Dokumen tersebut membahas tentang asas-asas, bentuk, dan struktur pembentukan peraturan perundang-undangan. Terdapat beberapa poin penting yaitu: 1) Asas-asas hukum yang meliputi asas-asas Pancasila, negara hukum, dan pemerintahan berdasarkan konstitusi. 2) Bentuk peraturan perundang-undangan yang terdiri atas norma hukum, berlaku ke luar, dan bersifat umum. 3) Struktur peratur
2. KELOMPOK 3
1 . N a d i l a C a u r i t a
2 . M o h . S a p u t r a T a m b o r a ( 3 2 . 0 8 5 8 )
3 . A d r i a n u s L o u s e H u k a ( 3 2 . 0 9 9 0 )
4 . R o b b y H . W e t i p o ( 3 2 . 1 0 8 0 )
3. Pembentukan dan pemberlakuan hukum atau Peraturan Perundangundangan
harus berdasarkan pada asas-asas hukum agar sesuai dengan cita hukum dan
kebutuhan hidup bersama. Asas hukum bukan norma hukum konkrit, tetapi
asas hukum sangat penting artinya dalam pembentukan dan pemberlakuan
hukum. Asas hukum adalah aturan dasar yang melatarbelakangi lahirnya norma
hukum konkrit dan pelaksanaan hukum. Jadi norma hukum merupakan
jantungnya hukum. Dengan kata lain sebagai bintang pemandu pembentukan
dan pelaksanaan hukum.
Asas - Asas Hukum
4. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan proses atau tahapan
beberapa kegiatan perencanaan, persiapan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan. Untuk menciptakan asas-asas dalam Peraturan
Perundang-undangan yang baik, asas-asas dalam pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dipandang sebagai sebuah inspirasi normatif yang harus
diperhatikan dalam oleh pembentuk Peraturan Perundang-undangan.
Kedudukan asas ini dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-
undangan adalah sebagai dasar atau pentunjuk arah.
Asas - Asas Pembentukan Peraturan
Perundang - Undangan
5. Sudikno Mertokusumo
Menyatakan bahwa asas hukum bukan hukum konkrit melainkan pikiran dasar yang umum dan abstrak atau
merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum
sebagaimana terjelma dalam Peraturan Perundang-undangan dan putusan hakim.
Hamid Attamimi
menyatakan bahwa asas-asas hukum dalam pembentukan peraturan-peraturan tersebut lebih bersifat
normative. Pembicaraan tentang asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang terjadi di
Belanda, telah didahului oleh perkembangan asas-asas dalam penyelenggaraan pemerintahan yang patut
(beginselen van behoorlijk bestuur). Asas-asas tersebut berkembang seiring dengan keinginan adanya kontrol
yang lebih luas dari para hakim untuk menguji keadilan dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Van Angeren
berpendapat asas-asas dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan baru dapat dibicarakan apabila
telah dituangkan dalam norma hukum. Hal ini penting agar dengan asas-asas ini pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dapat “diukur” dan “diuji”.
Menurut Para Ahli :
6. Dokumen Dokumen Kependudukan
a. Berupa kartu ada 3: KTP-el, KK, dan KIA.
b. Berupa surat ada 14: Surat Keterangan Pindah, Surat keterangan Pindah Datang, Surat
Keterangan Pindah ke Luar Negeri, Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri, Surat
Keterangan Tempat Tinggal, Surat Keterangan Kelahiran, Surat Keterangan Lahir Mati,
Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, Surat Keterangan Pembatalan Perceraian,
Surat Keterangan Kematian, Surat Keterangan Pengangkatan Anak, Surat Keterangan
Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas,
dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
c. Berupa akta ada 6: Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Perkawinan, Akta Perceraian,
Akta Pengakuan Anak, dan Akta Pengesahan Anak.
7. Hamid Attamimi dengan mengutip C.K. Allen menngemukakan pendapat Montesquieu yang
mengemukakan asas-asas dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan meliputi:
1. Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple); kalimat-kalimta bersifat kebesaran dan retorikal hanya
merupakan tambahan yang membingungkan.
2. Istilah yang dipilih hendaknya sedapat-dapat bersifat mutlak dan tidak relatif, dengan maksud
menghilangkan kesempatan yang minim untuk perbedaan pendapat individual.
3. Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan aktual, menghindarkan sesuatu yang
metaforik dan hipotetik.
4. Hukum hendaknya tidak halus, karena hukum dibentuk untuk rakyat dengan pengertian yang sedang.
Bahasa hukum bukan latihan logika, melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata.
5. Hukum hendaknya tidak merancukan pokok masalah dengan pengecualian, pembatasan atau pengubahan.
Penggunaan kata-kata tersebut dalam keadaan yag benar-benar diperlukan.
6. Hukum hendaknya tidak bersifat argumentatis/dapat diperdebatkan. Berbahaya apabila merinci alasan-
alasan hukum, karena hal itu akan lebih menimbulkan pertentangan-pertentangan.
