7. PERMASALAHAN :
1. Bagaimana proses berdirinya kerajaan Mataram Kuno ?
2. Bagaimana perkembangan sistem pemerintahan
kerajaan Mataram Kuno dalam bidang sosial, politik,
dan ekonomi ?
3. Apa sajakah peninggalan-peninggalan dari Kerajaaan
Mataram Kuno ?
4. Bagaimana proses berdirinya kerajaan Kediri ?
5. Bagaimana perkembangan sistem pemerintahan
kerajaan Kediri dalam bidang sosial, politik, dan
ekonomi ?
6. Apa sajakah peninggalan-peninggalan dari kerajaan
Kediri ?
8. PROSES BERDIRINYA KERAJAAN
MATARAM KUNO
Kerajaan medang atau kerajaan mataram kuno atau
kerajaan mataram hindu ini berdiri di jawa tengah pada
abad ke – 8, kemudian kerajaan ini berpindah ke Jawa
Timur pada abad ke – 10. Istilah kerajaan medang lazim
digunakan pada periode Jawa Timur saja, padahal
berdasarkan prasasti – prasasti yang ada nama medang
sudah dikenal pada masa sebelumnya yaitu periode Jawa
Tengah. Sementara itu nama yang lazim dipakai untuk
kerajaan medang di Jawa Tengah adalah kerajaan
Mataram merujuk pada salah satu daerah ibu kota pada
kerajaan ini. Kadang juga untuk membedakan antara
kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke – 16
dengan kerajaan Mataram kuno( Mataram Hindu).
9. Bhumi Mataram adalah sebutan kota Jogjakarta dan
sekitarnya, didaerah inilah diperkirakan berdirinya pertama kali
kerajaan Medang, merujuk pada prasasti yang bertuliskan (Rajya
Medang I Bhumi Mataram) kemudian lazim dipakai untuk
menyebut nama keseluruhan meskipun kerajaan ini tidak
selamanya berpusat disana. Sesungguhnya kerajaan ini
mengalami beberapa kali perpindahan, bahkan sampai di Jawa
Timur. Menurut perkiraan pada masa dinasti Bhumi Mataram
(Raja Sanjaya raja pertama kali) kerajaan Mataram terletak di
Yogyakarta, kemudian didaerah Kedu, kemudian di daerah
tembalang, kemudian pada masa dinasti Watu Galuh kerajaan
mataram berada di Jombang Jawa Timur dengan raja Empu
Sendok, kemudian terkhir pada dinasti Wwatan sekarang disebut
dengan nama Wotan yang terletak didaera Madiun dengan raja
Dharmawangsa teguh cicit dari empu sendok. Sebab
perpindahan tersebut adalah Menurut teori Van Bammelen,
perpindahan istana Medang dari jawa tengah menuju Timur
disebabkan oleh letusan Gunung Merapai yang sangat dahsyat.
10. PERKEMBANGAN SISTEM KERAJAAN
MATARAM KUNO
A. DALAM BIDANG SOSIAL-BUDAYA
Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai, dan
tentram. Dalam Kitab Negarakertagama disebutkan bahwa
Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling ke daerah-
daerah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan
kesejahteraan rakyatnya. Perlindungan terhadap rakyat
sangat diperhatikan. Demikian juga peradilan, dilaksanakan
secara ketat, siapa yang bersalah dihukum tanpa pandang
bulu.
11. Dalam kehidupan aman dan teratur maka suatu
masyarakat akan mampu menghasilkan karya-karya budaya
yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit dapat
dibedakan sebagai berikut.
1) Candi
Banyak candi peninggalan Majapahit, seperti Candi
Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar
(Waringan Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus,
dan bangunan-bangunan kuno lainnya, seperti Segaran
dan Makam Troloyo (di Trowulan).
2) Kesusanteran
Zaman Majapahit bidang sastra berkembang. Hasil
sastranya dapat dibagi menjadi zaman Majapahit awal dan
Majapahit akhir.
12. a. Sastra Zaman Majapahit Awal
1. Kitab Negarakertagama, karangan Empu
Prapanca. Isinya tentang keadaan kota Majapahit,
daerah-daerah jajahan, dan penjajahan Hayam
Wuruk keliling ke daerah-daerah.
