Dokumen ini membandingkan beberapa metode perkerasan beton semen untuk jalan akses jembatan, mencakup jenis perkerasan kaku, bahan-bahan konstruksi seperti tanah dasar, lapis pondasi, dan sambungan. Jenis sambungan yang dijelaskan termasuk sambungan melintang, memanjang, dan konstruksi. Prinsip-prinsip perencanaan campuran beton juga dibahas, termasuk perbandingan semen dan air serta kontrol gradasi agregat
Analisa Perbandingan Beberapa Metode Perkerasan Beton Semen untuk Jalan Akses Jembatan Suramadu
1. Analisa Perbandingan Beberapa Metode Perkerasan
Beton Semen untuk Jalan Akses Jembatan Suramadu
Kelompok 3 :
Ade Suhendar S.
Nadia Utami Nishar
Tuti Rahmawati
2. Jenis Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku adalah struktur yang terdiri dari plat beton
semen yang tersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan,
atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah
(sub base), tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis permukaan.
Berbeda dengan perkerasan aspal (multi layer), perkerasan ini
memakai sistem satu lapis (single layer system) dan menggunakan plat
beton dengan tabel relatif tipis langsung diletakkan di atas sub base.
3.
4. Perkerasan kaku menurut penggunaan lapisan keausannya
dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok utama yakni perkerasan
beton semen dan perkerasan komposit.
Sedangkan menurut sistem penulangannya perkerasan beton
semen dapat dibagi menjadi 4 jenis yakni :
Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.
Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.
Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.
Perkerasan beton semen praktikan.
5. Susunan Konstruksi
• Tanah Dasar (sub grade)
• Lapis Pondasi (Sub base)
• Sambungan
6. Tanah Dasar (sub grade)
Penyebab utama ketidakseragaman pada daya dukung tanah
dasar adalah :
a. Tanah expansif
Yang dimaksud tanah expansif adalah tanah yang mempunyai
kembang susut besar. Untuk mengidentifikasi tipe tanah adalah
kembang susut dan mekanisme dari perubahan volume tanah dapat
diperoleh melalui riset dan pengalaman. Test yang dapat dilakukan
antara lain plasticity index, shrinkage limit.
7. Kebanyakan tanah kembang susut yang menyebabkan
distorsi/penyimpangan pada perkerasan beton terletak dalam group A-S
atau A-7 AASHO. Tanah kembang susut tinggi termasuk dalam CR,
NH, OH pada Unified Soil Classification System. Cara mengatasi tanah
kembang susut sebagai berikut :
1) Kontrol pemadatan dan kelembaban (moisture).
2) Lapisan penutup yang tidak ekspansif.
3) Memperbaiki sifat-sifat tanah dasar (stabilisasi tanah)
8. b. Mud-Pumping
Mud pumpingadalah terobosan yang kuat dari campuran tanah dan air.
Pumping umumnya terjadi pada sambungan-sambungan, tepi
perkerasan, atau pada retak-retak yang cukup besar.
Ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya mud-pumping
1) Keadaan tanah dasar yang memungkinkan terjadinya pumping
2) Adanya air bebas antara perkerasan dengan tanah dasar
3) Frekuensi lintasan oleh beban berat
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
pumpingadalah :
1. Drainase.
2. Menjaga agar bahan tanah dasar tidak mudah tererosi oleh air.
9. Lapis Pondasi (Sub base)
Lapis pondasi adalah lapisan yang terletak antara base dan
tanah dasar. Menurut spesifikasi AASHO M155 batasan-batasan yang
harus dipenuhi material granular tersebut adalah :
a. Ukuran maksimum : < 1/3 tebal sub base
b. Lewat ayakan No.200 15% maksimum
c. Index plastisitas : 6 maksimum
d. Liquid limit 25 maksimum
10. Tebal Lapis Pondasi
Persyaratan dan tebal lapis pondasi di bawah perkerasan,
tergantung dan sejumlah faktor. Karena fungsi utama lapis pondasi
adalah untuk mencegah terjadinya pumping, maka penggunaan lapis
pondasi yang tebal tidak perlu.Dari hasil pengamatan menunjukkan
bahwa :
a) Lapis pondasi setebal 7,5 cm juga dapat mengatasi mud
b) Pumping di bawah pengaruh lalu lintas yang sangat berat.
c) Lapis pondasi setebal 10-15 cm biasa digunakan untuk perkerasan
jalan raya.
11. d) Lapis pondasi setebal 15-20 cm untuk perkerasan lapangan terbang
yang memikul beban berat.
Dari AASHO Interim Guide
Ditentukan dari analisa laboratorium lengkap
Seperti yang ditunjukkan oleh sampel yang dipersiapkan sesuai
dengan AASHO Designation T 87.
Nilai ini digunakan untuk agregat mineral sebelum pencampuran
dengan bahan stabilisasi.
