Dokumen tersebut membahas tentang pengujian kualitas pakan secara fisik, kimia, dan biologi. Secara garis besar meliputi pengujian fisik yang mencakup homogenitas, kehalusan, kekerasan, dan stabilitas dalam air; pengujian kimia melalui analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi seperti protein, lemak, serat, dan lainnya; serta pengujian biologi untuk mengetahui daya pikat dan lezat p
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakan
1. BAHAN AJAR HANDS OUT
MATA PELAJARAN AGRIBISNIS PAKAN UNGGAS
UJI KUALITAS PAKAN SECARA FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI
DEDI KUSMANA, S.Pt.
NUPTK: 186075966112002
PENGUJIAN
KUALITAS PAKAN
1. UJI FISIK 2. UJI KIMIAWI 3. UJI BIOLOGIS
2. 1.1. Uji Fisik
Pegujian secara fisik mudah dilakukan dan tidak terlalu membutuhkan
biaya yang banyak. Pengujian sifat fisik pada pakan, dalam hal ini pelet ikan,
meliputi kekerasan pelet, stabilitas pelet dalam air, kecepatan tenggelam pelet,
serta kadar kehalusan
(Mujiman, 1985). Dikutip dari Aslamsyah (2017), bahwasannya uji fisik
meliputi beberapa tingkatan, yaitu :
1) Tingkat homogenitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keseragaman ukuran
partikel bahan penyusun pakan. Pakan buatan berkualitas baik apabila
mempunyai ukuran partikel bahan baku yang halus, seragam, dan
homogenitas tinggi. Adapun metode yang dapat digunakan untuk uji
tingkat homogenitas yaitu disediakan pakan sebanyak 5g kemudian
digerus sampai pecah. Kemudian diayak dengan menggunakan siknet
ukuran 0,5 sampai 0,063mm. Tingkat homogenitas dihitung dalam
persentasi pakan yang berukuran di bawah 0,5mm. Menurut Asmawi
(1983), sifat-sifat fisik partikel ditentukan oleh asal bahan dan proses
pengolahannya. Salah satunya adalah ukuran partikel serta distribusi
ukuran.
1. Pengujian Kualitas
Pakan
Uji Fisik
1. Tingkat
homogenitas
2. Tingkat
kehalusan
3. Tingkat
kekerasan
4. Stabilitas
dalam air (water
stability)
3. 2) Tingkat kehalusan
Selain ukuran partikel, kadar kehalusan juga sangat perlu
diperhatikan, hal ini disebabkan karena mutu fisik terutama pada pelet ikan
sebagian besar ditentukan oleh kehalusan bahannya. Semakin halus
bahannya, maka semakin stabil pelet berada di dalam air, sehingga tidak
cepat rapuh atau pecah berantakan (Asmawi, 1983). Metode yang
digunakan untuk pengujian tingkat kehalusan adalah sama dengan
pengujian tingkat homogenitas, yakni disediakan pakan sebanyak 5g
kemudian digerus sampai pecah. Kemudian diayak dengan menggunakan
siknet ukuran 0,5 sampai 0,063mm. Tingkat homogenitas dihitung dalam
persentasi pakan yang berukuran di bawah 0,5mm.
3) Tingkat kekerasan
Pakan buatan sebaiknya memiliki karakteristik fisik yang kompak dan
kering, sehingga ketika dimasukkan dalam air, pakan menjadi lunak tetapi
tidak hancur. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian
tingkat kekerasan ini adalah dengan memasukkan 2 g pakan ke dalam pipa
paralon dengan tinggi 1 m. kemudian pakan dijatuhi beban anak timbangan
dengan berat 500 g. Pakan yang telah dijatuhi beban kemudian diayak
menggunakan siknet ukuran 0,5 sampai 0,063 mm. Tingkat kekerasan
dihitung dalam persentasi pakan yang tidak hancur dengan menggunakan
ayakan berbagai ukuran.
4) Stabilitas dalam air (water stability)
Menurut Mujiman (1985), stabilitas pelet ikan di dalam air minimal
harus mencapai waktu sepuluh menit agar pelet tidak terbuang percuma
karena hancur dalam air, yang akhirnya dapat menyebabkan pencemaran
air oleh pakan dan akan membahayakan kelangsungan hidup ikan.
4. 1. Uji Kecepatan Pecah
Pengujian ini dapat diamati secara visual. Kemudian, memasukkan
pakan sebanyak 10 batang ke dalam gelas beaker yang diisi 1 L air,
pengamatan dilakukan setiap 5 menit untuk mengetahui pakan sudah
lembek atau belum. Pengamatan dilanjutkan sampai pakan pecah atau
hancur.
