Dokumen tersebut membahas tentang tenggelam yang merupakan suatu kematian akibat sesak napas karena air yang masuk ke saluran pernapasan, dengan adanya dua jenis tenggelam berdasarkan posisi mayat dan penyebabnya. Dokumen ini juga menjelaskan tanda-tanda pada mayat korban tenggelam, penanganan darurat korban tenggelam, serta pedoman pertolongan pertama pada kasus tenggelam.
1. TENGGELAM
Tenggelam (drowning) adalah suatu suffocation dimana jalan napas terhalang oleh air
/ cairan sehinggavterhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru.
Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan posisi mayat, yaitu :
1. Submerse drowning : mati tenggelam dengan posisi sebagian tubuh mayat masuk ke dalam
air
2. Immerse drowning : mati tenggelam dengan posisi seluruh tubuh mayat masuk ke dalam
air
Ada 2 jenis mati tenggelam (drowning) berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Dry drowning
2. Wet drowning
Dry drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi sedikit air
Wet drowning adalah mati tenggelam dengan inhalasi banyak air
Ada 2 penyebab kematian pada kasus dry drowning, yaitu :
1. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
2. Vagal reflex / cardiac arrest / kolaps sirkulasi.
Ada 3 penyebab kematian pada kasus wet drowning, yaitu :
1. Asfiksia.
2. Fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam dalam air tawar.
3. Edema paru pada kasus tenggelam dalam air asin (laut).
Ada 4 cara kematian pada kasus tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kecelakaan (paling sering) kapal tenggelam dan serangan asma saat sedang
berenang
2. Undeterminated sulit diketahui cara kematian karena mayat sudah membusuk
dalam air
3. Pembunuhan
4. Bunuh diri.
Ada 7 tanda penting yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah.
2. Lebam mayat biasanya sianotik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna
merah muda.
3. Kulit telapak tangan/ telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer
woman's hands /feet).
2. 4. Kadang-kadang terdapat cutis anserine / goose skin pada lengan, paha dan bahu
mayat.
5. Terdapat buih putih halus di hidung/ mulut mayat (scheumfilz froth) bersifat
melekat.
6. Bila mayat kita miringkan, cairan akan keluar dari mulut / hidung.
7. Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air / bahan setempat berada dalam
genggaman tangan mayat.
Ada 5 tanda penting yang yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning) pada
pemeriksaan dalam otopsi, yaitu :
1. Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti.
2. Saluran napas mayat berisi buih. Kadang-kadang berisi lumpur, pasir, atau rumput
air.
3. Lambung mayat berisi banyak cairan.
4. Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli.
5. Organ dalam mayat mengalami kongesti.
Perbedaan Tempat Tenggelam Mayat
Air Laut Air Tawar
Paru-paru besar dan berat Paru-paru besar dan ringan
Basah Relatif kering
Bentuk besar dan kadang-kadang overlapping Bentuk biasa
Ungu biru & permukaan licin Merah pucat & emphysematous
Krepitasi tidak ada Krepitasi ada
Busa sedikit & cairan banyak Busa banyak
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgbb Mati dalam 5 menit, 40 ml/kgbb
Darah :
:) BJ 1,0595 - 1,0600
:) Hipertonik
:) Hemokonsentrasi & edema paru
:) Hipovolemia
:) Hipokalemia
:) Hipernatremia
:) Hiperklorida
Darah :
:) BJ 1,055
:) Hipotonik
:) Hemodilusi / hemolisis
:) Hipervolemia
:) Hiperkalemia
:) Hiponatremia
:) Hipoklorida
3. Resusitasi lebih mudah Resusitasi aktif
Transfusi dengan plasma Transfusi dengan packed red cell
Ada 7 tanda intravitalitas mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Cadaveric spasme.
2. Perdarahan pada liang telinga tengah mayat.
3. Benda air (rumput, lumpur, dan sebagainya) dapat kita temukan dalam saluran pencernaan
dan
saluran pernapasan mayat.
