SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

PENDAHULUAN
Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-sistemik
yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai makula atau papul berukuran 1-2
cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang permukaannya menjadi
hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk
koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel
rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti
karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku
karpet.[1,2]
LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa
adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan
klinis dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas.[1]
Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh
tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang
pertama kali dibuat pada tahun 1977. Lupus Eritematosus Diskoid merupakan bagian dari
Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (LEKK).[3]
Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang
akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada
penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit
yang terbentuk biasanya permanen.[2,3]

EPIDEMIOLOGI
Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus kutaneus. LED
dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45 tahun, dengan rata-rata umur
38 tahun. LED tidak biasa ditemukan pada anak, sehingga tidak ada data khusus mengenai
prevalensi kejadian LED.

[2,4]

Namun, jika dianamnesis dengan baik, LED pada anak

merupakan manifestasi klinis dari penyakit sistemik.

[5].

Secara umum, LE pada neonatus

terjadi 1 dari 20.000 kelahiran bayi per tahun. [6]
Meskipun tidak ada observasi lebih lanjut mengenai predileksi LE pada ras, LE pada
anak lebih umum terjadi pada anak yang berkulit hitam, Amerika Latin, dan Asia (rasio 3:1
berbanding dengan anak kulit putih). Perbandingan LE kutaneus pada anak perempuan dan
1
laki-laki adalah 3:1. Pada masa pra-pubertas, dilaporkan bahwa perbandingan penderita LE
kutaneus adalah antara 1:1 dan 3:1, sedangkan rasio untuk setelah pubertas (dewasa) adalah
sekitar 8:1 dan 10:1.

[6]

LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5 % dari

kasus LED dapat mengarah ke LES. [2,4]

ETIOLOGI
Penyebab pasti dari LED tidak diketahui secara pasti. Adapun faktor resiko dari
kejadian LED adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (paparan sinar matahari dan obatobatan) yang memicu suatu respon autoimunitas. Lupus mengakibatkan perubahan pada
regulasi sistem kekebalan sehingga tubuh menjadi sensitif terhadap jaringan selnya sendiri. [7]
Faktor-faktor lingkungan, obatobatan, zat-zat infektan

Gen-gen rentan

Respon
Kekebalan
Abnormal

Sel T-Pembantu

Sel B

Sel-sel rusak memberi sinyal,
merusak daya tahan, apoptosis

Autoantibody

Kekurangan sel pengatur
yang mengendalikan
autoreaktivitas

Immune complex

Perkembangan Penyakit, Penyebaran Epitope

Kerusakan jaringan

Gambar 1. Bagan Faktor Resiko dan Kaitannya dengan Patogenesis Lupus Eritematosus [7]

Adanya riwayat keluarga dengan penyakit jaringan konektif apapun, merupakan
faktor resiko kuat untuk timbulnya LED.

[8]

Asumsi autoimunitas ini pertamakali ditemukan

dikemukakan dengan adanya gen major histocompatibility complex (MHC), khususnya alel
human lymphocyte antigen (HLA). Dilaporkan bahwa penderita LED mengalami peningkatan
bermakna dari de43HLA-B7,-B8,DR2, dan -DQA0102 serta penurunan HLA-A2 dengan
kombinasi dari HLA-DR3,HLA DQA 0102 dan HLA-B7 menyebabkan resiko relatif LED
yang paling maksimal. Frekuensi LED juga meningkat pada karier penyakit granulomatosa
2
kronik terpaut kromosom X yang berjenis kelamin wanita. Defisiensi genetik komplemen
seperti C2,C3,C4 dan C5 serta inhibitor esterase C1 juga dihubungkan dengan LED dan
LECS [1,9]
Ada bukti bahwa TNF merupakan faktor predisposisi untuk lupus, dalam hal ini gen
TNF-α (-308A). Parameter gen TNF-α-308A ini akan meningkat jika terkena paparan sinar
matahari (UVB).

[8]

Pada sel keratinosit yang dipajani sinar ultraviolet, antigen yang

seharusnya ada dalam inti dan sitoplasma sel akan keluar ke membran keratinosit sehingga
dapat diikat oleh antibody seperti anti-SSA, anti-SSB atau anti-RNP. Hal ini dapat mengawali
keseluruhan proses imunologis yang mendasari terbentuknya lesi pada LED.[9] Selain paparan
sinar matahari, faktor resiko lain adalah perokok. Suatu penelitian berbasis case-control
melaporkan bahwa perokok jauh lebih beresiko menderita LE daripada orang yang tidak
merokok dan bahwa kemungkinan hal ini disebabkan oleh suatu zat yang disebut amina
aromatik lupogenik yang ada dalam asap tembakau.[1]
Sejenis struktur tubuler berukuran diameter ± 20 nm dan sangat mirip dengan
paramiksovirus ditemukan pada sel endotel pembuluh darah, histiosit perivaskuler, atau
fibroblast dari lesi LED. Struktur tersebut akan berkurang jumlah dan ukurannya setelah
penggunaan klorokuin. Jika struktur tersebut adalah virus, kemungkinan struktur tersebut
dapat berperan sebagai presipitator LED. Penemuan antibodi RNA reovirus pada 42% pasien
juga menguatkan dugaan adanya peranan virus dalam perjalanan penyakit LED [10]

PATOGENESIS
Penyebab dan mekanisme pathogenesis yang mengakibatkan LE masih belum
diketahui sepenuhnya. Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari pathogenesis LES.
Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang menjelaskan empat tahapan
teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum adanya penampakan klinis dari penyakit ini.
Tahapan-tahapan tersebut adalah pewarisan gen yang menyebabkan penderita lebih mudah
terkena penyakit, induksi autoimunitas, perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:[1]

3
HLA dan Lainnya
Pewarisan Gen/ Mutasi Somatik

Sinar UV dan Lainnya

Hilangnya toleransi terhadap
komponen tubuh

Pembentukan Autoantibodi

Ekspansi Sel T
Perluasan Proses Autoimun

Pembentukan kompleks imun
Jejas immunologis

Gambar 2: Patomekanisme Lupus Eritematosus [8]

Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi LE.
Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE dengan MHC
kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga dianggap berperan dalam
pathogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan komplemen dan tumor necroting factor
(TNF), gen yang memediasi apoptosis serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel
serta gen yang berperan dalam pembersihan kompleks imun. [1]
Tahap kedua dari pathogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan proses
autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang telah kehilangan
toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi autoreaktifitas tersebut
antatara lain: [1,3]
1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel stem, jika
dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan menggantikan
sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel muda yang tidak toleran
2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen dapat
memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen yang bereaki
silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan limfosit autoreaktif untuk
menimbulkan efek pada tolerogen.
3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan
kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi klonal
sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh antigen.
Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat menghilangkan
anergi dan mengawali proses autoreaktifas
4
Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari patomekanisme LE juga
dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas. Seperti dibahas sebelumnya, antigen
LE kebanyakan adalah antigen yang terdapat di dalam inti dan sitoplasma dari sel keratinosit
yang terbebaskan ke membran sel akibat mekanisme tertentu. Uji laboratorium telah
membuktikan bahwa antigen tersebut dapat keluar akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu,
faktor lain yang dapat memicu lesi LED dan kemungkinan berhubungan dengan pembebasan
antigen dari inti dan sitoplasma keratinosit adalah trauma, infeksi, pajanan dingin, sinar-X
hingga bahan kimia.[9,10]
Setelah klon autoimun terbentuk, terjadi suatu mekanisme yang memperbanyak dan
memperluas klon yang bermasalah ini. Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya
melibatkan peningkatan respon autoimun yang dipicu antigen secara progresif. Pada tahap
ini, autoantibody dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda. Walaupun sangat banyak,
autoantibody LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target
utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm dan anti-RNP)
molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).[1]
Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara klinis dan
menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis. tahapan ini sebagian besar
diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun yang terbentuk yang
menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel secara langsung, aktivasi seluler,
opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi molekul target. [1]

GEJALA KLINIS
Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang paling umum
ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit kepala dan telinga, tetapi
persebarannya juga bisa lebih luas dan berlokalisasi simetrik. Walaupun begitu, lesi di bawah
leher sangat jarang ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak
(makula merah atau bercak meninggi), berbatas jelas, dengan sumbatan keratin pada folikelfolikel rambut (follicular plugs). Bila lesi-lesi diatas rambut dan pipi berkonfluensi, dapat
membentuk seperti kupu-kupu (butterfly erythema).

