Dermatitis venenata disebabkan oleh toksin dari hewan seperti kumbang paederus dan tumbuhan seperti Dieffenbachia yang menyebabkan peradangan kulit. Gejala klinis muncul 8-24 jam setelah kontak berupa makula, papula, vesikel, eritema dan edema. Penatalaksanaan meliputi kortikosteroid topikal dan sistemik sesuai derajat kasusnya.
1. Referat Kelompok
Dermatitis Venenata
Disusun oleh :
Aldina Misrafidayana Pulungan
Estadiah Suci Ramadhani
Fhara Thessa Jelvi
Mardhatillah
Rita Erdayani
Vina Rahmayani S
Yohanes Nathaniel
Zakia Fatma Rahim
Pembimbing :
Dr. dr. Endang Herliyanti Darmani, Sp.KK, FINSDV
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
KSM ILMU KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2022
2. i
Dermatitis Venenata
Aldina Misrafidayana Pulungan*, Estadiah Suci Ramadhani*, Fhara Thessa
Jelvi*, Mardhatillah*, Rita Erdayani*, Vina Rahmayani S*, Yohanes Nathaniel*,
Zakia Fatma Rahim*, Endang Herliyanti Darmani**
*Program Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
** Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
ABSTRAK
Dermatitis venenata adalah peradangan pada kulit yang diakibatkan oleh
toksin yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Pada hewan disebabkan oleh
kumbang paederus/tomcat, ulat bulu dan ubur-ubur. Tumbuhan disebabkan oleh
Dieffenbachia, Hierba mala, Fleurya interrupta, dan Calotropis gigantea. Pada
tahun 2010 di Indonesia terdapat angka kejadian tertinggi dari dermatitis
paederus/tomcat yaitu di Provinsi Jawa Timur dimana terjadi di 12
Kabupaten/Kota. Gejala klinis dari dermatitis venenata muncul 8 jam hingga 24
jam setelah kontak dengan hewan ataupun tumbuhan penyebab. Lesi berupa
makula, papul, vesikel, eritem dan edema, serta pustul. Dermatitis venenata dapat
ditatalaksana secara medikamentosa dan non-medikamentosa. Tatalaksana
dermatitis venenata disesuaikan dengan derajat kasusnya. Secara topikal dapat
diberikan kortikosteroid topikal potensi medium hingga poten dalam bentuk krem
atau gel dan terapi sistemik dapat diberikan kortikosteroid untuk lesi yang luas
atau reaksi anafilaksis. Prognosis dari dermatitis venenata baik jika diketahui
etiologinya serta pasien dapat menghindari pajanan berulang terhadap etiologi
tersebut.
Kata kunci: Dermatitis, iritan, kontak, venenata.
ABSTRACT
Venenata dermatitis is inflammation of the skin caused by toxins that
comes from several animals and plants. In animals it is caused by
paederus/tomcat beetles, caterpillars and jellyfish. Plants are caused by
Dieffenbachia, Hierba mala, Fleurya interrupta, and Calotropis gigantea. In
2010 in Indonesia there was the highest incidence of Paederus/Tomcat dermatitis,
exactly in East Java Province that has been occurred in 12 districts / cities.
Clinical symptoms of venenata dermatitis appear in 8 until 24 hours after contact
with the causes animal or plant. Type of lesion are macules, papules, vesicles,
erythema, edema, also pustules. Venenata dermatitis can be treated by general
and spesific treatment. Spesific treatment has divided into two ways that is topical
and systemic. Topical treatment can be given a medium potent until super-potent
topical corticosteroids in the form of cream or gel. Systemic corticosteroids can
be given for extensive lesions and anaphylactic reactions. Prognosis of dermatitis
venenata is good if the etiology is known and the patient can avoid repeated
exposure to the etiology.
Keywords: Dermatitis, irritant, contact, venenata.
