1. LAPORAN KASUS
Hiperglikemia ec KAD dd HHS
Observasi Dyspneu ec Bronkopneumonia dd Susp. COVID-19,
Oleh:
dr. Eunike Nindya Christina
Pembimbing:
dr. Ismy Dianty
2. LATAR BELAKANG
● Hiperglikemia: tanda khas pada diabetes mellitus (DM)
● Diabetes melitus: gangguan metabolik akibat pankreas tidak dapat memproduksi insulin
dalam jumlah cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif atau keduanya
● Prevalensi DM di dunia (WHO, 2014): 422.000.000 jiwa
● Prevalensi DM di Indonesia (Riskesdas, 2013): 12.191.565 jiwa
● Pasien dengan riwayat DM memiliki risiko tinggi untuk mengalami komplikasi, seperti krisis
hiperglikemia
● Krisis hiperglikemia: ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH)
atau kondisi yang mempunyai keduanya
● Faktor pencetus krisis hiperglikemia: infeksi, penyakit vaskular akut, trauma, luka bakar,
kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut), obat-obatan
● KAD: terjadi asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan; SHH: terjadi
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang lebih tinggi dari KAD murni
World Health Organization. Global report on diabetes. France: WHO; 2016.
Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013.
Kementerian Kesehatan RI. Infodatin pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2014.
Fatimah RN. Diabetes melitus tipe 2. Majority. 2015; 4(5): 93-101.
International Diabetes Federation. IDF diabetes atlas. Seventh edition 2015. Edisi 7. Brussels: International Diabetes Federation; 2015.
2
3. Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
ketoasidosis diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik
(SHH) atau kondisi yang meliputi kedua keadaan tersebut
DEFINISI KRISIS HIPERGLIKEMIA
Arifin AL, Natalia N, Hartini S, Kariadi KS. Krisis hiperglikemia pada diabetes melitus. [cited 2020 Jan 17]. Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/krisis_hiperglikemia_pada_diabetes_melitus.pdf
Perkeni. Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.
Sumantri S. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum. [cited 2020 Jan 17]. Available from: https://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetikum-stevent_sumantri.pdf
Oktaliani R, Zamri A. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ. 2019; 7(1): 50-5.
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
6
KAD SHH
1. Peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dl)
2. Adanya tanda dan gejala asidosis
metabolik serta plasma keton (+) kuat
3. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion
gap
1. Adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas,
dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidos
2. Adanya hiperosmolalitas berat dengan
kadar glukosa serum yang lebih tinggi
dari KAD
5. DIAGNOSIS KAD & SHH
SHH
❏ Berlangsung dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu
❏ Gejala klinis: poliuria, polidipsia, dan
penurunan kesadaran yang progresif
akibat osmolalitas darah yang sangat
tinggi, nyeri perut jarang, kejang
❏ Pemeriksaan fisik: dehidrasi yang
bersifat sangat berat, bau nafas keton
tidak ada, dan status mental koma
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Diabetes spectrum. 2002; 15(1): 1-9.
8
KAD
❏ Berlangsung dalam waktu singkat
(kurang dari 24 jam)
❏ Gejala klinis: poliuria, polidipsia dan
penurunan berat badan yang dapat
berlangsung selama beberapa hari,
muntah dan nyeri perut
❏ Pemeriksaan fisik: bau nafas keton ada
6. DIAGNOSIS KAD & SHH
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Diabetes spectrum. 2002; 15(1): 1-9.
9
DKA SHH
Plasma Glukosa
(mg/dL)
>250 >250 >250 >600
Arterial pH 7,25-7,30 7,00-<7,24 <7,00 > 7,30
Serum Bikarbonat
(mEq/L)
15-18 10 - <15 < 10 > 15
Keton Urin Positif Positif Positif Sedikit
Keton Serum Positif Positif Positif Sedikit
Osmolalitas serum
efektif
Variabel Variabel Variabel > 320 mOsm/kg
Gap Anion > 10 > 12 > 12 < 12
Alteration in
sensorium or
mental obtundation
A A/D S/C S/C
*Nitroprusside reaction method
**Calculation: Effective serum osmolality: 2[measured Na (mEq/L)] + glucose (mg/dl)/18
***Calculation: Anion gap: (Na+) - (Cl_+HCO3-) (mEq/L)
7. TATALAKSANA KAD
Sumantri S. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum. [cited 2020 Jan 17]. Available from: https://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetikum-
stevent_sumantri.pdf
10
8. TATALAKSANA SHH
Sumantri S. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum. [cited 2020 Jan 17]. Available from: https://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetikum-
stevent_sumantri.pdf
11
9. KOMPLIKASI TATALAKSANA KAD & SHH
Sumantri S. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis diabetikum. [cited 2020 Jan 17]. Available from: https://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetikum-
stevent_sumantri.pdf
Oktaliani R, Zamri A. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ. 2019; 7(1): 50-5.
