SlideShare a Scribd company logo
1 of 65
1
a. Skenario
SKENARIO 4
Demam dan Menggigil
Seorang dokter internship yang bertugas di Magelang mengeluh demam
naik turun sejak 7 hari yang lalu. Selama 3 hari terakhir, ia mengalami demam tinggi
hingga menggigil dan berkeringat pada malam hari. Pada hasil pemeriksaan darah
didapatkan makrogametosit berbentuk seperti pisang. Dokter tersebut telah
bertugas selama 6 bulan di daerah yang dikenal endemik dan belum mengkonsumsi
kemoprofilaksis.
b. Klarifikasi Istilah
STEP 1
1. Endemik : penyakit yang asli/menyebar terbatas pada suatu wilayah
tertentu
2. Kemoprofilaksis : antimikroba yang diberikan sebelum terpapar
penyakit/untuk penularan penyakit
3. Internship : program dokter dalam masa pendidikan profesi
4. Makrogametosit : sel kelamin betina, ukuran lebih besar dari sel kelamin
jantan
c. Rumusan Daftar Masalah
STEP 2
1. Mengapa pasien bisa mengalami demam, menggigil dan berkeringat?
2. Apa saja gejala yang timbul dalam kasus?
3. Hal apa saja pada pemeriksaan darah?
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?
5. Bagaimana cara kerja kemoprofilaksis untuk penyakit tersebut?
6. Pencegahan apa yang bisa mengurangi kasus tersebut selain kemoprofilaksis?
2
d. Analisis Masalah
STEP 3
1. Yang dapat menyebabkan pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat
yaitu :
a) Periode dingin
b) Periode panas
c) Periode berkeringat
2. Gejala yang timbul yaitu :
a. Trias malaria : demam, berkeringat dan menggigil
b. Anemia : pecahnya eritrosit
c. Ikterik : gangguan hepar
d. Splenomegali
e. Nafsu makan menurun
f. Lemas
g. Nyeri kepala
h. Diare
3. Pada pemeriksaan darah yaitu :
Tipis : untuk mengetahui jenis penyakit
Tebal : mengandung parasit
4. Penatalaksana pada kasus tersebut yaitu :
a. Jenis prognasis, prinsetanin
b. Primakuin
c. Kina, klorokuin
d. Primakuin, prognasis : mencegah ookista
5. Cara kemoprofilaksis yaitu :
a. Mencegah timbulnya penyakit
b. Doksisiklin 100mg/hari 1-2 hari sebelum pergi : tidak boleh buat ibu hamil
c. Pulang 4 minggu minum obat
d. Maksimal 6 bulan
e. Pemilihan obat
6. Pencegahan pada kasus tersebut yaitu :
3
1) Berbasis masyarakat
a) PHBS
b) PSN
c) Mengobati diri sendiri
d) Fogging
2) Berbasis pribadi
a) Tidak keluar malam
b) Kelambu
c) Ventilasi
d) Prilaku
e. Sistematika Masalah
STEP 4
1. Yang dapat menyebabkan pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat
yaitu :
Nyamuk menggigit → liver (hepatosit) → Pembuluh Darah → siklus → nyamuk
gigit lagi
Air susu ibu
SDM : ada yang terinfeksi dan tidak, splenomegali dan anemia
Merozoit → tropozoit → gametosit
3 macam eritrosit :
a) Sitoadhesi : penempelan eritrosit
b) Rosetting : eritrosit mengelilingi
c) Sekuenstrasi : plasmodium gumpalan-gumpalan
Siklus hidup Anopheles :
a) Fase aseksual
Menghisap darah manusia → sporozoit → hati → skizon
Plasmodium vivax dan P. ovale : aliran darah
b) Fase eritosit
Merozoit → trofozoit
Monosit → gametosit → menyerang eritrosit
4
c) Fase seksual
Gemetosit → lambung nyamuk → zigot → ookista → pecah → sporozoit
2. Gejala yang timbul yaitu :
Prodormal : lesu, sakit kepala, nyeri sendi, sakit perut, anoreksia
Plasmodium vivax dan P. ovale : 36 jam
Plasmodium falciparum : 12 jam
Anemia : hemolitik, noimositik dan nomolitik
3. Pada pemeriksaan darah yaitu :
Plasmodium falciparum : trofozoit seperti hancur, seperti ginjal, sitoplasma biru
seperti pisang ambon
Plasmodium ovale : skizon, titik james dot
Plasmodium malariae : SDM tidak membesar, akarnya pita, pigmen hitam
4. Penatalaksana pada kasus tersebut yaitu :
P. falciparum : primakuin
P. Vivax : DHP + primakuin 14 hari
P. Malariae : ACT 1x/hari selama 3 hari tidak diberi primakuin
5. Cara kemoprofilaksis yaitu :
Primakuin : terjadi hemotaksis harus ada pemeriksaan enzim G6PD dapat
dimulai 1 hari sebelum berangkat
Ibu hamil : tidak boleh minum doksisiklin
Komplikasi : primakuin dosis meningkat → 0,5 HCT/DHP
6. Pencegahan pada kasus tersebut yaitu :
a) Menjaga kebersihan lingkungan rumah
b) Tidak menggantung baju
c) Surveilans
5
Peta Konsep
f. Sasaran Belajar
STEP 5
1. Gejala dan tanda dari sitoadherensi, rosetting dan sekuestrasi
2. Komplikasi malaria
3. Diagnosis banding berdasarkan peta konsep (etiologi sampai penatalaksanaan)
Penyakit yang
Diperantarai
Vektor
Patomekanisme
Etiologi
Pencegahan
Kemoprofilaksis
Komplikasi
Diagnosis
Banding
 DBD
 Leptospirosis
 Chikungunya
 Zika
 Filariasis
 Rickettsial
disease
 Trypanosomiasi
s
 Schistosomiasis
 Japanese
encephalitis
 Lyme disease
Gejala dan
Tanda
Siklus
hidup
vektor
6
g. Belajar Mandiri
STEP 6
Belajar mandiri
h. Penjelasan
STEP 7
1. Gejala dan tanda dari sitoadherensi, rosetting dan sekuestrasi
a) Sitoaderensi
Sitoaderensi ialah perlekatan antara eritrosit stadium matur pada
permukaan endotel vaskular. Perlekatan terjadi molekul adhesif yang
terletak dipermukaan knob eritrosit melekat dengan molekul-molekul
adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular. Molekul adhesif
dipermukaan knob eritrosit secara kolektif disebut PfEMP-1, (P. falciparum
erythrocyte membrane protein-1). Molekul adhesif dipermukaan sel endotel
vaskular adalah CD36, trombospondin, intercelullar-adhesion molecul-1
(ICAM-1), vascullar cell adhesion molecule-1 (VCAM), endothel leucocyte
adhesion molecule-1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan chondroitin
sulfate. PfEMP-1 merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh
sekelompok gen yang berada dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut
gen VAR. Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenik yang sangat
besar. 1
Gejalanya terdapat perubahan hemodinamik. Eritrosit yang
terinfeksi parasit akan bersifat mudah melekat. Eritrosit melekat pada
eritrosit yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endotel kapiler,
menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan dalam pembuluh darah
yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat
terjadi gangguan fungsi ginjal, otak,dan syok. 2
Tempat melekat pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikenal sebagai
knob yang terdiri atas protein yang dikode oleh genom parasit. Protein ini
disebut PfEMP-1 yang bervariasi. Reseptor pada trombosit dan endotel
adalah CR1 dan glikosaminoglikan, CD36, PECAM-1 atau CD31, E-
7
selectin, P-selectin, ICAM-1 dan VCAM-1. Akibatnya pada penderita
terjadi disseminated intravascular coagulation dan trombositopenia. 2
Selain hemodinamik terdapat juga perubahan imunologik. Antigen
parasit lain yaitu ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), protein
heat schock, akan mengaktifkan sel mononukleus dalam darah yang
mengakibatkan timbulnya berbagai respon imun yang berbeda. Rangkaian
glycosylphosphatidylinositol yang bersifat seperti endotoksin akan
meningkatkan aktivitas responns Th1 berhubungan dengan gagal ginjal
akut. Antigen Pf332 yang berinteraksi dengan reseptor lain dari monosit
meningkatkan respon Th2 berperan dalam pembentukan imunitas terhadap
reinfeksi. Hal yang paling penting dari aktivasi monosit adalah pelepasan
Tumor Necrosis Factor-α (TNF- α) yang mempunyai peran dalam
patogenesis malaria akut. Pada aktivitas Th2 terjadi pengeluaran IL-4 yang
menginduksi proliferasi sel limfosit B untuk menghasilkan Ig E dan IgG4,
terutama bermanifestasi pada malaria serebral dimana terjadi peningkatan
IgG. Plasmodium falciparum mengaktifkan C3 melalui jalur alternative
pathway berperan dalam patogenesis komplikasi yang berhubungan dengan
trombosis. 2
b) Sekuestrasi
Sitoadheren menyebabkan eritrosit matur tidak beredar kembali
dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya
Plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada
plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer.
Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam
tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal,
paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan
utama dalam patofisiologi malaria berat. 1
Gejalanya eritrosit melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi, sel
trombosit dan endotel kapiler, menyebabkan pembentukan roset dan
8
gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi.
Akibatnya secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak,dan syok.
2
c) Rosetting
Rosetting adalah berkelompoknya eritrosit matur yang diselubungi
10 atau lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit. Plasmodium yang
dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting.
Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau dalam jaringan
sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren. 1
Gejalanya terdapat perubahan metabolik. Kelainan metabolik berhubungan
dengan infeksi Plasmodium merupakan konsekuensi dari:
1) Gangguan pada membran eritrosit
Perubahan yang menonjol adalah hambatan magnesium-activated ATP-
ase pada eritrosit yang menyebabkan kegagalan pompa sodium, sehingga
terjadi hiponatremia dalam sel. Selain itu terjadi penurunan interaksi
hemoglobin dan dinding sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya
deformitas eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Membran
eritrosit yang tidak terinfeksi juga mengalami perubahan sehingga terjadi
pembentukan rosette.
2) Kebutuhan nutrisi parasit
Plasmodium membutuhkan glukosa dalam jumlah besar untuk keperluan
energinya. Hal ini terkadang dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Akibat terjadi peningkatan glikolisis anaerobik dan
akumulasi asam laktat.
3) Peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik
Gangguan yang disebabkan pembentukan rosette, gumpalan dan adhesi
endotel terhadap eritrosit yang terinfeksi parasit, pelepasan sitokin lokal
dan respon imun berperan dalam menyebabkan peripheral pooling dan
hambatan oksigenasi jaringan. Akibatnya terjadi peningkatan asam laktat
yang diikuti dengan peningkatan rasio laktat atau piruvat, depresi
9
respirasi mitokondria dan peningkatan molekul oksigen yang bersifat
reaktif, menyebabkan pembentukan nitrit oksida dan peroksida lipid
yang mengakibatkan oxidative stress pada malaria. 2
2. Komplikasi malaria
a. Gagal Ginjal ( GGA )
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa.
Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan hanya
5-1% disebabkan nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan
adanya anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari
sumbatan kapiler, sehingga terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
Secara klinis dapat terjadi fase oliguria atau poliuria. Pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan yaitu urin mikroskopik, berat jenis urin,
natrium urin, serum natrium, kalium, ureum , kreatinin, analisa gas darah
serta produksi urin. 2
b. Kelainan Hati ( Malaria Biliosa )
Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum. Pada
penelitia di Minahasa dari 836 penderita malaria, hepatomegali 15,9%,
hiperbilirubinemi 14,9% dan peningkatan serum transminase 5,7%. Pada
malaria biliosa ( Malaria dengan ikterus ) di jumpai ikterus hemolitik 17,2%
Ikterus obstruktip intra-hepatal 11,4% dan tipe campuran parekimantosa,
hemolitik dan obstruktif 78,6 peningkatan SGOT rata-rata 121 Mu/ml dan
SGPT 80,8 Mu/ml dengan ratio 1,5 peningkatan transminase biasanya
ringan sampai sedang dan jarang melebihi 200 iu, ikterus yang berat sering
dijumpai. 2
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang dengan
malaria berat. Ini disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah
menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa
gejala pada penderita dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan
kesadaran. 2
10
d. Blackwater fever ( Malaria Hemoglobinuria )
Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil,
demam, hemolysis intravascular hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gagal
ginjal, biasanya terjadi pada komplikasi dari infeksi Plasmodium
falciparum yang berulang ulang pada orang non-imun atau dengan
pengobatan kina yang tidak adekuat. Akan tetapi adanya hemolisis karena
kina atau antibodi terhadap kina belum pernah dibuktikan. Malaria
hemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurangan enzim G-6-
PD dan biasanya parasit falciparum positif , atau pun pada penderita
kekurangan G-6-PD yang biasanya disebabkan karena pemberian
primakuin. 2
e. Malaria Algid
Yaitu terjadinya syok vaskular, ditandai dengan hipotensi (tekanan sistolik
kurang dari 70 mmHg) perubahan tahanan dan berkurangnya perfusi
jaringan gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada kulit,
temperatul rektal tinggi kulit tidak elastik pucat, pernapasan dangkal , nadi
cepat, tekanan darah turun. 2
f. Edema Paru/ ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome )
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Edema paru
merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering
menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan
atau Acute Respiratory Distress Syndrome beberapa faktor yang dapat
menimbulkan edema paru yaitu kelebihan hipotensi, asidosis, dan uremi.
Adanya peningkatan respirasi merupakan gejala awal bila frekunsi
pernapasaan >35 kali/menit prognosanya jelek. 2
g. Malaria otak/malaria serebral
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi
(80%) bila dibandingkan dengan malaria berat lainnya. Gejala klinisnya
dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan. Sakit
kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan
saraf dan kejang yang bersifat lokal atau menyeluruh. Dapat ditemukan
11
perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang ditemukan. Gejala
neurologi yang timbul dapat menyerupai meningitis, epilepsi, delirium akut,
intoksikasi, sengatan panas (heat stroke). Pada orang dewasa koma timbul
beberapa hari setelah demam, bahkan pada orang non imun dapat timbul
lebih cepat. Pada anak koma timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang
didahului dengan kejang dan berlanjut dengan penurunan kesadaran. 2
h. Anemia berat
Komplikasi ditandai dengan menurunnya Ht ( Hematokrit ) secara
mendadak ( <15%) atau kadar hemoglobin <5g%. Anemia merupakan
komplikasi yang penting dan sering ditemukan pada anak. Hal ini dapat
memburuk pada waktu penderita diobati, terutama bila jumlah parasit dalam
darah sangat tinggi. Anemia umumnya bersifat normositik tetapi retikulosit
biasanya tidak ditemukan , namun demikian anemia mikrositik dan
hipokrom dapat ditemukan baik karena defisiensi zat besi atau kelainan
hemoglobin. Patofisiologi anemia berat pada keadaan ini masih belum jelas.
Anemia berat dapat disebabkan karena destruksi masif eritrosit yang
terinfeksi dan penurunan produksi eritrosit oleh sumsum tulang. Selain itu
umur eritrosit yang tidak terinfeksi memendek karena pada permukaan
eritrosit ini dapat ditemukan imunoglobulin dan atau komplemen, bila nilai
hemotokrit kurang dari 20% atau hemoglobin kurang dari 7g/dl, penderita
dapat diberi transfuse darah seger atau packed cell, volume darah atau sel
yang diberikan harus diberikan perhiltungan dalam keseimbangan cairan
penderita. 2
3. Diagnosis banding berdasarkan peta konsep (etiologi sampai penatalaksanaan)
1) Leptospirosis
a. Definisi
Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira.
Penyakit ini disebut juga Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic
12
jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease. Pada tahun 1886 Adolf Weil
pertama kali meiaporkan peneilitian tentang penyakit ini. la menemukan
bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus,
pembesaran hati dan Iimpa, serta kerusakan giniai. Pada tahun 1915 lnada
menemukan penyebab leptospirosis adaiah Spirochaeta
iderohemorrhagiae. Di Cina penyakit ini disebut sebagai penyakit akibat
pekerjaan (occupational disease) karena banyak menyerang para petani. Di
Jepang penyakit ini disebut dengan penyakit demam musim gugur. Penyakit
ini juga banyak ditemukan di Rusia, inggris, Argentina, dan Australia. Di
Indonesia, gambaran klinis leptospirosis dilaporkan pertama kali oleh Van
der Scheer di Jakarta pada tahun 18/92, sedangkan isolasinya dilakukan oleh
Vervoot pada tahun 1922. Di berbagai daerah di tanah air, sudah berhasil
diisolasi berbagai serovar, antara Iain Leptospira bataviae, L. javanica, L.
austraiis, L. semaranga, L. icterohaemorrhagiae, L. canico/a dari Jakarta,
Ambarawa, Riau, Bangka, dan Bogor. 3
b. Etiologi
Genus Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta dari famili
Trepanometaceae adalah bakteri yang berbentuk seperti benang dengan
panjang 6-12 pm. Spesies L. interrogans adalah spesies yang dapat
menginfeksi manusia dan hewan. Saat ini terdapat minimal 180 serotipe dan
18 serogroup yang sudah tendentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di
Indonesia.
Karena ukurannya yang sangat kecil, leptospira hanya dapat dilihat dengan
mikroskop medan gelap atau mikroskop elektron. Bakteri leptospira
berbentuk spiral dengan ujung-ujung seperti pengait. Bentuk yang demikian
menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur,
atau berbelok. Bakteri ini peka terhadap asam. Meskipun di dalam air tawar
dapat bertahan hidup sampai sekitar satu buian, namun dalam air yang pekat
seperti air selokan, air kencing, atau air laut. leptospira akan cepat mati.
13
Lingkungan yang sesuai untuk hidup leptospira adalah tanah panas dan
lembab seperti kondisi daerah tropis Bakteri ini dapat hidup sampai 43 hari
pada tanah yang sesuai dan sampai beberapa minggu dalam air terutama air
tawar. Urin seeker sapi yang terinfeksi dapat mengandung 100 juta
leptospira/mm3. 3
c. Penularan
Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui beberapa cara berikut ini:
 Kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang tercemar bakteri.
 Kontak dengan organ, darah, dan urin hewan terinfeksi.
 Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.
Berdasarkan berbagai data, infeksi yang tersering adalah melaiui cara yang
pertama. Bakteri masuk ke tubuh manusia meialui kulit yang lecet atau luka
dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penuiaran penyakit
ini dapat melalui kontak dengan kulit intak (sehat) terutama biia kontak
lama dengan air. Hewan penular utama pada manusia adalah tikus. Di
Amerika Serikat penuiar terbesar adalah anjing. Di Indonesia, infeksi ini
banyak terjadi di daerah banjir. Detergen, bahkan dengan konsentrasi
rendah sekalipun, terbukti dapat menghambat perkembangan hidup
leptospira.
Faine S. menyatakan bahwa terdapat tiga pola epidemiologi leptospira,
yaitu:
a) Penuiaran via kontak langsung, biasanya pada daerah beriklim sedang,
sering terjadi di peternakan sapi atau babi.
b) Penularan atau penyebaran penyakit karena kontaminasi yang luas pada
lingkungan, biasanya pada iklim tropis-basah (musim hujan). Paparan pada
manusia secara iebih luas tidak terbatas karena pekerjaan.
c) Penuiaran via infeksi rodensia pada lingkungan perkotaan yang kumuh. 3
d. Gejala dan tanda
14
Masa inkubasi leptospirosis adalah 712 hari dengan rata rata 10 hari Setelah
masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri akan masuk ke peredaran darah dan
beredar ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan di mana
saia termasuk organ jantung, otak, dan ginjal. Sebagian besar penyakit ini
bersifat subkiinis, 90% penyakit tidak akan menyebabkan ikterik dan hanya
tipe yang berat (10%) yang menyebabkan ikterik (Weil disease).
Manifestasi klinis leptospirosis terbagi meniadi tiga fase:
a. Fase pertama (leptospiremia)
Fase ini ditandai dengan demam tinggi mendadak, malaise, nyeri otot,
ikterus sakit kepala, dan nyeri perut yang disebabkan oieh gangguan
hati, ginjal, dan meningitis (merupakan salah satu penjelasan mengapa
penyakit ini sering mendiagnosis dengan meningitis dan ensefalitis).
Fase ini beriangsung selama 4-9 hari.
b. Fase kedua (imun)
Titer antibodi igM mulai terbentuk dan meningkat dengan cepat.
Gangguan klinis akan memuncak. Dapat terjadi leptopiura (leptospira
dalam urin) selama satu minggu sampai satu bulan. Fase ini berlangsung
selama 4-30 hari.
c. Fase ketiga (konvalesen) Fase ini ditandai dengan gejaia kiinis yang
sudah berkurang dapat timbui kembaii dan beriangsung seiama 2-4
minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejaia klinis, pemeriksaan serologi,
dan isolasi bakteri penyebab. 3
e. Pengobatan
Leptospira adalah penyakit yang self-limited. Secara umum prognosisnya
adaiah baik. Antibiotik yang dapat diberikan antara lain:
1. Penyakit sedang atau berat: penisiiin 4 x 1,5 IU atau amoksisiiin 4 x 1
gr seiama 7 hari.
2. Penyakit ringan: ampisiiin 4 x 500 mg, amoksisiiin 4 x 500 mg, atau
eritromisin 4 x 500 mg. 3
15
f. Pencegahan
Sanitasi lingkungan harus diperhatikan terutama di daerah peternakan,
pemotongan hewan, atau di kolam renang. Kampanye rumah yang antitikus
(rat proof) perlu dilakukan. Perilndungan bagi pekerja petemakan yang
harus diberikan adalah sepatu bot, sarung tangan, masker, dan baju
pelindung. imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular
juga perlu dilakukan.
Penyuluhan tentang higiene pribadi dan penuiaran penyakit ini akan
membantu untuk mencegah Kejadian Luar Biasa, Kewaspadaan petugas
kesehatan dapat berupa pengawasan situasi pascabanjir, mengisoiasi hewan
sakit dari rumah penduduk dan daerah wisata sebagai perlindungan dari urin
hewan), vaksinasi hewan peliharaan dengan strain lokal serta mengontrol
vektor bila diperiukan kewaspadaan ini diperlukan sebagai upaya untuk
mencegah penyebaran penyakit. 3
2) Chikungunya
a. Definisi
Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh
virus chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. lstilah
lain penyakit ini adalah dengue, dyenga, abu rokap, dan demam tiga hari.
Penyakit ini ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit,
leukopenia, dan limfadenopati. Karena vektornya nyamuk, chikungunya
tergolong arthropod-borne disease, yaitu penyakit yang disebarkan oleh
artropoda. 3
b. Etiologi
Virus chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa dari
famili Togaviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan ukuran diameter
sekitar 42 nm. Virus ini bersama dengan virus O’nyong-nyong dari genus
16
virus alfa dan virus penyebab penyakit ‘Demam Nil Barat’ dari genus virus
flavi menyebabkan gejala penyakit mirip dengue.
Sebelum menyerang manusia, 200-300 tahun yang lalu, virus ini telah
menyerang primata di hutan dan padang savana di Afrika. Hewan primata
yang sering terjangkit adalah baboon (Papio sp) dan Cercopithecus sp.
Meskipun belum ada penjelasan tentang perubahan siklus serangan dari
hewan primata→nyamuk→hewan primata menjadi
manusia→nyamuk→manusia, karena tidak semua virus hewan dapat
mengalami perubahan tersebut, kemungkinan hal ini terjadi karena mutasi
genetik pada virus. 3
c. Penularan
Seperti DBD, chikungunya endemik di daerah yang banyak ditemukan
kasus DBD. Kasus DBD pada wanita dan anak lebih tinggi dengan alasan
mereka lebih banyak berada di rumah pada siang hari saat nyamuk
menggigit. KLB chikungunya bersifat mendadak dengan jumlah penderita
relatif banyak. Selain manusia, virus chikungunya juga dapat menyerang
tikus, kelinci, monyet, baboon, dan simpanse. 3
d. Gejala dan tanda
Masa inkubasi chikungunya adalah 1-6hari. Gejala penyakit diawali dengan
demam mendadak, kemudian diikuti munculnya ruam kulit dan
limfadenopati, artralgia, miaigia, atau artritis yang merupakan tanda dan
gejaia khas chikungunya. Penderita dapat mengeluhkan nyeri atau ngilu bila
berjalan kaki karena serangan pada sendi-sendi kaki. Dibandingkan dengan
DBD, gejaia penyakit ini muncul lebih dini. Perdarahan jarang terjadi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan laboratorium, Yaitu
adanya antibodi IgM dan IgG daiam darah. 3
e. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan meliputi:
17
1. Pengobatan suportif
2. Analgesik
3. lnfus bila perlu 3
f. Pencegahan
Upaya pencegahan chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk
penyakit DBD. Penting bagi masyarakat untuk melakukan gerakan
pemberantasan sarang nyamuk secara rutin, menggunakan obat antinyamuk
pada jam-jam saat nyamuk banyak menggigit, dan mengoleskan lotion
antinyamuk pada anak sekolah. 3