3. 1
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit bagian epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen.1
Venenata berasal dari
bahasa latin yang artinya adalah beracun.2
Dermatitis venenata paling sering
terjadi di daerah yang panas serta beriklim tropis, salah satu yang tersering adalah
paederin, gambaran klinis dan gejalanya baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih
setelah kontak. Penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat
eritema dan berkembang menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.1
Dermatitis venenata merupakan peradangan pada kulit yang diakibatkan
oleh toksin yang berasal dari hewan seperti kumbang paederus (tomcat), ulat bulu
dan ubur-ubur, selain itu juga disebabkan oleh tumbuhan seperti family Spurge
(Euphorbiaceae), Dieffenbachia (tanaman rumah hias), Hierba mala (yang
memiliki getah kaustik), Fleurya interrupta (lipang-aso, tanaman herbal) dan
Calotropis gigantea (bunga mahkota).3,4
Dermatitis venenata salah satunya
disebabkan oleh kumbang paederus, yang mana pernah menjadi wabah besar
pada tahun 2010 angka kejadiannya tertinggi di Provinsi Jawa Timur mengenai 12
Kabupaten/Kota dengan 610 orang penderita.5
Wajah dan leher merupakan
tempat yang paling umum terkena dan tanda gejala derajat ringan meliputi rasa
terbakar dan menyengat.3
Reaksi iritan terhadap tanaman dapat menghasilkan berbagai temuan
klinis. Reaksi toksik akut yang parah dengan nekrosis dapat terlihat setelah
paparan alkaloid kuat dari nira tumbuhan.4,6
Prevalensi terjadinya dermatitis
kontak iritan akibat tanaman di Denmark pada 59% dari 235 kasus.7
Hasil
penelitian di Indonesia ini didapatkan data sebanyak 33 orang (40,2%) pasien
dermatitis kontak iritan yang disebabkan gluta rengha (rengas) pada pekerja
proses finishing meubel kayu.8
Terapi medikamentosa diantaranya dapat diberikan kortikosteroid topikal
potensi medium hingga poten serta dapat diberikan antibakteri jika infeksi
sukender terjadi. Pemberian kortikosteroid sistemik dapat diberikan jika lesi luas.1
4. 2
EPIDEMIOLOGI
Insidensi terjadinya dermatitis venenata akibat kumbang aederus pada
tahun 2004 di Tulungagung terdapat 260 orang penderita gatal-gatal akibat
serangga paederus. Tahun 2008 terjadi di Kota Gresik, dialami oleh sekitar 50
orang penduduk yang tinggal di rumah susun.5
Studi di Turki memperlihatkan,
sebagian besar penderita dermatitis paederus mayoritas merupakan kelompok
rumah tangga dengan prevalensi 74 % tinggal di lantai dasar, 38% memiliki
tanaman di depan rumah dan 53% memiliki vegetasi yang lebat didekat rumah
mereka.9
Tahun 2009 dan 2010 kejadian di Kenjeran, Surabaya dengan 20 orang
penderita. Prevalensi dermatitis venenata di Jawa Tengah yang meliputi daerah
Surakarta, Grogol, Sukoharjo, Karanganyar, dan khususnya pada RSUD Dr.
Moewardi Surakarta pada tahun 2010-2012 didapatkan 77 orang penderita
dermatitis venenata dan lebih banyak terjadi pada musim hujan yaitu 45 orang dan
musim kemarau 32 orang.5
ETIOLOGI
Dermatitis venenata merupakan salah satu dari bagian dermatitis kontak
iritan yang dapat disebabkan oleh hewan dan tumbuhan dengan gambaran klinis
akan muncul 8 hingga 24 jam setelah kontak.1
Beberapa hewan dan tumbuhan
tersebut yaitu sebagai berikut:
a) Kumbang paederus
Toksin serangga yang paling sering menjadi penyebab dari
dermatitis venenata adalah paederin, suatu toksin yang disekresi oleh
serangga dari genus paederus, yang termasuk dalam ordo Coleopteran.
Kumbang paederus tidak menggigit ataupun menyengat. Toksin akan
dikeluarkan oleh serangga bila terjadi sentuhan atau benturan dengan kulit
secara langsung atau tidak langsung melalui handuk, baju atau alat lain
yang tercemar oleh racun serangga tersebut.10
5. 3
Gambar 1. Kumbang paederus.11
b) Ulat Bulu
Ulat bulu merupakan salah satu hewan yang apabila terkena
bulunya dapat menyebabkan suatu reaksi toksik. Caterpillar atau ulat bulu
dapat menyebabkan sengatan pada kulit jika terjadi kontak langsung.
