1. JUDUL BUKU:
PENERAPAN MEDIA
(TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)
pada BIMBINGAN DAN KONSELING
Ida Priyamsari, BK 4B
NAMA MAHASISWA : Eko Pratama Sipayung
NIM : 1202451008
DOSEN PENGAMPU : Isaq Matondang,S.Psi,M.Si
MATA KULIAH : tknologi informasi dan media bimbingan
dan konseling
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
oktober 2022
CBR teknologi
informasi danmedia
bimbingan dan
konsseling
2. i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan critical book ini dengan baik. Sholawat dan salam
tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di
yaumul qiyamah nanti, Aamiin.
Laporan critical book ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah psikologi perkembangan . Tak lupa
saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Isaq Matondang,S.Psi,M.Si yang telah membimbing dan
mendukung dalam penyelesaian tugas saya ini. Dan saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman
saya yang memberikan dukungan dan semangat kepada saya untuk dapat menyelesaikan tugas ini.
Saya sangat berharap kiranya critical book ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui isi
buku beserta kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam critical book ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan critical book yang selanjutnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Medan, Oktober 2020
Eko Pratama Sipayung
NIM 1202451008
3. i
DAFTAR ISI
DAFTAR INI…………………………………………………………………………….I
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….II
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………1
B. TUJUAN...........................................................................................................................1
C. MANFAAT……………………………………………………………………………1
BAB II ringasan……………………………………………………………………………….1
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling………………………………………………………..1
B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling…………………………………………………….2
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling…………………………………………………………….3
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling……………………………………………………3
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling………………………………………………………….4
MEDIA (TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)…………………………………………5
B. MANFAAT PENGGUNAAN MEDIA DALAM KONSELING………………………………7
BAB II9 KESIMPULAN……………………………………………………………………………9
SARAN……………………………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKAN…………………………………………………………………………..11
4. i
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Dunia telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam era informasi,
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran
informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda
dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada
kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan
produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis
pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan
mampu bersaing dalam era global.
Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan media, termasuk teknologi
informasi dan komunikasi untuk semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya untuk
untuk membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing
dalam era global.
Bimbingan dan Konseling sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu (siswa),
dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Layanan tersebut saat ini, pada saat jaman
semakin berkembang, tidak hanya dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi
juga bisa dengan memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada. Tujuannya adalah
tetap memberikan bimbingan dan konsling dengan cara-cara yang lebih menarik,interaktif,
dan tidak terbatas tempat, tetapi juga tetap memperhatikan azas-azas dan kode etik dalam
bimbingan dan konseling.
B. Tujuan
1. Agar dapat memahami Pengertian dan Perkembangan Teknologi
2. Agar dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan Teknologi
3. Agar dapat mengetahui faktor pendorong dan pengahambat Teknologi Informasi dan
Komunikasi
4. Agar meningkatkan motivasi pembaca untuk lebih memperhatikan perkembangan
Teknologi Informasi dan Komunkasi
C. Manfaat
1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
2. Menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca
3. Melatih kemampuan penulis dalam mengkritisi dan membandingkan 2/lebih buk
5. 1
BAB II
RIMGKASAN
BIMBINGAN KONSELING
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna.
Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasalkata guide yang mempunyai arti to
direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan).
Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan
dengan guiding : “ showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting
(menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing
(mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih
menekankan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah
perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan
penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
keputusan yang diambilnya.
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari
beberapa ahli :
v Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap
individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
v Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of
helping the individual to understand himself and his world so that he can utilize his potentialities.
v United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan
yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat
penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema
kependidikan, jabatan, kesehatan,sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus
mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagaiindividu
maupun sebagai anggota masyarakat.
v Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance is the help given by one person to
another in making choice and adjusment and in solving problem.
v I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian
bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapaikemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding),
kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau
kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan
masyarakat.
v Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan
bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
v Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan
untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara
6. 2
optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier,
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas,tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan pengertian
bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah, bahwa :
v Bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik..
Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
v Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang
ingin dicapai dari bimbingan.
Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling
merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang
saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui
proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami
beberapa kali pergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan
sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi
Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebutan ProfesiKonseling,
meski secara formalistilah ini belum digunakan.
B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling
Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih ditemukan)
bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau
menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang
bermasalah saja. Padahalkenyataan di sekolah jumlah peserta didik yang bermasalah atau berperilaku
menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak 5
hingga 10 (5% – 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) kerapkali
tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling memiliki
citra buruk dan sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan
bimbingan dan konseling merupakan “polisi sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum
para peserta didik yang melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan
dan konseling sebagai“keranjang sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta didik,
seperti peserta didik yang bolos, terlambat SPP,berkelahi, bodoh, menentang guru dan sebagainya.
Masalah-masalah kecil sepertiitu dapat diantisipasi dan diatasi oleh para guru mata pelajaran atau
wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh guru pembimbing.
Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan konseling yang
bersifat pengembangan atau developmental dan pencegahan pendekatan preventif. Dalam hal ini,
Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan
dan konseling, yaitu :
1. Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik
dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik.
2. Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi untuk dikembangkan,
sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan diatasinya sendiri.
3. Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan
landasan ketuhanan. peserta didik sebagaimanusia dianggap sanggup mengembangkan diri dan
potensinya.
7. 3
4. Profesional, yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas dasar
filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan konseling.
Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan dan konseling yang bersifat
klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan bimbingan dan konseling lebih dikedepankan dan
diutamakan yang bersifat pengembangan dan pencegahan. Dengan demikian, kehadiran bimbingan
dan konseling di sekolah akan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik, tidak hanya
bagi peserta didik yang bermasalah saja.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi
melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:
1. Pemahaman; menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan
masalah peserta didik meliputi : (a) pemahaman diri dan kondisi peserta didik, orang tua, guru
pembimbing; (2) lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya lingkungan sekolah; dan keluarga
peserta didik dan orang tua; lingkungan yang lebih luas, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan
sosial budaya/terutama nilai-nilai oleh peserta didik.
2. Pencegahan; menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan
yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.
3. Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami
peserta didik.
4. Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau
kepentingan pendidikan.
5. Pemeliharaan dan pengembangan; terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi
positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling :
Sejumlah prinsip mendasarigerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling.
Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung,
serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut
adalah :
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (a) melayani semua individu tanpa
memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial; (b) memperhatikan tahapan
perkembangan; (c) perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.
2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu; (a) menyangkut
pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di
rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (b) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya
kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a)
bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga
program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri
peserta didik; (b) program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik maupun lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling disusun dengan
mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d) program pelayanan bimbingan dan
konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.
8. 4
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a) diarahkan untuk
pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b)
pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri; (c) permaslahan
individu dilayani oleh tenaga ahli/profesional yang relevan dengan permasalahan individu; (d) perlu
adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang
berkewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses pelayanan bimbingan dan konseling
melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh
fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas
bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin
keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan
menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan
dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagaijiwa dan nafas dari
seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas initidak dijalankan dengan
baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan
terhenti sama sekali.
Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :
1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
(klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing
(konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan
peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih
dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas
kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing
(konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling;
yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan
menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing
(konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling
yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau
9. 5
dan masa depan dilihat sebagaidampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat
peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuaidengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang
terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-
baiknya.
9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
(klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan
dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam
penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan
kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru
pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain.
Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada
pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling
secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
MEDIA (TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI)
A. Pengertian Media
Istilah media berasaldari bahasa latin, yaitu medium yang memiliki arti perantara. Dalam Dictionary
of Education, disebutkan bahwa media adalah bentuk perantara dalam berbagai jenis kegiatan
berkomunikasi. Sebagai perantara,maka media ini dapat berupa koran, radio, televisi bahkan
komputer. Gagne (dalam Sadiman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Lebih lanjut, Briggs
(dalam Sadiman, dkk, 2002) menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan
pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Definisi tersebut mengarahkan kita untuk menarik suatu simpulan bahwa media adalah segala jenis
(benda) perantara yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada orang yang
membutuhkan informasi.