3) Zika
a. Etiologi.
Virus Zika merupakan salah satu virus dari jenis Flavivirus. Virus ini
memiliki kesamaan dengan virus dengue, berasal dari kelompok
arbovirus Virus Zika ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang
menjadi vektor penyakit Zika adalah nyamuk Aedes, dapat dalam jenis
Aedes aegypti untuk daerah tropis, Aedes africanus di Afrika, dan juga
Aedes albopictus pada beberapa daerah lain. Nyamuk Aedes merupakan
jenis nyamuk yang aktif di siang hari, dan dapat hidup di dalam maupun
luar ruangan. Virus zika juga bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada
janinnya selama masa kehamilan. Siapapun yang tinggal atau
mengunjungi area yang diketahui terdapat virus Zika memiliki risiko
untuk terinfeksi termasuk ibu hamil. 1 diantara 5 orang yang terinfeksi
virus zika menunjukkan gejala. 4
18
Gambar 3.1 Transmisi virus Zika. 5
b. Gejala
Adapun gejala infeksi virus zika diantaranya demam, kulit berbintik
merah, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, kelemahan dan
terjadi peradangan konjungtiva. Pada beberapa kasus zika dilaporkan
terjadi gangguan saraf dan komplikasi autoimun. Gejala penyakit ini
menyebabkan kesakitan tingkat sedang dan berlangsung selama 2-7 hari.
Penyakit ini kerap kali sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan
pengobatan medis. Pada kondisi tubuh yang baik penyakit ini dapat pulih
dalam tempo 7-12hari. Pada beberapa kasus suspek Zika dilaporkan juga
mengalami sindrom Guillane Bare. Namun hubungan ilmiahnya masih
dalam tahap penelitian. 4
19
Gambar 3.2 Mikrocephali pada bayi yang terkena virus Zika. 5
c. Pengobatan
Belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk virus ini, sehingga
pengobatan berfokus pada gejala yang ada. 4
d. Pencegahan.
Pencegahan penularan virus ini dapat dilakukan dengan:
 Menghindari kontak dengan nyamuk.
 Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus (menguras
dan menutup tempat penampungan air, serta memanfaatkan atau
melakukan daur ulang barang bekas, ditambah dengan melakukan
kegiatan pencegahan lain seperti menabur bubuk larvasida,
menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk atau anti
nyamuk, dll).
 Melakukan pengawasan jentik dengan melibatkan peran aktif
masyarakat melalui Gerakan Satu Rumah Satu Juru Pemantau Jentik
(Jumantik).
20
 Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) seperti diet seimbang, melakukan aktifitas fisik secara
rutin, dll.
 Pada wanita hamil atau berencana hamil harus melakukan perlindungan
ekstra terhadap gigitan nyamuk untuk mencegah infeksi virus Zika
selama kehamilan, misalnya dengan memakai baju yang menutup
sebagian besar permukaan kulit, berwarna cerah, menghindari
pemakaian wewangian yang dapat menarik perhatian nyamuk seperti
parfum dan deodoran. 4
4) Filariasis
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae, umumnya
disebut filaria. Parasit filarial terklasifikasikan berdasarkan habitat cacing dewasa
dalam “vertebral host” Kelompok kutaneus termasuk Loa loa, Onchocerca
volvulus, dan Mansonella streptocerca. Kelompok limfatik termasuk Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Kelompok kavitas tubuh termasuk
Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi. 1
Filariasis limfatik mengenai lebih dari 90 juta orang di seluruh dunia dan
ditemukan di daerah tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh
O volvulus di seperempat bagian Afrika dan berpusat di Amerika Tengah dan
Selatan. Sekitar 3 juta orang di Afrika Tengah terinfeksi dengan L loa. Pada tahun
1997, the World Health Organization (WHO) mencanangkan program secara global
untuk mengeliminasi filariasis limfatik sebagai masalah kesehatan umum
Penyakit filarial jarang menjadi fatal, tetapi konsekuensi dari infeksi dapat
menyebabkan persoalan perseorangan dan sosial ekonomi yang cukup signifikan
bagi mereka yang terkena. WHO telah mengidentifikasikan filariasis limfatik
sebagai penyebab kedua dari kecacatan yang lama dan permanen di dunia setelah
21
lepra. Angka kejadian filariasis pada manusia utamanya akibat dari respon hospes
terhadap microfilaria atau cacing dewasa di bagian tubuh yang berbeda.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur dan tidak terdapat perbedaan antara
jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Selain itu penyakit filariasis ini dapat
ditemukan pada semua ras, tidak ada predileksi ras tertentu.
Sampai saat ini Filariasis masih merupakan problem kesehatan di Indonesia,
distribusi infeksinya luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu
tempat ke tempat yang lain, bahkan di beberapa daerah merupakan endemis.
Di daerah endemis biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya
nyamuk yang berdekatan dengan habitat manusia, sehingga manusia dapat berulang
kali digigit oleh nyamuk dan infeksi terjadi secara bertahap, namun demukian tidak
berarti dapat selalu menyebabkan gejala klinik.
Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan
jumlah mikrofilaria dalam darah, sehinnga di daerah hipoendemis, nyamuk sangat
sedikit membawa larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat
berkurang. 1
Siklus Hidup
Parasit filaria adalah suatu nematoda yang berbentuk panjang seperti benang
yang hidup di dalam jaringan untuk waktu yang lama dan secara teratur
menghasilkan mikrofilaria. Manifestasi klinis biasanya terjadi bertahun-tahun
setelah terinfeksi, sehingga penyakit ini jarang ditemukan pada anak. Mikrofilaria
adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau kulit dan mencapai tingkat
infektif di dalam tubuh nyamuk. Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit
filarial, hanya sedikit yang menginfeksi manusia.
Dari parasit filarial yang diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus,
merupakan penyebab infeksi yang paling sering dan menimbulkan gejala sisa
patologis. Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi hidup didaerah tropis seperti
Indonesia, sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika
22
Semua parasit filarial yang hidup dalam tubuh manusia mempunyai siklus hidup
yang sama yaitu 5 tingkat perkembangan larva, tiga pada hospes perantara yaitu
nyamuk dan dua pada manusia. Masing –masing tingkat perkembangan ditandai
dengan adanya pertumbuhan dan pertukaran kulit. Cacing betina dewasa dapat
menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap hari. Apabila mikrofilaria termakan oleh
nyamuk yang cocok, mereka dengan cepat mencapai sel akan menembus dinding
lambung nyamuk dan berpindah melalui jaringan sehingga yang cocok untuk
perkembangannya. Seperti larva W. bancrofti, hanya akan berkembang pada otot
dada nyamuk. Dalam waktu 12 hari, terbentuk mikrofilaria yang halus dengan
panjang 250 m, kemudian berubah menjadi larva tingkat tiga yang infektif dengan
panjang 1500 m. Pada saat ini nyamuk menjadi infektif dan bila menggigit
manusia, larva yang infeksius secara aktif akan menembus kulit ditempat gigitan
dan dengan cepat akan sampai ke saluran limfe, dalam beberapa bulan akan
mengalami dua kali penggantian kulit sebelum menjadi dewasa.
Hal ini berbeda dengan malaria, sporozoit masuk kedalam tubuh manusia secara
pasif yaitu sewaktu nyamuk menggigit manusia, sporozoit disemprotkan bersama
ludah nyamuk ke dalam pembuluh darah. Tidak ada multiplikasi cacing filarial pada
manusia, sehingga banyaknya cacing dan beratnya infeksi secara proporsional
bergantung kepada banyaknya larva yang infektif, Keadaan ini biasanya terjadi
dalam waktu yang lama. Jadi kronisitas dan komplikasi elephantiasis pada
lymphatic filariasis dan kebutaan pada onchocerciasis hanya terlihat pada orang
yang tinggal di daerah endemic dalam waktu yang lama.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai filariasis, terutama
yang banyak menginfeksi manusia seperti kelompok filariasis limfatik termasuk
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dan kelompok filariasis
kutaneus termasuk Loa loa dan Onchocerca volvulus. 1
FILARIASIS LIMFATIK
A. Filariasis Bancrofti, Wuchereriasis, Elephantiasis
23
Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wechereria bancrofti.
Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria
ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi bias terjadi tanpa gejala atau
manifestasinya berupa peradangan dan sumbatan saluran limfe. Manusia
merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria bancrofti akan
mencapai kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa
berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm,
sedangkan cacing betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-
0.3 mm. 1
Epidemiologi
W. bancrofti terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Dilaporkan
bahwa penyakit ini telah menyerang lebih dari 1 juta orang pada lebih dari 80
negara. Diperkirakan bahwa 250 juta orang di dunia telah terinfeksi dengan parasit
ini, terutama di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika. Di Asia, parasit ini endemik di
daerah rural dan urban seperti India, Srilanka dan Myanmar; ditemukan sedikit di
daerah pedesaan di Thailand dan Vietnam. Di daerah endemik sekitar 10-50% laki-
laki dan 10% wanita terinfeksi oleh penyakit ini.
Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendadi Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi dan Lombok. Nyamuk Anopheles dan Culex merupakan
vector yang menggigit pada malam hari untuk tipe W. bracofti periodic nokturna,
sedangkan galur yang subperiodik ditukarkan oleh nyamuk Aedes yang menggigit
pada siang hari. Di daerah endemic, pemaparan dimulai pada masa anak – anak,
angka mikrofilaria meningkat bersama dengan meningkatnya umur, meskipun
infeksi tidak disertai dengan gejala klinis yang nyata. 1
Siklus Hidup
Larva yang infektif (larva tingkat tiga) dilepaskan melalui proboscis (labela)
nyamuk sewaktu menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi dalam saluran
limfe dan kelenjar limfe kemudian mereka akan tumbuh menjadi dewasa betina dan
jantan. Mikrofilaria pertama sekali ditemukan didaerah perifer 6 bulan – 1 tahun
24
setelah infeksi, dan jika tidak terjadi reinfeksi, mikrofilaria ini dapat bertahan 5 –
10 tahun. Penjamu perantara mendapatkan infeksi dengan menghisap darah yang
mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepaskan sarungnya didalam
lambung nyamuk. Larva akan bermigrasi ke otot – otot dada dan berkembang
menjadi larva yang infektif dalam waktu 10 – 14 hari. 1
Respon Imunologis
Infeksi parasit filaria ditandai dengan induksi respon tipe alergi, terlihat
peningkatan jumlah eosinofil pada darah tepi dan peningkatan IgE spesifik, IgG4
dan IL-4. Respons imunitas selular juga berkembang pada orang yang tinggal di
daerah endemik filariasis , sehingga keadaan ini berperan untuk menekan timbulnya
gejala klinis pada sebagian orang. 1
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah endemik
dengan daerah endemic lainnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan intensitas paparan terhadap vektor yang infektif diantara daerah endemic
tersebut.
Asymptomatic amicrofilaremia, adalah suatu keadaan yang terjadi apabila
seseorang yang terinfeksi mengandung cacing dewasa, namun tidak ditemukan
mikriofilaria didalam darah, atau karena microfilaremia sangat rendah sehingga
tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa. Asymptomatic
microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang berat tetapi tanpa gejala
sama sekali.
Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid),
menggigil dan lesu, limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15 hari, dan
dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada banyak kasus, demam filarial tidak
menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan meluas kedaerah distal dari kelenjar
yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan limfadenitis berkembang
25
lebih sering di ekstremitas bawah dari pada atas. Selain pada tungkai, dapat
mengenai alat kelamin, (tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.
Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi
beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala klinis bervariasi
mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan perjalanan penyakit obstruksi
yang kronis. Tanda klinis utama yaitu hydrocele,limfedema,elefantiasis dan
chyluria, meningkat sesuai bertambahnya usia.
Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi adalah
hydrocele. Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis, edem karena
penebalan kulit skrotum, sedangkan pada perempuan bisa dijumpai limfedema
vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas, episode limfedema pada
ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di daerah saluran limfe yang terkena
dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena ekstremitas bawah. Pada
W.bancrofti, infeksi didaerah paha dan ekstremitas bawah sama seringnya, berbeda
dengan B.malayi yang hanya mengenai ekstremitas bawah saja. 1
Progresivitas filarial limfedema dibagi atas 3 derajat (WHO) :
Derajat 1 : Limfedema umumnya bersifat edem pitting, hilang dengan spontan
bila kaki dinaikkan.
Derajat 2 : Limfedema umumnya edem non pitting, tidak secara spontan hilang
dengan menaikan kaki.
Derajat 3 : Limfedema (elefantiasis),volume edem non fitting bertambah dengan
dermatosclerosis dan lesi papillomatous. 1
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia sampai
10-30%. Cacing filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal atau tipis
pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai 2 pagi yang dipulas dengan
pewarnaan Giems atau Wright. 1
26
Diagnosis
Diagnosis filariasis didasarkan atas anamnesis yang berhubungan dengan
nyamuk di daerah endemik, disertai dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
darah pada waktu malam hari. 1
Biopsi kelenjar dilakukan bila mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah, hal
tersebut hanya dilakukan pada kelenjar limfe ekstrimitas, dan di sini mungkin akan
ditemukan cacing dewasa. Biopsi ini dapat pula menimbulkan gangguan drainase
saluran limfe. Suntikan intradermal dengan antigen filaria, reaksi ikatan komlemen,
hemaglutinasi dan flokulasi penting untuk diagnosis bila mikrofilaria tidak dapat
ditemukan dalam darah.
Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial di
dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini sekarang
dipertimbangkan sebagai diagnosis yang paten infeksi filarial dan dipakai untuk
memonitor efektivitas pengobatan.
Jika dicurigai filariasis limfatik, urine harus diperiksa secara macroskopis untuk
menemukan adanya chyluria. Pada pemeriksaan Immunoglobulin serum, kadar IgE
serum yang meningkat ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria aktif.
Tes provokasi DEC bermanfaat untuk menemukan adanya mikrofilaria pada
darah tepi yang diambil pada waktu siang hari, dimana sebenarnya mikrofilaria
bersifat nokturnal. Diberikan DEC 2 mg/kgBB dan darah diambil 45-50 menit
setelah pemberian obat.
Selain itu dapat pula dilakukan penghitungan jumlah mikrofilaria. Mikrofilaria
dihitung dengan mengambil 0,25 ml darah yang diencerkan dengan asetat 3%
sampai menjadi 0,5 cc dan dilihat dibawah mikroskop dengan menggunakan
Sedgwick Refler counting Cell, dimana didapatkan :
- Densitas tinggi : 50mf/ml darah
- Densitas rendah : 1-49mf/ml darah
- Densitas sangat rendah : 1-10 mf/ml darah
27
Pemeriksaan limfografi dengan gambaran adanya obstruksi, atresia atau dilatasi
disertai bentuk saluran yang berliku-liku dan adanya aliran balik ke kulit dapat
membantu diagnosis penyakit ini. 1
Diagnosis Banding
Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial Adeno
limfadenitis Akut, Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit sistemik
granulomatous lainnya seringkali dikacaukan dengan filariasis. 1
Pengobatan
 Perawatan umum :
 Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah dingin akan mengurangi
derajat serangan akut.
 Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses
 Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema 1
 Pengobatan Spesifik
Penggunaan obat antifilarial pada penangan limfadenitis akut dan
limfangitis masih kontroversial. Tidak ada penelitian lebih lanjut yang
menunjukkan pemberian dietilkarbamazin (DEC), suatu derivat piperazin.
Dietilkarbamazin (Hetrazan, Banoside, Notezine, Filarizan) dapat berguna untuk
terapi limfangitis akut. Dietilkarbamazin dapat diberikan pada mikrofilaremik yang
asimptomatik untuk mengurangi jumlah parasit di dalam darah. Obat ini juga dapat
membunuh cacing dewasa. Dosis pemberian dietilkarbamazin ditingkatkan secara
bertahap. 1
Anak-anak :
 1 mg/KgBB P.O. dosis tunggal untuk hari I
 1 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari II
 1-2 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari III
 6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
28
Dewasa :
 50 mg P.O. dosis tunggal hari I
 50 mg P.O. 3x/hari pada hari II
 100mg P.O. 3x/hari pada hari III
 6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV 1
Pada penderita yang tidak ditemukan mikrofilaria di dalam darah diberikan
dosis 6 mg/KgBB 3x/hari langsung pada hari I. Wuchereria bancrofti lebih sensitif
daripada Brugia malayi pada pemberian terapi dietilkarbamazin.
Efek samping seperti demam, nyeri kepala, mialgia, muntah, lemah dan asma,
biasanya disebabkan oleh karena destruksi mikrofilaria dan kadang-kadang oleh
cacing dewasa, terutama pada infeksi berat. Gejala ini berkembang dalam 2 hari
pertama, kadang – kadang dalam 12 jam setelah pemberian obat dan bertahan 3 – 4
hari. Pernah dilaporkan terjadinya abses di scrotum dan sela paha setelah
pengobatan, diperkirakan sebagai reaksi matinya cacing. Dietilkarbamaasin tidak
dianjurkan pada perempuan hamil.
Obat lain yang juga aktif terhadap mikrofilaria adalah ivermectin ( Mectizan )
dan albendazol. Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria, tetapi dapat di berikan
dengan dosis tunggal 400 g / kgBB.
Bila ivermectin dosis tunggal digabung dengan DEC, menyebabkan hilangnya
mikrofilaria lebih cepat. Akhir – akhir ini diketahui bahwa albendazol 400 mg dosis
tunggal lebih efektif daripada ivermectin. 1
Dapat juga diberikan Furapyrimidone yang mempunyai efek yang sama dengan
DEC dalam hal mikrofilarisidal. Dosis yang dianjurkan untuk Brugia malayi adlah
15-20 mg/kgBB/hari selama 6 hari. Sedangkan untuk Wuchereria banrofti 20
29
mg/kgBB/hari selama 7 hari. Efek samping ringan hanya berupa iritasi
gastrointestinal dan panas.
 Pengobatan Pembedahan
Pembedahan untuk melenyapkan elephantiasis skrotum, vulva dan mammae
mudah dilakukan dengan hasil yang memuaskan. Perbaikan tungkai yang
membesar dengan anastomosis antara saluran limfe yang letaknya dalam dengan
yang perifer tidak terlalu memuaskan. 1
Prognosis
Prognosis penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria
dalam tubuh penderita, potensi cacing untuk berkembang biak, kesempatan untuk
infeksi ulang dan aktivitas RES.
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah
dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama
dengan edema pada tungkai, prognosis lebih buruk. 1
Pencegahan
WHO telah merencanakan eradikasi filariasis didunia pada 10 tahun
mendatang. Pengobatan masal pada populasi yang menderita filariasis dengan DEC
atau pengulangan ivermectin sekali pertahun, secara nyata mereduksi
mikrofilaremia. Secara teoritis pengobatan sekali setahun efektif bila diberikan
minimal 5 tahun.
DEC tidak bersifat toksik oleh karena itu dapat ditambahkan ke dalam garam
atau bahan makanan lainnya. Keberhasilan tergantung dari kerja sama yang baik,
sosioekonomi dan kebiasaan. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kgBB/bulan
selama 12 bulan. Sedangkan pada penduduk yang idak kooperatif diberikan 6
mg/kgBB/minggu dengan total dosis 36 mg/kgBB. 1
B. Filariasis Malayi
30
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa jenis
ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-80 mikrometer.
Sedangkan cacing betinanya berukuran panjang 43-55 mm dan berdiameter 130-
170 mikrometer. 1
Epidemiologi
Penyebaran geografis parasit ini luas meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina,
India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea dan sebagian kecil Jepang.
Didaerah penyebarannya terdapat di daerah dataran sesuai dengan tempat hidup
nyamuk Mansonia. Nyamuk terdapat di daerah rendah dngan banyak kolam yang
bertanaman pistia (suatu tumbuhan air).
Penyakit ini terdapat di luar kota bila vektornya adalah Mansonia, dan bila
vektornya Anopheles maka terdapat di daerah kota dan sekitarnya. 1
Lingkaran Hidup
Manusia merupakan hopes definitif. Periodisitas nokturnal mikrofilaria yang
bersarung dan berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W. Bancrofti. Sebagai
hospes perantara adalah Mansonia, Anopheles dan Amigeres. Dalam tubuh nyamuk,
mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dalam waktu 6-12 hari. 1
Patogenesis dan Gejala Klinik
Gejala klinik dari Brugia malayi, Brugia timori, Wuchereria bancrofti adalah
sama. Manifestasi dari infeksi akut adalah limfadenitis rekuren dan limfangitis.
Pada filariasis kronik terjadi terjadi obstruksi limfatik yang menyebabkan hidrokel
dan elefantiasis. 1
Brugia malayi berbeda dengan Wuchereria bancrofti dalam hal pasien dengan
gejala filariasis yaitu mempunyai jumlah mikrofilaria yang lebih tinggi
dibandingkan pasien yang tidak menunjukkan gejala. Di Malaysia dengan
perbandingan samapai 5 kali. Filariasis Malayi khas dengan adanya limfadenopati
superfisial dan eosinofilia yang tinggi (7-70%). 1
31
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan memeriksa adanya mikrofilaria di dalam darah
dengan tetesan darah tebal atau tipis. 1
Pengobatan
Sama dengan pengobatan Wuchereria bancrofti. Pencegahan terhadap vektor
ini dengan cara memberantas vektor nyamuk tersebut dan menyingkirkan tanaman
pistia. Stratiotes dengan Fenoxoilen 30 gram merupakan obat murah dan
memuaskan terhadap tumbuh-tumbuhan air ini. 1
C. Filariasis Timori
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan berukuran
panjang 20 mm dengan diameter 70-80 mikrometer. Sedangkan yang betina
berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini terdapat
di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan beberapa pulau sekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah
Anopheles barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria Brugia Malayi,
yaitu lekuk badannya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaannya
terletak di dalam hal :
1. Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
32
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil daripada inti-
inti lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti
tambahan Brugia malayi.
3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa
4. Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi. Mikrofilaria
bersifat periodik nokturnal.
Gejala klinis dan pengobatannya menyerupai Brugia malayi 1
Tropical Pulmonary Eosinophilia
Keberadaan dari mikrofilaria di dalam tubuh manusia dapat menyebabkan
terjadinya tropical pulmonary eosinophilia, yaitu suatu sindroma yang disebabkan
mikrofilaria yang berada di dalam paru-paru dan kelenjar limfe dengan gejala-
gejala seperti paroxysmal nocturnal cough dengan disertai sesak nafas, demam,
penurunan berat badan dan lemas. Ronki dan rales didapatkan pada auskultasi
dinding dada. Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan corakan bronkovaskular
yang bertambah. Episode yang berulang-ulang dapat menyebabkan fibrosis
interstitial dan gangguan pernafasan kronik. Hepatosplenomegali dan
limfadenopati generalisata sering ditemukan pada anak-anak. 1
Diagnosis ditegakkan melalui riwayat tinggal di daerah endemik, eosinophilia
(>2000/µL), gejala klinik yang khas, peningkatan serum IgE (>1000IU/Ml) dan
peningkatan titer dari antibodi antimikrofilarial. Walaupun mikrofilaria dapat
ditemukan pada jaringan paru dan kelenjar limfe, biopsi dari jaringan tidak
dilakukan. Respon klinik terhadap pemberian dietilkarbamazin (5mg/Kg/hari) 1
5) Rickettsial disease
