SlideShare a Scribd company logo
1 of 109
Download to read offline
KATA PENGANTAR

Pujian, syukur, dan terima kasih kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmatNya tulisan dengan judul LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA
PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2010 dapat diselesaikan dengan
baik. Kegiatan Evaluasi ini telah diikuti oleh Universitas Papua selama 2 tahun berturut-
turut yaitu 2008, 2009, dan tahun 2010 merupakan keikutsertaan Universitas Papua yang
ketiga. Pengalaman yang dimiliki dalam melaksanakan EKPD dan tersedianya data yang
memadai diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih baik dari tahun sebelumnya.

Kegiatan EKPD tahun 2010 ini memiliki nuansa yang sedikit berbeda dengan kegiatan-
kegiatan EKPD tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena EKPD 2010 bertepatan
dengan peralihan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 ke
RPJM 2010 – 2014. Oleh karenanya, EKPD 2010 akan diarahkan mencakup dua
kegiatan yaitu, pertama, mengevaluasi pelaksanaan PRJM 2004-2009 di Provinsi Papua
Barat dengan analisis sebagaimana evaluasi tahun lalu. Hasil evaluasi EKPD akan
memberikan gambaran yang utuh mengenai pelaksanaan RPJMN di daerah, baik
pencapaian maupun permasalahan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencapai target-target yang telah
ditetapkan tersebut. Kedua,d alam RPJMN 2010 – 2014 yang telah mulai dilaksanakan,
terjadi perubahan yang cukup besar dengan RPJMN sebelumnya. Untuk itu perlu
dilakukan evaluasi ex-ante tentang relevansi untuk membandingkan dan menilai RPJMD
di masing-masing provinsi dengan RPJMN yang baru.

Dengan memiliki data keterkaitan antara RPJMD di provinsi dan RPJMN, maka akan
diperoleh gambaran/masukan bagi pemerintah dalam menyusun kegiatan di daerah.
Hasil evaluasi ini juga dapat bermanfaat bagi daerah untuk menyesuaikan dokumen
perencanaan daerah terhadap RPJMN apabila diperlukan.

Laporan   Akhir   EKPD    Provinsi   Papua   Barat   ini   dibuat   sebagai   salah   satu
pertanggungjawaban Tim Narasumber Provinsi Papua Barat kepada Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) sebagai mitra kerja.

Terselesainya tulisan ini sudah barang tentu tidak terlepas dari kerjasama yang baik
antara BAPPENAS dan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat, oleh karenanya pada
kesempatan ini patut disampaikan terima kasih yang tulus kepada Tim BAPPENAS yang

                                                                                         i  
EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA
 
telah berbagi pengalaman, meluangkan waktu dan tenaga yang dimiliki demi perbaikan
kerja Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sesama Tim Evaluasi Provinsi yang telah
memberikan banyak masukan dan berbagi pengalaman dalam diskusi yang telah
memperkaya wawasan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Kepada Kepala BP3D
Provinsi Papua Barat, Kepala BPS Provinsi Papua Barat dan berbagai instansi di
lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang telah membantu Tim Evaluasi Provinsi
Papua Barat pada kesempatan ini kami juga menghaturkan banyak terima kasih atas
kerjasamanya.

Disadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan yang berupa saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan laporan EKPD di masa
yang akan datang.




                                                       Manokwari, Desember 2010

                                                       Universitas Negeri Papua
                                                       Rektor,




                                                       Ir. Yan Pieter Karafir, MEc




                                                                                     ii  
EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA
 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .…………………………………………………………………………………..                                                                                   i
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………                                                                                    iii
Daftar Tabel        ……………..………………………………………………………………………                                                                             v
Daftar Gambar…………………………………………………………………………………… .                                                                                   vi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………………                                                                                     1
      A. Latar Belakang…………………………………………………………………. .......                                                                          1
      B. Tujuan dan Sasaran …………………………………………………………………                                                                              2
      C. Keluaran……………………………………………………….……………………….                                                                                  3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009                                           ………………………..                            4

          A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI ..............                                                       4
             1. Indikator …………………………………………………………………………                                                                             4
             2. Analisis Pencapaian Indikator ……………………………………………….                                                                  4
             3. Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………………                                                                        6

          B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS ....                                                            7
             1. Indikator ……………………………………………………………………….…                                                                            7
             2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………….……………                                                                  7
             3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………..…………………                                                                     15

          C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT ..............................                                              16
             1. Indikator ………………………………..……………………………………….                                                                          16
             2. Analisis Pencapaian Indikator ……………..……………………………….....                                                            17
             3. Rekomendsi Kebijakan ………………………………………………………….                                                                      55
          D. KESIMPULAN ..................................................................................................        62

BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI

          1.    Pengantar …………………………………………………….. .............................                                                    66
          2.    Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional . …………..………………                                                    67
          3.    Rekomendasi ……………………………………………… ............. ……………..                                                              64
          a.    Rekomendasi terhadap RPJMD Provinsi …………………………………… .....                                                          87
          b.    Rekomendasi terhadap RPJMN ………………………………………… ……..                                                                  89

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................................                            90

          1. Kesimpulan ............................ ……....................................................................       90
          2. Rekomendasi ......... …………………………………………………………………                                                                      92

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................        94
LAMPIRAN             …………………………………………………………………………………….                                                                            96




                                                                                                                          iii  
EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA
 
DAFTAR TABEL



Tabel 1     Opini LKPD Papua Barat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI .................                  11

Tabel 2     Target Pendidikan SMP di Papua Barat Tahun 2005-2009                  ………………….                 17

Tabel 3     Angka Partisipasi Kasar menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan
            Tahun 2007-2008 ………………..……………………………………………….…                                                   18

Tabel 4     Angka Partisipasi Murni menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
            Tahun 2007 dan 2008 ………………………………………..……………………..                                                20
Tabel 5     Jumlah dan Persentase Siswa Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan
            Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 …………………………………………..                                        21
Tabel 6 .... Angka Melek Aksara dan rata-rata lama sekolah penduduk berumur 15 Tahun
             atau lebih di Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 .............................................. 23
Tabel 7     Persentase Fasilitas Perpustakaan Terhadap Jumlah SLTP/SLTA
            Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 ………………………………………..                                         25

Tabel 8     Persentase Fasilitas Laboratorium Terhadap Jumlah SLTP dan SLTA
            Di Provinsi Papua Barat 2006-2008 ……………………………………………….                                          25
Tabel 9     Persentase jalan nasional dan jalan provinsi di Papua Barat Tahun 2004-2009                    40
Tabel 10    Produk Domestik Regional Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
            Usaha 2005-2009 (Juta Rupiah) …………………..…………………………......                                        44

Tabel 11    Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan
            Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 ........                    50




                                                                                                    iv  
EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA
 
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1    Angka Kriminilitas di Papua Barat .................................................................                      4
Gambar 2    Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Papua Barat ..                                                  5
Gambar 3    Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Papua Barat ..                                                  6
Gambar 4.   Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan
            yang dilaporkan...............................................................................................           8
Gambar 5.   Gender Development Index Papua Barat ......................................................                             12
Gambar 6.   Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan
            Gender di Papua Barat .................................................................................                 13

Gambar 7    Gender Empaowerment Measurement di Papua Barat ................................                                         14
Gambar 8    Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi kasar SD dan SMP
            di Provinsi Papua Barat 2004-2009                                                                                       18
Gambar 9    Angka melek huruf Provinsi Papua Barat 2004-2009.................................                                       22
Gambar 10   Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup dan persentase
            Gizi buruk di Papua Barat Tahun 2004-2009.................................................                              27
Gambar 11   Laju pertumbuhan penduduk dan total fertility rate di Papua Barat
            Tahun 2004-2009...........................................................................................              28
Gambar 12   Contaceprive prevalence rate, pertumbuhan pendapatan per kapita
            Dan akngka melek huruf di Papua Barat Tahun 2004-2009..........................                                         29
Gambar 13   Persentase laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun
            2004-2009................................................................................................... ..         27
Gambar 14   Indikator Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Barat tahun 2004-2009..........                                                 32
Gambar 15   PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Belaku di Papua Barat
            Tahun 2004-2009 .........................................................................................               33
Gambar 16   Indikator Pendukung PDRB Per Kapita Papua Barat, 2004-2009............. ...                                             30
Gambar 17   Laju Inflasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009. ................................                                  35
Gambar 18   Perkembangan nilai Rencana dan Realisasi PMA di Papua Barat
            Tahun 2004-2009. ........................................................................................               36
Gambar 19   Perkembangan nilai realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009 ..........                                              38
Gambar 20   Perkembangan Nilai Tukar Petani di Papua Barat 2006-2009......................                                          43
Gambar 21   Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan di Papua Barat ............. ...                                         45
Gambar 22   Jumlah Tindak Pidana Kelautan di Papua Barat ...........................................                                47
Gambar 23   Luas Lahan Konservasi di Papua Barat ........................................................                           49
Gambar 24   Penduduk Miskin di Papua Barat .................................................................                        51
Gambar 25   Indikator Pendukung Kemiskinan di Papua Barat .........................................                                 52
Gambar 26   Tingkat Penggangguran Terbuka di Papua Barat .........................................                                  54

                                                                                                                              v  
EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA
 
vi  
EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA
 
BAB I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat
tahapan      perencanaan       pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan,
pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu
tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan
mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana
pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan    Evaluasi    Pelaksanaan         Rencana   Pembangunan,   pemerintah   (Bappenas)
berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN
tersebut.

Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus
pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan
siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak
bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu
mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi
relevansi prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi.

Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah
evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan
antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.

Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi
ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu
pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan
Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang
telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi
dan analisis indikator pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                   1
relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan
keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu
juga mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN
2010-2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan
Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim
Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah
Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan
Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2)
Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.

Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan
pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah. Selain itu, hasil
evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan
pembangunan daerah.

Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih
independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut,
Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi
selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah.

Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan dengan mengacu pada panduan yang
terdiri dari Pendahuluan, Kerangka Kerja Evaluasi, Pelaksanaan Evaluasi, Organisasi
dan Rencana Kerja EKPD 2010, Administrasi dan Keuangan serta Penutup.


B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan kegiatan ini adalah:
1.   Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan
     kontribusi pada pembangunan di daerah;
2.   Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam
     RPJMN     2010-2014      dengan   prioritas/program    yang   ada    dalam    Rencana
     Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.

Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:
1.   Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di daerah;
2.   Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi dengan
     RPJMN 2010-2014.


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                       2
C. Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah:

1.   Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk
     setiap provinsi;
2.   Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010 -
     2014.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                          3
BAB II. HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009


A.   AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1.   Indikator
     Indikator untuk menilai hasil pelaksanaan RPJMN 2004-2009 tentang pembangunan
     Indonesia yang aman dan damai adalah a)              indeks kriminalitas, b) persentase
     penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan c) persentase penyelesaian kasus
     kejahatan transnasional.


2.   Analisis Pencapaian Indikator
     Angka Kriminilitas
     Angka kriminiltas di Papua Barat di wakili oleh angka kriminilitas pada Kepolisian
     Resort Manokwari.         Angka kriminilitas yang digunakan adalah seluruh kasus
     kriminilitas yang diterima oleh Kepolisian resort Manokwari, baik kasus kriminilitas
     yang diselesaikan secara kekeluargaan maupun yang diteruskan ke pengadilan.
     Adapun jumlah kasus kriminilitas 5 tahun terakhir yaitu Tahun 2005 hingga Tahun
     2009, seperti pada Gambar 1.


                                              Gambar 1.
                                Angka Kriminilitas di Papua Barat



                                       Angka Kriminilitas
           300,00

           250,00

           200,00

           150,00

           100,00

             50,00
                        2005           2006        2007         2008         2009

                                          Angka Kriminilitas

         Sumber: Kepolisian Resort Manokwari, 2010




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                      4
Jumlah kasus kriminilitas di Papua Barat cenderung meningkat hingga tahun 2008
    dan menurun pada tahun 2009. Provinsi Papua Barat merupakan provinsi termuda
    di Indonesia sehingga pertumbuhan penduduk terutama migrasi penduduk dari luar
    Papua Barat yang masuk Papua Barat cenderung meningkat sehingga tingkat
    kriminilitas terus bertambah.       Pada tahun 2009 angka kriminilitas cenderung
    menurun karena Peraturan Daerah tentang larangan penjualan bebas minuman
    keras dan pemasukan minuman keras ke Kabupaten Manokwari diefektifkan.
    Kasus kriminilitas tertinggi adalah kasus penganiayaan (15,20%), kasus pencurian
    (13,83), kasus narkotika dan obat-obatab terlarang (11,70%), kasus pelanggaran lalu
    lintas (7,45%) dan kasus pembunuhan (5,32%).
    Kasus penganiayaan, kasus pelanggaran lalu lintas dan kasus pembunuhan
    sebagian sebagian besar disebabkan oleh pengaruh minuman keras/
    Sebagian besar kasus penganiayaan terjadi karena pelaku dalam keadaan tidak
    sadar oleh minuman keras.


    Kasus Kejahatan Konvensional

    Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dua tahun terakhir di Papua
    Barat ditunjukkan oleh Gambar 2.


                                           Gambar 2
         Persentase Penyelesaian Kasus kejahatan Konvensional di Papua Barat

                       Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan
                                    Konvensional




              100,00
               80,00
               60,00
               40,00
               20,00
                0,00
                                 2008                 2009


    Sumber: Pengadilan Negeri Manokwari, 2010




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                 5
Jumlah kasus kejahatan konvensional tahun 2008 adalah 92 kasus dan Tahun 2009
     adalah 94 kasus.     Seluruh kasus kejahatan konvensional tahun 2008 dan tahun
     2009 diselesaikan pada tahun tersebut.



     Kasus Kejahatan Transnasional

     Kasus kejahatan transnasional adalah pengedaran narkotika dan obat-obat terlarang
     (narkoba). Kasus narkoba pada Tahun 2008 sebanyak 11 kasus dan tahun 2009
     sebanyak 2 kasus. Seluruh kasus narkoba dapat diselesaikan pada tahun tersebut
     (Gambar 3).


                                               Gambar 3
        Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional di Papua Barat

                        Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan
                                     Transnasional




            100,00
             90,00
             80,00
             70,00
             60,00
             50,00
             40,00
             30,00
             20,00
             10,00
              0,00
                                2008                            2009


     Sumber: Pengadilan Negeri Manokwari, 2010


3.   Rekomendasi Kebijakan


     a. Mengingat       angka   kriminilitas   tertinggi   di    Papua   Barat   adalah   kasus
         penganiayaan karena minuman keras maka peraturan daerah yang melarang
         memperdagangkan minuman keras perlu dipertegas.                   Pemerintah     harus
         mengambil tindakan tegas bagi pemasok dan pendistribusi minuman keras di
         Papua barat.


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                         6
b. Mengingat Provinsi Papua Barat terdiri dari 9 kabupaten/kabupaten kota, dan
        untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik antar kabupaten            maka
        sepatutnya Provinsi Papua Barat memiliki KAPOLDA, Kejaksaan Negeri Provinsi
        dan Pengadilan Tinggi Provinsi.


B.   AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

1.    Indikator

     Indikator untuk menilai hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 tentang
     pembangunan Indonesia yang adil dan demokratis adalah Pelayanan Publik yang
     meliputi indikator: a)    persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
     dengan yang dilaporkan, b) persentase kabupaten kota yang memiliki peraturan
     daerah pelayanan satu atap, c) persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki
     pelaporan wajar tanpa pengecualian (WTP); dan Indikator Demokrasi yang
     meliputi     a) Gender Development Index (GDI), b) Gender Enpowerment
     Measurement (GEM), dan c) Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

2.   Capaian Pelayanan Publik

     Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani

     Wacana pemberantasan korupsi belakangan ini menjadi bahasa populer yang
     diperbincangkan oleh semua kalangan. Perbincangannya dimulai dari perbincangan
     formal di tingkatan elit sampai obrolan santai di warung kopi. Hal ini wajar,
     mengingat orang Indonesia adalah orang yang kenyang jeratan korupsi, dan
     korupsi meliputi hampir seluruh ranah kehidupan orang Indonesia pada umumnya,
     dan Papua Barat pada khususnya. Akibat yang ditimbulkan dari praktek korupsi
     adalah hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik, dan ketimpangan
     sosial. Kemudian, agar hal-hal ini tidak menghilangkan norma dan tatanan yang ada
     maka oleh pemerintah agenda pemberantasan korupsi mau tidak mau harus
     menjadi pilihan. Persentasi kasus korupsi yang tertangani di Papua Barat dapat
     dilihat pada Gambar 4.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                7
Gambar 4.
                        Persentase Kasus Korupsi yang tertangani
                   dibandingkan dengan yang Dilaporkan di Papua barat


                           KASUS KORUPSI YANG TERTANGANI




                 100
                  80
                  60
                  40
                  20
                   0
                                 2008                       2009
                       % Kasus korupsi yang tertangani di bandingkan dengan yang 
                       dilaporkan


     Sumber: Pengadilan Negeri Kabupaten Manokwari (meliputi tiga kabupten: Kab. Manokwari, Kab.
             Teluk Bintuni dan Kab. Teluk Wondama), 2010.


    Berdasarkan data dan informasi tersebut diatas, tercatat bahwa periode 2004 hingga
    2007 tidak ada kasus korupsi yang dilaporkan untuk selanjutnya diproses.
    Fenomena ini secara tidak langsung memcerminkan masih kurangnya komitmen
    pemerintah daerah (Papua Barat) memberantas praktek-praktek korupsi.

    Korupsi merupakan potret yang menurunkan tingkat pelayanan publik. Praktek
    korupsi marak terjadi dimana-mana dan dilakukan secara terang-terangan, namun
    belum nampak ada upaya pencegahan dan pemberantasan dugaan-dugaan korupsi.
    Jumlah dugaan kasus korupsi yang tidak dilaporkan ke pihak berwajib relatif
    menyebabkan kasus-kasus tersebut juga tidak bisa terungkap. Masing lemahnya
    pemberantasan kasus–kasus korupsi di provinsi Papua Barat tahun 2004 hingga
    2007 lebih disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1). Indonesia memiliki
    wilayah sangat luas dari Sabang sampai Merauke sehingga keadaan tersebut turut
    mempengaruhi lemahnya kontrol pemerintah terhadap praktek-praktek korupsi di
    daerah termasuk di Papua Barat. Aparat Pemerintah Pusat yang ada di daerah
    seperti kejaksaan , kehakiman dan pihak kepolisian sebagai institusi penegak hukum
    seolah-olah tidak berdaya menghadapi praktek korupsi yang marak terjadi dan
    bahkan ada kesan institusi penegak hukum tersebut melindungi para pelaku agar
    terhindar dari proses penyidikan dan penyelidikan.


