1. MENGENAL FRAMBUSIA: KLINIS,
TATALAKSANA, DAN SURVEILANS
KASUS
Pertemuan koordinasi kegiatan POPM dan survei
serologi frambusia, 10 agustus 2022
Dr. Prima Kartika Esti, SpDV, M.Epid, FINSDV, FAADV
2. Outline
■ Pendahuluan
■ Klinis
■ Diagnosis
■ Pemeriksaan laboratorium
■ Diagnosis banding
■ Pengobatan
■ POMP dan KIPO
■ Upaya penemuan kasus
■ Surveilans kasus
5. Faktor risiko
komunitas sosek rendah (kemiskinan, padat,
gizi buruk)
Kebersihan personal (PHBS)
Lingkungan buruk (akses air bersih, sanitasi)
kasus anak sebagai reservoir
6. Perjalanan penyakit
■ Kronik, dan dapat menyebabkan destruksi
jaringan sembuh dengan deformitas
■ Masa inkubasi 9 – 90 hari (rerata 21 hari)
■ Lesi awal muncul di daerah port d’ entre
■ Terbagi dalam 3 stadium
9. Lesi early yaws
• Papilloma
• Serpiginous papilloma
• Ulceropapillomata
• Squamous macules
• Maculopapules
• Nodules
• Plaques
• Hyperkeratosis of palms and
soles (crab yaws)
• Bone and joint lesions
• Generalized lymphadenopathy
(may occur)
Lesi late yaws
• Hyperkeratosis
• Nodular scars
• Gangosa
• Saber tibia
• Goundou
• Monodactylitis
• Juxta-articular nodules
10. Stadium I Stadium II Stadium III
Papul: Tunggal atau
>1 (multipel)
Papiloma
Nodul
Ulkus basah
Krusto papilloma
Sama seperti stadium I tapi
tersebar, banyak. Selain itu
dapat mengenai:
Telapak kaki/tangan:
penebalan, pecah pecah
Kelainan tulang:
osteoporosis,jari
bengkak,nyeri
Kelainan kuku
Gumma (benjolan, perlunakan &
destruktif cacat)
Ganggosa (hidung keropos)
Juxta articular nodus (benjolan pd
sendi)
Kelainan tulang, seperti pedang
Gondou:benjolan di tulang
Penebalan, pecah2,nyeri pada
telapak tangan/kaki
Early (dini)
Sangat menular
-Late (lanjut)
-Tidak/kurang menular
11. ■ Lesi dapat sembuh spontan, sering
komplikasi infeksi sekunder dan
meninggalkan skar.
■ 10% pasien yang tidak diterapi stadium
III
■ Gangguan KV dan neurologik hampir tidak
pernah terjadi pada frambusia
12. Tanda dan gejala
Stadium I
■ Lesi primer (mother yaw/frambesioma)
■ Crusted papilloma
■ Ulserasi dasar ulkus seperti rasberry, tertutup
krusta kekuningan
■ Papul satelit dapat berkonfluens menjadi plak
■ Pembesaran KGB (sering)
■ Sembuh spontan (2 – 6 bln) scar atrofik
17. Laten awal dan stadium II
■ Resolusi mother yaws diikuti periode laten 10 – 16 minggu (atau
sampai 2 tahun)
■ Stadium II : erupsi lesi kulit diseminata dengan limfadenopati
generalisata.
■ Gejala konstitusi (+)
■ Lesi (daughter yaws/pianomas): papul dan plak eritematosa
non-pruritic, basah, verukosa, berkrusta, menyerupai mother
yaws tapi ukuran lebih kecil
18. Stadium II
■ Lesi dapat muncul dimana saja (termasuk daerah lipatan dan
membran mukosa)
■ Pada daerah aksila, lipatan kulit, dan permukaan mukosa, lebih
byk ditemukan lesi papiloma
■ lesi plak hiperkeratotik di telapak tangan/kaki disertai fisura
atau ulserasi, terasa nyeri (crab yaws)
■ Dapat mengalami ulserasi
■ Dapat mengenai tulang dan sendi
19. Stadium II
■ Morfologi dan jumlah lesi dipengaruhi iklim.