2. Kitab Sotasoma, karangn Empu Tantular. Di
dalam kitab ini terdapat ungkapan yang berbunyi
“Bhinneka Tunggal Ika” yang kemudian dipakai
motto negara kita.
3. Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular.
Isinya tentang raksasa yang dikalahkan oleh
Arjuna Sasrabahu.
4. Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui
pengarangnya.
13. b. Sastra Zaman Majapahit Akhir
1. Kitab Paraton, isinya menceritakan riwayat raja-raja
Singasari dan Majapahit.
2. Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
3. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan
Sora.
4. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan
Ranggalawe.
5. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.wijaya
sampai dengan menjadi Raja Majapahit.
6. Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali
oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
7. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan
gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa
Brahma, Wisnu, Siwa.
14. D. BIDANG POLITIK
Kerajaan Mataram diperintah oleh dua dinasti atau wangsa
yaitu wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan
wangsa Syaelendra yang beragama Budha. Pada awalnya
mungkin yang berkuasa adalah wangsa Sanjaya, hal ini sesuai
dengan prasasti Canggal. Tetapi setelah perkembangan
berikutnya muncul keluarga Syaelendra. Menurut para ahli,
keluarga Sanjaya terdesak oleh Keluarga Syaelendra, tetapi
mengenai pergeseran kekuasaan tersebut tidak diketahui
secara pasti, yang jelas kedua-duanya sama-sama berkuasa di
Jawa Tengah dan memiliki hubungan yang erat, hal ini sesuai
dengan prasasti Kalasan. Raja-raja yang berkuasa dari
keluarga Syaelendra seperti yang tertera dalam prasasti Ligor,
Nalanda maupun Klurak adalah Bhanu, Wisnu, Indra, dan
Samaratungga atau Samaragrawira. Sedangkan raja-raja dari
dinasti Sanjaya yang tertera dalam prasasti Mantyasih.
15. Berdasarkan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram
yang berasal dari abad 8-9 yang bercorak Hindu yang terletak
di Jateng bagian utara dan yang bercorak Budha terletak di
Jateng selatan , untuk itu dapatlah disimpulkan bahwa
kekuasaan dinasti Sanjaya di Jateng bagian utara, dan
kekuasaan dinasti Syaelendra di Jateng selatan. Kedua dinasti
tersebut akhirnya bersatu dengan adanya pernikahan Rakai
Pikatan dengan Pramudyawardani yang bergelar Sri
Kahulunan. Pramudyawardani tersebut adalah putri dari
Samaratungga. Raja Samaratungga selain mempunyai putri
Pramudyawardani , juga mempunyai putera yaitu
Balaputradewa (karena Samaratungga menikah dengan
keturunan raja Sriwijaya). Kegagalan Balaputradewa merebut
kekuasaan dari Rakai Pikatan, maka menyingkir ke Sumatera
menjadi raja Sriwijaya. Untuk selanjutnya pemerintahan
kerajaan Mataram dikuasai oleh dinasti Sanjaya dengan
rajanya yang terakhir yaitu Wawa.
16. Pada masa pemerintahan Wawa sekitar abad 10,
Mataram di Jateng mengalami kemunduran dan pusat
penerintahan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu
Sendok. Dengan adanya perpindahan kekuasaan dari
Jateng ke Jatim oleh Mpu Sendok, maka Mpu Sendok
mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Isyana dengan
kerajaannya adalah Medang Mataram. Berdasarkan
prasasti Calcuta, maka silsilah raja-raja yang
memerintah di kerajaan Medang Mataram dapat
diketahui.
Pada tahun 1017 M kerajaan Medang pada masa
Dharmawangsa mengalami pralaya/kehancuran akibat
serangan dari Wurawari dan yang berhasil meloloskan
diri dari serangan tersebut adalah Airlangga. Tahun
1023 Airlangga dinobatkan oleh pendeta Budha dan
Brahmana (pendeta Hindu) menjadi raja Medang
menggantikan Dharmawangsa.