7. Lebih dari itu semua, pembentukan hukum hendaknya dipertimbangkan masakmasak dan mempunyai
manfaat praktis, dan hendaknya tidak menggoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan dan
hakikat permasalahan. Sebab hukum yan lemah tidak perlu dan tidak adil akan membawa seluruh sistem
perundang-undangan kepada nama jelek dan menggoyahkan kewibaan Negara.
8. Hamid Attamimi membagi asas-asas hukum bagi perundang-undangan Indonesia adalah:
1. Asas-asas yang terkandung dalam Pancasila selaku asas-asas hukum umum bagi perundang-undangan,
yang terdiri atas: a.) Asas-asas dalam Pancasila selaku Cita Hukum, b.) Norma-norma dalam Pancasila
selaku Norma Fundamental Negara
2. Asas-asas Negara Berdasar atas hukum selaku asas-asas hukum umum bagi perundang-undangan
3. Asas-asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi selaku asas-asas umum bagi perundang-undangan
4. Asas-asas bagi perundang-undangan yang dikembangkan para ahli
Untuk asas dalam kategori ini, Hamid Attamimi menilai bahwa asas yang dikembangkan oleh Van der Vlies
dengan membagi asas-asas ke dalam asas formil dan materiil adalah yang paling mencakup pendapat para ahli
sebelumnya dan lebih beragam. Namun, asas-asas tersebut perlu dikaji lagi disesuaikan dengan sistem
pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
9. Asas formil merupakan asas yang berhubungan dengan persiapan dan pembentukan keputusan serta yang berhubungan dengan
motivasi dan susunan keputusan. Sedangkan asas materiil adalah asas yang berhubungan dengan isi keputusan.
Selanjutnya, Hamid Attamimi mengemukakan bahwa asas-asas bagi pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
secara berurutan dapat disusun sebagai berikut:
1. Cita hukum Indonesia;
2. Asas Negara berdasar atas hukum dan asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi;
3. Asas-asas lainnya.
Asas formal meliputi:
1. Asas tujuan yang jelas;
2. Asas organ/lembaga yang tepat;
3. Asas perlunya pengaturan;
4. Asas dapatnya dilaksanakan;
5. Asas consensus.
Asas-asas materiil meliputi:
1. Asas tentang terminologi dan sistematika
yang benar;
2. Asas tentang dapat dikenal;
3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan
individual.
10. Sementara itu terkait dengan asas-asas Peraturan Perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Jimly
menegaskan bahwa asas-asas Peraturan Perundang-undangan yang terdapat dalam undang-undang tersebut masih terdapat
kekurangan. Ia menjelaskan bahwa Pancasila yang sebagai dasar Negara merupakan salah satu prinsip yang paling pokok yang
seharusnya menjadi paradigma pokok setiap Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Keberadaannya ini menjadi tuntutan
bagi setiap materi Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan kelima sila dalam Pancasila. Oleh karena itu, setiap
Peraturan Perundang-undangan Negara ini harus mencerminkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Religiusitas kebertuhanan segenap warga Negara melalui keyakinan segenap warga terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
2. Prinsip-prinsip humanitas yang berkeadilan dan berkeadaban atau sila kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Menjamin dan memperkuat prinsip nasionalitas kebangsaan Indonesia melalui sila persatuan Indonesia;
4. Memperkuat nilai-nilai soverenitas kerakyatan melalui sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan;
5. Melembagakan upaya untuk membangun sosialitas yang berkeadilan atau perwujudan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.
11. Asas-Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
1. Asas tata susunan Peraturan Perundang-undangan (lex superior derogate lex inferiori), adalah bahwa Peraturan Perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Asas lex specialis derogate legi generali, adalah bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih khusus mengesampingkan
Peraturan Perundang-undangan yang lebih umum.
3. Asas lex posterior derogate lex priori, adalah bahwa Peraturan Perundangundangan yang lahir kemudian mengesampingkan
Peraturan Perundangundangan yang lahir terlebih dahulu jika materi yang diatur Peraturan Perundangan tersebut sama.
4. Asas kepastian hukum, adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan harus dapat menjamin kepastian hukum dalam
upaya menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
5. Asas pengayoman, adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
6. Asas mengutamakan kepentingan umum adalah bahwa dalam Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan
keseimbangan antara berbagai kepentingan dengan mengutamakan kepentingan umum.
7. Asas kenusantaraan, adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan merupakan bagian dari sistem hukum nasional
berdasarkan kesatuan wilayah Indonesia atau wilayah tertentu sesuai jenis Peraturan Perundangundangan dalam konteks
perda berdasarkan wilayah daerah.
12. Bentuk dan Struktur Peraturan Perundang-Undangan
Bentuk produk hukum atau bentuk peraturan perundang- undangan dalam sistem hukum modern, hukum tertulis semakin
memegang peranan penting dalam kehidupan negara-negara modern sekarang ini, baik sebagai sarana untuk mengadakan perubahan-
perubahan maupun sarana kontrol sosial. Perubahan dalam dan oleh hukum banyak disalurkan melalui peraturan perundangundangan
yang memang salah satu ciri pada hukum modern adalah sifatnya yang tertulis.
