Dokumen tersebut membahas tentang pengkajian anak korban kekerasan yang mencakup faktor-faktor risiko pelaku dan anak, indikator kekerasan fisik dan seksual, tujuan pemeriksaan fisis, dan rekomendasi penanganan kasus kekerasan anak."
3. Orangtua/Pelaku
• Orangtua tunggal, atau remaja
• Tidak memiliki pengetahuan ttg parenting
• Depresi, stres, peny. psikiatrik yg serius
• Riwayat kekerasan dalam keluarga/ pada
pasangan/ pada anak
• Ketergantungan obat
• Masalah sosio-ekonomi, pengangguran
• Kehamilan tdk diinginkan, jarak kehamilan
terlalu dekat
• Memberikan komentar negatif mengenai bayi
baru lahir
• Tinggal di slum area, kriminalitas tinggi
• Kurangnya ikatan anak dengan ibu
• Ortu jarang mengunjungi bayi baru lahir yg
dirawat krn prematuritas / penyakit
Anak
• Retardasi mental
• Cacat fisik
• Penyakit kronik
• Prematuritas
• Kembar
• Masalah belajar atau
perilaku
• Tidak diinginkan
3
4.
Definisi cedera fisis nyata/ potensial
terhadap anak, sebagai akibat dari interaksi
atau tidak adanya interaksi, yang layaknya
berada dalam kendali orangtua atau orang
dalam posisi hubungan tanggung-jawab,
kepercayaan atau kekuasaan
Curigai telah terjadi kekerasan fisis pada
anak: indikator kekerasan fisis
(anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang)
4
Kekerasan fisik
5.
Orangtua/pengasuh tidak melaporkan atau
mengeluhkan trauma yang ada pada anak
Orangtua yang tidak memberikan perhatian
atau kepedulian yang sesuai dengan derajat
beratnya trauma yang terjadi pada anak
Orangtua/pengasuh tidak tahu atau tidak
jelas dalam menceritakan riwayat terjadinya
trauma
Riwayat kecelakaan yang tidak cocok
dengan jenis atau beratnya trauma 5
Kekerasan fisik
ANAMNESIS
6.
Terdapat rentang waktu yang lama antara terjadinya
trauma sampai dibawa ke petugas kesehatan
Riwayat terjadinya trauma berubah-ubah atau
berbeda, atau bertentangan, apabila diceritakan
kepada petugas kesehatan yang berbeda
Riwayat terjadinya trauma yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak masuk akal
Kekerasan fisik
ANAMNESIS
7. Anamnesis/ Riwayat trauma
• Luka yang tidak jelas penyebabnya
• Trauma tidak masuk akal
• Luka tidak sesuai dgn riw. trauma/
perkembangan anak
• Terlambat membawa berobat
• Riwayat kejadian trauma yg tdk konsisten
7
8.
• adanya jejas atau trauma pada lokasi atau bagian tubuh yang tidak lazim
• jejas multipel dengan berbagai stadium penyembuhan
• jejas dengan konfigurasi yang mencurigakan
• mengidentifikasi trauma atau kondisi yang memerlukan penanganan medis
• mendokumentasikan bukti adanya perlakuan salah
• meyakinkan orangtua atau anak bahwa anak tersebut akan mendapatkan
penanganan yang baik
Tujuan utama pemeriksaan fisis :
• terpisah dari anamnesis sebelumnya
• cara yang sensitif dan lembut
• izin/persetujuan dari anak tersebut
• tanpa kekerasan atau paksaan
• memberikan kesempatan pada anak tersebut untuk merasa nyaman
Pemeriksaan fisis harus dilakukan dengan:
8
Kekerasan fisis
PEMERIKSAAN FISIS
9.