4. Ada bercak Paltauf di permukaan paru-paru mayat.
5. Berat jenis darah pada jantung kanan berbeda dengan jantung kiri.
6. Ada diatome pada paru-paru atau sumsum tulang mayat.
7. Tanda asfiksia tidak jelas, mungkin ada Tardieu's spot di pleura mayat.
Mekanisme Tenggelam
Korban terbenam oleh gaya gravitasi
↓
BJ tubuh < BJ air, korban akan timbul
↓
reaksi awal terjadi usaha bernapas air akan masuk tertelan/ terinhalasi
↓
BJ tubuh > BJ air
↓
korban tenggelam
Ada 4 macam pemeriksaan khusus pada kasus mati tenggelam (drowning), yaitu :
1. Percobaan getah paru (lonset proef).
2. Pemeriksaan diatome (destruction test).
3. Penentuan berat jenis (BD) plasma.
4. Pemeriksaan kimia darah (gettler test).
TENGGELAM DI AIR TAWAR
Pada pemeriksaan korban tenggelam di air
4. tawar didapatkan :
Paru besar/ ringan, relatif kering, bentukbiasa, merah pucat / emfisematous, Krepitasi ada,
Busa banyak, Bila dikeluarkan dari toraks tidak kempis. Mati dalam 5 menit (40 ml/ kgBB)
Biasanya mati dalam 5 menit
Terjadi hyperkaliemi fibrilasi ventrikel
Dapat dibarengi oedem paru
Paru
* Relatif kering
* Warna lebih pucat
* Bentuk biasa
* Busa banyak
* Krepitasi (+)
Hemodilusi / BJ menurun Tenggelam di air tawar
TENGGELAM DI AIR ASIN
Pada pemeriksaan korban tenggelam di air asin didapatkan seperti paru besar dan
berat, relatif basah, biasanya overlapping, berwarna ungu biru / permukaan licin, krepitasi
tidak ada, busa sedikit, dan cairan banyak, Bila dikeluarkan dari toraks akan mendatar / bila
ditekan maka permukaan paru menjadi cekung, korban akan mengalami kematian dalam 5 -
10 menit.
Hemokonsentrasi ( BJ meningkat)
Oedem paru
Mati dalam 5 – 10 menit
Paru
* Tampak basah/ berat
* Besar
* Banyak air, kurang busa
BJ darah : 1.0595 – 1.060, perbedaan 0.005 sudah bermakna
Kecelakaan
Bunuh diri (sering badan diikat pada suatu beban)
Pembunuhan (dapat dijumpai korban terikat demikian rupa yang tak mungkin
dilakukan korban sendiri).
KEGAWATDARURATAN KORBAN TENGGELAM
5. Khusus kasus tenggelam, terkait masalah jalan napas dan napas, dalam hal terjadi
obstruksi napas total akibat tenggelam, toleransi waktu untuk penyelamatan jiwa sangat
pendek (<5 menit). Pertolongan penyelamatan jiwa harus segera dimulai di tempat kejadian.