[11, 12]

Penyakit dapat meninggalkan sikatriks atrofi, kadang-kadng hipertrofik, bahkan
distorsi telinga atau hidung. Hdung dapat berbentuk seperti paruh kakatua. Bagian badan
yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih cepat beresidif daripada
bagian-bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa, yakni di mukosa oral dan vulva atau di
konjungtiva. Klinis nampak deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatrisasi. [12]
5
Varian klinis LED ialah : [12]
1. Lupus eritematosus tumidus
Bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi, terlihat di muka, lutut, dan
tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erysipelas dan selulitis.
2. Lupus eritematosus profunda
Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan atas.
Kulit diatas nodus eritematosa, atrofik, atau berulserasi
3. Lupus hipotrofikus
Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, teridir atas plak yang
berindurasi dengansentrum yang atrofik.
4. Lupus pernio (chilblain lupus, Hutchinson)
Penyakit terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di daerah-daerah
yang tidak tertutp pakaian, memburuk pada hawa dingin.

Lesi primer LED adalah makula atau papul eritem asimetris tanpa gejala subjektif
dengan sisik ringan hingga sedang. biasanya berukuran 1-2 cm. Seiring dengan perjalanan
penyakit, sisik dapat menebal dan melengket, disertai hipopigmentasi di daerah inaktif
(tengah) dan hiperpigmentasi di batas aktif. Jika mengenai daerah berambut seperti kulit
kepala dan janggut, skar dengan alopesia permanen dapat terjadi. Lesi LED seringkali
tersebar mengikuti pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terpajan tetap dapat
terkena lesi.[2,4,13]
Setelah beberapa lama, lesi LED akan berubah menjadi pakat eritem berbatas tegas
yang titutupi oleh sisik yang meluas hingga ke folikel rambut. Jika sisik yang melekat
dilepaskan, jarum-jarum keratotik yang mirip dengan paku karpet dapat terlihat di bagian
bawah sisik (tanda paku karpet). Lesi meluas dengan eritem dan hiperpigmentasi di pinggir
dengan skar atrofi, telangiektasis dan hipopigmentasi di tengah. [14]
LED dapat dibedakan menjadi LED lokalisata yang mengenai wajah dan leher serta
LED generalisata yang mengenasi bagian atas dan bawah dari leher. Lesi LED di bawah
leher. [13,14]

6
Gambar 3: LED di wajah pasien[13]

Gambar 4: Skar dengan alopesia akibatLED[13]

Biasanya

LED

tidak

menimbulkan

gejala

objektif

pada

pasien

selain

ketidaknyamanan kosmetik akibat lesi dan skar. Kadang-kadang daerah yang terpengaruh
terasa gatal dan jika mengenai jari, terasa lembut dan nyeri tekan. LED juga tidak
mempengaruhi status kesehatan pasien secara umum. [15]
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAN HISTOPATOLOGIS [3]
Secara histologis, epidermis dan dermis penderita LED yang mengalami perubahan
sedangkan jaringan subkutannya tidak. Penampakan mikroskopis yang khas untuk LED
adalah hiperkeratosis dengan sumbatan folikel, penipisan dan pendataran epitel serta
degenerasi hidrofik lamina basalis.Selain itu, terdapat keratinosit apoptotik yang tersebar
(badan Civatte) pada lamina basalis. Pada lesi yang sudah lama, penebalan membrana basalis
terlihat jelas pada pewarnaan acid-Schiff. Pada jaringan dermis terdapat infiltrat limfositik
berbentuk perca atau likenoid disertai pengangkatan folikel pilosebaseus. Juga terdapat
penimbunan musin pada ruang interstisial dan udem, dan biasanya tidak dijumpai eosinofil
maupun neutrofil.

7
Gambar 5: Degenerasi hidrofik lamina basalis pada LED[3]

2. LUPUS BAND TEST (LBT) [1]
Imunoglobulin (IgA,IgG, IgM) dan komponen komplemen (C3,C4,Clz,properdin,
faktor B dan membrane attack complex C5b-C9) akan tertimbun menjadi susunan
menyerupai pita linear atau granuler pada taut dermo-epidermal dari kulit pasien LE sehingga
dapat diamati dengan uji direct immunofluorescence yang disebut Lupus Band Test (LBT).
Penelitian awal menyebutkan bahwa 90% lesi LED imunoreaktan sehingga positif
LBT tetapi penelitian terbaru menunjukkan angka yang lebih rendah. Lesi di kepala, leher
dan lengan lebih sering positif (80%) dari lesi di badan (20%). LBT nampaknya lebih sering
positif pada lesi yang lebih tua (>3 bulan).

Gambar 6. Pemeriksaan direct immunofluorescence pada biopsy kulit lesi LED.[1]

8
2. Tes lainnya
Berikut adalah tabel yang menampilkan ringkasan hasil laboratorium untuk LED
dengan perbandingan dengan LEKA dan LEKS :
Ciri penyakit
ANA
Antibodi RO/SSA
-dg imunodifusi
- dg ELISA
Antibodi DNA antinatif
Hipokomplementemia

LED
+

LEKA
+++

LEKS
++

0
+
+++
+++

+
++
+
+

+++
+++
0
+

LEKA, lupus eritematosus kutaneus akut; LEKS, lupus eritematosus kutaneus subakut; ANA,antibodi
antinuclear; ELISA, enzyme linked immunosorbent assay
+++,sangat berhubungan; ++, agak berhubungan; +,berhubungan lemah; 0,negatif, tidak berhubungan

Tabel 2: Ringkasan hasil laboratorium LED dengan perbandingan LEKA dan LEKS. (dari
Cutaneus Lupus Erythematosus). [3]

Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) oleh A.R.A (the American
Rheumatism Association) : [12]
1. Eritema fasial (butterfly rash)
2. Lesi diskoid, sikatrik hipotrofik
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut dan nasofaring
5. Artritis (non erosif, mengenai 2 atau lebih sendi perifer)
6. Serositis (pleuritis, perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria > 0.5g/sehari, cellular casts)
8. Kelainan neurologic (kelelahan, psikosis)
9. Kelaianan darah, yakni anemia hemolitik, leukopenia (<4000/ul) limfopenia atau
trombositopenia (<100.000/uL)
10. Gangguan immunologic {[sel L.E., anti DNA, anti –Sm, (antibody terhadap antigen
anti otot polos) atau positif semu tes serologik untuk sifilis]}
11. Antibodi antinuklear
Diagnosis LES ditegakkan jika paling sedikit ditemukan 4 diantara 11 manifestasi diatas.
Manifestasi klinis LED dan LES hampir sama, namun penegakan diagnosis Lupus
Eritematosus Diskoid (LED) tidak mutlak ditentukan menurut A.R.A (the American
Rheumatism Association), seperti pada LES. Berikut perbedaan antara LED dan LES : [12]

9
L.E.D (Lupus eritematosus diskoid)
L.E.S (Lupus eritematosus sistemik)
- Insidens pada wanita lebih banyak - Wanita jauh lebih banyak daripada pria,
daripada pria, usia biasanya lebih dari 30
umumnya terbanyak sebelum usia 40
tahun
tahun (antara 20-30 tahun)
- Kira-kira 5% berasosiasi dengan atau
menjadi LES

