3. BPK adalah lembaga negara yang bertugas
untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
4. DASAR HUKUM
Kedudukan, Landasan
Tugas,
Wewenang Operasional
UUD 1945 UU No.
pada pasal 17/2003
23E, 23F, dan
23G
UU No.
1/2004
UU 15/2006 UU No.
15/2004
tentang BPK
5. KEDUDUKAN BPK
UUD 1945
Presiden MPR DPR DPD BPK MA MK KY
Lembaga pemeriksa eksternal keuangan
negara yang bebas dan mandiri
6. KEANGGOTAAN BPK
Anggota BPK dipilih oleh DPR
KETUA WAKIL KETUA
MERANGKAP MERANGKAP
ANGGOTA ANGGOTA
Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari
dan oleh Anggota BPK
7 ORANG ANGGOTA
Masa jabatan 5 tahun, maksimal 2 kali
masa jabatan
7. LINGKUP PEMERIKSAAN
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
yang
Lembaga Negara lainnya
Seluruh dikelola oleh
Bank Indonesia
Unsur
Keuangan BUMN
Negara
BLU
BUMD
Lembaga/Badan lain
8. LINGKUP PEMERIKSAAN
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan • pemeriksaan atas laporan keuangan, dalam rangka
memberikan pernyataan opini
keuangan
Pemeriksaan • pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas aspek efektivitas
kinerja
Pemeriksaan • pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan
dengan tujuan keuangan, pemeriksaan investigatif, pemeriksaan atas
tertentu permintaan (audit on request)
11. Dasar Hukum
Pasal 16 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
Ayat (1)
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa
mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam Laporan Keuangan yang didasarkan pada kriteria (i)
kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii)
kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii)
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv)
efektivitas sistem pengendalian intern. Terdapat 4 (empat)
jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni (i)
opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (ii) opini
wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (iii) opini tidak
wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak
memberikan opini (disclaimer of opinion).
12. Dasar Hukum
Lampiran IV Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia Nomor : 01
Tahun 2007 tanggal : 7 Maret 2007
“Standar Pemeriksaan memberlakukan setiap
standar pelaporan audit keuangan dan
Pernyataan Standar Audit (PSA) yang
ditetapkan oleh IAI, kecuali ditentukan lain.”
13. Jenis dan Kriteria atau Kondisi
yang Mendasari Opini
1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Opini WTP menyatakan bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar dalam
semua hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
14. Kriteria Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP)
1. Bukti pemeriksaan yang cukup memadai telah
terkumpul, dan pemeriksa telah melaksanakan
penugasan sedemikian rupa sehingga
mampu menyimpulkan bahwa ketiga
standar pekerjaan lapangan telah dipatuhi;
2. Semua aspek dari standar umum SPKN
telah dipatuhi dalam penugasan pemeriksaan;
3. Seluruh laporan keuangan (neraca, laporan
realisasi anggaran, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan) telah lengkap
disajikan;
15. Kriteria Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP)
4. Laporan keuangan yang disajikan telah
sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Hal ini juga berarti bahwa
pengungkapan informatif yang cukup telah
tercantum dalam catatan atas laporan
keuangan serta bagian-bagian lainnya dari
laporan keuangan tersebut;
5. Tidak terdapat situasi yang membuat
pemeriksa merasa perlu untuk
menambahkan sebuah paragraf
penjelasan atau memodifikasi kalimat dalam
laporan pemeriksaan.
16. Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang
perlu penjelasan, pemeriksa bisa
menambahkan suatu paragraf penjelasan
dalam laporan hasil pemeriksaannya. Dalam
kondisi ini, pemeriksa dapat menyatakan
opini modifikasi yaitu WTP Dengan
Paragraf Penjelasan
17. WTP Dengan Paragraf
Penjelasan
1. Tidak ada konsistensi dalam penerapan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Ketidakpastian atas kelangsungan hidup
organisasi (going concern)
18. WTP Dengan Paragraf
Penjelasan
3. Ada penekanan pada suatu masalah .
Contohnya apabila pemeriksa berpikir bahwa
ia harus menjelaskan transaksi dengan
pihak lain yang bernilai sangat besar, dan
peristiwa penting setelah tanggal neraca.
