَك اَم َْۗو اةَّي ِِّرُذ َّو ااجا َوِب َيِتْأًَّلِا ٍةَيٰا
ٌابَتِك ٍلَجَا ِِّلُكِلْۗ ِ ّٰاَّلل ِنْذِاِب
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan
Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang rasul
mendatangkan sesuatu bukti (mukjizat) melainkan dengan izin Alloh. Untuk setiap masa
ada Kitab (tertentu). [QS 13 : 38]
17. Menikah sebagai Sunah para Nabi
Khalid Al-Athfi, mantan ketua Al-Jam’iyah
Asy-Syar’iyah li Al-‘Amilina bi Al-Kitabi wa As-Sunnah Al-
Muhammadiyah di Jiza, menulis sebuah penelitian yang cukup
informatif melengkapi ayat dan hadits di atas tentang
penikahan-pernikahan para nabi
18. Ibrahim Menikah 3 kali
Pertama kali beliau menikah dengan Sarah,
karena tidak punya anak, maka beliau menikah
dengan Hajar yang memberinya anak yang
bernama Nabi Ismail ‘alaihissalam.
Lalu Sarah kemudian hamil dan melahirkan Nabi
Ishak
‘alaihissalam.
Istri ketiga nabi Ibrahim adalah Qutsurah قثورة
19. Nabi Ya’qub Menikah 5 kali
Nabi Ya’qub alaihissalam adalah anak dari Nabi Ishaq
‘alaihissalam, cucu dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang
berjulukan Israil.
Sebutan Bani Israil dinisbahkan kepada anak-anak beliau
yang konon berjumlah 12 orang, hasil dari pernikahan
dengan 5 orang istri. Di antara anak-anak beliau adalah Nabi
Yusuf ‘alaihissalam dan Bunyamin.
20. Nabi Musa Menikah 4 kali
Nabi yang paling dibanggakan oleh Bani Israil atau
Yahudi adalah Nabi Musa ‘alaihissalam. Beliau menikah 4 kali,
salah satunya adalah Shafura (Zaphora), puteri Nabi Syu’aib
‘alaihissalam.
َع ِْنيَتٰه َّيَتَنْبا ىَدْحِا َكَحِكْنُا ْنَا ُدْي ِرُا ْْٓيِِّنِا َلاَقَا ِْناَف ٍۚجَج ِح َيِن ٰمَث ْيِن َرُجْأَت ْنَا ىْٰٓلَتْمَمْتاارْشَع
ْْٓيِنُد ِجَتَس َْْۗكيَلَع َّقُشَا ْنَا ُدْي ِرُا ْٓاَم َو َِۚكدْنِع ْنِمَفَْني ِحِلّٰصال َنِم ُ ّٰاَّلل َءَۤاش ْنِا
Dia (Syekh Madyan) berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah
seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama
delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu,
dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang
yang baik.” [QS 28:27]
21. Nabi Daud Menikah 9 kali
Nabi Daud alaihissalam adalah salah seorang nabi dari
kalangan Bani Israil yang memiliki kerajaan yang amat besar.
Beliau disebutkan menikah 9 kali.
Nabi Daud ini menjadi simbol dan perlambang bahwa
keangkara-murkaan pasti akan dapat dikalahkan dengan
iman dan keteguhan hati.
22. Menikah : Bagian dari Tanda Kekuasan Alloh
ُكِسُفْنَا ْنِِّم ْمُكَل َقَلَخ ْنَا ْٓ اهِتٰيٰا ْنِم َوَو اَهْيَلِا ا ْْٓوُنُكْسَتِِّل ااجا َو ْزَا ْمْمُكَنْيَب َلَعَج
ِِّل ٍتٰيٰ ًَل َكِلٰذ ْيِف َّنِاْۗ اةَمْحَر َّو اةَّد َوَّمَن ْوُرَّكَفَتَّي ٍم ْوَق
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah
Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari
jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kebesaran Alloh) bagi kaum yang berpikir.
[QS 30 :21]
23. Hukum Nikah
Wajib
Bagi seorang yang sudah mampu secara finansial
dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam
perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri
dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya
hanyalah dengan cara menikah, tentu saja
menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke
dalam jurang zina wajib hukumnya.
24. Hukum Nikah
Sunnah
Orang yang sudah mampu namun masih tidak
merasa takut jatuh kepada zina, karena masih
menjaga diri.