- Kira-kira 5% mempunyai lesi-lesi kulit
LED

- Lesi mukosa oral dan lingual jarang

- Lesi mukosa lebih sering terutama pada
LES akut

- Gejala konstitusional jarang

- Gejala konstitusional sering

- Kelainan laboratorik dan imunologik
jarang

- Kelainan laboratorik dan imunologik
sering

DIAGNOSIS
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis, pemeriksaan
fisis serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
Pasien mungkin mengeluh gatal ringan atau nyeri sesekali dalam lesi, tetapi
kebanyakan pasien tanpa gejala. Sekitar 5% atau kurang pasien LED telah terlibat dalam
kelainan sistemik. Arthralgia atau arthritis mungkin terjadi. Jadi, anamnesis harus difokus
pada riwayat penyakit dan gejala LE yang berkaitan seperti fotosensitivitas, arthralgia atau
arthritis, alopesia areata serta fenomena Raynaud, aborsi spontan pneumonia, karditis serta
gangguan neurologis. Untuk mendukung diagnosis klinis, pemeriksaan histologis serta
imunohistokimia lesi kulit akan dilakukan.[13,16]
Pemeriksaan fisis (gejala klinis):
Lesi primer LED adalah papul eritematosa atau plak dengan gambaran sisik (lihat
gambar di bawah). Semakin lama lesi semakin aktif, sisik semakin menebal dan terjadi
perubahan pigmentasi dengan hipopigmentasi di daerah pusat lesi dan pada daerah perbatasan
tidak aktif dan hiperpigmentasi. [13,17]

Gambar 7: Bekas luka kronis lesi LED[13]

10
Lesi menyebar sentrifugal dan dapat bergabung. Dengan bertambahnya usia lesi,
pelebaran bukaan folikular terjadi dengan plug keratinous, disebut folikel patulous (lihat
gambar di bawah). Resolusi lesi aktif mengakibatkan atrofi dan terjadinya jaringan parut.[13]

Gambar 8: Lesi LED dalam konka menunjukkan folikel dengan sumbatan [13]

Lesi awal mungkin sulit untuk dibedakan dengan lesi LEKS. Lesi LED seringkali
tersebar menurut pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terkena sinar matahari dapat
pula terkena. Kulit kepala seringkali terkena sehingga menghasilkan alopesia .[13]

Gambar 9: Jaringan parut meluas dengan alopesia[13]

Pasien dengan LED sering dibagi menjadi 2 kelompok: lokal dan generalisata. LED
lokal terjadi ketika hanya pada kepala dan leher, sedangkan LED generalisata terjadi ketika
daerah lain [13]

11
Gambar 10: lesi LE kronik pada tubuh pasien [13]

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding dari LED antara lain:
 Dermatitis seboroik
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan akak kekuningan,
batasnya agak kurang tegas. Tempat predileksi pada daerah yang banyak kelenjat sebasea
seperti kepala, belakang telinga, supraorbital yaitu pada alis, dahi, glabela, lipatan nasolabial,
areola mame, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital.(1,12)

Gambar 11 : Dermatitis seboroik berupa eritema dan skuama berminyak pada lipatan nasolabial.(1)

 Melasma
Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa macula yang
tidak merata berwarna cokla muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra
violet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. (1,12)
12
Gambar 12 : Gambaran makula berupa hiperpigmentasi pada daerah pipi, hidung dan atas bibir. (1)

 Acne Rosacea
Merupakan peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustule,
telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo
kecuali bila dikombinasi dengan akne. (1,12)

Gambar 13 : Acne rosacea dengan gambaran eritema pada seluruh muka.(1)

 Keratosis Aktinik
Gambaran klinis berupa bercak-bercak merah dan berskuama, yang secara khas
bertambah besar dan menyusut bersama dengan waktu, dapat timbul ratusan lesi pada orangorang yang sering terpapar sinar matahari. [19]

13
Gambar 14: Aktinik keratosis hipertrofik pada dorsum manus pasien[1]

 Psoriasis
Gambaran utama psoriasis adalah, epidermis menajdi sangat menebal (akantosis).
Tidak terdapat stratum granulosum. Retensi nukleus pada stratum korneum (parakeratosis).
Akumulasi polimorf pada stratum korneum (mikroabses). Pelebaran pembuluh darah kapiler
pada dermis bahagian atas.[19]

Gambar 15: Psoriasis vulgaris yang meluas dari kulit kepala ke leher[1]

 Liken Planus
Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi bentuknya. Bentuk yang
paling sering adalah adanya erupsi akut pada papula yang gatal. Gambaran klinis: lesi-lesi
kulitnya berpermukaan rata, mengkilat, dan poliglonal. Gambaran permukaannya tampak
seperti anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis, disebut sebagai “Wickham’s striae”
[19]

14
Gambar 16: plakat berpuncak rata dengan Wickham’s striae pada ekstremitas penderita [1]

 Lupus Ertitematosus Kutaneus Subakut
Terdapat lesi-lesi papuloskuamosa atau anular tanpa pembentukan jaringan parut,
terutama pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari. Mugkin juga didapatkan gejala
sistemik, walaupun biasanya ringan. [19]

Gambar 17: LEKS dengan lesi anular dengan pusat hipopigmentasi tanpa atrofi kulit pada punggung dan lengan

15
PENATALAKSANAAN
A. PENCEGAHAN
Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,
mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk mencegah perkembangan
lesi lebih lanjut. [1]
Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh paparan sinar
ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid lupus harus mencakup
menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir surya. Pengobatan dimulai dengan
menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan
semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun cara yang digunakan
untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang tertutup, topi yang lebar. Selain itu
pasien disarankan untuk menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti
Hidroclorothiazid, tetrasklin, griseofulvin, dan piroxicam. Pasien juga disarankan untuk
melakukan follow-up setelah perawatan untuk memastikan ada atau tidak komplikasi.[1]

B. PENGOBATAN TOPIKAL
1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap air
[SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parsol dan mikronized titanium
dioksida. [1]
2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini
seperti triamsinolon asetonid 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal superpoten
kelas satu seperti klobetasol propinoat atau betametason diproprionat memberikan
hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2 kali sehari selama 2 minggu diikuti
dengan 2 minggu periode istirahat dapat meminimalkan komplikasi seperti atropi dan
telengiektasis. Salep lebih efektif daripada krim pada lesi hiperkeratosis. [1]
3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan

glukokortikoid intralesi seperti suspensi

triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi tinggi
dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada lesi
hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan kortikosteroid
lokal, namun perlu berhati-hati menggunakan pengobatan ini pada pasien dengan
jumlah lesi cukup banyak. [1]

16
C. PENGOBATAN SISTEMIK
Terapi dengan antimalaria adalah terapi yang baik digunakan secara tunggal atau
dalam kombinasi. Tiga preparat umum Yang biasa digunakan termasuk klorokuin,
hidroklorokuin, dan mepacrine. Sebaiknya hidroklorokuin dimulai dengan dosis 200 mg per
hari untuk dewasa dan, jika tidak ada efek samping gastrointestinal atau lainnya, dosis
ditingkatkan dua kali sehari tetapi tidak diberikan lebih dari 6,5 mg/ kg/ hari. Penting
ditekankan kepada pasien bahwa dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan
klinis. Pada beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin mungkin
lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi hydroxychloroquine atau
klorokuin sehingga dianjurkan penampahan mepacrine ke dalam regimen pengobatan. [20]
Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap
pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%, dengan
banyak laporan pasien yang dinyatakan sembuh sempurna. Adapun efek sampingnya ialah
efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil. Selain itu neuropati
sensorik dapat terjadi pada sekitar 25% dari padien yang mengkonsumsi obat ini.[1]
Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas [auranofin, mycochrysine] dan
clofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap kasus. [1]
Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi yang
sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan simtomatik
metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti azatioprin [imuran]
1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai glukokortikoid-sparing pada kasus lupus
eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat mofetil [25-45 mg/kg/hari oral] maerupakan analog
purin yang serupa dengan azatioprin. Metotreksat [7,5-25mg/kg oral sekali seminggu] efektif
untuk kasus berat yang refrakter. [1]

D. TERAPI BEDAH DAN KOSMETIK
LED dapat menimbulkan alopesia permanen, atropi kulit, dan perubahan pigmen.
Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan dermabrasi beresiko karena LED dapat
dipicu oleh trauma. Pemulihan dari skar atropi dengan Erbium : YAG atau laser karbon
dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya
sebaiknya dihindari. [1]

17
KOMPLIKASI
Resiko perkembangan penyakit menjadi LES meningkat jika lesi menyebar dan
terdapat abnormalitas hasil pemeriksaan darah dan parameter serologis. Pengobatan dini
dapat mencegah terjadinya jaringan parut atau atrofi. Degenerasi malignan jarang terjadi.
Pencegahan tumbuhnya lesi baru dianjurkan pada daerah yang sering terekspos.[17]

PROGNOSIS

.