4. Terkait laporan yang melibatkan pemeriksa
19. 2. Wajar Dengan Pengecualian
Opini WDP menyatakan bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar dalam
semua hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha dan arus kas entitas sesuai
prinsip akuntansi yang berlaku umum,
kecuali untuk dampak hal-hal yang yang
dikecualikan
20. Kriteria WDP
1. WDP karena adanya penyimpangan dari prinsip
akuntasi (salah saji) Pemeriksa, setelah
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup
memadai, menyimpulkan bahwa salah saji yang
terjadi baik secara individual maupun agregat,
adalah material, tapi tidak pervasive, terhadap
laporan keuangan; atau
2. WDP karena adanya pembatasan lingkup
(ketidakcukupan bukti) Pemeriksa tidak dapat
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup
memadai untuk dijadikan dasar opini, tetapi
pemeriksa menyimpulkan bahwa dampak yang
mungkin terjadi (possible effects) pada laporan
keuangan atas salah saji yang tidak terdeteksi,
apabila ada, adalah material tetapi tidak pervasive.
21. 3. Tidak Wajar (TW)
Kondisi yang menyebabkan pemeriksa
menyatakan opini TW adalah ketika
pemeriksa, setelah memperoleh bukti
pemeriksaan yang cukup memadai,
menyimpulkan bahwa salah saji yang
ditemukan, baik secara individual maupun
agregragat, adalah material dan pervasive
pada laporan keuangan. Sifat pervasive
(berpengaruh secara keseluruhan) dapat
dilihat dari nilai absolute, jumlah akun dan
jumlah laporan yang terpengaruh.
22. 4. Tidak Memberikan
Pendapat
Kondisi-kondisi yang menyebabkan pemeriksa menyatakan
opini TMP adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksa tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan
yang cukup memadai sebagai dasar opini, dan
pemeriksa menyimpulkan bahwa dampak salah saji yang
tidak terdeteksi pada laporan keuangan, bila ada,
adalah material dan pervasive; atau
2. Dalam kondisi ekstrim yang melibatkan banyak
ketidakpastian, pemeriksa menyimpulkan bahwa, terlepas
dari perolehan bukti pemeriksaan yang cukup
memadai terkait setiap ketidakpastian, pemeriksa
tidak mungkin merumuskan opini atas laporan keuangan
karena adanya interaksi potensial dan dampak kumulatif
yang mungkin terjadi pada laporan keuangan.
23.
24. Mekanisme Perumusan Opini
Tentukan apakah temuan berakibat pada
terjadinya salah saji, jika berakibat maka tentukan
nilai salah saji yang terjadi;
Tentukan;
Tentukan apakah nilai salah saji akun
material, yaitu bila melebihi Tolerable Error
(TE). TE merupakan materialitas tingkat akun
yang merupakan batas kesalahan yang dapat
ditolerir;
Tentukan apakah akun yang terpengaruh
bersifat pervasive dengan mempertimbangkan
faktor kompleksitas, proporsi dan
pengungkapannya.
25. Mekanisme Perumusan Opini
Apakah temuan berakibat pada terjadinya salah
saji, jika berakibat maka tentukan nilai salah saji
yang terjadi
Apakah temuan telah didukung dengan bukti
audit yang memadai
Apakah nilai salah saji akun material, yaitu
bila melebihi Tolerable Error
Apakah akun yang terpengaruh bersifat
pervasive dengan mempertimbangkan faktor
kompleksitas, proporsi dan pengungkapannya
26. Langkah Menyimpulkan Opini
Tentukan materialitas
salah saji
• kelompok temuan yang
telah didukung dengan • Untuk temuan yang telah didukung
bukti audit yang memadai; bukti maka yang diukur adalah
dampak salah sajinya.
dan
• Sedangkan temuan yang berkaitan
• kelompok temuan yang tidak dengan ketidakcukupan bukti
didukung dengan bukti audit (pembatasan lingkup) yang diukur
yang memadai; adalah kemungkinan dampak salah
Kelompokkan
saji jika ada, atau besarnya nilai yang
temuan tidak bisa discover dengan prosedur
berdasarkan audit
kecukupan
buktinya
27. Langkah Menyimpulkan Opini
(2)
• jika opini masing-masing
Tentukan opini kelompok temuan berbeda
• proporsi, maka bandingkan proporsi
antara kedua kelompok
• pengungkapan • Masing-masing temuan tersebut. Opini akhir
• kompleksitas; kelompok tergantung pada opini
kelompok temuan yang
temuan memiliki proporsi lebih besar.