12.
13. Kontrol Gradasi Lapis Pondasi.
Spesifikasi AASHO M-147 memberikan kontrol gradasi yang
dapat diterima oleh masing-masing proyek, seperti yang diperlihatkan
pada tabel di bawah ini.
14. Cement Treated Sub base(CTSB).
Pada tanah yang kepadatannya cukup tinggi secara teoritis
bisa langsung dihampar perkerasan beton semen, akan tetapi
sebaiknya tetap diberi lapis pondasi yang terdiri dan beton mutu K50
sampai dengan K100 dengan tebal minimum 10 cm, yang biasa
disebut cement treated sub base (CTSB).
Lapis pondasi ini pada prinsipnya tidak sepenuhnya
mempunyai fungsi struktural (memikul beban), akan tetapi walaupun
demikian lapis ini pada keadaan tertentu cukup diperlukan dan
berfungsi antara lain:
a) Mencegah terjadinya pumping
b) Melindungi tanah dasar dari hujan
c) Mendapatkan lantai kerja yang merata
d) Sebagai jalan kerja dan lalu lintas sementara
15. Sambungan
Plat beton di dalam perkerasan beton semen merupakan
lapisan permukaan dan termasuk bagian yang memegang peranan
utama dalam struktur perkerasan. Permukaan beton seharusnya
a. Mempunyai perkerasan yang tidak menimbulkan selip.
b. Dapat mencegah infiltrasi air permukaan.
c. Dapat secara strukturil memberikan daya dukung pada perkerasan.
Hal-hal yang harus diperhatikan khususnya untuk mutu dan
campuran perkerasan beton
a. Durability yang diperlukan untuk menahan efek dan iklim, lalu lintas
dan sebagainya.
b. Flexuralstrength yang diperlukan untuk menerima berat dan beban
lalu lintas.
16. Material Proporsi yang relatif dan semen, air, agregat halus dan kasar,
tipe dan jumlah admixture mempengaruhi perlakuan perkerasan:
a. Semen
b. Air.
c. Agregat kasar.
d. Agregat halus
18. Perencanaan Campuran Beton
Ada 4 prinsip perencanaan campuran beton untuk mengurangi
jumlah pasta air-semen dan biaya pencampurannya, yaitu :
Pemakaian ukuran agregat terbesar dalam batas-batas yang
diizinkan.
Memastikan bahwa gradasi agregat adalah seragam dari kasar ke
halus.
Menggunakan prosentase terbesar yang layak dan agregat
bersesuaian dengan mudah dikerjakan.
Menuntut pelumasan yang minimum (slump terendah) berhubungan
dengan penempatan yang tepat dan finishing.
Umumnya nilai slump yang dipakai adalah 1-2 atau 2-3 in.
Dalam kenyataan perencanaan biasanya menggunakan metode
sejumlah percobaan.
19. Perbandingan Air – Semen
Kombinasi dan material-material, kekuatan dan kelakuan-kelakuan
lainnya dan campuran beton hampir selalu bervariasi sesuai
dengan perbandingan campuran air-semen. Dalam hal ini dianjurkan
untuk memakai, jumlah semen minimum dan nilai faktor air-semen
maksimum seperti yang tercantum dalam tabel 4.3.4 P81 1971, di
mana faktor air-semen tersebut berlaku untuk agregat yang berada
dalam keadaan kering muka.
20. Sambungan
Pada dasarnya sambungan pada suatu perkerasan beton’
semen dibuat untuk mengontrol tegangan sebagai akibat perubahan
volume dalam beton. Perubahan volume terutama. disebabkan oleh
perubahan temperatur, yang mengakibatkan muai dan susut pada plat
beton. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sehubungan
dengan tegangan yang terjadi pada plat beton adalah :
1. Susut
2. Muai
3. Temperaturwarping
4. Efek kelengasan (moisture effects)
21. Jenis - jenis Sambungan
Sambungan Melintang (Transverse Joints).
Terdapat 3 tipe sambungan melintang.
a. Sambungan susut (contraction joints).
Sambungan susut dibuat dalam arah melintang, pada jarak yang sama
dengan panjang plat yang telah ditentukan. Fungsi dari sambungan
susut adalah untuk mengontrol retak akibat susut dan efek kombinasi
dan beban dan warping.
22. Penggunaan sambungan tanpa dowel pada perkerasan tipe JPCP,
yang mempunyai ,jarak sambungan pendek umumnya terbatas pada :
1) Perkerasan berada pada daerah yang tidak ada atau hanya sedikit
frost action.
2) Jalan sekunder dan jalan-jalan kota pada daerah kediaman yang
mempunyai volume kendaraan truk berat sedikit saja.
23. Pada Tabel 9. memberikan ukuran tebal dan lebar dari sealant untuk
sealant yang dituang (poured sealant).