Prognosis LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan
berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama pada musim
semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada
penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit
yang terbentuk biasanya permanen.[10,12,17]

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff
K, Austen KF, Goldsmith LA, et al, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2003: p.1678-93
2. Binnick AN, Habif TP. Connective tissue diseases. In: Habif TP, editor. Clinical
dermatology: A color guide to diagnosis and therapy, 3rd ed. St. Louis: Mosby-Year
Book Inc; 1996: p.587-625.
3. Kuhn A, Ruzicka T. Classification of cutaneous lupus erythematosus. In: Kuhn A,
Lehmann P, Ruzicka T, editors. Cutaneous lupus erythematosus, 4th ed. Berlin:
Heidelberg Springer-Verlag; 1995: p.53-7
4. Anonymous. AOCD: Discoid Lupus Erythematosus [online]. www.aocd.org. 2007.
5. Papadimitaki ED, Isenberg DA. Childood-and Adult-onset Lupus : an Update of
Similarities and Differences : Epidemiological & Clinical Features of SLE [online].
http://www.medscape.com/viewarticle/708057_2
6. Callen

JP.

Neonatal

and

Pediatric

Lupus

Erythematosus

[online].

http://emedicine.medscape.com/article/1006582-overview#a0156.
7. Osmola A, Namys J, Jagodzinski P, Prokop J. Genetic Background of Cutaneous Forms
of Lupus Erythematosus : Update on Current Evidence. J, Appl. Genet. 2004:45(1):7786
8. Wallace D. Discoid lupus erythematosus. In: The Lupus Book: A Guide for Patients and
Their Families, 4th ed. UK: Oxford University Press; 2010: p.231-245
9. Werth V. Current treatment of cutaneous lupus erythematosus. Dermatol online jour.
2001:7(1):2
10. Goodfield MJ ,Jones SK, Veale DJ. The connective tissue disease. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of dermatology, 7th ed.
Massachusetts: Blackwell Publishing Company; 2004: p. 1646-793
11. Lee LA, Werth VP. Lupus erythematosus. In: Bolognia JL, Joseph LJ, Rapini RP.
Bolognia, editors. Dermatology, 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008: p.105-13
12. Djuanda S. Penyakit jaringan konektif. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5. Jakarta : Balai Penerbi FKUI; 2010 : p.264-272
13. Callen J.P. Lupus Erythematosus Discoid [online].www.emedicine.com.2007

19
14. Rai, VM, Balachandran, C. Disseminated Discoid Lupus. Dermatol online jour. 2006:12
(4):23
15. Anonymous. The British Association of Dermatologist [online].www.bad.org.uk. 2008
16. Sticherling M, Pellowski D. Lupus erythematosus. In: Hertl M, editor. Autoimmune
Diseases of the Skin Pathogenesis, Diagnosis, Management, 2nd ed. New York: Springer
Wien; 2008: p.183-229
17. Draper R. Discoid Lupus Erithematous [online].www.patient.co.uk. 2009
18. Thomas B. Cutaneous lupus erythematosus. In: Wolff K, Johnson RA, editors.
Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: Mc
Graw-Hill; 2007: p.376-87
19. Dellavelle R. Lupus erythematosus. In: Graham BR, Burns T, editors. Lecture Notes of
Dermatology, 8th ed. Jakarta: EMS; 2005: p.172-3
20. Panjwani, Suresh. Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. JABFM.
2009:22:206-13
21. Anonymous. Skinsite: Discoid Lupus Erythematosus [online]. www.skinsite.com. 2008
22. Casetty, C.T. Chronic Cutaneus Lupus Erythematosus. Dermatol online jour. 11(4):26
23. Osman B, Badri T. Discoid Lupus Erythematosus in an infant.Dermatol online jour.
2005:11(3):38

20

More Related Content

What's hot (20)

Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
Tumor Tulang (Bone Neoplasma)
 
kolestasis
kolestasiskolestasis
kolestasis
 
Abses hati
Abses hatiAbses hati
Abses hati
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
 
Aki
AkiAki
Aki
 
Nefrotik vs nefritik
Nefrotik vs nefritikNefrotik vs nefritik
Nefrotik vs nefritik
 
Skleroderma ppt
Skleroderma pptSkleroderma ppt
Skleroderma ppt
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 
Tumor tulang shb
Tumor tulang shbTumor tulang shb
Tumor tulang shb
 
Prurigo nodularis
Prurigo nodularisPrurigo nodularis
Prurigo nodularis
 
Sindroma koroner akut
Sindroma koroner akutSindroma koroner akut
Sindroma koroner akut
 
Limfadenopati
LimfadenopatiLimfadenopati
Limfadenopati
 
ITP (IDIOPATIK THROMBOSITOPENIK PURPURA)
ITP (IDIOPATIK THROMBOSITOPENIK PURPURA)ITP (IDIOPATIK THROMBOSITOPENIK PURPURA)
ITP (IDIOPATIK THROMBOSITOPENIK PURPURA)
 
Impetigo Bullosa
Impetigo BullosaImpetigo Bullosa
Impetigo Bullosa
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 
Ppt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidismePpt hipertiroidisme
Ppt hipertiroidisme
 

Similar to LED KULIT

Sle dan stefen jhonson sindrome
Sle dan stefen jhonson sindromeSle dan stefen jhonson sindrome
Sle dan stefen jhonson sindromewhiely_joenior
 
PPT lupus eritematosus systemic
PPT lupus eritematosus systemicPPT lupus eritematosus systemic
PPT lupus eritematosus systemicDavid Makmur
 
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdfSlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdfwidarma atmaja i komang
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikRachmat Gunadi Wachjudi
 
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"DION RANGGA
 
BAB II (1).pdf
BAB II (1).pdfBAB II (1).pdf
BAB II (1).pdfDedekAdrsi
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemenOperator Warnet Vast Raha
 
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)Asep Mulyaang
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMJM Networks
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMJM Networks
 
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathyChronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathyVertilia Desy
 

Similar to LED KULIT (20)

Sle dan stefen jhonson sindrome
Sle dan stefen jhonson sindromeSle dan stefen jhonson sindrome
Sle dan stefen jhonson sindrome
 
ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.doc
ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.docASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.doc
ASKEP_SLE_DAN_HIPERSENSITIFITAS.doc
 
PPT lupus eritematosus systemic
PPT lupus eritematosus systemicPPT lupus eritematosus systemic
PPT lupus eritematosus systemic
 
PJBL SLE
PJBL SLEPJBL SLE
PJBL SLE
 
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdfSlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
 
Autoimunitas
AutoimunitasAutoimunitas
Autoimunitas
 
Presentation1 Idk 2
Presentation1 Idk 2Presentation1 Idk 2
Presentation1 Idk 2
 
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
MAKALAH IMUNOLOGI "LUPUS"
 
BAB II (1).pdf
BAB II (1).pdfBAB II (1).pdf
BAB II (1).pdf
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
150095252 makalah-imser-imunodefisiensi-komplemen
 
Aspek imunologi sle
Aspek imunologi sleAspek imunologi sle
Aspek imunologi sle
 
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
 
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetikaMakalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
Makalah biologi tentang sistem imun dan rekayasa genetika
 
Lupus eritematosus sistemik d&t gunadi
Lupus eritematosus sistemik d&t gunadiLupus eritematosus sistemik d&t gunadi
Lupus eritematosus sistemik d&t gunadi
 