Sistim Pelayanan Gawat Darurat Terpadu – Bencana korban tenggelam :
1. Masalah pokok :
- jumlah korban jauh di atas jumlah penolong dan fasilitas tersedia
- waktu adalah nyawa
2. Prinsip problem solving
- aktivasi dan mobilisasi sistim pertolongan, koordinasi baik intra sektor
kesehatan maupun lintas sektor
3. Pola dasar pertolongan
- pos lapangan : triage-resusitasi/stabilisasi-evakuasi
- pos depan : triage lanjutan-resusitasi/stabilisasi lanjutan-dx/tx definitif-
evakuasi
- pos belakang : triage lanjutan-resusitasi/stabilisasi lanjutan-dx/tx definitif
- pos cadangan : triage lanjutan-resusitasi/stabilisasi lanjutan-dx/tx definitif
4. Tahapan pertolongan
- siaga :
Berita kemungkinan ada bencana, seluruh team terkait siaga di tempat
- analisa situasi :
Pastikan benar ada tidaknya bencana
Evaluasi besaran bencana (sebab, korabn, lokasi, masalah medik)
Evaluasi potensi medik siap pakai serta kelengkapan pendukung
tersedia saat itu
- rencana operasi :
Sesuai masalah medik yang timbul akibat bencana dan potensi
penolong tersedia saat itu direncanakan tindakan pertolongan awal,
mobilisasi bantuan, koordinasi dan pengendalian serta koordinasi lintas
sektor
- operasi pertolongan :
Penyelamatan dan pertolongan korban
Pos lapangan-pos depan-pos belakang-pos cadangan
6. Koordinator dan pengendali kegiatan aktif
Onitoring dan penyesuaian sesuai kebutuhan upaya pertolongan
- evaluasi :
Evaluasi kecukupan, kecepatan, kecepatan pertolongan
Rekomendasi penyempurnaan
Kesiagaan
1. Pra Kejadian
- peta daerah yang berpotensi terjadi kecelakaan dan analisa keparahan korban
- disaster plan di tingkat Puskesmas dan RS
- kerjasama intra dan lintas sektor
- pola operasi pertolongan dan tahap operasi
- komunikasi dan transportasi
- koordinasi dan pengendalian
- kesiapan dana operasional
2. Saat Kejadian
- aktivasi-mobilisasi
- kerjasama antar RS
- pola operasi dilaksanakan sesuai tahapan
- kordinasi intra dan lintas sektor
- penyesuaian sesuai kebutuhan
Pelaksanaan Lapangan
1. Tempat Kejadian
- Tujuan utama mencegah kematian dan kecacatan
- Pelaksana orang terdekat dengan korban
- Tugas orang terdekat dengan korban : pertolongan awal sambil memanggil
bantuan dari fasilitas kesehatan terdekat
- Selanjutnya transportasi ke fasilitas terdekat
2. Puskesmas
- Peran utama : lanjutan pencegahan kecacatan / kematian (resusitasi-
stabilisasi), diagnostik dan pengobatan definitif kasus ringan
- Bial perlu transportasi rujukan rumah sakit
7. - Kemampuan minimal yang diharapkan : peningkatan kemampuan sisi prevensi
masyarakat sekitar, kemampuan pertolongan hidup dasar dan lanjut,
kemampuan mengenali penyulit koban tenggelam, kemampuan penetapan saat
rujukan yang tepat, kemampuan melakukan rujukan korban gawat akibat
tenggelam, kemampuan koordinasi lintas sektor sesuai keperluan
3. Rumah sakit
- ditambah dengan kemampuan diagnostik dan pengobatan definitif korban
tenggelam
- bantuan pada musibah massal / bencana tenggelam
- rujukan ke tingkat yang lebih tinggi sesuai masalah bila diperlukan
- pedoman rehabilitasi pasca penyulit pada kasus dengan kecacatan menetap
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KASUS TENGGELAM
Kasus tenggelam merupakan kasus yang sering terjadi pada wilayah perairan seperti di
Indonesia, terutama daerah sungai atau pantai. Perlu diketahui adanya perbedaan media air sebagai
sumber persoalan; air asin atau air tawar. Tetapi pada prinsipnya dalam P3K kasus tenggelam adalah
sesegera mungkin mengangkat korban tenggelam ke permukaan air atau daratan. Hal ini tentu akan
dilakukan oleh orang yang sangat terlatih dalam hal berenang, sehingga penolongpun tidak menjadi
korban berikutnya. Setelah korban tenggelam ini dapat di keluarkan dari air maka mengusahakan
untuk membebaskan fungsi pernapasan; dan mengeluarkan air yang sudah terminum dengan cara
merangsang terjadinya refleks muntah (bagi pasien sadar), sedangkan bagi korban tak sadar/ koma
kita harus menghindari terjadinya aspirasi( masuknya air dalam saluran napas) serta sesegera mungkin
dibawa ke fasilitas kesehatan yang memadai. Kegawatan pada korban tenggelam adalah terjadinya
kegagalan fungsi pernapasan akibat masuknya cairan(air tawar/ asin) ke dalam jaringan paru yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi respirasi. Semakin cepat diketahui/ ditolong korban tenggelam
maka semakin lebih baik dan mudah untuk penanganan selanjutnya.