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                          8
Praktek korupsi yang dilakukan di Papua Barat sangat sistemik secara internal
    institusi, antara institusi, individu dan kelompok sehingga menjadi sangat sulit untuk
    mengungkapkan berbagai sinyalemen tindak pidana korupsi tersebut. Dokumen-
    dokumen publik seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi buku
    suci yang sulit di akses publik;    2). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
    dibentuk oleh Undang-Undang cukup berhasil di tingkat pusat, namun belum efektif
    bekerja di daerah karena hingga saat ini belum ada KPK di tingkat Daerah.
    Kebaradaan KPK bukan terbatas tugasnya memberantas dan menuntas kasus-
    kasus dugaan korupsi, tetapi dapat menjadi alat kontrol yang efektf terhadap
    penyelenggaran pemerintahan di daerah. Masyarakat dapat menyampaikan laporan
    dugaan korupsi langsung ke KPK tanpa melaluli instutusi penegak hukum lainnya;
    3). Hambatan lainnya terkait dengan kewenangan untuk mengeluarkan surat
    perintah pemeriksaan terhadap pejabat setingkat kepala daerah yang diatur oleh
    Undang-Undang yaitu berada di tangan Presiden. Kasus-kasus dugaan korupsi yang
    dilakukan    oleh    kepala    daerah   hingga   kini   masih   berlarut-larut   proses
    penyelesaiannya karena disebabkan oleh hambatan legalitas

    Selanjutnya, tahun 2008 hingga 2009 tercatat pula bahwa jumlah kasus korupsi yang
    dilaporkan justru mampu diselesaikan secara keseluruhan. Artinya, pada periode
    2008 hingga 2009 sejumlah kasus korupsi yang diagendakan hingga pada proses
    pengadilan dapat diselesaikan secara hukum oleh institusi terkait (Pengadilan
    Negeri). Praktek korupsi di daerah yang banyak menyeret petinggi daerah lebih
    disebabkan oleh penyalagunaan wewenang sebagai akibat dari kekurangtahuan
    para pejabat tentang perkembangan peraturan. Peraturan-peraturan yang dimaksud
    diantaranya PP 29 Tahun 2000 tentang Jasa Konstruksi, Keppres 80 Tahun 2003
    tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta Keppres 42 Tahun 2002
    tentang Pedoman Pelaksanaan APBN/APBD

    Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki PERDA Pelayanan Satu Atap

    Pada dasarnya, inisiasi pembentukan peraturan pelayanan satu atap lebih diarahkan
    oleh pemerintah pusat/daerah guna menghindari birokrasi yang berbelit-belit.
    Hingga 2009, tercatat di Kementerian Dalam Negeri ada 14 provinsi dan 250
    kabupaten/kota yang baru menerapkan sistem pelayanan terpadu (SPT). Meskipun
    hingga 2009 belum tergolong dalam kelompok daerah yang sudah menerapkan
    sistem pelayanan terpadu, Papua Barat telah berkomitmen mempelajari dan mulai
    mengatur atau mendesain sistem pelayanan satu atap, yang diharapkan nantinya
    dapat menjadi jaminan daya tarik investor. Upaya ini telah ditunjukkan dengan studi

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                     9
banding yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Papua Barat ke beberapa
    wilayah di tanah air       (Kabupaten Sidoarjo) yang telah sukses dengan sistem
    pelayanan terpadu.

    Beberapa hal yang menyebabkan mengapa sistem pelayanan satu atap di Papua
    Barat hingga sekarang belum juga optimal di desain, yaitu : 1) sumberdaya manusia
    bidang perencanaan dan pengembangan investasi di daerah masih sangat minim; 2)
    butuh waktu untuk perubahan paradigma pimpinan di daerah dari dilayani menjadi
    melayani; dan 3) belum terkolaborasinya data dan informasi tentang potensi yang
    akurat/potensial di daerah.

    Persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

    Salah satu upaya untuk mewujudkan good governance adalah dengan meningkatkan
    transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Tujuan umum
    pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi berkaitan dengan posisi
    keuangan, kinerja dan arus kas entitas yang berguna bagi pengguna dalam
    membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara
    khusus, tujuan umum dari pelaporan keuangan di sektor publik adalah menyediakan
    informasi yang berguna bagi proses pengambilan keputusan dan menunjukkan
    akuntabilitas entitas mengenai sumberdaya yang dipercayakan.

    Tujuan umum lainnya bagi pelaporan keuangan juga dapat memiliki peranan
    prospektif dan prediktif, menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi
    tingkat sumber daya yang dibutuhkan untuk kelangsungan operasi, dan risiko yang
    menyertai serta ketidakpastiannya. Kemudian sesuai dengan peraturan perundangan
    yang berlaku, investigasi terhadap pertanggungjawaban keuangan di daerah oleh
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI hanya pada Laporan Keuangan Pemerintah
    Daerah (LKPD) yang disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) di
    daerah. Perkembangan hasil pemeriksaan terhadap LKPD Papua Barat tahun 2004
    - 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                               10
Tabel 1. Opini LKPD Papua Barat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI

                             TAHUN                      OPINI

                              2004                      WDP
                              2005                      WDP
                              2006                      TMP
                              2007                      TMP
                              2008                      TMP
                              2009                      TMP
                   Sumber: BPK RI, 2009

    Hasil pemeriksanaan BPK RI terhadap LKPD Papua Barat tahun 2004 hingga 2009,
    cukup jelas memberikan informasi tentang masih lemahnya aspek           pengelolaan
    keungan di daerah yang pada akhirnya diberi opini tidak memberikan pendapat
    (TMP). Aspek pengelolaan keuangan di daerah yang dimaksud disini bermula dari
    perencanaan,       penatausahaan,     sampai      pada      aspek   pelaporan   dan
    pertanggungjawaban. Masih lemahnya managemen pengelolaan keuangan di
    daerah (Papua Barat) lebih di sebabkan oleh Pertama adalah masih lemahnya
    sumber daya manusia pengelola keuangan di daerah. Sehebat apapun sistem dan
    mekanisme yang dibangun, tetapi tidak didukung dengan SDM yang handal maka
    sistem atau mekanisme tersebut tidak akan efektif. Harus diakui bahwa sampai saat
    ini, ahli akuntansi sektor publik di Indonesia masih sangat amat sedikit, ketimbang
    ahli akuntansi bisnis. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika kita membaca hasil
    audit BPK terhadap prestasi LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah). Kedua,
    tumpang-tindih peraturan/ regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tentang
    pengelolaan keuangan daerah, yang justru terkadang menjadi persoalan bagi
    pemerintah daerah dalam penyusunan neraca. Yang lebih parah lagi tidak hanya
    sebatas tumpang-tindih aturan, tetapi perubahan terhadap aturan tersebut juga
    sering terjadi dengan durasi waktu yang relatif singkat.

 3. Kinerja Indikator Demokrasi

    Pada dasarnya hakekat pembangunan ditujukan untuk kesejahteraan seluruh
    penduduk dengan tidak membedakan suku, agama, asal maupun jenis kelamin.
    Meski demikian, pembangunan yang dilaksanakan disinyalir masih bermuatan
    diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Ditengarai, pembangunan yang
    dilaksanakan di segala bidang lebih banyak menguntungkan laki-laki. Tentunya
    untuk menjawab hal itu tidak mudah, perlu kajian mendalam terhadap keseluruhan
    aspek pembangunan. Salah satu cara untuk mengetahui adanya diskriminasi antara

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                 11
laki-laki dan perempuan, yaitu menilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) dengan
    mempertimbangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

    Gender Development Index (GDI)

    Dalam perkembangan bangsa, peran jender perlu diperhatikan tidak hanya dari
    keberadaannya, tetapi juga kwalitas perannya. Pemberdayaan perempuan diarahkan
    untuk mengembangkan dan memantapkan berbagai potensi yang ada pada dirinya
    yang memungkinkan dirinya dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama
    dengan laki-laki terhadap proses pembangunan. Pencapaian pembangunan gender
    yang diukur dengan indeks pembangunan gender (IPG) di Papua Barat dapat dilihat
    pada Gambar 5.


                                                Gambar 5
                           Gender Development Index Papua Barat

                                       Gender Development Index
               60,00

               58,00

               56,00

               54,00

               52,00

               50,00

               48,00
                          2004         2005        2006      2007        2008   2009

                                              Gender Development Index

             Sumber : BPS RI, 2009


    Pencapaian pembangunan gender yang diukur dengan IPG selama kurun waktu
    2004 - 2007 pada Gambar 5 di atas menunjukkan pencapaian pembangunan gender
    terus mengalami peningkatan sejak tahun 2004. Pada tahun 2004 pencapaian
    pembangunan gender mencapai 51,40 kemudian meningkat menjadi 56,80 pada
    tahun 2007. Dengan demikian selama kurun waktu 2004-2007 kapabilitas dasar
    perempuan terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2004 nilai IPG Papua Barat
    terlihat terus bergerak naik hingga mencapai 56,80 pada tahun 2007. Namun




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                    12
demikian, capaian IPG pada periode tersebut masih tergolong rendah, jika
    dibandingkan prestasi IPG daerah lainnya di Indonesia.

    Kemudian, pada periode 2008-2009 IPG Papua Barat juga terlihat terus meningkat
    dari 57,36 pada tahun 2008 menjadi 57,80 pada tahun 2009. Artinya, meskipun
    peningkatan tersebut masih relatif kecil namun peningkatan tersebut justru
    memberikan indikasi bahwa komitmen pemerintah terhadap kesetaraan jender di
    Papua Barat cukup baik dari sisi kuantitas.

    Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Indeks Pembangunan Manusia

    Pembangunan manusia yang tercermin dalam nilai IPM Papua Barat sejak tahun
    2004 hingga 2009 meningkat baik di tingkat kabupaten/kota di Papua Barat hingga
    tingkat provinsi. Namun, demikian terlihat jelas bahwa peningkatan tersebut masih
    belum mampu mengurangi kesenjangan gender. Hal ini dapat diketahui dari nilai IPG
    yang lebih kecil dari nilai IPM, yang berarti masih terjadi ketaksetaraan gender yang
    hampir ditemui di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. ketidasetaraan gender
    tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

                                         Gambar 6
                      Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
                     dan Indeks Pembangunan Gender di Papua Barat



                         Gender Development Index dan Indeks 
                               Pembangunan Manusia
             80
             70
             60
             50
             40
             30
             20
             10
               0
                     2004        2005     2006      2007       2008       2009

                                            GDI    IPM

       Sumber : BPS RI, 2009




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                  13
Selanjutnya dalam konteks diatas, ketaksetaraan gender bukan hanya merujuk pada
    persoalan persamaan status dan kedudukan saja tetapi bisa bermakna pada
    persoalan persamaan peranan dalam hal partisipasi terhadap proses pengambilan
    keputusan di bidang politik maupun penyelenggaraan pemerintahan; kehidupan
    ekonomi dan sosial khususnya kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah
    tangga. Kemudlian, dari unsur-unsur persamaan peranan tersebut merupakan
    komponen yang tercakup dalam penghitungan indeks pemberdayaan gender (IDG).
    Jadi, IDG merupakan ukuran komposit yang dapat digunakan untuk mengkaji sejauh
    mana persamaan peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan serta
    kontribusi dalam aspek ekonomi maupun sosial.

    Berdasarkan ukuran IPM dan IPG, pembangunan manusia di Papua Barat telah
    menunjukkan kemajuan. Meski kesenjangan gender masih terlihat, tetapi dari waktu
    ke waktu kesenjangan tersebut memperlihatkan kecenderungan semakin menurun.
    Demikian juga dengan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment
    Measurement)       yang     mencerminkan     tingkat     partisipasi   perempuan    dalam
    pengambilan      keputusan    terus    menunjukkan       perkembangan     yang     semakin
    meningkat. Perkembangan GEM di Papua Barat dapat lihat pada Gambar 7.


                                            Gambar 7
                    Gender Empowerment Measurement di Papua Barat


                    Gender Empowerement Measurement Papua 
                               Barat, 2004­2009

           60
           50
           40
           30
           20
           10
            0
                  2004        2005        2006      2007          2008       2009
                                          Perkembangan GEM

        Sumber : BPS RI, 2009


    Pada tahun 2004 nilai GEM (Indeks Pemberdayaan Gender) mencapai 41,0
    kemudian meningkat menjadi 55,50 pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa pada

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                        14
tahun 2004 peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan baru
    mencapai 41,0 persen dari peranan yang dijalankan oleh laki-laki dan meningkat
    menjadi 55,50 persen pada tahun 2007 (lihat Gambar 7).

    Kemudian tahun 2008 hingga 2009 terlihat jelas juga bahwa nilai GEM (Gender
    Empowerment Measurement) terus mengalami peningkatan dari 55,89 menjadi
    56,10. Artinya, peranan perempuan di Papua Barat dalam proses pengambilan
    keputusan serta memberikan atau berkontribusi dalam aspek ekonomi maupun
    sosial terus mengalami peningkatan.

    Semakin menurunnya kesenjangan gender dan meningkatnya partisipasi perempuan
    dalam pengambilan keputusan mengindikasikan bahwa, pembangunan berorientasi
    gender yang dilaksanakan di Papua Barat             sudah sesuai dengan harapan.
    Meningkatnya peranan perempuan seperti yang ditunjukkan Gambar 7 tidak terlepas
    dari meningkatnya pencapaian pembangunan gender. Secara teoritis bahwa
    semakin     tinggi   pencapaian    pembangunan     gender   akan   berdampak   pada
    peningkatan peranan perempuan khususnya partisipasi perempuan dalam proses
    pengambilan keputusan.



    4. Rekomendasi Kebijakan

    Aspek Pelayan Publik

    Pencapaian agenda pelayanan publik yang dipantau melalui persentase kasus
    korupsi yang ditangani, kemudian jumlah kabupaten/kota di Papua Barat yang
    memiliki PERDA pelayanan satu atap, dan persentase laporan keuangan pemerintah
    daerah (LKPD) yang memiliki opini wajar tanpa pengecualian (WTP) ternyata belum
    banyak memberikan perubahan yang signifikan berkaitan dengan agenda tersebut.
    Oleh sebab itu, beberapa agenda yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah
    (Papua Barat) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik diantaranya, Perlu
    dibentuk    perwakilan    Komisi   Pemberantasan    Korupsi   (KPK)   Daerah   untuk
    mengefektifkan tugas-tugas KPK di daerah. Selain itu, kewenangan pemeriksaaan
    pejabat setingkat kepala daerah sebaiknya diserahkan kepada pejabat setingkat
    Menteri atau KPK, kemudian, pembinaan secara intensif perlu terus dilakukan
    berkenaan dengan tantangan tugas di era otonomi daerah dan semangat demokrasi
    yang menuntut perubahan sikap, perilaku dan cara pandang dalam melaksanakan
    tugas dan tanggungjawab sebagai aparatur di daerah. selanjutnya, memperbanyak
    frekuensi pelatihan dan pendampingan bagi SDM aparatur di daerah. Terutama pada


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                  15
bidang atau aspek perencanaan sampai pada penatausahaan dan pelaporan yang
    selama ini selalu menjadi penghambat prestasi kerja aparatur daerah..

    Capaian Demokrasi

    Pencapaian kinerja demokrasi yang terpantaupula melalui indeks pembangunan
    gender dan indeks pemberdayaan gender di Papua Barat, cukup memperlihatkan
    prestasi yang meningkat setiap tahun. Namun, prestasi yang diraih tersebut ternyata
    tidak merata. Artinya, masih terjadi ketimpangan dalam hal peran antar laki-laki dan
    perempuan dalam pembangunan. Selanjutnya, agenda yang perlu diperhatikan dan
    dilakukan oleh pemerintah daerah (Papua Barat) untuk dapat bisa meminimalisir
    ketimpangan tersebut adalah perlu membuka ruang partisipasi bagi wanita dalam
    pembangunan. Kemudian, ruang partisipasi tersebut dapat diakomodir melalui
    affirmative action dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi. Selanjutnya, Porsi lebih
    besar perlu diberikan kepada kaum perempuan dalam setiap perumusan kebijakan
    pembangunan agar perempuan memiliki ruang partisipasi dengan tingkat legitimasi
    kuat dalam berbagai aspek kehidupan di ranah publik. Selain itu, progam pendidikan
    penyadaran tentang penyetaraan gender baik kaum lelaki maupun perempuan agar
    terjai perubahan pola pikir, sikap, perilaku secara bertahap saling beradaptasi


    C. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
    1. Indikator

    Indikator yang digunakan untuk menilai hasil evaluasi RPJMN 2004-2009 tentan
    agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah indikator pendidikan meliputi
    indikator angka partisipasi murni (APM) SD/MI,        angka partisipasi kasar (APK)
    SD/MI, rata-rata nilai akhir SMP/MTS, angka melek aksara , rata-rata nilai akhir
    SMA/SMK/MA, angka putus sekolah SD, angka putus sekolah SMP, angka putus
    sekolah menengah, persentase jumlah guru yang mengajar SMP, persentase julah
    guru yang layak mengajar sekolah menengah,          sedangkan indikator kesehatan
    meliputi umur harapan hidup (UHH), angka kematian bayi, persentase prevalensi
    gizi buruk,    prevalensi gisi kurang, persentase tenaga kesehatan per penduduk;
    indikator keluarga berencana meliputi          persentase penduduk ber KB,        laju
    pertumbuhan penduduk, total fertility rate (TFR): Indikator ekonomi makro meliputi
    laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output
    manufacture terhadap PDRB, laju inflasi; Indikator Investasi meliputi nilai rencana
    PMA yang disetujui,       nilai realisasi investasi PMA,   nilai rencana PMDN yang
    disetujui, nilai realisasi investasi PMDN, realisasi penyerapan tenaga kerja PMA;

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                   16
indikator infrakstruktur meliputi panjang jalan nasional dalam keadaan baik,
    sedang dan rusak, panjang jalan provinsi dalam keadaan baik, sedang dan rusak;
    indikator pertanian meliputi       rata-rata nilai tukar petani per tahun, PDRB sektor
    pertanian;   indikator kehutanan meliputi persentase luas lahan rehabilitasi dalam
    hutan terhadap lahan kritis; indikator kelautan meliputi jumlah tindak pidana
    perikanan, luas lahan konservasi laut dan indikator kesejahteraan meliputi
    persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka.

    2. Analisis Pencapaian Indikator

    Pendidikan

    Berbagai upaya telah dilakukan bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf
    pendidikan masyarakat Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan
    Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008. Alat ukur yang
    digunakan, salah satunya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang pendidikan
    sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 persen (Tabel 2).
     Tabel 2. Target Pendidikan SMP di Papua Barat Tahun 2005-2009

                                                        Tahun
      Komponen
                              2005          2006        2007         2008          2009
      Jlh Penduduk
                        12.975.988     12.969.815   12.890.341   13.326.562    13.419.559
      usia SMP
      Jumlah siswa      11.058.136     11.501.634   11.926.443   12.375.952    12.670.563
          APK                 85,22         88,68        92,52        95,00         98,00
          APM                 62,79         64,65        71,60        67,62         68,74
     Sumber: DEPDIKNAS 2009

    Prestasi Provinsi Papua Barat dalam pembangunan bidang pendidikan selama
    pelaksanaan RPJMD 2004-2009 disajikan secara rinci dalam Gambar 8 dan capaian
    yang berhasil diraih selama pelaksanaan RPJMD 2004-2009 diuraikan sebagai
    berikut.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                    17
Gambar 8
       Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar SD dan SMP Provinsi Papua
       Barat Periode 2004-2009

                   Indikator Pembangunan Pendidikan Provinsi Papua Barat

          400

          300
                                                                              APM SMP
          200                                                                 APK SMP
                                                                              APK SD
          100
                                                                              APM SD
             0
                  2004       2005      2006      2007    2008    2009

        Sumber : Depdiknas, 2009


    Gambar 8       menunjukan telah terjadi peningkatan APK       sejak tahun 2008 pada
    jenjang pendidikan SLTP dan SMU, kecuali pada jenjang SD. APK pada sekolah
    dasar lebih tinggi, dari data tersedia pada tahun 2009 mencapai 117,50 namun ironis
    dengan nilai Angka Partisipasi Murni (APM) yang lebih rendah. Hal ini berarti
    sebenarnya lebih banyak anak di Provinsi Papua Barat bersekolah di SD, tidak tepat
    umur.    APK SD tahun 2009 mengalami peningkatan, yaitu 117,50 padahal pada
    tahun 2008 mengalami penurunan (114,18) dibanding dengan tahun 2007, yaitu
    116,05 persen. APK SD Kabupaten Sorong Selatan adalah tertinggi di antara
    kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua Barat, yakni 123,91 persen. APK SD
    terendah berada pada Kabupaten Manokwari sebesar 100,45 persen.