Sebagian besar masalah yang ditimbulkan dari paparan ulat bulu berasal
dari rambut halus, bulu (setae) yang berada pada tubuh ulat bulu. Pada
beberapa jenis ulat bulu, setae dapat terbang terbawa angin lalu mengenai
mata dan menempel pada pakaian, ini biasanya terjadi pada gypsy moth
caterpillars.11
Gejala akan timbul ketika setae atau duri menyentuh kulit
manusia dengan gejala klinis nyeri, gatal, ruam dan edem.12
Gambar 2. Ulat Bulu.11
c) Ubur-ubur
Salah satu hewan laut yang dapat menyebabkan dermatitis
venenata adalah ubur-ubur. Ubur-ubur adalah zooplankton coelenterate
dari filum Cnidaria yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang
dikenal sebagai medusa renang bebas karena mereka memiliki tubuh
berbentuk lonceng dengan tentakel. Tentakel ini mengandung nematocyst
atau sel penyengat yang digunakan untuk pertahanan dan menangkap
mangsa. Setiap nematocyst atau cnidoblast mengandung racun yang
membawa benang melingkar yang jika kontak dengan mangsa atau kulit
manusia akan menjadi terkelupas dan ubur-ubur akan mengeluarkan toksin
secara paksa. Reaksi langsung meliputi nyeri hebat, eritema lokal, edema,
pruritus, parestesia, dan bahkan dapat muncul bula hemoragik.13
6. 4
Terdapat banyak jenis ubur-ubur dan jenis yang paling berbahaya
adalah pelagia yang lebih sering ditemukan pada perairan hangat terutama
di laut Mediterania (Pelagia noctiluca), Chrysaora pada peraiaran Afrika
dan pesisir Brazil, Stomolophus, Cyanea dan Linuche.14
Gambar 3. Ubur-ubur.13
Dermatitis venenata juga dapat disebabkan oleh tumbuhan.4
Dapat
ditelusuri famili tumbuhan yang terbesar adalah famili Spurge (Euphorbiaceae)
dikenal karena aktivitas pencahar biji dari genus Euphorbia. Bahan kimia yang
mengiritasi pada tanaman ini terutama diterpen, yang paling terkenal adalah
minyak dari biji tanaman puring (Croton tiglium).15
Reaksi iritasi dari beberapa tanaman telah dilaporkan di Filipina.
Termasuk di antaranya Dieffenbachia (tanaman rumah hias), Hierba mala (yang
memiliki getah kaustik), Fleurya interrupta (lipang-aso, tanaman herbal),
Calotropis gigantea (bunga mahkota). Beberapa tanaman mengiritasi secara kimia
melalui kristal kalsium oksalat, silikat, glikosida atau alkaloid, sementara yang
lain mengiritasi secara mekanis melalui rambut (trikoma) atau duri (glochid).18
Berikut contoh duri daun tajam yang dapat mengiritasi secara kimia:
7. 5
Gambar 4. Duri daun pohon holly (familia Aquifoliaceae)17
Gambar 5. Tanaman agave (famili Agavaceae).17
Terdapat tanaman hias yang banyak dibudidayakan yang juga memiliki
duri sebagai iritan seperti Mawar (famili Rosaceae), Bugenvil (famili
Nyctaginaceae) dan Opuntia (famili Cactaceae). Selain itu terdapat juga beberapa
tumbuhan yang mengandung bahan yang dapat mengiritasi kulit yang didalamnya
terdapat urushiol yaitu:17
Gambar 6. Trifoliate (Poison ivy)17
Terdapat tanaman apabila berkombinasi dengan kelembaban dan sinar
matahari dapat menyebabkan iritasi kulit seperti Giant hogweed. Selanjutnya,
tanaman stinging nettle dan kayu jelanjang yang terdapat rambut halus dan berduri
8. 6
pada daun yang apabila terkena dapat menghasilkan sensasi terbakar yang sangat
menyakitkan pada kulit.17
Gambar 7. Giant hogweed17
Gambar 8. Tanaman stinging nettle17
9. 7
Daftar tumbuhan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dapat di lihat
pada tabel.
