1. 1
KHITAN UNTUK PEREMPUAN
Disusun oleh:
Fardha Syavriliand
P07133215014
DIV Kesehatan Lingkungan
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2015/2016
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bagi sebagian masyarakat khitan bagi anak laki-laki adalah sebuah
perkara yang sangat wajar. Namun tidak demikian dengan khitan wanita,
mereka masih menganggapnya tabu atau menjadi sebuah perkara yang sangat
jarang dilakukan, bahkan oleh sebagian kalangan khitan wanita adalah tindakan
kriminal yang harus dilarang, seperti yang diserukan oleh gerakan feminisme,
LSM-LSM asing, Population Council, PBB, WHO dan lain-lainnya. Larangan
khitan wanita juga diputuskan dalam Konferensi Kaum Wanita sedunia di
Beijing China (1995).
Di Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa, kaum feminis telah
berhasil mendorong pemerintah membuat undang-undang larangan sunat
perempuan. Di Belanda, khitan pada perempuan diancam hukuman 12 tahun.
Pelarang khitan perempuan juga pernah diterapkan di Negara Mesir yang nota
benenya adalah Negara Islam.( Muhammad Sayyid as-Syanawi, Khitan al-
Banat baina as-Syar'I wa at-Thibbi, hal. 92-95 ).
Di Indonesia sendiri khitan wanita juga dilarang secara legal, dengan
alasan bahwa Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri dari ketentuan WHO,
dan karena khitan wanita dinilai bertentangan dengan HAM. Padahal mereka
orang-orang Barat sengaja melarang khitan wanita dengan tujuan agar para
wanita Islam tidak terkendalikan syahwat mereka, sehingga praktek perzinaan
3. 3
meluas dan terjadi di mana-mana, dan ini telah terbukti.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1. Memahami sunat perempuan dalam agama islam
2. Menambah wawasan tentang anjuran Rasulullah saw
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud khitan itu ?
2. Bagaimana islam memandang hukum khitan bagi perempuan ?
3. Atas dasar apakah mereka mensunatkan khitan bagi perempuan ?
4. Adakah hikmah khitan bagi perempuan ?
5. Bagaimana cara pengkhitanan bagi kaum perempuan ?
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Khitan
Di dalam kamus bahasa Arab terkenal 'Lisan al-'Arab' (materi: Khatana)
dinyatakan, kata Khitan berasal dari kata kerja Khatana al-ghulama wa al-
jariyata, yakhtinuhuma, khitnan. Bentuk Ism (Kata benda)-nya adalah Khitan
dan Khitanah. Seorang yang dikhitan (disunat) disebut makhtun.Ada yang
mengatakan, al-khatnu untuk laki-laki sedangkan untuk wanita disebut al-
khafdhu.Sedangkan kata khatiin artinya orang yang dikhitan, baik laki-laki mau
pun wanita. Abu Manshur mengatakan, ?Khitan adalah letak pemotongan dari
kelamin laki-laki maupun wanita.? Dalam hal ini, terdapat hadits masyhur yang
berbunyi, (artinya) Bila dua khitan (alat kelamin laki-laki dan wanita) telah
bertemu, maka telah wajiblah mandi.
Imam An-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim (I: 543) berkata, Yang
wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutup ujung dzakar
hingga terbuka semua ujungnya tersebut. Sedangkan bagi wanita adalah
memotong sedikit bagian dari kulit yang di atas farji.
Al-Hafizh Ibn Hajar di dalam kitabnya Fath Al-Bari (X: 340) berkata, Al-
Khitan adalah bentuk mashdar dari kata kerja Khatana, yaitu Qatha'a
(memotong). Sedangkan Al-Khatnu adalah memotong sebagian tertentu dari
anggota tertentu.