24. Sedangkan Tabel 10 menunjukkan lebar sambungan dan lebar sealant
yang dianjurkan untuk sealant yang sudah dibentuk (preformed
sealant).
Tipe sambungan susut ini disebut juga sambungan susut
kosong (dummy contraction joint).
25. b. Sambungan muai (expansion joints).
Sambungan muai adalah sambungan melintang yang
mempunyai fungsi untuk menerima perubahan volume dari plat beton
dengan naiknya temperatur yang dapat mengakibatkan terjadinya
penyembulan pada plat beton. Sambungan muai dipasang di antara
perkerasan yang akan mengalami perbedaan arah gerakan, antara
lain:
Pada pertemuan jalan baru dan jalan lama
Pada persimpangan jalan
Jembatan di mana perkerasan bertemu dengan bangunan-bangunan
seperti bangunan drainase atau lubang utilitas.
26. c. Sambungan konstruksi/pelaksanaan (construction joint)
Sambungan pelaksanaan dibuat karena berhentinya pekerjaan
pada waktu selesainya jam kerja, kerusakan peralatan, atau keadaan
darurat lainnya. Cara lain yaitu dengan memasang sambungan yang
sudah jadi pada beton yang masih plastis. Pada gambar 3
menunjukkan bentuk sambungan pelaksanaan melintang.
27. d. Sambungan memanjang (longitudinal joints).
Sambungan memanjang terletak pada arah memanjang
perkerasan di antara jalur lalu lintas yang berdekatan. Fungsi
sambungan memanjang adalah untuk mengontrol tegangan temperatur
warpingsehingga retak dalam arah memanjang tidak akan terjadi.
Kedua segmen (potongan) plat yang berdekatan dihubungkan oleh tie
bar melintang sepanjang sambungan. Tie bar ini mencegah pergerakan
dan plat yang satu terhadap plat yang lain. Untuk itu tie bar harus
merupakan besi yang berulir (deformed steel). Diameternya 0.5 in.
dengan panjang 30 in dan diletakkan pada jarak 30 in diukur dari pusat
ke pusat.
28. Sambungan dapat dibuat dengan cara menggergaji permukaan
(membentuk takikan) yang kemudian diisi dengan bahan penutup
sambungan (poured sealant) atau dengan memasang penutup
sambungan yang sudah dibentuk (preformed sealant) di tepi
pengecoran (sebelum pengecoran jalur berikutnya) sehingga
membentuk sambungan.
Terdapat dua tipe sambungan memanjang yang terkenal yaitu:
sambungan dengan lidah alur (deformed or keyed joints) dan
sambungan bidang lemah (weakened-plane joints). Sambungan yang
letaknya di as jalan (yang berbentuk crown) harus menggunakan jenis
lidah alur, kecuali bila perkerasan kaku diletakkan
di atas perkerasan lentur atau lapis pondasi yang mempunyai nilai
modulus reaksi tanah dasar > 14 kg/cm3. Pada Gambar 5
memperlihatkan contoh sambungan memanjang.
Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.
Tipe ini tidak menggunakan sistem penulangan besi, kecuali pada bagian-bagian
konstruksi tertentu seperti misalnya pada bagian sambungan memanjang atau di atas
oprit jembatan atau pada bagian plat yang bentuk ukurannya tidak standar atau
janggal (odd shape).
Konstruksi sambungan pada tipe perkerasan tanpa tulangan mi ada 4 macam, yaitu
a. Sambungan susut melintang (transverse contraction joint)
b. Sambungan muai melintang (transverse expansion joint)
c. Sambungan pelaksanaan (construction joint)
d. Sambungan memanjang (longitudinal joint)
Keuntungan tipe perkerasan mi dibanding tipe lainnya antara lain cukup sederhana
pelaksanaannya karena tidak menggunakan penulangan.
a. Penggunaan alat bisa dengan yang paling sederhana
b. Sesuai untuk pelaksana yang pengalamannya masih terbatas
c. Relatif lebih murah
2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan.
Tipe ini menggunakan sistem penulangan maka panjang ruas antar sambungan
melintang biasanya lebih panjang dan pada tipe JPCP yaitu berkisar antara 10 meter
sampai 15 meter.
3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan.
Tipe ini mempunyai sistem penulangan yang menerus sepanjang perkerasan.
Dengan demikian sistem sambungan melintang tidak dibutuhkan untuk tipe ini.
Fungsi dan pada penulangan mi adalah untuk mengurangi terjadinya keretakan--keretakan akibat penyusutan (shrinkage cracking).
4. Perkerasan beton semen praktikan
Sistem penulangan pada tipe pratekan ini meliputi arah melintang dan memanjang.
Resiko terjadinya retakan yang mungkin terjadi dengan sistem pratekan dapat
dikurangi.