• membantu menegakkan diagnosis
kekerasan fisis
• terutama pada anak yang belum atau
tidak dapat bicara
Radiologis
• seperti fungsi koagulasi
• berguna untuk membantu
membedakan memar akibat KPA
atau akibat kelainan koagulasi
Laboratorium
13
Kekerasan fisik
PENUNJANG
10. 14
Perubahan tingkah laku
pada anak
Menurunnya daya
konsentrasi di sekolah
Menurunnya prestasi belajar
Angka absensi sekolah yang
tinggi
Tanda / luka pada tubuh
lokasi tidak biasa
Luka berulang
Terlalu penurut,
pasif
Ketakutan berlebihan
Usaha bunuh diri
Gangguan tidur
Dll
Deteksi dini, kecurigaan….
12. 16
Kasus kekerasan fisik
Anak laki-laki usia 6
tahun dengan
kekerasan fisik
(physical abuse).
Ayahnya, T, memukul
anak tersebut dengan
menggunakan sabuk
karena anak sering
membolos sekolah.
14. Anak laki-laki usia 1 tahun, mengalami luka bakar
tersiram air panas oleh pengasuhnya. Terlihat
bekas luka di daerah paha atas, inguinal, dan
daerah abdomen.
18
15. 19
Kasus kekerasan fisik
Anak perempuan usia 11
bulan dengan luka bekas
gigitan. Gigitan dilakukan
oleh kakaknya yang berusia
11 tahun saat sedang
menjaga adiknya. Ibunya
sedang memasak di dapur
saat kejadian.
18. Anak perempuan usia 4 tahun, tinggal dengan ibu tiri. Ibu tiri
ingin membuat anaknya disiplin dengan menyulutkan rokok
pada beberapa bagian tubuh anak.
Pada gambar ini terlihat bekas sundutan rokok. 22
19. Seorang anak laki-laki usia 6
tahun. Karena kesal tidak bida
diberitahu, pembantu rumah
tangganya menempelkan
setrika ke lengannya. Saat itu si
anak merengek untuk minta
diambilkan mainannya. 23
24. Pelayanan medis, bedah, psikiatrik pada anak ats indikasi; rawat inap k/p
Penjelasan kpd ortu alasan kecurigaan kekerasan, wajib lapor bagi dokter,
pihak lain terlibat
Investigasi oleh tim profesional yg terkoordinasi: Sp.A, perawat anak,
psikiater/ psikolog, Dinas Sosial, penegak hukum, rohaniawan, organisasi
masyarakat
Hindari wawancara & PF berulang, rasa empati, kemarahan, konfrontasi
pada tsk pelaku
Identifikasi saudara kandung, semua anak & bayi yg kontak dgn tsk pelaku
pemeriksaan dlm 24 jam utk mengenali adanya kekerasan
Tempat perlindungan anak; tdk tergesa-gesa mengembalikan anak
pd ortu tanpa intervensi
Evaluasi psikiatrik ortu, dukungan ekonomi, konseling, kelompok diskusi,
terapi penyalahgunaan obat, anger management, parenting class
Menjalin komunikasi & hubungan dgn orangtua. Follow-up & kunjungan
rumah
28
25. •Identifikasi orangtua dan anak risiko tinggi
•Melaporkan setiap kecurigaan ada unsur trauma akibat kekerasan yg disengaja
pada anak.
•Pelatihan & dukungan intensif slm kehamilan & stlh persalinan.
•Motivasi kontak dini & sering antr ibu & bayi di ruang persalinan, rawat gabung
•Meningkatkan kontak orangtua dengan bayi prematur
•Menenangkan bayi yg menangis rewel
•Kontrol lebih sering utk bayi risiko tinggi, pemantauan ketat penyakit akut dan
kronik
•Konseling ttg disiplin & penggunaan respons non-fisik dan penghargaan thd
perilaku anak
•Kunjungan perawat /petugas terlatih
•Pelatihan parenting, manajemen kemarahan & stres
•Layanan telepon hotline
Rekomendasi AAP ortu mencari metode selain
memukul utk mendisiplinkan anak karena:
(1)intensitas memukul cenderung perlu ditingkatkan
setiap waktu agar dapat efektif
(2)pemukulan berulang dapat menyebabkan perilaku
agitasi dan agresif pada anak
(3)pemukulan menggambarkan perilaku agresif
sebagai solusi suatu konfilk
(4)pemukulan berhubungan dengan tingginya angka
agresi fisik, penyalahgunaan obat, kriminalitas,
dan kekerasan.