Tabel 1. Tumbuhan yang paling sering menyebakan dermatitis kontak iritan
PATOFISIOLOGI
Kelainan kulit pada dermatitis venenata diakibatkan rusaknya sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Terdapat beberapa
mekanisme kerja kimiawi atau fisis. Toksin dapat merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat
kulit. Toksin akan akan merusak membran lemak keratinosit namun sebagian
dapat menembus membran sel dan merusak lisosom dan mitokondria.18
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan Asam
Arakidonat (AA), Diasil Gliserida (DAG), Platelet Activating Factor (PAF), dan
10. 8
Inositida (1P3). AA dirubah menjadi Prostaglandin (PG) dan Leukotrien (LT). PG
dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta
mengaktifasi sel mast melepaskan histamine, LT, PG, dan PAF sehingga
memperkuat perubahan vaskular.18,19
Diasil Gliserida dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen
dan sintesis protein, misalnya Interleukin-1 (IL-1) dan Granulocyte-Macrophage
Colony Stimulating Factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper
mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, sehingga menimbulkan
stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuat molekul
permukaan HLA-DR dan adhesi intrasel-1. Pada saat kontak dengan iritan,
keratinosit juga melepaskan TNF α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit untuk menginduksi ekspresi molekul
adhesi sel dan pelepasan sitokin.18,19
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat.
Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.19
MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis venenata adalah kondisi yang bersifat self-limitting dapat
mengenai seluruh orang dari berbagai jenjang usia. Pasien biasanya tidak
menyadari jika mengalami kontak dengan hewan atau tumbuhan yang
mengeluarkan toksin tertentu kecuali pada hewan tertentu seperti ubur-ubur. Hal
ini biasanya terjadi saat pasien tidur pada malam hari. Ruam yang timbul biasanya
disadari beberapa jam setelah kontak dengan toksin dari hewan atau tanaman
penyebab. Periode waktu dari kontak toksin dengan kulit hingga munculnya ruam
awal disebut sebagai periode laten. Toksin tersebut dapat ditularkan melalui
pakaian dan dapat menyerang area yang tidak tertutupi dengan pakaian.20
11. 9
Area terbuka seperti wajah, leher dan lengan merupakan area yang rentan
kontak dengan toksin. Toksin juga dapat mengenai mukosa mulut. Terdapat teori
yang menyatakan penetrasi toksin, terutama toksin serangga atau tanaman
didukung oleh kulit lembab pada daerah tubuh yang memiliki kelembaban tinggi.
Gejala ruam muncul 8 dan 24 jam setelah kontak dengan toksin, namun pada
beberapa individu munculnya ruam dapat timbul dalam waktu 5 jam – 15 hari
tergantung pada sistem imunitasnya. Awalnya akan terasa panas dan gatal,
kemudian berkembang menjadi eritem dan edem. Vesikel dapat muncul pada area
sentral dari plak atau eritem dan akhirnya bisa menjadi pustul.20-22
Gambaran lesi linear terjadi karena adanya garukan pada kulit karena
gejala gatal yang dialami oleh pasien. Namun, terdapat beberapa laporan kasus
dari sengatan serangga yang dapat membentuk gambaran “railroad pattern”.
Gambaran railroad pattern ini dapat juga ditemukan pada pasien yang kontak
dengan ulat bulu. Lesi yang disebabkan sengatan dari ubur-ubur dapat
menimbulkan reaksi segera seperti nyeri, eritem lokal, edema, rasa gatal,
parestesia dan bula hemoragik. Gejala yang timbul bergantung pada jenis ubur-
uburnya. Reaksi kutan delayed dapat muncul sebagai papul disertai rasa gatal dan
gambaran lesi yang menyerupai dermatitis kontak alergi. Erupsi yang menyerupai
liken planus juga dilaporkan dapat terjadi. Beberapa ubur-ubur yang tergolong
varietas yang berbahaya seperti ubur-ubur Indo-pasifik atau pasien yang tersengat
ubur-ubur secara luas dapat menimbulkan gejala sistemik seperti syok,
angioedema, telinga berdenging dan spasme otot.20-22,13
Umumnya pada fase awal lesi hanya berupa eritema kemudian pada fase
selanjutnya dapat timbul vesikel dan skuama. Kasus ringan dengan gejala klinis
berupa eritem dapat sembuh dalam waku 2 hari. Kasus sedang-berat dengan
gambaran vesikel dapat kering dan mengalami eksfoliasi (fase skuama) dalam
waktu 7-8 hari. Gejala sequelae berupa hiperpigmentasi dapat bertahan hingga
sebulan. Nekrosis kutan terkadang dapat muncul. Kasus berat ditandai dengan
keterlibatan kulit yang luas disertai gejala sistemik seperti demam, artralgia,
neuralgia, rinitis dan timpanitis. Eritema dapat bertahan selama beberapa bulan.