2. Uji Dispersi Padatan
Dispersi padatan diamati dengan menggunakan metode Balazs
(1973). Pakan sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam kotak kasa
berukuran 10 x 10 cm dengan pori-pori sekitar 1 mm, selanjutnya
direndam dalam aquarium. Setelah 4 jam pakan yang masih
tersangkut dalam kotak kasa dikeringkan beserta kotak kasa dalam
oven pada suhu 105οC selama 10 jam. Selanjutnya didinginkan dalam
deksikator, lalu timbang sampai berat konstan. Menghitung dispersi
padatan menggunakan formula:
pengujian
stabilitas
5. Uji
Kecepatan
Tenggelam
6. Berat
Jenis
7. Ukuran
Pakan
8. Uji Daya
Pikat
9. Daya
Lezat Pakan
1. Uji
Kecepatan
Pecah
2. Uji
Dispersi
Padatan
3. Uji
Dispersi
Nutrien
4. Daya
Apung
Metode untuk pengujian stabilitas dalam air
meliputi :
5. Berat kering pakan akhir
Dispersi padatan (%)= Berat kering pakan awal x100
6. 3. Uji Dispersi Nutrien
Pengurangan kadar nutrien awal dan setelah dilakukan perendaman
beberapa waktu.
Pakan yang berkualitas baik apabila nilai dispersinya tidak lebih dari
10% .
Kandungan nutrien pakan akhir
Dispersi padatan (%)=
Kandungan nutrien pakan awal x100
4. Daya Apung
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang
dibutuhkan pakan dari permukaan air hingga ke dasar media
pemeliharaan. Pakan terapung cocok untuk
ikan yang mempunyai kebiasaan mencari makanan dipermukaan
perairan, sedangkan pakan yang teggelam lebih tepat untuk ikan yang
biasa hidup didasar perairan.
5. Uji Kecepatan Tenggelam
Kecepatan tenggelam dilakukan dengan mengukur lama waktu yang
dibutuhkan pakan bergerak dari permukaan air hingga ke dasar media
pemeliharaan. Pakan sebanyak 5 batang dimasukkan kedalam gelas
beaker dengan ketinggian dasar wadah 20 cm dari permukaan air.
Stopwatch dijalankan tepat pada saat pakan dijatuhkan ke permukaan
air. Kecepatan tenggelam adalah jarak di bagi waktu pakan sampai
berada didasar gelas ukur.
6. Berat Jenis
Pakan buatan harus mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis
media tetapi harus lebih kecil dari berat jenis tanah dasar kolam atau
tambak. Agar pakan yang tenggelam tidak terbenam dalam lumpur.
7. Ukuran Pakan
Uji ukuran pakan berkaitan dengan jumlah butiran pakan yang
tersedia per satuan bobot pakan atau luas kolam. Semakin kecil ukuran
pakan maka semakin banyak jumlah butiran yang tersedia pada bobot
pakan atau luasan kolam yang sama.
7. 8. Uji Daya Pikat
Dilakukan dengan menghitung berapa waktu yang yang dibutuhkan
kultivan mendekati atau mengkonsumsi (awal) pakan uji. Stopwatch
dijalankan saat pakan berada didalam media pemeliharaan pada jarak
tertentu dari kultivan.
9. Daya Lezat Pakan
Dilakukan dengan mengukur jumlah pakan yang dikonsumsi udang
per bobot tubuh dalam sehari
Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia
masih menggunakan metode analisa proksimat (Weende) yang telah
dikembangkan mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar
penentuan kualitas yang banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan
makanan dibagi dalam 6 fraksi terdiri dari kadar air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N).
Walaupun perkembangan teknologi dalam analisa kimia sudah sedemikian
maju, namun analisa tersebut merupakan analisa kelanjutan atau perluasan
dari analisa proksimat ini (Tim Laboratorium, 2012).
1) Analisis Proksimat
Tujuan dari analisasi proksimat adalah untuk mengetahui
persentase nutrien dalam pakan berdasarkan sifat kimianya, diantaranya
kadar air, protein, lemak, serat, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
(Aslamsyah, 2017). Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment
Station di Jerman membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar
air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(Beta-N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema
Proksimat. Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung
dengan ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya
rumput segar perlu diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah
2. Uji Kimiawi
8. penjemuran/pengeringan oven 70o
C agar dapat dihitung komposisi zat
makanan dari rumput dalam keadaan segar dan kering matahari.