    Tabel 3. Angka Partisipasi Kasar menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang
             Pendidikan Tahun 2007-2008

                                                         Jenjang Pendidikan
                 Kabupaten/Kota
                                                  SD             SLTP           SMU
             Fakfak                             114,18           72,59         91,12
             Kaimana                            112,18           56,19         72,81
             Teluk Wondama                      117,16           58,25         45,18
             Teluk Bintuni                      104,78           62,07         40,69
             Manokwari                          100,45           61,19         83,84
             Sorong Selatan                     123,91           54,95         86,10
             Sorong                             119,13           71,84         22,14
             Raja Ampat                         122,85           24,55         47,49


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                    18
Kota Sorong                     104,58         103,24          90,71
              Papua Barat (2007)              116,05         70,10           60,78
              Papua Barat (2008)              114,18         72,59           91,12
       Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2008


    APK SLTP Papua Barat tahun 2007 sebesar 70,10 persen mengalami peningkatan
    menjadi 72,59 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Pada tahun 2009, APK
    SLTP meningkat mencapai 80,70 persen yang berarti banyaknya penduduk Papua
    Barat yang sedang bersekolah di SLTP di antara penduduk berumur 13-15 tahun
    hanya sebesar 80,70 persen. Kabupaten Raja Ampat merupakan daerah dengan
    APK terendah yaitu sebesar 24,55 persen. Diduga rendahnya APK SLTP di
    sebabkan karena tidak semua kecamatan memiliki SLTP, sehingga diperkirakan
    penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tersebut bersekolah ke Kota
    Sorong.

    Disamping itu pada kenyataannya banyak orang tua yang tinggal di perkotaan
    menginginkan anaknya yang sudah mampu membaca, menulis segera dapat masuk
    SD, walaupun umur sekolah belum memenuhi syarat. Sedangkan yang berada di
    pedesaan terhambat di jenjang SD karena keterbatasan dalam membaca, menulis
    dan berhitung, sehingga pada usia lebih dari dua belas tahun masih duduk di bangku
    SD. Secara umum, APK di jenjang SD lebih besar daripada SMP. Hasil penelitian
    Erari (2009), menyatakan angka putus sekolah di daerah pedesaan Papua Barat
    lebih besar, mengakibatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pedesaan yang selalu
    lebih kecil dari APS perkotaan,      untuk jenjang SD dan SMP.    Sehingga dapat
    disimpulkan akses dan pemerataan pemerolehan pendidikan di perkotaan lebih
    besar dari pedesaan.

    Angka Partisipasi Murni mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu yang
    dibagi kedalam umur jenjang kelompok pendidikan yaitu SD (7-12 tahun), SMP (13-
    15 tahun) dan SMA (16-18 tahun). Pada saat ini pemerintah telah melaksanakan
    program wajib belajar 9 tahun yaitu mulai SD sampai SMP (7-15 tahun).




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                19
Tabel 4.    Angka Partisipasi Murni menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua
                 Barat Tahun 2007 dan 2008

                                                  Angka Partisipasi Murni
           Kabupaten/Kota               SD                     SLTP               SMU
                              2007      2008      2007          2008     2007      2008

       Kaimana                  96,13    95,01      58,00        52,99    59,88     51,75
     Wondama                    87,03    86,98      28,92        31,63    24,66     32,85
       Teluk Bintuni            86,26    84,91      45,33        41,32    23,03     14,25
       Manokwari                83,99    87,32      45,26        48,69    36,92     45,44
       Sorong Selatan           97,14    96,95      49,82        49,62    60,25     55,78
       Sorong                   91,80    94,68      43,24        53,86    22,73     18,46
       Raja Ampat               88,10    89,23      15,22        15,77    6,25      23,82
       Kota Sorong              91,12    92,77      72,37        77,53    68,84     64,38
      Provinsi Papua Barat      89,97     90,71      52,32       48,92    44,80     43,61
      Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 dan 2008

    Selama periode 2004-2009 menampilkan Angka Partisipasi Murni SD di Provinsi
    Papua Barat pada tahun 2004 adalah 85,95 persen dan mengalami peningkatan
    yang signifikan setiap tahun, pada tahun 2009 mencapai 91,25 persen. APM ini
    mempunyai makna diantara 100 orang yang berumur 7-12 tahun, 92 orang
    diantaranya sedang menjalani pendidikan SD dan berumur 7-12 tahun. Hal ini juga
    menunjukkan efektifnya program peningkatan akses dan pemerataan SD melalui
    nilai APM. Data lengkap dari Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat untuk tahun
    2007-2008 disajikan pada Tabel 4.

    Untuk jenjang pendidikan SMP tahun 2008, kota Sorong menempati urutan teratas
    dengan APM tertinggi yaitu 77,53 persen, sedangkan urutan terbawah adalah
    Kabupaten Raja Ampat (15,77 persen). APM SMP Provinsi Papua Barat mengalami
    penurunan menjadi 48,92 persen di tahun 2008 setelah pada tahun sebelumnya
    sebesar 52,32 persen. Tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 62 persen.

    Rata-rata nilai akhir tingkat SMP, cukup rendah yaitu 3,89 sejak 2005-2007. namun
    ada peningkatan yang signifikan pada tahun 2008, yaitu 6,37 Bila dibandingkan
    dengan rata-rata nasional, sangat jauh dari harapan karena sejak tahun 2005, nilai
    tidak menembus angka empat. Nilai rata-rata nasional, menembus lebih dari nilai
    enam. Rata-rata nilai akhir Sekolah Menengah, sejak tahun 2005, ada peningkatan.
    Tahun 2007 rata-rata nilai menembus angka enam, berarti ada peningkatan mutu
    pendidikan sekolah menengah yang cukup berarti di Provinsi Papua Barat. Angka
    putus sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                       20
lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu dan sering pula
    digunakan sebagai indikator berhasil atau tidaknya pembangunan di bidang
    pendidikan.

    Tabel 5.    Jumlah dan Persentase Siswa Putus Sekolah Menurut Jenjang
                Pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008
                             SD                                SLTP                         SLTA
       Tahun    Siswa                             Siswa                       Siswa
                          Jumlah                              Jumlah                      Jumlah
                putus                   %         putus                 %     putus                %
                          siswa                               siswa                       siswa
                sekolah                           sekolah                     sekolah
        2006      5.292    99.518      5,32         78        21.749   0,36    1.990      21.737   9,15
        2007      5.254   103.272      5,09         873       24.268   3,60     906       23.813   3,80
        2008      3.815   109.246      3,49         463       26.658   1,74     760       27.114   2,80
        2009          -         -             -           -        -   7,95           -        -          -

     Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2008

    Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan angka putus sekolah
    mengalami penurunan. Pada jenjang pendidikan SD, baik secara absolut maupun
    persentase siswa yang putus sekolah mengalami penurunan. Pada awal persentase
    siswa putus sekolah di tahun 2006 sebesar 5,32 persen, kemudian pada tahun 2008
    persentase siswa putus sekolah menjadi 3,49 persen. Sejalan dengan penurunan
    persentase siswa putus sekolah, secara absolut jumlah siswa yang putus sekolah
    juga mengalami penurunan.

    Pada jenjang pendidikan SLTP pada tahun 2007 justru siswa putus sekolah
    mengalami peningkatan. Semula di tahun 2006 jumlah siswa putus sekolah hanya
    berjumlah 78 siswa (0,36 persen), kemudian jumlah siswa putus sekolah meningkat
    secara signifikan di tahun 2007 menjadi 873 siswa (3,60 persen). Jumlah siswa
    putus sekolah kembali mengalami penurunan menjadi 463 siswa (1,74 persen) pada
    tahun 2008. Data tahun 2009 yang di peroleh dari kantor BPS Papua Barat,
    menunjukkan ada kenaikan yang sangat berarti menjadi 7,95.

    Seperti halnya dengan angka putus sekolah SD, pada jenjang pendidikan SLTA
    jumlah siswa maupun persentase siswa putus sekolah mengalami penurunan. Pada
    tahun 2006, jumlah siswa putus sekolah sebesar 1990 siswa (9,15 persen) dan
    mengalami penurunan 58,47 persen pada tahun 2007 menjadi 3,80 persen.
    Kemudian diikuti pada tahun 2008, jumlah siswa putus sekolah hanya 760 siswa
    (2,80 persen). Penyebab utama putus sekolah di Provinsi Papua Barat, karena
    kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, kondisi ekonomi
    orang tua yang tidak mampu dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan.


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                                    21
Disamping itu angka putus sekolah justru lebih tinggi di daerah pedesaan, daripada
    di perkotaan. Untuk jenjang SD/SMP, angka putus sekolah lebih kecil di jenjang SD.

    Angka melek aksara 15 tahun, merupakan salah satu indikator penting dalam
    mengukur tingkat pendidikan. Angka melek aksara mengindikasi kemampuan
    penduduk untuk membaca dan menulis. Dilihat dari perbaikan angka melek aksara,
    Provinsi Papua Barat telah menunjukan perbaikan yang berarti. Angka melek huruf
    Provinsi Papua Barat secara rinci disajikan dalam Gambar 9.


                                           Gambar 9.
                   Angka Melek Huruf Provinsi Papua Barat Periode 2004-2009

                         Angka Melek Huruf Provinsi Papua Barat  
       94
       92
       90
       88
       86
       84
       82
       80
                2004         2005        2006        2007      2008           2009
                                       Angka Melek Huruf (%)


     Sumber : BPS RI, 2009




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                  22
Tabel 6.    Angka Melek Aksara dan Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk
                Berumur 15 Tahun atau lebih di Papua Barat Menurut
                abupaten/Kota Tahun 2007 Dan 2008.

                                                                     Rata-rata lama
                                       Angka Melek Huruf
           Kabupaten/Kota                                                sekolah
                                        2007         2008          2007          2008
       Kab. Fakfak                      97,17        97,17         8,93          8,93
       Kab. Kaimana                     95,48        95,48         7,10          7,10
       KabTeluk Wondama                 81,02        82,85         5,99          6,39
       Kab. Teluk Bintuni               80,84        82,67         6,44          6,85
       Kab. Manokwari                   83,54        85,37         7,19          7,59
       Kab. Sorong Selatan              87,90        88,07         7,90          7,90
       Kab. Sorong                      91,39        91,39         8,00          8,00
       Kab. Raja Ampat                  89,93        92,69         7,00          7,00
       Kota. Sorong                     99,10        99,10         10,10        10,52
       Prov.Papua Barat                 90,32        92,15         7,65          7,67
     Sumber: BPS Papua Barat, 2007 dan 2008
    Angka melek aksara Provinsi Papua Barat tahun 2009 adalah sebesar 92,24 persen,
    mengalami peningkatan, dibandingkan selama periode 2004-2008. Pada tahun 2004
    angka melek aksara hanya 85,10 persen, tahun 2005 ada peningkatan menjadi
    85,40 persen, tahun 2006 juga mengalami peningkatan mencapai 88,50 persen,
    tahun 2007 yaitu 90,32 persen, tahun 2008 meningkat menjadi 92,15 persen dan
    pada tahun 2009 menjadi 92,24 persen. Semakin tinggi angka melek aksara maka
    kenaikan persentase angka melek aksara ini akan cenderung semakin lambat.
    Berdasarkan data dari Kabupaten/Kota 2007 dan 2008, beberapa Kabupaten
    mengalami peningkatan persentase angka melek aksara yaitu Teluk Wondama,
    Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Bagaimanapun juga kemampuan
    dasar pertama kali yang dimiliki seseorang untuk dapat menambah dan mengasah
    ilmu pengetahuan adalah dengan membaca dan menulis. Hal ini menunjukkan
    bahwa pemerataan pembangunan pendidikan sudah mulai dilakukan pemerintah
    sampai di tingkat Kabupaten. Meskipun demikian, jika dilihat dari tingkat rata-rata
    lama sekolah di Provinsi Papua Barat, belum terjadi peningkatan yang signifikan
    (7,65 tahun 2007 menjadi 7,67 tahun 2008), artinya rata-rata penduduk Provinsi
    Papua Barat menempuh pendidikan hanya sampai kelas 2 SMP.

    Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMP, pada
    tahun 2004-2009, ada peningkatan yang cukup berarti mencapai lebih dari 70


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                23
persen. Dalam kaitannya dengan kualifikasi guru, tampak lebih banyak guru yang
    belum layak mengajar pada jenjang SMP, walaupun ada peningkatan, karena yang
    diharapkan 90 persen guru layak mengajar. Hal ini perlu menjadi perhatian
    pemerintah provinsi Papua Barat. Pada saat ini program peningkatan guru SMP
    belum efektif karena capaiannya hanya tidak lebih dari 75 persen. Pada jenjang
    SMP untuk Provinsi Papua Barat, mutu pendidik sekitar 58 persen guru dengan
    kualifikasi S1 atau S2. Guru SMP dengan golongan paling rendah golongan III ada
    87 persen, Sedangkan yang mempunyai masa kerja lebih dari sepuluh tahun hanya
    64 persen. Pendidikan guru SMP perlu mendapat perhatian serius, mengingat
    tuntutan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tentang persyaratan guru yang
    diatur dalam Bab IV PP.19/2005 tentang standarisasi Nasional Pendidikan, bahwa
    guru harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D IV)
    atau sarjana/strata I.

    Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMA, sejak
    tahun 2006 -2007 ada 81,0 persen dan meningkat menjadi 91,63 persen pada tahun
    2009. Mutu Tenaga Kependidikan, berdasarkan hasil penelitian Erary (2009), pada
    jenjang SD, semua sekolah di Provinsi Papua Barat belum mempunyai tenaga
    kependidikan, seperti tata usaha dan bendahara. Pekerjaan administrasi dan
    keuangan dirangkap oleh guru yang ditunjuk. Pada jenjang SMP di tahun 2009, rata-
    rata satu sekolah mempunyai dua sampai tiga tenaga kependidikan, dimana 63
    persen berpendidikan SMTA, 33 persen berpendidikan S1, sisanya Diploma. Dilihat
    dari masa kerja dan golongan, terdapat sekitar 88 persen mempunyai masa kerja
    lebih dari 10 tahun dan 47 persen bergolongan III.

    Fasilitas Pendidikan, keberhasilan dalam kegiatan pendidikan tidak semata-mata
    hanya pola transfer ilmu pengetahuan satu arah yang dilakukan oleh seorang guru
    dengan hanya menerangkan mata pelajaran dan menuliskannya di papan tulis. Era
    moderen saat ini sekolah-sekolah mulai menata diri dengan melengkapi fasilitas
    sekolah dengan perpustakaan dan laboratorium- laboratorium . Perpustaan adalah
    gudang ilmu yang         dalamnya   tersimpan buku-buku yang bermanfaat bagi
    pengembangan ilmu pengetahuan para siswa.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                               24
Tabel 7     Persentase Fasilitas Perpustakaan Terhadap Jumlah Sekolah SLTP
                 SLTA Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008

     Tahun                      SLTP                                         SLTA
                 Sekolah    Perpustakaa        %         Sekolah        Perpustakaan      %
     2006            132           42         31,82           63               30        47,62
     2007            128           49         38,28           67               36        53,37
     2008            133           54         40,6            71               37        52,11

    Meskipun mengalami perkembangan jumlah, fasilitas perpustakaan untuk jenjang
    pendidikan SLTP hanya dimiliki oleh kurang dari setengah total sekolah yang ada.
    Pada awalnya jumlah perpustakaan pada tahun 2006 hanya berjumlah 42 buah
    (31,82 persen), tetapi pada tahun 2007 terjadi penambahan fasilitas perpustakaan
    menjadi 49 buah (38,28 persen). Pada tahun 2008 fasilitas perpustakaan kembali
    bertambah menjadi 54 buah (40,60 persen).

    Secara proporsional fasilitas perpustakaan di jenjang pendidikan SLTA dapat
    dikatakan lebih baik dari pada di SLTP. Pada tahun 2006 jumlah perpustakaan di
    tingkat SLTA hanya 47,62 persen. Meningkat jumlahnya pada tahun 2007 menjadi
    53,73 persen, pada tahun 2008 mengalami penurunan dalam persentase menjadi
    52,11 persen. Hal ini disebabkan terjadi penambahan jumlah SLTA menjadi 71 buah
    bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 67 buah. Penambahan
    jumlah SLTA, tidak diikuti dengan penambahan perpustakaan. Walaupun jumlah
    fasilitas perpustakaan tersedia tetapi belum diketahui apakah fasilitas tersebut
    memadai dari sisi tempat, jumlah buku, jumlah judul buku dan kualitas buku yang
    dikoleksi.



    Tabel 8.     Persentase Fasilitas Laboratorium Terhadap Jumlah Sekolah SLTP
                 dan SLTA di Provinsi Papua Barat 2006-2008
                                       SLTP                                     SLTA
       Tahun
                  Sekolah     Laboratorium              %    Sekolah      laboratorium    %
        2006         132                68           51,52         63               57        90,48
        2007         128                21           16,41         67               82     122,39
        2008         133                30           22,56         71               91     128,17
     Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2008

    Fasilitas lain yang juga penting adalah laboratorium, dapat dipakai untuk praktikum
    dan penelitian. Untuk menambah kemampuan berbahasa diperlukan laboratorium
    bahasa. Sedangkan untuk menambah kemampuan pengoperasian komputer dengan

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                               25
software tertentu dan internet diperlukan fasilitas komputer yang memadai.
    Berdasarkan data dari Tabel 8, nampak suatu keadaan yang memprihatinkan dari
    sisi kondisi fasilitas laboratorium yang dimiliki sekolah-sekolah. Fasilitas tersedia dari
    tahun 2006-2008 jumlahnya semakin menurun. Semula dari 132 sekolah dengan 68
    diantaranya memiliki laboratorium , namun pada tahun 2007 jumlahnya berkurang
    hingga tinggal 21 buah laboratoriumatau 16,41 persen. Pada tahun 2008, jumlah
    fasilitas laboratorium mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun
    2007 menjadi 22,56 persen.

    Keadaan yang berbeda terjadi pada jumlah fasilitas laboratorium di jenjang
    pendidikan SLTA, jumlah laboratorium di SLTA mengalami peningkatan menjadi 91
    unit (128,17 persen) setelah sebelumnya di tahun 2006 dan 2007 masing-masing
    berjumlah 57 unit dan 82 unit atau sebesar 90,48 persen dan 122,39 persen.
    Proporsi laboratorium yang mencapai lebih dari 100 persen diduga karena terdapat
    sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium lebih dari satu buah. Namun tidak
    menutup kemungkinan masih terdapat sekolah yang belum memiliki laboratorium.

    Dari beberapa ulasan di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan di Povinsi Papua Barat
    masih harus ditingkatkan. Berbagai macam faktor yang mengakibatkan rendahnya
    pendidikan        penduduk Papua Barat harus segera diatasi, karena melalui
    pendidikanlah kemajuan peradaban masyarakat dapat ditingkatkan. Program
    penyuluhan pendidikan perlu di aktifkan, penyebaran guru berkualitas yang bersedia
    menetap      di   daerah   terpencil,   peningkatan   mutu   pendidikan   beserta    para
    pendidiknya. Bahkan pemerintah daerah perlu merespon kebijakan otonomi khusus
    bidang pendidikan dengan membuat peraturan daerah bidang pendidikan, yang
    mengikat semua , agar anak usia sekolah wajib duduk dibangku sekolah. Kasus–
    kasus pemalangan sekolah jangan terjadi lagi, pemerintah daerah menjamin proses
    belajar mengajar tidak terganggu oleh masalah tuntutan tanah ulayat yang di atasnya
    berdiri gedung sekolah dan sarana pendidikan lain.