Apakah masing- berdasarkan
masing kelompok bagan alur opini
temuan bersifat
pervasive atau tidak
Simpulkan opini
28. Pertimbangan Temuan Dalam
Menentukan Opini
Faktor pembatasan ruang lingkup
(pembatasan oleh auditee, dokumen tidak
lengkap, dan ketidakpastian) yang bararti
pemeriksa tidak dapat menerapkan
standar audit (penyimpangan dari standar
audit)
Faktor laporan keuangan tidak disajikan
sesuai prinsip akuntansi yang berlaku
umum dan tidak diterapkan secara
konsisten (penyimpangan dari prinsip
akuntansi)
29. Temuan dapat berupa temuan kepatuhan
maupun temuan pengendalian intern. Indikasi-
indikasi temuan jenis ini dapat dilihat pada
kesimpulan (akibat) pada temuan, misalnya :
• hal ini mengakibat akun …. tidak dapat
diyakini kewajarannya
• nilai aktiva tidak dapat diketahui dengan
pasti
• adanya potensi asset tidak tercatat minimal
sebesar ….
• Piutang tidak mencerminkan nilai yang
sebenarnya
30. Pelanggaran terhadap prinsip
akuntansi meliputi:
Apakah prinsip akuntansi yang dipilih untuk diterapkan sudah
berlaku umum, prinsip akuntansi sudah tepat sesuai keadaan,
dan laporan keuangan beserta catatannya memberikan informasi
yang cukup dapat mempengaruhi penggunaan, pemahaman
dan penafsiran
Informasi diiktisarkan dengan
semestinya,
Laporan keuangan mencerminkan peristiwa atau
kejadian yang mendasarinya, dan
Prinsip akuntansi tidak diterapkan secara konsisten
tanpa adanya penjelasan mengenai alasan dan
dampaknya.
31. MENGUKUR SALAH SAJI ATAU
POTENSI KESALAHAN YANG TERJADI
Dalam mengukur salah saji atau potensi
kesalahan yang terjadi, pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah permasalahan
yang terjadi berdampak kepada kewajaran
seluruh akun atau dapat dilokalisir
32. Pada saat perencanaan, pemeriksa telah
menetapkan dua jenis materialitas sesuai
dengan Juknis penetapan batas
materialitas dalam pemeriksaan laporan
keuangan yaitu:
Planning materiality (PM) yaitu materialitas
untuk tingkat keseluruhan laporan keuangan.
Tolerable error (TE) yaitu materialitas terkait
kelas-kelas transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan.
33. Panduan pertimbangan
kuantitatif
Jika total salah saji/potensi kesalahan yang
ditemukan lebih kecil dari PM dan salah saji pada
tingkat akun masing-masing tidak lebih besar
daripada TE akun tersebut, maka pemeriksa bisa
memberikan opini WTP; atau
Jika total saji/potensi kesalahan yang ditemukan
lebih besar dari PM dan/atau salah saji/potensi
salah saji di masing-masing akun lebih besar dari
TE, maka pemeriksa bisa mempertimbangkan untuk
tidak memberikan opini WTP. Opini yang bisa
dipertimbangkan adalah WDP atau tidak
wajar/disclaimer. Hal ini tergantung dari nilai salah
sajinya yang mempengaruhi laporan keuangan
secara keseluruhan atau tidak, asersi yang
terpengaruh, dan pertimbangan kualitatif yang
relevan menurut tim pemeriksa.