Demam semak
Contoh penyakit riketsia yang vektornya artropoda dan terdapat di Indonesia adalah
demam semak (scrub typhus,tsutsugamushi disease,deli koorts). Penyakit ini
33
ditemukan di daerah Sumatra,jawa,Kalimantan,Sulawesi dan irian jaya. Penyebab
nya adalah rickettsia tsutsugamushi. 2
Gejala klinis penyakit ini berupa kepala pusing (post
orbital),apati,malaise,limfadenitis dan escar. Penyakit ini dapat menyebabkan
kematian penderita dan dilaporkan angka kematian berkisar 1-60%. Vector
penyakit ini adalah tungau leptotrombidium akamusi, L.deliensis dan L.fletscheri.
2
Morfologi dan daur hidup
Leptotrombidium dewasa berukuran kira-kira 1mm,berkaki 4 pasang,badanya
berbulu,hidup sebagai pemangsa (predator) artropoda lain dan biasanya pemakan
tanaman. Hanya stadium larva yang menghisap darah mamalia dan manusia. Telur
tungau ini diletakan ditanah atau ditangkai daun tanaman rendah seperti rerumputan
dan semak. Setelah telur menetas,keluarlah larva leptotrombidium yang berkaki 3
pasang. Larva ini lalu mencari mangsanya untuk menghisap darah yaitu
burung,tikus,mamalia, dan manusia yang berada didekatnya. Setelah kenyang
makan, larva menjatuhkan diri ke tanah dan berubah menjadi stadium nimfa dan
menjadi dewasa. Kemudian kawin lalu yang betina bertelur sejak larva
leptotrombidium mendapatkan infeksi Rickettsia sampai menjadi larva generasi
berikutnya masih tetap infektif. Inilah penularan yang terjadi secara
transovarian.pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu 1-
2 bulan. 2
Epidemiologi
R.tsutsugamushi biasanya hidup sebagai parasit tikus lading, bukan tikus rumah,
larva tungau mendapat infeksi Rickettsia ketika mengisap darah selama 2-4 hari
pada daun telinga,hidung atau pangkal ekor hospes. Pencegahan penularan dapat
dilakukan dengan cara menjaga jangan sampai kontak dengan tungau jika sedang
bekerja di lading atau di hutan di daerah endemic scrub typhus yaitu dengan
menggunakan repelen.pencegahan juga dapat dilakukan dengan minum
34
kloramfenikol 500 mg sehari selama 10 hari selama bertugas diladang atau hutan.
2
Rocky Mountain spotted fever
Rickettsia rickettsia masuk tubuh sengkenit mengisap darah, kemudian organisme
ini menyebar ke seluruh jaringan sengkenit. Riketsia ditularkan secara transovarian
ke sengkenit generasi berikutnya. Manusia,kelinci,tikus dan anjing mendapat
infeksi karena gigitan sengkenit yang infektif atau karena kontaminasi kulit dengan
jaringan sengkenit yang infektif. Infeksi oleh tinja sengkenit jarang sekali terjadi. 2
Spesies sengkenit yang menjadi vector ialah Dermacentor ardensoni, D.variabilis
dan amblyomma americanum di amerika serikat. 2
Boutonneuse fever
Manusia dan anjing mendapat infeksi Rickettsia conorii karena gigitan sengkenit.
Vektor disekitar laut tengah adalah Rhipicephalus sanguineus,sedangkan vektor di
amerika adalah spesies atau genus lain. 2
Queensland Tick Typhus
Penyakit ini detemukan di Australia. Penyebabnya adalah Rickettsia
australis.infeksi terjadi karena gigitan Ixodes holocyclus atau karena kontaminasi
kulit dengan tinja sengkenit ini. 2
Siberian tick typhus
Penyebab penyakit ini adalah R.Sibericus. vector penyakit yang ditemukan daerah
Siberia ini adalah genus Dermacentor. 2
Q-fever
penyakit ini menyerupai pneumonia atipik. Penyebabnya adalah coxiella burnetti.
Infeksi riketsia ditemukan pada hewan mengerat
(bandicoot),ternak,kambing,domba dan manusia.cara infeksi terutama dengan
inhalasi debu, juga dengan minum susu yang mengandung bentuk infektif.selain itu
organisme ini juga dapat ditularkan dengan gigitan sengkenit
35
A.americanum,D.andersoni dan lain-lain. Riketsia berkembangbiak dalam saluran
pencernaan sengkenit.penyebarannya kosmopolit,di California ditemukan secara
endemic. 2
Epidemic Typhus
Penyebabnya adalah Rickettsia prowazecki. Penyakit ini ditemukan di daerah
pegunungan mexico,Amerika selatan,negeri-negeri Balkan,Eropa timur,Afrika dan
beberapa negeri di Asia. Vektornya adalah Pediculus humanus corporis. 2
Trench Fever
Penyakit ini ditemukan di ukraina dan Jugoslavia. Penyebabnya adalah R.quintana.
vektornya adalah P.humanus corporis. Riketsia masuk kedalam lambung tuma
dengan darah yang diisapnya dan berkembangbiak dalam sel epitel, yang kemudian
pecah. Riketsia dapat ditemukan dalam tinja tuma pada hari kedua dan dalam
kelenjar liur pada hari keenam, infeksi pada manusia terjadi melalui : 1.
Kontaminasi kulit dengan tinja tuma 2. Kontaminasi kulit dengan badan tuma yang
hancur 3. Inokulasi dengan air liur pada waktu tuma menggigit. 2
6) Trypanosomiasis
TRYPANOSOMIASIS
Trypanosomiasis termasuk klas kinetoplastida, merupakan grup dari parasit yang
uniselular. Trypanosomiasis dapat menginfeksi berbagai host dan menyebabkan
berbagai penyakit termasuk penyakit tidur (sleeping sickness) yang cukup fatal bagi
manusia. 1
Tabel 3.1 Klasifikasi Trypanosoma. 1
Domain Eukaryota
Kingdom Excavata
Phylum Euglenozoa
Klas Kinetoplastida
36
Orde Trypanosomatida
Genus Trypanosoma Gruby
TRYPANOSOMIASIS AFRIKA
Epidemiologi
Human African Trypanosomiasis adalah penyakit parasit pada manusia dan
hewan yang disebabkan oleh protozoa dari spesies Trypanosoma brucei dan
ditransmisikan oleh lalat Tsetse. Penyakit ini endemis di beberapa bagian sub-
Sahara Afrika dan menginfeksi sekitar 36 negara dan 60 ribu orang. Penyakit ini
bersifat endemik antara lain di Sudan, Partai Gading, Afrika Tengah , Chad, dan
beberapa negara lainnya. Ada dua Africa Trypanosomiasis, yaitu West African
Trypanosomiasis yang disebabkan Trypanosoma brucei gambience, dan
Trypanosoma brucei rhodesience. 1
Manusia merupakan satu- satunya host bagi Trypanosoma brucei
gambience, tersebar pada daerah hujan tropis di Afrika Tengah dan Barat. Binatang
ternak dan beberapa binatang buas merupakan resevoir utama bagi Trypanosoma
brucei rhodesience. 1
Patogenesis
Di dalam tubuh host, parasit ini berubah menjadi Trypomastigotes yang
beredar di pembuluh darah, setelah itu dibawa ke seluruh tubuh, dan ada yang
sampai ke cairan tubuh lainnya( limfe dan cairan spinal, kemudian akan bereflikasi
dengan binary fusion. Jika Trypomastigotes ini masuk ke dalam tubuh lalat Tsetse,
maka akan mengalami perubahan lagi menjadi prosiklik Trypomastigotes di dalam
midgut dari lalat Tsetse tersebut dan membelah lagi dengan cara binary fusion,
37
meninggalakan midgut dan berubah menjadi epimastigotes dan menuju kelenjar
ludah dan membelah lagi. Siklus di dalm tubuh lalat memakan waktu kira-kira 3
minggu. 1
Setelah digigit oleh lalat Tsetse yang terinfeksi, maka akan timbul lesi
inflamasi. Reaksi di kulit bisa menimbulkan rasa yang menyakitkan dan berwarana
merah. Parasit ini kemudian akan menuju ke saluran limfe dan pembuluh darah, dan
hal ini akan menyebabkan demam akut. 1
Gambar 3.3 Lalat tsetse. 1
Stadium 1
 Demam terjadi karena terdapat penyebaran parasit dalam aliran darah dan
aliran limfe. Demam ini terjadi kerena adanya pirogen oksigen , seperti
bahan –bahan atau zat toksik dari tripanosoma, sehinnga terjadi stimulasi
dari proliferasi dari limphosit selama terjadi respon imun. Sealain itu akan
dihasilan beberapa sitokin-sitokin berupa IL1, IL6, TNF. Hal ini memacu
hipotalamus untuk meningkatkan ambang batasnya ke ambang fibris.
 Pruritus dan rash makulopapular timbul akibat parasit yang mengikuti aliran
darah dan aliran limfe. Hal ini menyebabkan reaksi dari pembuluh darah
untuk menghasilkan beberapa mediator. Rash timbul akibat proses
vasodilatasi, sedang pruritus timbul akibat histamin.
 Hepatosplenomegali terjadi karena sel-sel fagositik pada hepar dan spleen
sebagai sistem RES teraktifasi, sel-sel tersebut merupakan sistem monosit
makrofag yang fungsi utamanya adalah menelan benda asing lain dalam
38
tubuh. Akibat pertahanan dalam melawan benda asing atau zat toksin
tersebut terjadilah hepatomegali dan atau splenomegali. 1
Stadium 2
Parasit yang terdapat dalam aliran darah akan menginvasi sistem saraf pusat,
hal ini terutama ditandai oleh perubahan neurologis yang terjadi perlahan,
disertai abnormalitas yang progresif dari CSS. Gambaran perubahan
neurologisnya dimulai dari munculnya somnolen, serta diikuti oleh tanda- tanda
ekstrapiramidal. Kelainan yang terjadi pada CSS berupa peningkatan total
konsentrasi protein, dan pleositosis. 1
Gambaran klinis
Gigitan lalat Tstse akan menimbulkan reaksi inflamasi di kulit yang disebut
Trypanosomal chancre , biasanya berwarna merah dan terasa sakit sekali. Pada
stadium 1 akan timbul reaksi hematogen dan limfogen. Gejala diawali dengan
suhu demam, sakit kepala dan nyeri persendiaan. Suhu yang tinggi terjadi dalam
beberapa hari, dan di selengi periode afebril. Pada stadium 2 melibatkan sistem
saraf sentral, terjadi manifestasi neurologi dan abnormalitas pada cairan
serebrospinal dan akan menimbulkan gejala somnolen yang progesif pada siang
hari, dan diikuti dengan gelisah dan insomnia pada malam hari. 1
Penatalaksanaan
Obat- obatan yang digunakan untuk Human African Trypanosomiasis adalh
suramin, pentamidine, dan arsenik organik.
39
Pentamidine efektif untuk T.b. gambiense pada stadium 1. Dosis untu
dewasa dan anak- anak adalah 4 mg/kg per hari, intramuskular atau intravena ,
diberikan selama 10 hari. Efek samping yang timbul adalah nefrotoksik,
gangguan fungsi liver, netropeni, rash, hipoglikemi, dan abses.
Suramin digunakan untuk T.b rhodesiense stadium 1. Dosisnya adalah 100-
200 mg intravena . Dosis untuk dewasa adalah 1 gr pada hari 1, 3, 7, 14, dan 21.
Regimen untuk anak-anak adalah 20 mg/kg pada hari 1, 3, 7, 14, dan 21. Kira –
kira 1 pasien dari 20.000 mengalami reaksi yang fatal karena karena obat
tersebut, yaitu mual, muntah, syok dan kejang.
Standar terapi yang digunakan untuk stadium 2 yaitu:
 Melarsoprol 2.2 mg/kg iv tiap hari selama 10 hari 1
TRYPANOSOMA AMERICA
Epidemiologi
Trypanosoma america adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit
protozoa Trypanosoma cruzi. Trypanosoma cruzi hanya ditemukan di Amerika.
Mamalia liar maupun hewan peliharaan membawa Trypanosoma cruzi dan
triatomines yang terinfeksi di temukan pada titik- titik distribusi mulai dari Amerika
Serikat bagian selatan sampai bagian selatan Argentina. 1
Patogenesis
Trypanosoma cruzi ditransmisikan oleh mamalia sebagai hostnya, oleh serangga
hematopagus triatomin, yang biasanya disebut serangga reduvidae. Serangga
40
terinfeksi dengan cara menghisap darah dari hewan atau manusia yang memiliki
parasit dalam sirkulasi. Organisme yang terhisap berlipat ganda didalam saluran
pencernaan triatomine, dan bentuk infektif yang tedapat pada feses pada saat
menghisap darah dan saat triatomine merusak kulit, membran mukosa, atau
konjungtiva oleh karena terkontaminasi dengan kotoran serangga yang
mengandung parasit infektif. Trypanosoma cruzi juga dapat ditransmisikan dengan
cara transfusi darah yang berasal dari donor yang terinfeksi, dari ibu kepada bayi
yang dikandungnya, dan pada kecelakaan laboratorium.Lesi inflamasi yang disebut
chagoma biasanya timbul pada sisi tempat masuk parasit. 1
Stadium Akut
Chagoma adalah lesi inflamasi yang mengalami indurasi yang timbul pada tempat
masuknya parasit. Lesi ini terbentuk seperti furunkel yang disertai proses
limfadenopati lokal. Proses ini terjadi karena adanya parasit dalam darah
merangsang reaksi histologis lokal sehingga merangsang kerja dari leukosit dan sel
sel jaringan subkutan. Akhirnya terjadi edema lokal, infiltrasi limfosit, dan
hiperplasia reaktif dari kelenjar getah bening. 1
Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan ekstremitas bawah,
limfadenopati, rash morbiliform karena terjadi proses peradangan yang terutama
diperantarai oleh sel leukosit dan limfosit. Pada pembuluh darah terjadi vasodilatasi
dan peningkatan aliran darah ke daerah yang cedera , hal ini mengakibatkan rasa
panah dan merah. 1
Stadium kronik
Gangguan jantung. Jantung terkena gangguan karena jantung merupakan salah satu
predileksi dari infeksi, terjadi penipisan dinding ventrikel, pelebaran biventrikular,
aritmia, congestif heart failure, tatikardi, dan miokarditis karena parasit menyebar
melalui aliran darah dan aliran limfe sehinnga menginvai miokard, saat itu terjadi
infiltrasi limsositik, fibrosis interstisial yang difuse dan atrofi dari sel-sel miokard.
1
41
Gambaran klinis
Tanda pertama dari penyakit Chagas akut berkembang setidaknya satu
minggu setelah invasi parasit. Organisme masuk dengan cara merusak kulit, dan
area yang dirusak tersebut timbul eritema dan bengkak, disertai dengan
limfadenopati lokal yang mungkin timbul, edema palpebra unilateral yang tidak
disertai dengan nyeri dan edema jaringan periokular dapat timbul bila konjungtiva
sebagai tempat masuknya. Tanda lokal pertama tersebut diikuti dengan malaise,
demam, anoreksia, dan edema wajah dan ekstremitas bawah. 1
Penyakit Chagas kronik timbul setelah beberapa tahun bahkan
setelahberpuluh tahun setelah infeksi awal. Jantung termasuk organ yang umumnya
diserang, dan gejalanya disebabkan oleh ritme yang terganggu, kardimiopati dan
thromboembolism. Kardimiopati terdapat pada gagal jantung kanan atau gagal
jantung biventrikular. 1
Penatalaksanaan
Nifurtimox mengurangi durasi gejala dan parasitemia dan menrunkan angka
kematian, dosis harian yang dianjurkan adalah 8-10 mg/kg untuk dewasa, 12,5-15
mg/kg untuk remaja, dan 15-20 mg/kg untuk anak-anak usia 1-10 tahun. Obat
diberikan per oral dalam empat dosis terpisah setiap harinya dan terapi diberikan
selama 90-120 hari. 1
Benznidzol adalah pilihan kedua untuk digunakan sebagai terapi penyakit Chagas.
Efikasinya hampir sama dengan nifurtimoks dan efek sampingnya adalah neuropati
perifer, rash, dan granulositopenia. 1
7) Schistosomiasis
a. Definisi
42
Sistosomiasis atau demam sungai merupakan suatu penyakit pada
manusia dan vertebrata yang disebabkan oleh cacing Sistosoma. Terdapat
lima spesies yang dapat menginfeksi manusia yaitu Sistosoma mansoni,
Sistosoma japonicum, Sistosoma mekongi, Sistosoma haematobium dan
Sistosoma intercalatum. Kelainan yang ditimbulkan oleh infeksi
sistosomiasis ini mengakibatkan gejala yang berbeda beda pula.
Sistoma japonicum merupakan satu-satunya sistoma yang di temukkan
di indonesia yaitu di danau Lindu dan lembah Napu Sulawesi Tengah.
Sistoma dunia baru lokasi infeksi primernya pada saluran cerna. Pada
sistoma dunia lama lokasi infeksi primernya adalah vena-vena di buli-
buli tempat meletakan telur-telurnya yang dapat merangsang terjadinya
jaringan fibrosis dan granulomatosa. 1
b. Patogenesis
Cara infeksi pada manusia sistoma lama sama halnya dengan sistoma
dunia baru, penyakit ini dipindahkan melaluli penetrasi kulit secara
langsung. Dengan air yang terkontaminasi serkaria,serkaria akan
menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang
mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk menginfeksi adalah
5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit terjadi perubahan menjadi
bentuk schistosomula yang kemudian masuk ke dalam kapiler darah,
beredar mengikuti aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu ke paru dan
kembali ke jantung kiri; yang kemudian akan masuk ke sistem peredaran
darah besar, cabang vena porta dan menjadi dewasa di hati (3-6 minggu).
Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena porta dan vena usus atau vena
vesica urinaria dan kemudian cacing betina bertelur setelah berkopulasi.
Telur dengan cangkang (kulit) yang keras dikeluarkan oleh cacing betina
di dalam pembuluh darah. Telur tersebut kemudian menembus endotel,
membran basemen vena, masuk ke jaringan seperti usus (S.mansoni dan
S.japonicum) dan vesica urinaria (S.haematobium) dan akhirnya keluar
bersama tinja atau urin. 1
43
c. Gejala dan Tanda
Keadaan patologis yang ditimbulkan oleh schistosomiasis sering berupa
pembentukan granuloma dan gangguan terhadap organ tertentu. Hal ini
sangat berhubungan erat dengan respon imun hospes. Respon imun
hospes ini sendiri dipengaruhi oleh faktor genetik, intensitas infeksi,
sensitisasi in utero terhadap antigen schistosoma dan status co-infeksi.
a) Sistosomiasis akut (Demam Katayama)
Demam katayama dianggap memounyai kaitan dengan rangsangan telur
dan antigen cacing yang diakibatkan oleh terbentuknya kompleks imun,
4-6 minggu setelah terinfkesi yaitu ketika terjadi pelepasan telur.
Sindrom sistosomiasis akut berkaitan dengan reaksi imunologis telur
sistoma yang terjerat di jaringan. Antigen yang teelepas dari telur akan
merangsang suatu reaksi granulomatosa terdiri dari sel T, makrofag dan
eusinofil yang mengakibatkan manifestasi klinis.
b) Sistomiosis kronik
Stadium ini mulai muncul enam bulan sampai beberapa tahun setelah
terinfeksi. Pada infeksi S. mansoni dan S. japonicum ditemukan diare,
nyeri perut,berak darah. Pada stadium ini kebanyakan manifestasi klinis
disebabkan oleh penumpukan telur-telur pada jaringan. 1
d. Pengobatan
a) Praziquantel. Daya sembuh obat ini untuk S. hematobium, S. mansoni
dan S. japonicum
b) Oxamniquin. Oabt ini sangat efektif hanya untuk S. mansoni
c) Artemisinin. Obat ini efektif terhadap sistosomula dan mungkin
bermanfaat untuk profilaksis. 1
8) Japanese encephalitis
Definisi
44
Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu penyakit yang menyerang susunan
saraf pusat (otak, medula spinalis dan meningen), yang disebabkan oleh JEV yang
ditularkan dari binatang melalui gigitan nyamuk.
Penyakit JE termasuk Arbovirosis yaitu penyakit yang disebabkan oleh
virus dan ditularkan artropoda. Untuk berlangsungnya penyakit Arbovirosis
diperlukan adanya reservoir (sumber infeksi) dan vektor. Pada penyakit JE,
reservoir utama adalah babi dan vektornya adalah nyamuk Culex. Manusia tidak
merupakan reservoir yang penting (hanya secara insidental saja dapat
menimbulkan infeksi pada manusia). 6
2.2 Epidemiologi
JE adalah penyakit infeksi virus yang penyebarannya sangat berkaitan
dengan keadaan lingkungan. Penyakit ini ditemukan di hampir seluruh wilayah
Asia, mulai dari Asia Timur yaitu Jepang dan Korea, sampai ke Asia Selatan, seperti
di India dan Sri Langka, serta Asia Tenggara, termasuk kepulauan Indonesia. 6
Di Jepang JE pertama kali diketahui secara klinis tahu 1871, kemudian pada
tahun 1924 terjadi epidemi hebat sehingga angka kematian mencapai 65% dari
6.125 kasus. Epidemi yang hebat terjadi kembali pada tahun 1935 dan 1948. Setelah
itu dari tahun 1968 tidak pernah timbul lagi epidemi meskipun kasus sporadis masih
tetap sepanjang tahun. 6
Penyakit ini menyerang semua umur, namun di India lebih banyak
menyerang anak. Di Thailand, Taiwan, demikian pula di Denpasar, proporsi umur
terbanyak menderita JE masing-masing 5-9 tahun, 2-5 tahun dan 2-3 tahun. Di
Jepang semula JE menyerang anak tetapi kemudian orang dewasa lebih banyak
diserang sebab saat ini anak telah mendapat vaksinasi JE di sekolah. 6
Pada JE, sebagai vektor penyebar virus adalah nyamuk yang biasa
ditemukan di sekitar rumah. Nyamuk ini biasanya menggigit pada sore dan malam
hari. Daerah persawahan, yang terutama pada musim tanam selalu digenangi air,
diduga berhubungan dengan dengan timbulnya daerah endemis JE. Selain itu pada
45
musim hujan populasi nyamuk akan meningkat sehingga memudahkan transmisi
penyakit. 6
Angka endemisitas yang tinggi ditemukan di hampir seluruh provinsi di
Indonesia, dimana umumnya masyarakat hidup berdekatan dengan hewan ternak
mereka. Dari data yang berhasil dikumpulkan oleh Subdit Zoonosis Ditjen PPM-
PL, DepKes RI dalam kurun waktu tahun 1993-2000 terlihat bahwa spesimen
positif pada manusia ditemukan di 14 propinsi yang tersebar di seluruh Indonesia
(Bali, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur
dan Papua). 6
2.3 Etiologi
Japanese Encephalitis Virus termasuk dalam Arbovirus grup B, genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan diameter 40-60
nm, inti viirion terdiri dari asam ribonukleat (RNA) berupa rantai tunggal yang
sering bergabung dengan protein disebut nukleoprotein. Sebagai pelindung inti
virion terdapat kapsid yang terdiri dari polipeptida tersusun simetri ikosahedral. Di
luar kapsid tersebut terdapat selubung. Virus relatif labil terhadap demam, rentan
terhadap berbagai pengaruh desinfektan, deterjen, pelarut lemak dan enzim
proteolitik. Infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9, namun dapat diinaktifkan
oleh radiasi elektromagnetik, eter dan natrium deoksikolat. 6
Seperti halnya virus lainnya JEV berkembang biak dalam sel hidup yaitu di
dalam nukleus dan sitoplasma. Setelah adanya infeksi alamiah pada babi dan kuda
biasanya akan menimbulkan viremia tetapi tanpa gejala klinis, diikuti dengan
pembentukan neutralizing antibody dan complement fixing antibody, tetapi hanya
sedikit kuda yang mati akibat ensefalitis. 6
Sebagai penyakit zoonosis kehidupan JEV sangat memerlukan hewan
vertebrata sebagai reservoir dan nyamuk sebagai vektornya. Infeksi pada manusia
timbul secara kebetulan terutama pada orang yang tinggal dekat dengan reservoir
46
dan vektornya cukup banyak misalnya di pedesaan, di daerah pertanian yang
memakai irigasi pengairan.
Hewan vertebrata yang bertindak sebagai reservoir pada JE terutama babi
dan yang lainnya adalah sapi, kuda, kerbau, kambing, tikus, burung, kera, ayam dan
kucing. Artropoda yang bertindak sebagai vektor adalah nyamuk Culex, Anopheles,
Aedes. Vektor yang sangat efisien menularkan penyakit adalah
Cx.tritaeniorhynchus, Cx.gelidus, Cx. Fuscophalas. Virus ini dapat berkembang
biak dalam jaringan artropoda tanpa menimbulkan penyakit dan artropoda tersebut
akan menderita infeksi seumur hidup setelah menghisap darah vertebrata yang
menderita viremia. 6
Siklus Kehidupan JE
2.4 Patogenesis
Segera setelah Culex yang infektif menggigit manusia yang rentan, virus
menuju sistem getah bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan
berkembang-biak, kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia
pertama. Viremia ini sangat ringan dan berlangsung sebentar. Melalui aliran darah
virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan saraf pusat dan organ ekstraneural.
Di dalam organ ekstraneural inilah virus berkembang biak, hanya saja tidak
diketahui dengan pasti organ ekstraneural tersebut. Pada manusia telah dilaporkan
adanya miositis pada kasus ensefalitis oleh JEV. Virus dilepaskan dan masuk ke
dalam peredaran darah menyebabkan viremia kedua yang bersamaan dengan
penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan gejala penyakit sistemik. 6
Bagaimana cara virus dapat menembus sawar darah otak tidak diketahui
dengan pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia, virus menembus dan
berkembang biak pada sel endotel vaskuler dengan cara endositosis, sehingga dapat
menembus sawar darah otak. Setelah mencapai jaringan susunan saraf pusat, virus
47
berkembang-biak di dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar
serta badan golgi dan setelah itu menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut
maka permeabilitas sel neuron, glia dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan
di luar sel mudah masuk ke dalam sel dan timbullan edema sitotoksik. Adanya
edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini memberikan manifestasi klinis berupa
ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak,
serebelum, hipokampus dan korteks serebral. 6
Di sisi lain JEV sebagai virus yang tergolong neurotropi mungkin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan saraf dengan jalan seperti yang terjadi pada virus
neurotropik lainnya, yaitu virus masuk ke tubuh manusia terutama setelah viremia
yang kedua, tubuh manusia membentuk antibodi antivirus. Antibodi ini bereaksi
dengan antigen membentuk kompleks antigen antibodi yang beredar dalam darah
dan masuk ke susunan saraf pusat. Di dalam susunan saraf pusat menimbulkan
proses inflamasi dengan akibat timbulnya edema dan selanjutnya terjadi anoksia,
yang pada akhirnya terjadi kematian sel susunan saraf pusat yang luas.[1]
Virus Javanaese encephalitis sebagai anggota dari Favivirus neurotropik,
dengan spektrum patogenesisnya berupa :
1. Ensefalitis fatal, yang biasanya didahului oleh viremia dan
perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat
2. Ensefalitis subklinis, yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak
lambat dan kerusakan otak ringan
3. Infeksi asimptomatik, yang ditandai oleh hampir tidak adanya viremia,
sangat terbatasnya replikasi ekstraneural serta tidak adanya neuroinvasi.
4. Infeksi persisten 6
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinis JE tidak berbeda secara klinis dengan ensefalitis yang
disebabkan oleh virus lain. Namun bervariasi tergantung dari berat ringannya
48
kelainan susunan saraf pusat, umur dan lain-lain. Spektrum penykit dapat berupa
hanya demam disertai nyeri kepala, meningitis aseptik, dan meningoensefalitis.
Masa inkubasi 4-14 hari, setelah itu perjalanan penyakit akn melalui 4 stadium
klinis, yaitu:
1. Stadium Prodormal
Stadium prodormal berlangsung 2-3 hari dimulai dari
keluhan sampai timbulnya gejala terserangnya susunan saraf pusat.
Gejala yang sangat dominan adalah demam, nyeri epala, dengan atau
tanpa menggigil. Gejala lain berupa malaise, anoreksia, keluhan dari
traktur respiratorius seperti batuk, pilek dan keluhan traktus
gastrointestinal seperti mual, muntah dan nyeri di daerah
epigastrium. Nyeri kepala dirasakan di dahi atau seluruh kepala,
biasanya hebat dan tidak bisa dihilangkan dengan pemberian
analgesik. Demam selalu ada dan tidak mudah diturunkan dengan
obat antipiretik.Namun mungkin saja seorang pasien JE hanya
mengalami demam ringan atau gangguan pernafasan ringan.
2. Stadium Akut
Stadium akut dapat berlangsung 3-4 hari, ditandai dengan
demam tinggi yang tidak turun dengan pemberian antipiretik..
Pasien mulai merasakan dampak dari pembengkakan jaringan otak
dan peningkatan tekanan intrakranial.
Gejala tekanan intrakranial meninggi berupa gangguan
keseimbangan dan koordinasi, kelemahan otot-otot, tremor,
kekakuan pada wajah (wajah seperti topeng), nyeri kepala, mual,
muntah, kejang, penurunan kesadaran dari apatis hingga koma.
Iritasi meningens barupa kaku kuduk, biasanya timbul 1-3
hari setelah sakit. Demam tetap tinggi, kontinu dan lamanya demam
dari permulaan penyakit berlangsung 7-8 hari. Otot-otot kaku dan
49
terdapat pula kelemahan otot. Kelemahan otot yang menyeluruh
timbul pada minggu ke-2 atau ke-3, bila berlangsung hebat dan luas
kadang memerlukan istirahat lama. Muka seperti topeng, tanpa
ekspresi muka, ataksia, tremor kasar, gerakan tidak sadar, kelainan
saraf sentral, paresis, refleks deep tendon meningkat atau menurun
dan refleks patologis Babinsky positif. Berat badan menurun disertai
dehidrasi.
Pada kasus ringan, mulai penyakitnya perlahan-lahan,
demam tidak tinggi, nyeri kepala ringan, demam akan menghilang
pada hari ke-6 tau ke-7 dan kelainan neurologik menyembuh pada
akhir minggu ke-2 setelah mulainya penyakit. Pada kasus berat,
awitan penyakit sangat akut, kejang menyerupai epilepsi,
hiperpireksia, kelainan neurologik yang progresif, penyulit
kardiorespirasi dan koma, diakhiri dengan kematian pada hari ke-7
dan ke-10 atau pasien hidup dan membaik dalam jangka waktu lama,
kadang terkena penyulit infeksi bakteri dan meninggalkan gejala
sisa permanen.
Tanda yang agak khas pada JE adalah terjadinya perubahan
gejala susunan saraf pusat yang cepat, misalnya penderita
hiperefleksi diikuti dengan hiporefleksi. Status kesadaran pasien
dapat bervariasi dari disorientasi, delirium, somnolen sampai koma.
Dapat disertai oligouria, diare dan bradikardia relatif. Pada stadium
ini pemeriksaan pada cairan serebrospinal menunjukkan leukositosis
yang pada awalnya didominasi sel PMN tetapi setelah beberapa hari
menjadi limfositosis. Albuminuria sering ditemukan. Apabila
penderita dapat melalui stadium ini, maka demam akan turun pada
hari sakit ke-7 dan gejala akan menghilang pada hari ke-14. Apabila
tidak, demam akan tetap tinggi dan gejala memburuk. Pada kasus
yang fatal, perjalanan penyakit berlangsung cepat, penderita
mengalami koma dan meninggal dalam 10 hari. 6
50
3. Stadium Sub Akut
Pada stadium subakut, gejala gangguan susunan saraf pusat
berkurang namun seringkali pasien menghadapi masalah pneumonia
ortostatik, infeksi saluran kemih dan dekubitus. Gangguan fungsi
saraf dapat menetap, seperti paralisis spastik, hipotrofi otot, sebagai
akibat perawatan lama dan pemasangan kateter urin, fasikulasi,
gangguan saraf kranial dan gangguan saraf ekstrapiramidal. 6
4. Stadium Konvalesens
Stadium konvalesen berlangsung lama dan ditandai dengan
kelemahan, letargi, gangguan koordinasi, tremor dan neurosis. Berat
badan dapat sangat menurun. Stadium ini dimulai saat
menghilangnya inflamasi yaitu pada saat suhu kembali normal.
Gejala neurologik bisa menetap dan cenderung membaik. Bila
penyakit JE berat dan berlangsung lama maka penyembuhan lebih
lambat, tidak jarang sisa gangguan neurologik berlangsung lama.
Gejala sisa yang sering dijumpai ialah gangguan mental berupa
emosi tidak stabil, paralisis upper atau lower motor neuron. 6
2.7 Diagnosis
Seperti penyakit lain, diagnosis JE ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Anamnesis yang
mendukung kemungkinan adanya infeksi oleh JEV misalnya:
 Anak tinggal di tempat yang memungkinkan siklus JEV berlangsung
dengan baik seperti kepadatan Culex yang tinggi, banyak babi peliharaan
atau peternakan babi atau di daerah yang sedang masa tanam padi. Atau
memasuki musim penghujan.
 Anak tinggal di daerah endemis JE.
 Anak menderita demam tinggi, nyeri kepala yang hebat yang tidak bisa
dihilangkan dengan obat antipiretik analgesik, disertai kejang.
51
Gejala klinis yang mendukung adanya kecurigaan JE adalah :
 Keluhan dini berupa demam, nyeri kepala, kaku kuduk, kesadaran menurun,
gerakan abnormal (tremor kasar, kejang)
 Keluhan dan gejala yang timbul kemudian sekitar hari ke-3-5 berupa
kekakuan otot, koma, pernafasan yang abnormal, dehidrasi, dan penurunan
berat badan.
 Keluhan dan gejala lainnya seperti refleks tendon meningkat, paresis, suara
pelan dan parau. 6
52
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Akan ditemukan anemia dan leukositosis ringan, rata-rata
13.000/mL, polimorfonuklear lebih banyak daripada mononuklear,
trombositopenia ringan dan peningkatan laju endap darah. 6
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Pada pemeriksaan, cairan serebrospinal tampak jernih
sampai opalesens, tergantung dari jumlah leukosit, pleositosis
bervariasi antara 20-5.000/mL. Pada beberapa hari pertama tampak
neutrofil dan limfosit, tetapi setelah itu tampak limfosit dominan,
kadar glukosa normal atau menurun, sedangkan kadar protein
meningkat 50-100 mg/dL. Cairan serebrospinal jarang mengandung
virus, kecuali pada kasus-kasus berat dan fatal. 6
b. Uji serologi
Uji diagnostik baku untuk JE adalah pemeriksaan IgM Capture
dengan cara ELISA (Enzyme linked imunnosorbent assay) dari
serum atau cairan serebrospinal. Sensitivitasnya mendekati 100%,
bila kedua bahan tersebut diperiksa. Beberapa reaksi silang dapat
timbul dari flavivirus lain misalnya virus dengue, virus West Nile,
pasca vaksinasi JE dan demam kuning. 6
 Immune adherence hemaglutination (IAHA)
Menggunakan spesimen serum akut dan
konvalensens. Uji IAHA dikatakan positif bila terdapat
peningkatan titer antibodi sebesar 4 kali atau lebih.[1]
 Uji hemaglutinasi inhibisi (HI)
53
Menggunakan spesimen serum akut dan
konvalesens. Uji HI dikatakan positif bila titer antibodi
serum akut 1/20 atau lebih sedangkan pada spesimen
konvalesens meningkat 4 kali atau lebih. Keunggulan cara
ini adalah dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium
sederhana, reagennya mudah didapat, serta biayanya relatif
murah. Kelemahannya adalah tidak dapat membedakan JE
dari flavivirus yang lain seperti virus dengue dan virus West
Nile. 6
 Teknik konvensional lainnya seperti immunofluorecent
antibody (IFA), complement fixation (CF) juga memakai
penilaian seperti di atas. 6
Semua uji serologi diatas dapat dipakai untuk membuat
perkiraan diagnosis JE di daerah endemis, tetapi harus dipakai
dengan hati-hati karena infeksi dengue atau Flavivirus lainnya dapat
menimbulkan respons serologik reaksi silang terhadap antigen JEV.
6
Untuk membuat diagnosis JE di daerah endemis infeksi dengue,
Innis melaksanakan uji serologi terhadap serum dan CSS dengan
ELISA. Spesimen serum dan CSS baik yang akut maupun
konvalesens diperiksa IgM anti-dengue, IgG anti-dengue, IgM anti-
JE dan IgG anti-JE. Hasil dinyatakan positif bila lebih besar dari 40
unit. Hanya spesimen dengan anti-JE IgM yang lebih besar atau
sama dengan 0 unit dapat diklasifikasikan berasal dari pasien JE.
Hasil dari semua 4 uji serologik dibandingkan, hasil rata-rata anti-
dengue IgM dengan anti-JE IgM ≥ 1 adalah khas infeksi dengue,
sedangkan bila hasilnya < 1 adalah khas untuk infeksi JE. 6
2.9 Diagnosis Banding
54
Manifestasi klinis JE dapat pula ditemukan pada penyakit lainterutama yang
berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat, yaitu malaria serebral, meningitis
bakteri, meningitis aseptik, kejang demam, ensefalitis oleh Flavivirus lain, rabies,
sindrom Reye, dan ensefalopati toksik. 6
Beberapa diagnosis banding dapat disingkirkan dengan adanya tanda atau
gejala yang khas atau pemeriksaan khusus, misalnya: 6
 Meningitis TBC : uji mantoux positif, biakan BTA dari cairan
serebropinal positif
 Meningitis bakterialis : cairan serebrospinal purulen
 Herpes zoster : kelumpuhan saraf kranial satu sisi
 Leptospirosis : ikterus, hepatosplenomegali
2.10 Pengobatan
2.10.1 Pengobatan Simtomatik
a. Menghentikan kejang
Pada saat terjadi kejang, secepatnya diatasi dengan pemberian
diazepam intravena, dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan dosis maksimal
pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun diberikan 5mg, anak 5-10
tahun diberikan 7,5mg dan lebih dari 10 tahun diberikan 10 mg dengan
kecepatan pemberian 1mg/menit. Bila anak tetap kejang dosis di atas dapat
diulang sekali lagi setelah 15 menit. Bila tidak tersedia diazepam intravena,
bisa diganti dengan diazepam per-rektal dalam kemasan 5 mg dan 10 mg
dengan ketentuan dosis seperti di atas. Bila kejang sudah berhenti
dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital oral 5 mg/kgBB/kali dibagi
dalam 2 dosis. Bila sebelumnya pasien menunjukkan kejang lama atau
status konvulsi, setelah berhasil menghentikan kejang secepatnya diberikan
bolus fenobarbital IM sebagai dosis awal 50 mg untuk anak berumur 1
bulan-1 tahun, 75 mg untuk anak lebih dari 1 tahun. Kemudian setelah lebih
55
dari 4 jam disusul pemberian fenobarbital oral sebagai dosis rumatan
8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari dan untuk selanjutnya 4-
5 mg/kgBB/hari. 6
b. Menurunkan demam
Pemberian obat antipiretik seperti parasetamol dan asetosal. Suportif
dengan istirahat dan kompres. Aktivitas otot akan meningkatkan
metabolisme dan metabolisme yang meningkat akan menambah tinggi suhu
tubuh, sehingga tinggi rendahnya suhu tubuh antara lain sangat ditentukan
oleh aktivitas otot. Dengan demikian perlu istirahat untuk mengurangi
peningkatan suhu. 6
2. 10.2 Mencegah dan Mengobati Tekanan Intrakranial Meninggi
a. Mengurangi edema otak
Pemberian deksametason IV dengan dosis tinggi 1mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis diberikan beberapa hari dan diturunkan secara perlahan bila
tekanan intrakranial menurun. Di samping itu deksametason dapat
memperbaiki integritas membran sel. Obat lain yang dapat menurunkan
tekanan intrakranial adalah manitol hipertonik 20% dengan dosis 0,25-1
gr/kgBB melalui infus intravena selama 10-30 menit dapat diulangi tiap 4-
6 jam. Obat ini dapat menarik cairan ekstravaskulr ke dalam pembuluh
darah otak. Untuk meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah balik,
anak ditidurkan setengah duduk dalam posisi netral dengan kepala lebih
tinggi 20-30º sehingga terjadi penurunan tekanan intrakranial. 6
b.Mempertahankan fungsi metabolisme otak
Mempertahankan fungsi metabolisme otak dengan cara pemberian
cairan yang mengandung glukosa 10%, sehingga kadar gula darah menjadi
normal, 100-150 mg/dL. Hindari peningkatan metabolisme otak dengan
56
jalan mencegah sehingga jangan sampai terjadi hipertermia dan serangan
kejang. 6
2.10.3 Pengobatan Penunjang
a. Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terutama pada saat serangan kejang, anak
diletakkan dalam posisi miring ke arah kanan dengan kepala yang lebih
rendah 20º dari badan untuk menghindari terjadinya aspirasi lendir atau
muntahan. Bebaskan jalan nafas, pakaian dilonggarkan, bila perlu
dilepaskan. Lilitan kain di leher dilepaskan, isap lendir atau bersihkan mulut
dari lendir. Perawatan pernapasan dapat dilakukan dengan memperhatikan
pernafasan supaya tetap teratur. Bila terdapat kegagalan pernafasan minimal
kita dapat melakukan pernafasan buatan dan kalau memungkinkan
dilakukan intubasi endotrakeal dan pernafasan dibantu dengan ventilator
mekanik. Selama melakukan perawatan jalan nafas dan perawatan
pernafasan, pemberian oksigen sangat mutlak diperlukan. 6
b. Perawatan sistem kardiovaskular
Perawatan kardiovaskular ditujukan untuk mengetahui adanya
kegagalan kardiovaskular. Secara rutin dan seksama diperiksa frekuensi
nadi, pengisian nadi, tekanan darah dan keadaan kulit terutama ekstremitas
atas dan bawah. Bila terdapat tanda-tanda syok perlu secepatnya diatasi. 6
c. Pemberian cairan intravena
Pemberian cairan intravena bertujuan untuk mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pemberian jumlah cairan harus ketat mengingat adanya
tekanan intrakranial meninggi. Dicegah jangan sampai terjadi hipokalsemia
dan gangguan elektrolit lainnya. 6
d. Pemberian antibiotik
57
Antibiotik tetap diberikan selama belum bisa menyingkirkan
kemungkinan meningitis bakterialis. Dalam keadaan kesadaran menurun
dan dalam keadaan koma, ampisilin tetap diberikan untuk mencegah infeksi
sekunder. Sampai sekarang belum ada obat anti virus JE. 6
58
2.11 Pencegahan
2.11.1 Pemberian Imunisasi
Terdapat 2 jenis vaksin JE, yaitu :
a. Vaksin hidup yang dilemahkan (a live attenuated vaccine)
Vaksin dibuat antara lain dari biakan sel ginjal hamster. Dari
hasil uji coba klinis pada manusia vaksin ini cukup aman dan
efektif. Pemberian vaksin pada anak umur kurang dari 1 tahun,
pertama kali diberikan 2 dosis vaksin yang diinaktifkan, 1 tahun
kemudian diberikan vaksin hidup yang dilemahkan dan 1 tahun
berikutnya diberi imunisasi ulangan dengan vaksin hidup yang
dilemahkan, selanjutnya tiap 3 tahun diberikan vaksin hidup
yang dilemahkan. Vaksin JE telah dipergunakan secara rutin di
Jepang dan Cina. 6
b. Vaksin dari virus mati (inactivated vaccine)
 Inactivated mouse brain vaccine
Suspensi virus dibuat dari jaringan otak tikus yang
diinokulasi dengan JE galur Nikayama. Vaksin ini secara
luas telah dipakai di Jepang, Thailand, Taiwan dan India.
Imunisasi dasar, dosis dan cara pemberiannya sebagai
berikut: anak umur kurang dari 3 tahun imunisasi
pertama diberikan 0,5 ml secara subkutan, imunisasi ke-
2 diberikan dosis dan cara yang sama dengan imunisasi
pertama dengan interval 1 tahun dari imunisasi pertama.
Anak berumur lebih dari 3 tahun cara dan interval
oemberiannya sama dengan anak yang berumur kurang
dari 3 tahun, hanya dosisnya berbeda yaitu 1 ml untuk
masing-masing imunisasi. Imunisasi ulangan diberikan
pada anak yang berumur kurang dari 3 tahun dengan
59
dosis 0,5 ml secara subkutan, sedangkan anak yang
berumur lebih dari 3 tahun dosisnya 1 ml subkutan.
Imunisasi booster diberikan tiap 3-4 tahun. 6
 Vaksin dibut dari kultur sel ginjal hamster. Produksi
vaksin ini terbatas karena jumlah hamster yang terbatas.
6
2.11.2 Menghindarkan Manusia dari Gigitan Nyamuk Culex
Nyamuk Culex menggigit manusia mulai menjelang malam hari
sampai besok paginya, oleh karena itu perlu tidur memakai kelambu atau
mempergunakan repelan dalam bentuk cairan atau krim yang dipakai pada
bagian tubuh manusia yang terbuka atau memakai obat pembasmi nyamuk.
6
9) Lyme disease
Penyakit Lyme disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi dan ditularkan ke
manusia melalui gigitan terinfeksi Kutu hitam. Gejala khas meliputi demam, sakit
kepala, kelelahan, dan ruam kulit disebut eritema migrans. Jika tidak diobati,
infeksi bisa menyebar ke sendi, jantung, dan sistem saraf. 7
Patogenesis
Bakteri penyakit Lyme, Borrelia burgdorferi, menyebar melalui gigitan
kutu yang terinfeksi. Penyebaran penyakit Lyme di timur laut, pertengahan
Atlantik, dan utara-tengah Amerika Serikat, dan western blacklegged centang
(Ixodes pacificus) menyebarkan penyakit di Pantai Pasifik.Kutu ini biasanya
ditemukan di daerah berhutan dan memiliki kehidupan yang siklus yang kompleks.
Di beberapa daerah, Kutu hitam bisa menyebarkan penyakit lainnya yaitu
babesiosis dan anaplasmosis. Secara umum, kutu dibutuhkan 36 sampai 48 jam
sebelumnya mereka bisa menularkan penyakit Lyme ke manusia.
Kebanyakan manusia terinfeksi melalui gigitan kutu yang belum matang
disebut nimfa. Nimfa berukuran kecil (kurang dari 2 mm) dan sulit dilihat dan akan
60
menggigit selama musim semi dan musim panas dan kutu dewasa juga bisa
menularkan bakteri penyakit Lyme .Kutu Ixodes dewasa paling aktif selama musim
gugur dan mencari hewan inang, kutu merangkak ke hewan atau orang lalu
menggigitnya, kutu tidak bisa melompat atau terbang. Kutu yang ditemukan di kulit
kepala biasanya sudah merangkak disana yang semula bagian bawah tubuh. Kutu
mendapatkan darah dengan memasukkannya bagian mulut (bukan seluruh tubuh
mereka) ke dalam kulit seseorang atau hewan. Ixodes kutu adalah pengumpan
lambat,satu kali makan bisa memakan waktu beberapa hari. Saat mereka makan,
tubuh mereka perlahan membesar.Orang yang menghabiskan waktu di daerah hutan
yang lebat dimana terinfeksi kutu yang umum berisiko tinggi terkena paparan.
Meskipun di Teori penyakit Lyme bisa disebarkan melalui transfusi darah atau
kontak lain dengan darah yang terinfeksi.Tempat yang kemungkinan besar
terinfeksi Penyakit Lyme tersebar di wilayah geografis yang luas di Indonesia
daerah beriklim utara di dunia. 7
Faktor yang mempengaruhi penyakit Lyme ada di suatu daerah: 1) hewan yang
terinfeksi dengan bakteri penyakit Lyme, 2) kutu yang bisa menularkan bakteri, dan
3) host binatang (seperti tikus dan rusa) yang bisa memberi makanan untuk kutu
dalam berbagai tahap kehidupan mereka. 7
Pencegahan
 Gunakan obat nyamuk. Semprotkan obat pengusir yang mengandung
20%
konsentrasi DEET pada pakaian dan kulit yang terpapar, merawat pakaian
(terutama celana, kaus kaki, dan sepatu) dengan permetrin, yang membunuh kutu
pada kontak. 7
61
 Lakukan cek ada tidaknya kutu . Selalu periksa kutu ada tidaknya kutu
setelah di luar rumah, bahkan di halaman rumah. Karena kutu biasanya
terlampir setidaknya sehari sebelum mereka bisa menularkan bakteri
yang menyebabkan penyakit Lyme, pengangkatan dini bisa mengurangi
risiko infeksi. Periksa semua permukaan tubuh dengan hati-hati, dan
lepaskan yang terpasang kutu dengan pinset , dan hindari
menghancurkan tubuh kutu. Pegang kutu dengan kuat dan sedekat
mungkin dengan kulit , tarik tubuh kutu menjauh dari kulit,dan
bersihkan daerah dengan antiseptik. 7
 Mandi sesegera mungkin setelahnya masuk ke dalam rumah (sebaiknya
dalam 2 jam) dan mencuci dan menjemur pakaian untuk membunuh
kutu yang melekat pada pakaian. 7
Tanda dan gejala
Tahap penyakit Lyme biasanya ditandai oleh satu atau lebih dari tanda dan gejala
berikut ini:
• ruam kulit yang khas, disebut eritema migrans
• kelelahan
• menggigil dan demam
• sakit kepala
• Otot dan nyeri sendi
• Kelenjar getah bening yang membengkak
Erythema migrans adalah ruam lingkaran merah yang sering muncul di
tempat gigitan kutu, biasanya dalam 3 sampai 14 hari setelah gigitan pertama kutu
yang terinfeksi kemudian tumbuh lebih besar. Terkadang banyak ruam muncul,
62
bervariasi bentuk dan ukurannya ,terdapat pada paha, pangkal paha, batang, dan
ketiak. Pusat ruam bisa membesar, menghasilkan "bull's-eye". Ruamnya mungkin
hangat, tapi biasanya tidak menyakitkan. Tidak semua ruam yang terjadi di tempat
gigitan kutu disebabkan oleh penyakit Lyme. Alergi Reaksi terhadap tick saliva
juga bisa terjadi . Reaksi alergi terhadap tick air liur biasanya muncul dalam
beberapa jam sampai beberapa hari setelah gigitan kutu, biasanya tidak
berkembang, dan menghilang dalam beberapa hari. 7
Beberapa tanda dan gejala penyakit Lyme mungkin tidak muncul sampai
minggu atau bulan setelah gigitan kutu:
• Arthritis paling mungkin muncul sebagai serangan singkat rasa sakitdan bengkak,
biasanya di satu atau lebih sendi besar, terutama lutut.
• Gejala sistem saraf bisa meliputi mati rasa, nyeri, Kelumpuhan saraf (sering terjadi
pada otot wajah, biasanya pada satu sisi), dan meningitis (demam, leher kaku, dan
sakit kepala parah).
• Jarang, penyimpangan irama jantung bisa terjadi.
• Masalah dengan memori atau konsentrasi, kelelahan, sakit kepala, dan gangguan
tidur kadang terjadi setelah perawatan. 7
Diagnosis
Diagnosis penyakit Lyme harus dipertimbangkan faktor berikut:
• Riwayat kemungkinan terpapar kutu di daerah di mana Penyakit lyme terjadi
• Tanda dan gejala penyakit
• Hasil tes darah yang digunakan untuk mendeteksi apakah Pasien memiliki
antibodi terhadap bakteri penyakit Lyme.
Proses pengujian dua tahap untuk mengukur Produksi antibodi tubuh
terhadap bakteri penyakit Lyme ini direkomendasikan:
63
1) sebuah "AMDAL" (enzim immunoassay) atau jarang, sebuah "IFA" (tidak
langsung
uji imunofluoresensi), diikuti oleh
2) imunoblot Barat dari sampel yang diuji positif atau samar-samar oleh AMDAL
atau IFA.
Tes ini mengukur antibodi yang dibuat tubuh terhadap Lyme bakteri
penyakit. Diperlukan 4-6 minggu setelah infeksi untuk tubuh untuk menghasilkan
kadar antibodi yang terukur. Karena itu, laboratorium tes untuk penyakit Lyme
harus ditafsirkan berdasarkan lamanya infeksi. Pasien yang baru saja terinfeksi dan
mengalami eritema Migran dapat melakukan tes negatif . Di sisi lain, pasien yang
sudah terinfeksi Selama lebih dari 4 minggu dan memiliki arthritis hampir akan
selalu diuji positif. 7
Siklus hidup penyakit Lyme kutu
Siklus lengkap kutu Ixodes membutuhkan waktu 2 tahun. Tandai telur
diletakkan di musim semi, dan menetas sebagai larva di musim panas. Larva
memakan tikus, burung, dan hewan kecil lainnya di musim panas dan
awal musim gugur Larva dapat terinfeksi penyakit Lyme Bakteri saat menyusui
hewan ini. Sekali kutu menjadi terinfeksi, dan tetap terinfeksi selama sisa hidupnya
dan dapat menularkan
bakteri ke host lain. Setelah menyusui awal ini, larva biasanya menjadi tidak aktif
sampai musim semi berikutnya, saat mereka berubah menjadi nimfa Nymphs
mencari makanan darah untuk bahan bakar pertumbuhan mereka menjadi dewasa.
Nymphs memakan tikus kecil, burung, dan mamalia kecil lainnya di akhir musim
semi dan awal musim panas. Nymphs juga akan menggigit
64
manusia, dan jika sebelumnya terinfeksi bakteri penyakit Lyme, mereka bisa
menularkan penyakitnya ke manusia. Nymphs meleleh kutu dewasa di musim
gugur Pada musim gugur dan awal musim semi, kutu dewasa memberi makan dan
kawin pada hewan besar, seperti rusa. Kutu betina dewasa akan Kadang juga
menggigit manusia. Di musim semi, kutu betina dewasa terbaring telur mereka di
tanah, menyelesaikan siklus hidup 2 tahun. 7
Penatalaksanaan
Beberapa antibiotik efektif untuk mengobati penyakit Lyme. Biasanya diberikan
melalui mulut tapi bisa diberikan secara intravena kasus yang lebih parah Pasien
diobati dengan antibiotik di awal tahap infeksi biasanya sembuh dengan cepat dan
tuntas. 7
DAFTAR PUSTAKA
65
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
2. Sutanto I, Ismid I, Sjarifuddin P, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2016.
3. Widoyo. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2011.
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Vektor Virus Zika. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2016.
5. Petersen L, Jamieson D, Powers A, Honein M. Zika Virus. The New England
Journal of Medicine. 2016; 30 (03); 374: 1552-63. DOI: 10.1056/
NEJMra1602113. N Eng J Med 2016 March 30.
6. College of Veterinary Medicine Iowa State University. Japanese Encephalitis.
Iowa: The Center for Food Security & Public Health; 2016.
7. Massachusetts Departement of Public Health. Lyme Disease. Bureau of
Infections Disease. MA 02130. Washington: JAPI; 2014.