■ Musim kemarau: lesi sedikit dan lebih macular.
■ Lesi stadium II dapat bertahan lebih dari 6 bulan dan sembuh
secara spontan
20. Stadium II
Lesi eksudatif multiple, diseminata
eksudatnya menarik lalat utk
mendekat
Doc Prima, Kodi, SBD, 2009
22. Laten lanjut
■ Pasien dapat memasuki periode laten lanjut tanpa gejala (uji
serologik reaktif)
■ Semua lesi membaik tanpa skar, namun dapat muncul kembali
dalam 5 tahun pertama infeksi
■ Pada kasus relaps lesi cenderung lebih terbatas di daerah perioral
23. Stadium III
Pada 10 % kasus, periode laten menjadi stad III, dgn gejala pada
kulit dan tulang.
Dapat disertai keterlibatan mata dan neurologik (kecil)
Lesi: nodul guma pada kulit dan subkutis, nekrosis sentral dan
ulserasi lesi yg dalam dan menyebabkan mutilasi
24. ■ Destruktif skar dan kontraktur
■ Perubahan lanjut pada tulang: hypertrophic periostitis,
hydrathrosis, gummatous osteitis dan periostitis, serta
osteomyelitis
Articular nodul
Gumma
27. ■ Diagnosis frambusia biasanya cukup dari temuan klinis.
■ T.partenue tidak dapat dibedakan dengan T.pallidum
secara: mikrobiologi, histopatologi, biokimia, serologik, atau
bahkan dg teknik molekular DNA
■ Sedikit perbedaan dengan DNA sequencing.
■ Uji serodiagnostik untuk sifilis dapat digunakan untuk
frambusia
28. ■ Titer hasil uji non-treponemal (RPR, VDRL)
bervariasi sesuai stadium dapat negatif pada
stad awal sekali atau late yaws.
■ Uji treponemal konfirmasi (TPHA,MHA-TP, FTA-
ABS) positif pada semua stadium
■ Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap pada lesi
awal: positif.
31. Uji non-treponemal
■ antigen nonspesifik (cardiolipin combine with lesitin and cholesterol) VDRL
dan RPR.
■ titer meningkat seiring perjalanan penyakit menghilang setelah terapi
■ Sangat sensitif tetapi tidak spesifik
■ False positive pada: leprosy, TB, leptospirosis, morbili, varicela, hepatitis,
mononukleosis infeksiosa, rickettsiosis, tripanosomiasis, SLE
■ Digunakan untuk skrining dan follow-up
■ Kasus yg didiagnosis secara serologik dgn uji ini sebaiknya diikuti dengan uji
treponemal (lebih spesifik)
32. Uji treponemal
■ Antigen spesifik
■ Untuk konfirmasi diagnosis dan skrining
■ FTA-ABS, MHA-TP, TPHA, TPPA, Elisa, ICS (TPHA-based rapid
test) - RDT
■ Sangat spesifik
■ False positive pada infeksi treponemal lain
■ Hasil positif menetap seumur hidup
48. Kab/Kota endemis frambusia bila:
ditemukan minimal 1 kasus
•Min 1 kasus di desa yang belum pernah
ditemukan kasus frambusia
•Min 1 kasus di desa yang sudah dilakukan
POPM sebelumnya namun cakupan < 90%
•Min 10 kasus di desa yang sudah dilakukan
POPM sebelumnya dengan cakupan ≥ 90%
POPM
(semua pddk desa)
•1 – 9 kasus di desa yang sudah dilakukan
POPM sebelumnya dengan cakupan ≥ 90%
Pengobatan kasus
dan kontak
49. Beberapa ketentuan (PMK No. 8/2017)
• POPM dilakukan pada desa/kelurahan endemis yang dinyatakan oleh Ka
Dinkes kabupaten/kota setelah memenuhi kriteria penemuan paling sedikit 1
kasus pada wilayahnya.