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathyChronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy
 
Resume imunologi
Resume imunologiResume imunologi
Resume imunologi
 
Lepra
LepraLepra
Lepra
 

More from Faradhillah Adi Suryadi

Topic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular TraumaTopic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular TraumaFaradhillah Adi Suryadi
 
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdfIntraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdfFaradhillah Adi Suryadi
 
Fundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgeryFundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgeryFaradhillah Adi Suryadi
 
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptxMeasurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptxFaradhillah Adi Suryadi
 
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgeryFundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgeryFaradhillah Adi Suryadi
 
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdfFaradhillah Adi Suryadi
 
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1cHubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1cFaradhillah Adi Suryadi
 
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur Faradhillah Adi Suryadi
 
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraClosed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraFaradhillah Adi Suryadi
 

More from Faradhillah Adi Suryadi (20)

Topic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular TraumaTopic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
 
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdfIntraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
 
Fundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgeryFundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgery
 
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptxMeasurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
 
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgeryFundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
 
LKB IIM.pptx
LKB IIM.pptxLKB IIM.pptx
LKB IIM.pptx
 
ambliopia
ambliopiaambliopia
ambliopia
 
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
 
TIME OUT EED.docx
TIME OUT EED.docxTIME OUT EED.docx
TIME OUT EED.docx
 
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1cHubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
 
Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksiKesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi
 
Tumor Glandula Lacrimal
Tumor Glandula LacrimalTumor Glandula Lacrimal
Tumor Glandula Lacrimal
 
Techniques for the Difficult Airway
Techniques for the Difficult AirwayTechniques for the Difficult Airway
Techniques for the Difficult Airway
 
Tanatologi
TanatologiTanatologi
Tanatologi
 
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
 
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraClosed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
 
Abses hepar
Abses heparAbses hepar
Abses hepar
 
Pemeriksaan gangguan penghidu.pptx
Pemeriksaan gangguan penghidu.pptxPemeriksaan gangguan penghidu.pptx
Pemeriksaan gangguan penghidu.pptx
 
Unstable Angina Pectoris
Unstable Angina PectorisUnstable Angina Pectoris
Unstable Angina Pectoris
 
Ambigus genitalia
Ambigus genitaliaAmbigus genitalia
Ambigus genitalia
 

Recently uploaded

Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxDiagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxMelisaBSelawati
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptxgizifik
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxAcephasan2
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUNYhoGa3
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxagussudarmanto9
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanDevonneDillaElFachri
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxDianaayulestari2
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiNezaPurna
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptAcephasan2
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 

Recently uploaded (20)

Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptxDiagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
Diagnosis ILTB terapi dan monitoring TPT Fix.pptx
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
1. Penilaian Konsumsi Pangan dan Masalah Gizi.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptxpenyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
penyakit jantung koroner pada Prolanis.pptx
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptxKONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL.pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 