More Related Content

Similar to DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme disease.docx

Similar to DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme disease.docx (20)

Makalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitasMakalah hipersensitivitas
Makalah hipersensitivitas
 
Lp dhf
Lp dhfLp dhf
Lp dhf
 
Pleno modul 4 blok 11
Pleno  modul 4 blok 11Pleno  modul 4 blok 11
Pleno modul 4 blok 11
 
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptxPPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
 
Isi blok 12
Isi blok 12Isi blok 12
Isi blok 12
 
Ujian Nefro Lainnya punyanya aina aisyah
Ujian Nefro Lainnya punyanya aina aisyahUjian Nefro Lainnya punyanya aina aisyah
Ujian Nefro Lainnya punyanya aina aisyah
 
Ujian Nefrologi punyanya aina aisyah hasanudin
Ujian Nefrologi punyanya aina aisyah hasanudinUjian Nefrologi punyanya aina aisyah hasanudin
Ujian Nefrologi punyanya aina aisyah hasanudin
 
L aporan pendahuluan sepsis desi
L aporan pendahuluan sepsis desiL aporan pendahuluan sepsis desi
L aporan pendahuluan sepsis desi
 
GANGGUAN HAEMOPOIETIK
GANGGUAN HAEMOPOIETIKGANGGUAN HAEMOPOIETIK
GANGGUAN HAEMOPOIETIK
 
153075631 case-sn
153075631 case-sn153075631 case-sn
153075631 case-sn
 
PILONEFRITIS
PILONEFRITISPILONEFRITIS
PILONEFRITIS
 
Gout
GoutGout
Gout
 
Makalah nefrotik syndrom
Makalah nefrotik syndromMakalah nefrotik syndrom
Makalah nefrotik syndrom
 
Askep all
Askep allAskep all
Askep all
 
Dbd
DbdDbd
Dbd
 
Case report dr hilya jaehee
Case report dr hilya jaeheeCase report dr hilya jaehee
Case report dr hilya jaehee
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
 
Membran Transpor
Membran TransporMembran Transpor
Membran Transpor
 
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSONLAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
LAPORAN KASUS SINDROM STEVENS JOHNSON
 
darah
darahdarah
darah
 

More from dodyprasetia2

1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...
1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...
1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...dodyprasetia2
 
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...dodyprasetia2
 
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...dodyprasetia2
 

More from dodyprasetia2 (6)

11-18-1-SM.pdf
11-18-1-SM.pdf11-18-1-SM.pdf
11-18-1-SM.pdf
 
1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...
1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...
1.Basic & Clinical Pharmacology (Bertram G. Katzung) 13 Eddition (www.webofph...
 