1.1.Analisa Air
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur
sedikit di atas temperatur didih air yaitu 105o
C. Sampel dimasukan ke
dalam oven beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah
selisih berat awal dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang
telah mengalami pengeringan matahari/oven 70o
C masih mengandung
kadar air. Dari analisis ini akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang
sudah bebas air atau uap air) dengan cara 100% dikurangi dengan kadar air
(Tim Laboratorium, 2012). Sebagaimana menurut Amrullah (2002),
bahwa persentase penyusutan bobot itu mungkin terdiri atas kehilangan air,
senyawa organik yang mudah menguap, dan kehilangan air asal
dekomposisi senyawa organik.
1.2.Analisa Abu
Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan
temperatur 400-600o
C yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral.
Dari abu ini dapat dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral (Tim
Laboratorium, 2012). Menurut Tilman et.al.,(1993), bahwa kada abu
dipengaruhi oleh umur tanaman dan kandungan unsur hara yang diserap
terutama mineral. Semakin tua umur tanaman, maka semakin rendah kadar
abunya. Amrullah (2002), menambahkan bahwa mayoritas abu terdiri dari
silika yang tidak mempunyai nilai gizi bagi ternak atau hewan.
1.3.Analisa Protein Kasar
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung
nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen
10% (kisaran 13-19%). Metode yang sering digunakan dalam analisa
protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi,
titrasi dan perhitungan. Dalam analisis ini yang dianalisis adalah unsur
nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus dikalikan dengan faktor protein
untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila diketahui secara tepat
9. macam pakan yang dianalisis misal air susu maka faktor proteinnya adalah
6.38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6.25.
1.4.Analisa Lemak Kasar
Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut
lemak petroleum ether. Analisis lemak dipergunakan istilah lemak kasar
karena dalam analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam
proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik antara lain ether,
petroleum ether atau chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam
pelarut organik ini bukan hanya lemak tetapi juga antara lain : glyserida,
chlorophyl, asam lemak terbang, cholesterol, lechitin dan lain-lain dimana
zat-zat tersebut tidak termasuk zat makanan tetapi terlarut dalam pelarut
lemak (Tim Laboratorium, 2012).
1.5.Analisa Serat Kasar
Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat
yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing
30 menit. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran
hemisellulosa, sellulosa dan lignin yang tidak larut. Dalam analisa ini
diperoleh fraksi lignin, sellulosa dan hemisellulosa yang justru perlu diketahui
komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan
berserat. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan
sellulosa dapat dilakukan analisa lain yang lebih spesifik dengan metode
analisa serat Van Soest (Tim Laboratorium, 2012). Menurut Barry (2004),
bahwa indikator dari daya cerna dan bulkiness suatu bahan pakan adalah
kandungan serat kasar. Kandungan serat kasar yang
tinggi dalam bahan pakan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam
bahan pakan tersebut karena serat kasar mengandung bagian yang sukar
untuk dicerna.
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan :
100% - (Air + Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat
Kasar)%
10. Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna
antara lain pati dan gula (Tim Laboratorium, 2012).
Penyajian Data Analisa Proksimat
Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisa
proximat dapat dilakukan dalam komposisi persen berdasarkan segar
(dikembalikan dengan menghitung berat awal segar), kering matahari
(untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah industrinya) dan
berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini
dipergunakan untuk membandingkan kualitas antar bahan makanan ternak.
Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah untuk menduga
koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN
berdasarkan NRC (Tim Laboratorium, 2012).
2) Analisis nutrien
Analisis nutrient merupakan analisis yang dilakukan untuk
menentukan persentase nutrien esensial berdasarkan analisis kimia.
Komponen nutrien yang diuji seperti asam amino, asam lemak, mineral,
vitamin. Metode pengukuran seperti Thin Layer Chromatography (TLC),
Gas Liquid Chromatography (GLC),High Performance Liquid
Chromatography (TLC).
11. 3) Pengujian kimia
Dilakukan untuk mengukur kualitas bahan baku pakan, yaitu
menentukan kualitas protein berdasarkan kemampuan cerna (kemudahan
cerna oleh protease); kualitas lemak berasarkan ketengikan hidrolitik dan
oksidatif; berdasarkan kandungan antinutrisi, seperti gossypol,
glucosinolates; asam fitat, pengujian kandungan racun dalam bahan baku
pakan 4) Skor kimia
Salah satu evaluasi untuk membandingkan kandungan asam amino
yang terdapat dalam protein bahan baku pakan dengan protein telur. Semakin
dekat jenis dan jumlah asam amino dalam bahan baku pakan dengan jenis dan
jumlah asam amino dalam protein
telur berarti semakin baik kualitas bahan baku tersebut. Menurut Block &
Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam -asam amino yang relatif
paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur. Dengan
membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan
mendekati asam amino yang paling defisien.