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
12
• Hipoglikemia karena adanya penanganan yang berlebihan dengan
insulin
• Hipokalemia yang disebabkan oleh pemberian insulin dan terapi
asidosis dengan bikarbonat
• Hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu
setelah perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan
• Sindrom distres napas akut dewasa (ARDS) karena adanya penurunan
progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan gradien oksigen
arterial alveolar yang biasanya normal
• Edema paru karena adanya pemberian infus kristaloid yang berlebihan
12. DIAGNOSIS BRONKOPNEUMONIA
8
❏ Pada foto toraks terdapat infiltrate baru atau infiltrate progresif ditambah
dengan 2 atau lebih di bawah ini:
❏ Batuk-batuk
❏ Perubahan karakteristik dahak/purulent
❏ Suhu tubuh lebih dari sama dengan 38oC (aksila)/ riwayat demam
❏ Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
❏ Leukosit lebih dari sama dengan 10.000 atau <4500
13. TATALAKSANA BRONKOPNEUMONIA
8
Berdasarkan practice guideline American Thoracic Society and Infectious
Diseases Society of America tahun 2020:
❏ Ampisilin 1,5 – 3 g IV tiap 6 jam, atau
❏ Cefotaxime 1 to 2 g IV tiap 8 jam, atau
❏ Ceftriaxone 1-2 g IV per hari DAN azitromisin 500 mg oral atau IV per
hari, atau
❏ Clarithromycin 500 mg oral tiap 12 jam.
14. DEFINISI SUSPEK COVID-19
8
❏ Seseorang yang memiliki salah satu kriteria klinis DAN salah satu kriteria
epidemiologis
Kriteria klinis:
❏ Demam akut (≥ 38 derajat C)/ riwayat demam dan batuk; ATAU
❏ Terdapat ≥3 gejala berikut: demam/riwayat demam, batuk, kelelahan, sakit
kepala, myalgia, nyeri tenggorkan, pilek, hidung tersumbat, sesak napas,
anoreksia/mual/muntah, diare, penurunan kesadaran
16. ANAMNESIS
● Heteroanamnesis dengan : keluarga pasien
IDENTITAS PASIEN
● Nama : Ny. S
● Jenis Kelamin : Perempuan
● Usia : 64 tahun
● Tanggal lahir : 25 Desember 1956
● Agama : Islam
● Pekerjaan : Tidak bekerja
● Alamat : Mungkid, Kabupaten Magelang
14
17. ANAMNESIS
Keluhan utama: PENURUNAN KESADARAN
• Penurunan kesadaran sejak 30 menit SMRS
• Keluhan bersifat mendadak
• Pasien juga riwayat sesak napas sejak 2 hari
SMRS
• Tidak ada keluhan demam, batuk, pilek, nyeri
tenggorok, gangguan fungsi pembauan dan
pengecapan, mual, muntah, serta nyeri kepala
• Tidak ada gangguan BAB dan BAK
15
18. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
• Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak
rutin minum obat
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
• Riwayat diabetes melitus dan hipertensi tidak
terkontrol
16
19. RIWAYAT SOSIAL
• Kebiasaan makan dan minum: Pasien memiliki
kebiasaan makan teratur dalam jumlah sedikit. Air
untuk sumber minum dari air sumur
• Kebiasaan olahraga: Pasien jarang berolahraga
• Lingkungan sekitar rumah: Lingkungan rumah
pasien terdapat di pemukiman padat penduduk
17
21. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen, GCS = E2V2M4
Antropometri : BB = 50 kg, TB = 155 cm
Status Gizi : Normal, BB/(TB)2=20,8 kg/m2
19
Tanda Vital
Tekanan Darah : 134/94 mmHg
Denyut Nadi : 102 kali/menit, kuat angkat, reguler
Frekuensi Nafas : 30 kali/menit, reguler
Temperatur Aksila : 38,5oC
SpO2 : 64% on room air -> 94% via NRM 15 LPM
22. PEMERIKSAAN FISIK
Kulit
Inspeksi : Kulit kasar, turgor kulit baik < 2 detik, petekie (-), hematom
(-), kuku utuh dalam batas normal, rambut terdistribusi merata, tidak
mudah rontok.