    Kesehatan

    Perkembangan angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup dan persentase gizi
    buruk di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009 ditampilkan pada Gambar 10.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                       26
Gambar 10.

       Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup dan Persentase Gizi Buruk
                         di Papua Barat Tahun 2004-2008

       40
       35
       30
       25
       20
       15
       10
        5
        0
                2004           2005          2006           2007      2008             2009

                       Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup     % Gizi Buruk


    Sumber: Bappenas Ri, 2007

    Berdasarkan data pada Gambar 10 di atas, pada tahun 2007 terjadi peningkatan
    angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat menjadi 36 bayi per 1000 kelahiran
    hidup. Peningkatan angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat pada tahun 2007
    diduga oleh terjadinya peningkatan persentase bayi dengan gizi buruk di daerah ini.
    Pada tahun 2007 persentase bayi dengan gizi buruk meningkat menjadi 6.80 persen.

    Tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan penurunan
    persentase angka kematian bayi dari 36 menjadi 31.60 bayi per 1000 kelahiran
    hidup. Turunnya angka kematian bayi ini diduga disebabkan                semakin fokusnya
    pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan baik kepada Ibu maupun bayi
    melalui program-program seperti posyandu, dan lain-lain. Peningkatan program
    perbaikan gizi balita dan Ibu hamil menjadi salah satu program yang dilakukan oleh
    pemerintah daerah dalam hal ini pada instansi terkait. Sangat disayangkan bahwa
    data mengenai persentase bayi dengan gizi buruk tidak tersedia untuk tahun 2008
    dan 2009, sehingga keterkaitan antara kedua indikator ini tidak dapat dibahas lebih
    mendalam.

     Keluarga Berencana

    Persentase pertumbuhan penduduk di Papua Barat Tahun 2004-2009 ditampilkan
    pada Gambar 11.

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                           27
Gambar 11.
           Laju Pertumbuhan Penduduk dan Total Fertility Rate di Papua Barat
                                 Tahun 2004-2009

                            PERSENTASE PERTUMBUHAN PENDUDUK
               8,00 
               6,00 
               4,00 
               2,00 
                 ‐
                         2004          2005      2006       2007        2008           2009

                                % Pertumbuhan Penduduk        % Total Fertility Rate


            Sumber: BPS ( 2010), SKDI (2007), BKKBN.go.id



    Berdasarkan data pada Gambar 11                terlihat bahwa persentase pertumbuhan
    penduduk selama kurun waktu 2004-2009 terus mengalami penurunan di Provinsi
    Papua Barat. Penurunan persentase pertumbuhan penduduk secara signifikan
    terjadi yaitu dari 6.80 persen (pada tahun 2005) menjadi 4.55 (pada tahun 2006) dan
    4.07 (pada tahun 2007) menjadi 1.96 (pada tahun 2008).

    Di sisi yang lain, persentase Total Fertilily Rate (TFR) juga mengalami penurunan,
    akan tetapi penurunan persentase TFR tidak terjadi secara signifikan selama tahun
    2005 sampai tahun 2007. Walaupun data persentase TFR tidak tersedia untuk tahun
    2004, 2008, dan 2009, diduga perubahan nilai persentase TFR tidak akan terjadi
    secara signifikan. Oleh karena itu penurunan persentase laju pertumbuhan
    penduduk di Provinsi Papua Barat diduga lebih disebabkan oleh laju migrasi
    penduduk ke dalam provinsi ini. Tingginya laju imigrasi ke daerah ini, terutama pada
    awal tahun 2000-an, disebabkan oleh karena status daerah ini sebagai provinsi baru.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                           28
Gambar 12.

       Contraceptive Prevalence Rate, Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita dan
                   Angka Melek Huruf di Papua Barat Tahun 2004-2009


                       Persentase  Contraceptive Prevalence Rate
        100,00 
         90,00 
         80,00 
         70,00 
         60,00 
         50,00 
         40,00 
         30,00 
         20,00 
         10,00 
            ‐
                    2004            2005            2006        2007           2008              2009

                      % Contraceptive Prevalence Rate       % Pertumbuhan Pendapatan Perkapita
                      % Angka Melek Aksara


    Sumber: BPS (2010), BKKBN.org.id


    Berdasarkan data pada Gambar 12,                    terlihat bahwa persentase contraceptive
   prevalence rate (CPR) menurun pada tahun 2005 dan tahun 2006. Persentase
   contraceptive prevalence rate (CPR) pada tahun 2005 turun menjadi 44.18 dari tahun
   2004 sebesar 46.41. Sedangkan persentase CPR tahun 2006 kembali turun menjadi
   41.94. Salah satu faktor yang diduga menyebabkan penurunan persentase CPR
   selama tahun 2005 dan 2006 adalah faktor pendapatan perkapita penduduk. Laju
   perkembangan pendapatan perkapita penduduk Provinsi Papua Barat selama tahun
   2005, 2006, dan 2007 menunjukkan penurunan. Oleh karena itu diduga bahwa
   apabila untuk menjadi peserta Keluarga Berencana (KB) dibutuhkan biaya, maka
   penurunan pendapatan berakibat pada penurunan daya beli masyarakat. Data
   persentase laju pertumbuhan pendapatan perkapita di Provinsi Papua Barat
   menunjukkan bahwa persentase laju pertumbuhan pendapatan perkapita menurun
   menjadi 3.75 dari laju pertumbuhan 5.25 pada tahun 2005. Persentase laju
   pertumbuhan ini terus menurun hingga tahun 2008.

   Namun      persentase     CPR        menunjukkan        perkembangan         yang      baik     dengan
   meningkatnya CPR pada tahun 2007 dan 2008. Peningkatan ini diduga disebabkan
   oleh semakin gencarnya sosialisasinya program KB di daerah ini semakin gencar.

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                                     29
Gencarnya sosialisasi ini didukung oleh semakin meningkatnya persentase angka
   melek huruf di Provinsi Papua Barat. Peningkatan persentase angka melek huruf
   meningkatkan kemampuan masyarakat menerima diseminasi informasi mengenai
   program keluarga berencana.

    Capaian Ekonomi Makro

    Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang terintegrasi antarsektor dengan
    baik akan mampu memberikan pedoman bagi arah pembangunan daerah. Karena
    pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi masyarakat.
    Perubahan keadaan yang lebih baik, karena adanya pembangunan daerah akan
    meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang selanjutnya akan
    mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah.
    Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah, terdapat empat indikator yang sering
    dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan di daerah, yaitu: pertumbuhan
    ekonomi (economic growth), pendapatan perkapita, inflasi (inflation), dan investasi.

    Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat Tahun 2004-2009

    Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan indikator utama perekonomian di Provinsi
    Papua Barat, karena kemampuannya dalam memberikan implikasi pada kinerja
    perekonomian makro yang lain di Papua Barat. Atau dapat dikatakan bahwa,
    pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu
    daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dapat menunjukkan
    semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi,
    investasi maupun perdagangan di Provinsi Papua Barat yang kemudian berdampak
    pada penyerapan pasar tenaga kerja, iklim investasi, hingga mengurangi angka
    kemiskinan. Kinerja pertumbuhan ekonomi sektoral Provinsi Papua Barat periode
    2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 13.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                   30
Gambar 13.
              Persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat
                                   Tahun 2004- 2009


                               Laju Pertumbuhan Ekonomi
         8
         7
         6
         5
         4
         3
         2
         1
         0
                2004        2005        2006        2007        2008    2009

                                       Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % )

      Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010


    Terlihat jelas pada Gambar 13, bahwa prestasi pertumbuhan ekonomi yang diraih
    oleh Papua Barat tahun 2004 sebesar 7,39 persen, ternyata tidak bisa
    dipertahankan karena terlihat jelas bahwa pertumbuhan tersebut justru melambat
    hingga tahun 2006 yang hanya mencapai 4,55 persen. Melambatnya pertumbuhan
    ekonomi Papua Barat pada periode 2004-2006 dikarenakan status wilayah Provinsi
    Papua Barat masih berstatus definitif, sehingga agenda pembangunan daerahpun
    belum fokus. Artinya, belum ada agenda prioritas pembangunan di daerah yang
    harus menjadi fokus pemerintah Provinsi Papua Barat. Kemudian, pada periode
    tersebut (2004-2006) pemerintah daerah definitive masih lebih banyak melakukan
    identifikasi sumberdaya daerah yang dilakukan dalam bentuk road show.
    Selanjutnya, hasil road show tersebutlah yang diharapkan nantinya digunakan
    sebagai agenda pembangunan daerah.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                            31
Gambar 14
            Indikator Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat, 2004-2011

                         Laju Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat
       90
       80
       70
       60
       50
       40
       30
       20
       10
        0
                2004         2005        2006         2007       2008              2009

                       % Pertumbuhan Ekonomi     % Manufaktur           % Ekspor

    Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2009


    Setelah tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Papua Barat terlihat jelas mulai
    menunjukkan peningkatan sebesar 6,95 persen pada tahun 2007 dan tahun 2008
    menjadi 7,33 persen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Papua Barat yang terjadi
    pada tahun 2007 hingga 2008 (lihat gambar 14) lebih disebabkan karena
    meningkatnya kegiatan di sektor industri manufaktur (sektor sekunder) yang naik
    sebesar 13,13 persen. Meningkatnya peran sektor industri manufaktur belakangan
    ini di Papua Barat, memberikan gambaran bahwa telah terjadi pergeseran struktur
    ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Artinya, kinerja
    sektor primer yang selama ini mendominasi peta perekonomian di Papua Barat
    justru mulai bergeser dan diganti posisinya oleh sektor sekunder dan sektor tersier.
    Pergeseran tersebut lebih disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari sektor
    primer tidak banyak merubah status ekonomi masyarakat, sehingga alternatif pilihan
    yang dianggap potensial yaitu sektor sekunder dan tersier.

    Tahun 2009, kinerja pertumbuhan ekonomi di Papua Barat justru melambat menjadi
    6,26 persen atau bergeser sekitar 1,07 persen dari tahun 2008. Melambatnya
    pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada periode 2009, lebih disebabkan oleh
    karena kinerja ekspor yang menurun 4 (empat) tahun terakhir. Terutama kegiatan
    ekspor luar negeri untuk komoditi-komoditi vital yang selama ini menjadi primadona




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                       32
daerah justru mulai melambat. Tentunya hal ini disebabkan karena semakin ketatnya
    regulasi yang diterapkan, guna pemanfaatan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

    Pendapatan Per Kapita

    Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat
    digunakan untuk membandingkan tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah
    lainnya. Pendapatan per kapita diperoleh dengan membagi besaran nilai PDRB atas
    dasar harga konstan dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Oleh
    karena itu, besaran pendapatan per kapita sangatlah bergantung pada besaran
    PDRB yang terbentuk dan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan atau periode
    pengamatan. Perkembangan PDRB per kapita Papua Barat Tahun 2004 hingga
    2009 dapat dilihat pada Gambar 15.

                                     Gambar 15.
               PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Berlaku di Papua Barat
                                   Tahun 2004-2009


                                       PDRB Per Kapita 

            25.000.000,00

            20.000.000,00

            15.000.000,00

            10.000.000,00

             5.000.000,00

                     0,00
                             2004       2005         2006        2007   2008   2009
                                               Pendapatan Per Kapita 

           Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010


    Terlihat jelas pada Gambar 15, diatas bahwa, pendapatan per kapita yang diprediksi
    melalui PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku terus mengalami peningkatan 5
    tahun terakhir (2004-2009). Rata-rata peningkatan PDRB per kapita Papua Barat
    lima tahun terakhir yaitu sebesar 13,94 persen. Kemudian, meningkatnya PDRB per
    kapita di wilayah Papua Barat lebih disebabkan oleh karena peningkatan pada total
    PDRB Papua Barat yang dihasilkan dari 9 (Sembilan) sektor pada periode
    pengamatan (2004-2009). Selanjutnya, perkembangan PDRB per kapita dengan
    PDRB sektoral dapat dilihat pada Gambar 16.


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                   33
Gambar 16
              Indikator Pendukung PDRB Per Kapita Papua Barat, 2004-2009

                                          PDRB Per Kapita
            100
             90
             80
             70
             60
             50
             40
             30
             20
             10
              0
                     2004         2005         2006        2007        2008      2009

                               PDRB Per Kapita (juta‐Rp)      PDRB (milyar‐Rp)

         Sumber: Papua Barat Dalam Angka (BPS Papua Barat), 2009

     Prestasi PDRB per kapita yang diraih oleh Papua Barat tentunya tidak secara
    langsung dapat mencerminkan aspek kesejahteraan masyarakat di wilayah Papua
    Barat. Mengapa demikian? Karena pendekatan PDRB per kapita hanya melihat rata-
    rata pendapatan masyarakat secara keseluruhan, dan belum tentu dapat
    mencerminkan pendapatan riil masyarakat. Karena fakta dan data dari penelitian-
    penelitian terdahulu sudah banyak memberikan informasi, bahwa kepemilikan
    terhadap faktor-faktor produksi di masyarakat yang dicirikan oleh aktivitas ekonomi
    dan konsentrasi industri di Papua Barat masih cukup timpang, maka besarnya
    pendapatan per kapita tahun 2009 sebesar Rp19.560.000,- belum sepenuhnya
    memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di
    Provinsi Papua Barat.

    Perkembangan Inflasi

    Tujuan penyusunan inflasi Provinsi Papua Barat tentunya adalah untuk memperoleh
    indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan
    harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai
    sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik di tingkat ekonomi mikro
    atau makro, baik fiskal maupun moneter. Perkembangan laju inflasi di Provinsi
    Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 17.



  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                     34
Gambar 17.
                   Laju inflasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009

                                         LAJU INFLASI
           25

           20

           15

           10

            5

            0
                   2004        2005     2006         2007      2008       2009

                                         % Laju Inflasi

       Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010 dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
       BPK Perwakilan Papua Barat


    Dalam kurun waktu 2004-2009, tingkat inflasi di Provinsi Papua Barat mengalami
    pasang surut yang tidak terlalu menggembirakan jika dibandingkan dengan daerah
    lain di Tanah Air. Dalam kurun waktu tersebut rata-rata laju inflasi di Papua Barat
    mencapai 13,69 persen. Tercatat pada periode pengamatan, bahwa kenaikan inflasi
    tahun 2008 adalah yang tertinggi yaitu sebesar 20,04 persen. Meskipun pemerintah
    mampu menekan laju inflasi tahun berikutnya (tahun 2009) hingga mencapai 5.07
    persen. Selanjutnya dilihat dari kelompok pengeluaran, rata-rata kontributor terbesar
    inflasi tahun 2008 adalah kelompok sektor bangunan, diikuti berturut-turut oleh
    sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor
    pertanian.

    Penyebab inflasi di Provinsi Papua Barat terjadi dari dua sisi yaitu dari sisi
    permintaan (demand pull inflation), dan dari sisi penawaran (cost push inflation). Sisi
    permintaan agregat, inflasi di Papua Barat lebih diakibatkan oleh adanya ekspansi
    jumlah uang beredar di masyarakat yang meningkat (terutama menjelang moment-
    moment akbar di daerah), meningkatnya pengeluaran konsumsi, meningkatnya
    pengeluaran investasi, dan meningkatnya pengeluaran pemerintah sebagai renspon
    terhadap euforia pemekaran wilayah yang belakangan menjadi primadona di daerah.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                    35
Dari sisi penawaran agregat, inflasi di Papua Barat diakibatkan oleh terbatasnya
    kapasitas produksi, naiknya bahan baku impor, naiknya harga produk impor,
    kenaikan tingkat upah, kelangkaan faktor produksi (teknologi), terhambatnya
    distribusi barang, bias harga akibat kebijakan pemerintah (administered price and
    income policy) seperti upah minimum, kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil                           serta
    rigiditas struktural yang cukup populer di daerah. Kemudian, yang perlu diperhatikan
    juga bahwa, Papua Barat sebagai wilayah dengan perekonomian terbuka (floating
    exchange rate) akan sangat rentan terhadap inflasi yang berasal dari perdagangan
    antar pulau.

    Perkembangan Investasi
    Sebagai salah satu provinsi target investor, Papua Barat tentunya juga telah
    melakukan beberapa upaya di antaranya tetap menjaga kestabilan pertumbuhan
    ekonomi yang menjadi barometer perekonomian daerah. Selain upaya menjaga
    kestabilan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Daerah Papua Barat juga telah
    melakukan berbagai upaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
    Tercatat hingga tahun 2009, perkembangan investasi di Papua Barat sedikit
    mengalami keterlambatan jika dibandingkan dengan perkembangan investasi tahun
    2005. Perkembangan rencana dan realisasi investasi (PMDN) di Papua Barat dapat
    dilihat pada Gambar 18.

                                                    Gambar 18.
            Perkembangan Nilai Rencana dan Realisasi PDMN di Papua Barat
                            Tahun 2005-2009 (Rp. Milyar)

                                      RENCANA DAN REALISASI PMDN
           180                      169,79                           169,79
           160
           140
           120
           100
            80
            60
            40     9,12                                                                       10,13
                                                                                       7,62
            20               3,04            0,95             0,95            0,97                   0,98
             0
                      2005                   2006             2007                   2008     2009

                                             Realisasi PMDN           Rencana PMDN


         Sumber: Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat, 2010



  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                                         36
Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai rencana investasi dalam negeri (PMDN) cukup
    meningkat tajam pada tahun 2006 hingga 2007. Namun apresiasi nilai rencana
    investasi justru berbanding terbalik dengan nilai realisasi dari PMDN pada periode
    tersebut. Artinya, meski nilai rencana PMDN meningkat hingga mencapai Rp169,79
    milyar namun nilai realisasi justru menurun menjadi Rp0,95 milyar, jika dibandingkan
    dengan nilai realisasi PMDN yang diperoleh pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp3,04
    milyar dengan jumlah proyek 65 unit. Secara substansial terdapat dua aspek yang
    paling mendasar dan oleh beberapa stakeholders di daerah dianggap sebagai faktor
    penyebab melambatnya kegiatan iklim investasi di Papua Barat adalah faktor
    kewilayaan (geografis) dan faktor adat serta struktur sosial yang beragam
    dikalangan masyarakat.

    Tahun 2008, nilai rencana investasi (PMDN) menurun cukup drastis dari Rp169,79
    milyar (2007) menjadi Rp7,62 milyar pada tahun 2008, namun tercatat bahwa nilai
    realisasi investasi justru meningkat menjadi Rp0,97 milyar. Artinya, telah terjadi
    peningkatan dari nilai realisasi investasi PMDN di Papua Barat sebesar Rp0,02
    milyar. Prestasi yang sama juga terjadi pada tahun 2009, yang mana nilai realisasi
    PMDN juga meningkat menjadi Rp0,98 milyar atau naik sebesar Rp0,01 milyar.
    Meningkatnya, nilai realisasi investasi lebih disebabkan oleh karena terjadi
    peningkatan nilai rencana investasi yang kemudian dioptimalkan oleh pemerintah
    daerah. Selain itu, meskipun masih relatif lambat jika dibandingkan dengan kinerja
    investasi daerah lain di Indonesia, prestasi ini justru tidak terlepas dari komitmen
    pemerintah daerah Papua Barat terhadap perkembangan investasi yang telah
    dituangkan sebagai bidang prioritas dalam RPJMD 2006-2011.

