1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB),
Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
(SRPMM), Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK)
Kelompok 1:
Adam Dwi Rahmato
Ade Suhendar Sutisna
Adlina Utami Bratasurya
Ahmad Rifa’i
Ahmad Sobah
Andika Setiawan
Angga Maesa Danu
Debora Eluissa Manurung
Eristian Gunadi
Januari Yanto
SMTS 06 B
2. Teknik Gempa
Dalam perencanaan konstruksi bangunan saat ini perencana dituntut
untuk merencanakan bangunan yang daktail, yaitu bangunan yang
dapat menahan respon inelastik yang diakibatkan oleh beban gempa
yaitu dikenal dengan sistem rangka pemikul momen.
Wilayah Indonesia memiliki 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1
adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6
dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini,
didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh
gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun. (SNI-1726-2002)
Kelompok 1 SMTS 06 B
4. Menurut Moestopo (2012) prinsip dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah
untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan
tiga kriteria standar sebagai berikut :
1. Pada saat gempa kecil tidak diijinkan terjadi kerusakan sama sekali.
2. Pada saat gempa sedang diijinkan terjadi kerusakan ringan tanpa kerusakan
struktural
3. Pada saat gempa besar diijinkan terjadi kerusakan struktural tanpa keruntuhan.
Ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan suatu struktur
tahan gempa yaitu dalam menghadapi gempa besar, kinerja struktur tahan gempa
diupayakan dapat menyerap energi gempa secara efektif melalui terbentuknya sendi
plastis pada bagian tertentu, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kekuatan, kekakuan, daktilitas, disipasi energi yang dapat dipenuhi oleh struktur .
2. Disipasi energi melalui plastifikasi komponen struktur tertentu, tanpa
menyebabkan keruntuhan struktural yang terpenuhi dengan konsep perencanaan
Capacity Design
Kelompok 1 SMTS 06 B
5. Menurut SNI 03-1729-2002 komponen struktur untuk bangunan tahan
gempa harus direncanakan memenuhi:
∅𝑹 𝒏 ≥ 𝑹 𝒖…………………..…..(1)
Dimana :
Ø = faktor reduksi beban
Rn = kuat nominal penampang
Ru = gaya terfaktor
Sitem rangka pemikul momen adalah sistem rangka ruang dalam mana
komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya
yang bekerja melakui aksi lentur, geser dan aksial. Di Indonesia ada 3
(tiga) macam sistem struktur yang digunakan yaitu: Sistem Rangka
Pemikul Momen Biasa (SRPMB), Sistem Rangka Pemikul Momen
Menengah (SRPMM), Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Kelompok 1 SMTS 06 B
6. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa merupakan sistem yang
memiliki deformasi inelastik dan tingkat daktalitas yang paling kecil
tapi memiliki kekuatan yang besar, oleh karena itu desain SRPMB
dapat mengabaikan persyaratan “Strong Column Weak Beam” yang
dipakai untuk mendesain struktur yang mengandalkan daktalitas yang
tinggi. Sistem ini masih jarang digunakan untuk wilayah gempa yang
besar namum efektif untuk wilayah gempa yang kecil.
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk
pada zona 1 dan 2 yaitu wilayah dengan tingkat kegempaan rendah.
Faktor Reduksi Gempa (R) = 3,5.
SRPMB
( Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa )
Kelompok 1 SMTS 06 B
7. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah adalah suatu metode perencanaan
struktur sistem rangka pemikul momen yang menitik beratkan kewaspadaannya
terhadap kegagalan struktur akibat keruntuhan geser. Pada SNI 03-2847-2002
(Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung), SRPMM
dijelaskan secara tersendiri pada pasal 23.10. Pada pasal tersebut, dijelaskan tata
cara perhitungan beban geser batas berikut pemasangan tulangan gesernya.
Kemampuan penampang dalam mengantisipasi perbalikan momen juga disyaratkan
pada peraturan tersebut.
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada zona 3
dan 4 yaitu wilayah dengan tingkat kegempaan sedang.
Faktor Reduksi Gempa (R) = 5,5.
(Lihat : SNI 03 – 2847 – 2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung, Pasal 23.10)
SRPMM
( Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah )
Kelompok 1 SMTS 06 B
8. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus adalah komponen struktur yang mampu memikul gaya akibat
beban gempa dan direncanakan untuk memikul lentur.omponen struktur tersebut juga harus
memenuhi syarat-syarat di bawah ini :
a. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur tidak boleh melebihi 0.1.Ag.fc’.
b. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektifnya.
c. Perbandingan antara lebar dan tinggi tidak boleh kurang dari 0,3.
d. Lebarnya tidak boleh kurang dari 250 mm dan lebih dari lebar komponen struktur pendukung
(diukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lantur) ditambah
jarak pada tiap sisi komponen struktur pendukung yang tidak melebihi tiga perempat tinggi
komponen struktur lentur.