Al-Hafizh Ibn Hajar juga ber-kata, ?Imam an-Nawawi berkata, Khitan bagi
laki-laki dinamakan I'dzar sedangkan bagi wanita dinamakan Khafdh. Abu
5. 5
Syammah berkata, ?Menurut ahli bahasa, untuk sebutan semua (bagi laki-laki
dan wanita) digunakan I'dzar sedangkan Khafdh khusus bagi wanita.
2.2 Hukum Khitan Bagi Perempuan
Para ulama sepakat bahwa khitan wanita secara umum ada di dalam
Syari'at Islam. (al-Bayan min Al Azhar as-Syarif: 2/18) Tetapi mereka berbeda
pendapat tentang satatus hukumnya, apakah wajib, sunnah, ataupun hanya
anjuran dan suatu kehormatan. Hal ini disebabkan dalil-dalil yang menerangkan
tentang khitan wanita sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan
ruangan bagi para ulama untuk berbeda pendapat. Diantara dalil-dalil tentang
khitan wanita adalah sebagai berikut :
Pertama:
Hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
خَم ٌَسخنِم الْ لِخ ٌَسلِالخنخ َانَ َلِل لِخ ََِْخنا َولنت لِخ َانلَِْنو َنت لِخ ٌَيلن َْلِخن ََ لر َِِخن اَخش ارلبِ
"Lima hal yang termasuk fitroh yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan,
mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memotong kumis." [Dikeluarkan
oleh Al-Bukhari (6297 - Fathul Bari), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik dalam
Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa'i (1/14-
15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan Al-Baihaqi
(8/323)]
Bagi yang mewajibkan khitan wanita mengatakan bahwa arti " fitrah " dalam
hadist di atas perikehidupan yang dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh
semua Syari'at, atau bisa disebut agama, sehingga menunjukkan kewajiban.
Sebaliknya yang berpendapat sunnah mengatakan bahwa khitan dalam hadist
tersebut disebut bersamaan dengan amalan-amalan yang status hukumnya
6. 6
adalah sunnah, seperti memotong kumis, memotong kuku dan seterusnya,
sehingga hukumnya-pun menjadi sunnah.
Kedua:
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima'-pent)
maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih, Dikeluarkan oleh At-
Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161),
Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]
Kelompok yang berpendapat wajib mengatakan bahwa hadist di atas menyebut
dua khitan yang bertemu, maksudnya adalah kemaluan laki-laki yang dikhitan
dan kemaluan perempuan yang dikhitan. Hal ini secara otomatis menunjukkan
bahwa khitan wanita hukumnya wajib. Sedangkan bagi yang berpendapat
khitan wanita adalah sunnah mengatakan bahwa hadist tersebut tidak tegas
menyatakan kewajiban khitan bagi perempuan. (Asy Syaukani, Nailul Author :
1/147)
Ketiga:
Hadist Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepada kepada Ummu 'Athiyah (wanita tukang
khitan):
خَرلِتل،خ ََتَُلْخ ِكَيَ ََِلخ ت لِخ ِك ََِِِخن خَلِخنِج لَََِخ ْلَ ل، لِخ ََِز لو َِ
"Apabila engkau mengkhitan wanita potonglang sedikit, dan janganlah
berlebihan (dalam memotong bagian yang dikhitan), karena itu lebih bisa
membuat ceria wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi
suami." [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu
Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]
7. 7
"Bagi yang mewajibkan khitan wanita, menganggap bahwa hadist di atas
derajatnya 'Hasan', sedang yang menyatakan sunnah atau kehormatan wanita
menyatakan bahwa hadist tersebut lemah.
Keempat:
Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu':
"Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang
empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan
yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari
(1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269),
Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]
Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki
dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.
Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita
dikhitan" [Tuhfatul Wadud].
Kelima:
" Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita. " (HR. Ahmad
dan Baihaqi)
Ini adalah dalil yang digunakan oleh pihak yang mengatakan bahwa khitan
wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan tetapi kehormatan. Hadist ini
dinyatakan lemah karena di dalamnya ada perawi yang bernama Hajaj bin
Arthoh.