10. 6
Lebih lanjut, dalam proses pembelajaran dikenal pula istilah media pembelajaran. Suyitno (1997)
menyatakan bahwa media pembelajaran adalah suatu peralatan baik berupa perangkat lunak maupun
perangkat keras yang berfungsi sebagai belajar dan alat bantu mengajar. Sebagai alat bantu dalam
proses pembelajaran, maka media belajar ini akan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing
bahan ajar yang akan disajikan juga memperhatikan karakteristik siswa.
B. Jenis-Jenis Media
Saat ini, dengan cepatnya teknologi komunikasi maka semakin banyak pula media komunikasi yang
muncul. Pada pembahasan ini, media komunikasi yang dimaksud adalah media untuk membantu
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Beberapa media yang dimaksud adalah komputer
(internet), peralatan audio sepertitape recorder dan peralatan visual seperti VCD/DVD.
1. Komputer
Perkembangan perangkat komputer saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hampir setiap
bulan muncul genre-genre baru dalam dunia komputer. Sebagai contoh adalah perkembangan
prosessor sebagai otak dalam sebuah komputer mulai dari Intel Pentium 1 sampai dengan Pentium 4.
Sebagian orang belum bisa menikmati kecanggihan Prosesor Pentium 4, saat ini sudah muncul
Centrino bahkan Centrino Duo Core. Belum lagi sebagian orang berpikir kehebatan Centrino Duo
Core, telah muncul pula AMD 690.
Pesatnya perkembangan teknologi komputer ini memang sebagai jawaban untuk akses data atau
informasi. Perubahan di masyarakat yang semakin cepat pada akhirnya menuntut perkembangan
teknologi komputer yang semakin canggih. Saat ini dibutuhkan akses data yang cepat,sehingga pada
akhirnya prosesor yang ada juga semakin cepat
2. Peralatan Audio
Perkembangan peralatan audio saat ini juga mengalami perkembangan yang pesat. Peralatan audio
yang di pergunakan dalam proses bimbingan dan konseling seperti tape recorder. Penggunaan tape
recorder ini antara lain adalah untuk merekam sesi konseling dan memutar kembali hasil-hasil yang
diperoleh selama sesi konseling.
Tape recorder membutuhkan kaset untuk bisa melakukan tindakan perekaman. Kaset memiliki pita
magnetik yang berfungsi untuk menyimpan data atau informasi percakapan.
Saat ini telah berkembang alat perekam yang tidak membutuhkan pita perekam. Alat ini disebut MP3
dan MP4. Pada dasarnya alat ini berfungsi sebagai player, dimana di dalam alat ini terdapat sebuah
mini harddisk yang memiliki kapasitas sampai dengan 4 Gb. Sebagai sebuah player, maka alat ini
dapat memainkan musik dan dapat dipergunakan untuk merekam suara.
Ukuran MP3 dan MP4 saat ini amat kecil jika dibandingkan dengan sebuah mini tape recorder biasa.
Seringkali kita jumpai, alat MP3 atau MP4 seukuran sebuah spidol atau ballpoint
3. Peralatan Visual
Alat visual dapat bermacam-macam ragamnya sepertivideo player dan VCD/DVD player. Pada
awalnya, penggunaan peralatan visual adalah dengan mempergunakan projector. Penggunaan
proyektor ini dipandang tidak efisien, karena dalam proses produksinya membutuhkan tahapan-
tahapan yang panjang. Mulai dari merekam gambar sampai dengan menampilkan gambar. Bahkan
seringkali dijumpai mutu gambar yang tidak bagus dan bahkan mudah rusak. Sehingga lambat laun
peralatan ini mulai ditinggalkan.
11. 7
Video player dulu merupakan peralatan yang lumayan banyak dipergunakan orang. Hanya saja, saat
ini sudah banyak ditinggalkan karena proses produksinya tertalu berbelit. Untuk menghasilkan sebuah
hasil rekaman yang baik, dibutuhkan kamera perekam yang lumayan besar dan berat, selain itu kaset
yang dipergunakan juga relatif besar, sehingga dipandang tidak praktis. Terlebih, hasil rekaman
seringkali tidak begitu jernih.