Dilihat dari isi/substansi dari norma hukum tertulis, maka dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yakni: (1) Peraturan
perundang-undangan (regeling), dan (2) Keputusan/ penetapan/ Ketetapan (Beschikking)..
Istilah peraturan perundang-undangan (wettelijke regeling), apabila dikaitkan dengan pembentukan peraturan perundang-
undangan negara, menurut Burkhardt Krems, dengan menggunakan istilah (staatsliche rechtssetzung), adalah untuk menentukan: “.... isi
peraturan (inhalt der regelung): bentuk dan susunan peraturan (form der regelung): metoda pembentukan peraturan (methode der
ausarbeitung der regelung): prosedur dan proses pembentukan peraturan (verfahren der ausarbeitung der regelung).”
Dalam khazanah kepustakaan hukum, khususnya Eropa Kontinental, peraturan perundang-undangan (wet in meteriele zin, gesetz
in materiellen sinne), dijabarkan lagi ke dalam tiga unsur Utama, yaitu meliputi:
(a) norma hukum (rechtsnormen);
(b) berlaku ke luar (naar buiten werken); dan
(c) bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in rruim zin).
13. P.J.P Tak memberikan pengertian terhadap peraturan perundang-undangan, dengan istilah “wet in materiele zin,” sebagai:
“...als een besluit van een orgaan met wetgevende bevoegdheid algemene, burgers bindende regels bevat. Het begrip algemeenin
deze omschrijving wil niet zeggen dat materiele wetten alleen die wetten zijn die alle burgers binden, maar slechts materiele wetten
uniet voor een bepaald geval gelden, maar van toepassing zijn in een onbepaald aantal gevallen en voor een onbepaald aantal
personen.”
Pengertian dan pendeskripsian yang dikemukakan oleh P.J.P. Tak di atas, menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar,
menggambarkan bahwa unsur-unsur yang termuat dalam peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Peraturan perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis, karena merupakan keputusan tertulis, maka peraturan perundang-
undangan sebagai kaidah hukum lazim disebut hukum tertulis (geschreven recht, written law);
2. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan, organ), yang mempunyai wewenang
membuat “peraturan” yang berlaku umum atau mengikat umum (algemeen):
3. Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan harus selalu mengikat semua orang. Mengikat umum
hanya menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa konkret atau individu tertentu.
Karena dimaksudkan sebagai ketentuan yang tidak berlaku pada peristiwa konkret tertentu atau individu tertentu, maka lebih
tepat disebut sebagai sesuatu yang mengikat secara (bersifat) umum dari mengikat umum.
14. Berkaitan dengan pengertian undang-undang, P.J.P Tak dalam bukunya Rechtsvorming in Nederland
(een inleiding), Sebagaimana dikutip oleh H.A.S Natabaya, menyatakan bahwa pengertian undang-undang
dibagi dalam dua pengertian, yaitu undang-undang dalam arti formal (wet in formele zin) dan undang-undang
dalam arti materiil (wet in materile zin). Undang- undang dalam arti formal adalah: “van een wet in formele
zin spreken we als de regering en de Staten General gezamenlijk een besluit nemen volgens een in de
Grondwet (art. 82 e.v.) vastgelegde procedure.” Selanjutnya, PJ.P. Tak mengatakan pula, “...Wetten in formele
zin kunnen slechts worden vasgesteld door. We noemen deze wetten daarom ook wel parlementaire wetten
en de formele wetgever ook wel parlementaire wetgever...”. Sedangkan mengenai pengertian undang-undang
dalam arti materiil, P.J.F. Tak mengatakan, bahwa undang-undang dalam arti materiil adalah: “Van een wet in
materiele zin spreken we als een besluit van een orgaan mel wetgevende bevoegdheid algemene, burgers
bindende regels bevat.”
15. Di dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, pembentukan peraturan perundang-
undangan (wettelijke regels) merupakan sesuatu yang sangat penting demi keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berkenaan dengan aktivitas penyelenggaraan pemerintahan, S.J. Fockema Andrea mengemukakan dalam bukunya yang berjudul
“Rechtsgeleerd Handwoorden Boek” bahwa perundang-undangan atau liistilahkan dengan legislation/ wetgeving gezetgebung
mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu:
1. Pertama, perundang-undangan merupakan proses pembentukan proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah, dan
2. Kedua, perundang-undangan adalah segala peraturan- peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-
peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari suatu lembaga negara atau lembaga pemerintahan yang dibentuk
berdasarkan atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Dalam pandangan Jimly
Asshidigie, pengertian peraturan perundang-undangan adalah: “...keseluruhan susunan hierarkis peraturan perundang- undangan
yang berbentuk undang-undang ke bawah, yaitu semua produk hukum yang melibatkan peran lembaga perwakilan rakyat bersama-
sama dengan pemerintah ataupun yang melibatkan peran pemerintah karena kedudukan politiknya dalam melaksanakan produk
legislatif yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat bersama-sama dengan pemerintah menurut tingkatannya masing-masing.”