29
26. •Kembali pd ortu tanpa intervensi: 5% terbunuh, 25% , kekerasan berulang.
•80-90% keluarga dpt direhabilitasi dgn th/ komprehensif & intensif.
• 10-15% klrg (penyalahguna obat) perlu layanan & dukungan jgk pjg.
• 2-3% kasus perlu penghentian hak asuh anak/ perlunya program adopsi.
• Akibat trauma SSP: RM, masalah belajar, perilaku, motorik, kebutaan,
ggn. pendengaran, sindr. otak organik, kejang, hidrosefalus, ataksia.
• Ggn emosional/ perilaku: ketakutan/ kesiagaan berlebih, perilaku
agresi, penyangkalan, proyeksi, stres pasca-trauma, kurang kepercayaan,
rendah diri, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat, hiperaktivitas,
bully, dws antisosial & kasar, pasangan & ortu pelaku kekerasan,
generasi pelaku kekerasan pd anak selanjutnya.
30
28. Kekerasan seksual / eksploitasi seksual setiap aktivitas
bersama anak yang belum memasuki usia yg dpt
memberikan legal consent, ditujukan utk kepuasan orang
dewasa/ anak yang lebih besar
Dapat bersifat orogenital, genitogenital, genitorektal,
manogenital, manorektal, ataupun kontak tangan dengan
payudara, paparan terhadap organ seksual, mendorong
atau memaksa anak melihat organ seksual, dan
mempertunjukkan pornografi pada anak atau
mengikutsertakan anak dalam produksi pornografi
Hubungan seksual penetrasi vagina, oral, ataupun rektal.
Penetrasi masuknya objek ke dlm suatu orifisium (lubang)
+ kerusakan jaringan. 32
29.
33
• 1976-1984: 1,4-17 per 10.000 anak (American
Association for Protecting Children)
• 30% korban berusia <6 tahun, 30% antr 6-12 tahun,
sisanya 12-18 tahun.
Insidens
• Paling sering: Anggota keluarga (incest )atau orang yg
dikenal
• Paling jarang: Orang tak dikenal
• 97% laki-laki.
• Ayah tiri hampir 5 kali lebih tinggi daripada ayah
kandung.
Pelaku
30.
34
• Paling sering: Anggota keluarga (incest)/ orang yg dikenal
• Paling jarang: Orang tak dikenal
• 97% laki-laki.
• Ayah tiri hampir 5 kali lebih tinggi daripada ayah kandung
Pelaku
• AYAH: kaku, scr emosional imatur, hasrat mdpt kepuasan seksual
terbatas (krn istri tdk tersedia), pecandu alkohol
• IBU: depresi kronis, tidak tersedia untuk suami mereka karena
bekerja ataupun sakit, dan seringkali juga sebagai korban
kekerasan seksual semasa kecil
• ANAK ♀: pseudomatur, memegang peranan org dewasa (tmsk
pekerjaan rumah), butuh kasih sayang, perhatian, hasrat untuk
memelihara keutuhan keluarga
• Ikatan keluarga erat & terisolasi
Incest
31. Keluhan
Nyeri vagina,
penis, rektum
Sekret dari alat
kelamin
Lebam, eritema,
perdarahan
Disuria kronis,
enuresis,
Konstipasi,
enkopresis,
Pubertas prekoks
pada anak
perempuan
Dismenorea
Perilaku
non-spesifik
Gesture bunuh diri
Takut thd orang/ tempat, fobia
Mimpi buruk, gangguan tidur/
makan
Regresi, agresi, menarik diri,
depresi, ansietas, rendah diri
Stres pasca-trauma
Prestasi belajar menurun
Kabur, memicu kebakaran
Somatisasi, auto-mutilasi
Kepribadian multipel
Prostitusi, penyalahgunaan
obat
35
32.