Peralatan visual yang sering kita jumpai antara lain adalah video player atau CD player. Peralatan ini
banyak dijumpai karena memiliki tingkat pengoperasian yang mudah dan memiliki harga yang relatif
murah. Penggunaan video player ini tidak akan bisa lepas dari keberadaan sebuah disc atau keping
VCD/DVD. Dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini, proses perekaman gambar tidak perlu
mempergunakan perangkat yang bermacam-macam. Saat ini telah berkembang alat perekam
(handycam) yang secara langsung dapat merekam gambar langsung ke dalam keping VCD/DVD.
Dengan kata lain, pengoperasian VCD/DVD ke player akan semakin mudah.
Perkembangan teknologi informasi saat ini, pada akhirnya bertujuan untuk memudahkan konsumen
menikmati hiburan antau informasi dengan efisien. Hal ini pada akhirnya memunculkan perangkat-
perangkat multi media. Teknologi multi media yang berkembang saat ini sudah demikian canggihnya,
sehingga sehingga seringkali konsumen bingun untuk memilih teknologi apa yang akan dibeli.
Saat ini peralatan komputer yang dijumpai di pasaran pun sudah mempergunakan teknologi multi
media. Dulu, komputer hanya dipergunakan sebagai alat pengolah data saja. Tetapi selanjutnya
berkembang juga sebagai alat entertainment. Komputer saat ini hampir bisa dipergunakan untuk
membantu segala macam permasalahan manusia, mulai dari mengolah data sampai dengan
memproduksi sebuah tayangan video yang baik.
B. MANFAAT PENGGUNAAN MEDIA DALAM KONSELING
Tidak dapat disangkal bahwa saat ini kita hidup dalam dunia teknologi. Hampir seluruh sisi kehidupan
kita bergantung pada kecanggihan teknologi, terutama teknologi komunikasi. Bahkan, menurut
Pelling (2002) ketergantungan kepada teknologi ini tidak saja di kantor, tetapi sampai di rumah-
rumah. Konseling sebagaiusaha bantuan kepada siswa, saat ini telah mengalami perubahan-
perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini dapat ditemukan pada bagaimana teori-teori konseling
muncul sesuaidengan kebutuhan masyarakat atau bagaimana media teknologi bersinggungan dengan
konseling. Media dalam konseling antara lain adalah komputer dan perangkat audio visual.
Komputer merupakan salah satu media yang dapat dipergunakan oleh konselor dalam proses
konseling. Pelling (2002) menyatakan bahwa penggunaan komputer (internet) dapat dipergunakan
untuk membantu siswa dalam proses pilihan karir sampai pada tahap pengambilan keputusan pilihan
karir. Hal ini sangat memungkinkan, karena dengan membuka internet, maka siswa akan dapat
melihat banyak informasi atau data yang dibutuhkan untuk menentukan pilihan studi lanjut atau
pilihan karirnya.
Data-data yang didapat melalui internet, dapat dianggap sebagai data yang dapat
dipertanggungjawabkan dan masuk akal (Pearson,dalam Pelling 2002; Hohenshill, 2000). Data atau
informasi yang didapat melalui internet adalah data-data yang sudah memiliki tingkat validitas tinggi.
Hal ini sangat beralasan, karena data yang ada di internet dapat dibaca oleh semua orang di muka
bumi. Sehingga kecil kemungkinan jika data yang dimasukkan berupa data-data sampah. Sebagai
contoh, saat ini dapat kita lihat di internet tentang profil sebuah perguruan tinggi. Bahkan, informasi
yang didapat tidak sebatas pada perguruan tinggi saja, tetapi bisa sampai masing-masing program
studi dan bahkan sampai pada kurikulum yang dipergunakan oleh masing-masing program studi.