LED KULIT

  • 1. LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID PENDAHULUAN Lupus Eritematosus Diskoid (LED) adalah bentuk lupus eritematosus non-sistemik yang paling sering ditemui. Lesi awal dapat nampak sebagai makula atau papul berukuran 1-2 cm dengan warna merah keunguan atau plakat kecil yang permukaannya menjadi hiperkeratotik dalam waktu singkat. Lesi umumnya berubah menjadi plakat eritem berbentuk koin (diskoid) berbatas tegas yang ditutupi sisik yang meluas hingga ke bukaan dari folikel rambut yang telah melebar. Jika sisik tersebut dikupas, lapisan bawah akan tampak seperti karpet yang ditusuk dengan beberapa paku sehingga disebut sebagai penampakan paku karpet.[1,2] LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan klinis dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas.[1] Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang pertama kali dibuat pada tahun 1977. Lupus Eritematosus Diskoid merupakan bagian dari Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (LEKK).[3] Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.[2,3] EPIDEMIOLOGI Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus kutaneus. LED dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45 tahun, dengan rata-rata umur 38 tahun. LED tidak biasa ditemukan pada anak, sehingga tidak ada data khusus mengenai prevalensi kejadian LED. [2,4] Namun, jika dianamnesis dengan baik, LED pada anak merupakan manifestasi klinis dari penyakit sistemik. [5]. Secara umum, LE pada neonatus terjadi 1 dari 20.000 kelahiran bayi per tahun. [6] Meskipun tidak ada observasi lebih lanjut mengenai predileksi LE pada ras, LE pada anak lebih umum terjadi pada anak yang berkulit hitam, Amerika Latin, dan Asia (rasio 3:1 berbanding dengan anak kulit putih). Perbandingan LE kutaneus pada anak perempuan dan 1
  • 2. laki-laki adalah 3:1. Pada masa pra-pubertas, dilaporkan bahwa perbandingan penderita LE kutaneus adalah antara 1:1 dan 3:1, sedangkan rasio untuk setelah pubertas (dewasa) adalah sekitar 8:1 dan 10:1. [6] LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5 % dari kasus LED dapat mengarah ke LES. [2,4] ETIOLOGI Penyebab pasti dari LED tidak diketahui secara pasti. Adapun faktor resiko dari kejadian LED adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (paparan sinar matahari dan obatobatan) yang memicu suatu respon autoimunitas. Lupus mengakibatkan perubahan pada regulasi sistem kekebalan sehingga tubuh menjadi sensitif terhadap jaringan selnya sendiri. [7] Faktor-faktor lingkungan, obatobatan, zat-zat infektan Gen-gen rentan Respon Kekebalan Abnormal Sel T-Pembantu Sel B Sel-sel rusak memberi sinyal, merusak daya tahan, apoptosis Autoantibody Kekurangan sel pengatur yang mengendalikan autoreaktivitas Immune complex Perkembangan Penyakit, Penyebaran Epitope Kerusakan jaringan Gambar 1. Bagan Faktor Resiko dan Kaitannya dengan Patogenesis Lupus Eritematosus [7] Adanya riwayat keluarga dengan penyakit jaringan konektif apapun, merupakan faktor resiko kuat untuk timbulnya LED. [8] Asumsi autoimunitas ini pertamakali ditemukan dikemukakan dengan adanya gen major histocompatibility complex (MHC), khususnya alel human lymphocyte antigen (HLA). Dilaporkan bahwa penderita LED mengalami peningkatan bermakna dari de43HLA-B7,-B8,DR2, dan -DQA0102 serta penurunan HLA-A2 dengan kombinasi dari HLA-DR3,HLA DQA 0102 dan HLA-B7 menyebabkan resiko relatif LED yang paling maksimal. Frekuensi LED juga meningkat pada karier penyakit granulomatosa 2
  • 3. kronik terpaut kromosom X yang berjenis kelamin wanita. Defisiensi genetik komplemen seperti C2,C3,C4 dan C5 serta inhibitor esterase C1 juga dihubungkan dengan LED dan LECS [1,9] Ada bukti bahwa TNF merupakan faktor predisposisi untuk lupus, dalam hal ini gen TNF-α (-308A). Parameter gen TNF-α-308A ini akan meningkat jika terkena paparan sinar matahari (UVB). [8] Pada sel keratinosit yang dipajani sinar ultraviolet, antigen yang seharusnya ada dalam inti dan sitoplasma sel akan keluar ke membran keratinosit sehingga dapat diikat oleh antibody seperti anti-SSA, anti-SSB atau anti-RNP. Hal ini dapat mengawali keseluruhan proses imunologis yang mendasari terbentuknya lesi pada LED.[9] Selain paparan sinar matahari, faktor resiko lain adalah perokok. Suatu penelitian berbasis case-control melaporkan bahwa perokok jauh lebih beresiko menderita LE daripada orang yang tidak merokok dan bahwa kemungkinan hal ini disebabkan oleh suatu zat yang disebut amina aromatik lupogenik yang ada dalam asap tembakau.[1] Sejenis struktur tubuler berukuran diameter ± 20 nm dan sangat mirip dengan paramiksovirus ditemukan pada sel endotel pembuluh darah, histiosit perivaskuler, atau fibroblast dari lesi LED. Struktur tersebut akan berkurang jumlah dan ukurannya setelah penggunaan klorokuin. Jika struktur tersebut adalah virus, kemungkinan struktur tersebut dapat berperan sebagai presipitator LED. Penemuan antibodi RNA reovirus pada 42% pasien juga menguatkan dugaan adanya peranan virus dalam perjalanan penyakit LED [10] PATOGENESIS Penyebab dan mekanisme pathogenesis yang mengakibatkan LE masih belum diketahui sepenuhnya. Patogenesis LED tidak dapat dipisahkan dari pathogenesis LES. Patogenesis tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah bagan yang menjelaskan empat tahapan teoritis yang berurutan yang terjadi sebelum adanya penampakan klinis dari penyakit ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah pewarisan gen yang menyebabkan penderita lebih mudah terkena penyakit, induksi autoimunitas, perluasan proses autoimun dan jejas imunologis:[1] 3
  • 4. HLA dan Lainnya Pewarisan Gen/ Mutasi Somatik Sinar UV dan Lainnya Hilangnya toleransi terhadap komponen tubuh Pembentukan Autoantibodi Ekspansi Sel T Perluasan Proses Autoimun Pembentukan kompleks imun Jejas immunologis Gambar 2: Patomekanisme Lupus Eritematosus [8] Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi LE. Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE dengan MHC kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga dianggap berperan dalam pathogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan komplemen dan tumor necroting factor (TNF), gen yang memediasi apoptosis serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel serta gen yang berperan dalam pembersihan kompleks imun. [1] Tahap kedua dari pathogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan proses autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang telah kehilangan toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi autoreaktifitas tersebut antatara lain: [1,3] 1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel stem, jika dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan menggantikan sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel muda yang tidak toleran 2. Imunisasi-silang. Pajanan antigen yang bereaksi silang dengan tolerogen dapat memicu aktivasi sel limfosit T helper (Th) spesifik untuk antigen yang bereaki silang dan juga menyediakan sinyal yang dibutuhkan limfosit autoreaktif untuk menimbulkan efek pada tolerogen. 3. Stimulasi klon anergi Anergi adalah suatu proses yang menghilangkan kemampuan imunologis klon autoreaktif yang berhasil lolos dari delesi klonal sehingga klon-klon tersebut tidak dapat merespon rangsangan oleh antigen. Diperkirakan bahwa suatu stimulasi sel limfosit T tertentu dapat menghilangkan anergi dan mengawali proses autoreaktifas 4
  • 5. Selain pembentukan klon autoimun, pada tahap kedua dari patomekanisme LE juga dijelaskan antigen yang berperan dalam autoimunitas. Seperti dibahas sebelumnya, antigen LE kebanyakan adalah antigen yang terdapat di dalam inti dan sitoplasma dari sel keratinosit yang terbebaskan ke membran sel akibat mekanisme tertentu. Uji laboratorium telah membuktikan bahwa antigen tersebut dapat keluar akibat pajanan sinar ultraviolet. Selain itu, faktor lain yang dapat memicu lesi LED dan kemungkinan berhubungan dengan pembebasan antigen dari inti dan sitoplasma keratinosit adalah trauma, infeksi, pajanan dingin, sinar-X hingga bahan kimia.[9,10] Setelah klon autoimun terbentuk, terjadi suatu mekanisme yang memperbanyak dan memperluas klon yang bermasalah ini. Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya melibatkan peningkatan respon autoimun yang dipicu antigen secara progresif. Pada tahap ini, autoantibody dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda. Walaupun sangat banyak, autoantibody LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm dan anti-RNP) molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).[1] Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara klinis dan menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis. tahapan ini sebagian besar diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun yang terbentuk yang menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel secara langsung, aktivasi seluler, opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi molekul target. [1] GEJALA KLINIS Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang paling umum ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit kepala dan telinga, tetapi persebarannya juga bisa lebih luas dan berlokalisasi simetrik. Walaupun begitu, lesi di bawah leher sangat jarang ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak (makula merah atau bercak meninggi), berbatas jelas, dengan sumbatan keratin pada folikelfolikel rambut (follicular plugs). Bila lesi-lesi diatas rambut dan pipi berkonfluensi, dapat membentuk seperti kupu-kupu (butterfly erythema). [11, 12] Penyakit dapat meninggalkan sikatriks atrofi, kadang-kadng hipertrofik, bahkan distorsi telinga atau hidung. Hdung dapat berbentuk seperti paruh kakatua. Bagian badan yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih cepat beresidif daripada bagian-bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa, yakni di mukosa oral dan vulva atau di konjungtiva. Klinis nampak deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatrisasi. [12] 5
