Dokumen tersebut membahas tentang Rational Emotive Therapy (RET) yang merupakan pendekatan konseling yang berfokus pada perubahan cara berpikir klien dari irasional menjadi rasional untuk mengurangi gangguan emosional. RET menekankan bahwa emosi dipengaruhi oleh pemikiran seseorang. Langkah-langkah dan teknik RET mencakup mengidentifikasi keyakinan irasional klien, memberikan tugas, dan melatih berpikir rasional. RET di
2. RATIONAL EMOTIVE THERAPY
A. Prinsip Dasar
B. Konsep Dasar
C. Tujuan Konseling
D. Hubungan Konselor Klien
E. Langkah-Langkah Konseling
F. Teknik-teknik Konseling
G. Kesesuaian Konseling Rasional-Emotif jika diterapkan di
Indonesia
4. A. PRINSIP DASAR
Menurut Soeharto (2009:37), Rational Emotive
Therapy (RET) adalah teknik atau pendekatan atau
model konseling serta terapi yang komprehensif,
berorientasi pada aspek emosi dan rasio, dan
mengarahkan terapinya pada pengubahan perilaku klien
melalui pengubahan cara berfikir klien yang irrasional
atau emosional menjadi cara berfikir yang rasional.
5. Rational Emotive Therapy adalah aliran
psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa
manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk
berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir
irasional dan jahat (Corey, 2007:238).
6. Manusia memiliki kecenderungan berpikir rasional
berupa untuk memberikan kegembiraan, kesenangan hidup,
mendorong perkembangan dan aktualisasi diri pada manusia.
Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-
kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari
pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan
secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme
dan mencela diri serta menghindari pertumbuhan dan
aktualisasi diri, serta berfikir irasional
7. Rational Emotive Therapy, manusia dilahirkan
dengan kecenderungan untuk mendesakkan
pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan
daya-kunci, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan
dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa
yang diinginkannya, manusia mempersalahkan diri
sendiri atau orang lain (Ellis, dalam Corey 2007:238)
8. B. KONSEP DASAR
Menurut Corey (2007:240), berpandangan bahwa
kepribadian dan tingkah laku serta gangguan-gangguan terapi
rational-emotif meliputi:
a. Neurosis, didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku
irasional”
b. Psikopatologi mempelajari keyakinan-keyakinan irasional
yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh selama
masa kanak-kanak. Bagaimanapun, kita secara aktif
membentuk keyakinan-keyakinan keliru dengan proses
9. Menurut Ellis (dalam Corey, 2007:240) Emosi
adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir
buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan
merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk.
10. Menurut Latipun (dalam Namora, 2011:177)
menyatakan Teori A-B-C tentang Kepribadian:
A (Antecedent events) yang diartikan sebagai peristiwa
mengaktifkan
B (Beliefs) yang diartikan sebagai kepercayaan/keyakinan
C (Consequences) yang diartikan sebagai konsekuensi atau
reaksi emosional
Arti dari teori ini adalah B, yaitu keyakinan individu
tentang A, yang menjadi penyebab C, yakni reaksi emosional
11. CONTOH KASUS RET:
Misalnya, jika seseorang menderita depresi
perceraian, maka bukan perceraian itu sendiri yang
menjadi penyebab timbulnya reaksi depresif, melainkan
keyakinan orang itu tentang perceraian sebagai
kegagalan, atau kehilangan teman hidup.
12. C. TUJUAN KONSELING
Tujuan utama dari konseling rasional-emotif
adalah memperbaiki dan mengubah sikap individu
dengan cara mengubah cara berpikir dan keyakinan
klien yang irasional menuju cara berpikir yang
rasional sehingga klien dapat meningkatkan kualitas
diri dan kebahagiaan hidupnya (Namora, 2011 : 180-
181).
13. Selain itu Willis (dalam Namora, 2011:181)
mengatakan bahwa tujuan konseling rasional emotif
yaitu menghilangkan gangguan emosional yang
merusak diri sendiri, seperti rasa benci, rasa takut,
rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-
was, dan rasa marah dengan melatih sistem
keyakinan hidup secara rasional serta membangkitkan
keberanian untuk memiliki kepercayaan dan
kemampuan diri sendiri dalam menghadapi masa
14. Menurut Ellis (dalam Namora, 2011:181),
rasional-emotif tidak hanya diarahkan untuk
menghilangkan gejala, akan tetapi juga membantu
klien untuk mengetahui dan merubah beberapa nilai
dasar keyakinan klien terutama yang menimbulkan
gangguan.
15. D. HUBUNGAN KONSELOR-KLIEN
Ellis (dalam Corey 2007 : 250) hubungan antara
konselor dengan klien yang intens memiliki arti yang
sekunder, artinya hubungan konselor dengan klien
yang intens bukan merupakan hal yang paling penting
dalam konseling rasional-emotif, namun hubungan yang
baik harus tetap dijalin dengan klien.
16. Selain itu terapi atau konseling rasional emotif
adalah sebuah proses edukatif karena salah satu dari
tugas konselor adalah mengajarkan dan
membenarkan perilaku klien melalui pengubahan cara
berpikirnya.