Lesi kulit pada dermatitis venenata tidak dibatasi dengan area dermatom. Gejala
pada okuler dan genital biasanya di tularkan secara pasif melalui jari tangan.
12. 10
Ruam pada periokuler atau periorbital dapat menyebabkan konjungtivitis, keratitis
dan penurunan visus sementara. Tanpa diberikan tatalaksana, dermatitis yang
disebabkan oleh tanaman dapat bertahan selama 3-6 minggu pada pasien yang
sangat sensitif sehingga menyebabkan gangguan kualitas hidup.20-22
Manifestasi klinis ditentukan berdasarkan jenis toksin organisme, adanya
kontak ulang dalam waktu singkat dan riwayat kelainan kulit sebelumnya seperti
dermatitis atopik. Morfologi lesi yang berbeda-beda pada pasien dermatitis
venenata di antaranya adalah :23
1. Dermatitis linearis.
Gambaran yang paling umum terjadi. Lesi ini dapat muncul di seluruh area tubuh
namun paling sering pada daerah yang tidak tertutup. Gambaran lesi berupa
eritem dengan pola linear.
2. Dermatitis pustular lokal
Gambaran lesi menyerupai DKI dan muncul dengan gambaran pustul
berkelompok pada area yang mengalami kontak dengan toksin.
3. Kissing lesion
Lesi ini muncul karena adanya kontak kulit yang sudah kontak dengan toksin
dengan kulit lain yang berdekatan, predileksi ruam ini adalah pada daerah lipatan
seperti aksila dan lipatan lengan.
4. Ruam luas pada kulit.
Kondisi ini seringkali dikaitkan dengan gejala sistemik seperti demam, neuralgia,
arthralgia dan mual muntah.
5. Lesi pada daerah genital
Ruam pada daerah genital terjadi karena transfer pasif toksin pada genitalia.
Balanitis adalah gambaran klinis yang jarang.
6. Makula eritem dengan pustule dan erosi
Gejala atipikal dermatitis venenata adalah ruam eritem difus dan lebih dominan
lesi skuama yang muncul pada bagian atas tubuh
13. 11
Berikut beberapa gambaran lesi pada pasien dermatitis venenata:
Gambar 9. Makula eritem linear dengan vesikel pada bagian sentral
padadermatitis paederus.24
Gambar 10. Localized pustular dermatitis23
Gambar 11. Kissing Lesion.23
14. 12
Gambar 12. Whiplash appearance23
Gambar 13. Contoh lesi dermatitis venenata akibat tanaman25
Gambar 14. Contoh lesi dermatitis venenata akibat sengatan ubur-ubur13
Gambar 15. Contoh lesi dermatitis venenata akibat ulat bulu (Railroad pattern)26
15. 13
DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis venenata dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Riwayat kegiatan sebelumnya penting untuk
ditanyakan mengingat penyakit ini biasanya timbul akibat bulu serangga yang
terbang pada malam hari.27
Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontak dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
dokter maupun dilakukan sendiri. Namun yang penting ditanyakan pada
anamnesis antara lain:
1. Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan
yang lazim dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan,
dan fasilitas kebersihan dan prakteknya.
2. Faktor pekerjaan sehubungan dengan gangguan kulit seperti material yang
dipakai dan proses yang dilakukan, informasi mengenai kesehatan dan
keselamatan tentang material yang ditangani, apakah ada perbaikan pada
akhir pekan atau pada hari libur, riwayat kerja yang lalu sebelum bekerja
di tempat tersebut, riwayat tentang penyakit kulit akibat kerja yang pernah
diderita, apakah ada pekerjaan rangkap di samping pekerjaan yang
sekarang
3. Riwayat lainnya secara umum: latar belakang atopi (perorangan atau
keluarga), alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan yang telah
diberikan, kemungkinan pajanan di rumah, dan hobi pasien.27,28
Pemeriksaan Fisik
Pertama, tentukan lokasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan
yang dicurigai, daerah tersering adalah pada tangan, lengan, muka atau anggota
gerak. Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen. Kemudian tentukan ruam kulit
yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema dan papul disusul dengan
16. 14
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas
dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Dermatitis venenata memiliki gambaran klinis yang khas dimana kulit
yang terkena penyakit ini akan menjadi merah dan timbul vesikel disertai rasa
perih. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan menyebar dan membentuk
gambaran lesi linear. Gejala klinis yang dapat ditemukan dari pasien dengan
dermatitis venenata antara lain:
a. Tidak ada gejala prodormal.