    Selanjutnya,    bagaimana     dengan   investasi   asing   yang   masuk   lewat   PMA
    (penanaman modal asing)? Berbeda dengan perkembangan PMDN, PMA justru
    tampil cukup menggembirakan. Tercatat nilai realisasi PMA tahun 2005 sebesar US$
    0,78 juta dengan jumlah proyek 28 unit, naik pada tahun 2009 menjadi US$ 0,98 juta
    dengan jumlah proyek sebanyak 49 unit. Investasi asing yang masuk melalui PMA
    paling dominan di Provinsi Papua Barat adalah pada bidang pertambangan,
    kehutanan, kemudian diikuti industri perkebunan, perikanan, dan peternakan.
    Selanjutnya, nilai realisasi PMA di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar
    19.




  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                    37
Gambar 19.

                   Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Papua Barat
                            Tahun 2004-2009 (US$ Ribu)

                               NILAI RENCANA DAN REALISASI PMA

           1,80 
           1,60 
           1,40 
           1,20 
           1,00 
           0,80 
           0,60 
           0,40 
           0,20 
             ‐
                        2005           2006            2007           2008       2009
                                       Realisasi PMA          Rencana PMA

       Sumber: Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat, 2010

    Baik PMDN maupun PMA di Papua Barat memiliki pola yang sama. Artinya,
    investasi asing yang masuk lewat PMA dan investasi domestik (PMDN) mempunyai
    ekspektasi yang sama. Justru yang menarik adalah bahwa PMDN meskipun
    perkembangan terkesan lambat, namun masih terus berlanjut. Dan yang lebih
    manarik lagi adalah bahwa kehadiran PMDN pada tahun 2009 mampu menciptakan
    lapangan kerja bagi 496.907 pencari kerja, dibandingkan tahun 2005 yang hanya
    mampu menciptakan lapangan kerja bagi 20.151 pencari kerja.

    Pengembangan investasi PMDN dan PMA di Papua Barat terbilang unik. Meski kaya
    SDA terutama kekayaan tambang, investasi di Papua Barat menghadapi sejumlah
    tantangan. Tantang atau lebih disebut sebagai persoalan mendasar yang masih
    menjadi faktor penghambat melambatnya kinerja investasi di Papua Barat adalah
    sebagai berikut :
    Θ Kawasan       pengembangan         dan    pusat-pusat      pertumbuhan   baru     berhasil
       diidentifikasi namun RTRW nya belum dilakukan.
    Θ Potensi komoditi di setiap kawasan pengembangan baru berhasil diidentifikasi,
       namun identifikasi kelayakan ekonomi maupun finansialnya belum diketahui..
    Θ Rendahnya kepastian hukum.
    Θ Lemahnya insentif investasi


  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA                                                         38
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

More Related Content

What's hot

BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011ervinayulianti
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - Unand
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - UnandLaporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - Unand
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - UnandEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - UnhalLaporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - UnhalEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPADLaporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPADEKPD
 
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten TemanggungTugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten TemanggungYogan Daru Prabowo
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - UndanaLaporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - UndanaEKPD
 
Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalTri Cahyono
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATEKPD
 
Rkjm sdn pondokkaso tonggoh
Rkjm sdn pondokkaso tonggohRkjm sdn pondokkaso tonggoh
Rkjm sdn pondokkaso tonggohagusrenggi
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyOperator Warnet Vast Raha
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUDLaporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUDEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNMLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNMEKPD
 
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULNIDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULNDede Saputra
 
Daftar isi proker us a4
Daftar isi proker us a4Daftar isi proker us a4
Daftar isi proker us a4YKS.BIZ.ID
 
Mulyati supervisi awal
Mulyati supervisi awalMulyati supervisi awal
Mulyati supervisi awalMulyati Rahman
 

What's hot (19)

BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
BUKU INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2011
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - Unand
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - UnandLaporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - Unand
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sumbar - Unand
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - UnhalLaporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
Laporan Akhir EKPD 2010 - Sultra - Unhal
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPADLaporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Jawa Barat - UNPAD
 
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten TemanggungTugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
Tugas Akhir Kependudukan - Kabupaten Temanggung
 
File 1
File 1File 1
File 1
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - UndanaLaporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
 
Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental Lokal
 
Program BK sesuai SOP
Program BK sesuai SOPProgram BK sesuai SOP
Program BK sesuai SOP
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
 
Rkjm sdn pondokkaso tonggoh
Rkjm sdn pondokkaso tonggohRkjm sdn pondokkaso tonggoh
Rkjm sdn pondokkaso tonggoh
 
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada nyManajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
Manajemen dan pendokumentasian asuhan kebidanan ibu hamil pada ny
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUDLaporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bali - UNUD
 
Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNMLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Barat - UNM
 
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULNIDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN KASIHAN KAB. BANTULN
 
Daftar isi proker us a4
Daftar isi proker us a4Daftar isi proker us a4
Daftar isi proker us a4
 
Mulyati supervisi awal
Mulyati supervisi awalMulyati supervisi awal
Mulyati supervisi awal
 

Viewers also liked

Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADEKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNGHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNGEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurEKPD
 
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRILaporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRIEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAMLaporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAMEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANALaporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANAEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANEKPD
 
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULLaporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJALaporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJAEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiEKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAUHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAUEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanEKPD
 

Viewers also liked (16)

Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNGHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
 
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRILaporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI
Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAMLaporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
 
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANALaporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
 
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULLaporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJALaporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAUHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
 

Similar to Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTALaporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTAEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDLaporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILALaporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILAEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UI
Laporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UILaporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UI
Laporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UIEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGM
Laporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGMLaporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGM
Laporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGMEKPD
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNGLaporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNGEKPD
 
Kata pengantar daftar isi
Kata pengantar daftar isiKata pengantar daftar isi
Kata pengantar daftar isiIdhol Abdullah
 
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011darikupang
 
BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)
BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)
BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)Fitri Yusmaniah
 
222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...
222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...
222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...radengembull
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPAR
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPARLaporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPAR
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPAREKPD
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPARLaporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAREKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPALaporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPAEKPD
 
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) SanitasiPetunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) SanitasiJoy Irman
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCENLaporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCENEKPD
 

Similar to Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP (20)

Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTALaporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2010 - Banten - UNTIRTA
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNANDLaporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
Laporan Akhir EKPD 2009 Sumatera Barat - UNAND
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILALaporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
Laporan Akhir EKPD 2009 Lampung - UNILA
 
Laporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UI
Laporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UILaporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UI
Laporan Akhir EKPD 09 DKI Jakarta - UI
 
Laporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGM
Laporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGMLaporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGM
Laporan Akhir EKPD 2006 DIY - UGM
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNGLaporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
Laporan AKhir EKPD 2009 Gorontalo - UNG
 
Kata pengantar daftar isi
Kata pengantar daftar isiKata pengantar daftar isi
Kata pengantar daftar isi
 
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
Aipmnh kota kupang tahun 2009-2011
 
BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)
BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)
BUKU MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM INDUKSI BAGI GURU PEMULA (PIGP)
 
222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...
222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...
222298712 rpi2 jm-5-ksn-ksn-pbts-aceh-sumut-sulut-gorontalo-sulteng-riau-kepr...
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPAR
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPARLaporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPAR
Laporan Akhir EKPD 2010 - Kalteng - UNPAR
 
Modul rba blu
Modul rba bluModul rba blu
Modul rba blu
 
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPARLaporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
Laporan AKhir EKPD 2009 Kalimantan Tengah - UNPAR
 
Panduan penyelengg sdsn
Panduan penyelengg sdsnPanduan penyelengg sdsn
Panduan penyelengg sdsn
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
 
Manajemen relawan terbaru
Manajemen relawan terbaruManajemen relawan terbaru
Manajemen relawan terbaru
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPALaporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua Barat - UNIPA
 
Laporan Kkl Awal
Laporan Kkl AwalLaporan Kkl Awal
Laporan Kkl Awal
 
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) SanitasiPetunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCENLaporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
Laporan Akhir EKPD 2009 Papua - UNCEN
 

More from EKPD

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Aceh
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi AcehLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Aceh
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi AcehEKPD
 

More from EKPD (20)

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Aceh
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi AcehLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Aceh
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Aceh
 

Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  • 1.
  • 2. KATA PENGANTAR Pujian, syukur, dan terima kasih kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya tulisan dengan judul LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2010 dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan Evaluasi ini telah diikuti oleh Universitas Papua selama 2 tahun berturut- turut yaitu 2008, 2009, dan tahun 2010 merupakan keikutsertaan Universitas Papua yang ketiga. Pengalaman yang dimiliki dalam melaksanakan EKPD dan tersedianya data yang memadai diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Kegiatan EKPD tahun 2010 ini memiliki nuansa yang sedikit berbeda dengan kegiatan- kegiatan EKPD tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena EKPD 2010 bertepatan dengan peralihan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 ke RPJM 2010 – 2014. Oleh karenanya, EKPD 2010 akan diarahkan mencakup dua kegiatan yaitu, pertama, mengevaluasi pelaksanaan PRJM 2004-2009 di Provinsi Papua Barat dengan analisis sebagaimana evaluasi tahun lalu. Hasil evaluasi EKPD akan memberikan gambaran yang utuh mengenai pelaksanaan RPJMN di daerah, baik pencapaian maupun permasalahan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan tersebut. Kedua,d alam RPJMN 2010 – 2014 yang telah mulai dilaksanakan, terjadi perubahan yang cukup besar dengan RPJMN sebelumnya. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi ex-ante tentang relevansi untuk membandingkan dan menilai RPJMD di masing-masing provinsi dengan RPJMN yang baru. Dengan memiliki data keterkaitan antara RPJMD di provinsi dan RPJMN, maka akan diperoleh gambaran/masukan bagi pemerintah dalam menyusun kegiatan di daerah. Hasil evaluasi ini juga dapat bermanfaat bagi daerah untuk menyesuaikan dokumen perencanaan daerah terhadap RPJMN apabila diperlukan. Laporan Akhir EKPD Provinsi Papua Barat ini dibuat sebagai salah satu pertanggungjawaban Tim Narasumber Provinsi Papua Barat kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sebagai mitra kerja. Terselesainya tulisan ini sudah barang tentu tidak terlepas dari kerjasama yang baik antara BAPPENAS dan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat, oleh karenanya pada kesempatan ini patut disampaikan terima kasih yang tulus kepada Tim BAPPENAS yang i   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  
  • 3. telah berbagi pengalaman, meluangkan waktu dan tenaga yang dimiliki demi perbaikan kerja Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sesama Tim Evaluasi Provinsi yang telah memberikan banyak masukan dan berbagi pengalaman dalam diskusi yang telah memperkaya wawasan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Kepada Kepala BP3D Provinsi Papua Barat, Kepala BPS Provinsi Papua Barat dan berbagai instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang telah membantu Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat pada kesempatan ini kami juga menghaturkan banyak terima kasih atas kerjasamanya. Disadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan yang berupa saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan laporan EKPD di masa yang akan datang. Manokwari, Desember 2010 Universitas Negeri Papua Rektor, Ir. Yan Pieter Karafir, MEc ii   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  
  • 4. DAFTAR ISI Kata Pengantar .………………………………………………………………………………….. i Daftar Isi …………………………………………………………………………………………… iii Daftar Tabel ……………..……………………………………………………………………… v Daftar Gambar…………………………………………………………………………………… . vi BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang…………………………………………………………………. ....... 1 B. Tujuan dan Sasaran ………………………………………………………………… 2 C. Keluaran……………………………………………………….………………………. 3 BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 ……………………….. 4 A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI .............. 4 1. Indikator ………………………………………………………………………… 4 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………………. 4 3. Rekomendasi Kebijakan………………………………………………………… 6 B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS .... 7 1. Indikator ……………………………………………………………………….… 7 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………….…………… 7 3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………..………………… 15 C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT .............................. 16 1. Indikator ………………………………..………………………………………. 16 2. Analisis Pencapaian Indikator ……………..………………………………..... 17 3. Rekomendsi Kebijakan …………………………………………………………. 55 D. KESIMPULAN .................................................................................................. 62 BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI 1. Pengantar …………………………………………………….. ............................. 66 2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional . …………..……………… 67 3. Rekomendasi ……………………………………………… ............. …………….. 64 a. Rekomendasi terhadap RPJMD Provinsi …………………………………… ..... 87 b. Rekomendasi terhadap RPJMN ………………………………………… …….. 89 BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................... 90 1. Kesimpulan ............................ …….................................................................... 90 2. Rekomendasi ......... ………………………………………………………………… 92 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 94 LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………. 96 iii   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  
  • 5. DAFTAR TABEL Tabel 1 Opini LKPD Papua Barat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI ................. 11 Tabel 2 Target Pendidikan SMP di Papua Barat Tahun 2005-2009 …………………. 17 Tabel 3 Angka Partisipasi Kasar menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2007-2008 ………………..……………………………………………….… 18 Tabel 4 Angka Partisipasi Murni menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 ………………………………………..…………………….. 20 Tabel 5 Jumlah dan Persentase Siswa Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 ………………………………………….. 21 Tabel 6 .... Angka Melek Aksara dan rata-rata lama sekolah penduduk berumur 15 Tahun atau lebih di Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 .............................................. 23 Tabel 7 Persentase Fasilitas Perpustakaan Terhadap Jumlah SLTP/SLTA Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 ……………………………………….. 25 Tabel 8 Persentase Fasilitas Laboratorium Terhadap Jumlah SLTP dan SLTA Di Provinsi Papua Barat 2006-2008 ………………………………………………. 25 Tabel 9 Persentase jalan nasional dan jalan provinsi di Papua Barat Tahun 2004-2009 40 Tabel 10 Produk Domestik Regional Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2005-2009 (Juta Rupiah) …………………..…………………………...... 44 Tabel 11 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 ........ 50 iv   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  
  • 6. DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Angka Kriminilitas di Papua Barat ................................................................. 4 Gambar 2 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Papua Barat .. 5 Gambar 3 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Papua Barat .. 6 Gambar 4. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan............................................................................................... 8 Gambar 5. Gender Development Index Papua Barat ...................................................... 12 Gambar 6. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender di Papua Barat ................................................................................. 13 Gambar 7 Gender Empaowerment Measurement di Papua Barat ................................ 14 Gambar 8 Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi kasar SD dan SMP di Provinsi Papua Barat 2004-2009 18 Gambar 9 Angka melek huruf Provinsi Papua Barat 2004-2009................................. 22 Gambar 10 Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup dan persentase Gizi buruk di Papua Barat Tahun 2004-2009................................................. 27 Gambar 11 Laju pertumbuhan penduduk dan total fertility rate di Papua Barat Tahun 2004-2009........................................................................................... 28 Gambar 12 Contaceprive prevalence rate, pertumbuhan pendapatan per kapita Dan akngka melek huruf di Papua Barat Tahun 2004-2009.......................... 29 Gambar 13 Persentase laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009................................................................................................... .. 27 Gambar 14 Indikator Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Barat tahun 2004-2009.......... 32 Gambar 15 PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Belaku di Papua Barat Tahun 2004-2009 ......................................................................................... 33 Gambar 16 Indikator Pendukung PDRB Per Kapita Papua Barat, 2004-2009............. ... 30 Gambar 17 Laju Inflasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009. ................................ 35 Gambar 18 Perkembangan nilai Rencana dan Realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009. ........................................................................................ 36 Gambar 19 Perkembangan nilai realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009 .......... 38 Gambar 20 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Papua Barat 2006-2009...................... 43 Gambar 21 Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan di Papua Barat ............. ... 45 Gambar 22 Jumlah Tindak Pidana Kelautan di Papua Barat ........................................... 47 Gambar 23 Luas Lahan Konservasi di Papua Barat ........................................................ 49 Gambar 24 Penduduk Miskin di Papua Barat ................................................................. 51 Gambar 25 Indikator Pendukung Kemiskinan di Papua Barat ......................................... 52 Gambar 26 Tingkat Penggangguran Terbuka di Papua Barat ......................................... 54 v   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  
  • 7. vi   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  
  • 8. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN tersebut. Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi. Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014. Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  1
  • 9. relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN 2010-2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya. Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah. Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah. Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan dengan mengacu pada panduan yang terdiri dari Pendahuluan, Kerangka Kerja Evaluasi, Pelaksanaan Evaluasi, Organisasi dan Rencana Kerja EKPD 2010, Administrasi dan Keuangan serta Penutup. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan kegiatan ini adalah: 1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan kontribusi pada pembangunan di daerah; 2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi. Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi: 1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di daerah; 2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  2
  • 10. C. Hasil yang diharapkan Hasil yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah: 1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk setiap provinsi; 2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010 - 2014.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  3
  • 11. BAB II. HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI 1. Indikator Indikator untuk menilai hasil pelaksanaan RPJMN 2004-2009 tentang pembangunan Indonesia yang aman dan damai adalah a) indeks kriminalitas, b) persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan c) persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional. 2. Analisis Pencapaian Indikator Angka Kriminilitas Angka kriminiltas di Papua Barat di wakili oleh angka kriminilitas pada Kepolisian Resort Manokwari. Angka kriminilitas yang digunakan adalah seluruh kasus kriminilitas yang diterima oleh Kepolisian resort Manokwari, baik kasus kriminilitas yang diselesaikan secara kekeluargaan maupun yang diteruskan ke pengadilan. Adapun jumlah kasus kriminilitas 5 tahun terakhir yaitu Tahun 2005 hingga Tahun 2009, seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Angka Kriminilitas di Papua Barat Angka Kriminilitas 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 2005 2006 2007 2008 2009 Angka Kriminilitas Sumber: Kepolisian Resort Manokwari, 2010   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  4
  • 12. Jumlah kasus kriminilitas di Papua Barat cenderung meningkat hingga tahun 2008 dan menurun pada tahun 2009. Provinsi Papua Barat merupakan provinsi termuda di Indonesia sehingga pertumbuhan penduduk terutama migrasi penduduk dari luar Papua Barat yang masuk Papua Barat cenderung meningkat sehingga tingkat kriminilitas terus bertambah. Pada tahun 2009 angka kriminilitas cenderung menurun karena Peraturan Daerah tentang larangan penjualan bebas minuman keras dan pemasukan minuman keras ke Kabupaten Manokwari diefektifkan. Kasus kriminilitas tertinggi adalah kasus penganiayaan (15,20%), kasus pencurian (13,83), kasus narkotika dan obat-obatab terlarang (11,70%), kasus pelanggaran lalu lintas (7,45%) dan kasus pembunuhan (5,32%). Kasus penganiayaan, kasus pelanggaran lalu lintas dan kasus pembunuhan sebagian sebagian besar disebabkan oleh pengaruh minuman keras/ Sebagian besar kasus penganiayaan terjadi karena pelaku dalam keadaan tidak sadar oleh minuman keras. Kasus Kejahatan Konvensional Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dua tahun terakhir di Papua Barat ditunjukkan oleh Gambar 2. Gambar 2 Persentase Penyelesaian Kasus kejahatan Konvensional di Papua Barat Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 2008 2009 Sumber: Pengadilan Negeri Manokwari, 2010   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  5
  • 13. Jumlah kasus kejahatan konvensional tahun 2008 adalah 92 kasus dan Tahun 2009 adalah 94 kasus. Seluruh kasus kejahatan konvensional tahun 2008 dan tahun 2009 diselesaikan pada tahun tersebut. Kasus Kejahatan Transnasional Kasus kejahatan transnasional adalah pengedaran narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba). Kasus narkoba pada Tahun 2008 sebanyak 11 kasus dan tahun 2009 sebanyak 2 kasus. Seluruh kasus narkoba dapat diselesaikan pada tahun tersebut (Gambar 3). Gambar 3 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional di Papua Barat Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 2008 2009 Sumber: Pengadilan Negeri Manokwari, 2010 3. Rekomendasi Kebijakan a. Mengingat angka kriminilitas tertinggi di Papua Barat adalah kasus penganiayaan karena minuman keras maka peraturan daerah yang melarang memperdagangkan minuman keras perlu dipertegas. Pemerintah harus mengambil tindakan tegas bagi pemasok dan pendistribusi minuman keras di Papua barat.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  6
  • 14. b. Mengingat Provinsi Papua Barat terdiri dari 9 kabupaten/kabupaten kota, dan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik antar kabupaten maka sepatutnya Provinsi Papua Barat memiliki KAPOLDA, Kejaksaan Negeri Provinsi dan Pengadilan Tinggi Provinsi. B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS 1. Indikator Indikator untuk menilai hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 tentang pembangunan Indonesia yang adil dan demokratis adalah Pelayanan Publik yang meliputi indikator: a) persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, b) persentase kabupaten kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, c) persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki pelaporan wajar tanpa pengecualian (WTP); dan Indikator Demokrasi yang meliputi a) Gender Development Index (GDI), b) Gender Enpowerment Measurement (GEM), dan c) Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 2. Capaian Pelayanan Publik Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani Wacana pemberantasan korupsi belakangan ini menjadi bahasa populer yang diperbincangkan oleh semua kalangan. Perbincangannya dimulai dari perbincangan formal di tingkatan elit sampai obrolan santai di warung kopi. Hal ini wajar, mengingat orang Indonesia adalah orang yang kenyang jeratan korupsi, dan korupsi meliputi hampir seluruh ranah kehidupan orang Indonesia pada umumnya, dan Papua Barat pada khususnya. Akibat yang ditimbulkan dari praktek korupsi adalah hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik, dan ketimpangan sosial. Kemudian, agar hal-hal ini tidak menghilangkan norma dan tatanan yang ada maka oleh pemerintah agenda pemberantasan korupsi mau tidak mau harus menjadi pilihan. Persentasi kasus korupsi yang tertangani di Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 4.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  7
  • 15. Gambar 4. Persentase Kasus Korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang Dilaporkan di Papua barat KASUS KORUPSI YANG TERTANGANI 100 80 60 40 20 0 2008 2009 % Kasus korupsi yang tertangani di bandingkan dengan yang  dilaporkan Sumber: Pengadilan Negeri Kabupaten Manokwari (meliputi tiga kabupten: Kab. Manokwari, Kab. Teluk Bintuni dan Kab. Teluk Wondama), 2010. Berdasarkan data dan informasi tersebut diatas, tercatat bahwa periode 2004 hingga 2007 tidak ada kasus korupsi yang dilaporkan untuk selanjutnya diproses. Fenomena ini secara tidak langsung memcerminkan masih kurangnya komitmen pemerintah daerah (Papua Barat) memberantas praktek-praktek korupsi. Korupsi merupakan potret yang menurunkan tingkat pelayanan publik. Praktek korupsi marak terjadi dimana-mana dan dilakukan secara terang-terangan, namun belum nampak ada upaya pencegahan dan pemberantasan dugaan-dugaan korupsi. Jumlah dugaan kasus korupsi yang tidak dilaporkan ke pihak berwajib relatif menyebabkan kasus-kasus tersebut juga tidak bisa terungkap. Masing lemahnya pemberantasan kasus–kasus korupsi di provinsi Papua Barat tahun 2004 hingga 2007 lebih disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1). Indonesia memiliki wilayah sangat luas dari Sabang sampai Merauke sehingga keadaan tersebut turut mempengaruhi lemahnya kontrol pemerintah terhadap praktek-praktek korupsi di daerah termasuk di Papua Barat. Aparat Pemerintah Pusat yang ada di daerah seperti kejaksaan , kehakiman dan pihak kepolisian sebagai institusi penegak hukum seolah-olah tidak berdaya menghadapi praktek korupsi yang marak terjadi dan bahkan ada kesan institusi penegak hukum tersebut melindungi para pelaku agar terhindar dari proses penyidikan dan penyelidikan.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  8
  • 16. Praktek korupsi yang dilakukan di Papua Barat sangat sistemik secara internal institusi, antara institusi, individu dan kelompok sehingga menjadi sangat sulit untuk mengungkapkan berbagai sinyalemen tindak pidana korupsi tersebut. Dokumen- dokumen publik seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi buku suci yang sulit di akses publik; 2). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk oleh Undang-Undang cukup berhasil di tingkat pusat, namun belum efektif bekerja di daerah karena hingga saat ini belum ada KPK di tingkat Daerah. Kebaradaan KPK bukan terbatas tugasnya memberantas dan menuntas kasus- kasus dugaan korupsi, tetapi dapat menjadi alat kontrol yang efektf terhadap penyelenggaran pemerintahan di daerah. Masyarakat dapat menyampaikan laporan dugaan korupsi langsung ke KPK tanpa melaluli instutusi penegak hukum lainnya; 3). Hambatan lainnya terkait dengan kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah pemeriksaan terhadap pejabat setingkat kepala daerah yang diatur oleh Undang-Undang yaitu berada di tangan Presiden. Kasus-kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah hingga kini masih berlarut-larut proses penyelesaiannya karena disebabkan oleh hambatan legalitas Selanjutnya, tahun 2008 hingga 2009 tercatat pula bahwa jumlah kasus korupsi yang dilaporkan justru mampu diselesaikan secara keseluruhan. Artinya, pada periode 2008 hingga 2009 sejumlah kasus korupsi yang diagendakan hingga pada proses pengadilan dapat diselesaikan secara hukum oleh institusi terkait (Pengadilan Negeri). Praktek korupsi di daerah yang banyak menyeret petinggi daerah lebih disebabkan oleh penyalagunaan wewenang sebagai akibat dari kekurangtahuan para pejabat tentang perkembangan peraturan. Peraturan-peraturan yang dimaksud diantaranya PP 29 Tahun 2000 tentang Jasa Konstruksi, Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta Keppres 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN/APBD Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki PERDA Pelayanan Satu Atap Pada dasarnya, inisiasi pembentukan peraturan pelayanan satu atap lebih diarahkan oleh pemerintah pusat/daerah guna menghindari birokrasi yang berbelit-belit. Hingga 2009, tercatat di Kementerian Dalam Negeri ada 14 provinsi dan 250 kabupaten/kota yang baru menerapkan sistem pelayanan terpadu (SPT). Meskipun hingga 2009 belum tergolong dalam kelompok daerah yang sudah menerapkan sistem pelayanan terpadu, Papua Barat telah berkomitmen mempelajari dan mulai mengatur atau mendesain sistem pelayanan satu atap, yang diharapkan nantinya dapat menjadi jaminan daya tarik investor. Upaya ini telah ditunjukkan dengan studi   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  9
  • 17. banding yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Papua Barat ke beberapa wilayah di tanah air (Kabupaten Sidoarjo) yang telah sukses dengan sistem pelayanan terpadu. Beberapa hal yang menyebabkan mengapa sistem pelayanan satu atap di Papua Barat hingga sekarang belum juga optimal di desain, yaitu : 1) sumberdaya manusia bidang perencanaan dan pengembangan investasi di daerah masih sangat minim; 2) butuh waktu untuk perubahan paradigma pimpinan di daerah dari dilayani menjadi melayani; dan 3) belum terkolaborasinya data dan informasi tentang potensi yang akurat/potensial di daerah. Persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Salah satu upaya untuk mewujudkan good governance adalah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Tujuan umum pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi berkaitan dengan posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas yang berguna bagi pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara khusus, tujuan umum dari pelaporan keuangan di sektor publik adalah menyediakan informasi yang berguna bagi proses pengambilan keputusan dan menunjukkan akuntabilitas entitas mengenai sumberdaya yang dipercayakan. Tujuan umum lainnya bagi pelaporan keuangan juga dapat memiliki peranan prospektif dan prediktif, menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi tingkat sumber daya yang dibutuhkan untuk kelangsungan operasi, dan risiko yang menyertai serta ketidakpastiannya. Kemudian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, investigasi terhadap pertanggungjawaban keuangan di daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI hanya pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) di daerah. Perkembangan hasil pemeriksaan terhadap LKPD Papua Barat tahun 2004 - 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  10
  • 18. Tabel 1. Opini LKPD Papua Barat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI TAHUN OPINI 2004 WDP 2005 WDP 2006 TMP 2007 TMP 2008 TMP 2009 TMP Sumber: BPK RI, 2009 Hasil pemeriksanaan BPK RI terhadap LKPD Papua Barat tahun 2004 hingga 2009, cukup jelas memberikan informasi tentang masih lemahnya aspek pengelolaan keungan di daerah yang pada akhirnya diberi opini tidak memberikan pendapat (TMP). Aspek pengelolaan keuangan di daerah yang dimaksud disini bermula dari perencanaan, penatausahaan, sampai pada aspek pelaporan dan pertanggungjawaban. Masih lemahnya managemen pengelolaan keuangan di daerah (Papua Barat) lebih di sebabkan oleh Pertama adalah masih lemahnya sumber daya manusia pengelola keuangan di daerah. Sehebat apapun sistem dan mekanisme yang dibangun, tetapi tidak didukung dengan SDM yang handal maka sistem atau mekanisme tersebut tidak akan efektif. Harus diakui bahwa sampai saat ini, ahli akuntansi sektor publik di Indonesia masih sangat amat sedikit, ketimbang ahli akuntansi bisnis. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika kita membaca hasil audit BPK terhadap prestasi LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah). Kedua, tumpang-tindih peraturan/ regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tentang pengelolaan keuangan daerah, yang justru terkadang menjadi persoalan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan neraca. Yang lebih parah lagi tidak hanya sebatas tumpang-tindih aturan, tetapi perubahan terhadap aturan tersebut juga sering terjadi dengan durasi waktu yang relatif singkat. 3. Kinerja Indikator Demokrasi Pada dasarnya hakekat pembangunan ditujukan untuk kesejahteraan seluruh penduduk dengan tidak membedakan suku, agama, asal maupun jenis kelamin. Meski demikian, pembangunan yang dilaksanakan disinyalir masih bermuatan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Ditengarai, pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang lebih banyak menguntungkan laki-laki. Tentunya untuk menjawab hal itu tidak mudah, perlu kajian mendalam terhadap keseluruhan aspek pembangunan. Salah satu cara untuk mengetahui adanya diskriminasi antara   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  11