Skor Kimia= Aa dalam protein bahan
baku pakan (g)
x100 Aa dalam protein telur
(g)
5) Indespensable amino acids index (IAAI)
Penentuan indeks asam amino penting adalah cara penentuan
kualitas bahan baku pakan berdasarkan rasio antara masing-masing asam
amino essensial yang terdapat dalam bahan baku dan asam amino essensial
dalam putih telur. Pengujiannya lebih kompleks dibandingkan dengan skor
kimia, namun hasil yang diperoleh lebih akurat.
Arg (bb) + His (bb) + . . . . . . . . . . . . . . . + Val (bb)
IAAI=
Arg (bb) + His (bb) + . . . . . . . . .
. . . . . . + Val (bb) x100
6) Essential Amino Acid Index (EAAI)
12. Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat
bahwa seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino
esensial yang paling defisien yang harus diperhatikan tapi seluruh asam amino
esensial dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Juga dipakai sebagai
protein standar adalah protein telur.
10 100a 100b 100c 100n
EAAI= √ x x x……x
a b
e
c n
e
e e
Keterangan:
a – n = % asam amino dari protein yang dinilai
ae – ne= % asam amino dari protein telur
Setelah melakukan pengujian secara fisik dan secara kimiawi perlu
juga dilakukan lainnya yaitu pengujian secara Biologis. Pengujian biologis
sangat penting terutama untuk milihat nilai Konversi Pakan (Feed Conversion
Ratio). Nilai ini sebenarnya tidak
merupakan angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas,
tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti jenis, ukuran ikan,
kepadatan, kualitas air dll. Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin
baik kualitas pakan, karena akan semakin ekonomis. Untuk mengetahui
nilai konversi pakan perlu dilakukan dilakukan pengujian lapangan pada
berbagai tipe percobaan (Sutikno, 2011).
1) Tingkat kelangsungan hidup (TKH)
TKH= x100%
Keterangan:
Sr = tingkat kelangsungan hidup ikan uji (%)
Nt = jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
3. Uji Biologis
13. No = jumlah ikan uji yang hidup pada awal penelitian (ekor)
Supito dan Djunaidah (1998) menyatakan bahwa jaring yang
kotor dapat menyebabkan pernafasan ikan terganggu dan ikan akan
menjadi stress yang berakibat timbulnya kematian. Suwirya (2002),
mengatakan bahwa budidaya intensif yang menggunakan pakan buatan
akan mengakibatkan terjadinya penambahan unsur-unsur seperti fosfor,
nitrogen, karbon serta bahan organik yang dihasilkan pakan yang
terbuang dan kotoran ikan (feses dan ekresi) yang dapat mempengaruhi
kualitas air
14. 2) Pertumbuhan mutlak
Pertumbuhan ikan uji yang diamati dinyatakan dalam pertumbuhan
mutlak dan laju pertumbuhan harian. Pertumbuhan mutlak ikan dinyatakan
dalam pertambahan bobot mutlak ikan.
G = Wt – W0
W0
Pertumbuhan relatif = Wt – Wo x100
Keterangan:
G = pertumbuhan mutlak individu (gram)
g = laju pertumbuhan harian individu (%)
Wt = bobot rata-rata ikan uji pada akhir penelitian (gram)
Wo = bobot rata-rata ikan uji pada awal penelitian (gram)
t = lamanya penelitian (hari)
Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam
dan faktor luar, adapaun faktor dalam meliputi sifat keturunan, ketahanan
terhadap penyakit dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan,
sedangkan faktor luar meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan.
Faktor makanan dan suhu perairan merupakan faktor luar yang utama yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dapat terjadi
jika jumlah makanan yang dimakan melebihi kebutuhan untuk
pemeliharaan tubuhnya (Arofah, 1991).
3) Rasio konversi pakan
Semakin kecil nilai yang dihasilkan kualitas pakan semakin baik.
Jumlah pakan yang dikonsumsi
RKP=
Pertambahan bobot
4) Rasio efisiensi pakan
Semakin besar nilai yang dihasilkan kualitas pakan semakin baik.