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada zona 5 dan 6 yaitu wilayah
dengan tingkat kegempaan tinggi.
Faktor Reduksi Gempa (R) = 8,5.
(Sumber : SNI 03 – 2847 – 2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung)
SRPMK
( Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus )
Kelompok 1 SMTS 06 B
9. • Perbedaan dari ketiga sistem struktur diatas ada pada
kemampuannya dalam mengalami deformasi inelastis dan tingkat
daktilitas. Menurut SNI 03-1729-2002 pada SRPMK dan SRPMM dari
hasil pengujian kualifikasi menunjukan rotasi inelastis sekurang-
kurangnya 0,3 dan 0,2 radian pada semua sambungan balok ke kolom
yang di desain untuk memikul beban gempa, sedangkan pada SRPMB
diharapkan mengalami rotasi inelastis sekurang-kurangnya 0,1 radian.
• Selain faktor deformasi inelastis dari ketiga sistem rangka pemikul
momen ini juga dapat dibedakan dari perilaku kinerja struktur
gedung dalam mengalami daktilitas yang berbeda-beda. Pada
SRPMK tingkat daktilitasnya adalah daktail penuh, sedangkan pada
SRPMM dan SPRMB tingkat daktilitasnya adalah daktail parsial.
Kelompok 1 SMTS 06 B
10. Persyaratan Sistem Rangka Pemikul Momen
Biasa (SRPMB)
Struktur Rangka Penahan Momen Biasa (SRPMB) sesuai SNI 03-1729-
2002.
Kombinasi pembebanan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Dimana D adalah beban mati, L adalah beban hidup, dan E adalah
beban gempa.
Persyaratan SRPMB
( Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa )
Kelompok 1 SMTS 06 B
11. Komponen-komponen struktur direncanakan sesuai desain kapasitas
(load and resistance factor design) dimana pengaruh aksi terfaktor (Ru)
tidak boleh melebihi kapasitas penampang yang diperoleh dengan
mengalikan kuat nominal komponen (Rn) dengan faktor reduksi ()
sesuai persamaan:
Kecukupan kapasitas komponen balok diperiksa terhadap persamaan
interaksi lentur dan geser sesuai pasal 8.9.3 SNI 03-1729-2002:
Kelompok 1 SMTS 06 B
12. Dimana Mu dan Vu adalah momen dan gaya lintang ultimit, Mn dan Vn
adalah momen dan gaya lintang nominal penampang dan adalah faktor
reduksi. Selanjutnya, komponen kolom diperiksa terhadap persamaan
interaksi lentur dan gaya aksial sesuai pasal 7.4.3.3 SNI 03-1729-2002:
Dimana Nu dan Nn adalah gaya aksial terfaktor dan kuat nominal
penampang terhadap gaya aksial, Mux dan Muy adalah momen lentur
terfaktor terhadap sumbu-x dan -y, Mnx dan Mny adalah kuat nominal
lentur penampang terhadap sumbu-x dan -y, sedangkan b adalah faktor
reduksi kuat lentur diambil 0.90.
Kelompok 1 SMTS 06 B
13. Kuat geser rencana balok, kolom dan konstruksi pelat dua arah yang
memikul beban gempa tidak boleh kurang daripada:
1. Jumlah gaya lintang yang timbul akibat termobilitasnya kuat lentur
nominal komponen struktur pada setiap ujung bentang bersihnya
dan gaya lintang akibat beban gravitasi terfaktor.
2. Gaya Lintang maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban
rencana termasuk pengaruh beban gempa (E) dimana nilai E
diambil sebesar dua kali nilai yang ditentukan dalam peraturan
perencanaan tahan gempa.
Kelompok 1 SMTS 06 B
Persyaratan SRPMM
( Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah )
14. Kelompok 1 SMTS 06 B
Gaya Lintang Untuk SRPMM
( Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah )
15. Menurut SNI 03-1729-2002 SRPMK didesain mampu mengalami
deformasi inelastik yang cukup besar akibat gempa rencana,
melalui kelelehan balok pada rangka dan kelelehan pada ujung
kolom dasar. Pada sistem ini kolom didesain lebih kuat dari pada
balok yang kita kenal dengan “strong colum weak beam” yang
mencapai strain-hardening.