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
 
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme dise...
 
AH 2.docx
AH 2.docxAH 2.docx
AH 2.docx
 
AH 2.docx
AH 2.docxAH 2.docx
AH 2.docx
 

Recently uploaded

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 

DBD, leptospirosis, chikungunya, zika, filariasis, trypanosomiasis, Lyme disease.docx

  • 1. 1 a. Skenario SKENARIO 4 Demam dan Menggigil Seorang dokter internship yang bertugas di Magelang mengeluh demam naik turun sejak 7 hari yang lalu. Selama 3 hari terakhir, ia mengalami demam tinggi hingga menggigil dan berkeringat pada malam hari. Pada hasil pemeriksaan darah didapatkan makrogametosit berbentuk seperti pisang. Dokter tersebut telah bertugas selama 6 bulan di daerah yang dikenal endemik dan belum mengkonsumsi kemoprofilaksis. b. Klarifikasi Istilah STEP 1 1. Endemik : penyakit yang asli/menyebar terbatas pada suatu wilayah tertentu 2. Kemoprofilaksis : antimikroba yang diberikan sebelum terpapar penyakit/untuk penularan penyakit 3. Internship : program dokter dalam masa pendidikan profesi 4. Makrogametosit : sel kelamin betina, ukuran lebih besar dari sel kelamin jantan c. Rumusan Daftar Masalah STEP 2 1. Mengapa pasien bisa mengalami demam, menggigil dan berkeringat? 2. Apa saja gejala yang timbul dalam kasus? 3. Hal apa saja pada pemeriksaan darah? 4. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut? 5. Bagaimana cara kerja kemoprofilaksis untuk penyakit tersebut? 6. Pencegahan apa yang bisa mengurangi kasus tersebut selain kemoprofilaksis?
  • 2. 2 d. Analisis Masalah STEP 3 1. Yang dapat menyebabkan pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat yaitu : a) Periode dingin b) Periode panas c) Periode berkeringat 2. Gejala yang timbul yaitu : a. Trias malaria : demam, berkeringat dan menggigil b. Anemia : pecahnya eritrosit c. Ikterik : gangguan hepar d. Splenomegali e. Nafsu makan menurun f. Lemas g. Nyeri kepala h. Diare 3. Pada pemeriksaan darah yaitu : Tipis : untuk mengetahui jenis penyakit Tebal : mengandung parasit 4. Penatalaksana pada kasus tersebut yaitu : a. Jenis prognasis, prinsetanin b. Primakuin c. Kina, klorokuin d. Primakuin, prognasis : mencegah ookista 5. Cara kemoprofilaksis yaitu : a. Mencegah timbulnya penyakit b. Doksisiklin 100mg/hari 1-2 hari sebelum pergi : tidak boleh buat ibu hamil c. Pulang 4 minggu minum obat d. Maksimal 6 bulan e. Pemilihan obat 6. Pencegahan pada kasus tersebut yaitu :
  • 3. 3 1) Berbasis masyarakat a) PHBS b) PSN c) Mengobati diri sendiri d) Fogging 2) Berbasis pribadi a) Tidak keluar malam b) Kelambu c) Ventilasi d) Prilaku e. Sistematika Masalah STEP 4 1. Yang dapat menyebabkan pasien mengalami demam, menggigil dan berkeringat yaitu : Nyamuk menggigit → liver (hepatosit) → Pembuluh Darah → siklus → nyamuk gigit lagi Air susu ibu SDM : ada yang terinfeksi dan tidak, splenomegali dan anemia Merozoit → tropozoit → gametosit 3 macam eritrosit : a) Sitoadhesi : penempelan eritrosit b) Rosetting : eritrosit mengelilingi c) Sekuenstrasi : plasmodium gumpalan-gumpalan Siklus hidup Anopheles : a) Fase aseksual Menghisap darah manusia → sporozoit → hati → skizon Plasmodium vivax dan P. ovale : aliran darah b) Fase eritosit Merozoit → trofozoit Monosit → gametosit → menyerang eritrosit
  • 4. 4 c) Fase seksual Gemetosit → lambung nyamuk → zigot → ookista → pecah → sporozoit 2. Gejala yang timbul yaitu : Prodormal : lesu, sakit kepala, nyeri sendi, sakit perut, anoreksia Plasmodium vivax dan P. ovale : 36 jam Plasmodium falciparum : 12 jam Anemia : hemolitik, noimositik dan nomolitik 3. Pada pemeriksaan darah yaitu : Plasmodium falciparum : trofozoit seperti hancur, seperti ginjal, sitoplasma biru seperti pisang ambon Plasmodium ovale : skizon, titik james dot Plasmodium malariae : SDM tidak membesar, akarnya pita, pigmen hitam 4. Penatalaksana pada kasus tersebut yaitu : P. falciparum : primakuin P. Vivax : DHP + primakuin 14 hari P. Malariae : ACT 1x/hari selama 3 hari tidak diberi primakuin 5. Cara kemoprofilaksis yaitu : Primakuin : terjadi hemotaksis harus ada pemeriksaan enzim G6PD dapat dimulai 1 hari sebelum berangkat Ibu hamil : tidak boleh minum doksisiklin Komplikasi : primakuin dosis meningkat → 0,5 HCT/DHP 6. Pencegahan pada kasus tersebut yaitu : a) Menjaga kebersihan lingkungan rumah b) Tidak menggantung baju c) Surveilans
  • 5. 5 Peta Konsep f. Sasaran Belajar STEP 5 1. Gejala dan tanda dari sitoadherensi, rosetting dan sekuestrasi 2. Komplikasi malaria 3. Diagnosis banding berdasarkan peta konsep (etiologi sampai penatalaksanaan) Penyakit yang Diperantarai Vektor Patomekanisme Etiologi Pencegahan Kemoprofilaksis Komplikasi Diagnosis Banding  DBD  Leptospirosis  Chikungunya  Zika  Filariasis  Rickettsial disease  Trypanosomiasi s  Schistosomiasis  Japanese encephalitis  Lyme disease Gejala dan Tanda Siklus hidup vektor
  • 6. 6 g. Belajar Mandiri STEP 6 Belajar mandiri h. Penjelasan STEP 7 1. Gejala dan tanda dari sitoadherensi, rosetting dan sekuestrasi a) Sitoaderensi Sitoaderensi ialah perlekatan antara eritrosit stadium matur pada permukaan endotel vaskular. Perlekatan terjadi molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob eritrosit melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular. Molekul adhesif dipermukaan knob eritrosit secara kolektif disebut PfEMP-1, (P. falciparum erythrocyte membrane protein-1). Molekul adhesif dipermukaan sel endotel vaskular adalah CD36, trombospondin, intercelullar-adhesion molecul-1 (ICAM-1), vascullar cell adhesion molecule-1 (VCAM), endothel leucocyte adhesion molecule-1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate. PfEMP-1 merupakan protein-protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR. Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenik yang sangat besar. 1 Gejalanya terdapat perubahan hemodinamik. Eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat mudah melekat. Eritrosit melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endotel kapiler, menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak,dan syok. 2 Tempat melekat pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikenal sebagai knob yang terdiri atas protein yang dikode oleh genom parasit. Protein ini disebut PfEMP-1 yang bervariasi. Reseptor pada trombosit dan endotel adalah CR1 dan glikosaminoglikan, CD36, PECAM-1 atau CD31, E-
  • 7. 7 selectin, P-selectin, ICAM-1 dan VCAM-1. Akibatnya pada penderita terjadi disseminated intravascular coagulation dan trombositopenia. 2 Selain hemodinamik terdapat juga perubahan imunologik. Antigen parasit lain yaitu ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), protein heat schock, akan mengaktifkan sel mononukleus dalam darah yang mengakibatkan timbulnya berbagai respon imun yang berbeda. Rangkaian glycosylphosphatidylinositol yang bersifat seperti endotoksin akan meningkatkan aktivitas responns Th1 berhubungan dengan gagal ginjal akut. Antigen Pf332 yang berinteraksi dengan reseptor lain dari monosit meningkatkan respon Th2 berperan dalam pembentukan imunitas terhadap reinfeksi. Hal yang paling penting dari aktivasi monosit adalah pelepasan Tumor Necrosis Factor-α (TNF- α) yang mempunyai peran dalam patogenesis malaria akut. Pada aktivitas Th2 terjadi pengeluaran IL-4 yang menginduksi proliferasi sel limfosit B untuk menghasilkan Ig E dan IgG4, terutama bermanifestasi pada malaria serebral dimana terjadi peningkatan IgG. Plasmodium falciparum mengaktifkan C3 melalui jalur alternative pathway berperan dalam patogenesis komplikasi yang berhubungan dengan trombosis. 2 b) Sekuestrasi Sitoadheren menyebabkan eritrosit matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya Plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat. 1 Gejalanya eritrosit melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi, sel trombosit dan endotel kapiler, menyebabkan pembentukan roset dan
  • 8. 8 gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal, otak,dan syok. 2 c) Rosetting Rosetting adalah berkelompoknya eritrosit matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren. 1 Gejalanya terdapat perubahan metabolik. Kelainan metabolik berhubungan dengan infeksi Plasmodium merupakan konsekuensi dari: 1) Gangguan pada membran eritrosit Perubahan yang menonjol adalah hambatan magnesium-activated ATP- ase pada eritrosit yang menyebabkan kegagalan pompa sodium, sehingga terjadi hiponatremia dalam sel. Selain itu terjadi penurunan interaksi hemoglobin dan dinding sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya deformitas eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Membran eritrosit yang tidak terinfeksi juga mengalami perubahan sehingga terjadi pembentukan rosette. 2) Kebutuhan nutrisi parasit Plasmodium membutuhkan glukosa dalam jumlah besar untuk keperluan energinya. Hal ini terkadang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Akibat terjadi peningkatan glikolisis anaerobik dan akumulasi asam laktat. 3) Peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik Gangguan yang disebabkan pembentukan rosette, gumpalan dan adhesi endotel terhadap eritrosit yang terinfeksi parasit, pelepasan sitokin lokal dan respon imun berperan dalam menyebabkan peripheral pooling dan hambatan oksigenasi jaringan. Akibatnya terjadi peningkatan asam laktat yang diikuti dengan peningkatan rasio laktat atau piruvat, depresi
  • 9. 9 respirasi mitokondria dan peningkatan molekul oksigen yang bersifat reaktif, menyebabkan pembentukan nitrit oksida dan peroksida lipid yang mengakibatkan oxidative stress pada malaria. 2 2. Komplikasi malaria a. Gagal Ginjal ( GGA ) Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5-1% disebabkan nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler, sehingga terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus. Secara klinis dapat terjadi fase oliguria atau poliuria. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu urin mikroskopik, berat jenis urin, natrium urin, serum natrium, kalium, ureum , kreatinin, analisa gas darah serta produksi urin. 2 b. Kelainan Hati ( Malaria Biliosa ) Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum. Pada penelitia di Minahasa dari 836 penderita malaria, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemi 14,9% dan peningkatan serum transminase 5,7%. Pada malaria biliosa ( Malaria dengan ikterus ) di jumpai ikterus hemolitik 17,2% Ikterus obstruktip intra-hepatal 11,4% dan tipe campuran parekimantosa, hemolitik dan obstruktif 78,6 peningkatan SGOT rata-rata 121 Mu/ml dan SGPT 80,8 Mu/ml dengan ratio 1,5 peningkatan transminase biasanya ringan sampai sedang dan jarang melebihi 200 iu, ikterus yang berat sering dijumpai. 2 c. Hipoglikemia Hipoglikemia dilaporkan sebagai keadaan terminal pada binatang dengan malaria berat. Ini disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan kesadaran. 2
  • 10. 10 d. Blackwater fever ( Malaria Hemoglobinuria ) Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil, demam, hemolysis intravascular hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gagal ginjal, biasanya terjadi pada komplikasi dari infeksi Plasmodium falciparum yang berulang ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat. Akan tetapi adanya hemolisis karena kina atau antibodi terhadap kina belum pernah dibuktikan. Malaria hemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurangan enzim G-6- PD dan biasanya parasit falciparum positif , atau pun pada penderita kekurangan G-6-PD yang biasanya disebabkan karena pemberian primakuin. 2 e. Malaria Algid Yaitu terjadinya syok vaskular, ditandai dengan hipotensi (tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg) perubahan tahanan dan berkurangnya perfusi jaringan gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatul rektal tinggi kulit tidak elastik pucat, pernapasan dangkal , nadi cepat, tekanan darah turun. 2 f. Edema Paru/ ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome ) Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau Acute Respiratory Distress Syndrome beberapa faktor yang dapat menimbulkan edema paru yaitu kelebihan hipotensi, asidosis, dan uremi. Adanya peningkatan respirasi merupakan gejala awal bila frekunsi pernapasaan >35 kali/menit prognosanya jelek. 2 g. Malaria otak/malaria serebral Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan malaria berat lainnya. Gejala klinisnya dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat lokal atau menyeluruh. Dapat ditemukan
  • 11. 11 perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang ditemukan. Gejala neurologi yang timbul dapat menyerupai meningitis, epilepsi, delirium akut, intoksikasi, sengatan panas (heat stroke). Pada orang dewasa koma timbul beberapa hari setelah demam, bahkan pada orang non imun dapat timbul lebih cepat. Pada anak koma timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang didahului dengan kejang dan berlanjut dengan penurunan kesadaran. 2 h. Anemia berat Komplikasi ditandai dengan menurunnya Ht ( Hematokrit ) secara mendadak ( <15%) atau kadar hemoglobin <5g%. Anemia merupakan komplikasi yang penting dan sering ditemukan pada anak. Hal ini dapat memburuk pada waktu penderita diobati, terutama bila jumlah parasit dalam darah sangat tinggi. Anemia umumnya bersifat normositik tetapi retikulosit biasanya tidak ditemukan , namun demikian anemia mikrositik dan hipokrom dapat ditemukan baik karena defisiensi zat besi atau kelainan hemoglobin. Patofisiologi anemia berat pada keadaan ini masih belum jelas. Anemia berat dapat disebabkan karena destruksi masif eritrosit yang terinfeksi dan penurunan produksi eritrosit oleh sumsum tulang. Selain itu umur eritrosit yang tidak terinfeksi memendek karena pada permukaan eritrosit ini dapat ditemukan imunoglobulin dan atau komplemen, bila nilai hemotokrit kurang dari 20% atau hemoglobin kurang dari 7g/dl, penderita dapat diberi transfuse darah seger atau packed cell, volume darah atau sel yang diberikan harus diberikan perhiltungan dalam keseimbangan cairan penderita. 2 3. Diagnosis banding berdasarkan peta konsep (etiologi sampai penatalaksanaan) 1) Leptospirosis a. Definisi Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyakit ini disebut juga Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic
  • 12. 12 jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease. Pada tahun 1886 Adolf Weil pertama kali meiaporkan peneilitian tentang penyakit ini. la menemukan bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus, pembesaran hati dan Iimpa, serta kerusakan giniai. Pada tahun 1915 lnada menemukan penyebab leptospirosis adaiah Spirochaeta iderohemorrhagiae. Di Cina penyakit ini disebut sebagai penyakit akibat pekerjaan (occupational disease) karena banyak menyerang para petani. Di Jepang penyakit ini disebut dengan penyakit demam musim gugur. Penyakit ini juga banyak ditemukan di Rusia, inggris, Argentina, dan Australia. Di Indonesia, gambaran klinis leptospirosis dilaporkan pertama kali oleh Van der Scheer di Jakarta pada tahun 18/92, sedangkan isolasinya dilakukan oleh Vervoot pada tahun 1922. Di berbagai daerah di tanah air, sudah berhasil diisolasi berbagai serovar, antara Iain Leptospira bataviae, L. javanica, L. austraiis, L. semaranga, L. icterohaemorrhagiae, L. canico/a dari Jakarta, Ambarawa, Riau, Bangka, dan Bogor. 3 b. Etiologi Genus Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta dari famili Trepanometaceae adalah bakteri yang berbentuk seperti benang dengan panjang 6-12 pm. Spesies L. interrogans adalah spesies yang dapat menginfeksi manusia dan hewan. Saat ini terdapat minimal 180 serotipe dan 18 serogroup yang sudah tendentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Karena ukurannya yang sangat kecil, leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop elektron. Bakteri leptospira berbentuk spiral dengan ujung-ujung seperti pengait. Bentuk yang demikian menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur, atau berbelok. Bakteri ini peka terhadap asam. Meskipun di dalam air tawar dapat bertahan hidup sampai sekitar satu buian, namun dalam air yang pekat seperti air selokan, air kencing, atau air laut. leptospira akan cepat mati.
  • 13. 13 Lingkungan yang sesuai untuk hidup leptospira adalah tanah panas dan lembab seperti kondisi daerah tropis Bakteri ini dapat hidup sampai 43 hari pada tanah yang sesuai dan sampai beberapa minggu dalam air terutama air tawar. Urin seeker sapi yang terinfeksi dapat mengandung 100 juta leptospira/mm3. 3 c. Penularan Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui beberapa cara berikut ini:  Kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang tercemar bakteri.  Kontak dengan organ, darah, dan urin hewan terinfeksi.  Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Berdasarkan berbagai data, infeksi yang tersering adalah melaiui cara yang pertama. Bakteri masuk ke tubuh manusia meialui kulit yang lecet atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa penuiaran penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit intak (sehat) terutama biia kontak lama dengan air. Hewan penular utama pada manusia adalah tikus. Di Amerika Serikat penuiar terbesar adalah anjing. Di Indonesia, infeksi ini banyak terjadi di daerah banjir. Detergen, bahkan dengan konsentrasi rendah sekalipun, terbukti dapat menghambat perkembangan hidup leptospira. Faine S. menyatakan bahwa terdapat tiga pola epidemiologi leptospira, yaitu: a) Penuiaran via kontak langsung, biasanya pada daerah beriklim sedang, sering terjadi di peternakan sapi atau babi. b) Penularan atau penyebaran penyakit karena kontaminasi yang luas pada lingkungan, biasanya pada iklim tropis-basah (musim hujan). Paparan pada manusia secara iebih luas tidak terbatas karena pekerjaan. c) Penuiaran via infeksi rodensia pada lingkungan perkotaan yang kumuh. 3 d. Gejala dan tanda
  • 14. 14 Masa inkubasi leptospirosis adalah 712 hari dengan rata rata 10 hari Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri akan masuk ke peredaran darah dan beredar ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan di mana saia termasuk organ jantung, otak, dan ginjal. Sebagian besar penyakit ini bersifat subkiinis, 90% penyakit tidak akan menyebabkan ikterik dan hanya tipe yang berat (10%) yang menyebabkan ikterik (Weil disease). Manifestasi klinis leptospirosis terbagi meniadi tiga fase: a. Fase pertama (leptospiremia) Fase ini ditandai dengan demam tinggi mendadak, malaise, nyeri otot, ikterus sakit kepala, dan nyeri perut yang disebabkan oieh gangguan hati, ginjal, dan meningitis (merupakan salah satu penjelasan mengapa penyakit ini sering mendiagnosis dengan meningitis dan ensefalitis). Fase ini beriangsung selama 4-9 hari. b. Fase kedua (imun) Titer antibodi igM mulai terbentuk dan meningkat dengan cepat. Gangguan klinis akan memuncak. Dapat terjadi leptopiura (leptospira dalam urin) selama satu minggu sampai satu bulan. Fase ini berlangsung selama 4-30 hari. c. Fase ketiga (konvalesen) Fase ini ditandai dengan gejaia kiinis yang sudah berkurang dapat timbui kembaii dan beriangsung seiama 2-4 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejaia klinis, pemeriksaan serologi, dan isolasi bakteri penyebab. 3 e. Pengobatan Leptospira adalah penyakit yang self-limited. Secara umum prognosisnya adaiah baik. Antibiotik yang dapat diberikan antara lain: 1. Penyakit sedang atau berat: penisiiin 4 x 1,5 IU atau amoksisiiin 4 x 1 gr seiama 7 hari. 2. Penyakit ringan: ampisiiin 4 x 500 mg, amoksisiiin 4 x 500 mg, atau eritromisin 4 x 500 mg. 3
  • 15. 15 f. Pencegahan Sanitasi lingkungan harus diperhatikan terutama di daerah peternakan, pemotongan hewan, atau di kolam renang. Kampanye rumah yang antitikus (rat proof) perlu dilakukan. Perilndungan bagi pekerja petemakan yang harus diberikan adalah sepatu bot, sarung tangan, masker, dan baju pelindung. imunisasi bagi yang sering berhubungan dengan hewan penular juga perlu dilakukan. Penyuluhan tentang higiene pribadi dan penuiaran penyakit ini akan membantu untuk mencegah Kejadian Luar Biasa, Kewaspadaan petugas kesehatan dapat berupa pengawasan situasi pascabanjir, mengisoiasi hewan sakit dari rumah penduduk dan daerah wisata sebagai perlindungan dari urin hewan), vaksinasi hewan peliharaan dengan strain lokal serta mengontrol vektor bila diperiukan kewaspadaan ini diperlukan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran penyakit. 3 2) Chikungunya a. Definisi Chikungunya adalah penyakit mirip demam dengue yang disebabkan oleh virus chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes africanus. Chikungunya dalam bahasa Swahili berarti kejang urat. lstilah lain penyakit ini adalah dengue, dyenga, abu rokap, dan demam tiga hari. Penyakit ini ditandai dengan demam, mialgia atau artralgia, ruam kulit, leukopenia, dan limfadenopati. Karena vektornya nyamuk, chikungunya tergolong arthropod-borne disease, yaitu penyakit yang disebarkan oleh artropoda. 3 b. Etiologi Virus chikungunya adalah virus yang termasuk dalam genus virus alfa dari famili Togaviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan ukuran diameter sekitar 42 nm. Virus ini bersama dengan virus O’nyong-nyong dari genus
  • 16. 16 virus alfa dan virus penyebab penyakit ‘Demam Nil Barat’ dari genus virus flavi menyebabkan gejala penyakit mirip dengue. Sebelum menyerang manusia, 200-300 tahun yang lalu, virus ini telah menyerang primata di hutan dan padang savana di Afrika. Hewan primata yang sering terjangkit adalah baboon (Papio sp) dan Cercopithecus sp. Meskipun belum ada penjelasan tentang perubahan siklus serangan dari hewan primata→nyamuk→hewan primata menjadi manusia→nyamuk→manusia, karena tidak semua virus hewan dapat mengalami perubahan tersebut, kemungkinan hal ini terjadi karena mutasi genetik pada virus. 3 c. Penularan Seperti DBD, chikungunya endemik di daerah yang banyak ditemukan kasus DBD. Kasus DBD pada wanita dan anak lebih tinggi dengan alasan mereka lebih banyak berada di rumah pada siang hari saat nyamuk menggigit. KLB chikungunya bersifat mendadak dengan jumlah penderita relatif banyak. Selain manusia, virus chikungunya juga dapat menyerang tikus, kelinci, monyet, baboon, dan simpanse. 3 d. Gejala dan tanda Masa inkubasi chikungunya adalah 1-6hari. Gejala penyakit diawali dengan demam mendadak, kemudian diikuti munculnya ruam kulit dan limfadenopati, artralgia, miaigia, atau artritis yang merupakan tanda dan gejaia khas chikungunya. Penderita dapat mengeluhkan nyeri atau ngilu bila berjalan kaki karena serangan pada sendi-sendi kaki. Dibandingkan dengan DBD, gejaia penyakit ini muncul lebih dini. Perdarahan jarang terjadi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan laboratorium, Yaitu adanya antibodi IgM dan IgG daiam darah. 3 e. Pengobatan Pengobatan yang diberikan meliputi:
  • 17. 17 1. Pengobatan suportif 2. Analgesik 3. lnfus bila perlu 3 f. Pencegahan Upaya pencegahan chikungunya hampir sama dengan pencegahan untuk penyakit DBD. Penting bagi masyarakat untuk melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin, menggunakan obat antinyamuk pada jam-jam saat nyamuk banyak menggigit, dan mengoleskan lotion antinyamuk pada anak sekolah. 3 3) Zika a. Etiologi. Virus Zika merupakan salah satu virus dari jenis Flavivirus. Virus ini memiliki kesamaan dengan virus dengue, berasal dari kelompok arbovirus Virus Zika ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor penyakit Zika adalah nyamuk Aedes, dapat dalam jenis Aedes aegypti untuk daerah tropis, Aedes africanus di Afrika, dan juga Aedes albopictus pada beberapa daerah lain. Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang aktif di siang hari, dan dapat hidup di dalam maupun luar ruangan. Virus zika juga bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya selama masa kehamilan. Siapapun yang tinggal atau mengunjungi area yang diketahui terdapat virus Zika memiliki risiko untuk terinfeksi termasuk ibu hamil. 1 diantara 5 orang yang terinfeksi virus zika menunjukkan gejala. 4
  • 18. 18 Gambar 3.1 Transmisi virus Zika. 5 b. Gejala Adapun gejala infeksi virus zika diantaranya demam, kulit berbintik merah, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala, kelemahan dan terjadi peradangan konjungtiva. Pada beberapa kasus zika dilaporkan terjadi gangguan saraf dan komplikasi autoimun. Gejala penyakit ini menyebabkan kesakitan tingkat sedang dan berlangsung selama 2-7 hari. Penyakit ini kerap kali sembuh dengan sendirinya tanpa memerlukan pengobatan medis. Pada kondisi tubuh yang baik penyakit ini dapat pulih dalam tempo 7-12hari. Pada beberapa kasus suspek Zika dilaporkan juga mengalami sindrom Guillane Bare. Namun hubungan ilmiahnya masih dalam tahap penelitian. 4
  • 19. 19 Gambar 3.2 Mikrocephali pada bayi yang terkena virus Zika. 5 c. Pengobatan Belum ada vaksin atau pengobatan spesifik untuk virus ini, sehingga pengobatan berfokus pada gejala yang ada. 4 d. Pencegahan. Pencegahan penularan virus ini dapat dilakukan dengan:  Menghindari kontak dengan nyamuk.  Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus (menguras dan menutup tempat penampungan air, serta memanfaatkan atau melakukan daur ulang barang bekas, ditambah dengan melakukan kegiatan pencegahan lain seperti menabur bubuk larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, dll).  Melakukan pengawasan jentik dengan melibatkan peran aktif masyarakat melalui Gerakan Satu Rumah Satu Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
  • 20. 20  Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti diet seimbang, melakukan aktifitas fisik secara rutin, dll.  Pada wanita hamil atau berencana hamil harus melakukan perlindungan ekstra terhadap gigitan nyamuk untuk mencegah infeksi virus Zika selama kehamilan, misalnya dengan memakai baju yang menutup sebagian besar permukaan kulit, berwarna cerah, menghindari pemakaian wewangian yang dapat menarik perhatian nyamuk seperti parfum dan deodoran. 4 4) Filariasis Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae, umumnya disebut filaria. Parasit filarial terklasifikasikan berdasarkan habitat cacing dewasa dalam “vertebral host” Kelompok kutaneus termasuk Loa loa, Onchocerca volvulus, dan Mansonella streptocerca. Kelompok limfatik termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Kelompok kavitas tubuh termasuk Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi. 1 Filariasis limfatik mengenai lebih dari 90 juta orang di seluruh dunia dan ditemukan di daerah tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh O volvulus di seperempat bagian Afrika dan berpusat di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar 3 juta orang di Afrika Tengah terinfeksi dengan L loa. Pada tahun 1997, the World Health Organization (WHO) mencanangkan program secara global untuk mengeliminasi filariasis limfatik sebagai masalah kesehatan umum Penyakit filarial jarang menjadi fatal, tetapi konsekuensi dari infeksi dapat menyebabkan persoalan perseorangan dan sosial ekonomi yang cukup signifikan bagi mereka yang terkena. WHO telah mengidentifikasikan filariasis limfatik sebagai penyebab kedua dari kecacatan yang lama dan permanen di dunia setelah
  • 21. 21 lepra. Angka kejadian filariasis pada manusia utamanya akibat dari respon hospes terhadap microfilaria atau cacing dewasa di bagian tubuh yang berbeda. Penyakit ini dapat mengenai semua umur dan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Selain itu penyakit filariasis ini dapat ditemukan pada semua ras, tidak ada predileksi ras tertentu. Sampai saat ini Filariasis masih merupakan problem kesehatan di Indonesia, distribusi infeksinya luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan di beberapa daerah merupakan endemis. Di daerah endemis biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya nyamuk yang berdekatan dengan habitat manusia, sehingga manusia dapat berulang kali digigit oleh nyamuk dan infeksi terjadi secara bertahap, namun demukian tidak berarti dapat selalu menyebabkan gejala klinik. Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan jumlah mikrofilaria dalam darah, sehinnga di daerah hipoendemis, nyamuk sangat sedikit membawa larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat berkurang. 1 Siklus Hidup Parasit filaria adalah suatu nematoda yang berbentuk panjang seperti benang yang hidup di dalam jaringan untuk waktu yang lama dan secara teratur menghasilkan mikrofilaria. Manifestasi klinis biasanya terjadi bertahun-tahun setelah terinfeksi, sehingga penyakit ini jarang ditemukan pada anak. Mikrofilaria adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau kulit dan mencapai tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk. Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit filarial, hanya sedikit yang menginfeksi manusia. Dari parasit filarial yang diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus, merupakan penyebab infeksi yang paling sering dan menimbulkan gejala sisa patologis. Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi hidup didaerah tropis seperti Indonesia, sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika
  • 22. 22 Semua parasit filarial yang hidup dalam tubuh manusia mempunyai siklus hidup yang sama yaitu 5 tingkat perkembangan larva, tiga pada hospes perantara yaitu nyamuk dan dua pada manusia. Masing –masing tingkat perkembangan ditandai dengan adanya pertumbuhan dan pertukaran kulit. Cacing betina dewasa dapat menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap hari. Apabila mikrofilaria termakan oleh nyamuk yang cocok, mereka dengan cepat mencapai sel akan menembus dinding lambung nyamuk dan berpindah melalui jaringan sehingga yang cocok untuk perkembangannya. Seperti larva W. bancrofti, hanya akan berkembang pada otot dada nyamuk. Dalam waktu 12 hari, terbentuk mikrofilaria yang halus dengan panjang 250 m, kemudian berubah menjadi larva tingkat tiga yang infektif dengan panjang 1500 m. Pada saat ini nyamuk menjadi infektif dan bila menggigit manusia, larva yang infeksius secara aktif akan menembus kulit ditempat gigitan dan dengan cepat akan sampai ke saluran limfe, dalam beberapa bulan akan mengalami dua kali penggantian kulit sebelum menjadi dewasa. Hal ini berbeda dengan malaria, sporozoit masuk kedalam tubuh manusia secara pasif yaitu sewaktu nyamuk menggigit manusia, sporozoit disemprotkan bersama ludah nyamuk ke dalam pembuluh darah. Tidak ada multiplikasi cacing filarial pada manusia, sehingga banyaknya cacing dan beratnya infeksi secara proporsional bergantung kepada banyaknya larva yang infektif, Keadaan ini biasanya terjadi dalam waktu yang lama. Jadi kronisitas dan komplikasi elephantiasis pada lymphatic filariasis dan kebutaan pada onchocerciasis hanya terlihat pada orang yang tinggal di daerah endemic dalam waktu yang lama. Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai filariasis, terutama yang banyak menginfeksi manusia seperti kelompok filariasis limfatik termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dan kelompok filariasis kutaneus termasuk Loa loa dan Onchocerca volvulus. 1 FILARIASIS LIMFATIK A. Filariasis Bancrofti, Wuchereriasis, Elephantiasis
