Tugas 4. hbl, hayyu safitri, hapzi ali, aspek hukum lembaga pembiayaan, universitas mercu buana, 2018.
1. ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN
Lembaga Pembiayaan Lembaga Pembiayaan
adalah badan usaha yang melakukpan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
atau barang modal. Lembaga Pembiayaan meliputi: Perusahaan Pembiayaan, adalah :
badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,
PembiayaanKonsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Karakterisitik Lembaga Pembiayaan
• Tidak boleh menarik dana secara langsung dari masyarakat (giro, tabungan , deposito,
promes)
• Penerbitan hanya dibolehkan sebagai jaminan atas pinjaman yang diperoleh dari bank
• Memberi pembiayaan baik untuk kebutuhan modal kerja maupun investasi dunia usaha
• Tidak diperbolehkan memberikan kredit secara langsung Jenis Lembaga Pembiayaan
meliputi:
a. Perusahaan Pembiayaan: Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus
didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,
dan/atau usaha Kartu Kredit.
b. Perusahaan Modal Ventura Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah
badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan mod al ke dalam suatu
Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu
tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi,
dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur adalah badan
usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
pada proyek infrastruktur.
Manfaat Asuransi :
• Rasa aman dan perlindungan dipertanggungjawabkan
• Pendistribusian biaya dan manfaat yang adil
• Polis data dijadikan jaminan kredit
• Sebagai tabungan atau pendapatan
• Alat penyebaran resiko ada dana
• Membantu meningkatkan kegiatan usaha Peran usaha Perusahaan Pembiayaan
a.Sewa Guna Usaha; Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease)
2. maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa
Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
b. Anjak Piutang Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang
tersebut.
c. Kartu Kredit Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian
barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kartu kredit atau yang lebih dikenal
dengan credit card ini adalah suatu kartu plastic yang hampir sama dengan ukuran KTP, yang
diterbitkan oleh issuer (penerbit) dan dipergunakan oleh cardholder (pemegang kartu) dan
berfungsi sebagai alat pengganti pembayaran uang tunai dan pihak penerima adalah kaum
usahawan/pedagang (merchant) yang telah ditentukan oleh penerbit.
d. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran
secara angsuran.
Fungsi Asuransi
1. Fungsi Primer Pengalihan Resiko – Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan
kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai”Original Risk
Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung (a risk transfer mechanism). Penghimpun
Dana – Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan
kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau
biaya ber- asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung. Premi Seimbang –
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing –
masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang
dialihkannya kepada penanggung (equitable premium).
2. Fungsi Sekunder Export Terselubung – Sebagai penjualan terselubung komoditas atau
barang-barang tak nyata keluar negeri. Perangsang Pertumbuhan Ekonomi – untuk
merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki
manfaat sosial dan sebagai tabungan.
Tujuan Asuransi
1. Tujuan Asuransi untuk Pengalihan Resiko Tujuan Asuransi yang paling utama ialah untu
pengalihan resiko. Dalam teori pengalihan resiko, tertanggung sudah menyadari ada ancaman
bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika sewaktu-waktu bahaya
tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, maka dia akan menderita suatu kerugian atau
korban jiwa atau cacat raga akan bisa mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli
warisnya.
2. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Ganti Rugi Tujuan asuransi yang selanjutnya ialah
pembayaran ganti rugi. Dalam hal ini terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian,
maka tidak ada suatu masalah terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam
praktiknya, bahaya yang mengancam itu tidak senantiasa sungguh-sungguh akan terjadi.
3. 3. Tujuan Asuransi untuk Pembayaran Santunan Selanjutnya tujuan asuransi untuk
pembayaran santunan yaitu Asuransi suatu kerugian dan juga asuransi jiwa yang diadakan
yang berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung.
4. Tujuan Asuransi untuk Kesejahteraan Anggota Tujuan asuransi yang terakhir yakni untuk
kesejahteraan anggotanya. jika beberapa orang berhimpun dalam sebuah perkumpulan, maka
perkumpulan tersebut berkedudukan sebagai si penanggung, sedangkan pada anggota
perkumpulanlah yang berkedudukan tertanggung.
Jenis – Jenis Asuransi
1. Asuransi jiwa
• Jenis suransi jiwa ini memberikan suatu keuntungan finansial kepada orang yang ditunjuk
atas kematian tertanggung. Berbagai bentuk sebuah asuransi jiwa yang dikeluarkan. Beberapa
menyediakan pembayaran hanya sesudah kematian tertanggung sebagian perusahaan asuransi
yang lain ada bisa memungkinkan tertanggung untuk mengklaim dana sebelum kematiannya.