Curigai apabila ≥ 1 indikator berikut:
Adanya penyakit hubungan seksual, paling sering infeksi
gonokokus
Infeksi vaginal berulang pada anak < 12 tahun
Rasa nyeri, perdarahan, atau keluar sekret dari vagina
Ganggguan mengendalikan BAB atau BAK
Kehamilan pada usia remaja
Cedera pada payudara, bokong, perut bagian bawah, paha,
sekitar
alat kelamin, atau dubur
Pakaian dalam robek atau ada bercak darah pada pakaian
dalam
Ditemukan cairan semen di sekitar mulut, genitalia, anus,
atau pakaian
Nyeri bila BAB atau BAK
36
Kekerasan seksual
33. MULUT
Eritema
Abrasi
Purpura
Bekas
gigitan
Swab
saliva
GENITALIA ♀
Bekas gigitan di area
genital, paha dalam
Jar. parut/robekan
labia minora
Himen: laserasi,
transeksi baru,
indentasi, sisa-sisa/
tidak ada
Laserasi fourchette
Robekan ddg vagina
Sperma, semen
GENITAL
IA ♂
Bekas
gigitan
Eritema
penis
transien
PERIANAL &
REKTAL
Fisura ani ec
insersi objek yg >
tinja normal anak
Laserasi perianal
P↓ tonus anal,
perubahan
lipatan anal
Dilatasi anus Ø
AP > 20 mm,
tanpa tinja di
ampula rekti
• Inspeksi labia,
fourchette, introitus,
vestibulum, uretra,
tepi himen, dan
anus
• Tanpa paksaan
• Px. spekulum &
pengumpulan
spesimen
korban pasca-
pubertal/
perdarahan
pervaginam non-
ABDOMEN
Kemungkinan
kehamilan
38
35. Pemeriksaan Penunjang
Pengumpulan substansi:
• Semen/ sperma: mulut, vagina, rektum,
pakaian.
• Pd vagina, sperma motil dpt dijumpai dlm
6 jam, sperma non-motil s.d > 72 jam.
• Pd pakaian yg tdk dicuci: waktu tak
terbatas
• Fosfatase asam dapat dideteksi hingga
24 jam
• Pakaian dan kulit diswab dgn kapas
basah.
• Semen dan urin difluoroskopi dengan
lampu Wood.
• Darah & rambut tsk pelaku, potongan
kuku korban dikumpulkan DNA
• Uji darah rektal
Jika tdp kontak
dgn genitalia
pelaku:
• Kultur GO dan
Klamidia dr mulut,
anus, genitalia.
• Sifilis, HIV, dan
hepatitis B.
Harus dilengkapi dalam 72 jam setelah
kejadian.
Spesimen harus dikirim ke lab. Forensik,
amplop tertutup disegel, ditandatangani,
diberi tanggal untuk menjamin keabsahan
bukti hukum. 40
36. • Tata laksana kegawatan seperti perdarahan
• Pencegah kehamilan pd anak yg berhubungan
seksual (dlm 72 jam) dan sudah menstruasi
• Antibiotik (dan antiretroviral a.i.) untuk mencegah PHS,
jika:
• Pelaku diketahui terinfeksi
• Korban menunjukkan tanda-tanda infeksi
• Kemungkinan pemantauan kecil
• Kontrol dalam 2 minggu
Tata laksana medis
41
37. • Konsekuensi dan terapi bervariasi, tergantung:
• Kekerasan, usia dan faktor fisik serta emosional korban
• Frekuensi kekerasan
• Identitas pelaku
• Episode sentuhan/paparan tunggal, tidak kasar, oleh
orang asing:
• Dukungan/perhatian dan kesempatan utk mengekspresikan
perasaan kejadian dalam 1-2 kali sesi terapi.