Barangkali karena memang usianya yang
masih muda atau pun lingkungannya yang
cukup baik dan kondusif dalam menjaga
aturan-aturan agama
25. Hukum Nikah
Haram
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat
seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak
mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan
hubungan seksual (mis: dikebiri) . Kecuali bila dia telah berterus
terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan
menerima keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan
diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah,
haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada
persetujuan dari calon pasangannya [mis : epilepsi].
26. Hukum Nikah
Haram
Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana
bila dia menikah dengan seseorang akan beresiko
menulari
pasangannya itu dengan penyakit (AIDS/HIV/GO).
Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali
pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima
resikonya.
27. Hukum Nikah
Haram
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab
tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya
wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang
berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita
pezina
dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram
dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita
yang
berada dalam masa iddah.
29. Hukum Nikah
Haram
Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih
baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki
musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedangkan Alloh mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. (Alloh) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar
mereka mengambil pelajaran.
[QS 2:221]
30. Hukum Nikah
Makruh
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan
tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan
seksual,
hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon
istrinya
rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup
mereka,
maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah
meski
31. Hukum Nikah
Makruh
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara
hal-hal
yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan
hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi
hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak
dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada
larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.
32. Memilih Calon Pasangan
Menentukan Kriteria
Islam memberikan dua sisi yang perlu
diperhatikan.
Pertama, sisi yang terkait dengan agama,
nasab, harta maupun kecantikan.
Kedua, sisi lain yang lebih terkait dengan selera
pribadi, seperti masalah suku, status sosial,
corak pemikiran, kepribadian, serta hal-hal yang
terkait dengan masalah pisik termasuk masalah
kesehatan dan seterusnya.
33. Memilih Calon Pasangan
Menentukan Kriteria
Khusus masalah agama, Rasululloh SAW memang
memberikan penekanan yang lebih, sebab memilih
wanita yang sisi keagamaannya sudah matang jauh
lebih menguntungkan ketimbang istri yang
kemampuan agamanya masih setengah-setengah.
Sebab dengan kondisi yang masih setengah-setengah
itu, berarti suami masih harus bekerja ekstra keras
untuk mendidiknya
34. Memilih Calon Pasangan
Menentukan Kriteria
Itupun kalau suami punya kemampuan
agama yang lebih. Tetapi kalau
kemampuannya pas-pasan, maka mau
tidak mau suami harus `menyekolahkan`
kembali istrinya agar memiliki
kemampuan dari sisi agama yang baik.
35. Memilih Calon Pasangan
Gambaran Wanita yang memiliki bekal agama yang
baik
Aqidahnya kuat
Ibadahnya rajin
Akhlaqnya mulia
Pakaiannya dan dandanannya memenuhi standar busana muslimah
Menjaga kohormatan dirinya dengan tidak bercampur baur dan
ikhtilath dengan lawan jenis yang bukan mahram
Tidak bepergian tanpa mahram atau pulang larut
36. Memilih Calon Pasangan
Gambaran Wanita yang memiliki bekal agama yang
baik
Fasih membaca Al-Quran Al-Kariem
Ilmu pengetahuan agamanya mendalam
Aktifitas hariannya mencerminkan wanita shalilhah
Berbakti kepada orang tuanya serta rukun dengan saudaranya
Pandai menjaga lisannya
Pandai mengatur waktunya serta selalu menjaga amanah yang
diberikan kepadanya
Selalu menjaga diri dari dosa-dosa meskipun kecil
37. Memilih Calon Pasangan
Sebaliknya, bila istri berasal dari keturunan yang
kurang baik nasab keluarga, seperti kalangan
penjahat, pemabuk, atau keluarga yang pecah
berantakan, maka semua itu sedikit banyak akan
berpengaruh kepada jiwa dan kepribadian istri.
Padahal nantinya peranan istri adalah menjadi
pendidik bagi anak. Apa yang dirasakan oleh
seorang ibu pastilah akan langsung tercetak
begitu saja kepada anak.
38. Memilih Calon Pasangan
Masalah Selera
Selera subjektif seseorang terhadap calon
pasanan hidupnya, sebenarnya bukan
termasuk hal yang wajib diperhatikan,
namun Islam memberikan hak kepada
seseorang untuk memilih pasangan
hidup berdasarkan subjektifitas selera setiap
individu maupun keluarga dan
lingkungannya.
39. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kualitas Agama
Urusan Fundamental, yaitu idealnya seorang
wanita dipilih menjadi istri karena memang
terbukti kualitas keagamaan yang dimilikinya
itu untuk menjaga
kualitas keagamaan suami dan anak-anak
nantinya.
40. Sunnah Nabi dalam Menikah
Diutamakan Perawan
Meski Rasulullah SAW menikah rata-rata dengan janda, namun beliau
tetap menganjurkan para shahabatnya agar menikah dengan perawan.
Dalam sabdanya beliau menegaskan
Hendaklah kalian menikah dengan perawan, karena
mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak
anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.”
(HR. Ibnu Majah)
41. Sunnah Nabi dalam Menikah
Diutamakan Perawan
Namun anjuran menikahi perawan ini tidak bersifat
mutlak, sebab selain Rasululloh SAW sendiri lebih
banyak menikahi janda dari pada perawan, ketika
ada shahabat beliau yang menikah dengan janda
dengan alasan yang kuat dan masuk akal, hal itu
dibenarkan oleh beliau.
42. Sunnah Nabi dalam Menikah
Keturunan
Islam bukan agama feodal yang mementingkan darah
dan keningratan. Maka ketika agama Islam menganjurkan
untuk memperhatikan masalah keturunan, tentunya bukan
dari segi keningratan, darah biru atau tingkat status sosial.
Pertimbangan masalah keturunan ini lebih menyoal
kepada keshalihan dan kualitas implementasi agama dari
kedua orang tua dan keluarga si calon istri. Barangkali dalam
bahasa yang sederhana, seberapa kiyai-kah keluarga calon
istri. Atau seberapa ulama-kah keluarganya.
43. Sunnah Nabi dalam Menikah
Keturunan
Sebab ada hadits yang bicara tentang tidak bolehnya
seorang wanita dinikahi lantaran karena semata-mata
ketinggian martabat (keningratan) keluarganya secara duniawi.
Siapa yang menikahi wanita karena
semata-mata dari segi keningratannya,
Alloh tidak menambahkan kepadanya
kecuali kerendahan. (HR. At-Thabarani)
44. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kesuburan
Di antara salah satu pertimbangan penting
tentang calon istri yang ideal untuk dipilih adalah
mereka yang terbukti kuat punya tingkat
kesuburan tinggi. Hal ini bisa dilihat dari berbagai
indikator, di antaranya kesuburan saudari-
saudarinya yang sudah menikah, atau para
wanita lainnya dalam keluarganya, bila
memungkinan dilakukan uji lab
45. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kesuburan
Sebab salah satu tujuan pernikahan di dalam
agama Islam adalah untuk mendapatkan dan
memperbanyak keturunan, dimana secara
lebih luas, Rasululloh SAW berujar tentang
lomba dengan para nabi yang lain tentang
jumlah umat Islam.
46. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kesuburan
Kisah orang yang sedemikian sabar karena
belum punya anak juga, meski usia
pernikahan sudah lebih dari 50 tahun. Salah
satunya adalah kisah Nabi Zakaria yang
kerjanya siang malam berdoa agar punya
anak, sampai dirinya jadi tua dan seluruh
rambutnya berkobar dengan uban.
47. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kesuburan
ُمْظَعْال َنَه َو ْيِِّنِا ِِّبَر َلاَقَلَعَتْشا َو ْيِِّنِم
ِب ْْۢنُكَا ْمَل َّو اابْيَش ُسْأَّالرِقَش ِِّبَر َكِٕىۤاَعُدًّاي
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh
tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi
uban, dan aku belum pernah kecewa dalam
berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. [QS 19:4]
48. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kesuburan
َّو ْنِم َيِلا َوَمْال ُتْف ِخ ْيِِّنِا َوِتَناَك َو ْيِءۤاَر
ْنِم ْيِل ْبَهَف اارِقاَع ْيِتَاَرْامًّايِل َو َكْنُدَّل
Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku
sepeninggalku, padahal istriku seorang yang
mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari
sisi-Mu, [QS 19:5]
49. Sunnah Nabi dalam Menikah
Kesuburan
ُقْعَي ِلٰا ْنِم ُث ِرَي َو ْيِنُث َِّريَِٖر ِِّبَر ُهْلَعْاج َو َب ْوًّاي
yang akan mewarisi aku dan mewarisi
dari keluarga Yakub; dan jadikanlah
dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
[QS 19:6]