Pasal 9
•POPM dilakukan terhadap seluruh penduduk desa/kelurahan termasuk kontak-kasus.
•Kontak-kasus adalah setiap penduduk yang melakukan hubungan sosial dengan penduduk
desa/kelurahan endemis berdasarkan hasil investigasi yang meliputi: kontak serumah, kontak
bermain, kontak bekerja, kontak bertetangga, kontak sekolah dan kontak lainnya
Pasal 10
• penduduk sasaran usia 2 – 69 th
• ditunda pemberiannya pada: bumil, penderita sakit berat, riwayat alergi obat azitromisin
Pasal 11
•POPM menggunakan obat azitromisin sesuai dosis.
•Obat yang diberikan oleh petugas, wajib diminum langsung di depan petugas.
•Sebelumnya, petugas harus memberikan informasi mengenai manfaat dan reaksi pasca minum
obat.
Pasal 12
•Petugas POPM Frambusia wajib mencatat dan melaporkan hasil kegiatan POPM Frambusia.
•Laporan disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan
provinsi dan Direktur Jenderal secara berjenjang, segera setelah pelaksanaan POPM Frambusia.
Pasal 13
50. Dosis
No. Nama Obat
Umur
(tahun)
Dosis
Cara
Pemberian
Lama
Pemberian
1. Azitromisin
tablet
2-5 th 500 mg Oral Dosis tunggal
6–9 th 1000 mg Oral Dosis tunggal
10-15 th 1500 mg Oral Dosis tunggal
16-69 th 2000 mg Oral Dosis tunggal
*Kasus < 2 tahun dan > 69 tahun, wanita hamil, warga sakit berat, atau
alergi obat azitromisin, pengobatannya konsultasikan ke dokter
52. Farmakokinetik azitromisin
■ Absorpsi dengan cepat dalam sistem pencernaan.
■ Kadar konsentrasi tertinggi dalam tubuh dicapai 2-3 jam, dengan
kadar plasma maks (Cmax) 0,4-0,45 mg/L.
■ Kadar pada jaringan lebih tinggi ± 100 kali daripada di serum.
■ Masa paruh 68 jam.
■ Ekskresi via empedu dan urin
■ Pemberian dosis tunggal azitromisin sama dengan paparan selama 5
hari,
53. Kontraindikasi, toksisitas & efek samping
■ Kontraindikasi: riwayat alergi azitromisin sebelumnya, gangguan hati, dan
jaundice (kuning) karena gangguan aliran empedu.
■ ESO: diare, mual, muntah, sakit perut, dan reaksi kulit berat.
■ Tidak ada efek samping fatal/meninggal yang terdokumentasikan.
■ Bila ada bradikardi relatif diberikan sulfas atropine dengan catatan denyut nadi
sebelum pemberian harus dihitung dengan cermat.
■ Perhatian khusus: tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan orang dengan
gangguan fungsi hati.
54. Keamanan pemberian azitromisin per oral
Tidak ada perbedaan keberhasilan pengobatan dengan
penisilin benzatin injeksi
Kurangi risiko dan efek samping obat injeksi.
Persentase kejadian ikutan kecil, cenderung ringan hingga
sedang, sebagian besar berupa gangguan pencernaan (mual,
muntah, sakit perut) >>> AMAN
Kejadian Ikutan POMP Frambusia dapat terjadi sejak
diberikan obat hingga 2 minggu.
55. Efek Samping Obat dan Penanganan
■ Efek samping yang sering: pada sal cerna dengan gejala mual, muntah dan diare, nyeri
abdomen.
■ Efek samping yang jarang: sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak normal dan
gangguan indra penciuman dan pengecap.