• Mungkin tdk tll mengalami dampak/penderitaan drpd
orangtuanya.
• Episode kekerasan seksual tunggal, oleh anggota
keluarga :
• Dampak emosional lebih serius dan lebih lama
• Perlu terapi individu maupun kelompok yang lebih lama
Tata laksana psikologis
42
38. • Bertujuan mencegah rekurensi
• Pendekatan terkoordinasi, multi-aspek, multidisiplin.
• Orangtua tersangka dan pasangannya harus dirujuk
untuk evaluasi psikiatrik atau psikologik.
• Investigasi pelaku oleh polisi dan pengadilan
kriminal
• Penjara bagi pelaku (terbukti memastikan akses &
efikasi terapi yang simultan t.u pada kaum pedofilia)
Tata laksana thd pelaku (incest)
• Orangtua, kerabat, saudara kandung dapat menyangkal
tuduhan, membungkam, dan menghukum anak yang melapor.
• Korban incest dipulangkan jika:
•Pelaku tidak ada di rumah
•Pelaku sudah mengaku & menjalani terapi.
• Korban harus ditempatkan di tempat perlindungan jika:
•Permintaan korban
•Ortu tidak mampu melindungi anak, tidak percaya cerita
anak, ada kemungkinan memerintahkan
anak utk menyangkal
•Kehidupan keluarga berantakan
•pengumpulan bukti belum lengkap.
43
39. Pendidikan perkembangan dan perilaku seksual normal
.Mengajarkan nama & fungsi bagian tubuh, tmsk organ pribadi (puting,
genital, rektum)
Dimulai di rumah, dilanjutkan oleh dokter anak dan di sekolah.
Ajarkan berkata “tidak” thd aksi oleh siapapun yg membuat tdk
nyaman t.u pd area pribadi
Beri kesempatan untuk melaporkan setiap kejadian tsb kepada
orang dewasa yg dipercaya.
Pengasuh/ baby sitter dan temannya kekasih ibu tunggal harus
diskrining dengan hati-hati.
Diskusi keluarga/kelompok rutin ttg kejadian yg tidak nyaman dlm
kehidupan anak mengungkap kekerasan yang tidak diduga.
Dokter memeriksa area genital & rektum secara rutin, mencatat temuan,
terbiasa dgn anatomi rektal , genital, dan konsekuensi trauma
Mendengarkan cerita anak, melaporkan, bersaksi curiga tdp kekerasan.44
41.
Meliputi kegagalan penyediaan lingkungan yang
mendukung dan memadai bagi
perkembangannya,
Termasuk ketersediaan seorang yang dapat
dijadikan figur primer anak tidak dapat
berkembang secara stabil dan dengan
pencapaian kemampuan sosial dan emosional
yang diharapkan sesuai dengan potensi
pribadinya dan dalam konteks lingkungannya 46
Kekerasan emosional
42.
Contoh:
pembatasan gerak,
sikap tindak yang meremehkan anak,
memburukkan atau mencemarkan,
mengkambing-hitamkan, mengancam,
menakut-nakuti, mendiskriminasi,
mengejek atau mentertawakan
atau perlakuan lain yang kasar atau
penolakan
47
Kekerasan emosional
43. 48
Kekerasan emosional
Berakibat sangat merugikan dan merusak
masa depan anak
Ekspresi wajah, gerak-gerik bahasa tubuhnya
seringkali dapat mengungkapkan adanya
kesedihan, keraguan diri, kebingungan,
kecemasan, ketakutan atau amarah yang
terpendam
44.