  • 6. Varian klinis LED ialah : [12] 1. Lupus eritematosus tumidus Bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi, terlihat di muka, lutut, dan tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erysipelas dan selulitis. 2. Lupus eritematosus profunda Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan atas. Kulit diatas nodus eritematosa, atrofik, atau berulserasi 3. Lupus hipotrofikus Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, teridir atas plak yang berindurasi dengansentrum yang atrofik. 4. Lupus pernio (chilblain lupus, Hutchinson) Penyakit terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di daerah-daerah yang tidak tertutp pakaian, memburuk pada hawa dingin. Lesi primer LED adalah makula atau papul eritem asimetris tanpa gejala subjektif dengan sisik ringan hingga sedang. biasanya berukuran 1-2 cm. Seiring dengan perjalanan penyakit, sisik dapat menebal dan melengket, disertai hipopigmentasi di daerah inaktif (tengah) dan hiperpigmentasi di batas aktif. Jika mengenai daerah berambut seperti kulit kepala dan janggut, skar dengan alopesia permanen dapat terjadi. Lesi LED seringkali tersebar mengikuti pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terpajan tetap dapat terkena lesi.[2,4,13] Setelah beberapa lama, lesi LED akan berubah menjadi pakat eritem berbatas tegas yang titutupi oleh sisik yang meluas hingga ke folikel rambut. Jika sisik yang melekat dilepaskan, jarum-jarum keratotik yang mirip dengan paku karpet dapat terlihat di bagian bawah sisik (tanda paku karpet). Lesi meluas dengan eritem dan hiperpigmentasi di pinggir dengan skar atrofi, telangiektasis dan hipopigmentasi di tengah. [14] LED dapat dibedakan menjadi LED lokalisata yang mengenai wajah dan leher serta LED generalisata yang mengenasi bagian atas dan bawah dari leher. Lesi LED di bawah leher. [13,14] 6
  • 7. Gambar 3: LED di wajah pasien[13] Gambar 4: Skar dengan alopesia akibatLED[13] Biasanya LED tidak menimbulkan gejala objektif pada pasien selain ketidaknyamanan kosmetik akibat lesi dan skar. Kadang-kadang daerah yang terpengaruh terasa gatal dan jika mengenai jari, terasa lembut dan nyeri tekan. LED juga tidak mempengaruhi status kesehatan pasien secara umum. [15] PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. PEMERIKSAN HISTOPATOLOGIS [3] Secara histologis, epidermis dan dermis penderita LED yang mengalami perubahan sedangkan jaringan subkutannya tidak. Penampakan mikroskopis yang khas untuk LED adalah hiperkeratosis dengan sumbatan folikel, penipisan dan pendataran epitel serta degenerasi hidrofik lamina basalis.Selain itu, terdapat keratinosit apoptotik yang tersebar (badan Civatte) pada lamina basalis. Pada lesi yang sudah lama, penebalan membrana basalis terlihat jelas pada pewarnaan acid-Schiff. Pada jaringan dermis terdapat infiltrat limfositik berbentuk perca atau likenoid disertai pengangkatan folikel pilosebaseus. Juga terdapat penimbunan musin pada ruang interstisial dan udem, dan biasanya tidak dijumpai eosinofil maupun neutrofil. 7
  • 8. Gambar 5: Degenerasi hidrofik lamina basalis pada LED[3] 2. LUPUS BAND TEST (LBT) [1] Imunoglobulin (IgA,IgG, IgM) dan komponen komplemen (C3,C4,Clz,properdin, faktor B dan membrane attack complex C5b-C9) akan tertimbun menjadi susunan menyerupai pita linear atau granuler pada taut dermo-epidermal dari kulit pasien LE sehingga dapat diamati dengan uji direct immunofluorescence yang disebut Lupus Band Test (LBT). Penelitian awal menyebutkan bahwa 90% lesi LED imunoreaktan sehingga positif LBT tetapi penelitian terbaru menunjukkan angka yang lebih rendah. Lesi di kepala, leher dan lengan lebih sering positif (80%) dari lesi di badan (20%). LBT nampaknya lebih sering positif pada lesi yang lebih tua (>3 bulan). Gambar 6. Pemeriksaan direct immunofluorescence pada biopsy kulit lesi LED.[1] 8
  • 9. 2. Tes lainnya Berikut adalah tabel yang menampilkan ringkasan hasil laboratorium untuk LED dengan perbandingan dengan LEKA dan LEKS : Ciri penyakit ANA Antibodi RO/SSA -dg imunodifusi - dg ELISA Antibodi DNA antinatif Hipokomplementemia LED + LEKA +++ LEKS ++ 0 + +++ +++ + ++ + + +++ +++ 0 + LEKA, lupus eritematosus kutaneus akut; LEKS, lupus eritematosus kutaneus subakut; ANA,antibodi antinuclear; ELISA, enzyme linked immunosorbent assay +++,sangat berhubungan; ++, agak berhubungan; +,berhubungan lemah; 0,negatif, tidak berhubungan Tabel 2: Ringkasan hasil laboratorium LED dengan perbandingan LEKA dan LEKS. (dari Cutaneus Lupus Erythematosus). [3] Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) oleh A.R.A (the American Rheumatism Association) : [12] 1. Eritema fasial (butterfly rash) 2. Lesi diskoid, sikatrik hipotrofik 3. Fotosensitivitas 4. Ulserasi di mulut dan nasofaring 5. Artritis (non erosif, mengenai 2 atau lebih sendi perifer) 6. Serositis (pleuritis, perikarditis) 7. Kelainan ginjal (proteinuria > 0.5g/sehari, cellular casts) 8. Kelainan neurologic (kelelahan, psikosis) 9. Kelaianan darah, yakni anemia hemolitik, leukopenia (<4000/ul) limfopenia atau trombositopenia (<100.000/uL) 10. Gangguan immunologic {[sel L.E., anti DNA, anti –Sm, (antibody terhadap antigen anti otot polos) atau positif semu tes serologik untuk sifilis]} 11. Antibodi antinuklear Diagnosis LES ditegakkan jika paling sedikit ditemukan 4 diantara 11 manifestasi diatas. Manifestasi klinis LED dan LES hampir sama, namun penegakan diagnosis Lupus Eritematosus Diskoid (LED) tidak mutlak ditentukan menurut A.R.A (the American Rheumatism Association), seperti pada LES. Berikut perbedaan antara LED dan LES : [12] 9
  • 10. L.E.D (Lupus eritematosus diskoid) L.E.S (Lupus eritematosus sistemik) - Insidens pada wanita lebih banyak - Wanita jauh lebih banyak daripada pria, daripada pria, usia biasanya lebih dari 30 umumnya terbanyak sebelum usia 40 tahun tahun (antara 20-30 tahun) - Kira-kira 5% berasosiasi dengan atau menjadi LES - Kira-kira 5% mempunyai lesi-lesi kulit LED - Lesi mukosa oral dan lingual jarang - Lesi mukosa lebih sering terutama pada LES akut - Gejala konstitusional jarang - Gejala konstitusional sering - Kelainan laboratorik dan imunologik jarang - Kelainan laboratorik dan imunologik sering DIAGNOSIS Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis, pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis: Pasien mungkin mengeluh gatal ringan atau nyeri sesekali dalam lesi, tetapi kebanyakan pasien tanpa gejala. Sekitar 5% atau kurang pasien LED telah terlibat dalam kelainan sistemik. Arthralgia atau arthritis mungkin terjadi. Jadi, anamnesis harus difokus pada riwayat penyakit dan gejala LE yang berkaitan seperti fotosensitivitas, arthralgia atau arthritis, alopesia areata serta fenomena Raynaud, aborsi spontan pneumonia, karditis serta gangguan neurologis. Untuk mendukung diagnosis klinis, pemeriksaan histologis serta imunohistokimia lesi kulit akan dilakukan.[13,16] Pemeriksaan fisis (gejala klinis): Lesi primer LED adalah papul eritematosa atau plak dengan gambaran sisik (lihat gambar di bawah). Semakin lama lesi semakin aktif, sisik semakin menebal dan terjadi perubahan pigmentasi dengan hipopigmentasi di daerah pusat lesi dan pada daerah perbatasan tidak aktif dan hiperpigmentasi. [13,17] Gambar 7: Bekas luka kronis lesi LED[13] 10
  • 11. Lesi menyebar sentrifugal dan dapat bergabung. Dengan bertambahnya usia lesi, pelebaran bukaan folikular terjadi dengan plug keratinous, disebut folikel patulous (lihat gambar di bawah). Resolusi lesi aktif mengakibatkan atrofi dan terjadinya jaringan parut.[13] Gambar 8: Lesi LED dalam konka menunjukkan folikel dengan sumbatan [13] Lesi awal mungkin sulit untuk dibedakan dengan lesi LEKS. Lesi LED seringkali tersebar menurut pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terkena sinar matahari dapat pula terkena. Kulit kepala seringkali terkena sehingga menghasilkan alopesia .[13] Gambar 9: Jaringan parut meluas dengan alopesia[13] Pasien dengan LED sering dibagi menjadi 2 kelompok: lokal dan generalisata. LED lokal terjadi ketika hanya pada kepala dan leher, sedangkan LED generalisata terjadi ketika daerah lain [13] 11
  • 12. Gambar 10: lesi LE kronik pada tubuh pasien [13] DIAGNOSIS BANDING Diagnosis Banding dari LED antara lain:  Dermatitis seboroik Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan akak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Tempat predileksi pada daerah yang banyak kelenjat sebasea seperti kepala, belakang telinga, supraorbital yaitu pada alis, dahi, glabela, lipatan nasolabial, areola mame, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital.(1,12) Gambar 11 : Dermatitis seboroik berupa eritema dan skuama berminyak pada lipatan nasolabial.(1)  Melasma Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa macula yang tidak merata berwarna cokla muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. (1,12) 12