Konselor bertindak sebagai pendidik yang
antara lain memberi tugas pada klien serta
mengajarkan strategi untuk memperkuat proses
berpikirnya (Namora, 2011 : 180).
17. E. PROSES KONSELING
Langkah-langkah Rational Emotive Therapy
implisit di dalam peran konselor dalam terapi ini
(Soeharto, 2009:39-40). Peran konselor tergambar
pada apa yang dilakukan oleh konselor Rational
Emotive Therapy, sebagai berikut:
1. Mengajak dan mendorong klien untuk meninggalkan
ide-ide irasional yang mendasari gangguan
emosional dan perilaku.
18. 3. Menunjukkan kepada klien azas tidak logis dari
berfikirnya
4. Menggunakan analisis logis untuk mengurangi
keyakinan irasional klien
5. Menunjukkan bahwa keyakinan irasional ini pasti
senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-
gangguan emosional dan behavioral.
6. Menggunakan humor untuk menentang irasionalitas
pemikiran klien
19. 7. Menjelaskan klien bagaimana ide-ide yang irasional
ini dapat ditempatkan kembali atau diganti dengan
ide-ide yang rasional
8. Mengejar klien bagaimana mengaplikasikan
pendekatan ilmiah, obyektif, dan logis dalam berfikir,
dan selanjutnya melatih diri klien untuk
mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide-ide
irasional dan tidak logis hanya akan membantu
perkembangan perilaku dan perasaan yang dapat
menghancurkan atau merusak diri sendiri.
20. F. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Menurut Soeharto (2009:40-44), teknik-teknik
konseling dalam Rational Emotive Therapy
dikembangkan berdasarkan beberapa pendekatan, dan
pengelompokannya sebagai berikut:
1. Berdasarkan Pendekatan Emotif – Eksperiensial
2. Berdasarkan Pendekatan Behavioristik
3. Berdasarkan Pendekatan Kognitif
21. 1. Berdasarkan Pendekatan Emotif – Eksperiensial
Pendekatan Emotif – Eksperiensial, yakni teknik
untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan
emosional dan perasaan yang merusak diri sendiri,
meliputi teknik-teknik:
a. Latihan Asertif (Assertive Training)
b. Sosiodrama (Sociodrama)
c. Model Diri (Self Modelling)
d. Imitasi (Imitation)
22. 2. Berdasarkan Pendekatan Behavioristik
Pendekatan Behavioristik, yakni teknik untuk
memodifikasi perilaku-perilaku negative klien dengan
mengubah akar-akar keyakinannya yang irasional atau
tidak logis, meliputi teknik-teknik:
a. Penguatan (Reinforcement)
b. Model Sosial (Social Modelling)
c. Pengkondisian yang berlawan(Counter
Conditioning)
23. 3. Berdasarkan Pendekatan Kognitif
Pendekatan Kognitif, yakni teknik untuk
melawan (counter) system keyakinan yang
transaksional pada klien serta perilaku-perilaku
negatifnya. Dengan teknik ini, klien didorong dan
dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berfikir
rasional dan logis. Dengan demikian klien dapat
bertindak atau berperilaku sesuai system nilai yang
diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun
24. Beberapa teknik berdasarkan Pendekatan Kognitif,
diantaranya adalah:
a. Pemberian Tugas Rumah (Home Work
Asignments)
b. Terapi Bacaan (Blibliotherapy)
c. Diskusi (Discussion)
d. Simulasi (Simulation)
e. Permainan (Gaming)
f. Keinginan yang Berlawanan (Paradoxical Intention)
g. Asertif (Assertive)
25. G. KESESUAIAN KONSELING RASIONAL-EMOTIF
DENGAN BUDAYA INDONESIA
Konseling rasional-emotif merupakan konseling
dimana konselor berperan aktif dan direktif dalam
membantu klien. Konselor mengarahkan klien untuk
merubah perilaku dan fikirannya yang irasional dan
tidak logis menjadi pemikiran yang logis dan rasional.
Dalam konseling rasional-emotif konselor menjadi
model bahkan sebagai pendidik untuk kliennya
(Namora, 2011 : 179).
26. Budaya mayarakat Indonesia yang senang
diperintah baik mereka yang lebih berkuasa atau
yang lebih tua. “sering mereka insecure
(ketidakpastian psikologis) bila mereka tidak diawasi
atau diperintahdengan jelas, dengan mudah mereka
bingung dan membiarkan saja” (Mulder, 1986:40).
27. Selain itu Frans Magnis Suseno (dalam Jurnal
Psikologi) mengatakan bahwa dalam masyarakat jawa,
orang yang lebih muda atau lebih rendah jabatannya
sangat menghormati orang yang lebih tua atau
memiliki jabatan yang lebih tinggi. Konsep diri orang
jawa merasa menjadi orang yang berbeda ketika
bersama orang yang berbeda. Sebagai contoh, ketika
bersama konselor, klien akan menganggap kedudukan
dirinya di bawah konselor, sehingga klien
menganggap dirinya harus hormat dan patuh kepada
28. Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa konseling rasional-emotif sesuai dengan
budaya Indonesia, khususnya budaya masyarakat
jawa yang sangat menghormati orang lain dan
memiliki sikap “sendika dawuh” (patuh) kepada orang
yang dihormati (konselor).