b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal
serta pedih.
c. Lesi berbentuk garis linear dan berwarna merah dengan batas yang tidak
tegas serta terdapat jaringan nekrosis di tengahnya.
d. Lesi hanya pada tempat yang tidak tertutup oleh pakaian.
e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti kulit yang tertempel atau terkena
lesi akan berubah menjadi lesi yang baru.29
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari dermatitis venenata berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik adalah dermatitis kontak iritan dan herpes zoster.30,31
Tabel 2. Diagnosis banding dermatitis venenata
Dermatitis venenata Dermatitis kontak iritan
(kimia)
Herpes zoster
Awalnya kulit berwarna
kemerahan namun
beberapa jam setelahnya
(8-24 jam) terasa nyeri
dan kulit terasa panas
terbakar.
Keluhan kulit terasa
nyeri, dan panas terbakar
yang dominan walaupun
pada beberapa penyebab
dapat ditemukan keluhan
rasa gatal.
Pasien terdapat gejala
tidak spesifik meliputi
sakit kepala, demam dan
lemas (gejala prodormal)
di ikuti rasa nyeri teperti
tertusuk jarum sampai
mati rasa, terbakar, gatal
pada bercak yang dapat
timbul di anggota gerak,
wajah atapun bagian tubuh
lainnya.
Bahan aktif (racun)
serangga atau tanaman.
Seringkali pasien tidak
Bahan iritan
(asam,basa,zat kimia).
Virus Varicella zoster.
17. 15
(a) (b)
Gambar 16. (a) Herper zoster (b) Dermatitis kontak iritan18
TATALAKSANA
Penatalaksanaan dermatitis venenata sama dengan dermatitis iritan akut.
Eliminasi toksin dapat segera dilakukan jika pasien segera berobat setelah kontak
dengan serangga. Namun, sebagian besar pasien datang ke rumah sakit setelah
terjadinya lesi. Kompres magnesium sulfat dianjurkan oleh Robert dan Tonking
untuk tatalaksana segera. Pada pasien yang datang segera setelah kontak32-34
:
mengetahui kapan
terkena serangga atau
tumbuhan penyebab.
Kerusakan sel karena
bahan iritan (toxin atau
racun).
Kerusakan sel karena
bahan iritan kimia.
Reaktivasi virus infeksi
primer.
Gejala prodormal (-) Gejala prodormal (-) Gejala prodormal (+)
Riwayat kontak dengan
hewan atau tumbuhan
memiliki toksin (+)
Riwayat kontak dengan
bahan iritian kimia (+)
Tidak ada riwayat kontak
dengan hewan dan
tumbuhan memiliki toksin,
maupun bahan iritan kimia
Awalnya makula
eritematosus batas tidak
tegas, kemudian terdapat
vesikel, papul, bula yang
berderet membentuk
garis linear serta bisa
terdapat jaringan
nekrosis di tengahnya,
dan dapat ditemukan
atau tidak kissing
phenomenom.
Eritema, edema, bula,
dan dapat ditemukan
nekrosis, pinggir batas
tegas umumnya
asimetris.
Vesikel berkelompok
dengan dasar eritematosa,
kulit di antara gerombolan
normal, dibeberapa tempat
terdapat kelompok papul,
bula berisi cairan keruh
dan terdapat krusta
18. 16
1. Area tersebut harus dicuci dengan sabun dan air.
2. Tingtur iodium topikal untuk menetralkan pederin.
3. Antihistamin oral dapat diberikan.
Semua staf medis dan paramedis di daerah endemik harus lebih
mengetahui manajemen awal ini untuk memperbaiki keparahan dermatitis,
sehingga mencegah terjadinya komplikasi. Agen penenang seperti kalamin, kapur
barus dan anestesi lokal (lidokain, benzokain) telah digunakan untuk
menghilangkan rasa gatal dan rasa terbakar sementara. Perak sulfadiazin memiliki
aktivitas antibakteri yang telah direkomendasikan untuk memperbaiki gejala.32,33
Setelah munculnya lesi, steroid topikal dengan atau tanpa antibiotik efektif
diberikan. Qadir et al merekomendasikan regimen yang terdiri dari antihistamin
oral, steroid topikal dan siprofloksasin oral. Studi menunjukkan penyembuhan
awal dan risiko yang lebih rendah untuk terjadinya komplikasi. Steroid topikal
diberikan sampai lesi kulit berkerak atau menunjukkan tanda-tanda penyembuhan;
biasanya memakan waktu 7-10 hari. Terapi steroid sistemik digunakan untuk
kasus berat yang jarang terjadi. Antihistamin berguna untuk meredakan gatal.