17. Pada awal pemerintahannya Airlangga berusaha
menyatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai
oleh Dharmawangsa, dan melakukan pembangunan di
dalam negeri dengan memindahkan ibukota kerajaan
Medang dari Wutan Mas ke Kahuripan tahun 1031, serta
memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, dan membangun
bendungan Wringin Sapta. Dengan demikian usaha-usaha
yang dilakukan oleh Airlangga mendatangkan keamanan
dan kemakmuran bagi rakyatnya. Tetapi kemudian tahun
1041 Airlangga mundur dari tahtanya dan
memerintahkan untuk membagi kekuasaan menjadi 2
kerajaan. Kedua kerajaan tersebut adalah Jenggala dan
Panjalu. Pada awalnya pembagian kerajaan tersebut
dalam rangka menghindari perebutan kekuasaan diantara
putera-putera Airlangga. Tetapi ternyata hal ini yang
menjadi penyebab kerajaan Medang mengalami
kehancuran.
18. C. DALAM BIDANG EKONOMI
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di
Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang,
Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat
subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya
pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak
kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling
mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya. Usaha
untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil
pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan
Rakai Kayuwangi.
19. Dari Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi
tentang kegiatan perdagangan. Kegiatan di pasar ini tidak
diadakan setiap hari melainkan bergilir, berdasarkan pada hari
pasaran menurut kalender Jawa Kuno. Pada hari Kliwon,
pasar diadakan di pusat kota. Pada hari Manis atau legi, pasar
diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing),
pasar diadakan di desa sebelah selatan.Pada hari Pon, pasar
diadakan di desa sebelah barat. Pada hari Wage, pasar
diadakan di desa sebelah utara.
Pada hari pasaran ini, desa−desa yang menjadi pusat
perdagangan, ramai didatangi pembeli dan penjual dari
desa−desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui
transportasi darat maupun sungai sambil membawa barang
dagangannya seperti beras, buah−buahan, dan ternak untuk
dibarter dengan kebutuhan yang lain. Selain pertanian,
industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil
industri ini antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas
dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula, kelapa,
arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat
diperoleh di pasar−pasar tadi.
20. Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian
ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan
untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk
disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo
diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas
perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai
imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut
dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarnya pengangkutan
perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya
akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat
Mataram Kuno.
Kehidupan masyarakat Mataram umumnya bersifat
agraris karena pusat Mataram terletak di pedalaman, bukan
di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan
kebanyakan rakyat Mataram. Di samping itu, penduduk di
desa (disebut wanua) memelihara ternak seperti kambing,
kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik.Sebagai tenaga kerja,
mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin.
22. 2. Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa
Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun
700 Saka atau 778M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan
Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf
Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini
menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk
Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara)
yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra
Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk
membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara
bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk
para sanggha (umat Buddha). Bangunan suci yang dimaksud
adalah Candi Kalasan. Prasasti ini kini disimpan dengan No.
D.147 di Museum Nasional, Jakarta.
23. Prasasti Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir
atau Prasasti Sanjaya) adalah prasasti dalam bentuk candra
sengkala berangka tahun654 Saka atau 732 Masehiyang
ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa
Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.
Prasasti yang ditulis pada stela batu ini menggunakan
aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti dipandang
sebagai pernyataan diri RajaSanjaya pada tahun 732
sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan Mataram
Kuno. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian lingga
(lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Sanjaya.
Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula
adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak
Sannaha, saudara perempuan Sanna.
25. Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau
Prasasti Tembaga Kedu adalah prasasti berangka tahun 907
M yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno.
Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara,
Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram
sebelum Raja Balitung.
Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung
sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-
raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan
Mataram Kuno. Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa
Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan
(daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih
terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat
upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu
disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan
Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro
danSumbing). Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan
"beriman dalam cinta kasih"
26. 4. Prasasti Kelurak
Prasasti Kelurak merupakan prasasti batu berangka tahun
782 M yang ditemukan di dekat Candi Lumbung Desa Kelurak, di
sebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa
Tengah. Keadaan batu prasasti Kelurak sudah sangat aus,
sehingga isi keseluruhannya kurang diketahui. Secara garis besar,
isinya adalah tentang didirikannya sebuah bangunan suci untuk
arca Manjusri atas perintah Raja Indra yang bergelar Sri
Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, yang dimaksud
dengan bangunan tersebut adalah Candi Sewu, yang terletak di
Kompleks Percandian Prambanan. Nama raja Indra tersebut juga
ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan
kerajaan Sriwijaya. Prasasti Kelurak ditulis dalam aksara
Pranagari, dengan menggunakan bahasa Sanskerta. Prasasti ini
kini disimpan dengan No. D.44 di Museum Nasional, Jakarta.
28. Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda
masyarakat setempat. Ratu Baka (Bahasa Jawa, arti
harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro
Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada
komplek Candi Prambanan. Ditemukan di wilayah
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dan terletak pada ketinggian hampir 200
m di atas permukaan laut. berisikan tentang
kekalahan Balaputeradewa dalam perang saudara
dengan kakaknya (Pramodawardhani). Balaputradewa
melarikan diri ke sriwijaya.
30. Candi Gatotkaca adalah salah satu candi Hindu
yang berada di Dataran Tinggi Dieng, di wilayah
Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah.
Candi ini terletak di sebelah barat Kompleks
Percandian Arjuna, di tepi jalan ke arah Candi Bima,
di seberang Museum Dieng Kailasa. Nama
Gatotkaca sendiri diberikan oleh penduduk dengan
mengambil nama tokoh wayang dari cerita
Mahabarata.
32. 2. Candi Bima
Berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan
Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, [1]
candi ini terletak paling selatan di kompleks
Percandian Dieng. Pintu masuk berada di sisi
timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan
candi-candi lain, baik di Dieng maupun di
Indonesia pada umumnya, karena kemiripan
arsitekturnya dengan beberapa candi di India.
Bagian atapnya mirip dengan shikara dan
berbentuk seperti mangkuk yang ditangkupkan.
Pada bagian atap terdapat relung dengan relief
kepala yang disebut dengan kudu
33. Bentuk Candi Dwarawati mirip dengan
Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar
segi empat dengan penampil di keempat
sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur
setinggi sekitar 50 cm. Tangga dan pintu
masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini
dalam keadaan polos tanpa pahatan.
34. 4. Candi Arjuna
Candi ini mirip dengan candi-candi di
komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi
dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh
candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di
sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk
ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi
dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang
menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di
atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan
Kalamakara
36. Ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar,
namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi
berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m.
Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam
tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun
dua, sesuai dengan batur candi. Atap candi mirip
dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus
besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak
terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga
terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca.
Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi
bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
37. PROSES BERDIRINYA KERAJAAN
KEDIRI
Kerajaan Kediri adalah Kerajaan Hindu yang berada
di daerah Jawa Timur, berdiri antara tahun 1042 sampai
dengan tahun 1222. Dalam sejarah disebutkan pusat
Kerajaan Kediri berada di Kota Daha, yaitu sebuah kota
yang letaknya berada di sekitar Kota Kediri sekarang.
Kerajaan Kediri adalah penerus dari Kerajaan Kahuripan
dan pernah mencapai masa kejayaan di saat kerajaan
dipimpin oleh Airlangga. Oleh karena itu, para penguasa
Kerajaan Kediri selanjutnya adalah penerus dari Dinasti
Isyana di Jawa. Pada tahun 1045, Airlangga membagi
Kerajaan Kahuripan menjadi dua. Airlangga membagi
wilayah kerajaannya dikarenakan oleh perselisihan kedua
putranya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan,
mereka bersaing memperebutkan takhta kerajaan.
38. Dibagian barat Kerajaan diserahkan kepada Sri
Samarawijaya yang mendapat gelar Sri Samarawijaya
Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa.
Kerajaannya diberi nama Panjalu, dan pusat kerajaan
di kota baru yang bernama Daha. Sedangkan Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan disebelah timur.
Kemudian kerajaannya bernama Janggala dan
mempunyai pusat kerajaan di kota lama, yang
bernama Kahuripan. Kemudian, Airlangga
mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan memilih
hidup sebagai pertapa. Empat tahun kemudian,
Airlangga meninggal.