34. Pedoman Pertimbangan faktor-
faktor kualitatif
Penting tidaknya salah saji atau potensi salah
saji dikaitkan dengan asersi. Jika hanya
menyangkut asersi valuation dan presentation,
opini yang diberikan bisa WDP. Namun jika
menyangkut asersi existency atau occurrence,
right and obligation dan completeness, maka
opini yang diberikan dapat Tidak Wajar atau
Tidak Memberikan Pendapat, dan
Luas atau tidaknya akibat dari salah saji
atau risiko kemungkinan salah saji baik jumlah
akun yang terpengaruh maupun jumlah laporan
yang terpengaruh.
35. Tiga tingkatan materialitas untuk
mempertimbangkan jenis laporan audit yang
harus dibuat, yaitu :
Jumlahnya tidak material,
Jumlahnya cukup material namun tidak
melemahkan laporan keuangan secara
keseluruhan, dan
Kesalahan dalam jumlah sangat material
sehingga kebenaran keseluruhan
Laporan Keuangan diragukan
36. Apakah pengungkapan dapat
mempengaruhi opini?
38. LKPP
Permasalahan IP aset tetap Kelemahan IP aset eks BPPN
• Aset Tetap 10 KL senilai Rp4,13 • Belum ditemukan dokumen cessie
T belum dilakukan IP atas Aset Eks BPPN berupa Aset
• Tanah Jalan Nasional pada Kredit senilai Rp18,25 T
Kementerian PU senilai • Aset Eks BPPN yg telah
Rp109,06 T belum selesai diserahkan kpd PUPN senilai
dilakukan IP dan hasil IP tidak Rp11,18 T tidak didukung oleh
memadai dokumen sumber yang valid
• Aset Tetap hasil IP pada 3 KL • Aset Eks BPPN berupa tagihan
senilai Rp3,88 T dicatat ganda Penyelesaian Kewajiban
• Hasil IP 40 KL selisih Rp1,54 T Pemegang Saham (PKPS) senilai
dgn nilai koreksi hasil IP pada Rp8,68 T belum didukung
DJKN kesepakatan dgn Pemegang
Saham
• Aset Tetap 14 KL senilai Rp6,89
T tidak diketahui • Aset Eks BPPN berupa 917 item
keberadaannya aset properti belum dinilai
• Pelaksanaan IP belum • Pemerintah belum dapat
mencakup penilaian masa menyajikan nilai bersih yang dapat
manfaat Aset Tetap sehingga direalisasikan atas piutang Eks
Pemerintah belum dapat BPPN
39. LKKL
Pengelolaan dan pencatatan
PNBP
Pengelolaan Belanja Hibah
Pengelolaan Belanja Barang
dan Bansos
Pengeloaan kas, piutang, aset
tetap dan persediaan
40. LKKL Kementerian
Kesehatan
PNBP tidak disetor ke kas negara
Belanja modal Pembayaran dimuka atas
Material On Site dan PO tanpa disertai bank
garansi dan bertentangan dengan Perpres No. 54
tahun 2010
Belanja modal alat kesehatan bergerak, tidak
terdapat catatan dan dokumen pendukung
41. LKKL
Pengelolaan dan pencatatan
PNBP
Pengelolaan Belanja Barang
Pengelolaan Piutang Bukan
Pajak
Pengelolaan dan pencatatan
aset tetap dan persediaan
42. LKKL Kemendiknas
Penggunaan PNBP di luar anggaran sebesar
Rp23,83 M
70 rekening PTN senilai Rp20,41 miliar belum
dilaporkan dalam laporan keuangan
Ketidakwajaran dalam pencatatan saldo piutang
dan persediaan
Endapan dana bansos yang belum tersalurkan di
rekening beberapa PTN yang nilainya mencapai
Rp43,75 miliar.