Pedoman pertolongan
Keamanan lokasi dan penolong.
Kondisi penderita
Apakah penderita ada respon dan dapat membantu.
Apakah ada cedera pada penderita.
Apakah penderita berada di permukaan atau tenggelam ?
8. Kondisi air
Jarak pandang dalam air.
Suhu air.
Arus.
Kedalaman air.
Bahaya lainnya.
Sumber daya yang ada
Prinsip pertolongan di air
1. Raih ( dengan atau tanpa alat ).
2. Lempar ( alat apung ).
3. Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
4. Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
Urutan tersebut di atas adalah urutan tindakan jangan mencoba cara berikutnya jika cara
sebelumnya masih memungkinkan.
Penanganan Korban
1. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
2. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala, leher
dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan
papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan
penderita ke darat.
3. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk
memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang
perjalanan.
4. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
5. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
6. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
7. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
8. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
9. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
9. TINDAKAN MEDIS UMUM
Resusitasi ( semua tindakan untuk mengembalikan fungsi vital guna menyelamatkan jiwa
korban)
Ada 2 macam resusitasi
- Resusitasi paru ( memberikan pernafsan buatan utk mengembalikan fungsi paru )
- Resusitasi jantung ( pemijitan jantung untuk mengembalikan denyut jantung )
- Resusitasi jantung dan paru
Resusitasi paru
1. Teknik pemberian nafas buatan mulut ke mulut di darat.
- Miringkan kepala korban,ambil ( bersihkan ) benda2 asing dari mulut/hidung.
- Tengadahkan kepala utk membuka sal.nafas dg: tangan kiri mengangkat leher &
tangan kanan mendorong kening ke arah bahu.
- Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan,pijitlah hidung korban sambil
mempertahankan posisi kepala ( tetap tengadah )
- Buka mulut anda,hisaplah nafas sedalam-dalamnya,tempelkan mulut anda ke mulut
korban ( mouth to mouth ),tiupkan udara ke paru2.
- Setelah selesai meniuplihat dada korban adakah gerakan dada naik turun terdengarkan
suara korban menghembuskan napas.
- Jika tak ada gerakan naik,mungkin kesalah teknis misalnya : hidung lupa/tdk di
tutup,masih ada benda asing,keluarkan,ulangi dengan teknik yang benar.
- Jika udara tetap blm bisa masuk keparu,miringkan tubuh penderita,tepuk kuat2
diantara kedua tulang belikat agar sumbatan jalan napas dapat terbuka
2. Teknik pernafasan buatan di permukaan air
Pada perinsipnya cara pemberian napas buatan dipermukaan air adalah sama
dengan didarat
Pemijatan jantung bersama pernafasan paru-paru ( RJP )
• Terdapat 3 tahap :
10. 1. Airways membuka jalan napas
Tindakan :
a. Bersihkan mulut & hidung korban utk mengelurakan benda asing dari saluran napas
b. Tengadahkan kepala korban agar sal.napas terbuka
2. Breathing lakukan pernapasan buatan
Pernapasan buatan dilakukan 12x permenit utk org dewasa,20-30x utk anak-anak
3. Circulation
Pemijatan jantung tergantung jumlah penolong
1 org penolong : 30x penekanan diselingi 2x pernapasan buatan
2 org penolongn: 30x pemijatan jantung diselingi 2x pernafasan
NYARIS TENGGELAM (NEAR DROWNING)
Nyaris tenggelam atau near drowning ialah keadaan nyaris terganggunya pernafasan
selagi tenggelam yang berhasil diselamatkan nyawanya dengan resusitasi dan tindakan media
lainnya. Korban nyaris tenggelam dapat berakhir dengan kematian. Akibat perubahan
sekunder sewaktu episode akut.