■ Pengobatan KIPO adalah dengan memberikan obat sesuai keluhan
■ Jika ringan rujuk ke petugas kesehatan/yankes terdekat, jika tidak bisa menangani,
rujuk ke dokter atau RS terdekat
59. Pusling
Pemeriksaan
Pusling di semua
desa minimal 1x 1
tahun
SD/MI
Murid di Seluruh SD/MI
diperiksa minimal 1x 1
tahun
Fasyankes
Pelayanan di Puskesmas,
Pustu, Bidan Desa/Polindes
Kegiatan
terintegrasi
Integrasi dengan
Program lain: ICF
Kusta Frambusia,
PISPK, program
penemuan kasus
lainnya di masyarakat
Laporan
Masyarakat
Laporan masyarakat
sebagai hasil kegiatan
Sosialisasi Frambusia,
laporan tsb diinvestigasi
Kab/ Kota Endemis
Semua Kab/ Kota
Semua Kab/ Kota
Semua Kab/ Kota
Kab/ Kota Endemis
Penemuan Kasus Frambusia
Kab Waropen,
Papua
2018
62. a. Terhentinya penularan
frambusia di semua wilayah
b. Sertifikasi bebas frambusia
setiap kab/kota
Eradikasi
Frambusia
tujuan
Indonesia
bebas frambusia
2024
63. Eradikasi
Frambusia
strategi
1. Advokasi dan sosialisasi
2. Promosi air, sabun dan PHBS
3. Sistem surveilans di semua
wilayah Indonesia (deteksi kasus,
dan pembuktian bebas frambusia)
4. Upaya penanggulangan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Komitmen
7. Pembiayaan
64. 1.Penemuan, pengolahan, analisis dan pelaporan kasus frambusia
(surveilans kasus frambusia puskesmas dan rumah sakit)
2.Upaya penemuan dini semua kasus frambusia (kasus suspek yang
terkonfirmasi) penyelidikan
3.Pemetaan endemisitas dan risiko penularan frambusia
a.Penetapan endemisitas frambusia kabupaten/kota
b.Penetapan endemisitas dan risiko penularan di desa
4.Monitoring dan evaluasi kegiatan POPM frambusia
5.Survei serologi
6.Penetapan kabupaten/kota bebas frambusia
Surveilans Frambusia
69. Rencana Aksi Eradikasi Frambusia Kab/Kota
POPM
Frambusia
Desa
Situasi 2010-2014
Surveilans
Adekuat
(endemis)
Kab/Kota
Bebas
Surveilans Adekuat
Kab/Kota
Endemis
Desa non
Endemis
Peng
obatan
Kasus &
Kontak
Kasus
Desa
Endemis
Th1 0
ks
Th2 0
ks
Th3 0
ks
Survei Serologi
Sertifikasi Kab/Kota
Bebas Frambusia
Surveilans
Adekuat
(bebas)
>6 bulan
Surveilans
tidak adekuat
Ada Kasus
Tidak Ada
Kasus
Surveilans
Adekuat
(bebas)
>6 bulan
75. Indikator
Surveilans frambusia
1. Kelengkapan laporan bulanan Puskesmas dan
RS (Register Frambusia)
2. Pemeriksaan murid SD/MI
3. Puskesmas Keliling - Desa
4. Tingginya kasus koreng bukan karena cidera
5. Tingginya kasus frambusia RDT (-)
6. Review sistem surveilans
76. Kapasitas SDM frambusia
Setiap Petugas Puskesmas dan RS, pintar:
1.Menemukan kasus
2.Mendiagnosis frambusia
3.Mengobati penderita
4.Pelaporan
5.Cara menghentian penularan
6.Cara membuktikan ada dan tidak ada penularan
78. Madiun Sertifikat Bebas Frambusia (April 2021)
https://jatim.antaranews.com/berita/471862/kota-madiun-
dinyatakan-bebas-dari-penyakit-frambusia
79. PESAN ERADIKASI FRAMBUSIA
Fokus eradikasi akhir 2019
F
R Rumuskan strategi lokal yang tepat
A Advokasi sosialisasi tingkatkan
M Mantapkan koordinasi LP/LS
B Buktikan kinerja kita
U Upayakan promosi PHBS optimal
S Surveilans nol kasus (zero reporting) perkuat
I Indonesia bebas frambusia selamatkan anak bangsa
A Aman, sehat, dan sejahtera masyarakat kita