39. Peristiwa pembagian kerajaan oleh Airlangga disebutkan
dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang. Prasasti
Turun Hyang II (1044) juga menguatkan informasi tentang
pembagian kerajaan tersebut, dalam sejarah Kerajaan Kediri.
Dalam perjalanan sejarah Prasasti Turun Hyang II
merupakan piagam pengesahan anugerah dari Mapanji
Garasakan kepada penduduk Desa Turun Hyang karena mereka
setia membantu Janggala melawan Panjalu. Oleh karena itu,
Desa Turun Hyang ditetapkan sebagai sima swatantra atau
perdikan (daerah yang dibebaskan dari kewajiban membayar
pajak).
Kerajaan Panjalu kemudian lebih dikenal dengan nama
Kerajaan Kediri. Pada awal beridirinya, nama Panjalu atau
Pangjalu lebih sering digunakan daripada nama Kadiri atau
Kediri. Sebutan nama Panjalu dapat kita dijumpai di prasasti-
prasasti yang dibuat oleh raja-raja Kerajaan Kediri. Dalam
kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178), nama
Panjalu bahkan muncul dengan sebutan Pu-chia-lung.
40. SISTEM PERKEMBANGAN KERAJAAN
KEDIRI
A. DALAM BIDANG SOSIAL-BUDAYA
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur
pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan
kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kediri
dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut.
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat
yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum
kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan
masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas
pemerintahan di wilayah thani (daerah).
41. 3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan
masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan
hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama
dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa
pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil
diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panulu. Selain itu
Empu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan
Gatotkacarayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Kaweswara muncul kitab Smaradhahana yang ditulis
oleh Empu Dharmaja serta kitab Lubdaka dan
Wertasancaya yang ditulis oleh Empu Tanakung. Pada
masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga
bernama Empu Monaguna yang menulis kitab
Sumansantaka dan Empu Triguna yang menulis kitab
Kresnayana.
42. B. DALAM BIDANG POLITIK
• Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, ternyata
Kediri yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar
kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah
Jayabaya (1135–1157). Jayabaya ingin mengembalikan
kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan
Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai
simbol Garuda Mukha simbol Airlangga.
Pada masa pemerintahannya kesusastraan
diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah
karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan
peperangan antara Pandawa dan Kurawa yang untuk
menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri.
Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan
Gatotkacasraya.
43. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli
meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa
tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka
Jayabaya".
Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah
Kameswara. Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya
dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab
Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara
dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri
Kirana atau putri Candrakirana.
Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun
1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga
berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.
44. • Kehidupan Politik Masyarakat Kediri
Hubungan antara raja dan pejabat menengah
kerajaan dapat bersifat langsung
Kalangan intelektual dari kalangan brahma
diundang untuk ikut serta dalam pemerintahan
Organisasi meliter diperkuat. Tindakan ini
dilakukan untuk memenangkan persaingan
melawan Ganggak dan menciptakan keamanan
Pengaturan penyaluran air dimedernisasikan untuk
meningkatkan ekonomi
45. C. DALAM BIDANG EKONOMI
Kehidupan Kerajaan Kediri menjadi teratur. Rakyat
hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah
pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan
perdagangan juga berkembang. Hal ini ditopang oleh
Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh. Armada laut
Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara.
Di Kediri telah ada Senopati Sarwajala (panglima
angkutan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah mengakui
kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan
pelayaran dan perdagangan. Barang perdagangan di
Kediri antara lain emas, perak,gading, kayu cendana, dan
pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi.
Rakyat menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya
kepada pemerintah.
46. Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan,
peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil
beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian dipandang dari
aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini
terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan
tetap kepada para pegawainya dibayar dengan hasil bumi.
Keterangan ini diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan
kitab Ling-wai-tai-ta.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan
perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
2. Kediri banyak menghasilkan beras.
3. Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu
antara lain emas, perak, gading dan kayu cendana.