Terdapat juga pengertian yang lain mengenai nyaris tenggelam adalah kondisi
bertahan hidup dari peristiwa tenggelam hingga menyebabkan ketidaksadaran atau paru-paru
terisi air yang bisa mengakibatkan komplikasi sekunder yang serius, termasuk kematian
setelah terjadinya insiden. Kasus hampir tenggelam umumnya ditangani oleh profesional di
bidang kedokteran.
Di banyak negara, tenggelam merupakan salah satu penyebab kematian bagi anak-
anak di bawah 14 tahun. Di Amerika Serikat, tenggelam adalah penyebab kematian nomor
dua di kalangan anak-anak berusia 14 tahun dan ke bawah (penyebab kematian nomor satu
11. adalah kecelakaan kendaraan bermotor). Tenggelam atau nyaris tenggelam bisa terjadi di
setiap genangan air yang bisa mengakibatkan mulut dan hidung anak terendam air, termasuk
di kubangan, toilet, bak mandi, akuarium, atau ember besar.
Di seluruh dunia, tingkat kematian akibat tenggelam berbeda-beda menurut
aksesibilitas terhadap air, iklim, dan budaya berenang di tempat tersebut. Sebagai contoh, di
Britania Raya terdapat 450 korban mati tenggelam per tahun (1 : 150.000), sementara di
Amerika Serikat terdapat 6.500 korban mati tenggelam per tahun (1 : 50.000). Cedera akibat
tenggelam menempati peringkat ke-5 dalam penyebab kematian akibat kecelakaan di
Amerika Serikat. Angka total korban nyaris tenggelam tidak diketahui. Korban lebih
cenderung berjenis kelamin laki-laki, remaja, atau dewasa.
Sebagian besar kasus tenggelam terjadi di air, 90% di air tawar (sungai, danau, dan
kolam renang) dan 10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan yang bukan air sering
terjadi dalam kecelakaan industri.
Kondisi umum dan faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk:
Pria cenderung lebih banyak tenggelam daripada wanita, terutama pria berusia 18-24
tahun
Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah)]
Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat dalam,
terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran air
Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil yang
mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu pakaian atau
perlengkapan
Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman
beralkohol
Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di antaranya: infark
miokard, epilepsi, atau strok.
Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan
antaranak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.
12. Terdapat 2 macam nyaris tenggelam (NT) :
1. Nyaris tenggelam tanpa aspirasi akibat reflex layngo spasm.
2. Nyaris tengelam dengan aspirasi air laut atau air tawar.
Gejala
- Distensi abdominal
- Kulit muka kebiruan terutama di sekitar bibir
- Nyeri dada
- Kulit dingin dan penampakan pucat
- Pusing
- Batuk disertai sputum berbusa
- Iritabilitas
- Lethargy
- Tidak/ sulit bernafas
- Lemah
- Tidak sadar / kesadaran menurun
- Muntah
Pencegahan
- Orang tua harus mengawasi anaknya bermain di kolam berenang
- Di kolam renang harus ada yang bisa melakukan CPR
- Mematuhi perturan yang ada di klam renang
- Bagi seseorang yang suka mengalami kejang sebaiknya ditemani
- Hindari konsumsi drugs dan alcohol saat bermain di lingkungan air
- Sedia pelampung
Patofisiologi
Seseorang yang terbenam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara
panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). Sepuluh sampai 12% korban
tenggelam dapat langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai
aspirasi air di dalam paru.