12. 8
Data-data yang didapat oleh siswa pada akhirnya menjadi suatu dasar pilihan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tentu saja, pendampingan konselor sekolah dalam hal ini sangat diperlukan.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk
melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan
komputer di kelas sebagaimedia bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan
seperti yang dinyatakan oleh Baggerly sebagai berikut:
Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran,
sehingga kelas akan menjadi lebih menarik;
Akan meningkatkan kunjungan ke web site, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan siswa;
Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
Tidak akan memunculkan kebosanan;
Dapat ditemukan silabus, kurikulum dan lain sebagainya melalui website; dan
Terdapat pengaturan yang baik
Selain penggunaan internet seperti yang telah diuraikan di atas,dapat dipergunakan pula software
seperti microsoft power point. Software ini dapat membantu konselor dalam menyambaikan bahan
bimbingan secara lebih interaktif. Konselor dituntut untuk dapat menyajikan bahan layanan dengan
mempergunakan imajinasinya agar bahan layanannya tidak membosankan.
Program software power point memberikan kesempatan bagi konselor untuk memberikan sentuhan-
sentuhan seni dalam bahan layanan informasi. Melalui program ini, yang ditayangkan tidak saja
berupa tulisan-tulisan yang mungkin sangat membosankan, tetapi dapat juga ditampilkan gambar-
gambar dan suara-suara yang menarik yang tersedia dalam program power point. Melalui fasilitas ini,
konselor dapat pula memasukkan gambar-gambar di luar fasilitas power point, sehingga sasaran yang
akan dicapai menjadi lebih optimal.
Gambar-gambar yang disajikan melalui program power point tidak statis seperti yang terdapat pada
Over Head Projector (OHP). Konselor dapat memasukkan gambar-gambar yang bergerak, bahkan
konselor bisa melakukan insert gambar-gambar yang ada di sebuah film.
Media lain yang dapat dipergunakan dalam proses bimbingan dan konseling di kelas antara lain
adalah VCD/DVD player. Peralatan ini seringkali dipergunakan oleh konselor untuk menunjukkan
perilaku-perilaku tertentu. Perilaku-perilaku yang tampak pada tayangan tersebut dipergunakan oleh
konselor untuk merubah perilaku klien yang tidak diinginkan (Alssid & Hitchinson, 1977; Ivey, 1971,
dalam Baggerly 2002). Dalam proses pendidikan konselor pun, penggunaan video modeling ini juga
dipergunakan untuk meningkatkan keterampilan dan prinsip konseling yang akan dikembangkan bagi
calon konselor (Koch & Dollarhide, 2000, dalam Baggerly, 2002).
Sebelum VCD/DVD player ini ditayangkan, seorang konselor sebaiknya memberikan arahan terlebih
dahulu kepada siswa tentang alasan ditayangkannya sebuah film. Hal ini sangat penting, sebab dengan
memiliki gambaran dan tujuan film tersebut ditayangkan, maka siswa akan memiliki kerangka
berpikir yang sama. Setelah film selesai ditayangkan, maka konselor meminta siswa untuk
memberikan tanggapan terhadap apa yang telah mereka lihat. Tanggapan-tanggapan ini pada akhirnya
akan mempengaruhi bagaimana klien berpikir dan bersikap, yang kemudian diharapkan akan dapat
merubah perilaku klien atau siswa.
D. Kerugian Penggunaan Media dalam Konseling
13. 9
Pelling (2002) menyatakan bahwa,walaupun saat ini masyarakat sangat tergantung pada teknologi,
tetapi di lain pihak, masih banyak diantara kita yang mengalami ketakutan untuk mempergunakan
teknologi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat kita masih percaya bahwa pernyataan-
pernyataan yang diberikan oleh orang tua atau orang yang dituakan masih dianggap lebih baik. Hal ini
tidak lepas dari budaya paternalistik yang melingkupi masyarakat kita.
Sebaik apapun teknologi yang berkembang, tetapi jika pola pikir masyarakat masih terkungkung
dengan nilai-nilai yang diyakini benar, maka data atau informasi yang didapat seakan-akan menjadi
tidak berguna. Sebagai contoh, seorang siswa akan memilih jurusan di perguruan tinggi. Mungkin
mereka akan mencari informasi sebanyak mungkin, dan konselor akan memfasilitasi keinginan
mereka. Tetapi, pada saat mereka dihadapkan untuk menentukan dan memilih jurusan yang akan
diambil, maka tidak jarang dari mereka akan berkata,“Saya senang dengan jurusan A, tetapi nanti
tergantung pada orang tua saya”.