Palpasi : Nodul (-), atrofi (-), sclerosis (-)
20
Kepala dan Leher
Inspeksi : Bentuk kepala normosefali, sikatrik (-), pembengkakan
leher (-)
Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), nyeri tekan
pada tiroid dan KGB (-).
Pemeriksaan JVP : JVP normal (5+2 CmH2O)
Telinga
Inspeksi : Serumen (+/+) dalam batas normal, edema (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan mastoid (-), massa (-)
23. PEMERIKSAAN FISIK
Hidung
Inspeksi : Mukosa hidung kemerahan (-/-), perdarahan (-/-)
Palpasi : Nyeri (-)
21
Rongga Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : Tidak terdapat hiperemis, stomatitis (-), tumor (-), tidak ada
kelainan pada rongga mulut, gigi lengkap.
Palpasi : Nyeri (-), massa (-)
Mata
Inspeksi : Ptosis (-/-), sklera merah (-/-), konjungtiva pucat (-/-),
refleks pupil (+/+), pupil isokor (2mm/2mm), produksi air mata cukup.
24. PEMERIKSAAN FISIK
Toraks (Paru)
Inspeksi : Bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris,
pernapasan irama reguler, tumor (-), retraksi (-)
Palpasi : Fremitus fokal simetris pada kedua lapang paru dan tidak
ada peningkatan atau penurunan.
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Suara nafas vesikular, ronki (+/+), wheezing (-/-)
22
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea axillaris anterior sinistra.
Perkusi : Batas kiri: ICS VI linea axillaris anterior sinistra
Batas kanan: ICS V linea parasternal dextra.
Auskultasi: S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
25. PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen
Inspeksi : Plak hipopigmentasi (-), venektasi (-), Supel (+)
Auskultasi: Peristaltik usus (+), bruit (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), defans muscular (-), liver span
8 cm, liver tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (T), Pekak (P)
23
Punggung
Inspeksi : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : Nyeri (-), gybus (-), tumor (-)
Ekstremitas
Inspeksi : Gerak sendi luas, deformitas (-), pembengkakan (-/-)
Palpasi : Akral hangat (+/+), edema (-/-) ekstremitas atas dan bawah
26. PEMERIKSAAN FISIK
Alat kelamin dan Rektum
Perempuani: Tidak dilakukan pemeriksaan
24
Ekstremitas
Inspeksi : Gerak sendi luas, deformitas (-), pembengkakan (-/-)
Palpasi : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
30. 27
Urinalisis
Hasil Satuan Nilai rujukkan
URIN RUTIN
Warna Urin Kuning Kuning
Kejernihan Urin Jernih Jernih
KIMIA URIN
Glukosa Urin 4+ Negatif
Protein Urin 2+ Negatif
Bilirubin Urin Negatif Negatif
Urobilinogen Urin Normal Normal
pH Urin 5.5 5.0-8.0
Berat Jenis Urin 1.010 1.015-1.025
Blood Urin 3+ Negatif
Keton Urin 2+ Negatif
Nitrat Urin Negatif Negatif
MIKROSKOPIS URIN
Sel Epitel 5-8 /lpk 1-2
Leukosit Urine 2-5 /lpb < 5
Eritrosit 2-5 /lpb < 5
Silinder Granular Cast (+) /lpk Negatif
Kristal Negatif /lpk Negatif
Bakteri Negatif /lpb Negatif
Lain-lain JAMUR +
36. KASUS
TEORI
• Perempuan, usia 64 tahun
• KU: Penurunan kesadaran (E2V2M4)
• Penurunan kesadaran sejak 30 menit SMRS
bersifat mendadak
• RPD: HT dan DM tidak terkontrol
• Lab: GDS 897 mg/dL, glukosa urin 4+, protein
urin 2+, dan keton urin 2+
• KAD ditandai dengan adanya
peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi, yaitu sekitar 300-600 mg/dL
serta adanya keton (+) pada urin.
• Pada KAD dapat ditemukan adanya
penurunan kesadaran yang bersifat
progresif hingga keadaan koma. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan
adanya tanda-tanda dehidrasi yang
disertai dengan pernapasan cepat-dalam
(kusmaul) dan bau nafas aseton.