13. Mereka meninggal akibat asphiksia waktu tenggelam yang disebabkan spase larings.
Menurut Giammona (dikutip dari Hassan R.), spasme laring tersebut akan diikuti asphiksia
and penurunan kesadaran serta secara pasif air masuk ke jalan napas dan paru. Akibatnya,
terjadilah henti jantung dan kematian yang disertai aspirasi cairan dan dikenal sebagai wet
drowning. Kasus seperti ini lebih banyak terjadi, yakni 80-90%. Perubahan patofisiologi yang
diakibatkan oleh tenggelam, tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta
lamanya hipoksemia terjadi. Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-
beda terhadap hipoksemia dan kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan
mengalami disfungsii sistem organ pada tubuh terhadap hipoksia. Terhadap air laut atau air
tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut bersifat hipertonik sehingga
cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang dipenuhi cairan masih bisa
menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt intra pulmonary yang luas.
Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan cepat diserap ke dalam
sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan permukaan
surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini
menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu, aspirasi air
tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap atelektasis,
bronchospasme, dan infeksi paru.
Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat
dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain
yang juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum.
Korban hampir tenggelam kadang-kadang telah mengalami bradikardi dan vasokonstriksi
perifer yang intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian
apakah aktivitas mekanik jantung terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving
fisiologis pada air dingin, sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi
atau peninggian kadar katekolamin.
Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi,
oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa
menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang
adekuat. Edema cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang disebabkan
oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang
bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi apnoe dan hipoksia.
14. Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini
memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam beberapa detik setelah orang
tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal
tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan
tindakan resusitasi. Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas
metabolik akibat peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini
dipercayai menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder.
Hampir sebagian besar korban tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit serum
normal atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena
kerusakan jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh. Pasien hampir tenggelam setelah
dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb uria, oliguria, dan anuria
kemudian bisa menjadi nekrosis tubuli.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya
tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi (dikutip oleh Aoky By) yang
dianggap bermanfaat untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi
ini berdasarkan status neurologis dan sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.
15. Pada hipoksia berat (G3, C4) mengalami kegagalan organ multisistem dan gambaran
laboratorium yang abnormal seperti gangguan kardiovaskuler (shock, dysritmia), gangguan
metabolik (Bic-Net, kalium, glukosa, calcium), diseminated intravaskuler coagulation, gagal
ginjal, dan gangguan gastrointestinal (perdarahan, pengelupasan mukosa).
Penanganan
Banyak usaha yang dilakukan dalam mengembangkan protokol yang dapat
memperbaharui hasil penatalaksanaan pasien-pasien tenggelam. Namun, belum ada
pengobatan klinis yang lebih unggul dari penanganan supportif yang konvensional. Belum
ada pengobatan klinis yang unggul pada keadaan hipoksia selain tindakan pencegahan dan
resusitasi segera.
Resusitasi awal di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit korban tenggelam harus
difokuskan kepada menjamin oksigenasi, ventilasi, sirkulasi yang adekuat, tekanan gas darah
arteri, keadaan asam basa, serta saluran napas harus bebas dari bahan muntah dan benda asing
16. yang dapat mengakibatkan abstruksi dan aspirasi. Penekanan perut tidak boleh dilakukan
secara rutin untuk mengeluarkan cairan di paru apabila tidak terbukti effektif karena bisa
meningkatkan risiko regurgitasi, aspirasi, dan kehilangan kontrol akan memperberat trauma
spinal. Kecepatan dan efektivitas dalam melaksanakan resusitasi ini sangat menentukan
kelangsungan hidup neuron-neuron korteks, khususnya pada pasien-pasien yang sangat kritis.
Transfer oksigen yang tidak efektif akibat fungsi paru yang memburuk bisa mengakibatkan
hipoksia yang lebih berat dan berlanjut karena kerusakan organ yang multipel.