Secara khusus dapat digunakan untuk mengukur rasio efisien protein
(jumlah pakan yang dikonsumsi adalah jumlah protein yang dikonsumsi).
Pertambahan bobot
15. REP=
Jumlah pakan yang dikonsumsi
Atau,
EP= (Wt + Wd) − Wo 100
F
Dimana :
EP = efisiensi pakan (%)
Wo = bobot ikan uji pada awal penelitian (g)
Wt = bobot ikan uji pada waktu t (g)
Wd = bobot ikan uji yang mati selama penelitian (g)
F = bobot pakan yang dikonsumsi selama penelitian(g)
5) Koefisien pencernaan
Nilai kecernaan dikenal 2 macam, yaitu kecernaan total/semu
(apparent digestibility) dan kecernaan murni (true digestibility).
Kecernaan total/semu (apparent digestibility), yaitu semua komponen
dalam feses dianggap berasal dari makanan yang dikonsumsi.
Kecernaan ini adalah cara pengukuran dengan metode langsung.
DA= I − F 100
I
Dimana :
DA = kecernaan total/semu (%)
Wo = jumlah pakan yang dikonsumsi yang dapat dinyatakan dalam gram
nutrien atau dalam satuan energi
F = jumlah feses yang dihasilkan setelah ikan mengkonsumsi pakan
sebesar I
Kecernaan murni (true digestibility), yaitu hanya komponen feses
yang berasal dari makanan yang diperhitungkan, sedangkan
komponen feses yang bersifat endigen (berasal dari tubuh ikan itu
sendiri) tidak diikut sertakan dalam perhitungan. Cara ini sangat sulit
dilakukan.
DT= I – (F – FE) 100
I
Dimana :
DA = kecernaan murni (%)
Wo = jumlah pakan yang dikonsumsi
16. F = jumlah feses yang dihasilkan
FE = Jumlah komponen feses yang bersifat endogen (dapat berasal
dari bakteri, enzim, mukus dll).
Pengukuran Kecernaan dengan metode tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan indikator. Beberapa bahan yang digunakan adalah :
hydrolisis resistant organic matter (HROM) bahan dasar yang
resisten terhadap hidrolisis dengan bahan dasar selulosa dan khitin,
silika, serat kasar, Hydrolisis resistant ash atau acid insoluble ash
(AIA), chromium oxide (Cr2O3).
Kecernaan (%) =
1 - a’
x
b'
x100
a b
Keterangan :
a’ = nutrien dalam feses (%)
a = nutrien dalam pakan (%)
b’ = indikator dalam feses (%)
b = indikator dalam pakan (%)
Koefisien pencernaan
6) Carcas deposition (CD)
Carcas deposition adalah penentuan jumlah pakan yang telah diserap oleh tubuh ikan CD =
kandungan nutrien karkas akhir -kandungan
nutrien karkas awal
nutrien pakan selama penelitian
7) Nilai biologis
Nilai biologi adalah untuk menentukan persentase nitrogen yang telah
diserap oleh tubuh dengan cara mengukur buangan nitrogen. Pakan
yang tidak dicerna dengan baik menyebabkan jumlah nitrogen yang
diserap oleh tubuh juga relatif lebih rendah sehingga nilai biologisnya
juga rendah
NB = Npakan – (Nfeses + Nurin + Ninsang) 100%
Npakan
8) Net protein utilization (NPU)
17. Penggunaan protein bersih (Net protein utilization) adalah
pertambahan protein dalam tubuh berdasarkan jumlah protein yang
diserap oleh ikan.
CD =
kandungan protein ikan akhir-kandungan protein ikan awal
x100%
protein dalam pakan x koefisien kecernaan protein
9) Evaluasi energi pakan
Pengujian pakan berdasarkan energi yang dapat diserap oleh tubuh,
didasarkan bahwa energi pakan terbagi dua energi tidak tercerna dan
energi tercerna. Energi tercerna digunakan untuk cost of living dan
pertambahan bobot badan. Energi pakan dapat diketahui dengan
melakukan pengukuran pertambahan bobot badan, laju konsumsi
oksigen atau aktivitas metabolisme. Besarnya energi pakan yang
diserap oleh tubuh adalah selisih energi dalam pakan dengan energi
yang terbuang.
10)Pengukuran lain
Untuk menentukan kualitas pakan udang dapat dilihat pada warna
tubuh udang. Udang dengan warna kehitam-hitaman lebih disukai
konsumen sehingga harganya mahal. Pakan yang yang dapat
menghasilkan warna demikian dianggap pakan yang berkualitas baik.