  • 23. 23 Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wechereria bancrofti. Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi bias terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria bancrofti akan mencapai kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan cacing betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2- 0.3 mm. 1 Epidemiologi W. bancrofti terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Dilaporkan bahwa penyakit ini telah menyerang lebih dari 1 juta orang pada lebih dari 80 negara. Diperkirakan bahwa 250 juta orang di dunia telah terinfeksi dengan parasit ini, terutama di Asia Selatan dan sub-Sahara Afrika. Di Asia, parasit ini endemik di daerah rural dan urban seperti India, Srilanka dan Myanmar; ditemukan sedikit di daerah pedesaan di Thailand dan Vietnam. Di daerah endemik sekitar 10-50% laki- laki dan 10% wanita terinfeksi oleh penyakit ini. Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendadi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Lombok. Nyamuk Anopheles dan Culex merupakan vector yang menggigit pada malam hari untuk tipe W. bracofti periodic nokturna, sedangkan galur yang subperiodik ditukarkan oleh nyamuk Aedes yang menggigit pada siang hari. Di daerah endemic, pemaparan dimulai pada masa anak – anak, angka mikrofilaria meningkat bersama dengan meningkatnya umur, meskipun infeksi tidak disertai dengan gejala klinis yang nyata. 1 Siklus Hidup Larva yang infektif (larva tingkat tiga) dilepaskan melalui proboscis (labela) nyamuk sewaktu menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi dalam saluran limfe dan kelenjar limfe kemudian mereka akan tumbuh menjadi dewasa betina dan jantan. Mikrofilaria pertama sekali ditemukan didaerah perifer 6 bulan – 1 tahun
  • 24. 24 setelah infeksi, dan jika tidak terjadi reinfeksi, mikrofilaria ini dapat bertahan 5 – 10 tahun. Penjamu perantara mendapatkan infeksi dengan menghisap darah yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepaskan sarungnya didalam lambung nyamuk. Larva akan bermigrasi ke otot – otot dada dan berkembang menjadi larva yang infektif dalam waktu 10 – 14 hari. 1 Respon Imunologis Infeksi parasit filaria ditandai dengan induksi respon tipe alergi, terlihat peningkatan jumlah eosinofil pada darah tepi dan peningkatan IgE spesifik, IgG4 dan IL-4. Respons imunitas selular juga berkembang pada orang yang tinggal di daerah endemik filariasis , sehingga keadaan ini berperan untuk menekan timbulnya gejala klinis pada sebagian orang. 1 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah endemik dengan daerah endemic lainnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan intensitas paparan terhadap vektor yang infektif diantara daerah endemic tersebut. Asymptomatic amicrofilaremia, adalah suatu keadaan yang terjadi apabila seseorang yang terinfeksi mengandung cacing dewasa, namun tidak ditemukan mikriofilaria didalam darah, atau karena microfilaremia sangat rendah sehingga tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa. Asymptomatic microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang berat tetapi tanpa gejala sama sekali. Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid), menggigil dan lesu, limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada banyak kasus, demam filarial tidak menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan meluas kedaerah distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan limfadenitis berkembang
  • 25. 25 lebih sering di ekstremitas bawah dari pada atas. Selain pada tungkai, dapat mengenai alat kelamin, (tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara. Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala klinis bervariasi mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan perjalanan penyakit obstruksi yang kronis. Tanda klinis utama yaitu hydrocele,limfedema,elefantiasis dan chyluria, meningkat sesuai bertambahnya usia. Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi adalah hydrocele. Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis, edem karena penebalan kulit skrotum, sedangkan pada perempuan bisa dijumpai limfedema vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas, episode limfedema pada ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di daerah saluran limfe yang terkena dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena ekstremitas bawah. Pada W.bancrofti, infeksi didaerah paha dan ekstremitas bawah sama seringnya, berbeda dengan B.malayi yang hanya mengenai ekstremitas bawah saja. 1 Progresivitas filarial limfedema dibagi atas 3 derajat (WHO) : Derajat 1 : Limfedema umumnya bersifat edem pitting, hilang dengan spontan bila kaki dinaikkan. Derajat 2 : Limfedema umumnya edem non pitting, tidak secara spontan hilang dengan menaikan kaki. Derajat 3 : Limfedema (elefantiasis),volume edem non fitting bertambah dengan dermatosclerosis dan lesi papillomatous. 1 Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia sampai 10-30%. Cacing filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai 2 pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giems atau Wright. 1
  • 26. 26 Diagnosis Diagnosis filariasis didasarkan atas anamnesis yang berhubungan dengan nyamuk di daerah endemik, disertai dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah pada waktu malam hari. 1 Biopsi kelenjar dilakukan bila mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah, hal tersebut hanya dilakukan pada kelenjar limfe ekstrimitas, dan di sini mungkin akan ditemukan cacing dewasa. Biopsi ini dapat pula menimbulkan gangguan drainase saluran limfe. Suntikan intradermal dengan antigen filaria, reaksi ikatan komlemen, hemaglutinasi dan flokulasi penting untuk diagnosis bila mikrofilaria tidak dapat ditemukan dalam darah. Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial di dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini sekarang dipertimbangkan sebagai diagnosis yang paten infeksi filarial dan dipakai untuk memonitor efektivitas pengobatan. Jika dicurigai filariasis limfatik, urine harus diperiksa secara macroskopis untuk menemukan adanya chyluria. Pada pemeriksaan Immunoglobulin serum, kadar IgE serum yang meningkat ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria aktif. Tes provokasi DEC bermanfaat untuk menemukan adanya mikrofilaria pada darah tepi yang diambil pada waktu siang hari, dimana sebenarnya mikrofilaria bersifat nokturnal. Diberikan DEC 2 mg/kgBB dan darah diambil 45-50 menit setelah pemberian obat. Selain itu dapat pula dilakukan penghitungan jumlah mikrofilaria. Mikrofilaria dihitung dengan mengambil 0,25 ml darah yang diencerkan dengan asetat 3% sampai menjadi 0,5 cc dan dilihat dibawah mikroskop dengan menggunakan Sedgwick Refler counting Cell, dimana didapatkan : - Densitas tinggi : 50mf/ml darah - Densitas rendah : 1-49mf/ml darah - Densitas sangat rendah : 1-10 mf/ml darah
  • 27. 27 Pemeriksaan limfografi dengan gambaran adanya obstruksi, atresia atau dilatasi disertai bentuk saluran yang berliku-liku dan adanya aliran balik ke kulit dapat membantu diagnosis penyakit ini. 1 Diagnosis Banding Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial Adeno limfadenitis Akut, Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit sistemik granulomatous lainnya seringkali dikacaukan dengan filariasis. 1 Pengobatan  Perawatan umum :  Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah dingin akan mengurangi derajat serangan akut.  Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses  Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema 1  Pengobatan Spesifik Penggunaan obat antifilarial pada penangan limfadenitis akut dan limfangitis masih kontroversial. Tidak ada penelitian lebih lanjut yang menunjukkan pemberian dietilkarbamazin (DEC), suatu derivat piperazin. Dietilkarbamazin (Hetrazan, Banoside, Notezine, Filarizan) dapat berguna untuk terapi limfangitis akut. Dietilkarbamazin dapat diberikan pada mikrofilaremik yang asimptomatik untuk mengurangi jumlah parasit di dalam darah. Obat ini juga dapat membunuh cacing dewasa. Dosis pemberian dietilkarbamazin ditingkatkan secara bertahap. 1 Anak-anak :  1 mg/KgBB P.O. dosis tunggal untuk hari I  1 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari II  1-2 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari III  6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
  • 28. 28 Dewasa :  50 mg P.O. dosis tunggal hari I  50 mg P.O. 3x/hari pada hari II  100mg P.O. 3x/hari pada hari III  6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV 1 Pada penderita yang tidak ditemukan mikrofilaria di dalam darah diberikan dosis 6 mg/KgBB 3x/hari langsung pada hari I. Wuchereria bancrofti lebih sensitif daripada Brugia malayi pada pemberian terapi dietilkarbamazin. Efek samping seperti demam, nyeri kepala, mialgia, muntah, lemah dan asma, biasanya disebabkan oleh karena destruksi mikrofilaria dan kadang-kadang oleh cacing dewasa, terutama pada infeksi berat. Gejala ini berkembang dalam 2 hari pertama, kadang – kadang dalam 12 jam setelah pemberian obat dan bertahan 3 – 4 hari. Pernah dilaporkan terjadinya abses di scrotum dan sela paha setelah pengobatan, diperkirakan sebagai reaksi matinya cacing. Dietilkarbamaasin tidak dianjurkan pada perempuan hamil. Obat lain yang juga aktif terhadap mikrofilaria adalah ivermectin ( Mectizan ) dan albendazol. Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria, tetapi dapat di berikan dengan dosis tunggal 400 g / kgBB. Bila ivermectin dosis tunggal digabung dengan DEC, menyebabkan hilangnya mikrofilaria lebih cepat. Akhir – akhir ini diketahui bahwa albendazol 400 mg dosis tunggal lebih efektif daripada ivermectin. 1 Dapat juga diberikan Furapyrimidone yang mempunyai efek yang sama dengan DEC dalam hal mikrofilarisidal. Dosis yang dianjurkan untuk Brugia malayi adlah 15-20 mg/kgBB/hari selama 6 hari. Sedangkan untuk Wuchereria banrofti 20
  • 29. 29 mg/kgBB/hari selama 7 hari. Efek samping ringan hanya berupa iritasi gastrointestinal dan panas.  Pengobatan Pembedahan Pembedahan untuk melenyapkan elephantiasis skrotum, vulva dan mammae mudah dilakukan dengan hasil yang memuaskan. Perbaikan tungkai yang membesar dengan anastomosis antara saluran limfe yang letaknya dalam dengan yang perifer tidak terlalu memuaskan. 1 Prognosis Prognosis penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria dalam tubuh penderita, potensi cacing untuk berkembang biak, kesempatan untuk infeksi ulang dan aktivitas RES. Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema pada tungkai, prognosis lebih buruk. 1 Pencegahan WHO telah merencanakan eradikasi filariasis didunia pada 10 tahun mendatang. Pengobatan masal pada populasi yang menderita filariasis dengan DEC atau pengulangan ivermectin sekali pertahun, secara nyata mereduksi mikrofilaremia. Secara teoritis pengobatan sekali setahun efektif bila diberikan minimal 5 tahun. DEC tidak bersifat toksik oleh karena itu dapat ditambahkan ke dalam garam atau bahan makanan lainnya. Keberhasilan tergantung dari kerja sama yang baik, sosioekonomi dan kebiasaan. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kgBB/bulan selama 12 bulan. Sedangkan pada penduduk yang idak kooperatif diberikan 6 mg/kgBB/minggu dengan total dosis 36 mg/kgBB. 1 B. Filariasis Malayi
  • 30. 30 Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa jenis ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-80 mikrometer. Sedangkan cacing betinanya berukuran panjang 43-55 mm dan berdiameter 130- 170 mikrometer. 1 Epidemiologi Penyebaran geografis parasit ini luas meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina, India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea dan sebagian kecil Jepang. Didaerah penyebarannya terdapat di daerah dataran sesuai dengan tempat hidup nyamuk Mansonia. Nyamuk terdapat di daerah rendah dngan banyak kolam yang bertanaman pistia (suatu tumbuhan air). Penyakit ini terdapat di luar kota bila vektornya adalah Mansonia, dan bila vektornya Anopheles maka terdapat di daerah kota dan sekitarnya. 1 Lingkaran Hidup Manusia merupakan hopes definitif. Periodisitas nokturnal mikrofilaria yang bersarung dan berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W. Bancrofti. Sebagai hospes perantara adalah Mansonia, Anopheles dan Amigeres. Dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dalam waktu 6-12 hari. 1 Patogenesis dan Gejala Klinik Gejala klinik dari Brugia malayi, Brugia timori, Wuchereria bancrofti adalah sama. Manifestasi dari infeksi akut adalah limfadenitis rekuren dan limfangitis. Pada filariasis kronik terjadi terjadi obstruksi limfatik yang menyebabkan hidrokel dan elefantiasis. 1 Brugia malayi berbeda dengan Wuchereria bancrofti dalam hal pasien dengan gejala filariasis yaitu mempunyai jumlah mikrofilaria yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak menunjukkan gejala. Di Malaysia dengan perbandingan samapai 5 kali. Filariasis Malayi khas dengan adanya limfadenopati superfisial dan eosinofilia yang tinggi (7-70%). 1
  • 31. 31 Diagnosis Diagnosis dilakukan dengan memeriksa adanya mikrofilaria di dalam darah dengan tetesan darah tebal atau tipis. 1 Pengobatan Sama dengan pengobatan Wuchereria bancrofti. Pencegahan terhadap vektor ini dengan cara memberantas vektor nyamuk tersebut dan menyingkirkan tanaman pistia. Stratiotes dengan Fenoxoilen 30 gram merupakan obat murah dan memuaskan terhadap tumbuh-tumbuhan air ini. 1 C. Filariasis Timori Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan berukuran panjang 20 mm dengan diameter 70-80 mikrometer. Sedangkan yang betina berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan beberapa pulau sekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah Anopheles barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria Brugia Malayi, yaitu lekuk badannya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaannya terletak di dalam hal : 1. Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
  • 32. 32 2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil daripada inti- inti lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan Brugia malayi. 3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa 4. Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal. Gejala klinis dan pengobatannya menyerupai Brugia malayi 1 Tropical Pulmonary Eosinophilia Keberadaan dari mikrofilaria di dalam tubuh manusia dapat menyebabkan terjadinya tropical pulmonary eosinophilia, yaitu suatu sindroma yang disebabkan mikrofilaria yang berada di dalam paru-paru dan kelenjar limfe dengan gejala- gejala seperti paroxysmal nocturnal cough dengan disertai sesak nafas, demam, penurunan berat badan dan lemas. Ronki dan rales didapatkan pada auskultasi dinding dada. Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan corakan bronkovaskular yang bertambah. Episode yang berulang-ulang dapat menyebabkan fibrosis interstitial dan gangguan pernafasan kronik. Hepatosplenomegali dan limfadenopati generalisata sering ditemukan pada anak-anak. 1 Diagnosis ditegakkan melalui riwayat tinggal di daerah endemik, eosinophilia (>2000/µL), gejala klinik yang khas, peningkatan serum IgE (>1000IU/Ml) dan peningkatan titer dari antibodi antimikrofilarial. Walaupun mikrofilaria dapat ditemukan pada jaringan paru dan kelenjar limfe, biopsi dari jaringan tidak dilakukan. Respon klinik terhadap pemberian dietilkarbamazin (5mg/Kg/hari) 1 5) Rickettsial disease Demam semak Contoh penyakit riketsia yang vektornya artropoda dan terdapat di Indonesia adalah demam semak (scrub typhus,tsutsugamushi disease,deli koorts). Penyakit ini
  • 33. 33 ditemukan di daerah Sumatra,jawa,Kalimantan,Sulawesi dan irian jaya. Penyebab nya adalah rickettsia tsutsugamushi. 2 Gejala klinis penyakit ini berupa kepala pusing (post orbital),apati,malaise,limfadenitis dan escar. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian penderita dan dilaporkan angka kematian berkisar 1-60%. Vector penyakit ini adalah tungau leptotrombidium akamusi, L.deliensis dan L.fletscheri. 2 Morfologi dan daur hidup Leptotrombidium dewasa berukuran kira-kira 1mm,berkaki 4 pasang,badanya berbulu,hidup sebagai pemangsa (predator) artropoda lain dan biasanya pemakan tanaman. Hanya stadium larva yang menghisap darah mamalia dan manusia. Telur tungau ini diletakan ditanah atau ditangkai daun tanaman rendah seperti rerumputan dan semak. Setelah telur menetas,keluarlah larva leptotrombidium yang berkaki 3 pasang. Larva ini lalu mencari mangsanya untuk menghisap darah yaitu burung,tikus,mamalia, dan manusia yang berada didekatnya. Setelah kenyang makan, larva menjatuhkan diri ke tanah dan berubah menjadi stadium nimfa dan menjadi dewasa. Kemudian kawin lalu yang betina bertelur sejak larva leptotrombidium mendapatkan infeksi Rickettsia sampai menjadi larva generasi berikutnya masih tetap infektif. Inilah penularan yang terjadi secara transovarian.pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu 1- 2 bulan. 2 Epidemiologi R.tsutsugamushi biasanya hidup sebagai parasit tikus lading, bukan tikus rumah, larva tungau mendapat infeksi Rickettsia ketika mengisap darah selama 2-4 hari pada daun telinga,hidung atau pangkal ekor hospes. Pencegahan penularan dapat dilakukan dengan cara menjaga jangan sampai kontak dengan tungau jika sedang bekerja di lading atau di hutan di daerah endemic scrub typhus yaitu dengan menggunakan repelen.pencegahan juga dapat dilakukan dengan minum
  • 34. 34 kloramfenikol 500 mg sehari selama 10 hari selama bertugas diladang atau hutan. 2 Rocky Mountain spotted fever Rickettsia rickettsia masuk tubuh sengkenit mengisap darah, kemudian organisme ini menyebar ke seluruh jaringan sengkenit. Riketsia ditularkan secara transovarian ke sengkenit generasi berikutnya. Manusia,kelinci,tikus dan anjing mendapat infeksi karena gigitan sengkenit yang infektif atau karena kontaminasi kulit dengan jaringan sengkenit yang infektif. Infeksi oleh tinja sengkenit jarang sekali terjadi. 2 Spesies sengkenit yang menjadi vector ialah Dermacentor ardensoni, D.variabilis dan amblyomma americanum di amerika serikat. 2 Boutonneuse fever Manusia dan anjing mendapat infeksi Rickettsia conorii karena gigitan sengkenit. Vektor disekitar laut tengah adalah Rhipicephalus sanguineus,sedangkan vektor di amerika adalah spesies atau genus lain. 2 Queensland Tick Typhus Penyakit ini detemukan di Australia. Penyebabnya adalah Rickettsia australis.infeksi terjadi karena gigitan Ixodes holocyclus atau karena kontaminasi kulit dengan tinja sengkenit ini. 2 Siberian tick typhus Penyebab penyakit ini adalah R.Sibericus. vector penyakit yang ditemukan daerah Siberia ini adalah genus Dermacentor. 2 Q-fever penyakit ini menyerupai pneumonia atipik. Penyebabnya adalah coxiella burnetti. Infeksi riketsia ditemukan pada hewan mengerat (bandicoot),ternak,kambing,domba dan manusia.cara infeksi terutama dengan inhalasi debu, juga dengan minum susu yang mengandung bentuk infektif.selain itu organisme ini juga dapat ditularkan dengan gigitan sengkenit
  • 35. 35 A.americanum,D.andersoni dan lain-lain. Riketsia berkembangbiak dalam saluran pencernaan sengkenit.penyebarannya kosmopolit,di California ditemukan secara endemic. 2 Epidemic Typhus Penyebabnya adalah Rickettsia prowazecki. Penyakit ini ditemukan di daerah pegunungan mexico,Amerika selatan,negeri-negeri Balkan,Eropa timur,Afrika dan beberapa negeri di Asia. Vektornya adalah Pediculus humanus corporis. 2 Trench Fever Penyakit ini ditemukan di ukraina dan Jugoslavia. Penyebabnya adalah R.quintana. vektornya adalah P.humanus corporis. Riketsia masuk kedalam lambung tuma dengan darah yang diisapnya dan berkembangbiak dalam sel epitel, yang kemudian pecah. Riketsia dapat ditemukan dalam tinja tuma pada hari kedua dan dalam kelenjar liur pada hari keenam, infeksi pada manusia terjadi melalui : 1. Kontaminasi kulit dengan tinja tuma 2. Kontaminasi kulit dengan badan tuma yang hancur 3. Inokulasi dengan air liur pada waktu tuma menggigit. 2 6) Trypanosomiasis TRYPANOSOMIASIS Trypanosomiasis termasuk klas kinetoplastida, merupakan grup dari parasit yang uniselular. Trypanosomiasis dapat menginfeksi berbagai host dan menyebabkan berbagai penyakit termasuk penyakit tidur (sleeping sickness) yang cukup fatal bagi manusia. 1 Tabel 3.1 Klasifikasi Trypanosoma. 1 Domain Eukaryota Kingdom Excavata Phylum Euglenozoa Klas Kinetoplastida
  • 36. 36 Orde Trypanosomatida Genus Trypanosoma Gruby TRYPANOSOMIASIS AFRIKA Epidemiologi Human African Trypanosomiasis adalah penyakit parasit pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh protozoa dari spesies Trypanosoma brucei dan ditransmisikan oleh lalat Tsetse. Penyakit ini endemis di beberapa bagian sub- Sahara Afrika dan menginfeksi sekitar 36 negara dan 60 ribu orang. Penyakit ini bersifat endemik antara lain di Sudan, Partai Gading, Afrika Tengah , Chad, dan beberapa negara lainnya. Ada dua Africa Trypanosomiasis, yaitu West African Trypanosomiasis yang disebabkan Trypanosoma brucei gambience, dan Trypanosoma brucei rhodesience. 1 Manusia merupakan satu- satunya host bagi Trypanosoma brucei gambience, tersebar pada daerah hujan tropis di Afrika Tengah dan Barat. Binatang ternak dan beberapa binatang buas merupakan resevoir utama bagi Trypanosoma brucei rhodesience. 1 Patogenesis Di dalam tubuh host, parasit ini berubah menjadi Trypomastigotes yang beredar di pembuluh darah, setelah itu dibawa ke seluruh tubuh, dan ada yang sampai ke cairan tubuh lainnya( limfe dan cairan spinal, kemudian akan bereflikasi dengan binary fusion. Jika Trypomastigotes ini masuk ke dalam tubuh lalat Tsetse, maka akan mengalami perubahan lagi menjadi prosiklik Trypomastigotes di dalam midgut dari lalat Tsetse tersebut dan membelah lagi dengan cara binary fusion,
  • 37. 37 meninggalakan midgut dan berubah menjadi epimastigotes dan menuju kelenjar ludah dan membelah lagi. Siklus di dalm tubuh lalat memakan waktu kira-kira 3 minggu. 1 Setelah digigit oleh lalat Tsetse yang terinfeksi, maka akan timbul lesi inflamasi. Reaksi di kulit bisa menimbulkan rasa yang menyakitkan dan berwarana merah. Parasit ini kemudian akan menuju ke saluran limfe dan pembuluh darah, dan hal ini akan menyebabkan demam akut. 1 Gambar 3.3 Lalat tsetse. 1 Stadium 1  Demam terjadi karena terdapat penyebaran parasit dalam aliran darah dan aliran limfe. Demam ini terjadi kerena adanya pirogen oksigen , seperti bahan –bahan atau zat toksik dari tripanosoma, sehinnga terjadi stimulasi dari proliferasi dari limphosit selama terjadi respon imun. Sealain itu akan dihasilan beberapa sitokin-sitokin berupa IL1, IL6, TNF. Hal ini memacu hipotalamus untuk meningkatkan ambang batasnya ke ambang fibris.  Pruritus dan rash makulopapular timbul akibat parasit yang mengikuti aliran darah dan aliran limfe. Hal ini menyebabkan reaksi dari pembuluh darah untuk menghasilkan beberapa mediator. Rash timbul akibat proses vasodilatasi, sedang pruritus timbul akibat histamin.  Hepatosplenomegali terjadi karena sel-sel fagositik pada hepar dan spleen sebagai sistem RES teraktifasi, sel-sel tersebut merupakan sistem monosit makrofag yang fungsi utamanya adalah menelan benda asing lain dalam
  • 38. 38 tubuh. Akibat pertahanan dalam melawan benda asing atau zat toksin tersebut terjadilah hepatomegali dan atau splenomegali. 1 Stadium 2 Parasit yang terdapat dalam aliran darah akan menginvasi sistem saraf pusat, hal ini terutama ditandai oleh perubahan neurologis yang terjadi perlahan, disertai abnormalitas yang progresif dari CSS. Gambaran perubahan neurologisnya dimulai dari munculnya somnolen, serta diikuti oleh tanda- tanda ekstrapiramidal. Kelainan yang terjadi pada CSS berupa peningkatan total konsentrasi protein, dan pleositosis. 1 Gambaran klinis Gigitan lalat Tstse akan menimbulkan reaksi inflamasi di kulit yang disebut Trypanosomal chancre , biasanya berwarna merah dan terasa sakit sekali. Pada stadium 1 akan timbul reaksi hematogen dan limfogen. Gejala diawali dengan suhu demam, sakit kepala dan nyeri persendiaan. Suhu yang tinggi terjadi dalam beberapa hari, dan di selengi periode afebril. Pada stadium 2 melibatkan sistem saraf sentral, terjadi manifestasi neurologi dan abnormalitas pada cairan serebrospinal dan akan menimbulkan gejala somnolen yang progesif pada siang hari, dan diikuti dengan gelisah dan insomnia pada malam hari. 1 Penatalaksanaan Obat- obatan yang digunakan untuk Human African Trypanosomiasis adalh suramin, pentamidine, dan arsenik organik.
  • 39. 39 Pentamidine efektif untuk T.b. gambiense pada stadium 1. Dosis untu dewasa dan anak- anak adalah 4 mg/kg per hari, intramuskular atau intravena , diberikan selama 10 hari. Efek samping yang timbul adalah nefrotoksik, gangguan fungsi liver, netropeni, rash, hipoglikemi, dan abses. Suramin digunakan untuk T.b rhodesiense stadium 1. Dosisnya adalah 100- 200 mg intravena . Dosis untuk dewasa adalah 1 gr pada hari 1, 3, 7, 14, dan 21. Regimen untuk anak-anak adalah 20 mg/kg pada hari 1, 3, 7, 14, dan 21. Kira – kira 1 pasien dari 20.000 mengalami reaksi yang fatal karena karena obat tersebut, yaitu mual, muntah, syok dan kejang. Standar terapi yang digunakan untuk stadium 2 yaitu:  Melarsoprol 2.2 mg/kg iv tiap hari selama 10 hari 1 TRYPANOSOMA AMERICA Epidemiologi Trypanosoma america adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit protozoa Trypanosoma cruzi. Trypanosoma cruzi hanya ditemukan di Amerika. Mamalia liar maupun hewan peliharaan membawa Trypanosoma cruzi dan triatomines yang terinfeksi di temukan pada titik- titik distribusi mulai dari Amerika Serikat bagian selatan sampai bagian selatan Argentina. 1 Patogenesis Trypanosoma cruzi ditransmisikan oleh mamalia sebagai hostnya, oleh serangga hematopagus triatomin, yang biasanya disebut serangga reduvidae. Serangga
  • 40. 40 terinfeksi dengan cara menghisap darah dari hewan atau manusia yang memiliki parasit dalam sirkulasi. Organisme yang terhisap berlipat ganda didalam saluran pencernaan triatomine, dan bentuk infektif yang tedapat pada feses pada saat menghisap darah dan saat triatomine merusak kulit, membran mukosa, atau konjungtiva oleh karena terkontaminasi dengan kotoran serangga yang mengandung parasit infektif. Trypanosoma cruzi juga dapat ditransmisikan dengan cara transfusi darah yang berasal dari donor yang terinfeksi, dari ibu kepada bayi yang dikandungnya, dan pada kecelakaan laboratorium.Lesi inflamasi yang disebut chagoma biasanya timbul pada sisi tempat masuk parasit. 1 Stadium Akut Chagoma adalah lesi inflamasi yang mengalami indurasi yang timbul pada tempat masuknya parasit. Lesi ini terbentuk seperti furunkel yang disertai proses limfadenopati lokal. Proses ini terjadi karena adanya parasit dalam darah merangsang reaksi histologis lokal sehingga merangsang kerja dari leukosit dan sel sel jaringan subkutan. Akhirnya terjadi edema lokal, infiltrasi limfosit, dan hiperplasia reaktif dari kelenjar getah bening. 1 Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan ekstremitas bawah, limfadenopati, rash morbiliform karena terjadi proses peradangan yang terutama diperantarai oleh sel leukosit dan limfosit. Pada pembuluh darah terjadi vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke daerah yang cedera , hal ini mengakibatkan rasa panah dan merah. 1 Stadium kronik Gangguan jantung. Jantung terkena gangguan karena jantung merupakan salah satu predileksi dari infeksi, terjadi penipisan dinding ventrikel, pelebaran biventrikular, aritmia, congestif heart failure, tatikardi, dan miokarditis karena parasit menyebar melalui aliran darah dan aliran limfe sehinnga menginvai miokard, saat itu terjadi infiltrasi limsositik, fibrosis interstisial yang difuse dan atrofi dari sel-sel miokard. 1
  • 41. 41 Gambaran klinis Tanda pertama dari penyakit Chagas akut berkembang setidaknya satu minggu setelah invasi parasit. Organisme masuk dengan cara merusak kulit, dan area yang dirusak tersebut timbul eritema dan bengkak, disertai dengan limfadenopati lokal yang mungkin timbul, edema palpebra unilateral yang tidak disertai dengan nyeri dan edema jaringan periokular dapat timbul bila konjungtiva sebagai tempat masuknya. Tanda lokal pertama tersebut diikuti dengan malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan ekstremitas bawah. 1 Penyakit Chagas kronik timbul setelah beberapa tahun bahkan setelahberpuluh tahun setelah infeksi awal. Jantung termasuk organ yang umumnya diserang, dan gejalanya disebabkan oleh ritme yang terganggu, kardimiopati dan thromboembolism. Kardimiopati terdapat pada gagal jantung kanan atau gagal jantung biventrikular. 1 Penatalaksanaan Nifurtimox mengurangi durasi gejala dan parasitemia dan menrunkan angka kematian, dosis harian yang dianjurkan adalah 8-10 mg/kg untuk dewasa, 12,5-15 mg/kg untuk remaja, dan 15-20 mg/kg untuk anak-anak usia 1-10 tahun. Obat diberikan per oral dalam empat dosis terpisah setiap harinya dan terapi diberikan selama 90-120 hari. 1 Benznidzol adalah pilihan kedua untuk digunakan sebagai terapi penyakit Chagas. Efikasinya hampir sama dengan nifurtimoks dan efek sampingnya adalah neuropati perifer, rash, dan granulositopenia. 1 7) Schistosomiasis a. Definisi
  • 42. 42 Sistosomiasis atau demam sungai merupakan suatu penyakit pada manusia dan vertebrata yang disebabkan oleh cacing Sistosoma. Terdapat lima spesies yang dapat menginfeksi manusia yaitu Sistosoma mansoni, Sistosoma japonicum, Sistosoma mekongi, Sistosoma haematobium dan Sistosoma intercalatum. Kelainan yang ditimbulkan oleh infeksi sistosomiasis ini mengakibatkan gejala yang berbeda beda pula. Sistoma japonicum merupakan satu-satunya sistoma yang di temukkan di indonesia yaitu di danau Lindu dan lembah Napu Sulawesi Tengah. Sistoma dunia baru lokasi infeksi primernya pada saluran cerna. Pada sistoma dunia lama lokasi infeksi primernya adalah vena-vena di buli- buli tempat meletakan telur-telurnya yang dapat merangsang terjadinya jaringan fibrosis dan granulomatosa. 1 b. Patogenesis Cara infeksi pada manusia sistoma lama sama halnya dengan sistoma dunia baru, penyakit ini dipindahkan melaluli penetrasi kulit secara langsung. Dengan air yang terkontaminasi serkaria,serkaria akan menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk menginfeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit terjadi perubahan menjadi bentuk schistosomula yang kemudian masuk ke dalam kapiler darah, beredar mengikuti aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu ke paru dan kembali ke jantung kiri; yang kemudian akan masuk ke sistem peredaran darah besar, cabang vena porta dan menjadi dewasa di hati (3-6 minggu). Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena porta dan vena usus atau vena vesica urinaria dan kemudian cacing betina bertelur setelah berkopulasi. Telur dengan cangkang (kulit) yang keras dikeluarkan oleh cacing betina di dalam pembuluh darah. Telur tersebut kemudian menembus endotel, membran basemen vena, masuk ke jaringan seperti usus (S.mansoni dan S.japonicum) dan vesica urinaria (S.haematobium) dan akhirnya keluar bersama tinja atau urin. 1
  • 43. 43 c. Gejala dan Tanda Keadaan patologis yang ditimbulkan oleh schistosomiasis sering berupa pembentukan granuloma dan gangguan terhadap organ tertentu. Hal ini sangat berhubungan erat dengan respon imun hospes. Respon imun hospes ini sendiri dipengaruhi oleh faktor genetik, intensitas infeksi, sensitisasi in utero terhadap antigen schistosoma dan status co-infeksi. a) Sistosomiasis akut (Demam Katayama) Demam katayama dianggap memounyai kaitan dengan rangsangan telur dan antigen cacing yang diakibatkan oleh terbentuknya kompleks imun, 4-6 minggu setelah terinfkesi yaitu ketika terjadi pelepasan telur. Sindrom sistosomiasis akut berkaitan dengan reaksi imunologis telur sistoma yang terjerat di jaringan. Antigen yang teelepas dari telur akan merangsang suatu reaksi granulomatosa terdiri dari sel T, makrofag dan eusinofil yang mengakibatkan manifestasi klinis. b) Sistomiosis kronik Stadium ini mulai muncul enam bulan sampai beberapa tahun setelah terinfeksi. Pada infeksi S. mansoni dan S. japonicum ditemukan diare, nyeri perut,berak darah. Pada stadium ini kebanyakan manifestasi klinis disebabkan oleh penumpukan telur-telur pada jaringan. 1 d. Pengobatan a) Praziquantel. Daya sembuh obat ini untuk S. hematobium, S. mansoni dan S. japonicum b) Oxamniquin. Oabt ini sangat efektif hanya untuk S. mansoni c) Artemisinin. Obat ini efektif terhadap sistosomula dan mungkin bermanfaat untuk profilaksis. 1 8) Japanese encephalitis Definisi