Otak adalah organ yang dituju dalam pengobatan. Pencegahan trauma otak pada
korban dilakukan dengan mengangkat korban dari air secepatnya dan resusitasi jantung paru
dasar harus dilakukan. Ini perlu segera dilakukan karena hipoksia dengan cepat berkembang
dalam beberapa detik ke keadaan apnoe. Oleh karena itu, apabila tidak mungkin mengangkat
korban dari air, secepatnya ventilasi mulut ke mulut harus dilakukan segera setelah penolong
menarik korban.
Kemudian harus segera diberikan oksigen inspirsi yang tinggi. Dukungan oksigen
harus diberikan tanpa memandang keadaan pasien. Apabila korban dicurigai mengalami
trauma leher maka harus dibuat posisi netral dan melindunginya dengan gips cervical
(cervical colar).
Penanganan Rumah Sakit
Pengobatan dilakukan sesuai dengan kategori klinis. Korban pada pasien kategori A
dan B biasanya hanya membutuhkan perawatan medis supportif, sedangkan pasien kategori C
membutuhkan tindakan untuk mempertahankan kehidupan dan perawatan intensif. Penolong
juga harus mencari dan menangani trauma yang timbul seperti trauma kepala dan leher serta
mengatasi masalah yang melatarbelakanginya seperti masalah kejang.
Kategori A
Pertolongan dimulai dengan memberikan oksigen, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan PaO2 arteri, PaCO2, pH, jumlah sel darah, elektrolit, serta rontgen thorax. Pada
asidosis metabolik yang belum terkompensasi, dapat diberikan O2, pemanasan, dan
pemberian Bik-Nat. Infiltrat kecil pada paru tidak memerlukan pengobatan apabila cairan
yang terhisap tidak terkontaminasi. Sebagian korban yang tidak mempunyai masalah dapat
17. dipulangkan sedangkan sebagian lagi yang bermasalah dapat diobservasi dan diberi
pengobatan simptomatik di ruang perawatan sampai baik. Biasanya korban dirawat selama 12
sampai 24 jam
Kategori B
Korban ini membutuhkan perawatan dan monitoring ketat terhadap sistem saraf dan
pernapasan. Masalah pernapasan biasanya lebih menonjol sehingga selain pemberian oksigen
perlu diberikan: Bik-Nat untuk asidosis metabolik yang tidak terkompensasi; Furosemid
untuk oedem paru; Aerosol B simptometik untuk bronchospasme; serta Antibiotik untuk
kasus teraspirasi air yang terkontaminasi.
Pasien yang awalnya diintubasi setelah menampakkan fungsi pernapasan dan
neurologi yang baik dapat dilakukan ekstubasi. Di sini steroid tidak diindikasikan. Sebagian
kecil korban tenggelam mengalami kegagalan pernapasan. Biasanya terjadi setelah aspirasi
masif atau teraspirasi zat kimia yang mengiritasi sehingga korban ini membutuhkan ventilasi
mekanis. Pemberian infus sering diberikan untuk meningkatkan fungsi hemodinamik. Cairan
yang biasanya digunakan adalah cairan isotonik (Ringer lactat, NaCl fisiologis) dan cairan
yang dipakai harus cukup panas (40-43ºC) untuk pasien hipotermi. Bila cairannya seperti
suhu kamar (21ºC) bisa memancing timbulnya hipotermi. NGT harus dipasang sejak pertama
pasien ditolong, yang berguna untuk mengosongkan lambung dari air yang terhisap. Status
neurologis biasanya membaik bila oksigenasi jaringan terjamin. Perawatan biasanya
memakan waktu beberapa hari dan sangat ditentukan oleh status paru.