Dapat berdiri sendiri, tetapi sering disertai dengan
kekerasan fisis
Deteksi dini dari sikap orangtua/pengasuh yang:
◦ inkonsisten terhadap anak
◦ tidak menyediakan kebutuhan psikologis dan tidak
menanggapi kebutuhan emosional anak
◦ mengeksploitasi anak (disuruh bekerja keras yang tidak
sesuai dengan usianya)
◦ menyuruh anak menjadi pelacur untuk menambah
penghasilan keluarga 49
Kekerasan emosional
45. • Mjd korban prostitusi remaja, kekerasan,
penyalahgunaan obat terlarang
Kabur dari
rumah
• Memiliki bbg masalah emosional, tmsk
depresi, prilaku dan tanda-tanda bunuh diri
• Perubahan prestasi di sekolah, perubahan
reaksi
Tetap tinggal di
rumah
• Dewasa yang normal (dgn intervensi dini dan
tepat)
• Memiliki kesulitan dlm menjalin hubungan,
hubungan yang diwarnai kekerasan
• Memiliki keluhan somatik pd sistem urinarius,
gastrointestinal, dll
• Memerlukan bantuan psikiatri untuk depresi,
ansietas, penyalahgunaan obat, disosiasi,
gangguan makan.
Menjadi
dewasa yg..
Korban incest memiliki risiko
terbesar untuk mengalami
dampak tersebut
50
46.
Dampak langsung patah tulang, luka
bakar, cacat tetap, kematian
Perubahan tingkah laku (agresif, kurang
bergaul, kurang percaya diri, dll)
Gangguan emosi (kurang konsentrasi,
ngompol, anoreksia, menyakiti diri sendiri,
percobaan bunuh diri, dll)
Angka absensi di sekolah / gangguan
kecerdasan
Menjadi “abuser” dikemudian hari
51
Dampak Kekerasan pada
anak
47.
5 % kasus menyebabkan kematian
25 % mengalami komplikasi serius seperti;
Patah tulang, luka bakar, cacat menetap
Kerusakan menetap pada susunan saraf pusat, sehingga
menimbulkan masalah dalam belajar, buta, tuli, masalah
dalam perkembangan motorik/ pergerakan baik kasar
maupun halus
Gangguan dalam pertumbuhan fisik
Gangguan/problem makan
52
48.
Peran & tanggung jawab dalam keluarga berkurang
Orangtua mengalami trauma
Konflik antara anak dan anggota keluarga
Rasa bersalah
53
Dampak Kekerasan pada
keluarga
49.
Cacat menetap
Perasaan rendah diri
Gangguan Kejiwaan seperti gangguan
depresi, gangguan cemas, gangguan panik,
gangguan stres pascatrauma, gangguan
kepribadian
Kegagalan dalam sekolah, pekerjaan dan
pola relasi yang buruk dengan anggota
keluarga maupun lingkungannya
54
Dampak Jangka Panjang
50.
Pencegahan tingkat pertama (prevensi primer)
Memberikan pendidikan kesehatan pada
kelompok dan dampaknya bagi anak dan
keluarga
Memberikan perlindungan pada anak dengan
cara membantu keluarga mengantisipasi hal-hal
yang dapat menimbulkan kekerasan pada anak
(program bimbingan antisipasi)
55
Pencegahan
51.
Pencegahan tingkat ke dua (prevensi
sekunder)
Melakukan deteksi dini
Memberikan konseling pada anak dan
keluarga
Meluangkan waktu bersama keluarga
untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan
keluarga
Pemenuhan kebutuhan dasar psikososial
anak
56
52.
Kasus perlakuan salah pada anak merupakan
fenomena “gunung es”
Faktor risiko, perubahan tingkah laku anak &
penampakan fisik curiga
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara rinci dan
tuliskan dalam rekam medis dengan benar
Tatalaksana menyeluruh
Dampak akut & dampak jangka panjang pada anak,
keluarga & lingkungan
Pencegahan lebih baik
57
Ringkasan