Gabapentin atau pregabalin pengobatan yang diberikan untuk disestesia kronis.32-
34
Tindakan pencegahan merupakan tindakan utama pada tatalaksana dermatitis
venenata. Pencegahan dermatitis venenata dapat dilakukan dengan cara: 32
1. Mengurangi jumlah populasi serangga di sekitar
Penggunaan semprotan malation 50% terbukti efektif dalam
pencegahan pada daerah yang dicurigai terdapat infestasi serangga
paederus.
2. Menghindari kontak serangga dengan kulit manusia
Menghindari kontak dengan serangga dengan menutup
jendela/menggunakan kawat serangga pada jendela, tidur dengan lampu
mati, menggunakan topi, baju dan celana lengan panjang saat bekerja di
daerah endemis.
3. Meminimalkan pelepasan racun dari serangga setelah berkontak di
kulit. Apabila terdapat serangga yang kontak dengan kulit, jangan
memukul serangga hingga mati pada kulit. Segera jauhkan dengan cara
menjentik, meniup atau membuangnya dengan benda lain seperti kertas.
19. 17
4. Mencegah dan mengurangi lesi setelah kontak
Apabila telah terjadi kontak dengan serangga ataupun tanaman dengan
kulit, segera cuci dengan sabun dan air untuk menghilangkan toksin
karena toksin membutuhkan waktu untuk penetrasi ke dalam kulit.
Setelah itu dapat diberikan kompres dingin dan pengaplikasian
calamine lotion. Baju pasien yang dipakai saat kontak dengan serangga
harus segera dicuci.
PROGNOSIS
Pada kasus dermatitis venenata, prognosis sangat bergantung pada
kemampuan menghindari pajanan berulang dan mengetahui etiologi pada pasien.
Keterlibatan kulit yang lebih luas biasanya diikuti dengan adanya penyakit
sistemik seperti demam, artralgia, neuralgia, rinitis dan timpanitis. Gejala sisa
berupa hiperpigmentasi dapat berlangsung berbulan-bulan.35,36
20. 18
DAFTAR PUSTAKA
1. Linuwih S, Bramor K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2017;7:156-183.
2. Collins English Dictionary. Harper Collins Publishers; 2014;2.
3. Al-Dhalimi, M.A. Paederus Dermatitis in Najaf Province of Iraq. Saudi Med.
J. 2008;29:1490-1493.
4. Modi GM, Doherty CB, Katta R, et al. Irritant contact dermatitis from plants
Dermatitis. USA:Baylor College of Medicine. 2009;20:63-78.
5. Epstein WL. Plant-induced dermatitis. Ann Emerg Med. 1987;16:950-955.
6. Paulsen E. Occupational dermatitis in Danish gardeners and greenhouse
workers (II.) Etiological factors. Contact Dermatitis. 2007;38:14-19
7. Afifah N. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur
tahun 2012. Jakarta : Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kesehatan. 2012:1-3
8. Banney LA, Wood DJ, Francis GD. Whiplash rove beetle dermatitis in central
Queensland. Australas J Dermatol.2000;41:162-167.
9. Uzunoglo E, Oguz DI, Kir B, et al. Clinical and Epidemiologi features of
paederus dermatitis among nut farm workers in Turkey.2017;96:483-487
10. Fahri M, Hidayat N, Ismail S. Dermatitis venenata. Jurnal Medical
Profesional. 2019;1:23-6.
11. Mullen R, Durden L. Medical and Veterinary Entomology. Auburn
University : United States; 2019. Hal; 135-
12. Hossler EW. Caterpillars and moth: part II. Dermatologic manifestation of
encounters with Lepidoptera. J Am Acad Dermatol. 2010;62.1-10.