44. LKPD
Aset tetap
Kab. Beberapa aset tanah
yang belum
Pekalongan belum dicatat.
dilakukan IP
Penyertaan Penyertaan modal
modal tidak senilai Rp 31 M tidak
memakai Kota Binjai
disajikan dlm metode
metode ekuitas
ekuitas
Penyajian saldo Saldo investasi non
dana bergulir
permanen tidak
tidak memakai Kab. Sleman
metode net mencerminkan nilai
realizable value wajar
Tidak terdapat sisdur
Penatausahaan
persediaan
pengelolaan
Prov. Bali
tidak memadai persediaan barang
pakai habis
45. LKPD
Pembatasan lingkup
pemeriksaan
kelemahan
pengelolaan yang
material pada akun
kas, piutang,
persediaan, investasi
permanen dan non
permanen, aset tetap,
aset lainnya, belanja
barang dan jasa,
belanja bansos, dan
belanja modal
46. LKPD Kab. Kutai
Kartanegara
BPK tidak dapat menerapkan prosedur
pemeriksaan dan lingkup pemeriksaan BPK
tidak cukup untuk memungkinkan BPK
menyatakan pendapat
pengelolaan data pegawai tidak memadai
pengelolaan realisasi belanja operasional sekolah
TA 2011 belum memadai
terdapat realisasi pembayaran belanja barang
dan jasa pada 3 kegiatan di 3 SKPD tidak dapat
diyakini kewajarannya.
47. LKPD
Kas
Persediaan dan aset tetap
Penyajian yg
tidak wajar scr
material pd akun:
Belanja barang dan jasa
Belanja bansos
Belanja modal
48. LKPD Kab. Melawi
Kalbar
sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) TA 2011
sebesar Rp552.3 JT belum disetor ke kas daerah karena telah
digunakan untuk pengeluaran yang tidak sesuai dengan ketentuan;
penyajian persediaan pada neraca idak berdasarkan hasil
penatausahaan persediaan yang memadai;
pencatatan saldo penyertaan modal pada PDAM Kabupaten
Melawi sebesar Rp3 M berbeda dengan yang diakui pada Lapkeu
PDAM sebesar Rp6.5M dan pencatatan sebesar Rp3M tidak
berdasarkan metode ekuitas;
aset tetap sebesar Rp29 M belum berdasarkan hasil pencatatan,
penatausahaan, inventarisasi dan klasifikasi yang menggambarkan
nilai dan harga perolehan aset tetap yang sebenarnya.
51. Meningkatkan komitmen Menteri/Pimpinan Lembaga dan pengelola
keuangan antara lain melalui pencantuman kesanggupan untuk
meningkatkan kualitas LKKL oleh setiap Menteri/Pimpinan Lembaga
dengan Presiden dalam Kontrak Kinerja.
Mempelajari Masalah dan Temuan BPK/Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP), dan Pendampingan Audit BPK:
Identifikasi masalah dan temuan BPK/APIP oleh K/L dan unit terkait.
Koordinasi internal dan eksternal K/L untuk mengetahui penyebab dan solusi temuan.
Menyusun Action Plan tindak lanjut atas masalah/temuan dan melakukan monitoring
pelaksanaan tindak lanjut temuan.
Pendampingan oleh APIP K/L pada saat entry meeting, audit process, dan exit meeting
pemeriksaan BPK atas LKKL.
Meningkatkan koordinasi dan pembahasan 3 pihak antara K/L, Kemenkeu, dan BPK, dan
pembahasan hasil pemeriksaan BPK.
Pendidikan dan Pelatihan SDM:
Melanjutkan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) baik untuk
level manajerial maupun level pelaksana teknis, baik secara tatap muka maupun e-
learning.
Peningkatan sosialisasi dan bimbingan akuntansi dan pelaporan keuangan kepada seluruh
K/L.
52. Peningkatan peran APIP dalam melakukan reviu
Laporan Keuangan.
Pendampingan secara intensif kepada seluruh K/L
termasuk program Intensive Care Uni (ICU) bagi K/L
yang mendapat opini “Disclaimer” dan Wajar Dengan
Pengecualian.
Pelaksanaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan setiap tahun yang bertujuan untuk
membangun forum interaksi antar pejabat K/L dalam
menyusun strategi peningkatan kualitas LKKL,
mewujudkan kesatuan pemahaman yang jelas,
menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi
bersama, dan menjaga terpeliharanya komitmen para
penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan.