SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
1
SILABUS DAN DESAIN PEMBELAJARAN MATAPELAJARAN
PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR
BAHAN BELAJAR (HANJAR)
Disusun dalam rangka Pelatihan Bintara Gakkum Polair
GADIK SPN POLDA JAMBI
AKBP DADANG DK,AMd Mar,SIP,SH,MH.
SEKOLAH POLISI NEGARA POLDA JAMBI
JAMBI
2016
2
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DAERAH JAMBI
SEKOLAH POLISI NEGARA POLDA JAMBI
PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR HARI KE-3
MATA PELAJARAN TEKNIK DAN TAKTIK GAKKUM
Penghentian Kapal, Pemeriksaan Kapal, Administrasi Pemeriksaan Kapal
BAB 1
Pendahuluan
A. Umum
Pengertian tindak pidana di laut adalah tindak pidana yang hanya bisa terjadi di lautan dan
tidak bisa terjadi di darat, dibedakan dengan tindak pidana umum yang terjadi di laut. Berawal dari
pengertian tersebut maka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi suatu tindak
pidana khusus yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai kekkhususan
tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur tindak pidana ((Subyek, Kesalan,
Bersifat melawan hukum, Bertentangan dengan undang-undang, maupun unsur-unsur lainnya
misalnya : Tempat, Waktu dan Keadaan Lainnya) (Sianturi, SH, Tindak Pidana Khusus)). Karena
merupakan tindak pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka
penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP)
sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum,
hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang
mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda
karena menggunakan Kapal, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak
pidana di laut.
Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional
diperairan, dengan berbagai bentuk gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum
luas di berbagai bidang kehidupan. Polri telah membagi golongan kejahatan kedalam 4
golongan/jenis. Pertama, kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme,
banditisme, perjudian, pencurian dan lain-lain; Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris,
3
trafficking in persons, money laundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling,
cyber crime and international economic crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti
korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal minning, penyelundupan, penggelapan pajak,
penyalahgunaan BBM, dan lain-lain serta Keempat, kejahatan yang berimplikasi kontijensi seperti
SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal serta unjuk rasa anarkis.
Berdasarkan teori efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 2011:8), efektif atau tidaknya
suatu penegakan hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu :1) Faktor hukumnya/UU, 2) penegak hukum,
3) sarana, 4) masyarakat dan 5) kebudayaan. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau
kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,
tetapi kualitas petugas kurang baik, akan menjadi masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,
salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas/ kepribadian penegak
hukum itu sendiri. Dalam Teori Kriminologi (J.E Sahetapy, 1992:78),dalam rangka implementasi
penegakan hukum “Bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan.
Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kesalahan”. Relevan dengan hal tersebut B. M.
Taverne mengatakan, “geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van
justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het
goede beruken” bahwasannya beliau mengatakan “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat
yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”.
Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk pun
saya bisa mendatangkan keadilan.Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang-
undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas
yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.
Sementara itu di Indonesia saat ini memiliki 13 lembaga penegak hukum di laut. Dari
jumlah tersebutterdiri dari 6 lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan 7 lembaga penegak
hukum lainnya tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga penegak hukum yang memiliki
satgas patroli di laut adalah : TNI-AL; Polri/Direktorat Kepolisian Perairan; Kementerian
Perhubungan/Dirjen HUBLA; Kementerian Kelautan dan Perikanan/Dirjen PSDKP; Kementerian
Keuangan/Dirjen Bea Cukai; dan Bakamla. Lembaga penegak hukum tersebut, melaksanakan
patroli terkait dengan keamanan dan keselamatan dilaut secara sektoral sesuai dengan kewenangan
yang dimiliki bedasarkan Peraturan Perundang-undangan masing-masing.
4
B. Tujuan Pelatihan Bintara Gakkum Polair
Tujuan Pelatihan Bintara Gakkum Polair ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan serta sikap perilalu Bintara Polri sehingga memiliki kemampuan dalam melaksanakan
penegakkan hukum diperairan melalui mekanisme pelaksanaan patroli perairan, hasil pemeriksaan
dokumen dan kapal dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu tindak pidana atau pelanggaran
terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
C. Standar Kompetensi Umum
Standar kompetensi utama untuk lulusannya yang diharapkan adalah :
1. Mampu melaksanakan pengembangan diri dan perubahan mindset dan culture set;
2. Mampu menerapkan karakter insan Bhayangkara sesuai etika profesi Polri;
3. Mampu menerapkan budaya anti korupsi
D. Standar Kompetensi Utama
Standar kompetensi utama untuk lulusannya yang diharapkan adalah :
1. Mampu memahami dan menguasai perundang-undangan yang berkaitan dengan
perairan;
2. Mampu memahami, menguasai dan melaksanakan teknik pemetaan;
3. Mampu memahami, menguasai dan melaksanakan teknik dan taktik gakkum;
4. Mampu memahami, menguasai dan membuat Lapgas;
E. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar yang diharapkan adalah agar Personil Bintara Polair memiliki
kemampuan memahami, menguasai dan melaksanakan cara bertindak penegakkan hukum
dalam hal prosedur penghentian kapal, prosedur pemeriksaan kapal, dan administrasi pemeriksaan
kapal.
F. Indikator Hasil Belajar :
Setelah menyelesaikan proses kegiatan belajar ini, Personil Bintara Polair memiliki
kemampuan memahami, menguasai dan melaksanakan cara bertindak penegakkan hukum
dalam hal prosedur penghentian kapal, prosedur pemeriksaan kapal, dan administrasi pemeriksaan
kapal.
G. Pokok Bahasan:
1. Prosedur Penghentian Kapal;
5
2. Prosedur Pemeriksaan Kapal;
3. Administrasi Pemeriksaan Kapal.
Waktu : waktu yang disediakan adalah 450 Menit (10 JP)
6
BAB II.
Prosedur Penghentian Kapal
A.Permasalahan
Akhir-akhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sangat gencar melakukan melakukan
penangkapan dan penenggelaman kapal illegal. Ternyata kegiatan ini menurut pengamat hukum laut
belum didukung oleh payung hukum yang cukup kuat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum memuat tentang aturan
bagaimana proses penangkapan kapal yang didahului penghentian dan pemeriksaan terhadap kapal
dilaut. Melihat perkembangan pada era Globalisasi khususnya terkait tindak pidana dilautan
diperlukan adanya perubahan peraturan perundang-undangan akibat banyaknya kapal-kapal yang
beroperasi melewati perairan yurisdiksi nasional.
Pertanyaannya adalah apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) ,Masih relevan dengan kondisi saatini, bila dikaitkan dengan kewenangan Penyidik tindak
pidana tertentu di laut? Menurut pendapat penulis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak relevan dengan kondisi saat ini, KUHAP kewenangan
penyidikan terletak pada ranah kewenangan Kepolisian, KUHAP seolah dipaksakan untuk
menfasilitasi atau mengakomodir penyidik diluar kepolisian. Hal demikian bisa kita dalami secara
runtut pada Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. Bab I, Ketentuan Umum
Pasal 1, Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:
1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini;
4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan;
7
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penulis menyakini bahwa Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. Bab I, Ketentuan Umum
Pasal 1, Yang dimaksud dalam undang-undang ini, penyidikan ada pada ranah dan kewenangan
pejabatkepolisian negara Republik Indonesia, termasuk penyelidikan, atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan, menurut penulis sama saja tetap merupakan kewenangan pejabat kepolisian, Pasal 6,
(1) Penyidik adalah, c a pejabat polisi negara Republik Indonesia;o b. pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. (2) Syarat kepangkatan pejabat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Bagian Kedua, Penyidikan, Pasal 106, Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau
pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga, (1) Untuk merupakan tindak pidana
wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan. Pasal 107, kepentingan penyidikan,
penyidik tersebutpada Pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebutpada
Pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan;
Kemudian menurut Pengamat Hukum Laut Ali Ridho. (kandidat doktor hukum dari Universitas
Borobudur), jika dipahami, dan didalami pasal-pasal substansi dalam KUHAP saat ini masih
mengatur hukum acara bagi penyidik di wilayah daratan, sementara penyidik tindak pidana tertentu
dilautan seperti TNI AL, PPNS Bea Cukai, PPNS Perikanan, PPNS Kehutanan dan lain-lain dalam
proses penyidikan belum mempunyai KUHAP khusus Tindak Pidana Tertentu di Laut.
Sebagai gambaran dan perbandingan antara Penyidik TNI Angkatan Laut dengan PPNS Perikanan
mempunyai cara sendiri-sendiri dalam proses penghentian dan pemeriksaan kapal di laut, untuk
PPNS Perikanan berdasarkan standart operasional prosedur (SOP) sedangkan TNI Angkatan Laut
berdasarkan Prosedur Tetap Keamanan Laut (Protap Kamla).
Diakui beberapa produk Undang-Undang yang ada di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 17
tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan
8
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan masih bercampur antara hukuman
pidana dan acara hukum pidana.
Akibatnya setiap satu tindak pidana dilaut diatur dalam satu Undang-Undang. Dalam melaksanakan
penegakan hukum dilaut seharusnya penyidik/ penegak hukum di laut dipayungi hukum acara yang
komprehensifsebagai pedoman bagi penyidik dari instansi manapun asalkan mereka penyidik tindak
pidana tertentu di laut yang ditunjuk berdasarkan Undang-Undang, sehingga setiap penyidik dari
instansi manapun mempunyai acuan/dasar hukum acara yang jelas. Melihat pasal-pasal diatas
seharusnya instansi terkait melakukan pembaharuan hukum yang tidak bersifat ego sektoral tetapi
lebih mengedepankan kepentingan Nasional dengan melakukan komunikasi dan harmonisasi.
Permasalahan ini dari Pos Kota News (faisal/sir), kemudian di Diunduh pada hari Senin tanggal 16
Mei 2016 pkl 14.45 wib
B. Standar Operasional Prosedur Penghentian Kapal
Berikut kita bahas tentang Standar Operasional Prosedur yang menjadi acuan kepolisian
kewilayahan yang mana Polisi perairan menjadi leading sector dalam kegiatan perpolisian terutama
upaya menghentikan kapal-kapal yang diduga kedapatan tindak pidana dan pelanggaran di wilayah
yuridiksi penugasannya, antara lain adalah sebagai berikut Standar Operasional Prosedur Nomor :
SOP/ / X / 2012/ Dit Polair, tentang, Penghentian Kapal, Bab I, Pendahuluan, Umum antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Kapal merupakan alat utama Dit Polair Polda Jambi sebagai unit patroli perairan yang
mengemban tugas pokok dan fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat di wilayah perairan, sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, pasal 13 tentang tugas pokok Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Dit Polair memiliki Satuan Patroli Daerah Perairan yang
dilaksanakan oleh Kapal Polisi yang berkewajiban menyelenggarakan fungsi Kepolisian
yang mencakup penegakan hukum, patroli, TPTKP di perairan, SAR di wilayah perairan
dan Binmas pantai atau perairan serta pembinaan fungsi Kepolisian perairan dalam
lingkungan Polda.
9
b. Peran pemeriksaan kapal dilaksanakan pada saat kapal patroli bertemu kapal yang
melintas dan/atau menjumpai kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang
melakukan pelanggaran atau tindak pidana selanjutnya kapal diberhentikan untuk
pelaksanaan pemeriksaan, yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain adalah
dokumen kapal, muatan, dokumen ABK dan/ penumpang serta alat keselamatan kapal.
c. Agar tugas Kapal Patroli Polisi Perairan dapat berdaya guna secara maksimal, maka
perlu adanya suatu kesamaan tindak yang terpadu. Oleh karena itu disusunlah Standar
Operasional Pemeriksaan Kapal oleh Kapal Patroli Polisi untuk dapat dipedomani oleh
petugas di lapangan.
2. Dasar
a. UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
b. UU No.17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS (Konvensi Hukum Laut
Internasional)
c. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan.
d. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
e. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
f. Stbl. 1939 No. 442 tentang TZMKO;
g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud. Untuk menjadi pedoman tindakan bagi setiap awak kapal patroli Kepolisian
Perairan dalam rangka pelaksanaan tugas di kapal.
b. Tujuan. Untuk tercapai dan terciptanya satu kesatuan persepsi dan tindakan di
lapangan.
4. Pengertian-pengertian
a. Standar operasional prosedur adalah suatu instruksi yang memiliki kekuatan atau
penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa.
10
b. Peran diatas kapal adalah kegiatan-kegiatan atau kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh awak kapal sesuai dengan tugas dan jabatannya untuk tujuan atau kegiatan
tertentu diatas kapal.
c. Patroli perairan adalah kegiatan bergerak dinamis dari suatu tempat ke tempat
tertentu yang dilakukan oleh kapal patroli guna mencegah terjadinya suatu gangguan
kamtibmas berupa tindak pidana dan pelanggaran untuk terciptanya rasa aman dengan
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat /
pengguna jasa perairan.
d. Pemeriksaan kapal adalah serangkaian kegiatan kapal patroli dalam menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan tertentu
terhadap kapal yang dicurigai.
e. Kapal patroli adalah sarana kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik dan/atau energi lainnya, yang berdaya dukung
dinamis menggunakan cat/warna tertentu dengan nomor lambung yang jelas sebagai
sarana untuk melaksanakan patroli.
f. Kelaiklautan Kapal adalah Ketentuan atau persyaratan yang berhubungan dengan
kondisi fisik kapal, mesin, peralatan navigasi, telekomunikasi, dokumen kapal,
pengawakan, keselamatan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga kapal memenuhi
syarat untuk berlayar.
5. Ruang lingkup
Ruang lingkup Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Tolak Sandar kapal patroli Dit
Polair Polda Jambi meliputi :
a. Prinsip Dasar
b. Pemeriksaan Kapal
c. Cara Bertindak
d. Komando dan pengendalian
6. Tata urut meliputi (Bab I Pendahuluan, Bab II Pelaksanaan, Bab III, : Penutup)
11
Bab II, Pelaksanaan
1. Prinsip Dasar
a. Keterpaduan adalah pelaksanaan tugas yang dilaksanakan secara bersama-sama dan
berkelanjutan berdasarkan pembagian tugas yang jelas untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
b. Efektif, efisien adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan tepat sasaran dengan
personil yang terbatas waktu yang singkat dan dengan peralatan yang terbatas.
c. Aman adalah bebas dari bahaya/lancar dalam pelaksanaan tugas
d. Ofensif dan pro-aktif adalah pelaksanaan tugas dengan cara jemput bola dan
konsisten dalam tugas.
e. Inovatif adalah segala upaya untuk mengembangkan pola kegiatan/pekerjaan baik
taktik, teknik dan cara-cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3. Persiapan Penghentian Kapal
Yang dimaksud perisapan penghentian kapal adalah serangkaian persiapan sebelum
melaksanakan kegiatan patroli berupa penghentian kapal yang patut diduga melakukan suatu
tindak pidana dan pelanggaran, maka kewajiban Dan Kapal/ Dan Tim Patroli mengumpulkan
seluruh ABK untuk diberi arahan tentang kegiatan Patroli yang akan dilaksanakan. Kegiatan
pemeriksaan kapal dilaksanakan apabila dalam pelaksanaan patroli oleh kapal patroli Polisi
menjumpai kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang melakukan pelanggaran atau
tindak pidana selanjutnya kapal diberhentikan untuk pelaksanaan pemeriksaan, yang
diperiksa dalam pemeriksaan antara lain adalah Dokumen Kapal, Dokumen Muatan,
Dokumen ABK dan/penumpang serta Peralatan Kapal.
4. Cara Bertindak Penghentian Kapal
a. Terdeteksinya Sebuah kapal.
Dalam giat Patroli untuk mendeteksi adanya sebuah kapal dapat digunakan RADAR
atau dengan pengamatan. Bila didapati kapal di layar Radar atau oleh mata telanjang
segera melaporkan kepada Komandan Kapal untuk pengejaran dan perintah terhadap
12
kapal tersebut untuk menghentikan mesin karena akan dilakukan pemeriksaan.
Kemudian dilanjutkan dengan tahapan-tahapan penghentian sebuah kapal.
b. Tahap-tahap penghentian sebuah kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang
melakukan suatu tindak pidana adalah sebagai berikut :
1) Diberikan Isyarat Bendera ”K”
2) Kapal diperintahkan untuk ”STOP” mesin dengan menggunakan komunikasi
radio.
3) Bila tidak di indahkan diberikan tembakan peringatan satu sampai tiga kali ke
udara.
4) Bila masih tidak di indahkan maka di beri tembakan ke arah haluan kapal atau ke
kapal langsung agar dapat diketahui oleh nahkoda kapal dan dilakukan
pengejaran.
c. Apabila kapal yang akan diperiksa bersedia untuk bekerjasama dan bersedia
menghentikan kapalnya, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
Persiapan Pemeriksaan Kapal :
1) Membentuk tim pemeriksa.
a) Memberi arahan kepada tim pemeriksa tentang tindakan apa yang akan
dilakukan.
b) Tim pemeriksa harus menggunakan seragam lengkap.
c) Melengkapi tim pemeriksa dengan senjata dan alat komunikasi.
2) Membuat Surat Perintah Pemeriksaan Kapal.
3) Kapal yang akan diperiksa diperintahkan untuk sandar di kapal patroli.
4) Menyiapkan perahu karet untuk merapat ke kapal yang akan diperiksa bila
keadaan tidak memungkinkan (cuaca buruk) kapal tersebut untuk sandar ke
kapal patroli.
d. Pembagian Pos dan tugas ABK Kapal polisi dalam pelaksanaan peran pemeriksaan
kapal adalah sebagai berikut :
1) Pos I (Anjungan/Deck)
a) Komandan kapal. Pemegang komando dan pengendalian.
b) Bintara Nautika 1. Membantu komandan kapal dalam olah gerak kapal
dan mempersiapkan persenjataan jika diperlukan.
13
c) Bintara Administrasi dan Telekomunikasi. Menyiapkan administrasi
pemeriksaan, peralatan komunikasi dan melaksanakan hubungan radio
antar kapal. Peralatan komunikasi yang dipergunakan antara lain : HT
untuk komunikasi intern kapal, Radio VHF untuk komunikasi antar kapal.
d) Bintara Nautika 2. Menyiapkan dapra di haluan apabila kapal yang
diperiksa diperintahkan untuk sandar di Kapal Polisi.
2) Pos II ( kamar Mesin ) kapal polisi
a) KKM. Mengawasi dan bertanggung jawab keadaan mesin serta
melaporkan kepada Komandan kapal bila ada masalah.
b) Bintara Mesin 1. Membantu KKM dalam memeriksa keadaan mesin.
c) Bintara Mesin 2. Menyiapkan dapra di buritan apabila kapal yang diperiksa
diperintahkan untuk sandar di Kapal Polisi.
e. Tindakan Pemeriksaan
Pemeriksaan di laksanakan setelah kapal berhasil dihentikan, pemeriksaan diawali
dengan peran pemeriksaan (tersebut diatas) dengan tujuan untuk mencari bukti yang
cukup bahwa yang di periksa melakukan tindak pidana dan pelanggaran di perairan.
Tindakan yang di laksanakan selama mengadakan pemeriksaan :
a). Komandan/Nakhoda kapal.
(1). Melengkapi team pemeriksa dengan surat pemeriksaan.
(2). Selalu memperhatikan keamanan personil dan material/kapal.
b). Tim pemeriksa
(1) Mengumpulkan ABK kapal yang di periksa pada suatu tempat.
(2. Ketua tim pemeriksa menunjukkan surat pemeriksaan.
(3) Memeriksa kelengkapan dokumen kapal.
(4) Mengecek atau memeriksa secara fisik tentang muatan, crew penumpang
dan lain lain yang di anggap mencurigakan.
(5) Selalu berkomunikasi dengan komandan Kapal pemeriksa.
f. Pedoman tentang pelaksanaan pemeriksaan dilaut adalah sebagai berikut :
1). Catat Posisi, tanggal dan waktu pemeriksaan dilakukan.
14
2). Sebelum pemeriksaan di lakukan, nakhoda kapal yang di periksa didepan
perwira pemeriksa di yakinkan bahwa keadaan muatan sesuai / tidak sesuai
dengan daftar muatan. Hal ini dilakukan secara tertulis.
3). Pemeriksaan harus disaksikan oleh nakhoda atau ABK kapal yang di periksa.
4). Semua pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti dan tidak
memakan waktu lama serta tidak terjadi kehilangan.
5). Setelah selesai pemeriksaan, hal-hal yang harus di lakukan adalah:
a). Meminta surat pernyataan tertulis dari Nakhoda kapal yang diperiksa yang
menerangkan bahwa pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak terjadi
kerusakan atau kehilangan.
b). Meminta surat pernyataan tertulis dari Nakhoda kapal yang diperiksa yang
menerangkan hasil pemeriksaan surat-surat.
c). Mencatat dalam buku jurnal kapal yang di periksa atau memberikan surat
yang meliputi :
(1). Bilamana dan dimana kapal di periksa.
(2). Pendapat tentang hasil pemeriksaan secara garis besar.
(3). Perintah yang diberikan
(4). Izin yang diberikan dengan, tanggal dan jam berangkat, pelabuhan /
tempat yang dituju, route yang di tempuh.
(5). Tanda tangan perwira pemeriksa dengan menyebutkan nama
terang dan selanjutnya menyebutkan nama kapal dan membubuhi
cap kapal.
g. Tindak lanjut hasil pemeriksaan kapal
1). Apabila tidak terdapat bukti atau petunjuk yang kuat adanya tindak pidana.
a) Kapal segera dibebaskan.
b) Dalam buku jurnal pelayaran kapal dicatatkan tentang telah diadakan
pemeriksaan dengan menyebutkan posisi dan waktu yang dilakukan
pemeriksaan.
c) Minta surat pernyataan tertulis dari Nakhoda tentang keadaan muatan dan
hasil pemeriksaan bahwa tidak terjadi kerusakan atau kehilangan saat
pemeriksaan.
15
2). Apabila dari hasil pemeriksaan diatas kapal terdapat bukti atau petunjuk yang
kuat telah terjadi suatu tindak pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku,
maka :
a) Perwira pemeriksa setelah mendapat pengarahan dari komandan kapal
menyatakan kepada nakhoda kapal yang di periksa bahwa Nakhoda, Abk
bersama kapal nya tidak diizinkan untuk melanjutkan pelayaran dan
selanjutnya akan dibawa kepelabuhan terdekat (dijelaskan namanya)
serta diuraikan secara singkat tentang jenis pelanggaran hukum yang
dilakukannya.
b) Meminta pengesahan kepada Nakhoda pada gambar plotting posisi atau
gambar situasi pengejaran(GSPP) yang ditanda tangani oleh nakhoda.
c) Komandan/Nakhoda menerbitkan surat perintah kepada kapal yang
diperiksa untuk membawa kapal dan orang kepelabuhan terdekat yang
ditentukan.
3) Membawa kapal tangkapan kepelabuhan terdekat atau yang ditentukan untuk
pemeriksaan/penyidikan lebih lanjut dapat ditempuh beberapa alternative
sebagai berikut :
a) Pengawalan.
(1) Kapal tangkapan beserta tersangka/Nakhoda dan ABKnya di bawa
kepelabuhan yang ditentukan.
(2) Kapal petugas /pengawal mengawal dari samping pada jarak aman.
(3) Dapat ditempatkan perwira dan pasukan pengawal diatas kapal
tangkapan.
(4) Barang bukti dalam kapal harus berada dalam pengawasan
petugas.
(5) Sebagian ABK kapal tangkapan dapat dipindahkan.
b) Digandeng /diseret /ditunda.
(1). Kapal tangkapan yang tidak bisa jalan sendiri di bawa oleh kapal
petugas dengan cara di gandeng / diseret / ditunda.
(2). Sebagian ABK kapal tangkapan dapat dipindahkan ke kapal
petugas dan mendapatkan pengawal diatas kapal tangakapan.
16
c) Pemindahan sebagian atau seluruhnya tersangka dari kapal tangkapan.
(1) Kapal yang dibawa oleh petugas ke pelabuhan yang dituju.
(2) Para tersangka / sebagian tersangka di tempatkan diatas kapal
petugas.
d) Hal-hal yang harus diperhatikan
Dalam hal kapal tangkapan rusak berat dan dapat menimbulkan
bahaya bagi tersangka serta cuaca tidak memungkinkan untuk diseret,
maka dapat di tenggelamkan.
h. Sertifikat Kapal
1) Kapal berbendera Indonesia ( berdasarkan. SV 1935 )
a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan
b) Surat Ukur untuk kapal diatas 7 GT
c) Sertifikat Keselamatan ( Sesuai SV. 1935 Pasal 5 Ayat (6))
d) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar.
2) Kapal Layar Motor ( KLM ) dengan isi Kotor lebih besar dari 35 GT s/d 150 GT :
a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan
b) Surat Ukur
c) Sertifikat Keselamatan ( sesuai SK. DIRJEN HUBLA No. DKP.46/1/1-83
tanggal 11 Januari 1983 )
d) Sertifikat Radio
e) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar
3) Kapal layar Motor ( KLM ) dengan isi kotor lebih besar dari 150 GT s/d 500 GT :
a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan ( untuk Isi Kotor sampai
dengan 175 GT ), atau berupa Surat Laut ( untuk Isi kotor lebih besar dari
175 GT )
b) Surat Ukur
c) Sertifikasi Keselamatan ( sesuai SK. Dirjen Hubla No. PY. 66 / 1 / 2 /-02
tanggal 7 februari 2002 )
d) Sertifikat Radio
e) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar.
4) Kapal Motor isi Kotor 7 GT s/d kurang dari 35 GT
17
a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan
b) Surat Ukur
c) Sertifikat Keselamatan ( sesuai SV.1935 pasal 5 ayat (5) )
d) Sertifikat garis Muat ( untuk kapal dengan ukuran panjang lebih dari 24
Meter )
e) Sertifikat Radio
f) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar
5) Kapal Motor Isi Kotor 35 GT ke atas :
a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Surat Laut
b) Surat Ukur
c) Sertifikat Keselamatan
d) Sertifikat garis Muat
e) Sertifikat radio
f) Sertifikat Klasifikasi ( untuk kapal Isi kotor lebih dari 35 GT dan atau yang
menggunakan mesin lebih dari 100 PK )
g) Sertifikat Pencegahan Pencemaran: Untuk kapal dengan isi kotor 100 GT
s/d 399 GT dan atau yang menggunakan mesin lebih dari 200 PK, berupa
Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran ( SNPP ) Untuk Kapal
dengan isi kotor lebih dari 399 GT, berupa Sertifikat International Oil
Polution Prevention ( IOPP )
h) Surat Ijin Berlayar ( SIB ) dari Syahbandar
6) Kapal Motor Nelayan Tradisional Isi kotor s/d 35 GT :
a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan
b) Surat Ukur (untuk kapal dengan isi kotor lebih dari 7 GT )
c) Sertifikat Keselamatan ( sesuai SV.1935 Pasal 5 Ayat (6) )
d) Surat Ijin Berlayar ( SIB ) dari Syahbandar
7) Kapal Penangkap Ikan
a) Surat Tanda Kebangsaan
b) Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan kapal Penangkap Ikan
c) Surat Ukur
d) Surat Ijin Berlayar ( SIB ) dari Syahbandar
18
e) SIPI ( Surat Ijin Penangkapan Ikan )
i. Instruksi dan koordinasi
1) Instruksi. Melaporkan pada kesempatan pertama apabila memeriksa kapal yang
patut diduga melakukan pelanggaran dan atau tindak pidana kepada Direktur
Polair.
2) Koordinasi. Mengadakan koordinasi dengan sebaik-baiknya antar fungsi, antar
satuan dan instansi terkait.
5. Komando dan Pengendalian
Komando dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas Peran Pemeriksaan Kapal
dibawah tanggung jawab Komandan kapal patroli.
Bab III , Penutup, Demikian Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Pemeriksaan Kapal oleh
kapal patroli Dit Polair Polda Jambi ini dibuat untuk dapatnya digunakan dan dilaksanakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan tugas patroli kapal diwilayah hukum perairan Polda Jambi.
19
BAB II
Prosedur Pemeriksaan Kapal
A. Permasalahan
Kepolisian perairan memiliki kepentingan dan peran dalam memeriksa kapal perikanan oleh karena
itu perlu mengenal secara lengkap seperti apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh rekan dari
kementerian perikanan dan kelautan, antara lain adalah sebagai berikut. Apabila kita akan
melaksanakan pemeriksaan kapal perikanan telah tertera di dalam Juklak Pemeriksaan Fisik Dan
Dokumen Kapal Perikanan antara lain adalah sebagai berikut bahwa Usaha perikanan khususnya
di bidang perikanan tangkap diyakini akan mampu mendukung perolehan devisa negara non migas
karena kegiatan ini relatif tidak terpengaruh dampak negatif krisis moneter. Bahkan secara nyata
memberikan konstribusi positif terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki kondisi
perekonomian nasional. Untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap, salah satunya adalah
meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kerja perikanan tangkap Indonesia yang lebih mandiri dan
profesional. Disamping itu harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen kapal dan anak buah kapal
yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan.
Untuk mendukung terwujudnya tertib perizinan sebagaimana tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap membentuk Tim Teknis Pemeriksa Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan dan atau
Pengangkut Ikan yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan
sebagai acuan dalam melaksanakan SK Dirjen tersebut, maka disusun Petunjuk Teknis
Pemeriksaan Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan.
Adapun dasar pertimbangan dilakukannya pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan adalah
sebagai berikut:
1. Bahwa untuk memperoleh Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan atau Surat Izin Kapal
Pengangkut Ikan (SIKPI) perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fisik dan dokumen kapal perikanan
yang akan digunakan;
20
2. Bahwa pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada butir (a)
merupakan prasyarat dan sebagai dasar pertimbangan dapat atau tidaknya izin kapal perikanan
diterbitkan;
3. Bahwa untuk melaksanakan pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan perlu dibentuk TIM
Pemeriksa Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan dan atau Pengangkut Ikan dengan Surat Keputusan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap;
Maksud dan tujuan dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah memberikan pedoman pada para
petugas cek fisik baik pusat maupun daerah agar ada kesepahaman mengenai pemeriksaan fisik
dan dokumen kapal perikanan khususnya untuk hal bersifat teknis di lapangan, sedangkan sasaran
dari petunjuk teknis pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan adalah terwujudnya tertib
perijinan bagi pelayanan usaha perikanan tangkap.
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik kapal terlebih dahulu dilakukan verifikasi terhadap dokumen
kapal perikanan oleh Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan. Selanjutnya bila hasil
verifikasi/rekomendasi dinyatakan setuju kemudian dilakukan pemeriksaan fisik kapal perikanan
yang meliputi :
1.Pemeriksaan Fisik Kapal Perikanan.
Dalam hal ini pemeriksaan meliputi bagian di atas dan di bawah dek. Pemeriksaan di atas dek
dilakukan terhadap ukuran utama kapal seperti L, B, D, d dan karakteristik lainnya seperti Sheer,
Trim, Slip, Way, Rigger, Boom serta peralatan yang ada di dalam kamar kemudi seperti kompas,
peralatan penginderaan jauh, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan di bawah
dek dilakukan terhadap: kapasitas, palkah, ruang penyimpanan barang (storage), ruang kamar
mesin atau ruang pengolahan;
2.Pemeriksaan Mesin dan Alat Bantu Penangkapan.
Terhadap mesin dan alat bantu juga dilakukan pemeriksaan utamanya untuk mengetahui nomor,
merk, tahun pembuatan, dan spesifikasi lainnya. Disamping mesin utama yang digunakan, mesin
bantu (gen set) alat bantu seperti : line hauler, winch, power block, water spinkle, angli machine,
lampu sorot dan lainnya. Hal ini untuk mengetahui apakah keberadaan alat bantu tersebut sesuai
atau tidak dengan peruntukannya;
21
3.Pemeriksaan Alat Penangkapan Ikan;
Pemeriksaan terhadap alat penangkapan ikan sebaiknya dapat dilakukan dengan membuka atau
membentangkan alat yang hendak diperiksa. Hal ini untuk mengetahui struktur dan komponen alat
penangkap ikan secara terinci. Karakteristik alat penangkap ikan sebaiknya dicatat dan dibuat
sketsa atau basic designnya;
4.Alat Pemisah Ikan (API)/TED/BED, bagi yang disyaratkan
Ketentuan yang dituliskan diatas adalah bersumberkan dari : Keg. Direk. Kapal Perikanan dan Alat
Penangkapan Ikan (Kementerian Perikanan dan Kelautan)
B. Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan Kapal oleh Ditpolair
Kepolisian perairan memiliki kewenangan berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan
terhadap kapal-kapal yang diduga kedapatan tindak pidana dan pelanggaran yang telah dilakukan,
oleh karena itu perlunya Standar Operasional Prosedur. Standar Operasional Prosedur yang
dipersiapkan oleh Polisi perairan terkait SOP Pemeriksaan dan penindakan Kapal yang diduga
melakukan tindak pidanan dan pelanggaran adalah sebagai berikut :Nomor : SOP/ / I / 2013/ Dit
Polair, tentang, Penindakan Kapal Patroli Polisi, Terhadap Tindak Pidana Dan Pelanggaran, BAB I,
Pendahuluan
1. Umum
b. Kapal merupakan alat utama Dit Polair Polda Jambi sebagai unit patroli perairan yang
mengemban tugas pokok dan fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat di wilayah perairan, sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, pasal 13 tentang tugas pokok Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Dit Polair memiliki Satuan Patroli Daerah Perairan yang
dilaksanakan oleh Kapal Polisi yang berkewajiban menyelenggarakan fungsi Kepolisian
yang mencakup penegakan hukum, patroli, TPTKP di perairan, SAR di wilayah perairan
dan Binmas pantai atau perairan serta pembinaan fungsi Kepolisian perairan dalam
lingkungan Polda.
c. Peran pemeriksaan kapal dilaksanakan pada saat kapal patroli bertemu kapal yang
melintas dan/atau menjumpai kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang
22
melakukan pelanggaran atau tindak pidana selanjutnya kapal diberhentikan untuk
pelaksanaan pemeriksaan, yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain adalah
dokumen kapal, muatan, dokumen ABK dan/ penumpang serta alat keselamatan kapal.
d. Agar tugas Kapal Patroli Polisi Perairan dapat berdaya guna secara maksimal, maka
perlu adanya suatu kesamaan tindak yang terpadu. Oleh karena itu disusunlah Standar
Operasional Pemeriksaan Kapal oleh Kapal Patroli Polisi untuk dapat dipedomani oleh
petugas di lapangan.
2. Dasar
h. UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
i. UU No.17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS (Konvensi Hukum Laut
Internasional)
j. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan.
k. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
l. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
m. Stbl. 1939 No. 442 tentang TZMKO.
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud. Untuk menjadi pedoman tindakan bagi setiap awak kapal patroli Kepolisian
Perairan dalam rangka pelaksanaan tugas di kapal.
b. Tujuan. Untuk tercapai dan terciptanya satu kesatuan persepsi dan tindakan di
lapangan.
4. Pengertian-pengertian
g. Standar operasional prosedur adalah suatu instruksi yang memiliki kekuatan atau
penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa.
h. Peran diatas kapal adalah kegiatan-kegiatan atau kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh awak kapal sesuai dengan tugas dan jabatannya untuk tujuan atau kegiatan
tertentu diatas kapal.
i. Patroli perairan adalah kegiatan bergerak dinamis dari suatu tempat ke tempat
tertentu yang dilakukan oleh kapal patroli guna mencegah terjadinya suatu gangguan
23
kamtibmas berupa tindak pidana dan pelanggaran untuk terciptanya rasa aman dengan
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat /
pengguna jasa perairan.
j. Pemeriksaan kapal adalah serangkaian kegiatan kapal patroli dalam menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan tertentu
terhadap kapal yang dicurigai.
k. Kapal patroli adalah sarana kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga mekanik dan/atau energi lainnya, yang berdaya dukung
dinamis menggunakan cat/warna tertentu dengan nomor lambung yang jelas sebagai
sarana untuk melaksanakan patroli.
l. Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam
dengan pidana, barang siapa yag melanggar larangan tersebut, selanjutnya menurut
wujudnya atau sifatnya, tindak pidana itu adalah perbuatan-perbuatan yang melawan
hukum dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangn dengan/ menghambat
akan terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat.
5. Ruang lingkup
Ruang lingkup Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Penindakan Kapal Patroli
terhadap tindak pidana dan pelanggaran di wilayah perairan meliputi :
e. Prinsip Dasar Patroli
f. Persiapan
g. Cara Bertindak
h. Komando dan pengendalian
6. Tata Urut (Bab I , Pendahuluan, Bab II, Pelaksanaan, Bab III, Penutup)
Bab II, Pelaksanaan
1. Prinsip Dasar
24
a. Keterpaduan adalah pelaksanaan tugas yang dilaksanakan secara bersama-sama dan
berkelanjutan berdasarkan pembagian tugas yang jelas untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
b. Efektif, efisien adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan tepat sasaran dengan
personil yang terbatas waktu yang singkat dan dengan peralatan yang terbatas.
c. Aman adalah bebas dari bahaya/lancar dalam pelaksanaan tugas
d. Ofensif dan pro-aktif adalah pelaksanaan tugas dengan cara jemput bola dan
konsisten dalam tugas.
e. Inovatif adalah segala upaya untuk mengembangkan pola kegiatan/pekerjaan baik
taktik, teknik dan cara-cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Persiapan
Sebelum melaksanakan pemeriksaan dan penindakan, kapal patroli melakukan peran
pemeriksaan kapal.
3. Pemeriksaan dan Penindakan oleh kapal patroli
a. Perompakan
1) Cara bertindak :
(a) Usahakan dapat berkomunikasi dengan korban/kapal korban.
(b) Mengejar atau menghentikan kapal pelaku.
(c) Pemeriksaan kapal (perhatikan teknik dan taktis pengeledahan)
(d) Mengamankan TSK dan BB
(e) Mencataat waktu kejadian dan posisi kapal
(f) Membawa kapal
(g) Menyerahkan Ke Kesatuan kewilayahan.
(h) Melaporkan ke satuan atas.
2) Pasal yang di langgar : Pasal 365 (2b) dan (3b) 439 (1) dan (2),442, 443 KUHP.
b. Tindak Pidana/pelanggaran
1) Cara bertindak :
(a) Mengejar/menghentikan kapal
25
(b) Pemeriksaan:
(1) Dokumen kapal
- Surat/pas kapal/surat kebangsaan kapal
- Sertifikat lambung timbul
- Surat ukur
- Surat persetujuan berlayar/port clearance dari pelabuhan
asal
- Surat perlengkapan kapal barang
- Sertifikat pemadam kebakaran
- Surat bebas tikus
- Surat melakukan kegiatan diperairan Indonesia
- Jurnal kapal/buku perahu
- Surat lain yang berkaitan dengan giat pelayaran di perairan
Indonesia
2. Dokumen muatan
- Manifest
- copy bill of leading
- personil effect list /daftar barang abk
- surat-surat lain yang berkenaan dgn muatan
(3) dokumen awak kapal
- daftar sijil abk
- daftar penumpang
- buku pelaut
- paspor
- buku kesehatan/buku kuning
- surat lain yang berkenaan dengan identitas awak kapal dan
penumpang
(c) Amankan TSK dan BB
(d) Catatan waktu kejadian dan posisi kapal.
(e) Membawa kapal / Ad Hock
26
(f) Meyerahkan ke kesatuan Kewilayahan dengan dilengkapi BA serah
Terima TSK dan BB.
(g) Satuan wilayah menerima, Melakukan peyidikan lebih lanjut.
(h) Laporan ke kesatuan atas.
c. Pencemaran Lingkungan
1) Tindakan yang dilakukan :
a) Menghentikan kegiatan pencemaran / kapal.
b) Membuat dokumentasi
c) Pemeriksaan : Dokumen kapal, dokumen muatan, dokumen muatan ABK
dan Penumpang
d) Mencari sumber pencemaran
e) Menentukan radius dampak pencemaran.
f) Mengambil sampel jenis dan kadar baku mutu limbah.
g) Mengambil contoh air tercemar dan yang tidak tercemar.
h) Memberi pertolongan pertama pada korban manusia.
i) Membawa contoh limbah air tercemar dan tidak tercemar.
j) Menginformasikan kepada kapal yang akan melewati daerah tercemar.
k) Mengamankan dan mencegah meluasnya pencemaran limbah.
l) Mengamankan kapal dari kemungkinan tenggelam.
m) Mengamankan dokumen kapal dan ABK.
n) Mengamankan TSK dan BB
o) Mencatat waktu kejadian dan posisi kapal
p) Membawa kapal / Ad Hock
q) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan dilengkapi dengan BA serah terima
TSK dan BB
r) Lapor ke satuan atas.
2) Pasal yang dilanggar : Pasal 98 s/d 115 UU No. 32 / 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
e. Keimigrasian / TKI
27
1) Tindakan yang dilakukan :
(a) Menghentikan kapal yang dicurigai
(b) Catat waktu kejadian dan posisi kapal
(c) Pemeriksaan :
(1) Dokumen kapal
(2) Dokumen ABK dan penumpang
- Orang asing : Pasport, Exsit permit, Visa
- TKI : Pasport/ SPLP (Surat Perjalanan Laksana Pasport), Exsit
permit, Visa, fiskal, Ijin Depneker
(d) Mengamankan TSK dan BB
(e) Membawa kapal / Ad Hock
(f) Meyerahkan ke kesatuan dilengkapi dengan BA serah terima TSK dan BB
(g) Lapar ke kesatuan atas.
2) Pasal yang dilanggar :
- Pasal 48 s/d 62 UU No. 9 / 1992 tentang Keimigrasian
- Pasal 29 dan 30 UU No.3 / 1992 tentang Jamsostek.
e. Benda Purbakala
1) Tindakan yang dilakukan :
a) Hentikan kegiatan
b) Periksa dokumen kapal / ABK dan periijinan
c) Catatan waktu dan posisi ( lokasi pengambilan )
d) Mengamankan TSK / Saksi
e) Mengamankan BB : Peralatan selam, alat deteksi sonar, peta lokasi,
barang hasil kejahatan.
f) Membawa kapal / Ad Hock
g) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan
h) Membuat BA serah terima TSK dan BB
i) Melaporkan ke satuan atas
2) Peraturan yang dilanggar :
a) Kep.Pres No. 43 /1989 dan Kep. Mendagri No. 19 / 1991
b) UU No. 5 / 1992 pasal 26, 27 dan 28 tentang Benda Cagar Budaya.
28
f. Tindak Pidana Peyelundupan
1) Tindakan yang dilakukan :
a) Menghentikan kapal
b) Pemeriksaan kapal
c) Pemeriksaan dokumen kapal.
(1) SIB ( Surat Izin Berlayar )
(2) Manifest
(3) Dokumen Kapal lainnya
(4) Pemeriksaan yang ada dikapal harus sesuai dengan yang tertera
pada manifest dan ketentuan yang berlaku.
c) Catatan posisi kapal
d) Membawa kapal / Ad Dock
e) Melengkapi adminitrasi peyidikan awal.
f) Meyerahkan berkas perkara , TSK dan BB.
g) Laporan ke satuan atas.
2) Pasal yang dilanggar : Pasal 102,103,104, dan 105 UU No. 10 / 1995 tentang
Kepabeanan Jo Pasal 55, 56 KUHP.
g. Tindak Pidana / Pelanggaran bidang Pelayaran.
a. Tindakan yang dilakukan :
a) Menghentikan kapal.
b) Memeriksa kapal.
c) Memeriksa dokumen kapal dan ABK.
d) Catat waktu, posisi dan cuaca.
e) Mengamankan TSK dan BB.
f) Mengambil Dokumentasi / Video terhadap kapal pelaku dan BB.
g) Membawa kapal / Ad Hock.
h) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan.
i) Membuat BA serah terima TSK dan BB
29
j) Menginformasikan kepada Syahbandar, Radio Pantai, Dinas Navigasi dan
Adpel.
k) Melaporkan ke satuan atas.
b. Ketentuan Pidana : Pasal 284 s/d 336 UU No. 17 / 2008 Tentang Pelayaran.
h. Tindak Pidana Pertambangan
1) Tindakan
a) Mengejar / menghentikan kapal
b) Pemeriksaan dokumen kapal dan muatan
b) Amankan TSK dan BB.
c) Catatan waktu kejadian dan posisi kapal.
d) Membawa kapal / Ad Hock
2) Pasal yang dilangar : Pasal 31,32 dan 33 UU No. 11 / 1967 tentang
pertambangan.
i. Tindak Pidana dalam bidang usaha Miyak dan Gas Bumi
1) Tindakan yang dilakukan
a) Menghentikan kapal
b) Memeriksa kapal.
c) Memeriksa dokumen kapal dan ABK.
d) Catatan waktu ,posisi dan cuaca.
e) Mengamankan TSK dan BB.
f) Membawa kapal /Ad Hock
g) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan.
h) Membawa BA serah terima TSK dan BB
i) Melaporkan ke satuan atas.
2) Dokumen bungker untuk Kapal Tangker
a) SIUPAL ( Surat Ijin Usaha Pengapalan )
b) Surat izin berlayar
c) Surat peryataan jumlah bungker
d) Surat penunjukan dari pertamina
30
e) Surat keterangan bebas pencemaran lingkungan hidup
f) Kode bungker terdaftar
g) Pola / rencana proyek tramper
h) Rencana pengawasan cegah laut
i) Sertifikat keselamatan
j) BKI ( Biro Klasifikasi Indonesia )
k) Rencana KKM
3) Ketentuan Pidana : Pasal 51 s/d 55 UU No. 22 / 2001 tentang Minyak Dan Gas
Bumi
j. Tindak Pidana Perikanan
1) Cara bertindak
(a) Melaksanakan Penindakan/penangkapan
(1) Kapal sedang melakukan penangkapan ikan dilaut/perairan diawali
dengan cara peran pemeriksaan kapal.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemeriksaan
:
- Tim Pemeriksa pertama yang masuk kapal harus
menggunakan seragam dan identitas yang jelas dan
dilengkapi dengan Surat Perintah dan bersenjata lengkap;
- Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nahkoda atau ABK kapal
yang diperiksa;
- Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti dan
cepat tidak terjadi kemalangan, kerusakan dan tidak
menyalahi prosedur pemeriksaan;
- Selama pemeriksaan Tim pemeriksa harus selalu
berkomunikasi dengan kapal pemeriksa.
(2) Dokumen yang harus ada diatas kapal perikanan sesuai ketentuan
yang berlaku harus dokumen asli bukan photo copy (pengecualian
untuk nelayan kecil yang kapalnya kurang dan 5 GT) yaitu :
Kapal Penangkap ikan :
31
- SlPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan);
- Bukti Pelunasan PPP (Pungutan Pengusahaan Perikanan)
asli bagi kapal yang berukuran 30 GT;
- Stiker Barcode (kapal perikanan yang berukuran diatas 30
GT);
- SLO (Surat Laik Operasi);
- SPB (Surat Persetuiuan Berlayar).
Kapal Pengangkut Ikan :
- SIKPI (Surat ijin Kapal Pengangkutan Ikan);
- Bukti Pelunasan PHP (Pungutan Hasil Perikanan) Asli bagi
kapal yang berukuran 30 GT;
- Stiker berkode (Kapal perikanan yang berukuran diatas 30
GT);
- SLO (Surat Laik Operasi);
- SPB (Surat Persetujuan Berlayar);
- SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) hasil perikanan dan
SKAI (Surat Keterangan Asal Ikan). Apabila melakukan
ekspor ikan;
Setelah selesai pemeriksaan, yang harus diperhatikan adalah :
- Membuat surat pernyataan tertulis dan di tandatangai oleh
nahkoda kapal, yang menerangkan bahwa pemeriksaan
berjalan tertib tidak terjadi kekerasan dan kerusakan;
- Memuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh
nahkoda kapal, yang menerangkan tentang hasil
pemeriksaan surat-surat/dokumen dengan menyebutkan
tempat dan waktu;
- Mencatat dalam buku jurnal kapal yang diperiksa berisi:
 Kapan dan dimana kapal diperiksa;
 Pendapat tentang hasil pemeriksaan secara garis
besar;
 Perintah yang diberikan;
32
 Perwira pemeriksa menandatangani hasil
 pemeriksaan pada jurnal kapal dibubuhi stempel
kapal pemeriksa.
 dalam hal buku jurnal kapal tidak ada, agar Nahkoda
membuat surat pernyataan tentang tidak adanya buku
jurnal kapal.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan. Apabila terdapat bukti yang cukup
atau petunjuk yang kuat tentang terjadi suatu tindak pidana :
- Ketua Team memberitahukan kepada nahkoda bahwa telah
terjadi tindak pidana perikanan dan untuk itu kapal akan
dibawa ke pangkalan pengawas DKP/ Pelabuhan/Dinas yang
ditentukan;
- Meminta kepada nahkoda kapal untuk memberikan tanda
tangan pada peta posisi gambar situasi pengejaran dan
penghentian;
- Komandan kapal Polri mengeluarkan Surat Perintah untuk
membawa kapal dan orang ke pangkalan/pelabuhan yang
telah ditentukan.
- Cara membawa kapal :
Di Ad Hoc
 Komandan kapal Polri menerbitkan Surat Perintah Ad
Hoc kepada nahkoda/ tersangka supaya membawa
sendiri kapalnya kepelabuhan sesuai dengan yang
diperintahkan;
 Surat-surat/dokumen kapal/muatan dan benda-benda
yang mudah dipindahkan diamankan diatas kapal Polri;
 Perintah Ad Hoc hanya diberlakukan terhadap kapal
berbendera Indonesia yang diyakini tidak akan
melarikan diri;
 Surat Perintah Ad Hoc dibuat rangkap 3 (tiga) (untuk
Nahkoda, instansi yang dituju dan arsip kapal Polri)
33
Dikawal
 Kapal tetap dibawa nahkoda dan ABK nya menuju yang
dituju;
 Ditempatkan tim kawal diatas kapal;
 Kapal Polri dapat mengawasi pada jarak aman;
 Surat-surat/dokumen kapat/muatan dan benda-benda
yang mudah dipindahkan diamankan di kapal Polri;
 Sebagian ABK dan kapal yang dikawal dapat :
dipindahkan ke kapal Polri.
Digandeng/ditunda/ditarik
 Dalam hal kapal yang diperiksa mengalami kerusakan
dapat dibawa oleh kapal Polri dengan cara digandeng
/ditunda/ditarik;
 Sebagian ABK dapat dipindahkan kapal Polri dan
menempatkan petugas diatas kapal yang dikawal;
 Apabila Kapal mengalami kerusakan dan akan tenggelam
maka nahkoda dan ABK dipindahkan ke kapal Polri
sebagai upaya pertolongan.
Selanjutnya Ketua Team Penyidik dan teamnya melengkapi
administrasi penyidikan awal sebagai berikut:
- Membuat Laporan Kejadian;
- Membuat Gambar situasi pengejaran dan penghentian;
- Pernyataan tentang posisi kapal;
- Surat Perintah dan Berita Acara Pemeriksaan Kapal;
- Surat Perintah dan Berita Acara membawa Kapal dan Orang;
- Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Penangkap kapal
(minimal 2 orang);
- Berita Acara Pengambilan sumpah/janji saksi Penangkap
kanal (minimal 2 orang).
34
Selanjutnya Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM) beserta
beberapaABK dibawa ke Mako/pangkalan terdekat untuk dilakukan
pemeriksaan baik sebagai tersangka maupun saksi.
(3) Penangkapan kapal ikan pada waktu sedang memindahkan muatan
ikan ke kapal pengangkut atau kapal lain (Ship to ship) sebagai
berikut:
(a) Tim Pemeriksa harus menggunakan seragam dan identitas
yang jelas dan dilengkapi dengan Surat Perintah;
(b) Tim yang masuk ke kapal terlebih dahulu harus berpakaian
seragam, dan apabila keadaan sudah dapat dikuasai baru tim
yang berpakaian preman/penyidk masuk ke kapal untuk
melakukan pemeriksaan;
(c) Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nahkoda atau ABK kapal
yang diperiksa;
(d) Pemeriksaan harus lakukan secara tertib, tegas, teliti dan
cepattidak terjadi kenilangan, kerusakan dan tidak menyalahi
prosedur pemeriksaan;
(e) Dokumen yang harus ada diatas kapal perikanan sesuai
ketentuan yang berlaku saat itu;
(f) Kapal Penangkap Ikan :
- SIPI (surat ijin penangkapan ikan);
- Bukti Pelunasan PPH (Pungutan Pengusahaan
Perikanan) ash bagi kapai yang berukuran 30 GT:
- Stiker Barcode (kapal perikanan yang berukuran diatas 30
GT);
- SLO (Surat Laik Operasi);
- SPB (Surat Persetujuan Beriayar).
(g) Kapal Pengangkut Ikan :
- SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan); .
- Bukti Pelunasan PHP (Pungutan Hasil Perikanan) asli
bagi kapal yang berukuran 30 GT;
35
- Stiker bercode (Kapal perikanan yang berukuran diatas 30
GT);
- SLO;
- SPB;
- SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) hasii perikanan
dan SKAI (Surat Keterangan Asal Ikan). Apabila
melakukan ekspor ikan.
Selanjutnya Nahkoda dan KKM kapal beserta beberapa ABK
dibawa ke Mako terdekat (Polres atau Polsek) untuk dilakukan
pemeriksaan baik selaku tersangka maupun saksi dan beberapa
anggota menjaga kapal dan ABK yang lain.
2) Pasal yang dilanggar : Pasal 87 s/d 94 UU No. 45 tahun 2009 tentang perubahan
atas UU No. 31 tahun 2004 Tentang Perikanan.
4. Administrasi pemeriksaan dan penindakan awal oleh komandan kapal
a. Membuat Laporan Polisi
b. GSPP (Gambar Sket/Situasi Pengejaran Dan Penghentian)
c. Pernyataan tentang Posisi
d. Surat Perintah Pemeriksaan Kapal
e. BAP Kapal
f. Pernyataan hasil pemeriksaan (Untuk kapal asing dalam bahasa Inggris)
g. Pernyataan keadaan muatan
h. Pernyataan tidak tersedianya buku jurnal.
i. Surat Printah Membawa Kapal / Ad Hock
j. Daftar Barang Bukti.
k. Daftar Tersangka.
l. BA Serah Terima.
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Komandan Kapal Patroli Polri sebagai penyidik, memungkinkan untuk melakukan
penyidikan sampai menjadi berkas perkara, maka dapatmenyerahkan perkara tersebut
36
kepada pangkalan/satuan kewilayahan terdekatsesuai Locus Delicti dengan dilengkapi
berkas penyidikan awal.
b. Penindakan oleh kapal Patroli adalah penindakan awal dan kemudian dilanjutkan oleh
penyidik pangkalan/satuan kewilayahan terdekat.
Bab III, Komando Dan Pengendalian
1. Komando
a. Jaringan komunikasi.
Kapal patroli dalam pelaksanaan tugas dilapangan menggunakan alat komunikasi
antara lain :
1) SSB dan VHF.
2) Telephon Satelit.
3) Handphone / Telephon
b. Sistem laporan
Kapal patroli menggunakan sistem laporan antara lain :
1) Laporan melalui SSB, VHF, Telephon Satelit, HP atau telephon biasa dua kali
dalam satu hari, pagi jam 06.00 s/d 08.00, sore hari jam 18.00 s/d 20.00 Wib
Kepada Dit Pol Air Polda atau pejabat lain yang ditunjuk.
2) Melaporkan kejadian yang sifatnya insidentil setiap saat.
3) Laporan tertulis kepada Dir Pol Air Polda.
2. Pengendalian
a. Dalam pelaksanaan tugas kapal patroli dibawah kendali Dir Polair dan untuk
pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah Wadir Polair.
b. Untuk pembinaan fungsi teknis diselenggarakan oleh Satuan Patroli Daerah.
Bab IV, Dukungan Administrasi Dan Logistik
1. Dukungan Administrasi
37
Dalam rangka mendukung kelancaran operasional kapal patroli, perlu adanya dukungan
administrasi berupa surat perintah tugas, laporan hasil pelaksanaan tugas.
2. Dukungan Logistik
Dukungan logistik menggunakan logistik Polair serta dapat menggunakan logistik unsur atau
instansi lainnya yang tidak mengikat.
3. Anggaran
Anggaran dalam rangka penyelenggaraan dan pelayanan patroli Polair menggunakan
anggaran yang ada pada Dipa Dit Polair Polda Jambi serta anggaran dari instansi/unsur
lainnya.
Bab IV, Penutup
Demikian Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Penindakan Kapal Terhadap Tindak
Pidana dan Pelanggaran oleh kapal Dit Polair Polda Jambi ini dibuat untuk dapat digunakan dan
dilaksanakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas patroli diwilayah hukum perairan Polda
Jambi.
38
BAB III
TINDAK PIDANA DI LAUT, DASAR KEWENANGAN TNI -AL, DALAM PENEGAKKAN
HUKUM DI LAUT
Pendahuluan
Pengertian tindak pidana di laut adalah suatu tindak pidana yang hanya bisa terjadi di laut dan
tidak bisa terjadi di daratan, yang dibedakan dengan tindak pidana umum yang terjadi di laut.
Berawal dari pengertian tersebutmaka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi
suatu tindak pidana khusus yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai
kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur tindak pidana ((Subyek,
Kesalan, Bersifat melawan hukum, Bertentangan dengan undang-undang, maupun unsur-unsur
lainnya misalnya : Tempat, Waktu dan Keadaan Lainnya) (Sianturi, SH, Tindak Pidana Khusus)).
Karena merupakan tindak pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar
KUHP, maka penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana
umum (KUHP) sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat
penegak hukum, hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain,
yaitu berupa laut yang mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana
di lautpun berbeda karena menggunakan KAPAL, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap
melingkupi tindak pidana di laut. Dan semua penyimpangan dalam penanganan tindak pidana di
laut tersebut akan dibahas dalam pembahasan tulisan ini.
Pembahasan
1. Hukum Pidana dan Acara Pidana
Asas-asas hukum pidana dari buku 1 KUHP berlaku terhadap tindak pidana di laut berdasarkan
pasal 103 KUHP yang isinya bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab VIII KUHP diperlakukan
terhadap ketentuan perundang-undangan di luar KUHP yang diancam dengan pidana, kecuali diatur
khusus oleh undang-undang tersebut. Misalnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No.
5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan seterusnya. Sedangkan
KUHAP demikian juga masih tetap melingkupi hukum acara di laut via pasal 284 KUHAP yang isinya
bahwa semua perkara diberlakukan hukum acara pidana (KUHAP) dengan pengecualian ketentuan
khusus acara pidana yang dibawa oleh undang-undang tertentu dengan demikian pada tindak
39
pidana di laut ini, hal yang diatur acaranya, misalnya penghentian kapal, pemeriksaan diatas kapal,
tatacara membawa kapal ke pelabuhan terdekat dan sebagainya menyimpang dari pada KUHAP
karena KUHAP tidak mengatur hal tersebut.
KUHAP tidak seluruhnya dapat diterapkan pada hukum acara di laut karena beberapa alasan
sebagai berikut :
a. Status kapal/pesawat udara belum diatur sebagai subyek.
b. KUHAP memberlakukan hukum acara pidana khusus via pasal 284 KUHAP.
c. KUHAP belum mengatur kewenangan penyidik diluar Polisi dan PPNS.
d. KUHAP tidak mengatur wilayah di luar Indonesia padahal ada tindak pidana di laut yang
terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
e. Tembusan surat penangkapan seharusnya diberikan kepada keluarga, tetapi bila yang
ditangkap merupakan Kapal maka tidak mempunyai keluarga.
f. Penahanan untuk Kapal tidak bisa dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara.
g. Pengadilan di laut tidak mengenal Yuridiksi pengadilan, pengadilan yang berwenang
mengadili adalah pengadilan yang mempunyai Yuridiksi terdekat (UU No. 3 tahun 1985)
dimana Kapal diserahkan ke Pelabuhan terdekat.
2. Hukum yang ditegakkan di laut.
Penegakkan hukum dilaut mempunyai aspek yang berbeda dengan di darat yaitu penegakkan
hukum di laut bisa merupakan penegakkan kedaulatan di laut yaitu manakala penegakkan tersebut
dilakukan terhadap kapal-kapal asing yang berarti kapal tersebut berstatus negara asing di wilayah
negara indonesia. yang melakukan tindak pidana di laut, sedangkan bila penegakkan tersebut
dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia berarti hal tersebut merupakan penegak
hukum, kedua penegakkan tersebut juga mempunyai aspek yang berbeda bila penegakkan
terhadap kedaulatan mempunyai aspek keutuhan wilayah, Integritas Internasional dan hukum yang
ditegakkan adalah Hukum Internasional, Konvensi-konvensi Internasional, Perjanjian antar Negara
maupun kebiasaan dilaut, termasuk juga hukum Naional dan itu semua untuk kepentingan Negara.
Tetapi apabila penegakkan hukum terhadap Kapal Indonesia mempunyai aspek penegakkan hukum
pribadi, pelayanan masyarakat, ketertiban masyaralat, kepentingan masyarakat maupun
40
kepentingannya dari hukum yang ditegakkanpun hanyalah Negara (UU Nasional) serta mempunyai
aspek YURIDIS keamanan dan ketertiban di laut.
Didalam penegakkan hukum di laut ada suatu keterbatasan keberlakuan Hukum Nasional
terhadap Hukum Internasional yaitu yang tertera pada pasal 9 KUHP yang isinya keberlakuan pasal
2, 3, 4, 5, 7, 8 KUHP dibatasi atas pengecualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum
Internasional (UNLOS 1982) pasal 73 ayat (3) mengatur terhadap pelaku tindak pidana di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) didalam menegakkan hukum Negara pantai, tidak boleh dijatuhkan oleh
Negara yang mencakup pengurungan sehingga hal ini UU ZEE Indonesia tidak boleh melampoi
ketentuan tersebut. Sedangkan hukum acaranya yang berlaku pada tindak pidana di laut adalah
Hukum Acara Khusus yang dibawa oleh UU Khusus, dan Hukum Acara Khusus di laut maupuan
Hukum Acara Pidana yang belum mengatur hal khusus itu. Dan itu semua hanyalah ditingkat awal
sampai penyidikan bila sudah berlanjut ke penuntutan dan persidangan seluruhnya tunduk pada
KUHAP.
3. Perwira TNI AL selaku aparat penegak kedaulatan dan hukum di laut.
Berdasarkan undang-undang No. 20 tahun 1980 tentang ketentuan-ketentuan pertahanan dan
keamanan negara pasal 30 ayat 2 yang isinya bahwa TNI AL adalah aparat penegak kedaulatan dan
hukum di laut. Tatacara penegakkan tersebut dilaksanakan dengan kapal perang (KRI) yang
dikomandani oleh Perwira TNI AL. Pengertian kapal perang adalah kapal yang dimiliki oleh
angkatan bersernjata dengan tanda khusus kebangsaan dan dibawah Komando seorang Perwira
yang diangkat oleh pemerintah negaranya, serta namanya terdapat dalam dinas militer dan diawaki
oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler (Unlos 1982 pasal 29).
Dari pengertian tersebut diatas maka pelaksanaan tugas perang tersebut dibawah tanggung jawab
seorang Perwira dalam hal ini adalah Perwira TNI AL, sehingga mengeluarkan UU. Perwira TNI AL
tersebutdiangkat selaku Penyidik tindak pidana di laut, dan undang-undang yang mengatur Perwira
TNI AL selaku penyidik di laut antara lain :
1. Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMK) STBL 1934 Nomor 442 pasal 13
menyatakan bahwa : "Untuk memelihara dan mengawasi pentaatan ketentuan-ketentuan
dalam ordonansi ini ditugaskan kepada Komandan Angkatan Laut Surabaya, Komandan-
komandan Kapal Perang Negara dan Kamp-kamp penerbangan dari Angkatan Laut".
41
2. UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP jo PP No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP. Dalam penjelasan pasal 17 menyebutkan bahwa : "Bagi penyidik dalam perairan
Indonesia, zona tambahan, landas kontinen dan ZEEI penyidikan dilakukan oleh Perwira
TNI AL dan pejabat penyidik lainnya yang ditentukan oleh undang-undang yang
mengaturnya.
3. UU No.5 tahun 1983 tentang ZEEI, dalam pasal 14 ayat (1) memberikan kewenanga kepada
Perwira TNI AL yang ditunjuk oleh Panglima ABRI sebagai aparat penegak hukum dibidang
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan UU No. 5 tahun 1983.
4. UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan/Ratifikasi UNCLOS 1982.
Memberikan kewenangan kepada pejabat-pejabat, kapal perang dan kapal pemerintah
untuk melakukan penegakkan hukum di laut. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal
antara lain pasal 107, 110, 111 dan 224 UNCLOS 1982.
5. UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 39
ayat (2) kewenangan penyidik Polri dan PPNS tertentu di lingkungan Departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya, tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur
dalam UU No.5 tahun 1983 tentang ZZEI dan UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan.
6. UU No 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dalam penjelasan pasal 24 ayat
(3) Penegakkan hukum dilaksanakan oleh instansi terkait antara lain TNI AL,
Polri, Departemen Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Keuangan
dan Departemen Kehakiman sesuai dengan wewenang masing-masing instansi tersebut
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Nasional maupun Internasional.
7. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Dalam pasal 40 ayat (5) menyebutkan :
" Bahwa penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan ZEE
dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perudang-undangan yang berlaku (lihat pasal
14 ayat (1) UU No.5 tahun 1983)".
8. UU No.31 tahun 2004 tentang perikanan. Dalam pasal 73 ayat (1) menyebutkan bahwa :
"Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh PPNS Perikanan, Perwira TNI
AL dan Pejabat Polri".
42
9. UU No.34 tahun 2004 tentang TNI. dalam pasal 9 huruf (b) Angkatan Laut bertugas
menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Yuridiksi Nasional sesuai
dengan ketentuan hukum Nasional dan hukum Internasional yang telah diratifikasi.
10. UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam pasal 282 ayat (1) "Selain penyidik
pejabatPolri dan penyidik lainnya, PPNS tertentu di lingkungan instansi yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya dibidang pelayaran diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini". Adapun dalam penjelasannya yang
dimaksud dengan penyidik lainnya "adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan antara lain Perwira TNI AL dan dipertegas pada pasal 340 untuk
ZEEI.
11. UU No.43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Dalam pasal 7 disebutkan "Negara
Indonesia memiliki hak-hak kedaulatan dan hak-hak lain di wilayah Yuridiksi yang
pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum
Internasional". Dan pasal 22 disebutkan "Negara Indonesia berhak melakukan pengelolaan
dan pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut dilaut bebas serta dasar laut
Internasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan hukum Internasional.
Perwira TNI AL dalam tugas penegakkan hukum di laut mempunyai dua aspek yaitu tindakan
penangkalan bila Perwira tersebut menangkap pelaku tindak pidana di laut tetapi Perwira tersebut
tidak mempunyai kewenangan selaku penyidik hanya sebagai melaksanakan pasal KUHAP bahwa
semua aparat penegak hukum bila mengetahui adanya tindak pidana wajib menangkap. Disisi lain
Perwira tersebut mempunyai kewenangan selaku penyidik maka tindakan tersebut merupakan
tindakan Yuridis dan Perwira tersebut wajib menangkap bila mengetahui adanya suatu tindak
pidana. Disamping tugas-tugas tersebut diatas, TNI AL secara umum juga mengemban tugas-tugas
sebagai berikut :
 Fungsi Militer yaitu mempertahankan wilayah kedaulatan RI di laut.
 Fungsi Diplomasi yaitu menghadirkan kapal-kapal perang Negara Indonesia
sehingga Negara lain mengetahui bahwa perairan Indonesia dijaga oleh kapal-kapal perang
Negara Indonesia, sehingga Negara lain (Internasional) mengakui keberadaan bangsa Indonesia.
43
 Fungsi Polisionil yaitu bahwa TNI AL bertugas men keamanan, ketertiban masyarakat di laut
(penegakkan hukum di laut)
4. Subyek Tindak Pidana Di Laut.
Tindak pidana di laut pelakunya bukanlah orang seperti di KUHP yang diistilakan "barang
siapa" yang berarti setiap orang. Hal ini dapat ditinjau dari pasal 2-9 KUHP dengan istilah barang
siapa dan pasal 2, 3, 4 KUHP dengan istilah setiap orang maupun pertanggungjawaban pada pasal
44, 45, 49 KUHP dipersyaratkan adanya kejiwaan pelaku sedangkan yang mempunyai jiwa
hanyalah orang, begitupula pada pasal 10 KUHP tentang pidana kesemuanya hanya dapat
dilaksanakan oleh orang (asas-asas hukum pidana di Indonesia, Sianturi, SH, PTAM 1982). Tetapi
apabila pelakunya adalah Kapal yang mempunyai bendera kebangsaan, sehingga mereka berstatus
Negara. Akibatnya bila benderanya negara asing berarti berstatus negara asing, tetapi bila
bendera Indonesia berarti kapal-kapal Indonesia. Kesemuanya itu mengakibatkan penanganan
perkara yang dilakukan juga lain. Misalnya bila kapal asing maka menangkap juga harus negara
dalam hal ini dapat dilaksanakan oleh Angkatan Laut Indonesia, sebab pelakunya negara maka
yang menangkap haruslah negara, itu merupakan subyek hukum Internasional dan diatas kapal
asing tersebut berlaku hukum negaranya bukan hukum negara Indoensia.
5. Prosedur Tetap Penegakkan Tindak Pidana di Laut oleh KRI.
Prosedur Tetap Penegakkan Tindak Pidana di Laut oleh KRI Dalam rangka kepastian bahwa
sudah terjadi tindak pidana di laut, maka KRI melakukan fase tindakan yaitu penghentian,
pemeriksaan kapal dan membawa kapal ke pelabuhan terdekat. Ketiga hal tersebut merupakan
tindakan penangkapan, bila dibandingkan dengan penangkapan menurut KUHAP.
a. Prosedur penghentian. Sebelum menghentikan kapal yang dicurigai maka harus sudah ada
dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana di laut sesuai KUHAP, dugaa berasal dari pendeteksian
yang didapat dari informasi dari berbagai instansi, kemudian untuk meyakinkan dilakukan
pengenalan sasaran dengan berbagai peralatan di kapal misalnya dengan Radar, Sonar, dan
komunikasi langsung. Dari pengenalan tersebut dilakukan penilaian sasaran yang memastikan
bahwa kapal yang dicurigai tersebut perlu dilakukan penghentian atau tidak.
44
Bila hasilnya yakin telah terjadi tindak pidana di laut, maka dihentikan dengan prosedur sebagai
berikut :
1) Dengan isyarat untuk menjalin komunikasi dengan mengibarkan bendera, dengan lampu
optis, dengan simaphore, maupun dengan radio. Bila tidak berhasil dilanjutkan.
2) Diperintahkan untuk berhenti dengan prosedur sebagai berikut : Dengan mengibarkan
bendera (bila cuaca terang), dengan megaphone (bila dapat didengar), isyarat gauk (pasti
dapat didengar). Bila semua itu tidak juga diindahkan maka :
3) Dilakukan berturut-turut tembakan dengan peluru hampa, dan peluru tajam kaliber kecil
ke udara. Bila tidak diindahkan juga maka lakukan :
4) Tembakan ke air laut lambung kanan, kiri, haluan dan buritan kapal. Tindakan inipun
tidak diindahkan maka lakukan :
5) Tembak ke arah bawah kapal yang diperkirakan tidak ditempati awak kapal, bila tidak
berhasil maka adakan pemaksaan dengan kekerasan sampai mau berhenti.
b. Pemeriksaan diatas Kapal. Setelah kapal berhasil dihentikan, maka untuk meyakinkan
dilakukan pemeriksaan alat bukti diatas kapal meliputi : pemeriksaan muatan, kapalnya, dan
personelnya. Pemeriksaan diatas kapal dilakukan oleh tim pemeriksa yang diketuai seorang
Perwira dengan membawa surat perintah dari Komandan Kapal. Tim melakukan penggeledahan
terhadap dokumen kapal (fisik kapal), muatan sebagai hasil dari kegiatan (misalnya : Ikan, Kayu,
Pasir laut) yang dicurigai dari hasil tindak pidana di laut. Dokumen perseonel meliputi : Sertifikat
Juru Mudi, Nakhoda, markonis dll maupun Paspor bagi warga negara asing. Pemeriksaan harus
disaksikan oleh Nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK) dengan tertib, singkat dan tidak terjadi
kehilangan serta kerusakan. Dari hasil pemeriksaan diatas kapal sudah dapat disimpulkan terjadi
tindak pidana di laut atau tidak, bila terjadi langkah selanjutnya.
c. Membawa Kapal Tangkapan ke Pelabuhan Terdekat. TNI AL dengan kapal-kapalnya di laut
mengemban tugas-tugas pertahanan, diplomasi, dan polisionil, sedangkan penangkapan kapal yang
45
melakukan pelanggaran dan tindak pidana di laut ini hanya merupakan sebagian dari tugas
polisionil sehingga untuk melanjutkan penyelesaiannya dilakukan oleh aparat yang di darat, maka
harus diserahkan kepada aparat yang berada di darat yaitu pelabuhan terdekat. Prosedur
membawa kapal dengan beberapa cara yaitu : Dengan cara di Ad Hoc, Dikawal dan
digandeng/tunda. Pengertian di Ad Hoc adalah Nakhodanya diperintahkan membawa
kapalnya sendiri ke pelabuhan terdekat yang telah ditunjuk dengan membawa surat perintah AD
HOC dari Komandan Kapal. Untuk menjaga keamanan dokumen-dokumen penting dibawa sendiri
oleh Komandan KRI dan diserahkan kepada aparat di darat. Surat perintah dibuat rangkap tiga :
Satu untuk kapal tangkapan, satu untuk kapal penangkap (arsip) dan satu lembar lainnya untuk
aparat di darat. Dan kapal penangkap melanjutkan tugas-tugas lainnya. (cara ini hanya dapat
dilakukan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia).
Cara kedua adalah di kawal yaitu kapal tangkapan diperintahkan ke pelabuhan terdekat yang
telah ditunjuk tetapi tetap dilakukan pengawalan oleh kapal penangkap (KRI) pada jarak aman.
Untuk menjaga keamanan sebagian ABK kapal tangkapan diperintahkan ke kapal penangkap (KRI)
agar kapal yang ditangkap tidak melarikan diri. Prosedur lainnya adalah digandeng/tunda, hal ini
dilakukan bila kapal tangkapan mengalami kerusakkan dan tidak bisa berjalan sendiri. Dalam
keadaan khusus kapal tangkapan rusak berat atau dalam cuaca buruk sehingga membahayakan
ABK dan sudah tidak mungkin di gandeng, maka kapal tangkapan dapat di tenggelamkan dan harus
dilengkapi dengan Berita Acara, alasan serta lebih mengutamakan menyelamatkan Anak Buah
Kapalnya (ABKnya).
d. Setelah sampai didarat dilakukan penyerahan Tersangka dan Alat bukti yang dituangkan dalam
berkas berita acara pemeriksaan yang dilengkapi dengan semua berita acara terdiri dari tindakan-
tindakan Komandan Kapal selaku penyidik di laut maupun berkas penyidik. Tetapi aparat di darat
haruslah selaku penyidik, bila tidak berwenang maka harus diserahkan kepada penyidik yang
berwenang.
Contoh : Kapal TNI AL menangkap kapal yang mengangkut kayu yang tidak dlengkapi dengan
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) maka aparat TNI AL yang di darat setelah
menerima penyerahan berkas dari kapal penangkap, harus meneruskan kepada Polisi/PPNS
Kehutanan untuk diproses mengingat Perwira TNI AL tidak berwenang melakukan penyidikan di
bidang Kehutanan. Karena yang berwenang adalah Polisi atau PPNS Kehutanan (UU No.41 tahun
1999 tentang Kehutanan pasal 77).
46
e. Prosedur penyelesaian perkara setelah di darat menggunakan hukum acara pidana umum
(KUHAP).
6. Wilayah Pengadilan.
Wilayah Pengadilan. Tindak pidana di laut tidak mengenal Yuridiksi peradilan dan pengadilan yang
berwenang mengadili ialah pengadilan yang membawahi pelabuhan dimana kapal tangkapan
tersebut diserahkan. Tidak ada keharusan kapal penangkap menyerahkan ke pelabuhan tertentu
mengingatdi laut tidak mengenal locus deliti dan Locus Delitinya adalah seluruh perairan Indonesia.
Ketentuan yang ada adalah kapal tangkapan diserahkan ke pangkalan yang terdekatsehingga tidak
mengganggu tugas-tugas operasional lainnya oleh KRI, dan seluruh pengadilan di Indonesia
berwenang sehingga diserahkan kemana saja.
7. Jenis Tindak Pidana di Laut.
 Tindak pidana perampokan/pembajakan di laut
 Tindak pidana perikanan
 Tindak pidana benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam di dasar laut
 Tindak pidana lingkungan hidup di laut
 Tindak pidana pelayaran
 Tindak pidana konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya
 Tindak pidana kepabeanan
 Tindak pidana kehutanan
 Tindak pidana keimigrasian
 Tindak pidana penambangan pasir di laut
 Tindak pidana pelanggaran wilayah
 Tindak pidana Narkotika san Psikotropika di dan lewat laut
 Tindak pidana senjata api dan bahan peledak di dan lewat laut
 Tindak pidana ZEE Indonesia
 Tindak pidana Terorisme di dan lewat laut
8. Kesimpulan
 Tindak pidana di laut merupakan tindak pidana khusus
 Penanganan perkara di laut mempunyai acara tersendiri
 Tindak pidana di laut dapat bersifat Internasional maupun Nasional
47
 Subyek tindak pidana di laut merupakan sumber hukum Internasional
BloggerAbbas archa,Koresponden : FakultasHukum UniversitasHangTuah,JlArif RahmanHakim No.150
Sukolilo - Surabaya 60111, diunduh hari senin 16 Mei 2016 pkl 11.09 wib
48
BAB IV
PENEGAKAN HUKUM DI LAUT OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN
Pendahuluan
Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional diperairan, dengan
berbagai bentuk gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum luas di berbagai
bidang kehidupan. Polri telah membagi golongan kejahatan kedalam 4 golongan/jenis. Pertama,
kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian, pencurian
dan lain-lain; Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris, trafficking in persons, money laundering,
sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime and international economic
crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing,
illegal minning, penyelundupan, penggelapan pajak, penyalahgunaan BBM, dan lain-lain serta
Keempat, kejahatan yang berimplikasi kontijensi seperti SARA, separatisme, konflik horizontal dan
vertikal serta unjuk rasa anarkis.
Berdasarkan teori efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 2011:8), efektif atau tidaknya suatu
penegakan hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu :1) Faktor hukumnya/UU, 2) penegak hukum, 3)
sarana, 4) masyarakat dan 5) kebudayaan. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian
petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas
petugas kurang baik, akan menjadi masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, salah satu
kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas/ kepribadian penegak hukum itu
sendiri. Dalam Teori Kriminologi (J.E Sahetapy, 1992:78),dalam rangka implementasi penegakan
hukum “Bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan
kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kesalahan”. Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne
mengatakan, “geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van
justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het
goede beruken” bahwasannya beliau mengatakan “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat
yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”.
Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk pun
saya bisa mendatangkan keadilan.Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang-
undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas
yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.
49
Sementara itu di Indonesia saat ini memiliki 13 lembaga penegak hukum di laut. Dari jumlah tersebut
terdiri dari 6 lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan 7 lembaga penegak hukum lainnya
tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di
laut adalah : TNI-AL; Polri/Direktorat Kepolisian Perairan; Kementerian Perhubungan/Dirjen HUBLA;
Kementerian Kelautan dan Perikanan/Dirjen PSDKP; Kementerian Keuangan/Dirjen Bea Cukai; dan
Bakamla. Lembaga penegak hukum tersebut, melaksanakan patroli terkait dengan keamanan dan
keselamatan dilaut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang dimiliki bedasarkan Peraturan
Perundang-undangan masing-masing.
Penegakan Hukum di Laut
Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Ishak, 2012:244). Penegakan hukum mempunyai arti
menegakkan, melaksanakan ketentuan dalam masyarakat, sehingga secara luas penegakan hukum
merupakan proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan.
Proses penegakkan hukum dalam kenyataanya memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat
penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pengertian penegakan hukum,
dalam bentuk kongkritnya di bidang perairan adalah segala kegiatan operasional yang
diselenggarakan di seluruh perairan dalam rangka menjamin tegaknya hukum nasional.
Penegakan hukum di laut mempunyai pengertian segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah
dalam menjamin keselamatan dan keamanan di laut yurisdiksi nasional Indonesia, baik keselamatan
dan keamanan manusia, lingkungan alam, maupun keselamatan dan keamanan pelayaran.
Penegakan hukum di perairan berbeda dengan penegakan hukum di darat, terutama karena di
perairan/laut bertemu dua kepentingan hukum, yaitu kepentingan hukum nasional dan hukum
internasional, sedangkan di darat hanya mewadahi kepentingan hukum nasional. Dengan kata lain,
penegakan hukum di perairan berarti juga menegakkan hukum, konvensi atau semua aturan yang
telah disepakati dunia Internasional, di mana pemerintah Indonesia ikut menandatangani
konvensi/aturan-aturan tersebut, atau telah meratifikasinya dengan menerbitkan undang-undang
terkait dengan hal tersebut.
Perbedaan lainnya dengan penegakan hukum di darat adalah, pemberlakuan hukum di laut
dilakukan berdasarkan rezim hukum yang berbeda, sedangkan di darat tidak dikenal adanya
perbedaan rezim hukum. Selain itu, subyek hukum di laut adalah manusia - WNI atau WNA dan
50
negara, negara dalam hal ini berupa bendera kapal, sedangkan di darat subyek hukumnya adalah
manusia dan badan hukum.
Berawal dari pengertian tersebutmaka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi
suatu tindak pidana KHUSUS yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai
kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur-unsur tindak pidana
(Subyek, schuld/kesalan, bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang, maupun
unsur-unsur lainnya misalnya : tempat, waktu dan keadaan lainnya). Karena merupakan tindak
pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka
penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP)
sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum,
hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang
mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda
karena menggunakan KAPAL, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak
pidana di laut.
Hukum Yang Digunakan
Asas-asas hukum pidana dari buku 1 KUHP berlaku terhadap tindak pidana di laut berdasarkan
pasal 103 KUHP yang isinya bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab VIII KUHP diperlakukan
terhadap ketentuan perundang-undangan di luar KUHP yang diancam dengan pidana, kecuali diatur
khusus oleh undang-undang tersebut. Misalnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan yang
telah dubah dengan UU No. 45 tahun 2009, UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) dan seterusnya. Sedangkan KUHAP demikian juga masih tetap melingkupi
hukum acara di laut via pasal 284 KUHAP yang isinya bahwa semua perkara diberlakukan hukum
acara pidana (KUHAP) dengan pengecualian ketentuan khusus acara pidana yang dibawa oleh
undang-undang tertentu dengan demikian pada tindak pidana di laut ini, hal yang diatur adalah
acaranya, misalnya penghentian kapal, pemeriksaan diatas kapal, tatacara membawa kapal ke
pelabuhan terdekat dan sebagainya menyimpang dari pada KUHAP karena KUHAP tidak mengatur
hal tersebut.
KUHAP tidak seluruhnya dapat diterapkan pada hukum acara di laut karena beberapa alasan antara
lain :
1. Status kapal/pesawat udara belum diatur sebagai subyek.
51
2. KUHAP memberlakukan hukum acara pidana khusus via pasal 284 KUHAP.
3. KUHAP belum mengatur kewenangan penyidik diluar Polisi dan PPNS.
4. KUHAP tidak mengatur wilayah di luar Indonesia padahal ada tindak pidana di laut yang terjadi di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
5. Tembusan surat penangkapan seharusnya diberikan kepada keluarga, tetapi bila yg ditangkap
merupakan KAPAL maka tidak mempunyai keluarga.
6. Penahanan untuk KAPAL tidak bisa dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara.
7. Pengadilan di laut tidak mengenal yurisdiksi pengadilan, pengadilan yang berwenang mengadili
adalah pengadilan yang mempunyai Yurisdiksi terdekat (UU No. 3 tahun 1985) dimana KAPAL
diserahkan ke pelabuhan terdekat.
penegakkan hukum dilaut mempunyai aspek yang berbeda dengan di darat yaitu penegakkan
hukum di laut bisa merupakan penegakkan kedaulatan di laut yaitu manakala penegakkan tersebut
dilakukan terhadap kapal-kapal asing yang berarti kapal tersebut berstatus negara asing di wilayah
negara indonesia yang melakukan tindak pidana di laut, sedangkan bila penegakkan tersebut
dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia berarti hal tersebut merupakan penegakan
hukum, kedua penegakkan tersebut juga mempunyai aspek yang berbeda bila penegakkan
terhadap kedaulatan mempunyai aspek keutuhan wilayah, Integritas Internasional dan hukum yang
ditegakkan adalah Hukum Internasional, Konvensi-konvensi Internasional, Perjanjian antar Negara
maupun kebiasaan dilaut, termasuk juga hukum Naional dan itu semua untuk kepentingan Negara.
Tetapi apabila penegakkan hukum terhadap Kapal Indonesia mempunyai aspek penegakkan hukum
pribadi, pelayanan masyarakat, ketertiban masyaralat, kepentingan masyarakat maupun
kepentingannya dari hukum yang ditegakkanpun hanyalah Negara (UU Nasional) serta mempunyai
aspek YURIDIS keamanan dan ketertiban di laut.
Didalam penegakkan hukum di laut ada suatu keterbatasan keberlakuan Hukum Nasional
terhadap Hukum Internasional yaitu yang tertera pada pasal 9 KUHP yang isinya keberlakuan pasal
2, 3, 4, 5, 7, 8 KUHP dibatasi atas pengecualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum
Internasional (UNCLOS 1982) pasal 73 ayat (3) mengatur terhadap pelaku tindak pidana di Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) didalam menegakkan hukum Negara pantai, tidak boleh dijatuhkan oleh
Negara yang mencakup pengurungan sehingga hal ini UU ZEE Indonesia tidak boleh melampaui
ketentuan tersebut. Sedangkan hukum acaranya yang berlaku pada tindak pidana di laut adalah
Hukum Acara Khusus yang dibawa oleh UU Khusus tersebut, dan Hukum Acara Khusus di laut
52
maupun Hukum Acara Pidana yang belum mengatur hal khusus itu. Dan itu semua hanyalah
ditingkat awal sampai penyidikan bila sudah berlanjut ke penuntutan dan persidangan seluruhnya
tunduk pada KUHAP.
Dasar penegakan hukum di laut oleh antara lain:
1. Stbl.1939 No. 442 tentang Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Laut Larangan.
2. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
3. Undang-Undang Rl Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982.
4. Undang-Undang Rl Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya.
5. Undang Undang Rl Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
6. Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
7. Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
8. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi.
9. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
10. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil.
11. Undang-Undang Rl Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
12. Undang-Undang Rl Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
13. Undang-Undang Rl Nomor 04 Tahun 2009 tentang MINERBA.
14. Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang NARKOBA.
15. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
16. Undang-Undang Rl Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Rl No. 31 tentang Perikanan.
17. Undang-Undang Rl Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan.
18. Skep Kapolri No Pol : Skep/ 79 / II / 2001 tanggal 5 Februari 2001 tentang penunjukan Pol Airud
sebagai Penyidik di wilayah perairan dan bidang penerbangan Yurisdiksi Nasional Indonesia dan
pelimpahan wewenang kepada Dit Pol Airud.
Kewenangan Polair Sebagai Penyidik
53
Bahwa fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat, hal ini sebagaimana di tegaskan dalam pasal 13 Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa tugas pokok
Kepolisian RI adalah : 1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, 2) Menegakkan
hukum, 3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Selain
itu, dalam pasal 14 huruf g Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dikatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Wewenang Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik tersebut sesuai pengaturan yang terdapat
dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana di dalam pasal
4 KUHAP dikatakan, bahwa Penyelidik adalah setiap pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia. Sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) KUHAP, dikatakan bahwa penyidik adalah
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Selain berdasarkan undang-undang kepolisian
dan KUHAP wewenang kepolisian diwilayah perairan laut juga dinyatakan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan lainya yang mengatur tentang tindak pidana tertentu diwilayah perairan laut.
Sebagai contoh, wewenang Polri (Polair) dalam tindak pidana tertentu seperti dimaksud pasal 282
ayat (1) undang-undang No. 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran juga memberikan kewenangan
kepada pejabatKepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana di bidang pelayaran.
PROSEDUR PENANGANAN TINDAK PIDANA DI LAUT/ PERAIRAN
1. Pendeteksian Kapal
a. Melaksanakan kegiatan pengawasan di wilayah perairan yang rawan terjadi tindak pidana
berdasarkan informasi yang diperoleh.
b. Pengenalan sasaran dengan menggunakan sarana yang ada (Radar, sonar, teropong,
komunikasi radio, atau isyarat).
c. Penilaian sasaran dimaksudkan untuk menilai dan menentukan target/sasaran benda yang
dicurigai.
54
2. Penyelidikan Kapal
a. Penghentian Kapal
Apabila kapal dicurigai melakukan pelanggaran/tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
cukup, diadakan penghentian dengan alasan kapal tersebut melakukan pelanggaran/tindak pidana
yang diatur dalam UU.
b. Pemeriksaan kapal
Setelah kapal dihentikan maka selanjutnya dilaksanakan tindakan : pemeriksaan atas perintah
Komandan, kapal merapat ke kapal patroli atau sebaliknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
proses pemeriksaan dilaut :
1) Pemeriksaan dilaut harus menggunakan sarana yang sah/resmi dengan identitas/ciri-ciri yang
jelas dan dapat dikenali sebagai kapal patroli/pemerintah yang diberi kewenangan untuk melakukan
tindakan tersebut.
2) Tim pemeriksa harus menggunakan seragam lengkap dan dilengkapi surat perintah.
3) Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nakhoda atau ABK kapal yang diperiksa.
4) Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti, cepat, tidak terjadi kehilangan, kerusakan
dan tidak menyalahi prosedur pemeriksaan.
5) Selama peran pemeriksaan tim pemeriksa harus selalu berkomunikasi dengan kapal yang
diperiksa.
Setelah selesai pemeriksaan, hal-hal yang harus diperhatikan :
1) Membuat surat pernyataan tertulis dan di tandatangani oleh Nakhoda kapal, yang menerangkan
tentang hasil pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak terjadi kekerasan, kerusakan dan
kehilangan.
2) Membuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh Nakhoda kapal, yang menerangkan
tentang hasil pemeriksan surat-surat/ dokumen kapal dengan menyebutkan tempat dan waktu.
3) Mencatat dalam buku jurnal kapal yang diperiksa yang berisi : waktu dan posisi pemeriksaan,
pendapat tentang hasil pemeriksaan, Perwira pemeriksa menandatangani hasil pemeriksaan pada
buku jurnal kapal dibubuhi stempel kapal pemeriksa, dalam hal buku jurnal kapal tidak ada nakhoda
membuat surat pernyatan tentang tidak adanya buku jurnal kapal, terhadap Nakhoda kapal asing
yang tidak dapat berbahasa Indonesia, sesampai dipangkalan/pelabuhan terdekat diberikan
penjelasan lengkap dan rinci terkait perkaranya dengan dibantu oleh penterjemah sebelum di
lakukan penyidikan lanjutan.
55
3. Tindak lanjut hasil penyelidikan
a. Apabila tidak terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang adanya tindak pidana
maka : Kapal diijinkan melanjutkan pelayaran, dalam buku Jurnal pelayaran dicatat bahwa telah
diadakan pemeriksaan dengan menyebutkan posisi dan waktu, meminta surat secara tertulis kepada
nahkoda kapal tentang tidak terjadinya kekerasan, kerusakan dan kehilangan selama pemeriksaan
serta pernyataan tidak melakukan gugatan.
b. Apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang telah terjadi suatu
pelanggaran/tindak pidana : Perwira pemeriksa memberitahu kepada Nakhoda bahwa telah terjadi
tindak pidana dan untuk itu kapal akan dibawa kepangkalan/ pelabuhan yang ditentukan, meminta
kepada nakhoda kapal untuk memberikan tandatangan pada peta posisi Gambar Situasi Pengejaran
dan Penghentian. Kemudian Komandan kapal patroli mengeluarkan surat perintah untuk membawa
kapal dan orang ke pangkalan/pelabuhan yang terdekat dan telah ditentukan.
Alternatif cara membawa kapal :
a. Di Ad hoc (Perintah membawa)
1) Komandan kapal patroli menerbitkan surat perinah ad hoc kepada nachoda/tersangka supaya
membawa sendiri kapalnya kepelabuhan sesuai yang diperintahkan.
2) Surat-surat/dokumen, muatan dan benda-benda dipindahkan diamankan di kapal patroli.
3) Perintah Ad hoc hanya diberlakukan terhadap kapal berbendera Indonesia (ABK bukan asing)
yang diyakini tidak akan melarikan diri.
4) Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Komandan kapal /nakhoda kapal patroli : Waspadai Kapal
tersebut tidak mematuhi perintah ad hoc dan melarikan diri, Waspadai pertukaran Nakhoda kapal
yang tidak sesuai sijil.
b. Dikawal.
1) Kapal tetap dibawa Nakhoda dan ABK-nya menuju pelabuhan yang dituju.
2) Ditempatkan Tim kawal diatas kapal secara proporsional.
3) Kapal patroli dapat mengawal pada jarak aman.
4) Surat-surat/dokumen kapal/muatan dan benda-benda yang mudah dipindahkan termasuk alat
komunikasi diamankan di kapal patroli.
5) Sebagian ABK dari kapal yang dikawal dapat dipindahkan kekapal patroli.
56
c. Digandeng/ditunda/ditarik.
1) Dalam hal kapal mengalami kerusakan dapat dibawa oleh kapal patroli dengan cara
digandeng/ditunda/ditarik dengan tetap memperhatikan kesiapan tekhnis dan material kapal patrol.
2) Sebagian ABK dapat dipindahkan kekapal patroli dan menempatkan petugas diatas kapal yang
dikawal.
3) Apabila kapal mengalami kerusakan berat dan kemungkinan akan tenggelam serta upaya
penyelamatan kapal tidak memungkinkan , maka nachoda dan ABK dipindahkan ke kapal Patroli
sebagai upaya pertolongan.
4) Apabila kapal yang digandeng/ditunda/ditarik karena kerusakan beratmengakibatkan tenggelam ,
harus dibuat berita acara yang berisi tentang posisi dan sebab-sebab tenggelamnya kapal tersebut.
d. Penyerahan kepada Pangkalan/Kantor.
Pada prinsipnya Komandan Kapal Patroli adalah Penyidik/penyidik pembantu, namun dengan
pertimbangan efisiensi waktu penyidikan lanjut diserahkan kepada pangkalan/kantor berwenang
tempat dimana kapal akan diperiksa lebih lanjut (penyelidikan lanjutan penyidikan). Setelah kapal
sampai dipangkalan/pelabuhan, komandan kapal patroli segera menyerahkan kapal dan muatan,
nakhoda dan ABK serta surat-surat/Dokumen kapal/muatan kepada pangkalan dengan dilengkapi
(Administrasi Pemeriksaan Kapal) anatara lain adalah sebagai berikut:
1) Laporan kejadian
2) GSPP kapal
3) Pernyataan posisi kapal
4) Surat perintah dan BA riksa kapal
5) Pernyataan hasil pemeriksaan kapal
6) Pernyataan hasil pemeriksaan surat-surat kapal
7) Pernyataan keadaan muatan kapal
8) Pernyataan tidak tersedianya buku jurnal kapal (kalau tidak ada)
9) Surat perintah dan BA membawa kapal dan orang
10) BAP saksi dari Kapal patroli (min 2 orang yang bertugas pada saat itu)
11) BA pengambilan sumpah/janji saksi dari kapal patroli ( min 2 orang yang bertugas pada waktu
kejadian dan telah memenuhi syarat untuk diambil sumpah.
57
12) BA serah terima kapal dan perlengkapannya, Nakhoda dan ABK, Dokumen kapal serta Berkas
Perkara.
e. Penyidikan
1) Pemeriksaan oleh Penyidik di Pangkalan/Kantor
Pangkalan/ kantor melakukan pemeriksaan terhadap kapal dan muatan, nakhoda dan ABK serta
surat-surat/dokumen kapal/muatan yang diserahkan oleh kapal patroli/instansi lain untuk proses
hukum lebih lanjut.
2) Proses Penyidikan.
Penyidik segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya
Penyidikan (SPDP) kepada pihak kejaksaan, untuk keperluan penyidikan, setelah dilakukan tindakan
: Penggeledahan, pemeriksaan saksi, tersangka, penyitaan dan penahanan.
3) Penanganan ABK non Yustisial
ABK yang bukan tersangka setelah selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi tidak dilaksanakan
penahanan.
Prosedur penyelesaian perkara setelah di darat menggunakan hukum acara pidana umum
(KUHAP).Tindak pidana di laut tidak mengenal yuridiksi peradilan dan pengadilan yang berwenang
mengadili ialah pengadilan yang membawahi pelabuhan dimana kapal tangkapan tersebut
diserahkan. Tidak ada keharusan kapal penangkap menyerahkan ke pelabuhan tertentu mengingat
di laut tidak mengenal Locus Deliti dan Locus Delitinya adalah seluruh perairan Indonesia.
Ketentuan yang ada adalah kapal tangkapan diserahkan ke pangkalan yang terdekatsehingga tidak
mengganggu tugas-tugas operasional lainnya kapal patroli Polisi, dan seluruh pengadilan di
Indonesia berwenang sehingga diserahkan kemana saja.
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Efektifitas penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor hukumnya,
aparatnya, sarananya dan masyarakat serta kebudayaannya.
b. Tindak pidana di laut merupakan tindak pidana khusus, dalam penanganan perkaranya
menggunakan hukum acara tersendiri.
58
c. Tindak pidana di laut dapat bersifat Internasional maupun Nasional dan subyek tindak pidana di
laut bersumber dari hukum Internasional.
2. Saran
Dalam rangka penegakan hukum di laut agar efektif dan tidak terjadi tumpang tindih serta ego
sektoral oleh dinas/instansi pemerintah harus ditingkatkan kerjasama dan profesionalitas penegakan
hukum, guna menjamin keamanan dan keselamatan di laut dalam rangka mendukung Indonesia
sebagai poros maritim. (by. EBS 7/15)
59
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah dicermati, disusun, dirancang, dan diupayakan penyusunan bahan belajar latihan
manajemen kewilayahan untuk para bintara gakkum Polair ini, maka disimpulkan bahwa standar
kompetensi untuk lulusannya yang akan diraih dan diharapkan oleh institusi Polri, agar para Bintara
Gakkum Polair antara lain adalah sesuai dengan tujuan pelatihan Bintara Gakkum Polair ini yaitu
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap perilalu Bintara Polri sehingga
memiliki kemampuan dalam melaksanakan penegakkan hukum diperairan melalui mekanisme
pelaksanaan patroli perairan, hasil pemeriksaan dokumen dan kapal dapat diketahui bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
Capaian yang demikian tidaklah semudah seperti membalikkan kedua telapak tangan,
oleh karena itu perlunya upaya kuat dari semua pihak (lembaga/SPN, siswa, tenaga pendidik) dalam
menciptakan situasi dan iklim pembelajaran yang kondusif dan penguasaan materi yang lengkap,
situasi kelas yang nyaman, terkini /up to date, terampil dan mumpuni serta profesional dalam
memberi pelatihan.
B. SARAN
Saran perlu disampaikan terkait keinginan pimpinan agar tercipta komunikasi 2(dua) arah
antara gadik dan siswa untuk memperoleh kemajuan bersama dalam rangka mendidik dan
memajukan personil Polri yang bertugas di kewilayahan. Kemudian terkondisikan suasana belajar
mengajar yang nyaman, sesuai dengan kompetensinya. Oleh karena itu disarankan antara lain
adalah :
1. Disarankan hanjar pelatihan bintara gakkum Polair yang ada ini menjadi pedoman dalam
pelaksanaan tugas para bintara gakkum Polair dan berkelanjutan;
60
2. Disarankan hanjar pelatihan bintara gakkum Polair apabila dirasa perlu untuk mendapatkan
muatan yang lebih terkini sekiranya semua pihak membantu memperkaya isi atau muatan
keilmuan sehingga penulis bangga hasil karyanya mendapatkan apresiasi dari siapapun.
3. Penguasaan keilmuan yang mendorong agar siswanya terampil dalam mengemban tugas
kepolisian terutama ilmu manajemen, kepemimpinan, penguasaan peraturan perundangan
adalah urgent dan utama, akan tetap yang paling pokok, prinsip dan terpenting adalah perihal
pengendalian diri, berupaya meningkatkan mutu adab, akhlakul karimah/ akhlak yang baik
dan terpuji sebagai cerminan aparatur negara yang mencerminkan perilaku Pancasila dan
beragama. Artinya negara mengharapkan terbentuk sosok personil Polri yang berakhlak
mulia/ terpuji yang memiliki pengetahuan.
Demikian Bahan Belajar (Hanjar) bintara gakkum yang perdana ini disusun sebagai
pedoman, dengan harapan para bintara gakkum menjadi terpola teliti, praktis, efektif, efisien, dan
waspada serta terampil dalam memberikan pelayan dan pengayoman kepada masyarakat
sebagaimana yang tertera di dalam peraturan Kapolri yang mengatur tentang manajemen
operasional kepolisian dan susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat kepolisian daerah dan ,
serta bagamana mengelola suatu gangguan kamtibmas dan penanganan permasalahan yang
muncul, kemudian melaksanakan penghentian kapal, pemeriksaan kapal dan kelengkapan
administrasi pemriksaan secara efektif dan efisien.
61
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Mabes Polri, Jakarta.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah. Mabes Polri, Jakarta.
Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo. 2011. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian. Mabes Polri, Jakarta.
Kresno Buntoro.2012. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Prospek dan Kendala. Cetakan
Pertama. Sekolah Staf dan Komando TNI AL (SESKOAL). Jakarta.
Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Cetakan Pertama. Mandar Maju,
Bandung.
Syahmin A.K., 1988, Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut Internasional(Sekitar
Penegakan Hukum di Perairan Yurisdiksi Nasional Indonesia Dewasa Ini). , Binacipta,Bandung.
Prijanto, Heru, 2007, Hukum Laut Internasional. , Bayu Media, Malang.
Subagyo, P. Joko, 1993, Hukum Laut Indonesia. , Rineka Cipta, Jakarta
Blogger Abbas archa, Koresponden : Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Jl Arif Rahman
Hakim No. 150 Sukolilo - Surabaya 60111, diunduh hari senin 16 Mei 2016 pkl 11.09 wib
JAKARTA(Pos Kota)
LATIHAN BA GAKKUM POLAIR ;Henti  riksa-adm riksa kpl; AKBP DADANG DK

More Related Content

What's hot

Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995
Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995
Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995
hanu suwardi
 
Ppt mesin dan alat bantu (2013)
Ppt mesin dan alat bantu (2013)Ppt mesin dan alat bantu (2013)
Ppt mesin dan alat bantu (2013)
Badiuzzaman
 

What's hot (20)

Alat Tangkap Trawl.pptx
Alat Tangkap Trawl.pptxAlat Tangkap Trawl.pptx
Alat Tangkap Trawl.pptx
 
Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995
Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995
Kepmen pe-no-555-k-26-m-pe-1995
 
Buku saku pam tps
Buku saku pam tpsBuku saku pam tps
Buku saku pam tps
 
Ppt mesin dan alat bantu (2013)
Ppt mesin dan alat bantu (2013)Ppt mesin dan alat bantu (2013)
Ppt mesin dan alat bantu (2013)
 
Pim1221 3 klasifikasi alat tangkap
Pim1221 3 klasifikasi alat tangkapPim1221 3 klasifikasi alat tangkap
Pim1221 3 klasifikasi alat tangkap
 
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
 
Sosial Budaya (Peradaban Maritim)
Sosial Budaya (Peradaban Maritim)Sosial Budaya (Peradaban Maritim)
Sosial Budaya (Peradaban Maritim)
 
Alat Tangkap Pukat Cincin/ Purse Seine (By. Saiful Mukminin)
Alat Tangkap Pukat Cincin/ Purse Seine (By. Saiful Mukminin)Alat Tangkap Pukat Cincin/ Purse Seine (By. Saiful Mukminin)
Alat Tangkap Pukat Cincin/ Purse Seine (By. Saiful Mukminin)
 
pembinaan & penyelenggaraan jasa konstruksi (26 mei14)
pembinaan & penyelenggaraan jasa konstruksi (26 mei14)pembinaan & penyelenggaraan jasa konstruksi (26 mei14)
pembinaan & penyelenggaraan jasa konstruksi (26 mei14)
 
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo SunarioPeran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Wilayah Pesisir - Prasetyo Sunario
 
88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi
88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi
88000176 laporan-biologi-perikanan-hipofisasi
 
PEMBINAN DAN PENYULUHAN LALU LINTAS
PEMBINAN DAN PENYULUHAN LALU LINTASPEMBINAN DAN PENYULUHAN LALU LINTAS
PEMBINAN DAN PENYULUHAN LALU LINTAS
 
FISH FINDER.pptx
FISH FINDER.pptxFISH FINDER.pptx
FISH FINDER.pptx
 
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joranPim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
 
Peta jalan Sistem Logistik Ikan Nasional
Peta jalan Sistem Logistik Ikan NasionalPeta jalan Sistem Logistik Ikan Nasional
Peta jalan Sistem Logistik Ikan Nasional
 
Dinamika Stok Ikan
Dinamika Stok IkanDinamika Stok Ikan
Dinamika Stok Ikan
 
Tutorial pengolahan data salinitas menggunakan aplikasi SeaDas, Excel dan ODV...
Tutorial pengolahan data salinitas menggunakan aplikasi SeaDas, Excel dan ODV...Tutorial pengolahan data salinitas menggunakan aplikasi SeaDas, Excel dan ODV...
Tutorial pengolahan data salinitas menggunakan aplikasi SeaDas, Excel dan ODV...
 
Modul teknik komunikasi efektif polisi
Modul teknik komunikasi efektif polisiModul teknik komunikasi efektif polisi
Modul teknik komunikasi efektif polisi
 
Presentasi kapal ikan tuna long line
Presentasi kapal ikan tuna long linePresentasi kapal ikan tuna long line
Presentasi kapal ikan tuna long line
 
DOKUMEN PENERAPAN SMK3 LZN (1).pdf
DOKUMEN PENERAPAN SMK3 LZN (1).pdfDOKUMEN PENERAPAN SMK3 LZN (1).pdf
DOKUMEN PENERAPAN SMK3 LZN (1).pdf
 

Viewers also liked

Kelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikananKelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikanan
bachrisb
 
Perangkat input dan output
Perangkat input dan outputPerangkat input dan output
Perangkat input dan output
Wirausaha
 
Peran kepemimpinan dalam mengendalikan konflik
Peran kepemimpinan dalam mengendalikan konflikPeran kepemimpinan dalam mengendalikan konflik
Peran kepemimpinan dalam mengendalikan konflik
Rozhan Zakaria
 
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
_R_ _K_
 

Viewers also liked (20)

KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPALKELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
 
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANGProses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG
Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG
 
PEDOMAN KHUSUS KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN
PEDOMAN KHUSUS KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARANPEDOMAN KHUSUS KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN
PEDOMAN KHUSUS KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN
 
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan saksi dan tersangka)
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan  saksi dan tersangka)Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan  saksi dan tersangka)
Proses penegakkan hukum tindak pidana (pemeriksaan saksi dan tersangka)
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
Kepelautan1
Kepelautan1Kepelautan1
Kepelautan1
 
Kelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikananKelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikanan
 
PELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Hanjar sar 2016;AKBP DADANG DK
PELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Hanjar sar 2016;AKBP DADANG DKPELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Hanjar sar 2016;AKBP DADANG DK
PELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Hanjar sar 2016;AKBP DADANG DK
 
SOP Menata Administrasi Harwat Kapal Patroli Polisi; Subditfasharkan Ditpolair
SOP Menata Administrasi Harwat  Kapal Patroli Polisi; Subditfasharkan DitpolairSOP Menata Administrasi Harwat  Kapal Patroli Polisi; Subditfasharkan Ditpolair
SOP Menata Administrasi Harwat Kapal Patroli Polisi; Subditfasharkan Ditpolair
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan Pelayaran
 
Paparan ka spn kesiapan diktuk 2012
Paparan ka spn kesiapan diktuk 2012Paparan ka spn kesiapan diktuk 2012
Paparan ka spn kesiapan diktuk 2012
 
Perangkat input dan output
Perangkat input dan outputPerangkat input dan output
Perangkat input dan output
 
Sop harwat kapal polisi; AKBP DADANG DK-JAMBI
Sop harwat kapal polisi; AKBP DADANG DK-JAMBISop harwat kapal polisi; AKBP DADANG DK-JAMBI
Sop harwat kapal polisi; AKBP DADANG DK-JAMBI
 
Cover&abstrak NKP-AKBP DADANG DK-JAMBI
Cover&abstrak NKP-AKBP DADANG DK-JAMBICover&abstrak NKP-AKBP DADANG DK-JAMBI
Cover&abstrak NKP-AKBP DADANG DK-JAMBI
 
Peran kepemimpinan dalam mengendalikan konflik
Peran kepemimpinan dalam mengendalikan konflikPeran kepemimpinan dalam mengendalikan konflik
Peran kepemimpinan dalam mengendalikan konflik
 
OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI DALAM RANGKA HARWAT K...
OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI DALAM RANGKA HARWAT K...OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI DALAM RANGKA HARWAT K...
OPTIMALISASI PERS SUBDITFASHARKAN DITPOLAIR POLDA JAMBI DALAM RANGKA HARWAT K...
 
Bahan Belajar (Hanjar) Pelatihan Menejemen Kewilayahan (Kapolsek)
Bahan Belajar (Hanjar) Pelatihan Menejemen Kewilayahan (Kapolsek)Bahan Belajar (Hanjar) Pelatihan Menejemen Kewilayahan (Kapolsek)
Bahan Belajar (Hanjar) Pelatihan Menejemen Kewilayahan (Kapolsek)
 
JURNAL PDP VOL 2 N0 2 Benny, Haryono Pelayanan Pemanduan Terhadap Keselamatan...
JURNAL PDP VOL 2 N0 2 Benny, Haryono Pelayanan Pemanduan Terhadap Keselamatan...JURNAL PDP VOL 2 N0 2 Benny, Haryono Pelayanan Pemanduan Terhadap Keselamatan...
JURNAL PDP VOL 2 N0 2 Benny, Haryono Pelayanan Pemanduan Terhadap Keselamatan...
 
PELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Kemampuan berenang dilaut; AKBP DADANG DK MH
PELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Kemampuan berenang dilaut; AKBP DADANG DK MHPELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Kemampuan berenang dilaut; AKBP DADANG DK MH
PELATIHAN BA SAR PERAIRAN;Kemampuan berenang dilaut; AKBP DADANG DK MH
 
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
 

Similar to LATIHAN BA GAKKUM POLAIR ;Henti riksa-adm riksa kpl; AKBP DADANG DK

Komisi Pemberantasan Korupsi PPT Version
Komisi Pemberantasan Korupsi PPT VersionKomisi Pemberantasan Korupsi PPT Version
Komisi Pemberantasan Korupsi PPT Version
Bambang Rimalio
 
ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024
ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024
ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024
bagusajja53
 
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ilham Mustafa
 
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ilham Mustafa
 

Similar to LATIHAN BA GAKKUM POLAIR ;Henti riksa-adm riksa kpl; AKBP DADANG DK (20)

penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikanpenerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
penerapan asas praduga tak bersalah dalam proses penyidikan
 
Pembaruan Rekrutmen Calon Jaksa
Pembaruan Rekrutmen Calon JaksaPembaruan Rekrutmen Calon Jaksa
Pembaruan Rekrutmen Calon Jaksa
 
KUHAP.ppt
KUHAP.pptKUHAP.ppt
KUHAP.ppt
 
Komisi Pemberantasan Korupsi PPT Version
Komisi Pemberantasan Korupsi PPT VersionKomisi Pemberantasan Korupsi PPT Version
Komisi Pemberantasan Korupsi PPT Version
 
01. laporan pkm magang
01. laporan pkm magang01. laporan pkm magang
01. laporan pkm magang
 
Tugas dan wewenang polri
Tugas dan wewenang polriTugas dan wewenang polri
Tugas dan wewenang polri
 
Tugas dan wewenang polri
Tugas dan wewenang polriTugas dan wewenang polri
Tugas dan wewenang polri
 
ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024
ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024
ORGANISASI POLRI MATERI PENDIDIKAN DIKTUKBA POLRI TA 2024
 
Bab 7 penegakan hukum berkeadilan
Bab 7 penegakan hukum berkeadilanBab 7 penegakan hukum berkeadilan
Bab 7 penegakan hukum berkeadilan
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
 
PPT Veronica Marissa.pptx
PPT Veronica Marissa.pptxPPT Veronica Marissa.pptx
PPT Veronica Marissa.pptx
 
Proposal Skripsi
Proposal Skripsi Proposal Skripsi
Proposal Skripsi
 
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
Ketentuanketentuan pokok kepolisian_negara_(uu_13_13
 
HUKUM ACARA PIDANA.ppt
HUKUM ACARA PIDANA.pptHUKUM ACARA PIDANA.ppt
HUKUM ACARA PIDANA.ppt
 
PERPOL-NO-7-TH-2022.pdf
PERPOL-NO-7-TH-2022.pdfPERPOL-NO-7-TH-2022.pdf
PERPOL-NO-7-TH-2022.pdf
 
ALAT PENEGAK HUKUM - LEMBAGA NEGARA (ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM...
ALAT PENEGAK HUKUM - LEMBAGA NEGARA (ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM...ALAT PENEGAK HUKUM - LEMBAGA NEGARA (ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM...
ALAT PENEGAK HUKUM - LEMBAGA NEGARA (ADVOKAT , KEPOLISIAN , KEJAKSAAN , HAKIM...
 
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptxhukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
hukum Anti korupsi & Pencucian uang studi kasus AKIL MOCHTAR_Kelompok 3.pptx
 
20160919_fgd_pertahanan_polri.pdf
20160919_fgd_pertahanan_polri.pdf20160919_fgd_pertahanan_polri.pdf
20160919_fgd_pertahanan_polri.pdf
 
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
 
Peran kejaksaan republik indonesia
Peran kejaksaan republik indonesiaPeran kejaksaan republik indonesia
Peran kejaksaan republik indonesia
 

More from Dadang DjokoKaryanto

More from Dadang DjokoKaryanto (20)

Ppt nilai demokrasi ind
Ppt nilai demokrasi indPpt nilai demokrasi ind
Ppt nilai demokrasi ind
 
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
 
KUHP(KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); DADANG DJOKO KARYANTO; MODUL 1
KUHP(KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); DADANG DJOKO KARYANTO; MODUL 1KUHP(KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); DADANG DJOKO KARYANTO; MODUL 1
KUHP(KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); DADANG DJOKO KARYANTO; MODUL 1
 
KUHP; DADANG DJOKO KARYANTO
KUHP; DADANG DJOKO KARYANTOKUHP; DADANG DJOKO KARYANTO
KUHP; DADANG DJOKO KARYANTO
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANISOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
 
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
PSIKOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; KETERKAITAN ANTARA PEMBELAJARAN DAN KOGNISI, SERTA MOTI...
 
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; SOSIOLOGI PENDIDIKAN; DADANG DJOKO KARY...
REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; SOSIOLOGI PENDIDIKAN; DADANG DJOKO KARY...REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; SOSIOLOGI PENDIDIKAN; DADANG DJOKO KARY...
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; SOSIOLOGI PENDIDIKAN; DADANG DJOKO KARY...
 
ISU MUTU PENDIDIKAN DALAM KAJIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KARYANTO
ISU MUTU PENDIDIKAN DALAM KAJIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KARYANTOISU MUTU PENDIDIKAN DALAM KAJIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KARYANTO
ISU MUTU PENDIDIKAN DALAM KAJIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KARYANTO
 
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
Dadang Djoko Karyanto;memahami konsep pendidikan sebagai kajian interdisiplin...
 
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
isu pemerataan pendidikan dalam kajian sosiologi pendidikan;DADANG DJOKO KARY...
 
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KAYANTO
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KAYANTOISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KAYANTO
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN;DADANG DJOKO KAYANTO
 
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKANISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
 
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIALPERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN KOGNITIF, MORAL DAN SOSIAL
 
Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADAN...
Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADAN...Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADAN...
Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah ;makalah DADAN...
 
Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
 
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
Reformasi pendidikan di Indonesia dalam konteks otonomi daerah; DADANG DJOKO ...
 
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTOREFORMASI PENDIDIKAN  DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
REFORMASI PENDIDIKAN DI NEGARA MAJU; DADANG DJOKO KARYANTO
 

Recently uploaded

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Recently uploaded (20)

vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 

LATIHAN BA GAKKUM POLAIR ;Henti riksa-adm riksa kpl; AKBP DADANG DK

  • 1. 1 SILABUS DAN DESAIN PEMBELAJARAN MATAPELAJARAN PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR BAHAN BELAJAR (HANJAR) Disusun dalam rangka Pelatihan Bintara Gakkum Polair GADIK SPN POLDA JAMBI AKBP DADANG DK,AMd Mar,SIP,SH,MH. SEKOLAH POLISI NEGARA POLDA JAMBI JAMBI 2016
  • 2. 2 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAMBI SEKOLAH POLISI NEGARA POLDA JAMBI PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR HARI KE-3 MATA PELAJARAN TEKNIK DAN TAKTIK GAKKUM Penghentian Kapal, Pemeriksaan Kapal, Administrasi Pemeriksaan Kapal BAB 1 Pendahuluan A. Umum Pengertian tindak pidana di laut adalah tindak pidana yang hanya bisa terjadi di lautan dan tidak bisa terjadi di darat, dibedakan dengan tindak pidana umum yang terjadi di laut. Berawal dari pengertian tersebut maka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi suatu tindak pidana khusus yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur tindak pidana ((Subyek, Kesalan, Bersifat melawan hukum, Bertentangan dengan undang-undang, maupun unsur-unsur lainnya misalnya : Tempat, Waktu dan Keadaan Lainnya) (Sianturi, SH, Tindak Pidana Khusus)). Karena merupakan tindak pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP) sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum, hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda karena menggunakan Kapal, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak pidana di laut. Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional diperairan, dengan berbagai bentuk gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum luas di berbagai bidang kehidupan. Polri telah membagi golongan kejahatan kedalam 4 golongan/jenis. Pertama, kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian, pencurian dan lain-lain; Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris,
  • 3. 3 trafficking in persons, money laundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime and international economic crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal minning, penyelundupan, penggelapan pajak, penyalahgunaan BBM, dan lain-lain serta Keempat, kejahatan yang berimplikasi kontijensi seperti SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal serta unjuk rasa anarkis. Berdasarkan teori efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 2011:8), efektif atau tidaknya suatu penegakan hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu :1) Faktor hukumnya/UU, 2) penegak hukum, 3) sarana, 4) masyarakat dan 5) kebudayaan. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, akan menjadi masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas/ kepribadian penegak hukum itu sendiri. Dalam Teori Kriminologi (J.E Sahetapy, 1992:78),dalam rangka implementasi penegakan hukum “Bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kesalahan”. Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne mengatakan, “geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken” bahwasannya beliau mengatakan “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”. Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk pun saya bisa mendatangkan keadilan.Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang- undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan buruk. Sementara itu di Indonesia saat ini memiliki 13 lembaga penegak hukum di laut. Dari jumlah tersebutterdiri dari 6 lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan 7 lembaga penegak hukum lainnya tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di laut adalah : TNI-AL; Polri/Direktorat Kepolisian Perairan; Kementerian Perhubungan/Dirjen HUBLA; Kementerian Kelautan dan Perikanan/Dirjen PSDKP; Kementerian Keuangan/Dirjen Bea Cukai; dan Bakamla. Lembaga penegak hukum tersebut, melaksanakan patroli terkait dengan keamanan dan keselamatan dilaut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang dimiliki bedasarkan Peraturan Perundang-undangan masing-masing.
  • 4. 4 B. Tujuan Pelatihan Bintara Gakkum Polair Tujuan Pelatihan Bintara Gakkum Polair ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap perilalu Bintara Polri sehingga memiliki kemampuan dalam melaksanakan penegakkan hukum diperairan melalui mekanisme pelaksanaan patroli perairan, hasil pemeriksaan dokumen dan kapal dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu tindak pidana atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan yang berlaku. C. Standar Kompetensi Umum Standar kompetensi utama untuk lulusannya yang diharapkan adalah : 1. Mampu melaksanakan pengembangan diri dan perubahan mindset dan culture set; 2. Mampu menerapkan karakter insan Bhayangkara sesuai etika profesi Polri; 3. Mampu menerapkan budaya anti korupsi D. Standar Kompetensi Utama Standar kompetensi utama untuk lulusannya yang diharapkan adalah : 1. Mampu memahami dan menguasai perundang-undangan yang berkaitan dengan perairan; 2. Mampu memahami, menguasai dan melaksanakan teknik pemetaan; 3. Mampu memahami, menguasai dan melaksanakan teknik dan taktik gakkum; 4. Mampu memahami, menguasai dan membuat Lapgas; E. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar yang diharapkan adalah agar Personil Bintara Polair memiliki kemampuan memahami, menguasai dan melaksanakan cara bertindak penegakkan hukum dalam hal prosedur penghentian kapal, prosedur pemeriksaan kapal, dan administrasi pemeriksaan kapal. F. Indikator Hasil Belajar : Setelah menyelesaikan proses kegiatan belajar ini, Personil Bintara Polair memiliki kemampuan memahami, menguasai dan melaksanakan cara bertindak penegakkan hukum dalam hal prosedur penghentian kapal, prosedur pemeriksaan kapal, dan administrasi pemeriksaan kapal. G. Pokok Bahasan: 1. Prosedur Penghentian Kapal;
  • 5. 5 2. Prosedur Pemeriksaan Kapal; 3. Administrasi Pemeriksaan Kapal. Waktu : waktu yang disediakan adalah 450 Menit (10 JP)
  • 6. 6 BAB II. Prosedur Penghentian Kapal A.Permasalahan Akhir-akhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sangat gencar melakukan melakukan penangkapan dan penenggelaman kapal illegal. Ternyata kegiatan ini menurut pengamat hukum laut belum didukung oleh payung hukum yang cukup kuat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum memuat tentang aturan bagaimana proses penangkapan kapal yang didahului penghentian dan pemeriksaan terhadap kapal dilaut. Melihat perkembangan pada era Globalisasi khususnya terkait tindak pidana dilautan diperlukan adanya perubahan peraturan perundang-undangan akibat banyaknya kapal-kapal yang beroperasi melewati perairan yurisdiksi nasional. Pertanyaannya adalah apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ,Masih relevan dengan kondisi saatini, bila dikaitkan dengan kewenangan Penyidik tindak pidana tertentu di laut? Menurut pendapat penulis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak relevan dengan kondisi saat ini, KUHAP kewenangan penyidikan terletak pada ranah kewenangan Kepolisian, KUHAP seolah dipaksakan untuk menfasilitasi atau mengakomodir penyidik diluar kepolisian. Hal demikian bisa kita dalami secara runtut pada Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan: 1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini; 4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan;
  • 7. 7 5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penulis menyakini bahwa Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, Yang dimaksud dalam undang-undang ini, penyidikan ada pada ranah dan kewenangan pejabatkepolisian negara Republik Indonesia, termasuk penyelidikan, atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, menurut penulis sama saja tetap merupakan kewenangan pejabat kepolisian, Pasal 6, (1) Penyidik adalah, c a pejabat polisi negara Republik Indonesia;o b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. (2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Bagian Kedua, Penyidikan, Pasal 106, Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga, (1) Untuk merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan. Pasal 107, kepentingan penyidikan, penyidik tersebutpada Pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebutpada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan; Kemudian menurut Pengamat Hukum Laut Ali Ridho. (kandidat doktor hukum dari Universitas Borobudur), jika dipahami, dan didalami pasal-pasal substansi dalam KUHAP saat ini masih mengatur hukum acara bagi penyidik di wilayah daratan, sementara penyidik tindak pidana tertentu dilautan seperti TNI AL, PPNS Bea Cukai, PPNS Perikanan, PPNS Kehutanan dan lain-lain dalam proses penyidikan belum mempunyai KUHAP khusus Tindak Pidana Tertentu di Laut. Sebagai gambaran dan perbandingan antara Penyidik TNI Angkatan Laut dengan PPNS Perikanan mempunyai cara sendiri-sendiri dalam proses penghentian dan pemeriksaan kapal di laut, untuk PPNS Perikanan berdasarkan standart operasional prosedur (SOP) sedangkan TNI Angkatan Laut berdasarkan Prosedur Tetap Keamanan Laut (Protap Kamla). Diakui beberapa produk Undang-Undang yang ada di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan
  • 8. 8 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan masih bercampur antara hukuman pidana dan acara hukum pidana. Akibatnya setiap satu tindak pidana dilaut diatur dalam satu Undang-Undang. Dalam melaksanakan penegakan hukum dilaut seharusnya penyidik/ penegak hukum di laut dipayungi hukum acara yang komprehensifsebagai pedoman bagi penyidik dari instansi manapun asalkan mereka penyidik tindak pidana tertentu di laut yang ditunjuk berdasarkan Undang-Undang, sehingga setiap penyidik dari instansi manapun mempunyai acuan/dasar hukum acara yang jelas. Melihat pasal-pasal diatas seharusnya instansi terkait melakukan pembaharuan hukum yang tidak bersifat ego sektoral tetapi lebih mengedepankan kepentingan Nasional dengan melakukan komunikasi dan harmonisasi. Permasalahan ini dari Pos Kota News (faisal/sir), kemudian di Diunduh pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016 pkl 14.45 wib B. Standar Operasional Prosedur Penghentian Kapal Berikut kita bahas tentang Standar Operasional Prosedur yang menjadi acuan kepolisian kewilayahan yang mana Polisi perairan menjadi leading sector dalam kegiatan perpolisian terutama upaya menghentikan kapal-kapal yang diduga kedapatan tindak pidana dan pelanggaran di wilayah yuridiksi penugasannya, antara lain adalah sebagai berikut Standar Operasional Prosedur Nomor : SOP/ / X / 2012/ Dit Polair, tentang, Penghentian Kapal, Bab I, Pendahuluan, Umum antara lain adalah sebagai berikut : a. Kapal merupakan alat utama Dit Polair Polda Jambi sebagai unit patroli perairan yang mengemban tugas pokok dan fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat di wilayah perairan, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, pasal 13 tentang tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dit Polair memiliki Satuan Patroli Daerah Perairan yang dilaksanakan oleh Kapal Polisi yang berkewajiban menyelenggarakan fungsi Kepolisian yang mencakup penegakan hukum, patroli, TPTKP di perairan, SAR di wilayah perairan dan Binmas pantai atau perairan serta pembinaan fungsi Kepolisian perairan dalam lingkungan Polda.
  • 9. 9 b. Peran pemeriksaan kapal dilaksanakan pada saat kapal patroli bertemu kapal yang melintas dan/atau menjumpai kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang melakukan pelanggaran atau tindak pidana selanjutnya kapal diberhentikan untuk pelaksanaan pemeriksaan, yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain adalah dokumen kapal, muatan, dokumen ABK dan/ penumpang serta alat keselamatan kapal. c. Agar tugas Kapal Patroli Polisi Perairan dapat berdaya guna secara maksimal, maka perlu adanya suatu kesamaan tindak yang terpadu. Oleh karena itu disusunlah Standar Operasional Pemeriksaan Kapal oleh Kapal Patroli Polisi untuk dapat dipedomani oleh petugas di lapangan. 2. Dasar a. UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP b. UU No.17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS (Konvensi Hukum Laut Internasional) c. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan. d. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. e. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. f. Stbl. 1939 No. 442 tentang TZMKO; g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan 3. Maksud dan Tujuan a. Maksud. Untuk menjadi pedoman tindakan bagi setiap awak kapal patroli Kepolisian Perairan dalam rangka pelaksanaan tugas di kapal. b. Tujuan. Untuk tercapai dan terciptanya satu kesatuan persepsi dan tindakan di lapangan. 4. Pengertian-pengertian a. Standar operasional prosedur adalah suatu instruksi yang memiliki kekuatan atau penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa.
  • 10. 10 b. Peran diatas kapal adalah kegiatan-kegiatan atau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh awak kapal sesuai dengan tugas dan jabatannya untuk tujuan atau kegiatan tertentu diatas kapal. c. Patroli perairan adalah kegiatan bergerak dinamis dari suatu tempat ke tempat tertentu yang dilakukan oleh kapal patroli guna mencegah terjadinya suatu gangguan kamtibmas berupa tindak pidana dan pelanggaran untuk terciptanya rasa aman dengan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat / pengguna jasa perairan. d. Pemeriksaan kapal adalah serangkaian kegiatan kapal patroli dalam menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan tertentu terhadap kapal yang dicurigai. e. Kapal patroli adalah sarana kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga mekanik dan/atau energi lainnya, yang berdaya dukung dinamis menggunakan cat/warna tertentu dengan nomor lambung yang jelas sebagai sarana untuk melaksanakan patroli. f. Kelaiklautan Kapal adalah Ketentuan atau persyaratan yang berhubungan dengan kondisi fisik kapal, mesin, peralatan navigasi, telekomunikasi, dokumen kapal, pengawakan, keselamatan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga kapal memenuhi syarat untuk berlayar. 5. Ruang lingkup Ruang lingkup Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Tolak Sandar kapal patroli Dit Polair Polda Jambi meliputi : a. Prinsip Dasar b. Pemeriksaan Kapal c. Cara Bertindak d. Komando dan pengendalian 6. Tata urut meliputi (Bab I Pendahuluan, Bab II Pelaksanaan, Bab III, : Penutup)
  • 11. 11 Bab II, Pelaksanaan 1. Prinsip Dasar a. Keterpaduan adalah pelaksanaan tugas yang dilaksanakan secara bersama-sama dan berkelanjutan berdasarkan pembagian tugas yang jelas untuk mencapai suatu tujuan tertentu. b. Efektif, efisien adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan tepat sasaran dengan personil yang terbatas waktu yang singkat dan dengan peralatan yang terbatas. c. Aman adalah bebas dari bahaya/lancar dalam pelaksanaan tugas d. Ofensif dan pro-aktif adalah pelaksanaan tugas dengan cara jemput bola dan konsisten dalam tugas. e. Inovatif adalah segala upaya untuk mengembangkan pola kegiatan/pekerjaan baik taktik, teknik dan cara-cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Persiapan Penghentian Kapal Yang dimaksud perisapan penghentian kapal adalah serangkaian persiapan sebelum melaksanakan kegiatan patroli berupa penghentian kapal yang patut diduga melakukan suatu tindak pidana dan pelanggaran, maka kewajiban Dan Kapal/ Dan Tim Patroli mengumpulkan seluruh ABK untuk diberi arahan tentang kegiatan Patroli yang akan dilaksanakan. Kegiatan pemeriksaan kapal dilaksanakan apabila dalam pelaksanaan patroli oleh kapal patroli Polisi menjumpai kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang melakukan pelanggaran atau tindak pidana selanjutnya kapal diberhentikan untuk pelaksanaan pemeriksaan, yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain adalah Dokumen Kapal, Dokumen Muatan, Dokumen ABK dan/penumpang serta Peralatan Kapal. 4. Cara Bertindak Penghentian Kapal a. Terdeteksinya Sebuah kapal. Dalam giat Patroli untuk mendeteksi adanya sebuah kapal dapat digunakan RADAR atau dengan pengamatan. Bila didapati kapal di layar Radar atau oleh mata telanjang segera melaporkan kepada Komandan Kapal untuk pengejaran dan perintah terhadap
  • 12. 12 kapal tersebut untuk menghentikan mesin karena akan dilakukan pemeriksaan. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan-tahapan penghentian sebuah kapal. b. Tahap-tahap penghentian sebuah kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang melakukan suatu tindak pidana adalah sebagai berikut : 1) Diberikan Isyarat Bendera ”K” 2) Kapal diperintahkan untuk ”STOP” mesin dengan menggunakan komunikasi radio. 3) Bila tidak di indahkan diberikan tembakan peringatan satu sampai tiga kali ke udara. 4) Bila masih tidak di indahkan maka di beri tembakan ke arah haluan kapal atau ke kapal langsung agar dapat diketahui oleh nahkoda kapal dan dilakukan pengejaran. c. Apabila kapal yang akan diperiksa bersedia untuk bekerjasama dan bersedia menghentikan kapalnya, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan. Persiapan Pemeriksaan Kapal : 1) Membentuk tim pemeriksa. a) Memberi arahan kepada tim pemeriksa tentang tindakan apa yang akan dilakukan. b) Tim pemeriksa harus menggunakan seragam lengkap. c) Melengkapi tim pemeriksa dengan senjata dan alat komunikasi. 2) Membuat Surat Perintah Pemeriksaan Kapal. 3) Kapal yang akan diperiksa diperintahkan untuk sandar di kapal patroli. 4) Menyiapkan perahu karet untuk merapat ke kapal yang akan diperiksa bila keadaan tidak memungkinkan (cuaca buruk) kapal tersebut untuk sandar ke kapal patroli. d. Pembagian Pos dan tugas ABK Kapal polisi dalam pelaksanaan peran pemeriksaan kapal adalah sebagai berikut : 1) Pos I (Anjungan/Deck) a) Komandan kapal. Pemegang komando dan pengendalian. b) Bintara Nautika 1. Membantu komandan kapal dalam olah gerak kapal dan mempersiapkan persenjataan jika diperlukan.
  • 13. 13 c) Bintara Administrasi dan Telekomunikasi. Menyiapkan administrasi pemeriksaan, peralatan komunikasi dan melaksanakan hubungan radio antar kapal. Peralatan komunikasi yang dipergunakan antara lain : HT untuk komunikasi intern kapal, Radio VHF untuk komunikasi antar kapal. d) Bintara Nautika 2. Menyiapkan dapra di haluan apabila kapal yang diperiksa diperintahkan untuk sandar di Kapal Polisi. 2) Pos II ( kamar Mesin ) kapal polisi a) KKM. Mengawasi dan bertanggung jawab keadaan mesin serta melaporkan kepada Komandan kapal bila ada masalah. b) Bintara Mesin 1. Membantu KKM dalam memeriksa keadaan mesin. c) Bintara Mesin 2. Menyiapkan dapra di buritan apabila kapal yang diperiksa diperintahkan untuk sandar di Kapal Polisi. e. Tindakan Pemeriksaan Pemeriksaan di laksanakan setelah kapal berhasil dihentikan, pemeriksaan diawali dengan peran pemeriksaan (tersebut diatas) dengan tujuan untuk mencari bukti yang cukup bahwa yang di periksa melakukan tindak pidana dan pelanggaran di perairan. Tindakan yang di laksanakan selama mengadakan pemeriksaan : a). Komandan/Nakhoda kapal. (1). Melengkapi team pemeriksa dengan surat pemeriksaan. (2). Selalu memperhatikan keamanan personil dan material/kapal. b). Tim pemeriksa (1) Mengumpulkan ABK kapal yang di periksa pada suatu tempat. (2. Ketua tim pemeriksa menunjukkan surat pemeriksaan. (3) Memeriksa kelengkapan dokumen kapal. (4) Mengecek atau memeriksa secara fisik tentang muatan, crew penumpang dan lain lain yang di anggap mencurigakan. (5) Selalu berkomunikasi dengan komandan Kapal pemeriksa. f. Pedoman tentang pelaksanaan pemeriksaan dilaut adalah sebagai berikut : 1). Catat Posisi, tanggal dan waktu pemeriksaan dilakukan.
  • 14. 14 2). Sebelum pemeriksaan di lakukan, nakhoda kapal yang di periksa didepan perwira pemeriksa di yakinkan bahwa keadaan muatan sesuai / tidak sesuai dengan daftar muatan. Hal ini dilakukan secara tertulis. 3). Pemeriksaan harus disaksikan oleh nakhoda atau ABK kapal yang di periksa. 4). Semua pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti dan tidak memakan waktu lama serta tidak terjadi kehilangan. 5). Setelah selesai pemeriksaan, hal-hal yang harus di lakukan adalah: a). Meminta surat pernyataan tertulis dari Nakhoda kapal yang diperiksa yang menerangkan bahwa pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak terjadi kerusakan atau kehilangan. b). Meminta surat pernyataan tertulis dari Nakhoda kapal yang diperiksa yang menerangkan hasil pemeriksaan surat-surat. c). Mencatat dalam buku jurnal kapal yang di periksa atau memberikan surat yang meliputi : (1). Bilamana dan dimana kapal di periksa. (2). Pendapat tentang hasil pemeriksaan secara garis besar. (3). Perintah yang diberikan (4). Izin yang diberikan dengan, tanggal dan jam berangkat, pelabuhan / tempat yang dituju, route yang di tempuh. (5). Tanda tangan perwira pemeriksa dengan menyebutkan nama terang dan selanjutnya menyebutkan nama kapal dan membubuhi cap kapal. g. Tindak lanjut hasil pemeriksaan kapal 1). Apabila tidak terdapat bukti atau petunjuk yang kuat adanya tindak pidana. a) Kapal segera dibebaskan. b) Dalam buku jurnal pelayaran kapal dicatatkan tentang telah diadakan pemeriksaan dengan menyebutkan posisi dan waktu yang dilakukan pemeriksaan. c) Minta surat pernyataan tertulis dari Nakhoda tentang keadaan muatan dan hasil pemeriksaan bahwa tidak terjadi kerusakan atau kehilangan saat pemeriksaan.
  • 15. 15 2). Apabila dari hasil pemeriksaan diatas kapal terdapat bukti atau petunjuk yang kuat telah terjadi suatu tindak pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku, maka : a) Perwira pemeriksa setelah mendapat pengarahan dari komandan kapal menyatakan kepada nakhoda kapal yang di periksa bahwa Nakhoda, Abk bersama kapal nya tidak diizinkan untuk melanjutkan pelayaran dan selanjutnya akan dibawa kepelabuhan terdekat (dijelaskan namanya) serta diuraikan secara singkat tentang jenis pelanggaran hukum yang dilakukannya. b) Meminta pengesahan kepada Nakhoda pada gambar plotting posisi atau gambar situasi pengejaran(GSPP) yang ditanda tangani oleh nakhoda. c) Komandan/Nakhoda menerbitkan surat perintah kepada kapal yang diperiksa untuk membawa kapal dan orang kepelabuhan terdekat yang ditentukan. 3) Membawa kapal tangkapan kepelabuhan terdekat atau yang ditentukan untuk pemeriksaan/penyidikan lebih lanjut dapat ditempuh beberapa alternative sebagai berikut : a) Pengawalan. (1) Kapal tangkapan beserta tersangka/Nakhoda dan ABKnya di bawa kepelabuhan yang ditentukan. (2) Kapal petugas /pengawal mengawal dari samping pada jarak aman. (3) Dapat ditempatkan perwira dan pasukan pengawal diatas kapal tangkapan. (4) Barang bukti dalam kapal harus berada dalam pengawasan petugas. (5) Sebagian ABK kapal tangkapan dapat dipindahkan. b) Digandeng /diseret /ditunda. (1). Kapal tangkapan yang tidak bisa jalan sendiri di bawa oleh kapal petugas dengan cara di gandeng / diseret / ditunda. (2). Sebagian ABK kapal tangkapan dapat dipindahkan ke kapal petugas dan mendapatkan pengawal diatas kapal tangakapan.
  • 16. 16 c) Pemindahan sebagian atau seluruhnya tersangka dari kapal tangkapan. (1) Kapal yang dibawa oleh petugas ke pelabuhan yang dituju. (2) Para tersangka / sebagian tersangka di tempatkan diatas kapal petugas. d) Hal-hal yang harus diperhatikan Dalam hal kapal tangkapan rusak berat dan dapat menimbulkan bahaya bagi tersangka serta cuaca tidak memungkinkan untuk diseret, maka dapat di tenggelamkan. h. Sertifikat Kapal 1) Kapal berbendera Indonesia ( berdasarkan. SV 1935 ) a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan b) Surat Ukur untuk kapal diatas 7 GT c) Sertifikat Keselamatan ( Sesuai SV. 1935 Pasal 5 Ayat (6)) d) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar. 2) Kapal Layar Motor ( KLM ) dengan isi Kotor lebih besar dari 35 GT s/d 150 GT : a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan b) Surat Ukur c) Sertifikat Keselamatan ( sesuai SK. DIRJEN HUBLA No. DKP.46/1/1-83 tanggal 11 Januari 1983 ) d) Sertifikat Radio e) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar 3) Kapal layar Motor ( KLM ) dengan isi kotor lebih besar dari 150 GT s/d 500 GT : a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan ( untuk Isi Kotor sampai dengan 175 GT ), atau berupa Surat Laut ( untuk Isi kotor lebih besar dari 175 GT ) b) Surat Ukur c) Sertifikasi Keselamatan ( sesuai SK. Dirjen Hubla No. PY. 66 / 1 / 2 /-02 tanggal 7 februari 2002 ) d) Sertifikat Radio e) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar. 4) Kapal Motor isi Kotor 7 GT s/d kurang dari 35 GT
  • 17. 17 a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan b) Surat Ukur c) Sertifikat Keselamatan ( sesuai SV.1935 pasal 5 ayat (5) ) d) Sertifikat garis Muat ( untuk kapal dengan ukuran panjang lebih dari 24 Meter ) e) Sertifikat Radio f) Surat Ijin Berlayar dari Syahbandar 5) Kapal Motor Isi Kotor 35 GT ke atas : a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Surat Laut b) Surat Ukur c) Sertifikat Keselamatan d) Sertifikat garis Muat e) Sertifikat radio f) Sertifikat Klasifikasi ( untuk kapal Isi kotor lebih dari 35 GT dan atau yang menggunakan mesin lebih dari 100 PK ) g) Sertifikat Pencegahan Pencemaran: Untuk kapal dengan isi kotor 100 GT s/d 399 GT dan atau yang menggunakan mesin lebih dari 200 PK, berupa Sertifikat Nasional Pencegahan Pencemaran ( SNPP ) Untuk Kapal dengan isi kotor lebih dari 399 GT, berupa Sertifikat International Oil Polution Prevention ( IOPP ) h) Surat Ijin Berlayar ( SIB ) dari Syahbandar 6) Kapal Motor Nelayan Tradisional Isi kotor s/d 35 GT : a) Surat Tanda Kebangsaan berupa Pas Tahunan b) Surat Ukur (untuk kapal dengan isi kotor lebih dari 7 GT ) c) Sertifikat Keselamatan ( sesuai SV.1935 Pasal 5 Ayat (6) ) d) Surat Ijin Berlayar ( SIB ) dari Syahbandar 7) Kapal Penangkap Ikan a) Surat Tanda Kebangsaan b) Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan kapal Penangkap Ikan c) Surat Ukur d) Surat Ijin Berlayar ( SIB ) dari Syahbandar
  • 18. 18 e) SIPI ( Surat Ijin Penangkapan Ikan ) i. Instruksi dan koordinasi 1) Instruksi. Melaporkan pada kesempatan pertama apabila memeriksa kapal yang patut diduga melakukan pelanggaran dan atau tindak pidana kepada Direktur Polair. 2) Koordinasi. Mengadakan koordinasi dengan sebaik-baiknya antar fungsi, antar satuan dan instansi terkait. 5. Komando dan Pengendalian Komando dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas Peran Pemeriksaan Kapal dibawah tanggung jawab Komandan kapal patroli. Bab III , Penutup, Demikian Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Pemeriksaan Kapal oleh kapal patroli Dit Polair Polda Jambi ini dibuat untuk dapatnya digunakan dan dilaksanakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas patroli kapal diwilayah hukum perairan Polda Jambi.
  • 19. 19 BAB II Prosedur Pemeriksaan Kapal A. Permasalahan Kepolisian perairan memiliki kepentingan dan peran dalam memeriksa kapal perikanan oleh karena itu perlu mengenal secara lengkap seperti apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh rekan dari kementerian perikanan dan kelautan, antara lain adalah sebagai berikut. Apabila kita akan melaksanakan pemeriksaan kapal perikanan telah tertera di dalam Juklak Pemeriksaan Fisik Dan Dokumen Kapal Perikanan antara lain adalah sebagai berikut bahwa Usaha perikanan khususnya di bidang perikanan tangkap diyakini akan mampu mendukung perolehan devisa negara non migas karena kegiatan ini relatif tidak terpengaruh dampak negatif krisis moneter. Bahkan secara nyata memberikan konstribusi positif terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki kondisi perekonomian nasional. Untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap, salah satunya adalah meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga kerja perikanan tangkap Indonesia yang lebih mandiri dan profesional. Disamping itu harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen kapal dan anak buah kapal yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan. Untuk mendukung terwujudnya tertib perizinan sebagaimana tersebut, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap membentuk Tim Teknis Pemeriksa Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan dan atau Pengangkut Ikan yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan sebagai acuan dalam melaksanakan SK Dirjen tersebut, maka disusun Petunjuk Teknis Pemeriksaan Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan. Adapun dasar pertimbangan dilakukannya pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan adalah sebagai berikut: 1. Bahwa untuk memperoleh Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan atau Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fisik dan dokumen kapal perikanan yang akan digunakan;
  • 20. 20 2. Bahwa pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada butir (a) merupakan prasyarat dan sebagai dasar pertimbangan dapat atau tidaknya izin kapal perikanan diterbitkan; 3. Bahwa untuk melaksanakan pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan perlu dibentuk TIM Pemeriksa Fisik dan Dokumen Kapal Perikanan dan atau Pengangkut Ikan dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap; Maksud dan tujuan dari pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah memberikan pedoman pada para petugas cek fisik baik pusat maupun daerah agar ada kesepahaman mengenai pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan khususnya untuk hal bersifat teknis di lapangan, sedangkan sasaran dari petunjuk teknis pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan adalah terwujudnya tertib perijinan bagi pelayanan usaha perikanan tangkap. Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik kapal terlebih dahulu dilakukan verifikasi terhadap dokumen kapal perikanan oleh Direktorat Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan. Selanjutnya bila hasil verifikasi/rekomendasi dinyatakan setuju kemudian dilakukan pemeriksaan fisik kapal perikanan yang meliputi : 1.Pemeriksaan Fisik Kapal Perikanan. Dalam hal ini pemeriksaan meliputi bagian di atas dan di bawah dek. Pemeriksaan di atas dek dilakukan terhadap ukuran utama kapal seperti L, B, D, d dan karakteristik lainnya seperti Sheer, Trim, Slip, Way, Rigger, Boom serta peralatan yang ada di dalam kamar kemudi seperti kompas, peralatan penginderaan jauh, alat komunikasi dan sebagainya. Sedangkan pemeriksaan di bawah dek dilakukan terhadap: kapasitas, palkah, ruang penyimpanan barang (storage), ruang kamar mesin atau ruang pengolahan; 2.Pemeriksaan Mesin dan Alat Bantu Penangkapan. Terhadap mesin dan alat bantu juga dilakukan pemeriksaan utamanya untuk mengetahui nomor, merk, tahun pembuatan, dan spesifikasi lainnya. Disamping mesin utama yang digunakan, mesin bantu (gen set) alat bantu seperti : line hauler, winch, power block, water spinkle, angli machine, lampu sorot dan lainnya. Hal ini untuk mengetahui apakah keberadaan alat bantu tersebut sesuai atau tidak dengan peruntukannya;
  • 21. 21 3.Pemeriksaan Alat Penangkapan Ikan; Pemeriksaan terhadap alat penangkapan ikan sebaiknya dapat dilakukan dengan membuka atau membentangkan alat yang hendak diperiksa. Hal ini untuk mengetahui struktur dan komponen alat penangkap ikan secara terinci. Karakteristik alat penangkap ikan sebaiknya dicatat dan dibuat sketsa atau basic designnya; 4.Alat Pemisah Ikan (API)/TED/BED, bagi yang disyaratkan Ketentuan yang dituliskan diatas adalah bersumberkan dari : Keg. Direk. Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan (Kementerian Perikanan dan Kelautan) B. Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan Kapal oleh Ditpolair Kepolisian perairan memiliki kewenangan berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan terhadap kapal-kapal yang diduga kedapatan tindak pidana dan pelanggaran yang telah dilakukan, oleh karena itu perlunya Standar Operasional Prosedur. Standar Operasional Prosedur yang dipersiapkan oleh Polisi perairan terkait SOP Pemeriksaan dan penindakan Kapal yang diduga melakukan tindak pidanan dan pelanggaran adalah sebagai berikut :Nomor : SOP/ / I / 2013/ Dit Polair, tentang, Penindakan Kapal Patroli Polisi, Terhadap Tindak Pidana Dan Pelanggaran, BAB I, Pendahuluan 1. Umum b. Kapal merupakan alat utama Dit Polair Polda Jambi sebagai unit patroli perairan yang mengemban tugas pokok dan fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat di wilayah perairan, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, pasal 13 tentang tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dit Polair memiliki Satuan Patroli Daerah Perairan yang dilaksanakan oleh Kapal Polisi yang berkewajiban menyelenggarakan fungsi Kepolisian yang mencakup penegakan hukum, patroli, TPTKP di perairan, SAR di wilayah perairan dan Binmas pantai atau perairan serta pembinaan fungsi Kepolisian perairan dalam lingkungan Polda. c. Peran pemeriksaan kapal dilaksanakan pada saat kapal patroli bertemu kapal yang melintas dan/atau menjumpai kapal yang patut dicurigai atau terdeteksi sedang
  • 22. 22 melakukan pelanggaran atau tindak pidana selanjutnya kapal diberhentikan untuk pelaksanaan pemeriksaan, yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain adalah dokumen kapal, muatan, dokumen ABK dan/ penumpang serta alat keselamatan kapal. d. Agar tugas Kapal Patroli Polisi Perairan dapat berdaya guna secara maksimal, maka perlu adanya suatu kesamaan tindak yang terpadu. Oleh karena itu disusunlah Standar Operasional Pemeriksaan Kapal oleh Kapal Patroli Polisi untuk dapat dipedomani oleh petugas di lapangan. 2. Dasar h. UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP i. UU No.17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS (Konvensi Hukum Laut Internasional) j. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan. k. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. l. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. m. Stbl. 1939 No. 442 tentang TZMKO. 3. Maksud dan Tujuan a. Maksud. Untuk menjadi pedoman tindakan bagi setiap awak kapal patroli Kepolisian Perairan dalam rangka pelaksanaan tugas di kapal. b. Tujuan. Untuk tercapai dan terciptanya satu kesatuan persepsi dan tindakan di lapangan. 4. Pengertian-pengertian g. Standar operasional prosedur adalah suatu instruksi yang memiliki kekuatan atau penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa. h. Peran diatas kapal adalah kegiatan-kegiatan atau kewajiban yang harus dilaksanakan oleh awak kapal sesuai dengan tugas dan jabatannya untuk tujuan atau kegiatan tertentu diatas kapal. i. Patroli perairan adalah kegiatan bergerak dinamis dari suatu tempat ke tempat tertentu yang dilakukan oleh kapal patroli guna mencegah terjadinya suatu gangguan
  • 23. 23 kamtibmas berupa tindak pidana dan pelanggaran untuk terciptanya rasa aman dengan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat / pengguna jasa perairan. j. Pemeriksaan kapal adalah serangkaian kegiatan kapal patroli dalam menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan tertentu terhadap kapal yang dicurigai. k. Kapal patroli adalah sarana kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga mekanik dan/atau energi lainnya, yang berdaya dukung dinamis menggunakan cat/warna tertentu dengan nomor lambung yang jelas sebagai sarana untuk melaksanakan patroli. l. Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yag melanggar larangan tersebut, selanjutnya menurut wujudnya atau sifatnya, tindak pidana itu adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangn dengan/ menghambat akan terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat. 5. Ruang lingkup Ruang lingkup Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Penindakan Kapal Patroli terhadap tindak pidana dan pelanggaran di wilayah perairan meliputi : e. Prinsip Dasar Patroli f. Persiapan g. Cara Bertindak h. Komando dan pengendalian 6. Tata Urut (Bab I , Pendahuluan, Bab II, Pelaksanaan, Bab III, Penutup) Bab II, Pelaksanaan 1. Prinsip Dasar
  • 24. 24 a. Keterpaduan adalah pelaksanaan tugas yang dilaksanakan secara bersama-sama dan berkelanjutan berdasarkan pembagian tugas yang jelas untuk mencapai suatu tujuan tertentu. b. Efektif, efisien adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan tepat sasaran dengan personil yang terbatas waktu yang singkat dan dengan peralatan yang terbatas. c. Aman adalah bebas dari bahaya/lancar dalam pelaksanaan tugas d. Ofensif dan pro-aktif adalah pelaksanaan tugas dengan cara jemput bola dan konsisten dalam tugas. e. Inovatif adalah segala upaya untuk mengembangkan pola kegiatan/pekerjaan baik taktik, teknik dan cara-cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Persiapan Sebelum melaksanakan pemeriksaan dan penindakan, kapal patroli melakukan peran pemeriksaan kapal. 3. Pemeriksaan dan Penindakan oleh kapal patroli a. Perompakan 1) Cara bertindak : (a) Usahakan dapat berkomunikasi dengan korban/kapal korban. (b) Mengejar atau menghentikan kapal pelaku. (c) Pemeriksaan kapal (perhatikan teknik dan taktis pengeledahan) (d) Mengamankan TSK dan BB (e) Mencataat waktu kejadian dan posisi kapal (f) Membawa kapal (g) Menyerahkan Ke Kesatuan kewilayahan. (h) Melaporkan ke satuan atas. 2) Pasal yang di langgar : Pasal 365 (2b) dan (3b) 439 (1) dan (2),442, 443 KUHP. b. Tindak Pidana/pelanggaran 1) Cara bertindak : (a) Mengejar/menghentikan kapal
  • 25. 25 (b) Pemeriksaan: (1) Dokumen kapal - Surat/pas kapal/surat kebangsaan kapal - Sertifikat lambung timbul - Surat ukur - Surat persetujuan berlayar/port clearance dari pelabuhan asal - Surat perlengkapan kapal barang - Sertifikat pemadam kebakaran - Surat bebas tikus - Surat melakukan kegiatan diperairan Indonesia - Jurnal kapal/buku perahu - Surat lain yang berkaitan dengan giat pelayaran di perairan Indonesia 2. Dokumen muatan - Manifest - copy bill of leading - personil effect list /daftar barang abk - surat-surat lain yang berkenaan dgn muatan (3) dokumen awak kapal - daftar sijil abk - daftar penumpang - buku pelaut - paspor - buku kesehatan/buku kuning - surat lain yang berkenaan dengan identitas awak kapal dan penumpang (c) Amankan TSK dan BB (d) Catatan waktu kejadian dan posisi kapal. (e) Membawa kapal / Ad Hock
  • 26. 26 (f) Meyerahkan ke kesatuan Kewilayahan dengan dilengkapi BA serah Terima TSK dan BB. (g) Satuan wilayah menerima, Melakukan peyidikan lebih lanjut. (h) Laporan ke kesatuan atas. c. Pencemaran Lingkungan 1) Tindakan yang dilakukan : a) Menghentikan kegiatan pencemaran / kapal. b) Membuat dokumentasi c) Pemeriksaan : Dokumen kapal, dokumen muatan, dokumen muatan ABK dan Penumpang d) Mencari sumber pencemaran e) Menentukan radius dampak pencemaran. f) Mengambil sampel jenis dan kadar baku mutu limbah. g) Mengambil contoh air tercemar dan yang tidak tercemar. h) Memberi pertolongan pertama pada korban manusia. i) Membawa contoh limbah air tercemar dan tidak tercemar. j) Menginformasikan kepada kapal yang akan melewati daerah tercemar. k) Mengamankan dan mencegah meluasnya pencemaran limbah. l) Mengamankan kapal dari kemungkinan tenggelam. m) Mengamankan dokumen kapal dan ABK. n) Mengamankan TSK dan BB o) Mencatat waktu kejadian dan posisi kapal p) Membawa kapal / Ad Hock q) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan dilengkapi dengan BA serah terima TSK dan BB r) Lapor ke satuan atas. 2) Pasal yang dilanggar : Pasal 98 s/d 115 UU No. 32 / 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. e. Keimigrasian / TKI
  • 27. 27 1) Tindakan yang dilakukan : (a) Menghentikan kapal yang dicurigai (b) Catat waktu kejadian dan posisi kapal (c) Pemeriksaan : (1) Dokumen kapal (2) Dokumen ABK dan penumpang - Orang asing : Pasport, Exsit permit, Visa - TKI : Pasport/ SPLP (Surat Perjalanan Laksana Pasport), Exsit permit, Visa, fiskal, Ijin Depneker (d) Mengamankan TSK dan BB (e) Membawa kapal / Ad Hock (f) Meyerahkan ke kesatuan dilengkapi dengan BA serah terima TSK dan BB (g) Lapar ke kesatuan atas. 2) Pasal yang dilanggar : - Pasal 48 s/d 62 UU No. 9 / 1992 tentang Keimigrasian - Pasal 29 dan 30 UU No.3 / 1992 tentang Jamsostek. e. Benda Purbakala 1) Tindakan yang dilakukan : a) Hentikan kegiatan b) Periksa dokumen kapal / ABK dan periijinan c) Catatan waktu dan posisi ( lokasi pengambilan ) d) Mengamankan TSK / Saksi e) Mengamankan BB : Peralatan selam, alat deteksi sonar, peta lokasi, barang hasil kejahatan. f) Membawa kapal / Ad Hock g) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan h) Membuat BA serah terima TSK dan BB i) Melaporkan ke satuan atas 2) Peraturan yang dilanggar : a) Kep.Pres No. 43 /1989 dan Kep. Mendagri No. 19 / 1991 b) UU No. 5 / 1992 pasal 26, 27 dan 28 tentang Benda Cagar Budaya.
  • 28. 28 f. Tindak Pidana Peyelundupan 1) Tindakan yang dilakukan : a) Menghentikan kapal b) Pemeriksaan kapal c) Pemeriksaan dokumen kapal. (1) SIB ( Surat Izin Berlayar ) (2) Manifest (3) Dokumen Kapal lainnya (4) Pemeriksaan yang ada dikapal harus sesuai dengan yang tertera pada manifest dan ketentuan yang berlaku. c) Catatan posisi kapal d) Membawa kapal / Ad Dock e) Melengkapi adminitrasi peyidikan awal. f) Meyerahkan berkas perkara , TSK dan BB. g) Laporan ke satuan atas. 2) Pasal yang dilanggar : Pasal 102,103,104, dan 105 UU No. 10 / 1995 tentang Kepabeanan Jo Pasal 55, 56 KUHP. g. Tindak Pidana / Pelanggaran bidang Pelayaran. a. Tindakan yang dilakukan : a) Menghentikan kapal. b) Memeriksa kapal. c) Memeriksa dokumen kapal dan ABK. d) Catat waktu, posisi dan cuaca. e) Mengamankan TSK dan BB. f) Mengambil Dokumentasi / Video terhadap kapal pelaku dan BB. g) Membawa kapal / Ad Hock. h) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan. i) Membuat BA serah terima TSK dan BB
  • 29. 29 j) Menginformasikan kepada Syahbandar, Radio Pantai, Dinas Navigasi dan Adpel. k) Melaporkan ke satuan atas. b. Ketentuan Pidana : Pasal 284 s/d 336 UU No. 17 / 2008 Tentang Pelayaran. h. Tindak Pidana Pertambangan 1) Tindakan a) Mengejar / menghentikan kapal b) Pemeriksaan dokumen kapal dan muatan b) Amankan TSK dan BB. c) Catatan waktu kejadian dan posisi kapal. d) Membawa kapal / Ad Hock 2) Pasal yang dilangar : Pasal 31,32 dan 33 UU No. 11 / 1967 tentang pertambangan. i. Tindak Pidana dalam bidang usaha Miyak dan Gas Bumi 1) Tindakan yang dilakukan a) Menghentikan kapal b) Memeriksa kapal. c) Memeriksa dokumen kapal dan ABK. d) Catatan waktu ,posisi dan cuaca. e) Mengamankan TSK dan BB. f) Membawa kapal /Ad Hock g) Meyerahkan ke kesatuan kewilayahan. h) Membawa BA serah terima TSK dan BB i) Melaporkan ke satuan atas. 2) Dokumen bungker untuk Kapal Tangker a) SIUPAL ( Surat Ijin Usaha Pengapalan ) b) Surat izin berlayar c) Surat peryataan jumlah bungker d) Surat penunjukan dari pertamina
  • 30. 30 e) Surat keterangan bebas pencemaran lingkungan hidup f) Kode bungker terdaftar g) Pola / rencana proyek tramper h) Rencana pengawasan cegah laut i) Sertifikat keselamatan j) BKI ( Biro Klasifikasi Indonesia ) k) Rencana KKM 3) Ketentuan Pidana : Pasal 51 s/d 55 UU No. 22 / 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi j. Tindak Pidana Perikanan 1) Cara bertindak (a) Melaksanakan Penindakan/penangkapan (1) Kapal sedang melakukan penangkapan ikan dilaut/perairan diawali dengan cara peran pemeriksaan kapal. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemeriksaan : - Tim Pemeriksa pertama yang masuk kapal harus menggunakan seragam dan identitas yang jelas dan dilengkapi dengan Surat Perintah dan bersenjata lengkap; - Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nahkoda atau ABK kapal yang diperiksa; - Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti dan cepat tidak terjadi kemalangan, kerusakan dan tidak menyalahi prosedur pemeriksaan; - Selama pemeriksaan Tim pemeriksa harus selalu berkomunikasi dengan kapal pemeriksa. (2) Dokumen yang harus ada diatas kapal perikanan sesuai ketentuan yang berlaku harus dokumen asli bukan photo copy (pengecualian untuk nelayan kecil yang kapalnya kurang dan 5 GT) yaitu : Kapal Penangkap ikan :
  • 31. 31 - SlPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan); - Bukti Pelunasan PPP (Pungutan Pengusahaan Perikanan) asli bagi kapal yang berukuran 30 GT; - Stiker Barcode (kapal perikanan yang berukuran diatas 30 GT); - SLO (Surat Laik Operasi); - SPB (Surat Persetuiuan Berlayar). Kapal Pengangkut Ikan : - SIKPI (Surat ijin Kapal Pengangkutan Ikan); - Bukti Pelunasan PHP (Pungutan Hasil Perikanan) Asli bagi kapal yang berukuran 30 GT; - Stiker berkode (Kapal perikanan yang berukuran diatas 30 GT); - SLO (Surat Laik Operasi); - SPB (Surat Persetujuan Berlayar); - SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) hasil perikanan dan SKAI (Surat Keterangan Asal Ikan). Apabila melakukan ekspor ikan; Setelah selesai pemeriksaan, yang harus diperhatikan adalah : - Membuat surat pernyataan tertulis dan di tandatangai oleh nahkoda kapal, yang menerangkan bahwa pemeriksaan berjalan tertib tidak terjadi kekerasan dan kerusakan; - Memuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh nahkoda kapal, yang menerangkan tentang hasil pemeriksaan surat-surat/dokumen dengan menyebutkan tempat dan waktu; - Mencatat dalam buku jurnal kapal yang diperiksa berisi:  Kapan dan dimana kapal diperiksa;  Pendapat tentang hasil pemeriksaan secara garis besar;  Perintah yang diberikan;
  • 32. 32  Perwira pemeriksa menandatangani hasil  pemeriksaan pada jurnal kapal dibubuhi stempel kapal pemeriksa.  dalam hal buku jurnal kapal tidak ada, agar Nahkoda membuat surat pernyataan tentang tidak adanya buku jurnal kapal. Tindak lanjut hasil pemeriksaan. Apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang terjadi suatu tindak pidana : - Ketua Team memberitahukan kepada nahkoda bahwa telah terjadi tindak pidana perikanan dan untuk itu kapal akan dibawa ke pangkalan pengawas DKP/ Pelabuhan/Dinas yang ditentukan; - Meminta kepada nahkoda kapal untuk memberikan tanda tangan pada peta posisi gambar situasi pengejaran dan penghentian; - Komandan kapal Polri mengeluarkan Surat Perintah untuk membawa kapal dan orang ke pangkalan/pelabuhan yang telah ditentukan. - Cara membawa kapal : Di Ad Hoc  Komandan kapal Polri menerbitkan Surat Perintah Ad Hoc kepada nahkoda/ tersangka supaya membawa sendiri kapalnya kepelabuhan sesuai dengan yang diperintahkan;  Surat-surat/dokumen kapal/muatan dan benda-benda yang mudah dipindahkan diamankan diatas kapal Polri;  Perintah Ad Hoc hanya diberlakukan terhadap kapal berbendera Indonesia yang diyakini tidak akan melarikan diri;  Surat Perintah Ad Hoc dibuat rangkap 3 (tiga) (untuk Nahkoda, instansi yang dituju dan arsip kapal Polri)