Kategori C
Tindakan yang paling penting untuk kategori ini adalah intubasi dan ventilasi. Vetilasi
mekanis direkomendasikan paling tidak 24 sampai 48 jam pertama, termasuk mereka yang
usaha bernapasnya baik setelah resusitasi untuk mencegah kerusakan susunan saraf pusat
akibat hipoksia dari pernapasan yang tidak efektif. Pedoman ventilasi awal FiO2 1,0
digunakan selama fase stabilisasi dan transfer. Kecepatan ventilasi awal 1,5 sampai 2 kali
kecepatan pernapasan normal sesuai dengan usia korban, tekanan espirasi 4 sampai 6 Cm
H2O. Penyesuaian ini harus dilakukan untuk mendapatkan nilai gas darah arteri sebagai
18. berikut: PaO2 100 mmHg atau 20--30 mmHg. Bic-Nat, bronchodilator, diuretik, dan
antibiotik diberikan apabila korban tenggelam. Penelitian membuktikan bahwa mortalitas
setelah 5 hari pengobatan menurun dari 50% menjadi 25% sampai 35%. Surfactan yang
sering digunakan adalah surfactan sintetik (Exosurf) dengan dosis 5 ml/kgBB diberikan
melalui nebulizer terus-menerus selama priode pengobatan.
Disfungsi kardiovaskular harus dikoreksi dengan cepat untuk menjamin tranfer
oksigen yang adekuat ke jaringan. Resusitasi jantung paru perlu dilanjutkan pada korban
yang mengalami hipotensi dan syok setelah membaiknya ventilasi dan denyut nadi harus
diberikan bolus cairan kristaloid 20 ml/kgBB. Tindakan ini harus diulangi bila tidak
memberikan respons yang memuaskan1,5. Apabila tekanan darah tetap rendah, obat inotropik
IV harus diberikan. Dopamin dan Dobutamin harus digunakan pada pasien yang mengalami
takikardi sedangkan epinefrin diberikan pada pasien bradikardi. Pasien dengan suhu tubuh <
30oC harus segera dipanaskan untuk menjamin fungsi jantung. Kejang diatasi secara
konvensinal: pada awal diberikan benzodiazepin diikuti dengan pemberian phenobarbital
seperti Vecuronium atau Pancuronium 0,1--0,2 mg/kgBB IV bisa digunakan untuk pasien
yang gelisah agar pemberian ventilasi lebih efisien, mengurangi kebutuhan metabolik, serta
bisa menekan risiko atau ekstubasi yang tak terencana akibat trauma jalan napas. Bila pasien
tetap gelisah, diberikan morfin sulfat 0,1 mg/kgBB IV atau Benzodiazepin 0,1 mg/kgBB IB
diberikan setiap 1--2 jam untuk sedasi.
Pasien kategori C3 dan C4 harus mendapat pengawasan dan tindakan untuk
mempertahankan sistem metabolik, ginjal, hematologi, gastrointestinal, dan neurologis serta
dievaluasi dengan ketat setelah pengobatan dimulai5.
Prognosis
Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, banyak penderita hampir tenggelam berat
berhasil diselamatkan, ± 80% anak korban meninggal dapat bertahan hidup, dan 92% di
antaranya sembuh sempurna. Tetapi, mereka yang memerlukan perawatan di ICU ± 30%
meninggal dan 10--30% yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak yang berat. Hal ini
erat hubungannya dengan lama hipoksia yang terjadi dan usaha kita menanggulanginya. Di
samping itu, faktor lain yang dapat memperberat prognosa adalah usia ≤ 3 tahun, lama
tenggelam diperkirakan maksimal ≥ 10 menit, tidak ada restitusi jantung paru dalam 10 menit
setelah ditolong, koma ketika masuk ke ruang gawat darurat, dan pH < 7,11 (sesuai dengan
19. kriteris Orlowsky). Penderita yang tenggelam di air dingin mempunyai prognosa jauh lebih
baik. Untuk mencegah terjadinya gejala sisa pada korban hampir tenggelam maka peranan
pertolongan resusitasi jantung paru pada saat kejadian memegang peranan yang sangat
penting.