4. Pajak rakyat berupa hasil bumi berupa palawija.
47. Kediri merupakan Kerajaan agraris maritim.
Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan,
peternakan dan pertanian untuk masyarakat yang hidup di daerah
pedalaman. Sedangkan yang berada di pesisir hidupnya
bergantung dari perdagangan dan pelayaran. Mereka telah
mengadakan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.
Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra.
Kerajaan Kediri cukup makmur, hal ini terlihat pada kemampuan
Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap pada para
pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi.
Keterangan tersebut berdasarkan kitab Chi-fan-Chi (1225) karya
Chau Ju-kua mengatakan bahwan Su-ki-tan yang merupakan
bagian dari She-po(Jawa) telah memiliki daerah taklukkan. Para
ahli memperkirakan Su-ki-tan adalah sebuah Kerajaan yang
berada di Jawa Timur, dan yang tak lain dan tak bukan adalah
Kerajaan Kediri. Mungkin juga Su-ki-tan sebagai kota pelabuhan
yang telah dikenal para pedagang dari luar negeri, termasuk
Cina.
48. Pemerintahannya sangat memperhatikan keadaan
rakyatnya sehingga pertanian, perdagangan dan peternakan
mengalami kemajuan yang cukup pesat. Golongan dalam
masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan
kedudukan dalam pemerintahan kerajaan, yaitu : Golongan
masyarakat pusat(kerajaan) : masyarakat yang terdapat
dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta
kelompok pelayannya. Golongan masyarakat tani (daerah) :
golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau
petugas pemerintahan di wilayah tani (daerah). Golongan
masyarakat nonpemerintah : golongan masyarakat yang
tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan
pemerintahan secara resmi atau masyarakat wiraswasta.
Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang mencatat dan
mengurus semua penghasilan Kerajaan. Disamping itu ada
1000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng
dan parit kota serta gedung persediaan makanan.
50. Candi termegah dan terluas di Jawa Timur
ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud,
di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450
meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di
bagian candi diperkirakan candi ini dibangun
pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri
sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut
digunakan sampai masa pemerintahan
Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit
sekitar tahun 1415.
52. Candi Gurah terletak di kecamatan di
Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah
ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang
lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang
dinamakan Candi Gurah namun karena
kurangnya dana kemudian candi tersebut
dikubur kembali.
54. Situs Tondowongso merupakan situs temuan
purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun
Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari
satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar
untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun
terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian
Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan
satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957.
Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah
arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang
ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa
Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal
perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke
Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari
sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui
peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil
pahatan.
55. 4. Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha
Vajrasattva ini berasal dari
zaman Kerajaan Kediri
(abad X/XI). Dan
sekarang merupakan
Koleksi Museum für
Indische Kunst, Berlin-
Dahlem, Jerman.
56. 5. Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ini berada di Desa Kamulan, Trenggalek,
Jawa Timur. Prasasti ini dibuat dan dikeluarkan pada masa
pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi, atau
1116 Caka. Melalui prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi
dari Kabupaten Trenggalek sendiri tepatnya pada hari Rabu
Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
58. Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar
160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm.
Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung.
Di sekeliling prasasti Galunggung banyak
terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno.
Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang
masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain
prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran
rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada
sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah
lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang
dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123
C di salah satu sisi prasasti.
60. Prasasti Jaring yang bertanggal 19 November
1181. Isinya berupa pengabulan permohonan
penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala
tentang anugerah raja sebelumnya yang belum
terwujud.vDalam prasasti tersebut diketahui
adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya
dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri,
misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan
Macan Kuning.
61. 8. Candi Tuban
Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda
Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon –
ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi
Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang
melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap
angker.
Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena
candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan
Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500
meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki
candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi
telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka
kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi
Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas
Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban
menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda
Angling Dharma dan jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat
dianggap sebagai kemenangan.
63. Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja
Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan
tentang permohonan penduduk desa
Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis
di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu.
Prasasti tersebut berisi penetapan desa
Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja
sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja
sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini
diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
65. Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit,
Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka
(1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk
Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam
bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta
bersayap. Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima
kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan
memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap
kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari
Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040
Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai
sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga
mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan
diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan
karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan
menambah anugerah berupa berbagai macam hak
istimewa.