Menurut Moestopo (2012) untuk mencapai kinerja struktur yang
baik dalam menghadapi gempa besar, maka harus dipenuhi
persyaratan dalam hal:
Kelompok 1 SMTS 06 B
Persyaratan SRPMK
( Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus )
16. 1. Spesifikasi bahan harus menjamin:
a. Terjadinya deformasi leleh berupa regangan plastis bahan
yang cukup besar tanpa mengalami fraktur
b. Adanya kuat lebih bahan yang signifikan melalui
kemampuan strain-hardening
2. Tidak terjadi kegagalan pada sambungan las. Stabilitas
penampang, elemen, dan struktur: Dalam memikul beban
siklik akibat gempa, sebuah penampang harus mampu
berdeformasi secara plastik secara stabil untuk menghasilkan
jumlah penyerapan energi yang besar. Hal ini harus dijamin
oleh kekompakan pelat-pelat penampang terhadap bahaya
tekuk akibat bekerjanya gaya tekan yang berulang-ulang
(Moestopo, 2007).
Kelompok 1 SMTS 06 B
17. 3. Daktilitas
• Moestopo (2012) juga mengatakan selain daktilitas bahan baja yang harus dijamin spesifikasinya, perlu
juga dijamin tercapainya:
a. Daktilitas penampang: Momen-kurvatur ideal mencapai Mp tanpa terjadi tekuk pada penampang
b. Daktilitas elemen: momen defleksi/ rotasi ideal mencapai Mp tanpa terjadi tekuk torsi lateral.
c. Daktilitas struktur : struktur mampu mencapai kekuatan batas tanpa terjadi ketidakstabilan
struktur.
Untuk dijamin tercapainya ketiga persyaratan diatas maka komponen elemen lentur harus mencapai
momen plastis sebelum terjadi keruntuhan. Rumusnya dapat dilihat pada persamaan berikut:
𝑴 𝒏=𝑴 𝒑 ................(2) ; 𝑴 𝒏𝒙=𝒁 𝒙 𝑭 𝒚.............(3) ; 𝑴 𝒏𝒚=𝒁 𝒚 𝑭 𝒚.............(4)
dimana :
Mn = kuat lentur nominal
Mp = momen plastis
Zx = modulus plastis penampang arah-x
Zy = modulus plastis penampang arah-y
Fy = tegangan leleh baja
18. 4. Detailing diperlukan untuk memastikan bahwa pada saat gempa besar, struktur akan berprilaku
daktail seperti yang direncanakan. Pada umumnya detailing akan menambah biaya struktur cukup
signifikan untuk struktur yang didesain memiliki daktilitas tinggi. Detailing yang akan di rencanakan
berupa :
a. Sambungan yaitu sambungan di desain kuat sehingga mencegah terjadinya leleh atau fraktur
b. Pengaku penampang yaitu memberikan pengaku untuk mencegah terjadinya tekuk pada pelat
sayap atau badan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar Pengaku pada Penampang untuk Menghindari Tekuk Lokal
c. Pengaku elemen yaitu memberikan pengaku berupa menambah balok pada daerah bentang
panjang untuk mencegah tekuk torsi lateral.
Kelompok 1 SMTS 06 B
19. Sambungan Balok Kolom
• Menurut Moestopo (2012) ada beberapa parameter dalam desain sambungan SRPMK:
a. Lokasi Sendi Plastis
b. Momen maksimum yang mungkin terjadi di lokasi sendi plastis, yang ditentukan oleh: kekuatan bahan,
strain hardening, kekangan setempat, perkuatan, atau kondisi sambungan lainya.
c. Parameter mekanisme leleh pada pelat sayap kolom.
d. Konfigurasi baut, yang akan ikut mekanisme kelelehan kekuatan batas sambungan terhadap sobek pelat,
dan tekuk pada pelat.
Harus dilakukan pengecekan desain sambungan terhadap berbagai kondisi batas yang harus dihadapi oleh
sambungan (pelat penyambung dan baut) antara lain:
a. Leleh pada sayap kolom
b. Tekuk pelat badan kolom
c. Leleh pelat ujung balok
d. Sobek pelat
e. Tekuk dan leleh zone panel kolom
Kelompok 1 SMTS 06 B
Sambungan Balok Kolom
20. Kemampuan sambungan sebagai alat sambung elemen pemikul beban
gempa harus dibuktikan melalui salah satu metoda berikut:
1. Uji kualifikasi terhadap benda uji yang mempresentasikan
sambungan yang didesain:
Melakukan uji siklik sesuai dengan ketentuan Apendix S.
Menggunakan hasil uji dari laporan penelitian yang telah dilakukan.
2. Menggunakan ketentuan dalam: ANSI/AISC 358 – 10: “Prequalified
Connection for Special and Intermediate Steel Moment Frames for
Seismic Applications”
Kelompok 1 SMTS 06 B
daktilitas adalah kemampuan suatu struktur bangunan gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan siklik akibat beban gempa di atas yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur bangunan gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.