13. Sivaprakasam K. Jellyfish dermatitis. Indian Journal of Dermatology,
Venerology, and Leprology. 2015;81(4).2.389-90.
14. Bonamonte D, Anjelini G. Aquatic dermatology. Edisi ke-2. USA:
Springer;2016.h.28-35.
15. Anthony TJG, Chee LG. Plant Dermatitis : Asian Perspective. Indian Journal
of Dermatology. 2011;56(6):707-10.
16. Gunjan MM, Christy BD, Rajani K, Ida FO. Irritant contact dermatitis from
plants. American Contact Dermatitis Society. 2009;20(2):63-78.
21. 19
17. Schneck M. 7 plants that will make you sting, itch and blister.[serial on the
internet]. 2016. [cited 2020 Feb 7]. Available from:
https://www.pennlive.com/wildaboutpa/2016/07/seven_plants_that_will_put_
you.html
18. Wolff K., Goldsmith LA., Katz SI., Gilchrest BA., Paller AS., Leffell
DJ.,Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 7th ed, USA McGraw-
Hill Companies., 2008, page : 395-401
19. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor. Djuanda S., Sularsito SA., penulis.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Jakarta Fakultas Kedokteran
Universita Indonesia, 2007, hal : 129-138.
20. Karthikeyan K, Kumar A. Paederus dermatitis. Indian Journal of
Dermatology, Venereology, and Leprology; July-August 2017: 83(4)
21. Soufiane H, Aniss R, Mohammed R , Abdelhak I et al. Paederus Dermatitis
among Monusco Peacekeepers about 52 Cases and Review of the Literature. J
Dermatol Res Ther. 2021, 7:101(7)
22. Labib A, Yosipovitch, G. Itchy Toxicodendron Plant Dermatitis. Allergies
2022, 2, 16–22. https://doi.org/10.3390/ allergies2010002
23. Metin MS, Elmas OF. Paederus dermatitis: An observational study. Ann Med
Res 2019; 26(3):425-8
24. Mammino JJ. Paederus Dermatitis An Outbreak on a Medical Mission Boat
in the Amazon. The Journal of clinical aesthetic dermatology. Nov 2011;
4(11)
25. Setiawan M, Suswardana. Dermatitis Tomcat : Laporan Kasus dan Kesalahan
Tatalaksana
26. Müller CSL, Tilgen W, Pföhler C. Caterpillar dermatitis revisited:
lepidopterism after contact with oak processionary caterpillar. BMJ Case
Reports 2011; doi:10.1136/bcr.03.2011.3967.
27. Sri AS, Suria D. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010. Chapter 16, Dermatitis; p.129-153.
28. Donald U. Dermatitis Venenata [internet]. 2012 [cited 2022 24]. Available
from:http://www.doctortreatments.com/Diseases_Of_The_Skin/Class_II_Infl
ammations_Dermatitis_Venenata.htm.
22. 20
29. Amado A, Sood A, Taylor JS. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine [internet]. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. Chapter 48,
Irritant Contact Dermatitis. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=56034835.
30. Sendur N, Savk E, Karaman G. Paederus dermatitis: a report of 46 cases in
Aydin, Turkey. Dermatology 1999; 199(4): 353–55.
31. Kamaladasa SD, Perera WD, Weeratunge L. An outbreak of Paederus
dermatitis in a suburban hospital in Sri lanka. Int J Dermatol 1997; 36(1): 34–
6.
32. Karthikeyan K, Kumar A. Paederus dermatitis. Indian J Dermatol Venereol
Leprol 2017;83:424-31.
33. Singh G, Ali S Y. P aederus dermatitis. Indian J Dermat ol V enereol Lepr ol
200 7;73:13-5. Received: April, 2006. Accepted: September, 2006.
34. Nasir et al. Journal of Venomous Animals and Toxins including Tropical
Diseases (2015) 21:5
35. Saraswati, A. Hubungan antara musim dan kejadian dermatitis venenata di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode 2010-2012. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2012:5-6.
36. Cornelia S.L, T. Wolfgang, P. Claudia. Caterpilar Dermatitis Revisited:
Lepidopterism after contack with oak processionary caterpillar. BMJ Case
Reports 2011. [Cited 2020 February 6]. Available from:
http://ncbi.mlm.nih.gov/mc/articles/PMC3082058.html