  • 19. laki-laki dan perempuan, yaitu menilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) dengan mempertimbangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Gender Development Index (GDI) Dalam perkembangan bangsa, peran jender perlu diperhatikan tidak hanya dari keberadaannya, tetapi juga kwalitas perannya. Pemberdayaan perempuan diarahkan untuk mengembangkan dan memantapkan berbagai potensi yang ada pada dirinya yang memungkinkan dirinya dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki terhadap proses pembangunan. Pencapaian pembangunan gender yang diukur dengan indeks pembangunan gender (IPG) di Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Gender Development Index Papua Barat Gender Development Index 60,00 58,00 56,00 54,00 52,00 50,00 48,00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gender Development Index Sumber : BPS RI, 2009 Pencapaian pembangunan gender yang diukur dengan IPG selama kurun waktu 2004 - 2007 pada Gambar 5 di atas menunjukkan pencapaian pembangunan gender terus mengalami peningkatan sejak tahun 2004. Pada tahun 2004 pencapaian pembangunan gender mencapai 51,40 kemudian meningkat menjadi 56,80 pada tahun 2007. Dengan demikian selama kurun waktu 2004-2007 kapabilitas dasar perempuan terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2004 nilai IPG Papua Barat terlihat terus bergerak naik hingga mencapai 56,80 pada tahun 2007. Namun   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  12
  • 20. demikian, capaian IPG pada periode tersebut masih tergolong rendah, jika dibandingkan prestasi IPG daerah lainnya di Indonesia. Kemudian, pada periode 2008-2009 IPG Papua Barat juga terlihat terus meningkat dari 57,36 pada tahun 2008 menjadi 57,80 pada tahun 2009. Artinya, meskipun peningkatan tersebut masih relatif kecil namun peningkatan tersebut justru memberikan indikasi bahwa komitmen pemerintah terhadap kesetaraan jender di Papua Barat cukup baik dari sisi kuantitas. Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan manusia yang tercermin dalam nilai IPM Papua Barat sejak tahun 2004 hingga 2009 meningkat baik di tingkat kabupaten/kota di Papua Barat hingga tingkat provinsi. Namun, demikian terlihat jelas bahwa peningkatan tersebut masih belum mampu mengurangi kesenjangan gender. Hal ini dapat diketahui dari nilai IPG yang lebih kecil dari nilai IPM, yang berarti masih terjadi ketaksetaraan gender yang hampir ditemui di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. ketidasetaraan gender tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender di Papua Barat Gender Development Index dan Indeks  Pembangunan Manusia 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 GDI IPM Sumber : BPS RI, 2009   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  13
  • 21. Selanjutnya dalam konteks diatas, ketaksetaraan gender bukan hanya merujuk pada persoalan persamaan status dan kedudukan saja tetapi bisa bermakna pada persoalan persamaan peranan dalam hal partisipasi terhadap proses pengambilan keputusan di bidang politik maupun penyelenggaraan pemerintahan; kehidupan ekonomi dan sosial khususnya kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga. Kemudlian, dari unsur-unsur persamaan peranan tersebut merupakan komponen yang tercakup dalam penghitungan indeks pemberdayaan gender (IDG). Jadi, IDG merupakan ukuran komposit yang dapat digunakan untuk mengkaji sejauh mana persamaan peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan serta kontribusi dalam aspek ekonomi maupun sosial. Berdasarkan ukuran IPM dan IPG, pembangunan manusia di Papua Barat telah menunjukkan kemajuan. Meski kesenjangan gender masih terlihat, tetapi dari waktu ke waktu kesenjangan tersebut memperlihatkan kecenderungan semakin menurun. Demikian juga dengan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement) yang mencerminkan tingkat partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan terus menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat. Perkembangan GEM di Papua Barat dapat lihat pada Gambar 7. Gambar 7 Gender Empowerment Measurement di Papua Barat Gender Empowerement Measurement Papua  Barat, 2004­2009 60 50 40 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Perkembangan GEM Sumber : BPS RI, 2009 Pada tahun 2004 nilai GEM (Indeks Pemberdayaan Gender) mencapai 41,0 kemudian meningkat menjadi 55,50 pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa pada   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  14
  • 22. tahun 2004 peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan baru mencapai 41,0 persen dari peranan yang dijalankan oleh laki-laki dan meningkat menjadi 55,50 persen pada tahun 2007 (lihat Gambar 7). Kemudian tahun 2008 hingga 2009 terlihat jelas juga bahwa nilai GEM (Gender Empowerment Measurement) terus mengalami peningkatan dari 55,89 menjadi 56,10. Artinya, peranan perempuan di Papua Barat dalam proses pengambilan keputusan serta memberikan atau berkontribusi dalam aspek ekonomi maupun sosial terus mengalami peningkatan. Semakin menurunnya kesenjangan gender dan meningkatnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan mengindikasikan bahwa, pembangunan berorientasi gender yang dilaksanakan di Papua Barat sudah sesuai dengan harapan. Meningkatnya peranan perempuan seperti yang ditunjukkan Gambar 7 tidak terlepas dari meningkatnya pencapaian pembangunan gender. Secara teoritis bahwa semakin tinggi pencapaian pembangunan gender akan berdampak pada peningkatan peranan perempuan khususnya partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan. 4. Rekomendasi Kebijakan Aspek Pelayan Publik Pencapaian agenda pelayanan publik yang dipantau melalui persentase kasus korupsi yang ditangani, kemudian jumlah kabupaten/kota di Papua Barat yang memiliki PERDA pelayanan satu atap, dan persentase laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang memiliki opini wajar tanpa pengecualian (WTP) ternyata belum banyak memberikan perubahan yang signifikan berkaitan dengan agenda tersebut. Oleh sebab itu, beberapa agenda yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah (Papua Barat) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik diantaranya, Perlu dibentuk perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Daerah untuk mengefektifkan tugas-tugas KPK di daerah. Selain itu, kewenangan pemeriksaaan pejabat setingkat kepala daerah sebaiknya diserahkan kepada pejabat setingkat Menteri atau KPK, kemudian, pembinaan secara intensif perlu terus dilakukan berkenaan dengan tantangan tugas di era otonomi daerah dan semangat demokrasi yang menuntut perubahan sikap, perilaku dan cara pandang dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai aparatur di daerah. selanjutnya, memperbanyak frekuensi pelatihan dan pendampingan bagi SDM aparatur di daerah. Terutama pada   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  15
  • 23. bidang atau aspek perencanaan sampai pada penatausahaan dan pelaporan yang selama ini selalu menjadi penghambat prestasi kerja aparatur daerah.. Capaian Demokrasi Pencapaian kinerja demokrasi yang terpantaupula melalui indeks pembangunan gender dan indeks pemberdayaan gender di Papua Barat, cukup memperlihatkan prestasi yang meningkat setiap tahun. Namun, prestasi yang diraih tersebut ternyata tidak merata. Artinya, masih terjadi ketimpangan dalam hal peran antar laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. Selanjutnya, agenda yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh pemerintah daerah (Papua Barat) untuk dapat bisa meminimalisir ketimpangan tersebut adalah perlu membuka ruang partisipasi bagi wanita dalam pembangunan. Kemudian, ruang partisipasi tersebut dapat diakomodir melalui affirmative action dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi. Selanjutnya, Porsi lebih besar perlu diberikan kepada kaum perempuan dalam setiap perumusan kebijakan pembangunan agar perempuan memiliki ruang partisipasi dengan tingkat legitimasi kuat dalam berbagai aspek kehidupan di ranah publik. Selain itu, progam pendidikan penyadaran tentang penyetaraan gender baik kaum lelaki maupun perempuan agar terjai perubahan pola pikir, sikap, perilaku secara bertahap saling beradaptasi C. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 1. Indikator Indikator yang digunakan untuk menilai hasil evaluasi RPJMN 2004-2009 tentan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah indikator pendidikan meliputi indikator angka partisipasi murni (APM) SD/MI, angka partisipasi kasar (APK) SD/MI, rata-rata nilai akhir SMP/MTS, angka melek aksara , rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA, angka putus sekolah SD, angka putus sekolah SMP, angka putus sekolah menengah, persentase jumlah guru yang mengajar SMP, persentase julah guru yang layak mengajar sekolah menengah, sedangkan indikator kesehatan meliputi umur harapan hidup (UHH), angka kematian bayi, persentase prevalensi gizi buruk, prevalensi gisi kurang, persentase tenaga kesehatan per penduduk; indikator keluarga berencana meliputi persentase penduduk ber KB, laju pertumbuhan penduduk, total fertility rate (TFR): Indikator ekonomi makro meliputi laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output manufacture terhadap PDRB, laju inflasi; Indikator Investasi meliputi nilai rencana PMA yang disetujui, nilai realisasi investasi PMA, nilai rencana PMDN yang disetujui, nilai realisasi investasi PMDN, realisasi penyerapan tenaga kerja PMA;   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  16
  • 24. indikator infrakstruktur meliputi panjang jalan nasional dalam keadaan baik, sedang dan rusak, panjang jalan provinsi dalam keadaan baik, sedang dan rusak; indikator pertanian meliputi rata-rata nilai tukar petani per tahun, PDRB sektor pertanian; indikator kehutanan meliputi persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis; indikator kelautan meliputi jumlah tindak pidana perikanan, luas lahan konservasi laut dan indikator kesejahteraan meliputi persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka. 2. Analisis Pencapaian Indikator Pendidikan Berbagai upaya telah dilakukan bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008. Alat ukur yang digunakan, salah satunya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 persen (Tabel 2). Tabel 2. Target Pendidikan SMP di Papua Barat Tahun 2005-2009 Tahun Komponen 2005 2006 2007 2008 2009 Jlh Penduduk 12.975.988 12.969.815 12.890.341 13.326.562 13.419.559 usia SMP Jumlah siswa 11.058.136 11.501.634 11.926.443 12.375.952 12.670.563 APK 85,22 88,68 92,52 95,00 98,00 APM 62,79 64,65 71,60 67,62 68,74 Sumber: DEPDIKNAS 2009 Prestasi Provinsi Papua Barat dalam pembangunan bidang pendidikan selama pelaksanaan RPJMD 2004-2009 disajikan secara rinci dalam Gambar 8 dan capaian yang berhasil diraih selama pelaksanaan RPJMD 2004-2009 diuraikan sebagai berikut.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  17
  • 25. Gambar 8 Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar SD dan SMP Provinsi Papua Barat Periode 2004-2009 Indikator Pembangunan Pendidikan Provinsi Papua Barat 400 300 APM SMP 200 APK SMP APK SD 100 APM SD 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : Depdiknas, 2009 Gambar 8 menunjukan telah terjadi peningkatan APK sejak tahun 2008 pada jenjang pendidikan SLTP dan SMU, kecuali pada jenjang SD. APK pada sekolah dasar lebih tinggi, dari data tersedia pada tahun 2009 mencapai 117,50 namun ironis dengan nilai Angka Partisipasi Murni (APM) yang lebih rendah. Hal ini berarti sebenarnya lebih banyak anak di Provinsi Papua Barat bersekolah di SD, tidak tepat umur. APK SD tahun 2009 mengalami peningkatan, yaitu 117,50 padahal pada tahun 2008 mengalami penurunan (114,18) dibanding dengan tahun 2007, yaitu 116,05 persen. APK SD Kabupaten Sorong Selatan adalah tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua Barat, yakni 123,91 persen. APK SD terendah berada pada Kabupaten Manokwari sebesar 100,45 persen. Tabel 3. Angka Partisipasi Kasar menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2007-2008 Jenjang Pendidikan Kabupaten/Kota SD SLTP SMU Fakfak 114,18 72,59 91,12 Kaimana 112,18 56,19 72,81 Teluk Wondama 117,16 58,25 45,18 Teluk Bintuni 104,78 62,07 40,69 Manokwari 100,45 61,19 83,84 Sorong Selatan 123,91 54,95 86,10 Sorong 119,13 71,84 22,14 Raja Ampat 122,85 24,55 47,49   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  18
  • 26. Kota Sorong 104,58 103,24 90,71 Papua Barat (2007) 116,05 70,10 60,78 Papua Barat (2008) 114,18 72,59 91,12 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2008 APK SLTP Papua Barat tahun 2007 sebesar 70,10 persen mengalami peningkatan menjadi 72,59 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Pada tahun 2009, APK SLTP meningkat mencapai 80,70 persen yang berarti banyaknya penduduk Papua Barat yang sedang bersekolah di SLTP di antara penduduk berumur 13-15 tahun hanya sebesar 80,70 persen. Kabupaten Raja Ampat merupakan daerah dengan APK terendah yaitu sebesar 24,55 persen. Diduga rendahnya APK SLTP di sebabkan karena tidak semua kecamatan memiliki SLTP, sehingga diperkirakan penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tersebut bersekolah ke Kota Sorong. Disamping itu pada kenyataannya banyak orang tua yang tinggal di perkotaan menginginkan anaknya yang sudah mampu membaca, menulis segera dapat masuk SD, walaupun umur sekolah belum memenuhi syarat. Sedangkan yang berada di pedesaan terhambat di jenjang SD karena keterbatasan dalam membaca, menulis dan berhitung, sehingga pada usia lebih dari dua belas tahun masih duduk di bangku SD. Secara umum, APK di jenjang SD lebih besar daripada SMP. Hasil penelitian Erari (2009), menyatakan angka putus sekolah di daerah pedesaan Papua Barat lebih besar, mengakibatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pedesaan yang selalu lebih kecil dari APS perkotaan, untuk jenjang SD dan SMP. Sehingga dapat disimpulkan akses dan pemerataan pemerolehan pendidikan di perkotaan lebih besar dari pedesaan. Angka Partisipasi Murni mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu yang dibagi kedalam umur jenjang kelompok pendidikan yaitu SD (7-12 tahun), SMP (13- 15 tahun) dan SMA (16-18 tahun). Pada saat ini pemerintah telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun yaitu mulai SD sampai SMP (7-15 tahun).   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  19
  • 27. Tabel 4. Angka Partisipasi Murni menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 Angka Partisipasi Murni Kabupaten/Kota SD SLTP SMU 2007 2008 2007 2008 2007 2008 Kaimana 96,13 95,01 58,00 52,99 59,88 51,75 Wondama 87,03 86,98 28,92 31,63 24,66 32,85 Teluk Bintuni 86,26 84,91 45,33 41,32 23,03 14,25 Manokwari 83,99 87,32 45,26 48,69 36,92 45,44 Sorong Selatan 97,14 96,95 49,82 49,62 60,25 55,78 Sorong 91,80 94,68 43,24 53,86 22,73 18,46 Raja Ampat 88,10 89,23 15,22 15,77 6,25 23,82 Kota Sorong 91,12 92,77 72,37 77,53 68,84 64,38 Provinsi Papua Barat 89,97 90,71 52,32 48,92 44,80 43,61 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 dan 2008 Selama periode 2004-2009 menampilkan Angka Partisipasi Murni SD di Provinsi Papua Barat pada tahun 2004 adalah 85,95 persen dan mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahun, pada tahun 2009 mencapai 91,25 persen. APM ini mempunyai makna diantara 100 orang yang berumur 7-12 tahun, 92 orang diantaranya sedang menjalani pendidikan SD dan berumur 7-12 tahun. Hal ini juga menunjukkan efektifnya program peningkatan akses dan pemerataan SD melalui nilai APM. Data lengkap dari Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat untuk tahun 2007-2008 disajikan pada Tabel 4. Untuk jenjang pendidikan SMP tahun 2008, kota Sorong menempati urutan teratas dengan APM tertinggi yaitu 77,53 persen, sedangkan urutan terbawah adalah Kabupaten Raja Ampat (15,77 persen). APM SMP Provinsi Papua Barat mengalami penurunan menjadi 48,92 persen di tahun 2008 setelah pada tahun sebelumnya sebesar 52,32 persen. Tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 62 persen. Rata-rata nilai akhir tingkat SMP, cukup rendah yaitu 3,89 sejak 2005-2007. namun ada peningkatan yang signifikan pada tahun 2008, yaitu 6,37 Bila dibandingkan dengan rata-rata nasional, sangat jauh dari harapan karena sejak tahun 2005, nilai tidak menembus angka empat. Nilai rata-rata nasional, menembus lebih dari nilai enam. Rata-rata nilai akhir Sekolah Menengah, sejak tahun 2005, ada peningkatan. Tahun 2007 rata-rata nilai menembus angka enam, berarti ada peningkatan mutu pendidikan sekolah menengah yang cukup berarti di Provinsi Papua Barat. Angka putus sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  20
  • 28. lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu dan sering pula digunakan sebagai indikator berhasil atau tidaknya pembangunan di bidang pendidikan. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Siswa Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 SD SLTP SLTA Tahun Siswa Siswa Siswa Jumlah Jumlah Jumlah putus % putus % putus % siswa siswa siswa sekolah sekolah sekolah 2006 5.292 99.518 5,32 78 21.749 0,36 1.990 21.737 9,15 2007 5.254 103.272 5,09 873 24.268 3,60 906 23.813 3,80 2008 3.815 109.246 3,49 463 26.658 1,74 760 27.114 2,80 2009 - - - - - 7,95 - - - Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2008 Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan angka putus sekolah mengalami penurunan. Pada jenjang pendidikan SD, baik secara absolut maupun persentase siswa yang putus sekolah mengalami penurunan. Pada awal persentase siswa putus sekolah di tahun 2006 sebesar 5,32 persen, kemudian pada tahun 2008 persentase siswa putus sekolah menjadi 3,49 persen. Sejalan dengan penurunan persentase siswa putus sekolah, secara absolut jumlah siswa yang putus sekolah juga mengalami penurunan. Pada jenjang pendidikan SLTP pada tahun 2007 justru siswa putus sekolah mengalami peningkatan. Semula di tahun 2006 jumlah siswa putus sekolah hanya berjumlah 78 siswa (0,36 persen), kemudian jumlah siswa putus sekolah meningkat secara signifikan di tahun 2007 menjadi 873 siswa (3,60 persen). Jumlah siswa putus sekolah kembali mengalami penurunan menjadi 463 siswa (1,74 persen) pada tahun 2008. Data tahun 2009 yang di peroleh dari kantor BPS Papua Barat, menunjukkan ada kenaikan yang sangat berarti menjadi 7,95. Seperti halnya dengan angka putus sekolah SD, pada jenjang pendidikan SLTA jumlah siswa maupun persentase siswa putus sekolah mengalami penurunan. Pada tahun 2006, jumlah siswa putus sekolah sebesar 1990 siswa (9,15 persen) dan mengalami penurunan 58,47 persen pada tahun 2007 menjadi 3,80 persen. Kemudian diikuti pada tahun 2008, jumlah siswa putus sekolah hanya 760 siswa (2,80 persen). Penyebab utama putus sekolah di Provinsi Papua Barat, karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, kondisi ekonomi orang tua yang tidak mampu dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  21
  • 29. Disamping itu angka putus sekolah justru lebih tinggi di daerah pedesaan, daripada di perkotaan. Untuk jenjang SD/SMP, angka putus sekolah lebih kecil di jenjang SD. Angka melek aksara 15 tahun, merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur tingkat pendidikan. Angka melek aksara mengindikasi kemampuan penduduk untuk membaca dan menulis. Dilihat dari perbaikan angka melek aksara, Provinsi Papua Barat telah menunjukan perbaikan yang berarti. Angka melek huruf Provinsi Papua Barat secara rinci disajikan dalam Gambar 9. Gambar 9. Angka Melek Huruf Provinsi Papua Barat Periode 2004-2009 Angka Melek Huruf Provinsi Papua Barat   94 92 90 88 86 84 82 80 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Angka Melek Huruf (%) Sumber : BPS RI, 2009   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  22
  • 30. Tabel 6. Angka Melek Aksara dan Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun atau lebih di Papua Barat Menurut abupaten/Kota Tahun 2007 Dan 2008. Rata-rata lama Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota sekolah 2007 2008 2007 2008 Kab. Fakfak 97,17 97,17 8,93 8,93 Kab. Kaimana 95,48 95,48 7,10 7,10 KabTeluk Wondama 81,02 82,85 5,99 6,39 Kab. Teluk Bintuni 80,84 82,67 6,44 6,85 Kab. Manokwari 83,54 85,37 7,19 7,59 Kab. Sorong Selatan 87,90 88,07 7,90 7,90 Kab. Sorong 91,39 91,39 8,00 8,00 Kab. Raja Ampat 89,93 92,69 7,00 7,00 Kota. Sorong 99,10 99,10 10,10 10,52 Prov.Papua Barat 90,32 92,15 7,65 7,67 Sumber: BPS Papua Barat, 2007 dan 2008 Angka melek aksara Provinsi Papua Barat tahun 2009 adalah sebesar 92,24 persen, mengalami peningkatan, dibandingkan selama periode 2004-2008. Pada tahun 2004 angka melek aksara hanya 85,10 persen, tahun 2005 ada peningkatan menjadi 85,40 persen, tahun 2006 juga mengalami peningkatan mencapai 88,50 persen, tahun 2007 yaitu 90,32 persen, tahun 2008 meningkat menjadi 92,15 persen dan pada tahun 2009 menjadi 92,24 persen. Semakin tinggi angka melek aksara maka kenaikan persentase angka melek aksara ini akan cenderung semakin lambat. Berdasarkan data dari Kabupaten/Kota 2007 dan 2008, beberapa Kabupaten mengalami peningkatan persentase angka melek aksara yaitu Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Bagaimanapun juga kemampuan dasar pertama kali yang dimiliki seseorang untuk dapat menambah dan mengasah ilmu pengetahuan adalah dengan membaca dan menulis. Hal ini menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan pendidikan sudah mulai dilakukan pemerintah sampai di tingkat Kabupaten. Meskipun demikian, jika dilihat dari tingkat rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat, belum terjadi peningkatan yang signifikan (7,65 tahun 2007 menjadi 7,67 tahun 2008), artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat menempuh pendidikan hanya sampai kelas 2 SMP. Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMP, pada tahun 2004-2009, ada peningkatan yang cukup berarti mencapai lebih dari 70   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  23
  • 31. persen. Dalam kaitannya dengan kualifikasi guru, tampak lebih banyak guru yang belum layak mengajar pada jenjang SMP, walaupun ada peningkatan, karena yang diharapkan 90 persen guru layak mengajar. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah provinsi Papua Barat. Pada saat ini program peningkatan guru SMP belum efektif karena capaiannya hanya tidak lebih dari 75 persen. Pada jenjang SMP untuk Provinsi Papua Barat, mutu pendidik sekitar 58 persen guru dengan kualifikasi S1 atau S2. Guru SMP dengan golongan paling rendah golongan III ada 87 persen, Sedangkan yang mempunyai masa kerja lebih dari sepuluh tahun hanya 64 persen. Pendidikan guru SMP perlu mendapat perhatian serius, mengingat tuntutan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tentang persyaratan guru yang diatur dalam Bab IV PP.19/2005 tentang standarisasi Nasional Pendidikan, bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D IV) atau sarjana/strata I. Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMA, sejak tahun 2006 -2007 ada 81,0 persen dan meningkat menjadi 91,63 persen pada tahun 2009. Mutu Tenaga Kependidikan, berdasarkan hasil penelitian Erary (2009), pada jenjang SD, semua sekolah di Provinsi Papua Barat belum mempunyai tenaga kependidikan, seperti tata usaha dan bendahara. Pekerjaan administrasi dan keuangan dirangkap oleh guru yang ditunjuk. Pada jenjang SMP di tahun 2009, rata- rata satu sekolah mempunyai dua sampai tiga tenaga kependidikan, dimana 63 persen berpendidikan SMTA, 33 persen berpendidikan S1, sisanya Diploma. Dilihat dari masa kerja dan golongan, terdapat sekitar 88 persen mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun dan 47 persen bergolongan III. Fasilitas Pendidikan, keberhasilan dalam kegiatan pendidikan tidak semata-mata hanya pola transfer ilmu pengetahuan satu arah yang dilakukan oleh seorang guru dengan hanya menerangkan mata pelajaran dan menuliskannya di papan tulis. Era moderen saat ini sekolah-sekolah mulai menata diri dengan melengkapi fasilitas sekolah dengan perpustakaan dan laboratorium- laboratorium . Perpustaan adalah gudang ilmu yang dalamnya tersimpan buku-buku yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan para siswa.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  24