Dari beberapa hadist di atas, sangat wajar jika para ulama berbeda
pendapat tentang hukum khitan wanita.Tapi yang jelas semuanya mengatakan
bahwa khitan wanita ada dasarnya di dalam Islam, walaupun harus diakui
8. 8
bahwa sebagian dalilnya masih samar-samar.Perbedaan para ulama di atas di
dalam memandang khitan wanita harus disikapi dengan lapang dada, barangkali
di dalam perbedaan pendapat tersebut ada hikmahnya, diantaranya bahwa
keadaan organ wanita (klitorisnya) antara satu dengan yang lainnya berbeda-
beda. Bagi yang mempunyai klitoris yang besar dan mengganggu aktivitasnya
sehari-hari dan mebuatnya tidak pernah tenang karena seringnya kena
rangsangan dan dikhawatirkan akan menjeremuskannya ke dalam tindakan
yang keji seperti berzina, maka bagi wanita tersebut khitan adalah wajib.
Sedang bagi wanita yang klitoris berukuran sedang dan tertutup dengan selaput
kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya lebih baik dan
lebih dicintai oleh suaminya sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist diatas,
sekaligus akan membersihkan kotoran-kotoran yang berada dibalik klistorisnya.
Adapun wanita yang mempunyai klitoris kecil dan tidak tertutup dengan kulit,
maka khitan baginya adalah kehormatan.( Ridho Abdul Hamid, Imta'ul Khilan
bi ar-Raddi 'ala man Ankara al-Khitan, hal. 21-22 )
2.3 Cara Khitan Pada Perempuan
Di tengah-tengah masyarakat, khitan wanita dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya adalah:
1. Memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klistoris
(preputium clitoris). Cara ini dianjurkan dalam Islam, karena akan
membersihkan kotoran-kotoran putih yang bersembunyi di balik
kulit tersebut atau menempel di bagian klistorisnya atau yang sering
disebut ( smegma ), sekaligus akan membuat wanita tidak frigid dan
bisa mencapai orgasme ketika melakukan hubungan seks dengan
suaminya, karena klistorisnya terbuka. Bahkan anehnya di sebagian
Negara-negara Barat khitan perempuan semacam ini, mulai populer.
9. 9
Di sana klinik-klinik kesehatan seksual secara gencar mengiklankan
clitoral hood removal (membuang kulit penutup klitoris).
2. Menghilangkan sebagian kecil dari klistoris, jika memang
klistorisnya terlalu besar dan menonjol. Ini bertujuan untuk
mengurangi hasrat seks wanita yang begitu besar dan membuatnya
menjadi lebih tenang dan disenangi oleh suami.
3. Menghilangkan semua klitoris dan semua bagian dari bibir
kemaluan dalam (labium minora). Cara ini sering disebut
infibulation Ini dilarang dalam Islam, karena akan menyiksa wanita
dan membuatnya tidak punya hasrat terhadap laik-laki. Cara ini
sering dilakukan di Negara-negara Afrika, begitu juga dipraktekan
pada zaman Fir'aun, karena mereka mengira bahwa wanita adalah
penggoda laki-laki maka ada anggapan jika bagian klitoris wanita di
sunat akan menurunkan kadar libido perempuan dan ini
mengakibatkan wanita menjadi frigid karena berkurangnya kadar
rangsangan pada klitoris.
4. Menghilangkan semua klistoris, dan semua bagian dari bibir
kemaluan dalam (labium minora), begitu juga sepasang bibir
kemaluan luar (labium mayora). Ini sering disebut clitoridectomy
(pemotongan klitoris penuh ujung pembuluh saraf) Ini juga dilarang
dalam Islam, karena menyiksa wanita.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 97,6 % khitan di Mesir
merujuk kepada model kedua, dan 1,6 % merujuk pada model
pertama. Sedang model ketiga/ keempat hanya 4 % saja. (DR.