Contoh lain, saat ini perkembangan teknologi sudah berkembang dengan demikian pesat. Tiap
manusia dapat berkomunikasi tanpa dibatasi rentang ruang dan waktu. Tetapi dalam budaya tertentu,
alat komunikasi ini bisa menjadi “tidak bermanfaat”. Restu orang tua merupakan hal yang dianggap
sakral oleh sebagian budaya tertentu, bahkan meminta restu ini akan lebih afdol jika dilakukan dengan
melakukan sungkem. Untuk menunjukkan perilaku ini, maka seringkali mereka melupakan
kecanggihan piranti komunikasi yang sudah canggih, walau jarak yang ditempuh untuk mendatangi
orang tua relatif jauh.
Hal lain yang terkait dengan penggunaan media dalam bimbingan dan konseling adalah sasaran
pengguna seringkali disamakan. Walaupun ragam media sudah bermacam-macam,tetapi media ini
seringkali masih belum bisa menyentuh sisi afektif seseorang. Dalam bimbingan dan konseling
dikenal istilah empati. Penggunaan media, seringkali pula akan “menghilangkan” empati konselor,
jika konselor mempergunakan media sebagai alat bantu utama.
Klien datang ke ruang konseling tidak selalu membutuhkan informasi dari internet atau komputer,
bahkan ada kemungkinan klien atau siswa datang ke ruang konseling juga tidak membutuhkan
bantuan dari konselor secara langsung melalui proses konseling. Tetapi adakalanya, siswa atau klien
datang ke ruang konseling hanya ingin mendapatkan senyuman dari konselor atau penerimaan tanpa
syarat dari konselor.
Sebagai benda mati, peralatan teknologi yang ada saat ini hanya bisa bermanfaat jika dimanfaatkan
oleh mereka yang memahami penggunaan masing-masing alat tersebut. Artinya penggunaan teknologi
ini akan memunculkan efek yang baik jika dijalankan oleh mereka yang paham peralatan tersebut.
Sebaliknya, peralatan ini akan memberikan dampak negatif jika pelaksananya tidak memahami
dampak yang akan ditimbulkan. Banyak contoh kasus dampak negatif penyalahgunaan teknologi
informasi seperti beredarnya rekaman video porno di ponsel, beredarnya video porno bajakan yang
dilakukan oleh anak negeri dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Media bimbingan dan konseling saat ini telah berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan
jaman dan kebutuhan manusia yang semakin meningkat;
Media bimbingan dan konseling seperti internet akan menyediakan data atau informasi yang akurat
bagi siswa;
Hubungan konseling memerlukan empati, sehingga penggunaan media sebaiknya
terbatas pada usaha perolehan data dan informasi saja;
14. 10
Untuk mempergunakan media bimbingan dan konseling perlu diperhatikan budaya yang dimiliki oleh
siswa, sehingga pemilihan media bimbingan dan konseling akan efektif;
Perlu pelatihan atau peningkatan kompetensi konselor dalam menguasai teknologi informasi;
15. 11
DAFTAR PUSTAKA
Baggerly, Jennifer. 2002. PracticalTechnological Applications to Promote Pedagogical Principles and
Active Learning in Counselor Education. Journal of Technology in Counseling. Vol. 2_2.
Dryden, Gordon; dan Voss,Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way the World
Learn”,the Learning Web, Torrence, USA,http://www.thelearningweb.net.
Hartono., Soedarmadji, Boy. 2005. Psikologi Konseling. Surabaya: University Press UNIPA
Surabaya.
Hohenshill, Thomas, H. 2000. High Tech Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78:
365-368.
Menanti, Asih. 2005. Konseling Indigenous. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional ABKIN
di Bandung 2005.
Pelling, Nadine. 2002. The Use Technology In Career Counselin