  • 32. Tabel 7 Persentase Fasilitas Perpustakaan Terhadap Jumlah Sekolah SLTP SLTA Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 Tahun SLTP SLTA Sekolah Perpustakaa % Sekolah Perpustakaan % 2006 132 42 31,82 63 30 47,62 2007 128 49 38,28 67 36 53,37 2008 133 54 40,6 71 37 52,11 Meskipun mengalami perkembangan jumlah, fasilitas perpustakaan untuk jenjang pendidikan SLTP hanya dimiliki oleh kurang dari setengah total sekolah yang ada. Pada awalnya jumlah perpustakaan pada tahun 2006 hanya berjumlah 42 buah (31,82 persen), tetapi pada tahun 2007 terjadi penambahan fasilitas perpustakaan menjadi 49 buah (38,28 persen). Pada tahun 2008 fasilitas perpustakaan kembali bertambah menjadi 54 buah (40,60 persen). Secara proporsional fasilitas perpustakaan di jenjang pendidikan SLTA dapat dikatakan lebih baik dari pada di SLTP. Pada tahun 2006 jumlah perpustakaan di tingkat SLTA hanya 47,62 persen. Meningkat jumlahnya pada tahun 2007 menjadi 53,73 persen, pada tahun 2008 mengalami penurunan dalam persentase menjadi 52,11 persen. Hal ini disebabkan terjadi penambahan jumlah SLTA menjadi 71 buah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 67 buah. Penambahan jumlah SLTA, tidak diikuti dengan penambahan perpustakaan. Walaupun jumlah fasilitas perpustakaan tersedia tetapi belum diketahui apakah fasilitas tersebut memadai dari sisi tempat, jumlah buku, jumlah judul buku dan kualitas buku yang dikoleksi. Tabel 8. Persentase Fasilitas Laboratorium Terhadap Jumlah Sekolah SLTP dan SLTA di Provinsi Papua Barat 2006-2008 SLTP SLTA Tahun Sekolah Laboratorium % Sekolah laboratorium % 2006 132 68 51,52 63 57 90,48 2007 128 21 16,41 67 82 122,39 2008 133 30 22,56 71 91 128,17 Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2008 Fasilitas lain yang juga penting adalah laboratorium, dapat dipakai untuk praktikum dan penelitian. Untuk menambah kemampuan berbahasa diperlukan laboratorium bahasa. Sedangkan untuk menambah kemampuan pengoperasian komputer dengan   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  25
  • 33. software tertentu dan internet diperlukan fasilitas komputer yang memadai. Berdasarkan data dari Tabel 8, nampak suatu keadaan yang memprihatinkan dari sisi kondisi fasilitas laboratorium yang dimiliki sekolah-sekolah. Fasilitas tersedia dari tahun 2006-2008 jumlahnya semakin menurun. Semula dari 132 sekolah dengan 68 diantaranya memiliki laboratorium , namun pada tahun 2007 jumlahnya berkurang hingga tinggal 21 buah laboratoriumatau 16,41 persen. Pada tahun 2008, jumlah fasilitas laboratorium mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007 menjadi 22,56 persen. Keadaan yang berbeda terjadi pada jumlah fasilitas laboratorium di jenjang pendidikan SLTA, jumlah laboratorium di SLTA mengalami peningkatan menjadi 91 unit (128,17 persen) setelah sebelumnya di tahun 2006 dan 2007 masing-masing berjumlah 57 unit dan 82 unit atau sebesar 90,48 persen dan 122,39 persen. Proporsi laboratorium yang mencapai lebih dari 100 persen diduga karena terdapat sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium lebih dari satu buah. Namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat sekolah yang belum memiliki laboratorium. Dari beberapa ulasan di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan di Povinsi Papua Barat masih harus ditingkatkan. Berbagai macam faktor yang mengakibatkan rendahnya pendidikan penduduk Papua Barat harus segera diatasi, karena melalui pendidikanlah kemajuan peradaban masyarakat dapat ditingkatkan. Program penyuluhan pendidikan perlu di aktifkan, penyebaran guru berkualitas yang bersedia menetap di daerah terpencil, peningkatan mutu pendidikan beserta para pendidiknya. Bahkan pemerintah daerah perlu merespon kebijakan otonomi khusus bidang pendidikan dengan membuat peraturan daerah bidang pendidikan, yang mengikat semua , agar anak usia sekolah wajib duduk dibangku sekolah. Kasus– kasus pemalangan sekolah jangan terjadi lagi, pemerintah daerah menjamin proses belajar mengajar tidak terganggu oleh masalah tuntutan tanah ulayat yang di atasnya berdiri gedung sekolah dan sarana pendidikan lain. Kesehatan Perkembangan angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup dan persentase gizi buruk di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009 ditampilkan pada Gambar 10.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  26
  • 34. Gambar 10. Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup dan Persentase Gizi Buruk di Papua Barat Tahun 2004-2008 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup % Gizi Buruk Sumber: Bappenas Ri, 2007 Berdasarkan data pada Gambar 10 di atas, pada tahun 2007 terjadi peningkatan angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat menjadi 36 bayi per 1000 kelahiran hidup. Peningkatan angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat pada tahun 2007 diduga oleh terjadinya peningkatan persentase bayi dengan gizi buruk di daerah ini. Pada tahun 2007 persentase bayi dengan gizi buruk meningkat menjadi 6.80 persen. Tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan penurunan persentase angka kematian bayi dari 36 menjadi 31.60 bayi per 1000 kelahiran hidup. Turunnya angka kematian bayi ini diduga disebabkan semakin fokusnya pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan baik kepada Ibu maupun bayi melalui program-program seperti posyandu, dan lain-lain. Peningkatan program perbaikan gizi balita dan Ibu hamil menjadi salah satu program yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini pada instansi terkait. Sangat disayangkan bahwa data mengenai persentase bayi dengan gizi buruk tidak tersedia untuk tahun 2008 dan 2009, sehingga keterkaitan antara kedua indikator ini tidak dapat dibahas lebih mendalam. Keluarga Berencana Persentase pertumbuhan penduduk di Papua Barat Tahun 2004-2009 ditampilkan pada Gambar 11.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  27
  • 35. Gambar 11. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Total Fertility Rate di Papua Barat Tahun 2004-2009 PERSENTASE PERTUMBUHAN PENDUDUK 8,00  6,00  4,00  2,00  ‐ 2004 2005 2006 2007 2008 2009 % Pertumbuhan Penduduk % Total Fertility Rate Sumber: BPS ( 2010), SKDI (2007), BKKBN.go.id Berdasarkan data pada Gambar 11 terlihat bahwa persentase pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 2004-2009 terus mengalami penurunan di Provinsi Papua Barat. Penurunan persentase pertumbuhan penduduk secara signifikan terjadi yaitu dari 6.80 persen (pada tahun 2005) menjadi 4.55 (pada tahun 2006) dan 4.07 (pada tahun 2007) menjadi 1.96 (pada tahun 2008). Di sisi yang lain, persentase Total Fertilily Rate (TFR) juga mengalami penurunan, akan tetapi penurunan persentase TFR tidak terjadi secara signifikan selama tahun 2005 sampai tahun 2007. Walaupun data persentase TFR tidak tersedia untuk tahun 2004, 2008, dan 2009, diduga perubahan nilai persentase TFR tidak akan terjadi secara signifikan. Oleh karena itu penurunan persentase laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Papua Barat diduga lebih disebabkan oleh laju migrasi penduduk ke dalam provinsi ini. Tingginya laju imigrasi ke daerah ini, terutama pada awal tahun 2000-an, disebabkan oleh karena status daerah ini sebagai provinsi baru.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  28
  • 36. Gambar 12. Contraceptive Prevalence Rate, Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita dan Angka Melek Huruf di Papua Barat Tahun 2004-2009 Persentase  Contraceptive Prevalence Rate 100,00  90,00  80,00  70,00  60,00  50,00  40,00  30,00  20,00  10,00  ‐ 2004 2005 2006 2007 2008 2009 % Contraceptive Prevalence Rate % Pertumbuhan Pendapatan Perkapita % Angka Melek Aksara Sumber: BPS (2010), BKKBN.org.id Berdasarkan data pada Gambar 12, terlihat bahwa persentase contraceptive prevalence rate (CPR) menurun pada tahun 2005 dan tahun 2006. Persentase contraceptive prevalence rate (CPR) pada tahun 2005 turun menjadi 44.18 dari tahun 2004 sebesar 46.41. Sedangkan persentase CPR tahun 2006 kembali turun menjadi 41.94. Salah satu faktor yang diduga menyebabkan penurunan persentase CPR selama tahun 2005 dan 2006 adalah faktor pendapatan perkapita penduduk. Laju perkembangan pendapatan perkapita penduduk Provinsi Papua Barat selama tahun 2005, 2006, dan 2007 menunjukkan penurunan. Oleh karena itu diduga bahwa apabila untuk menjadi peserta Keluarga Berencana (KB) dibutuhkan biaya, maka penurunan pendapatan berakibat pada penurunan daya beli masyarakat. Data persentase laju pertumbuhan pendapatan perkapita di Provinsi Papua Barat menunjukkan bahwa persentase laju pertumbuhan pendapatan perkapita menurun menjadi 3.75 dari laju pertumbuhan 5.25 pada tahun 2005. Persentase laju pertumbuhan ini terus menurun hingga tahun 2008. Namun persentase CPR menunjukkan perkembangan yang baik dengan meningkatnya CPR pada tahun 2007 dan 2008. Peningkatan ini diduga disebabkan oleh semakin gencarnya sosialisasinya program KB di daerah ini semakin gencar.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  29
  • 37. Gencarnya sosialisasi ini didukung oleh semakin meningkatnya persentase angka melek huruf di Provinsi Papua Barat. Peningkatan persentase angka melek huruf meningkatkan kemampuan masyarakat menerima diseminasi informasi mengenai program keluarga berencana. Capaian Ekonomi Makro Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang terintegrasi antarsektor dengan baik akan mampu memberikan pedoman bagi arah pembangunan daerah. Karena pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik, karena adanya pembangunan daerah akan meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang selanjutnya akan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah, terdapat empat indikator yang sering dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan di daerah, yaitu: pertumbuhan ekonomi (economic growth), pendapatan perkapita, inflasi (inflation), dan investasi. Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat Tahun 2004-2009 Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan indikator utama perekonomian di Provinsi Papua Barat, karena kemampuannya dalam memberikan implikasi pada kinerja perekonomian makro yang lain di Papua Barat. Atau dapat dikatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dapat menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan di Provinsi Papua Barat yang kemudian berdampak pada penyerapan pasar tenaga kerja, iklim investasi, hingga mengurangi angka kemiskinan. Kinerja pertumbuhan ekonomi sektoral Provinsi Papua Barat periode 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 13.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  30
  • 38. Gambar 13. Persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2004- 2009 Laju Pertumbuhan Ekonomi 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % ) Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010 Terlihat jelas pada Gambar 13, bahwa prestasi pertumbuhan ekonomi yang diraih oleh Papua Barat tahun 2004 sebesar 7,39 persen, ternyata tidak bisa dipertahankan karena terlihat jelas bahwa pertumbuhan tersebut justru melambat hingga tahun 2006 yang hanya mencapai 4,55 persen. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada periode 2004-2006 dikarenakan status wilayah Provinsi Papua Barat masih berstatus definitif, sehingga agenda pembangunan daerahpun belum fokus. Artinya, belum ada agenda prioritas pembangunan di daerah yang harus menjadi fokus pemerintah Provinsi Papua Barat. Kemudian, pada periode tersebut (2004-2006) pemerintah daerah definitive masih lebih banyak melakukan identifikasi sumberdaya daerah yang dilakukan dalam bentuk road show. Selanjutnya, hasil road show tersebutlah yang diharapkan nantinya digunakan sebagai agenda pembangunan daerah.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  31
  • 39. Gambar 14 Indikator Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat, 2004-2011 Laju Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 % Pertumbuhan Ekonomi % Manufaktur % Ekspor Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2009 Setelah tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Papua Barat terlihat jelas mulai menunjukkan peningkatan sebesar 6,95 persen pada tahun 2007 dan tahun 2008 menjadi 7,33 persen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Papua Barat yang terjadi pada tahun 2007 hingga 2008 (lihat gambar 14) lebih disebabkan karena meningkatnya kegiatan di sektor industri manufaktur (sektor sekunder) yang naik sebesar 13,13 persen. Meningkatnya peran sektor industri manufaktur belakangan ini di Papua Barat, memberikan gambaran bahwa telah terjadi pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Artinya, kinerja sektor primer yang selama ini mendominasi peta perekonomian di Papua Barat justru mulai bergeser dan diganti posisinya oleh sektor sekunder dan sektor tersier. Pergeseran tersebut lebih disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari sektor primer tidak banyak merubah status ekonomi masyarakat, sehingga alternatif pilihan yang dianggap potensial yaitu sektor sekunder dan tersier. Tahun 2009, kinerja pertumbuhan ekonomi di Papua Barat justru melambat menjadi 6,26 persen atau bergeser sekitar 1,07 persen dari tahun 2008. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada periode 2009, lebih disebabkan oleh karena kinerja ekspor yang menurun 4 (empat) tahun terakhir. Terutama kegiatan ekspor luar negeri untuk komoditi-komoditi vital yang selama ini menjadi primadona   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  32
  • 40. daerah justru mulai melambat. Tentunya hal ini disebabkan karena semakin ketatnya regulasi yang diterapkan, guna pemanfaatan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah lainnya. Pendapatan per kapita diperoleh dengan membagi besaran nilai PDRB atas dasar harga konstan dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Oleh karena itu, besaran pendapatan per kapita sangatlah bergantung pada besaran PDRB yang terbentuk dan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan atau periode pengamatan. Perkembangan PDRB per kapita Papua Barat Tahun 2004 hingga 2009 dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Berlaku di Papua Barat Tahun 2004-2009 PDRB Per Kapita  25.000.000,00 20.000.000,00 15.000.000,00 10.000.000,00 5.000.000,00 0,00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pendapatan Per Kapita  Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010 Terlihat jelas pada Gambar 15, diatas bahwa, pendapatan per kapita yang diprediksi melalui PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku terus mengalami peningkatan 5 tahun terakhir (2004-2009). Rata-rata peningkatan PDRB per kapita Papua Barat lima tahun terakhir yaitu sebesar 13,94 persen. Kemudian, meningkatnya PDRB per kapita di wilayah Papua Barat lebih disebabkan oleh karena peningkatan pada total PDRB Papua Barat yang dihasilkan dari 9 (Sembilan) sektor pada periode pengamatan (2004-2009). Selanjutnya, perkembangan PDRB per kapita dengan PDRB sektoral dapat dilihat pada Gambar 16.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  33
  • 41. Gambar 16 Indikator Pendukung PDRB Per Kapita Papua Barat, 2004-2009 PDRB Per Kapita 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 PDRB Per Kapita (juta‐Rp) PDRB (milyar‐Rp) Sumber: Papua Barat Dalam Angka (BPS Papua Barat), 2009 Prestasi PDRB per kapita yang diraih oleh Papua Barat tentunya tidak secara langsung dapat mencerminkan aspek kesejahteraan masyarakat di wilayah Papua Barat. Mengapa demikian? Karena pendekatan PDRB per kapita hanya melihat rata- rata pendapatan masyarakat secara keseluruhan, dan belum tentu dapat mencerminkan pendapatan riil masyarakat. Karena fakta dan data dari penelitian- penelitian terdahulu sudah banyak memberikan informasi, bahwa kepemilikan terhadap faktor-faktor produksi di masyarakat yang dicirikan oleh aktivitas ekonomi dan konsentrasi industri di Papua Barat masih cukup timpang, maka besarnya pendapatan per kapita tahun 2009 sebesar Rp19.560.000,- belum sepenuhnya memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di Provinsi Papua Barat. Perkembangan Inflasi Tujuan penyusunan inflasi Provinsi Papua Barat tentunya adalah untuk memperoleh indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik di tingkat ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun moneter. Perkembangan laju inflasi di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 17.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  34
  • 42. Gambar 17. Laju inflasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009 LAJU INFLASI 25 20 15 10 5 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 % Laju Inflasi Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010 dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah BPK Perwakilan Papua Barat Dalam kurun waktu 2004-2009, tingkat inflasi di Provinsi Papua Barat mengalami pasang surut yang tidak terlalu menggembirakan jika dibandingkan dengan daerah lain di Tanah Air. Dalam kurun waktu tersebut rata-rata laju inflasi di Papua Barat mencapai 13,69 persen. Tercatat pada periode pengamatan, bahwa kenaikan inflasi tahun 2008 adalah yang tertinggi yaitu sebesar 20,04 persen. Meskipun pemerintah mampu menekan laju inflasi tahun berikutnya (tahun 2009) hingga mencapai 5.07 persen. Selanjutnya dilihat dari kelompok pengeluaran, rata-rata kontributor terbesar inflasi tahun 2008 adalah kelompok sektor bangunan, diikuti berturut-turut oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian. Penyebab inflasi di Provinsi Papua Barat terjadi dari dua sisi yaitu dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari sisi penawaran (cost push inflation). Sisi permintaan agregat, inflasi di Papua Barat lebih diakibatkan oleh adanya ekspansi jumlah uang beredar di masyarakat yang meningkat (terutama menjelang moment- moment akbar di daerah), meningkatnya pengeluaran konsumsi, meningkatnya pengeluaran investasi, dan meningkatnya pengeluaran pemerintah sebagai renspon terhadap euforia pemekaran wilayah yang belakangan menjadi primadona di daerah.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  35
  • 43. Dari sisi penawaran agregat, inflasi di Papua Barat diakibatkan oleh terbatasnya kapasitas produksi, naiknya bahan baku impor, naiknya harga produk impor, kenaikan tingkat upah, kelangkaan faktor produksi (teknologi), terhambatnya distribusi barang, bias harga akibat kebijakan pemerintah (administered price and income policy) seperti upah minimum, kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil serta rigiditas struktural yang cukup populer di daerah. Kemudian, yang perlu diperhatikan juga bahwa, Papua Barat sebagai wilayah dengan perekonomian terbuka (floating exchange rate) akan sangat rentan terhadap inflasi yang berasal dari perdagangan antar pulau. Perkembangan Investasi Sebagai salah satu provinsi target investor, Papua Barat tentunya juga telah melakukan beberapa upaya di antaranya tetap menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi yang menjadi barometer perekonomian daerah. Selain upaya menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Daerah Papua Barat juga telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Tercatat hingga tahun 2009, perkembangan investasi di Papua Barat sedikit mengalami keterlambatan jika dibandingkan dengan perkembangan investasi tahun 2005. Perkembangan rencana dan realisasi investasi (PMDN) di Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Perkembangan Nilai Rencana dan Realisasi PDMN di Papua Barat Tahun 2005-2009 (Rp. Milyar) RENCANA DAN REALISASI PMDN 180 169,79 169,79 160 140 120 100 80 60 40 9,12 10,13 7,62 20 3,04 0,95 0,95 0,97 0,98 0 2005 2006 2007 2008 2009 Realisasi PMDN Rencana PMDN Sumber: Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat, 2010   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  36
  • 44. Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai rencana investasi dalam negeri (PMDN) cukup meningkat tajam pada tahun 2006 hingga 2007. Namun apresiasi nilai rencana investasi justru berbanding terbalik dengan nilai realisasi dari PMDN pada periode tersebut. Artinya, meski nilai rencana PMDN meningkat hingga mencapai Rp169,79 milyar namun nilai realisasi justru menurun menjadi Rp0,95 milyar, jika dibandingkan dengan nilai realisasi PMDN yang diperoleh pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp3,04 milyar dengan jumlah proyek 65 unit. Secara substansial terdapat dua aspek yang paling mendasar dan oleh beberapa stakeholders di daerah dianggap sebagai faktor penyebab melambatnya kegiatan iklim investasi di Papua Barat adalah faktor kewilayaan (geografis) dan faktor adat serta struktur sosial yang beragam dikalangan masyarakat. Tahun 2008, nilai rencana investasi (PMDN) menurun cukup drastis dari Rp169,79 milyar (2007) menjadi Rp7,62 milyar pada tahun 2008, namun tercatat bahwa nilai realisasi investasi justru meningkat menjadi Rp0,97 milyar. Artinya, telah terjadi peningkatan dari nilai realisasi investasi PMDN di Papua Barat sebesar Rp0,02 milyar. Prestasi yang sama juga terjadi pada tahun 2009, yang mana nilai realisasi PMDN juga meningkat menjadi Rp0,98 milyar atau naik sebesar Rp0,01 milyar. Meningkatnya, nilai realisasi investasi lebih disebabkan oleh karena terjadi peningkatan nilai rencana investasi yang kemudian dioptimalkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, meskipun masih relatif lambat jika dibandingkan dengan kinerja investasi daerah lain di Indonesia, prestasi ini justru tidak terlepas dari komitmen pemerintah daerah Papua Barat terhadap perkembangan investasi yang telah dituangkan sebagai bidang prioritas dalam RPJMD 2006-2011. Selanjutnya, bagaimana dengan investasi asing yang masuk lewat PMA (penanaman modal asing)? Berbeda dengan perkembangan PMDN, PMA justru tampil cukup menggembirakan. Tercatat nilai realisasi PMA tahun 2005 sebesar US$ 0,78 juta dengan jumlah proyek 28 unit, naik pada tahun 2009 menjadi US$ 0,98 juta dengan jumlah proyek sebanyak 49 unit. Investasi asing yang masuk melalui PMA paling dominan di Provinsi Papua Barat adalah pada bidang pertambangan, kehutanan, kemudian diikuti industri perkebunan, perikanan, dan peternakan. Selanjutnya, nilai realisasi PMA di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 19.   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  37
  • 45. Gambar 19. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009 (US$ Ribu) NILAI RENCANA DAN REALISASI PMA 1,80  1,60  1,40  1,20  1,00  0,80  0,60  0,40  0,20  ‐ 2005 2006 2007 2008 2009 Realisasi PMA Rencana PMA Sumber: Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat, 2010 Baik PMDN maupun PMA di Papua Barat memiliki pola yang sama. Artinya, investasi asing yang masuk lewat PMA dan investasi domestik (PMDN) mempunyai ekspektasi yang sama. Justru yang menarik adalah bahwa PMDN meskipun perkembangan terkesan lambat, namun masih terus berlanjut. Dan yang lebih manarik lagi adalah bahwa kehadiran PMDN pada tahun 2009 mampu menciptakan lapangan kerja bagi 496.907 pencari kerja, dibandingkan tahun 2005 yang hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi 20.151 pencari kerja. Pengembangan investasi PMDN dan PMA di Papua Barat terbilang unik. Meski kaya SDA terutama kekayaan tambang, investasi di Papua Barat menghadapi sejumlah tantangan. Tantang atau lebih disebut sebagai persoalan mendasar yang masih menjadi faktor penghambat melambatnya kinerja investasi di Papua Barat adalah sebagai berikut : Θ Kawasan pengembangan dan pusat-pusat pertumbuhan baru berhasil diidentifikasi namun RTRW nya belum dilakukan. Θ Potensi komoditi di setiap kawasan pengembangan baru berhasil diidentifikasi, namun identifikasi kelayakan ekonomi maupun finansialnya belum diketahui.. Θ Rendahnya kepastian hukum. Θ Lemahnya insentif investasi   EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  38