  • 44. 44 Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu penyakit yang menyerang susunan saraf pusat (otak, medula spinalis dan meningen), yang disebabkan oleh JEV yang ditularkan dari binatang melalui gigitan nyamuk. Penyakit JE termasuk Arbovirosis yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan artropoda. Untuk berlangsungnya penyakit Arbovirosis diperlukan adanya reservoir (sumber infeksi) dan vektor. Pada penyakit JE, reservoir utama adalah babi dan vektornya adalah nyamuk Culex. Manusia tidak merupakan reservoir yang penting (hanya secara insidental saja dapat menimbulkan infeksi pada manusia). 6 2.2 Epidemiologi JE adalah penyakit infeksi virus yang penyebarannya sangat berkaitan dengan keadaan lingkungan. Penyakit ini ditemukan di hampir seluruh wilayah Asia, mulai dari Asia Timur yaitu Jepang dan Korea, sampai ke Asia Selatan, seperti di India dan Sri Langka, serta Asia Tenggara, termasuk kepulauan Indonesia. 6 Di Jepang JE pertama kali diketahui secara klinis tahu 1871, kemudian pada tahun 1924 terjadi epidemi hebat sehingga angka kematian mencapai 65% dari 6.125 kasus. Epidemi yang hebat terjadi kembali pada tahun 1935 dan 1948. Setelah itu dari tahun 1968 tidak pernah timbul lagi epidemi meskipun kasus sporadis masih tetap sepanjang tahun. 6 Penyakit ini menyerang semua umur, namun di India lebih banyak menyerang anak. Di Thailand, Taiwan, demikian pula di Denpasar, proporsi umur terbanyak menderita JE masing-masing 5-9 tahun, 2-5 tahun dan 2-3 tahun. Di Jepang semula JE menyerang anak tetapi kemudian orang dewasa lebih banyak diserang sebab saat ini anak telah mendapat vaksinasi JE di sekolah. 6 Pada JE, sebagai vektor penyebar virus adalah nyamuk yang biasa ditemukan di sekitar rumah. Nyamuk ini biasanya menggigit pada sore dan malam hari. Daerah persawahan, yang terutama pada musim tanam selalu digenangi air, diduga berhubungan dengan dengan timbulnya daerah endemis JE. Selain itu pada
  • 45. 45 musim hujan populasi nyamuk akan meningkat sehingga memudahkan transmisi penyakit. 6 Angka endemisitas yang tinggi ditemukan di hampir seluruh provinsi di Indonesia, dimana umumnya masyarakat hidup berdekatan dengan hewan ternak mereka. Dari data yang berhasil dikumpulkan oleh Subdit Zoonosis Ditjen PPM- PL, DepKes RI dalam kurun waktu tahun 1993-2000 terlihat bahwa spesimen positif pada manusia ditemukan di 14 propinsi yang tersebar di seluruh Indonesia (Bali, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Papua). 6 2.3 Etiologi Japanese Encephalitis Virus termasuk dalam Arbovirus grup B, genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini berbentuk sferis dengan diameter 40-60 nm, inti viirion terdiri dari asam ribonukleat (RNA) berupa rantai tunggal yang sering bergabung dengan protein disebut nukleoprotein. Sebagai pelindung inti virion terdapat kapsid yang terdiri dari polipeptida tersusun simetri ikosahedral. Di luar kapsid tersebut terdapat selubung. Virus relatif labil terhadap demam, rentan terhadap berbagai pengaruh desinfektan, deterjen, pelarut lemak dan enzim proteolitik. Infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9, namun dapat diinaktifkan oleh radiasi elektromagnetik, eter dan natrium deoksikolat. 6 Seperti halnya virus lainnya JEV berkembang biak dalam sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma. Setelah adanya infeksi alamiah pada babi dan kuda biasanya akan menimbulkan viremia tetapi tanpa gejala klinis, diikuti dengan pembentukan neutralizing antibody dan complement fixing antibody, tetapi hanya sedikit kuda yang mati akibat ensefalitis. 6 Sebagai penyakit zoonosis kehidupan JEV sangat memerlukan hewan vertebrata sebagai reservoir dan nyamuk sebagai vektornya. Infeksi pada manusia timbul secara kebetulan terutama pada orang yang tinggal dekat dengan reservoir
  • 46. 46 dan vektornya cukup banyak misalnya di pedesaan, di daerah pertanian yang memakai irigasi pengairan. Hewan vertebrata yang bertindak sebagai reservoir pada JE terutama babi dan yang lainnya adalah sapi, kuda, kerbau, kambing, tikus, burung, kera, ayam dan kucing. Artropoda yang bertindak sebagai vektor adalah nyamuk Culex, Anopheles, Aedes. Vektor yang sangat efisien menularkan penyakit adalah Cx.tritaeniorhynchus, Cx.gelidus, Cx. Fuscophalas. Virus ini dapat berkembang biak dalam jaringan artropoda tanpa menimbulkan penyakit dan artropoda tersebut akan menderita infeksi seumur hidup setelah menghisap darah vertebrata yang menderita viremia. 6 Siklus Kehidupan JE 2.4 Patogenesis Segera setelah Culex yang infektif menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem getah bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang-biak, kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama. Viremia ini sangat ringan dan berlangsung sebentar. Melalui aliran darah virus menyebar ke organ tubuh seperti susunan saraf pusat dan organ ekstraneural. Di dalam organ ekstraneural inilah virus berkembang biak, hanya saja tidak diketahui dengan pasti organ ekstraneural tersebut. Pada manusia telah dilaporkan adanya miositis pada kasus ensefalitis oleh JEV. Virus dilepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah menyebabkan viremia kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan gejala penyakit sistemik. 6 Bagaimana cara virus dapat menembus sawar darah otak tidak diketahui dengan pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia, virus menembus dan berkembang biak pada sel endotel vaskuler dengan cara endositosis, sehingga dapat menembus sawar darah otak. Setelah mencapai jaringan susunan saraf pusat, virus
  • 47. 47 berkembang-biak di dalam sel dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dan setelah itu menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, glia dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel mudah masuk ke dalam sel dan timbullan edema sitotoksik. Adanya edema dan kerusakan susunan saraf pusat ini memberikan manifestasi klinis berupa ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, serebelum, hipokampus dan korteks serebral. 6 Di sisi lain JEV sebagai virus yang tergolong neurotropi mungkin dapat menimbulkan kerusakan jaringan saraf dengan jalan seperti yang terjadi pada virus neurotropik lainnya, yaitu virus masuk ke tubuh manusia terutama setelah viremia yang kedua, tubuh manusia membentuk antibodi antivirus. Antibodi ini bereaksi dengan antigen membentuk kompleks antigen antibodi yang beredar dalam darah dan masuk ke susunan saraf pusat. Di dalam susunan saraf pusat menimbulkan proses inflamasi dengan akibat timbulnya edema dan selanjutnya terjadi anoksia, yang pada akhirnya terjadi kematian sel susunan saraf pusat yang luas.[1] Virus Javanaese encephalitis sebagai anggota dari Favivirus neurotropik, dengan spektrum patogenesisnya berupa : 1. Ensefalitis fatal, yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat 2. Ensefalitis subklinis, yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan 3. Infeksi asimptomatik, yang ditandai oleh hampir tidak adanya viremia, sangat terbatasnya replikasi ekstraneural serta tidak adanya neuroinvasi. 4. Infeksi persisten 6 2.5 Manifestasi Klinis Gejala klinis JE tidak berbeda secara klinis dengan ensefalitis yang disebabkan oleh virus lain. Namun bervariasi tergantung dari berat ringannya
  • 48. 48 kelainan susunan saraf pusat, umur dan lain-lain. Spektrum penykit dapat berupa hanya demam disertai nyeri kepala, meningitis aseptik, dan meningoensefalitis. Masa inkubasi 4-14 hari, setelah itu perjalanan penyakit akn melalui 4 stadium klinis, yaitu: 1. Stadium Prodormal Stadium prodormal berlangsung 2-3 hari dimulai dari keluhan sampai timbulnya gejala terserangnya susunan saraf pusat. Gejala yang sangat dominan adalah demam, nyeri epala, dengan atau tanpa menggigil. Gejala lain berupa malaise, anoreksia, keluhan dari traktur respiratorius seperti batuk, pilek dan keluhan traktus gastrointestinal seperti mual, muntah dan nyeri di daerah epigastrium. Nyeri kepala dirasakan di dahi atau seluruh kepala, biasanya hebat dan tidak bisa dihilangkan dengan pemberian analgesik. Demam selalu ada dan tidak mudah diturunkan dengan obat antipiretik.Namun mungkin saja seorang pasien JE hanya mengalami demam ringan atau gangguan pernafasan ringan. 2. Stadium Akut Stadium akut dapat berlangsung 3-4 hari, ditandai dengan demam tinggi yang tidak turun dengan pemberian antipiretik.. Pasien mulai merasakan dampak dari pembengkakan jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Gejala tekanan intrakranial meninggi berupa gangguan keseimbangan dan koordinasi, kelemahan otot-otot, tremor, kekakuan pada wajah (wajah seperti topeng), nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran dari apatis hingga koma. Iritasi meningens barupa kaku kuduk, biasanya timbul 1-3 hari setelah sakit. Demam tetap tinggi, kontinu dan lamanya demam dari permulaan penyakit berlangsung 7-8 hari. Otot-otot kaku dan
  • 49. 49 terdapat pula kelemahan otot. Kelemahan otot yang menyeluruh timbul pada minggu ke-2 atau ke-3, bila berlangsung hebat dan luas kadang memerlukan istirahat lama. Muka seperti topeng, tanpa ekspresi muka, ataksia, tremor kasar, gerakan tidak sadar, kelainan saraf sentral, paresis, refleks deep tendon meningkat atau menurun dan refleks patologis Babinsky positif. Berat badan menurun disertai dehidrasi. Pada kasus ringan, mulai penyakitnya perlahan-lahan, demam tidak tinggi, nyeri kepala ringan, demam akan menghilang pada hari ke-6 tau ke-7 dan kelainan neurologik menyembuh pada akhir minggu ke-2 setelah mulainya penyakit. Pada kasus berat, awitan penyakit sangat akut, kejang menyerupai epilepsi, hiperpireksia, kelainan neurologik yang progresif, penyulit kardiorespirasi dan koma, diakhiri dengan kematian pada hari ke-7 dan ke-10 atau pasien hidup dan membaik dalam jangka waktu lama, kadang terkena penyulit infeksi bakteri dan meninggalkan gejala sisa permanen. Tanda yang agak khas pada JE adalah terjadinya perubahan gejala susunan saraf pusat yang cepat, misalnya penderita hiperefleksi diikuti dengan hiporefleksi. Status kesadaran pasien dapat bervariasi dari disorientasi, delirium, somnolen sampai koma. Dapat disertai oligouria, diare dan bradikardia relatif. Pada stadium ini pemeriksaan pada cairan serebrospinal menunjukkan leukositosis yang pada awalnya didominasi sel PMN tetapi setelah beberapa hari menjadi limfositosis. Albuminuria sering ditemukan. Apabila penderita dapat melalui stadium ini, maka demam akan turun pada hari sakit ke-7 dan gejala akan menghilang pada hari ke-14. Apabila tidak, demam akan tetap tinggi dan gejala memburuk. Pada kasus yang fatal, perjalanan penyakit berlangsung cepat, penderita mengalami koma dan meninggal dalam 10 hari. 6
  • 50. 50 3. Stadium Sub Akut Pada stadium subakut, gejala gangguan susunan saraf pusat berkurang namun seringkali pasien menghadapi masalah pneumonia ortostatik, infeksi saluran kemih dan dekubitus. Gangguan fungsi saraf dapat menetap, seperti paralisis spastik, hipotrofi otot, sebagai akibat perawatan lama dan pemasangan kateter urin, fasikulasi, gangguan saraf kranial dan gangguan saraf ekstrapiramidal. 6 4. Stadium Konvalesens Stadium konvalesen berlangsung lama dan ditandai dengan kelemahan, letargi, gangguan koordinasi, tremor dan neurosis. Berat badan dapat sangat menurun. Stadium ini dimulai saat menghilangnya inflamasi yaitu pada saat suhu kembali normal. Gejala neurologik bisa menetap dan cenderung membaik. Bila penyakit JE berat dan berlangsung lama maka penyembuhan lebih lambat, tidak jarang sisa gangguan neurologik berlangsung lama. Gejala sisa yang sering dijumpai ialah gangguan mental berupa emosi tidak stabil, paralisis upper atau lower motor neuron. 6 2.7 Diagnosis Seperti penyakit lain, diagnosis JE ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi oleh JEV misalnya:  Anak tinggal di tempat yang memungkinkan siklus JEV berlangsung dengan baik seperti kepadatan Culex yang tinggi, banyak babi peliharaan atau peternakan babi atau di daerah yang sedang masa tanam padi. Atau memasuki musim penghujan.  Anak tinggal di daerah endemis JE.  Anak menderita demam tinggi, nyeri kepala yang hebat yang tidak bisa dihilangkan dengan obat antipiretik analgesik, disertai kejang.
  • 51. 51 Gejala klinis yang mendukung adanya kecurigaan JE adalah :  Keluhan dini berupa demam, nyeri kepala, kaku kuduk, kesadaran menurun, gerakan abnormal (tremor kasar, kejang)  Keluhan dan gejala yang timbul kemudian sekitar hari ke-3-5 berupa kekakuan otot, koma, pernafasan yang abnormal, dehidrasi, dan penurunan berat badan.  Keluhan dan gejala lainnya seperti refleks tendon meningkat, paresis, suara pelan dan parau. 6
  • 52. 52 2.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah Akan ditemukan anemia dan leukositosis ringan, rata-rata 13.000/mL, polimorfonuklear lebih banyak daripada mononuklear, trombositopenia ringan dan peningkatan laju endap darah. 6 Pemeriksaan cairan serebrospinal Pada pemeriksaan, cairan serebrospinal tampak jernih sampai opalesens, tergantung dari jumlah leukosit, pleositosis bervariasi antara 20-5.000/mL. Pada beberapa hari pertama tampak neutrofil dan limfosit, tetapi setelah itu tampak limfosit dominan, kadar glukosa normal atau menurun, sedangkan kadar protein meningkat 50-100 mg/dL. Cairan serebrospinal jarang mengandung virus, kecuali pada kasus-kasus berat dan fatal. 6 b. Uji serologi Uji diagnostik baku untuk JE adalah pemeriksaan IgM Capture dengan cara ELISA (Enzyme linked imunnosorbent assay) dari serum atau cairan serebrospinal. Sensitivitasnya mendekati 100%, bila kedua bahan tersebut diperiksa. Beberapa reaksi silang dapat timbul dari flavivirus lain misalnya virus dengue, virus West Nile, pasca vaksinasi JE dan demam kuning. 6  Immune adherence hemaglutination (IAHA) Menggunakan spesimen serum akut dan konvalensens. Uji IAHA dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer antibodi sebesar 4 kali atau lebih.[1]  Uji hemaglutinasi inhibisi (HI)
  • 53. 53 Menggunakan spesimen serum akut dan konvalesens. Uji HI dikatakan positif bila titer antibodi serum akut 1/20 atau lebih sedangkan pada spesimen konvalesens meningkat 4 kali atau lebih. Keunggulan cara ini adalah dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium sederhana, reagennya mudah didapat, serta biayanya relatif murah. Kelemahannya adalah tidak dapat membedakan JE dari flavivirus yang lain seperti virus dengue dan virus West Nile. 6  Teknik konvensional lainnya seperti immunofluorecent antibody (IFA), complement fixation (CF) juga memakai penilaian seperti di atas. 6 Semua uji serologi diatas dapat dipakai untuk membuat perkiraan diagnosis JE di daerah endemis, tetapi harus dipakai dengan hati-hati karena infeksi dengue atau Flavivirus lainnya dapat menimbulkan respons serologik reaksi silang terhadap antigen JEV. 6 Untuk membuat diagnosis JE di daerah endemis infeksi dengue, Innis melaksanakan uji serologi terhadap serum dan CSS dengan ELISA. Spesimen serum dan CSS baik yang akut maupun konvalesens diperiksa IgM anti-dengue, IgG anti-dengue, IgM anti- JE dan IgG anti-JE. Hasil dinyatakan positif bila lebih besar dari 40 unit. Hanya spesimen dengan anti-JE IgM yang lebih besar atau sama dengan 0 unit dapat diklasifikasikan berasal dari pasien JE. Hasil dari semua 4 uji serologik dibandingkan, hasil rata-rata anti- dengue IgM dengan anti-JE IgM ≥ 1 adalah khas infeksi dengue, sedangkan bila hasilnya < 1 adalah khas untuk infeksi JE. 6 2.9 Diagnosis Banding
  • 54. 54 Manifestasi klinis JE dapat pula ditemukan pada penyakit lainterutama yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat, yaitu malaria serebral, meningitis bakteri, meningitis aseptik, kejang demam, ensefalitis oleh Flavivirus lain, rabies, sindrom Reye, dan ensefalopati toksik. 6 Beberapa diagnosis banding dapat disingkirkan dengan adanya tanda atau gejala yang khas atau pemeriksaan khusus, misalnya: 6  Meningitis TBC : uji mantoux positif, biakan BTA dari cairan serebropinal positif  Meningitis bakterialis : cairan serebrospinal purulen  Herpes zoster : kelumpuhan saraf kranial satu sisi  Leptospirosis : ikterus, hepatosplenomegali 2.10 Pengobatan 2.10.1 Pengobatan Simtomatik a. Menghentikan kejang Pada saat terjadi kejang, secepatnya diatasi dengan pemberian diazepam intravena, dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan dosis maksimal pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun diberikan 5mg, anak 5-10 tahun diberikan 7,5mg dan lebih dari 10 tahun diberikan 10 mg dengan kecepatan pemberian 1mg/menit. Bila anak tetap kejang dosis di atas dapat diulang sekali lagi setelah 15 menit. Bila tidak tersedia diazepam intravena, bisa diganti dengan diazepam per-rektal dalam kemasan 5 mg dan 10 mg dengan ketentuan dosis seperti di atas. Bila kejang sudah berhenti dilanjutkan dengan pemberian fenobarbital oral 5 mg/kgBB/kali dibagi dalam 2 dosis. Bila sebelumnya pasien menunjukkan kejang lama atau status konvulsi, setelah berhasil menghentikan kejang secepatnya diberikan bolus fenobarbital IM sebagai dosis awal 50 mg untuk anak berumur 1 bulan-1 tahun, 75 mg untuk anak lebih dari 1 tahun. Kemudian setelah lebih
  • 55. 55 dari 4 jam disusul pemberian fenobarbital oral sebagai dosis rumatan 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari dan untuk selanjutnya 4- 5 mg/kgBB/hari. 6 b. Menurunkan demam Pemberian obat antipiretik seperti parasetamol dan asetosal. Suportif dengan istirahat dan kompres. Aktivitas otot akan meningkatkan metabolisme dan metabolisme yang meningkat akan menambah tinggi suhu tubuh, sehingga tinggi rendahnya suhu tubuh antara lain sangat ditentukan oleh aktivitas otot. Dengan demikian perlu istirahat untuk mengurangi peningkatan suhu. 6 2. 10.2 Mencegah dan Mengobati Tekanan Intrakranial Meninggi a. Mengurangi edema otak Pemberian deksametason IV dengan dosis tinggi 1mg/kgBB/hari dalam 4 dosis diberikan beberapa hari dan diturunkan secara perlahan bila tekanan intrakranial menurun. Di samping itu deksametason dapat memperbaiki integritas membran sel. Obat lain yang dapat menurunkan tekanan intrakranial adalah manitol hipertonik 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB melalui infus intravena selama 10-30 menit dapat diulangi tiap 4- 6 jam. Obat ini dapat menarik cairan ekstravaskulr ke dalam pembuluh darah otak. Untuk meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah balik, anak ditidurkan setengah duduk dalam posisi netral dengan kepala lebih tinggi 20-30º sehingga terjadi penurunan tekanan intrakranial. 6 b.Mempertahankan fungsi metabolisme otak Mempertahankan fungsi metabolisme otak dengan cara pemberian cairan yang mengandung glukosa 10%, sehingga kadar gula darah menjadi normal, 100-150 mg/dL. Hindari peningkatan metabolisme otak dengan
  • 56. 56 jalan mencegah sehingga jangan sampai terjadi hipertermia dan serangan kejang. 6 2.10.3 Pengobatan Penunjang a. Perawatan jalan nafas Perawatan jalan nafas terutama pada saat serangan kejang, anak diletakkan dalam posisi miring ke arah kanan dengan kepala yang lebih rendah 20º dari badan untuk menghindari terjadinya aspirasi lendir atau muntahan. Bebaskan jalan nafas, pakaian dilonggarkan, bila perlu dilepaskan. Lilitan kain di leher dilepaskan, isap lendir atau bersihkan mulut dari lendir. Perawatan pernapasan dapat dilakukan dengan memperhatikan pernafasan supaya tetap teratur. Bila terdapat kegagalan pernafasan minimal kita dapat melakukan pernafasan buatan dan kalau memungkinkan dilakukan intubasi endotrakeal dan pernafasan dibantu dengan ventilator mekanik. Selama melakukan perawatan jalan nafas dan perawatan pernafasan, pemberian oksigen sangat mutlak diperlukan. 6 b. Perawatan sistem kardiovaskular Perawatan kardiovaskular ditujukan untuk mengetahui adanya kegagalan kardiovaskular. Secara rutin dan seksama diperiksa frekuensi nadi, pengisian nadi, tekanan darah dan keadaan kulit terutama ekstremitas atas dan bawah. Bila terdapat tanda-tanda syok perlu secepatnya diatasi. 6 c. Pemberian cairan intravena Pemberian cairan intravena bertujuan untuk mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian jumlah cairan harus ketat mengingat adanya tekanan intrakranial meninggi. Dicegah jangan sampai terjadi hipokalsemia dan gangguan elektrolit lainnya. 6 d. Pemberian antibiotik
  • 57. 57 Antibiotik tetap diberikan selama belum bisa menyingkirkan kemungkinan meningitis bakterialis. Dalam keadaan kesadaran menurun dan dalam keadaan koma, ampisilin tetap diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Sampai sekarang belum ada obat anti virus JE. 6
  • 58. 58 2.11 Pencegahan 2.11.1 Pemberian Imunisasi Terdapat 2 jenis vaksin JE, yaitu : a. Vaksin hidup yang dilemahkan (a live attenuated vaccine) Vaksin dibuat antara lain dari biakan sel ginjal hamster. Dari hasil uji coba klinis pada manusia vaksin ini cukup aman dan efektif. Pemberian vaksin pada anak umur kurang dari 1 tahun, pertama kali diberikan 2 dosis vaksin yang diinaktifkan, 1 tahun kemudian diberikan vaksin hidup yang dilemahkan dan 1 tahun berikutnya diberi imunisasi ulangan dengan vaksin hidup yang dilemahkan, selanjutnya tiap 3 tahun diberikan vaksin hidup yang dilemahkan. Vaksin JE telah dipergunakan secara rutin di Jepang dan Cina. 6 b. Vaksin dari virus mati (inactivated vaccine)  Inactivated mouse brain vaccine Suspensi virus dibuat dari jaringan otak tikus yang diinokulasi dengan JE galur Nikayama. Vaksin ini secara luas telah dipakai di Jepang, Thailand, Taiwan dan India. Imunisasi dasar, dosis dan cara pemberiannya sebagai berikut: anak umur kurang dari 3 tahun imunisasi pertama diberikan 0,5 ml secara subkutan, imunisasi ke- 2 diberikan dosis dan cara yang sama dengan imunisasi pertama dengan interval 1 tahun dari imunisasi pertama. Anak berumur lebih dari 3 tahun cara dan interval oemberiannya sama dengan anak yang berumur kurang dari 3 tahun, hanya dosisnya berbeda yaitu 1 ml untuk masing-masing imunisasi. Imunisasi ulangan diberikan pada anak yang berumur kurang dari 3 tahun dengan
  • 59. 59 dosis 0,5 ml secara subkutan, sedangkan anak yang berumur lebih dari 3 tahun dosisnya 1 ml subkutan. Imunisasi booster diberikan tiap 3-4 tahun. 6  Vaksin dibut dari kultur sel ginjal hamster. Produksi vaksin ini terbatas karena jumlah hamster yang terbatas. 6 2.11.2 Menghindarkan Manusia dari Gigitan Nyamuk Culex Nyamuk Culex menggigit manusia mulai menjelang malam hari sampai besok paginya, oleh karena itu perlu tidur memakai kelambu atau mempergunakan repelan dalam bentuk cairan atau krim yang dipakai pada bagian tubuh manusia yang terbuka atau memakai obat pembasmi nyamuk. 6 9) Lyme disease Penyakit Lyme disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi dan ditularkan ke manusia melalui gigitan terinfeksi Kutu hitam. Gejala khas meliputi demam, sakit kepala, kelelahan, dan ruam kulit disebut eritema migrans. Jika tidak diobati, infeksi bisa menyebar ke sendi, jantung, dan sistem saraf. 7 Patogenesis Bakteri penyakit Lyme, Borrelia burgdorferi, menyebar melalui gigitan kutu yang terinfeksi. Penyebaran penyakit Lyme di timur laut, pertengahan Atlantik, dan utara-tengah Amerika Serikat, dan western blacklegged centang (Ixodes pacificus) menyebarkan penyakit di Pantai Pasifik.Kutu ini biasanya ditemukan di daerah berhutan dan memiliki kehidupan yang siklus yang kompleks. Di beberapa daerah, Kutu hitam bisa menyebarkan penyakit lainnya yaitu babesiosis dan anaplasmosis. Secara umum, kutu dibutuhkan 36 sampai 48 jam sebelumnya mereka bisa menularkan penyakit Lyme ke manusia. Kebanyakan manusia terinfeksi melalui gigitan kutu yang belum matang disebut nimfa. Nimfa berukuran kecil (kurang dari 2 mm) dan sulit dilihat dan akan
  • 60. 60 menggigit selama musim semi dan musim panas dan kutu dewasa juga bisa menularkan bakteri penyakit Lyme .Kutu Ixodes dewasa paling aktif selama musim gugur dan mencari hewan inang, kutu merangkak ke hewan atau orang lalu menggigitnya, kutu tidak bisa melompat atau terbang. Kutu yang ditemukan di kulit kepala biasanya sudah merangkak disana yang semula bagian bawah tubuh. Kutu mendapatkan darah dengan memasukkannya bagian mulut (bukan seluruh tubuh mereka) ke dalam kulit seseorang atau hewan. Ixodes kutu adalah pengumpan lambat,satu kali makan bisa memakan waktu beberapa hari. Saat mereka makan, tubuh mereka perlahan membesar.Orang yang menghabiskan waktu di daerah hutan yang lebat dimana terinfeksi kutu yang umum berisiko tinggi terkena paparan. Meskipun di Teori penyakit Lyme bisa disebarkan melalui transfusi darah atau kontak lain dengan darah yang terinfeksi.Tempat yang kemungkinan besar terinfeksi Penyakit Lyme tersebar di wilayah geografis yang luas di Indonesia daerah beriklim utara di dunia. 7 Faktor yang mempengaruhi penyakit Lyme ada di suatu daerah: 1) hewan yang terinfeksi dengan bakteri penyakit Lyme, 2) kutu yang bisa menularkan bakteri, dan 3) host binatang (seperti tikus dan rusa) yang bisa memberi makanan untuk kutu dalam berbagai tahap kehidupan mereka. 7 Pencegahan  Gunakan obat nyamuk. Semprotkan obat pengusir yang mengandung 20% konsentrasi DEET pada pakaian dan kulit yang terpapar, merawat pakaian (terutama celana, kaus kaki, dan sepatu) dengan permetrin, yang membunuh kutu pada kontak. 7
  • 61. 61  Lakukan cek ada tidaknya kutu . Selalu periksa kutu ada tidaknya kutu setelah di luar rumah, bahkan di halaman rumah. Karena kutu biasanya terlampir setidaknya sehari sebelum mereka bisa menularkan bakteri yang menyebabkan penyakit Lyme, pengangkatan dini bisa mengurangi risiko infeksi. Periksa semua permukaan tubuh dengan hati-hati, dan lepaskan yang terpasang kutu dengan pinset , dan hindari menghancurkan tubuh kutu. Pegang kutu dengan kuat dan sedekat mungkin dengan kulit , tarik tubuh kutu menjauh dari kulit,dan bersihkan daerah dengan antiseptik. 7  Mandi sesegera mungkin setelahnya masuk ke dalam rumah (sebaiknya dalam 2 jam) dan mencuci dan menjemur pakaian untuk membunuh kutu yang melekat pada pakaian. 7 Tanda dan gejala Tahap penyakit Lyme biasanya ditandai oleh satu atau lebih dari tanda dan gejala berikut ini: • ruam kulit yang khas, disebut eritema migrans • kelelahan • menggigil dan demam • sakit kepala • Otot dan nyeri sendi • Kelenjar getah bening yang membengkak Erythema migrans adalah ruam lingkaran merah yang sering muncul di tempat gigitan kutu, biasanya dalam 3 sampai 14 hari setelah gigitan pertama kutu yang terinfeksi kemudian tumbuh lebih besar. Terkadang banyak ruam muncul,
  • 62. 62 bervariasi bentuk dan ukurannya ,terdapat pada paha, pangkal paha, batang, dan ketiak. Pusat ruam bisa membesar, menghasilkan "bull's-eye". Ruamnya mungkin hangat, tapi biasanya tidak menyakitkan. Tidak semua ruam yang terjadi di tempat gigitan kutu disebabkan oleh penyakit Lyme. Alergi Reaksi terhadap tick saliva juga bisa terjadi . Reaksi alergi terhadap tick air liur biasanya muncul dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah gigitan kutu, biasanya tidak berkembang, dan menghilang dalam beberapa hari. 7 Beberapa tanda dan gejala penyakit Lyme mungkin tidak muncul sampai minggu atau bulan setelah gigitan kutu: • Arthritis paling mungkin muncul sebagai serangan singkat rasa sakitdan bengkak, biasanya di satu atau lebih sendi besar, terutama lutut. • Gejala sistem saraf bisa meliputi mati rasa, nyeri, Kelumpuhan saraf (sering terjadi pada otot wajah, biasanya pada satu sisi), dan meningitis (demam, leher kaku, dan sakit kepala parah). • Jarang, penyimpangan irama jantung bisa terjadi. • Masalah dengan memori atau konsentrasi, kelelahan, sakit kepala, dan gangguan tidur kadang terjadi setelah perawatan. 7 Diagnosis Diagnosis penyakit Lyme harus dipertimbangkan faktor berikut: • Riwayat kemungkinan terpapar kutu di daerah di mana Penyakit lyme terjadi • Tanda dan gejala penyakit • Hasil tes darah yang digunakan untuk mendeteksi apakah Pasien memiliki antibodi terhadap bakteri penyakit Lyme. Proses pengujian dua tahap untuk mengukur Produksi antibodi tubuh terhadap bakteri penyakit Lyme ini direkomendasikan:
  • 63. 63 1) sebuah "AMDAL" (enzim immunoassay) atau jarang, sebuah "IFA" (tidak langsung uji imunofluoresensi), diikuti oleh 2) imunoblot Barat dari sampel yang diuji positif atau samar-samar oleh AMDAL atau IFA. Tes ini mengukur antibodi yang dibuat tubuh terhadap Lyme bakteri penyakit. Diperlukan 4-6 minggu setelah infeksi untuk tubuh untuk menghasilkan kadar antibodi yang terukur. Karena itu, laboratorium tes untuk penyakit Lyme harus ditafsirkan berdasarkan lamanya infeksi. Pasien yang baru saja terinfeksi dan mengalami eritema Migran dapat melakukan tes negatif . Di sisi lain, pasien yang sudah terinfeksi Selama lebih dari 4 minggu dan memiliki arthritis hampir akan selalu diuji positif. 7 Siklus hidup penyakit Lyme kutu Siklus lengkap kutu Ixodes membutuhkan waktu 2 tahun. Tandai telur diletakkan di musim semi, dan menetas sebagai larva di musim panas. Larva memakan tikus, burung, dan hewan kecil lainnya di musim panas dan awal musim gugur Larva dapat terinfeksi penyakit Lyme Bakteri saat menyusui hewan ini. Sekali kutu menjadi terinfeksi, dan tetap terinfeksi selama sisa hidupnya dan dapat menularkan bakteri ke host lain. Setelah menyusui awal ini, larva biasanya menjadi tidak aktif sampai musim semi berikutnya, saat mereka berubah menjadi nimfa Nymphs mencari makanan darah untuk bahan bakar pertumbuhan mereka menjadi dewasa. Nymphs memakan tikus kecil, burung, dan mamalia kecil lainnya di akhir musim semi dan awal musim panas. Nymphs juga akan menggigit
  • 64. 64 manusia, dan jika sebelumnya terinfeksi bakteri penyakit Lyme, mereka bisa menularkan penyakitnya ke manusia. Nymphs meleleh kutu dewasa di musim gugur Pada musim gugur dan awal musim semi, kutu dewasa memberi makan dan kawin pada hewan besar, seperti rusa. Kutu betina dewasa akan Kadang juga menggigit manusia. Di musim semi, kutu betina dewasa terbaring telur mereka di tanah, menyelesaikan siklus hidup 2 tahun. 7 Penatalaksanaan Beberapa antibiotik efektif untuk mengobati penyakit Lyme. Biasanya diberikan melalui mulut tapi bisa diberikan secara intravena kasus yang lebih parah Pasien diobati dengan antibiotik di awal tahap infeksi biasanya sembuh dengan cepat dan tuntas. 7 DAFTAR PUSTAKA
  • 65. 65 1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2015. 2. Sutanto I, Ismid I, Sjarifuddin P, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. 3. Widoyo. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2011. 4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Vektor Virus Zika. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2016. 5. Petersen L, Jamieson D, Powers A, Honein M. Zika Virus. The New England Journal of Medicine. 2016; 30 (03); 374: 1552-63. DOI: 10.1056/ NEJMra1602113. N Eng J Med 2016 March 30. 6. College of Veterinary Medicine Iowa State University. Japanese Encephalitis. Iowa: The Center for Food Security & Public Health; 2016. 7. Massachusetts Departement of Public Health. Lyme Disease. Bureau of Infections Disease. MA 02130. Washington: JAPI; 2014.