43
Arifin AL, Natalia N, Hartini S, Kariadi KS. Krisis hiperglikemia pada diabetes melitus. [cited 2020 Jan 19]. Available from:
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/krisis_hiperglikemia_pada_diabetes_melitus.pdf
Wang X, Yu H, Cai Z, Wang Z, Ma B, et al. Nonketotic hyperglycemia-related epileptic seizures. Epilepsy Behav Case Rep. 2013; 1: 77–8.
Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Diabetes spectrum. 2002; 15(1): 1-9.
37. KASUS
TEORI
45
SHH
Plasma Glukosa
(mg/dL)
833
Arterial pH 7,23
Serum Bikarbonat
(mEq/L)
TDL
Keton Urin +2
Keton Serum TDL
Osmolalitas serum
efektif
286,2 mOsm/kg
Gap Anion 8
DKA SHH
Plasma
Glukosa
(mg/dL)
>250 >250 >250 >600
Arterial pH 7,25-7,30 7,00-<7,24 <7,00 > 7,30
Serum
Bikarbonat
(mEq/L)
15-18 10 - <15 < 10 > 15
Keton Urin Positif Positif Positif Sedikit
Keton Serum Positif Positif Positif Sedikit
Osmolalitas
serum efektif
Variabel Variabel Variabel > 320
mOsm/kg
Gap Anion > 10 > 12 > 12 < 12
Alteration in
sensorium or
mental
obtundation
A A/D S/C S/C
*Nitroprusside reaction method
**Calculation: Effective serum osmolality: 2[measured Na (mEq/L)] + glucose
(mg/dl)/18
***Calculation: Anion gap: (Na+) - (Cl_+HCO3-) (mEq/L)
38. KASUS
TEORI
Penyebab krisis hiperglikemia:
• Infeksi,
• Penyakit vaskular akut,
• Trauma,
• Luka bakar,
• Kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut,
kholesistitis akut),
• Obat-obatan
• Penyebab krisis hiperglikemia pada
pasien ini adalah kemungkinan
adanya infeksi (peningkatan
leukosit)
Oktaliani R, Zamri A. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ. 2019; 7(1): 50-5.
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
46
39. KASUS
TEORI
• Kasus suspect COVID-19 didukung oleh
adanya pemeriksaan penunjang rontgen thorax
PA dan pemeriksaan laboratorium darah
lengkap
• Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan
hasil foto rontgen thorax PA serta adanya
gejala klinis pneumonia pada pasien yaitu
demam, sesak napas, dan leukositosis
• Anamnesis: Sesak napas sejak 2
hari SMRS
• Pemeriksaan fisik: takipneu (RR:
30 x/menit), suhu 38,5 °C,
saturasi oksigen 64% on room air ->
94% dengan NRM 15 lpm, rhonki
pada seluruh lapang paru
• Pemeriksaan laboratorium:
leukositosis 27.800/uL dengan
neutrofil 83,3% dan limfosit 9,1%
• Rontgen thorax PA:
bronkopneumonia
Oktaliani R, Zamri A. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ. 2019; 7(1): 50-5.
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
46
40. KASUS
TEORI
TATALAKSANA
• Pemberian cairan
• Tujuan terapi cairan: memperluas volume
intravaskular dan ekstravaskular, tanpa
menyebabkan edema serebral karena pengurangan
osmolalitas plasma yang terlalu cepat
• Terapi cairan dapat menurunkan kadar glukosa darah
• Estimasi cairan yang diperlukan 100 ml/kgBB
dengan menggunakan normal saline NaCl 0,9%
serta kecepatan 500 sampai dengan 1000 ml/jam
selama dua jam pertama
• Target dari terapi HHS adalah adanya kesadaran
pasien yang membaik dan osmolaritas serum yang
teresolusi
Terapi IGD:
• O2 NRM 15 lpm
• Loading NaCl 1000 cc
• Drip insulin 6 IU/jam
Setelah dilakukan penangan rehidrasi
dan insulin, GDS pasien yang awalnya
897 mg/dL justru menjadi HIGH
padaGDSstick sehingga drip insulin
dinaikkan menjadi 12 IU/jam
• IVFD NS 0,9% loading 1000 cc
lanjut 20 tpm
• Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
• Inj. Ondansetron 4 mg k/p
• Inf paracetamol 1 gram
Oktaliani R, Zamri A. Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS). JMJ. 2019; 7(1): 50-5.
Semarawima G. Status hiperosmolar hiperglikemik. MEDICINA. 2017; 48(1): 49-53.
47
Meskipun anion gap pada pasien bernilai 14,6 namun pada kasus SHH, peningkatan anion gap bisa terjadi karena adanya ketoasidosis dan/atau peningkatan kadar serum laktat