  • 13. Gambar 12 : Gambaran makula berupa hiperpigmentasi pada daerah pipi, hidung dan atas bibir. (1)  Acne Rosacea Merupakan peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustule, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila dikombinasi dengan akne. (1,12) Gambar 13 : Acne rosacea dengan gambaran eritema pada seluruh muka.(1)  Keratosis Aktinik Gambaran klinis berupa bercak-bercak merah dan berskuama, yang secara khas bertambah besar dan menyusut bersama dengan waktu, dapat timbul ratusan lesi pada orangorang yang sering terpapar sinar matahari. [19] 13
  • 14. Gambar 14: Aktinik keratosis hipertrofik pada dorsum manus pasien[1]  Psoriasis Gambaran utama psoriasis adalah, epidermis menajdi sangat menebal (akantosis). Tidak terdapat stratum granulosum. Retensi nukleus pada stratum korneum (parakeratosis). Akumulasi polimorf pada stratum korneum (mikroabses). Pelebaran pembuluh darah kapiler pada dermis bahagian atas.[19] Gambar 15: Psoriasis vulgaris yang meluas dari kulit kepala ke leher[1]  Liken Planus Liken planus merupakan kelainan yang agak bervariasi bentuknya. Bentuk yang paling sering adalah adanya erupsi akut pada papula yang gatal. Gambaran klinis: lesi-lesi kulitnya berpermukaan rata, mengkilat, dan poliglonal. Gambaran permukaannya tampak seperti anyaman halus dari bintik-bintik dan garis-garis, disebut sebagai “Wickham’s striae” [19] 14
  • 15. Gambar 16: plakat berpuncak rata dengan Wickham’s striae pada ekstremitas penderita [1]  Lupus Ertitematosus Kutaneus Subakut Terdapat lesi-lesi papuloskuamosa atau anular tanpa pembentukan jaringan parut, terutama pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari. Mugkin juga didapatkan gejala sistemik, walaupun biasanya ringan. [19] Gambar 17: LEKS dengan lesi anular dengan pusat hipopigmentasi tanpa atrofi kulit pada punggung dan lengan 15
  • 16. PENATALAKSANAAN A. PENCEGAHAN Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk mencegah perkembangan lesi lebih lanjut. [1] Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh paparan sinar ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid lupus harus mencakup menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir surya. Pengobatan dimulai dengan menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun cara yang digunakan untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang tertutup, topi yang lebar. Selain itu pasien disarankan untuk menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti Hidroclorothiazid, tetrasklin, griseofulvin, dan piroxicam. Pasien juga disarankan untuk melakukan follow-up setelah perawatan untuk memastikan ada atau tidak komplikasi.[1] B. PENGOBATAN TOPIKAL 1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap air [SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parsol dan mikronized titanium dioksida. [1] 2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini seperti triamsinolon asetonid 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal superpoten kelas satu seperti klobetasol propinoat atau betametason diproprionat memberikan hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2 kali sehari selama 2 minggu diikuti dengan 2 minggu periode istirahat dapat meminimalkan komplikasi seperti atropi dan telengiektasis. Salep lebih efektif daripada krim pada lesi hiperkeratosis. [1] 3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan glukokortikoid intralesi seperti suspensi triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi tinggi dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada lesi hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan kortikosteroid lokal, namun perlu berhati-hati menggunakan pengobatan ini pada pasien dengan jumlah lesi cukup banyak. [1] 16
  • 17. C. PENGOBATAN SISTEMIK Terapi dengan antimalaria adalah terapi yang baik digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi. Tiga preparat umum Yang biasa digunakan termasuk klorokuin, hidroklorokuin, dan mepacrine. Sebaiknya hidroklorokuin dimulai dengan dosis 200 mg per hari untuk dewasa dan, jika tidak ada efek samping gastrointestinal atau lainnya, dosis ditingkatkan dua kali sehari tetapi tidak diberikan lebih dari 6,5 mg/ kg/ hari. Penting ditekankan kepada pasien bahwa dibutuhkan waktu 4-8 minggu untuk memperoleh perbaikan klinis. Pada beberapa pasien yang tidak mempan dengan hidroklorokuin, klorokuin mungkin lebih efektif. Beberapa pasien tidak merespon baik monoterapi hydroxychloroquine atau klorokuin sehingga dianjurkan penampahan mepacrine ke dalam regimen pengobatan. [20] Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%, dengan banyak laporan pasien yang dinyatakan sembuh sempurna. Adapun efek sampingnya ialah efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil. Selain itu neuropati sensorik dapat terjadi pada sekitar 25% dari padien yang mengkonsumsi obat ini.[1] Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas [auranofin, mycochrysine] dan clofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap kasus. [1] Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi yang sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan simtomatik metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti azatioprin [imuran] 1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai glukokortikoid-sparing pada kasus lupus eritematosus kutaneus berat. Mikofenolat mofetil [25-45 mg/kg/hari oral] maerupakan analog purin yang serupa dengan azatioprin. Metotreksat [7,5-25mg/kg oral sekali seminggu] efektif untuk kasus berat yang refrakter. [1] D. TERAPI BEDAH DAN KOSMETIK LED dapat menimbulkan alopesia permanen, atropi kulit, dan perubahan pigmen. Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan dermabrasi beresiko karena LED dapat dipicu oleh trauma. Pemulihan dari skar atropi dengan Erbium : YAG atau laser karbon dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya sebaiknya dihindari. [1] 17
  • 18. KOMPLIKASI Resiko perkembangan penyakit menjadi LES meningkat jika lesi menyebar dan terdapat abnormalitas hasil pemeriksaan darah dan parameter serologis. Pengobatan dini dapat mencegah terjadinya jaringan parut atau atrofi. Degenerasi malignan jarang terjadi. Pencegahan tumbuhnya lesi baru dianjurkan pada daerah yang sering terekspos.[17] PROGNOSIS . Prognosis LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan berkembang menjadi LES. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama pada musim semi dan musim panas. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.[10,12,17] 18
  • 19. DAFTAR PUSTAKA 1. Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, et al, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2003: p.1678-93 2. Binnick AN, Habif TP. Connective tissue diseases. In: Habif TP, editor. Clinical dermatology: A color guide to diagnosis and therapy, 3rd ed. St. Louis: Mosby-Year Book Inc; 1996: p.587-625. 3. Kuhn A, Ruzicka T. Classification of cutaneous lupus erythematosus. In: Kuhn A, Lehmann P, Ruzicka T, editors. Cutaneous lupus erythematosus, 4th ed. Berlin: Heidelberg Springer-Verlag; 1995: p.53-7 4. Anonymous. AOCD: Discoid Lupus Erythematosus [online]. www.aocd.org. 2007. 5. Papadimitaki ED, Isenberg DA. Childood-and Adult-onset Lupus : an Update of Similarities and Differences : Epidemiological & Clinical Features of SLE [online]. http://www.medscape.com/viewarticle/708057_2 6. Callen JP. Neonatal and Pediatric Lupus Erythematosus [online]. http://emedicine.medscape.com/article/1006582-overview#a0156. 7. Osmola A, Namys J, Jagodzinski P, Prokop J. Genetic Background of Cutaneous Forms of Lupus Erythematosus : Update on Current Evidence. J, Appl. Genet. 2004:45(1):7786 8. Wallace D. Discoid lupus erythematosus. In: The Lupus Book: A Guide for Patients and Their Families, 4th ed. UK: Oxford University Press; 2010: p.231-245 9. Werth V. Current treatment of cutaneous lupus erythematosus. Dermatol online jour. 2001:7(1):2 10. Goodfield MJ ,Jones SK, Veale DJ. The connective tissue disease. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of dermatology, 7th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing Company; 2004: p. 1646-793 11. Lee LA, Werth VP. Lupus erythematosus. In: Bolognia JL, Joseph LJ, Rapini RP. Bolognia, editors. Dermatology, 2nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008: p.105-13 12. Djuanda S. Penyakit jaringan konektif. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5. Jakarta : Balai Penerbi FKUI; 2010 : p.264-272 13. Callen J.P. Lupus Erythematosus Discoid [online].www.emedicine.com.2007 19
  • 20. 14. Rai, VM, Balachandran, C. Disseminated Discoid Lupus. Dermatol online jour. 2006:12 (4):23 15. Anonymous. The British Association of Dermatologist [online].www.bad.org.uk. 2008 16. Sticherling M, Pellowski D. Lupus erythematosus. In: Hertl M, editor. Autoimmune Diseases of the Skin Pathogenesis, Diagnosis, Management, 2nd ed. New York: Springer Wien; 2008: p.183-229 17. Draper R. Discoid Lupus Erithematous [online].www.patient.co.uk. 2009 18. Thomas B. Cutaneous lupus erythematosus. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2007: p.376-87 19. Dellavelle R. Lupus erythematosus. In: Graham BR, Burns T, editors. Lecture Notes of Dermatology, 8th ed. Jakarta: EMS; 2005: p.172-3 20. Panjwani, Suresh. Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. JABFM. 2009:22:206-13 21. Anonymous. Skinsite: Discoid Lupus Erythematosus [online]. www.skinsite.com. 2008 22. Casetty, C.T. Chronic Cutaneus Lupus Erythematosus. Dermatol online jour. 11(4):26 23. Osman B, Badri T. Discoid Lupus Erythematosus in an infant.Dermatol online jour. 2005:11(3):38 20