2. Asuransi kesehatan
• Asuransi kesehatan salah satu jenis asuransi yaitu sebuah produk asuransi yang khusus
menangani suatu masalah kesehatan yang diakibatkan sebuah penyakit dan menanggung
suatu proses perawatan kepada pada anggota asuransi nya. Umumnya termasuk untuk
melindungi dan menanggung pada cedera, cacat, sakit, dan kematian karena kecelakaan.
Asuransi kesehatan ini bisa dibeli untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
3. Asuransi Kendaraan
• Dari sekian jenis asuransi, asuransi Yang se ring digunakan asuransi mobil. Yakni asuransi
terhadap cedera kepada orang lain atau terhadap suatu kerusakan pada kendaraan orang lain
yang disebabkan oleh suatu kendaraan tertanggung. Asuransi mobil juga bisa membayar
untuk kehilangan, atau kerusakan, kendaraan bermotor tertanggung.
4. Asuransi kepemilikan rumah dan properti
• Asuransi pemilik rumah untuk melindungi pemilik rumah dari kerugian yang berkaitan
dengan tempat tinggal mereka, asuransi properti pribadi ini melindungi terhadap kehilangan,
atau kerusakan, barang-barang tertentu milik pribadi. ini termasuk untuk melindungi dan
memberikan suatu keringanan jika terjadi kecelakaan pada rumah anda seperti kebakaran dan
lain sebagainya.
5. Asuransi pendidikan.
• Salah satu jenis asuransi yang paling populer saat ini. Asuransi pendidikan adalah suatu
solusi cerdas untuk menjamin suatu kehidupan menjadi lebih baik. contohnya orang tua yang
mengasuransikan sebuah pendidikan anak. Biaya premi yang harus dibayar oleh peserta
asuransi tergantung pada jenis pendidikan yang ingin didapatkan kelak.
MENGEVALUASI KONSEKUENSI HUKUM YANG TIMBUL DARI
PERJANJIAN ASURANSI
4. Hukum dari suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341
KUHPerdata, adalah sebagai berikut :
a. Berlaku sebagai Undang-undang Pasal 1338 KUHPerdata yang bunyinya “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Dari pasal ini terdapat kata “Secara sah” berarti harus memenuhi syarat-syarat
sahnya perjanjian sebagaimana telah ditentukan oleh hukum, dan kata “mengikat sebagai
Undang-undang” yang berarti mengikat para pihak yang telah membuat perjanjian.
b. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak Perjanjian yang telah dibuat secara sah akan
mengikat para pihak. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara
sepihak saja (pasal 1338 KUHPerdata) kecuali kesepakatan antara keduanya. Apabila
perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak berarti perjanjian tersebut tidak mengikat. Jika ada
salah satu pihak ingin menarik kembali atau membatalkan harus memperoleh persetujuan
pihak lainnya.
c. Pelaksanaan dengan itikad baik Didalam pasal 1338 KUHPerdata mengatur bahwa setiap
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik yang artinya bahwa perjanjian menuntut
kepatutan dan keadilan. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan serta Undang-undang. Diadakannya perjanjian asuransi
bukan berarti bahwa penanggung harus melaksanakan prestasi yang diperjanjikan, dengan
membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung. Pelaksanaan prestasi tertanggung hanya akan
direalisasikan apabila peristiwa tertentu yang diperjanjikan itu terjadi dan menimbulkan
kerugian kepada tertanggung. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar penanggung itu
melaksanakan prestasinya adalah:
1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu
2. Hubungan sebab akibat
3. Cacat atau kebusukan benda
4. Kesalahan sendiri dari tertanggung
5. Azas indemnity (keseimbangan)
6. Nilai benda yang dipertanggungkan
7. Hal-hal yang memberatkan risiko
8. Subrograsi
9. Persekutuan dari penanggung.
5. IMPLEMENTASI LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH DI
INDONESIA
Lembaga pembiayaan (financing institution) di Indonesia mulai berkembang dengan
dikeluarkannya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket Deregulasi 20
Desember (Pakdes 88). Eksistensi Lembaga pembiayaan di Indonesia diatur berdasarkan
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang disempurnakan
dengan Peraturan Presiden RI No. 9 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Berdasarkan Pasal 1 butir (1) Peraturan Presiden No 9 tahun 2009 yang dimaksud dengan
lembaga pembiayaan adalah ‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal’.
Definisi di atas menggambarkan bahwa lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan
non-bank yang kegiatan usahanya lebih menekankan pada sektor pembiayaan, yaitu dalam
bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
masyarakat. Dengan kata lain perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana masyarakat
secara langsung, seperti yang dilakukan bank, dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Hal ini yang membedakan antara lembaga
pembiayaan (financing institution) dengan lembaga keuangan (financial institution).