Maryam Ibrahim Hindi , Misteri dibalik Khitan Wanita, hal 17 dan
101)
Di Indonesia sendiri praktek khitan pada wanita sering kali salah dalam
tekniknya, karena cuma dilakukan secara simbolis dengan sedikit menggores
10. 10
klitoris sampai berdarah, atau menyuntik klitoris, atau bahkan hanya
menempelkan kapas yang berwarna kuning pada klistoris, atau sepotong kunyit
diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris anak, bahkan di daerah tertentu
di luar Jawa, ada yang menggunakan batu permata yang digosokkan ke bagian
tertentu klitoris anak. Itu semua hakekatnya tidak atau belum dikhitan.
2.4 Hikmah Khitan Pada Perempuan
1. Khitan pada wanita yang dilakukan secara benar justru bermanfaat
untuk kehidupan seksual wanita yang bersangkutan. Karena membuat
lebih bersih dan lebih mudah menerima rangsangan.
2. Khitan dapat membawa kesempurnaan agama, karena ia disunnahkan.
3. Khitan adalah cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai
penyakit.
4. Khitan membawa kebersihan, keindahan, dan meluruskan syahwat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Hikmah khitan bagi laki-laki
adalah mensucikan mereka dari najis yang tertahan pada kulup
kemaluan.Sedangkan hikmah khitan bagi wanita adalah untuk
menyederhanakan syahwatnya, sesungguhnya kalau tidak wanita tidak dikhitan
maka syahwatnya akan menggejolak." (Fatawa Al-Kubra, I/273).
11. 11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Khitan perempuan merupakan sunnah fitrah yang sudah diterima oleh
umat Islam. Walaupun terjadi perbedaan pendapat para ulama dalam masalah
hukum khitan pada perempuan, namun syiar khitan perempuan ini harus
dilakukan oleh umat Islam.
Karena khitan perempuan yang sesuai dengan prosedur dan dilakukan
oleh orang yang mengerti caranya, akan membawa hikmah yang baik bagi
perempuan dalam menstabilkan syahwatnya. Dan juga akan bermanfaat bagi
hubungan suami istri selanjutnya.
Para bidan dan dokter yang mengkhitan perempuan harus berhati-hati,
sehingga tidak memotong atau menyayat terlalu besar, sehingga akan membawa
akibat yang buruk bagi yang dikhitan.
Sehubungan dengan menjaga diri dari penyimpangan seksual, maka para
muslimah harus mendekatkan diri kepada Allah dan merasakan selalu
pengawasan Allah.Sehingga perzinahan dan perselingkuhan jauh dari kita umat
Islam ini.
Mengenai adanya pelarangan khitan bagi perempuan dari beberapa pihak,
hal itu sebenarnya tidak hak bagi siapapun melarang sesuatu yang dibolehkan
oleh Allah dan Rasul-Nya.Kalau terdapat kesalahan dalam praktek, maka
kesalahan itu saja yang harus diluruskan.
12. 12
3.2 Saran
Mengingat betapa pentingnya mengembangkan ilmu syar'I dalam
membangun diri dalam bingkai agama yang hakiki, materi ini kami sajikan tidak
luput dari berbagai hujjah, dalil dan sunnah yang insyaallah sejati. Perlu
pengembangan dan pembaharuan ilmu di bidang itu. Karena beragam bentuk
perbedaaan pendapat yang memandang hal ini wajib ataukah sunnah. Kajian dan
tafsiran yang sangat mungkin untuk menelaah kembali perbedaan itu, tentunya
dengan dasar atau kembali kepada al Qur'an dan haidst.
Berpijak dari deskripsi tersebut, maka sangat perlu bagi kita untuk
menyandarkan diri dalam konsep pematangan keilmuan dengan tujuan sebagai
tindakan prepentif dalam menghadapi kehidupan globali, Khususnya dalam ranah
dunia pendidikan.
Perlunya prosedur tetap (protap) untuk khitan wanita ini, jika perlu ada
peraturan pemerintah yang mengaturnya.