Lembaga pembiayaan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 9, terdiri dari
Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan
Infrastruktur.
Berkembang pesatnya bisnis syariah di Indonesia turut mempengaruhi bisnis lembaga
pembiayaan untuk beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Menurut laporan OJK tahun 2013
terkait Perkembangan Keuangan Syariah, dari 3 lembaga pembiayaan yang ada, baru 2
lembaga pembiayaan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, yaitu lembaga pembiayaan
dan perusahah modal ventura (PMV). Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat
keberadaan kedua lembaga tersebut.
Perusahaan Pembiayaan Syariah
Pada tahun 2006 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang Perusahaan Pembiayaan. Kemudian pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan
mengeluarkan peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan. Tujuan dikeluarkannya POJK ini untuk mendukung perkembangan perusahaan
pembiayaan yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh,
kontributif, inklusif serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan.
Terkait dengan perusahaan pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka hukum yang
memadai dalam menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan mengeluarkan dua peraturan, yaitu peraturan
Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
6. Syariah dan Peraturan Nomor: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam
Kegiatan Perusahan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 POJK No. 29, dijelaskan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah
‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan atau jasa’.
Berdasarkan definisi ini dapat kita pahami yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan
syariah adalah perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang dan atau jasa berdasarkan prinsip syariah.
Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah
Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden No. 9/2009 tentang Lembaga Pembiayaan,
‘Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa
Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen dan/atau Kartu Kredit.’ (Lihat juga
Pasal 2 POJK No. 29). Ketentuan ini secara jelas mengatur bahwa perusahaan pembiayaan
hanya boleh melakukan kegiatan pembiayaan yang terkait dengan empat bentuk kegiataan
usaha di atas.
Kegiatan usaha ini juga berlaku atas perusahaan pembiayaan syariah, hanya saja dalam
melakukan kegiataanya perusahaan pembiayaan syariah harus menyalurkan dananya
berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan perusahaan pembiayaan konvensional. Kegiataan usaha
pembiayaan dan sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah harus sesuai dengan
ajaran Islam (in complinace with syariah) yang bebas dari unsur riba, haram, dan gharar.
Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan syariah harus diatur dalam peraturan yang jelas.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, untuk memberikan kerangka hukum yang jelas
dan memadai terhadap sumber pendanaan, pembiayaan dan akad syariah yang menjadi dasar
kegiataan perusahaan pembiayaan syariah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan peraturan No: PER-03/BL/2007 tentang
Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan No: PER-04/BL/2007
tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah. Pasal 5 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 jelas
menyatakan: “Setiap perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah wajib menyalurkan dana untuk kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah.”
Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah, sebagaimana menurut Pasal 1 butir 6 adalah
sebagai berikut: “Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam yang menjadi pedoman
dalam kegiatan operasional perusahaan dan transaksi antara lembaga keuangan atau lembaga
bisnis syariah dengan pihak lain yang telah dan akan diatur oleh DSN-MUI.”
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah
bagi perusahaan pembiayaan yang menjalankan aktifitasnya berdasarkan prinsip syariah
adalah suatu kemestian yang tidak boleh dilanggar. Prinsip syariah tersebut merupakan
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
7. (DSN-MUI) dalam bentuk fatwa. Fatwa ini sebagai guideline bagi perusahaan pembiayaan
syariah dalam menjalankan kegiatan pembiayaannya.
Adapun yang dimaksud dengan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai
yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 adalah
sebagai berikut:
· Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan: Ijarah; Ijarah Muntahiya Bittamlik;
· Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
· Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan: Murabahah; Salam;
atau Istishna’.
· Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
· Kegiataan pembiayaan lainya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
Pada dasarnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiataan usaha perusahaan
pembiayaan konvesional dengan perusahaan pembiayaan syariah adalah sama, yang
membedakan antara keduanya adalah model akad yang digunakan dalam menjalankan
kegiatan usaha tersebut. Ketentuan di atas menjelaskan akad-akad apa saja yang sesuai untuk
diaplikasikan pada setiap kegiataan usaha yang ada. Namun yang penting untuk dipahami
adalah, sesuai dengan Pasal 6 huruf e di atas, perusahaan pembiayaan syariah bisa melakukan
atau mengembangkan model kegiataan pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan
yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, ada peluang bagi perusahaan pembiayaan syariah
untuk mengembangkan produk-produk pembiayaan baru yang lebih variatif yang
dianggap profitablesehingga kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Produk-
produk baru tersebut baru bisa dijalankan oleh perusahaan pembiayaan syariah setelah
mendapatkan opini dari Dewan Pengawas Syariah dan disetujui oleh OJK.
Sumber :
http://business-law.binus.ac.id/2016/01/27/lembaga-pembiayaan-syariah-di-indonesia/