  • 33. 33 Dikawal  Kapal tetap dibawa nahkoda dan ABK nya menuju yang dituju;  Ditempatkan tim kawal diatas kapal;  Kapal Polri dapat mengawasi pada jarak aman;  Surat-surat/dokumen kapat/muatan dan benda-benda yang mudah dipindahkan diamankan di kapal Polri;  Sebagian ABK dan kapal yang dikawal dapat : dipindahkan ke kapal Polri. Digandeng/ditunda/ditarik  Dalam hal kapal yang diperiksa mengalami kerusakan dapat dibawa oleh kapal Polri dengan cara digandeng /ditunda/ditarik;  Sebagian ABK dapat dipindahkan kapal Polri dan menempatkan petugas diatas kapal yang dikawal;  Apabila Kapal mengalami kerusakan dan akan tenggelam maka nahkoda dan ABK dipindahkan ke kapal Polri sebagai upaya pertolongan. Selanjutnya Ketua Team Penyidik dan teamnya melengkapi administrasi penyidikan awal sebagai berikut: - Membuat Laporan Kejadian; - Membuat Gambar situasi pengejaran dan penghentian; - Pernyataan tentang posisi kapal; - Surat Perintah dan Berita Acara Pemeriksaan Kapal; - Surat Perintah dan Berita Acara membawa Kapal dan Orang; - Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Penangkap kapal (minimal 2 orang); - Berita Acara Pengambilan sumpah/janji saksi Penangkap kanal (minimal 2 orang).
  • 34. 34 Selanjutnya Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM) beserta beberapaABK dibawa ke Mako/pangkalan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan baik sebagai tersangka maupun saksi. (3) Penangkapan kapal ikan pada waktu sedang memindahkan muatan ikan ke kapal pengangkut atau kapal lain (Ship to ship) sebagai berikut: (a) Tim Pemeriksa harus menggunakan seragam dan identitas yang jelas dan dilengkapi dengan Surat Perintah; (b) Tim yang masuk ke kapal terlebih dahulu harus berpakaian seragam, dan apabila keadaan sudah dapat dikuasai baru tim yang berpakaian preman/penyidk masuk ke kapal untuk melakukan pemeriksaan; (c) Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nahkoda atau ABK kapal yang diperiksa; (d) Pemeriksaan harus lakukan secara tertib, tegas, teliti dan cepattidak terjadi kenilangan, kerusakan dan tidak menyalahi prosedur pemeriksaan; (e) Dokumen yang harus ada diatas kapal perikanan sesuai ketentuan yang berlaku saat itu; (f) Kapal Penangkap Ikan : - SIPI (surat ijin penangkapan ikan); - Bukti Pelunasan PPH (Pungutan Pengusahaan Perikanan) ash bagi kapai yang berukuran 30 GT: - Stiker Barcode (kapal perikanan yang berukuran diatas 30 GT); - SLO (Surat Laik Operasi); - SPB (Surat Persetujuan Beriayar). (g) Kapal Pengangkut Ikan : - SIKPI (Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan); . - Bukti Pelunasan PHP (Pungutan Hasil Perikanan) asli bagi kapal yang berukuran 30 GT;
  • 35. 35 - Stiker bercode (Kapal perikanan yang berukuran diatas 30 GT); - SLO; - SPB; - SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan) hasii perikanan dan SKAI (Surat Keterangan Asal Ikan). Apabila melakukan ekspor ikan. Selanjutnya Nahkoda dan KKM kapal beserta beberapa ABK dibawa ke Mako terdekat (Polres atau Polsek) untuk dilakukan pemeriksaan baik selaku tersangka maupun saksi dan beberapa anggota menjaga kapal dan ABK yang lain. 2) Pasal yang dilanggar : Pasal 87 s/d 94 UU No. 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 2004 Tentang Perikanan. 4. Administrasi pemeriksaan dan penindakan awal oleh komandan kapal a. Membuat Laporan Polisi b. GSPP (Gambar Sket/Situasi Pengejaran Dan Penghentian) c. Pernyataan tentang Posisi d. Surat Perintah Pemeriksaan Kapal e. BAP Kapal f. Pernyataan hasil pemeriksaan (Untuk kapal asing dalam bahasa Inggris) g. Pernyataan keadaan muatan h. Pernyataan tidak tersedianya buku jurnal. i. Surat Printah Membawa Kapal / Ad Hock j. Daftar Barang Bukti. k. Daftar Tersangka. l. BA Serah Terima. 5. Hal-hal yang perlu diperhatikan a. Komandan Kapal Patroli Polri sebagai penyidik, memungkinkan untuk melakukan penyidikan sampai menjadi berkas perkara, maka dapatmenyerahkan perkara tersebut
  • 36. 36 kepada pangkalan/satuan kewilayahan terdekatsesuai Locus Delicti dengan dilengkapi berkas penyidikan awal. b. Penindakan oleh kapal Patroli adalah penindakan awal dan kemudian dilanjutkan oleh penyidik pangkalan/satuan kewilayahan terdekat. Bab III, Komando Dan Pengendalian 1. Komando a. Jaringan komunikasi. Kapal patroli dalam pelaksanaan tugas dilapangan menggunakan alat komunikasi antara lain : 1) SSB dan VHF. 2) Telephon Satelit. 3) Handphone / Telephon b. Sistem laporan Kapal patroli menggunakan sistem laporan antara lain : 1) Laporan melalui SSB, VHF, Telephon Satelit, HP atau telephon biasa dua kali dalam satu hari, pagi jam 06.00 s/d 08.00, sore hari jam 18.00 s/d 20.00 Wib Kepada Dit Pol Air Polda atau pejabat lain yang ditunjuk. 2) Melaporkan kejadian yang sifatnya insidentil setiap saat. 3) Laporan tertulis kepada Dir Pol Air Polda. 2. Pengendalian a. Dalam pelaksanaan tugas kapal patroli dibawah kendali Dir Polair dan untuk pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah Wadir Polair. b. Untuk pembinaan fungsi teknis diselenggarakan oleh Satuan Patroli Daerah. Bab IV, Dukungan Administrasi Dan Logistik 1. Dukungan Administrasi
  • 37. 37 Dalam rangka mendukung kelancaran operasional kapal patroli, perlu adanya dukungan administrasi berupa surat perintah tugas, laporan hasil pelaksanaan tugas. 2. Dukungan Logistik Dukungan logistik menggunakan logistik Polair serta dapat menggunakan logistik unsur atau instansi lainnya yang tidak mengikat. 3. Anggaran Anggaran dalam rangka penyelenggaraan dan pelayanan patroli Polair menggunakan anggaran yang ada pada Dipa Dit Polair Polda Jambi serta anggaran dari instansi/unsur lainnya. Bab IV, Penutup Demikian Standar Operasional Prosedur (SOP) Peran Penindakan Kapal Terhadap Tindak Pidana dan Pelanggaran oleh kapal Dit Polair Polda Jambi ini dibuat untuk dapat digunakan dan dilaksanakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas patroli diwilayah hukum perairan Polda Jambi.
  • 38. 38 BAB III TINDAK PIDANA DI LAUT, DASAR KEWENANGAN TNI -AL, DALAM PENEGAKKAN HUKUM DI LAUT Pendahuluan Pengertian tindak pidana di laut adalah suatu tindak pidana yang hanya bisa terjadi di laut dan tidak bisa terjadi di daratan, yang dibedakan dengan tindak pidana umum yang terjadi di laut. Berawal dari pengertian tersebutmaka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi suatu tindak pidana khusus yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur tindak pidana ((Subyek, Kesalan, Bersifat melawan hukum, Bertentangan dengan undang-undang, maupun unsur-unsur lainnya misalnya : Tempat, Waktu dan Keadaan Lainnya) (Sianturi, SH, Tindak Pidana Khusus)). Karena merupakan tindak pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP) sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum, hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda karena menggunakan KAPAL, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak pidana di laut. Dan semua penyimpangan dalam penanganan tindak pidana di laut tersebut akan dibahas dalam pembahasan tulisan ini. Pembahasan 1. Hukum Pidana dan Acara Pidana Asas-asas hukum pidana dari buku 1 KUHP berlaku terhadap tindak pidana di laut berdasarkan pasal 103 KUHP yang isinya bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab VIII KUHP diperlakukan terhadap ketentuan perundang-undangan di luar KUHP yang diancam dengan pidana, kecuali diatur khusus oleh undang-undang tersebut. Misalnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan seterusnya. Sedangkan KUHAP demikian juga masih tetap melingkupi hukum acara di laut via pasal 284 KUHAP yang isinya bahwa semua perkara diberlakukan hukum acara pidana (KUHAP) dengan pengecualian ketentuan khusus acara pidana yang dibawa oleh undang-undang tertentu dengan demikian pada tindak
  • 39. 39 pidana di laut ini, hal yang diatur acaranya, misalnya penghentian kapal, pemeriksaan diatas kapal, tatacara membawa kapal ke pelabuhan terdekat dan sebagainya menyimpang dari pada KUHAP karena KUHAP tidak mengatur hal tersebut. KUHAP tidak seluruhnya dapat diterapkan pada hukum acara di laut karena beberapa alasan sebagai berikut : a. Status kapal/pesawat udara belum diatur sebagai subyek. b. KUHAP memberlakukan hukum acara pidana khusus via pasal 284 KUHAP. c. KUHAP belum mengatur kewenangan penyidik diluar Polisi dan PPNS. d. KUHAP tidak mengatur wilayah di luar Indonesia padahal ada tindak pidana di laut yang terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). e. Tembusan surat penangkapan seharusnya diberikan kepada keluarga, tetapi bila yang ditangkap merupakan Kapal maka tidak mempunyai keluarga. f. Penahanan untuk Kapal tidak bisa dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara. g. Pengadilan di laut tidak mengenal Yuridiksi pengadilan, pengadilan yang berwenang mengadili adalah pengadilan yang mempunyai Yuridiksi terdekat (UU No. 3 tahun 1985) dimana Kapal diserahkan ke Pelabuhan terdekat. 2. Hukum yang ditegakkan di laut. Penegakkan hukum dilaut mempunyai aspek yang berbeda dengan di darat yaitu penegakkan hukum di laut bisa merupakan penegakkan kedaulatan di laut yaitu manakala penegakkan tersebut dilakukan terhadap kapal-kapal asing yang berarti kapal tersebut berstatus negara asing di wilayah negara indonesia. yang melakukan tindak pidana di laut, sedangkan bila penegakkan tersebut dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia berarti hal tersebut merupakan penegak hukum, kedua penegakkan tersebut juga mempunyai aspek yang berbeda bila penegakkan terhadap kedaulatan mempunyai aspek keutuhan wilayah, Integritas Internasional dan hukum yang ditegakkan adalah Hukum Internasional, Konvensi-konvensi Internasional, Perjanjian antar Negara maupun kebiasaan dilaut, termasuk juga hukum Naional dan itu semua untuk kepentingan Negara. Tetapi apabila penegakkan hukum terhadap Kapal Indonesia mempunyai aspek penegakkan hukum pribadi, pelayanan masyarakat, ketertiban masyaralat, kepentingan masyarakat maupun
  • 40. 40 kepentingannya dari hukum yang ditegakkanpun hanyalah Negara (UU Nasional) serta mempunyai aspek YURIDIS keamanan dan ketertiban di laut. Didalam penegakkan hukum di laut ada suatu keterbatasan keberlakuan Hukum Nasional terhadap Hukum Internasional yaitu yang tertera pada pasal 9 KUHP yang isinya keberlakuan pasal 2, 3, 4, 5, 7, 8 KUHP dibatasi atas pengecualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum Internasional (UNLOS 1982) pasal 73 ayat (3) mengatur terhadap pelaku tindak pidana di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) didalam menegakkan hukum Negara pantai, tidak boleh dijatuhkan oleh Negara yang mencakup pengurungan sehingga hal ini UU ZEE Indonesia tidak boleh melampoi ketentuan tersebut. Sedangkan hukum acaranya yang berlaku pada tindak pidana di laut adalah Hukum Acara Khusus yang dibawa oleh UU Khusus, dan Hukum Acara Khusus di laut maupuan Hukum Acara Pidana yang belum mengatur hal khusus itu. Dan itu semua hanyalah ditingkat awal sampai penyidikan bila sudah berlanjut ke penuntutan dan persidangan seluruhnya tunduk pada KUHAP. 3. Perwira TNI AL selaku aparat penegak kedaulatan dan hukum di laut. Berdasarkan undang-undang No. 20 tahun 1980 tentang ketentuan-ketentuan pertahanan dan keamanan negara pasal 30 ayat 2 yang isinya bahwa TNI AL adalah aparat penegak kedaulatan dan hukum di laut. Tatacara penegakkan tersebut dilaksanakan dengan kapal perang (KRI) yang dikomandani oleh Perwira TNI AL. Pengertian kapal perang adalah kapal yang dimiliki oleh angkatan bersernjata dengan tanda khusus kebangsaan dan dibawah Komando seorang Perwira yang diangkat oleh pemerintah negaranya, serta namanya terdapat dalam dinas militer dan diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler (Unlos 1982 pasal 29). Dari pengertian tersebut diatas maka pelaksanaan tugas perang tersebut dibawah tanggung jawab seorang Perwira dalam hal ini adalah Perwira TNI AL, sehingga mengeluarkan UU. Perwira TNI AL tersebutdiangkat selaku Penyidik tindak pidana di laut, dan undang-undang yang mengatur Perwira TNI AL selaku penyidik di laut antara lain : 1. Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMK) STBL 1934 Nomor 442 pasal 13 menyatakan bahwa : "Untuk memelihara dan mengawasi pentaatan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini ditugaskan kepada Komandan Angkatan Laut Surabaya, Komandan- komandan Kapal Perang Negara dan Kamp-kamp penerbangan dari Angkatan Laut".
  • 41. 41 2. UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP jo PP No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Dalam penjelasan pasal 17 menyebutkan bahwa : "Bagi penyidik dalam perairan Indonesia, zona tambahan, landas kontinen dan ZEEI penyidikan dilakukan oleh Perwira TNI AL dan pejabat penyidik lainnya yang ditentukan oleh undang-undang yang mengaturnya. 3. UU No.5 tahun 1983 tentang ZEEI, dalam pasal 14 ayat (1) memberikan kewenanga kepada Perwira TNI AL yang ditunjuk oleh Panglima ABRI sebagai aparat penegak hukum dibidang penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan UU No. 5 tahun 1983. 4. UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan/Ratifikasi UNCLOS 1982. Memberikan kewenangan kepada pejabat-pejabat, kapal perang dan kapal pemerintah untuk melakukan penegakkan hukum di laut. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pasal antara lain pasal 107, 110, 111 dan 224 UNCLOS 1982. 5. UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 39 ayat (2) kewenangan penyidik Polri dan PPNS tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam UU No.5 tahun 1983 tentang ZZEI dan UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan. 6. UU No 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dalam penjelasan pasal 24 ayat (3) Penegakkan hukum dilaksanakan oleh instansi terkait antara lain TNI AL, Polri, Departemen Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Keuangan dan Departemen Kehakiman sesuai dengan wewenang masing-masing instansi tersebut dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Nasional maupun Internasional. 7. UU No. 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Dalam pasal 40 ayat (5) menyebutkan : " Bahwa penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan ZEE dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perudang-undangan yang berlaku (lihat pasal 14 ayat (1) UU No.5 tahun 1983)". 8. UU No.31 tahun 2004 tentang perikanan. Dalam pasal 73 ayat (1) menyebutkan bahwa : "Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh PPNS Perikanan, Perwira TNI AL dan Pejabat Polri".
  • 42. 42 9. UU No.34 tahun 2004 tentang TNI. dalam pasal 9 huruf (b) Angkatan Laut bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut Yuridiksi Nasional sesuai dengan ketentuan hukum Nasional dan hukum Internasional yang telah diratifikasi. 10. UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam pasal 282 ayat (1) "Selain penyidik pejabatPolri dan penyidik lainnya, PPNS tertentu di lingkungan instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang pelayaran diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini". Adapun dalam penjelasannya yang dimaksud dengan penyidik lainnya "adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain Perwira TNI AL dan dipertegas pada pasal 340 untuk ZEEI. 11. UU No.43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Dalam pasal 7 disebutkan "Negara Indonesia memiliki hak-hak kedaulatan dan hak-hak lain di wilayah Yuridiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum Internasional". Dan pasal 22 disebutkan "Negara Indonesia berhak melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dan lingkungan laut dilaut bebas serta dasar laut Internasional yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum Internasional. Perwira TNI AL dalam tugas penegakkan hukum di laut mempunyai dua aspek yaitu tindakan penangkalan bila Perwira tersebut menangkap pelaku tindak pidana di laut tetapi Perwira tersebut tidak mempunyai kewenangan selaku penyidik hanya sebagai melaksanakan pasal KUHAP bahwa semua aparat penegak hukum bila mengetahui adanya tindak pidana wajib menangkap. Disisi lain Perwira tersebut mempunyai kewenangan selaku penyidik maka tindakan tersebut merupakan tindakan Yuridis dan Perwira tersebut wajib menangkap bila mengetahui adanya suatu tindak pidana. Disamping tugas-tugas tersebut diatas, TNI AL secara umum juga mengemban tugas-tugas sebagai berikut :  Fungsi Militer yaitu mempertahankan wilayah kedaulatan RI di laut.  Fungsi Diplomasi yaitu menghadirkan kapal-kapal perang Negara Indonesia sehingga Negara lain mengetahui bahwa perairan Indonesia dijaga oleh kapal-kapal perang Negara Indonesia, sehingga Negara lain (Internasional) mengakui keberadaan bangsa Indonesia.
  • 43. 43  Fungsi Polisionil yaitu bahwa TNI AL bertugas men keamanan, ketertiban masyarakat di laut (penegakkan hukum di laut) 4. Subyek Tindak Pidana Di Laut. Tindak pidana di laut pelakunya bukanlah orang seperti di KUHP yang diistilakan "barang siapa" yang berarti setiap orang. Hal ini dapat ditinjau dari pasal 2-9 KUHP dengan istilah barang siapa dan pasal 2, 3, 4 KUHP dengan istilah setiap orang maupun pertanggungjawaban pada pasal 44, 45, 49 KUHP dipersyaratkan adanya kejiwaan pelaku sedangkan yang mempunyai jiwa hanyalah orang, begitupula pada pasal 10 KUHP tentang pidana kesemuanya hanya dapat dilaksanakan oleh orang (asas-asas hukum pidana di Indonesia, Sianturi, SH, PTAM 1982). Tetapi apabila pelakunya adalah Kapal yang mempunyai bendera kebangsaan, sehingga mereka berstatus Negara. Akibatnya bila benderanya negara asing berarti berstatus negara asing, tetapi bila bendera Indonesia berarti kapal-kapal Indonesia. Kesemuanya itu mengakibatkan penanganan perkara yang dilakukan juga lain. Misalnya bila kapal asing maka menangkap juga harus negara dalam hal ini dapat dilaksanakan oleh Angkatan Laut Indonesia, sebab pelakunya negara maka yang menangkap haruslah negara, itu merupakan subyek hukum Internasional dan diatas kapal asing tersebut berlaku hukum negaranya bukan hukum negara Indoensia. 5. Prosedur Tetap Penegakkan Tindak Pidana di Laut oleh KRI. Prosedur Tetap Penegakkan Tindak Pidana di Laut oleh KRI Dalam rangka kepastian bahwa sudah terjadi tindak pidana di laut, maka KRI melakukan fase tindakan yaitu penghentian, pemeriksaan kapal dan membawa kapal ke pelabuhan terdekat. Ketiga hal tersebut merupakan tindakan penangkapan, bila dibandingkan dengan penangkapan menurut KUHAP. a. Prosedur penghentian. Sebelum menghentikan kapal yang dicurigai maka harus sudah ada dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana di laut sesuai KUHAP, dugaa berasal dari pendeteksian yang didapat dari informasi dari berbagai instansi, kemudian untuk meyakinkan dilakukan pengenalan sasaran dengan berbagai peralatan di kapal misalnya dengan Radar, Sonar, dan komunikasi langsung. Dari pengenalan tersebut dilakukan penilaian sasaran yang memastikan bahwa kapal yang dicurigai tersebut perlu dilakukan penghentian atau tidak.
  • 44. 44 Bila hasilnya yakin telah terjadi tindak pidana di laut, maka dihentikan dengan prosedur sebagai berikut : 1) Dengan isyarat untuk menjalin komunikasi dengan mengibarkan bendera, dengan lampu optis, dengan simaphore, maupun dengan radio. Bila tidak berhasil dilanjutkan. 2) Diperintahkan untuk berhenti dengan prosedur sebagai berikut : Dengan mengibarkan bendera (bila cuaca terang), dengan megaphone (bila dapat didengar), isyarat gauk (pasti dapat didengar). Bila semua itu tidak juga diindahkan maka : 3) Dilakukan berturut-turut tembakan dengan peluru hampa, dan peluru tajam kaliber kecil ke udara. Bila tidak diindahkan juga maka lakukan : 4) Tembakan ke air laut lambung kanan, kiri, haluan dan buritan kapal. Tindakan inipun tidak diindahkan maka lakukan : 5) Tembak ke arah bawah kapal yang diperkirakan tidak ditempati awak kapal, bila tidak berhasil maka adakan pemaksaan dengan kekerasan sampai mau berhenti. b. Pemeriksaan diatas Kapal. Setelah kapal berhasil dihentikan, maka untuk meyakinkan dilakukan pemeriksaan alat bukti diatas kapal meliputi : pemeriksaan muatan, kapalnya, dan personelnya. Pemeriksaan diatas kapal dilakukan oleh tim pemeriksa yang diketuai seorang Perwira dengan membawa surat perintah dari Komandan Kapal. Tim melakukan penggeledahan terhadap dokumen kapal (fisik kapal), muatan sebagai hasil dari kegiatan (misalnya : Ikan, Kayu, Pasir laut) yang dicurigai dari hasil tindak pidana di laut. Dokumen perseonel meliputi : Sertifikat Juru Mudi, Nakhoda, markonis dll maupun Paspor bagi warga negara asing. Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK) dengan tertib, singkat dan tidak terjadi kehilangan serta kerusakan. Dari hasil pemeriksaan diatas kapal sudah dapat disimpulkan terjadi tindak pidana di laut atau tidak, bila terjadi langkah selanjutnya. c. Membawa Kapal Tangkapan ke Pelabuhan Terdekat. TNI AL dengan kapal-kapalnya di laut mengemban tugas-tugas pertahanan, diplomasi, dan polisionil, sedangkan penangkapan kapal yang
  • 45. 45 melakukan pelanggaran dan tindak pidana di laut ini hanya merupakan sebagian dari tugas polisionil sehingga untuk melanjutkan penyelesaiannya dilakukan oleh aparat yang di darat, maka harus diserahkan kepada aparat yang berada di darat yaitu pelabuhan terdekat. Prosedur membawa kapal dengan beberapa cara yaitu : Dengan cara di Ad Hoc, Dikawal dan digandeng/tunda. Pengertian di Ad Hoc adalah Nakhodanya diperintahkan membawa kapalnya sendiri ke pelabuhan terdekat yang telah ditunjuk dengan membawa surat perintah AD HOC dari Komandan Kapal. Untuk menjaga keamanan dokumen-dokumen penting dibawa sendiri oleh Komandan KRI dan diserahkan kepada aparat di darat. Surat perintah dibuat rangkap tiga : Satu untuk kapal tangkapan, satu untuk kapal penangkap (arsip) dan satu lembar lainnya untuk aparat di darat. Dan kapal penangkap melanjutkan tugas-tugas lainnya. (cara ini hanya dapat dilakukan bagi kapal-kapal berbendera Indonesia). Cara kedua adalah di kawal yaitu kapal tangkapan diperintahkan ke pelabuhan terdekat yang telah ditunjuk tetapi tetap dilakukan pengawalan oleh kapal penangkap (KRI) pada jarak aman. Untuk menjaga keamanan sebagian ABK kapal tangkapan diperintahkan ke kapal penangkap (KRI) agar kapal yang ditangkap tidak melarikan diri. Prosedur lainnya adalah digandeng/tunda, hal ini dilakukan bila kapal tangkapan mengalami kerusakkan dan tidak bisa berjalan sendiri. Dalam keadaan khusus kapal tangkapan rusak berat atau dalam cuaca buruk sehingga membahayakan ABK dan sudah tidak mungkin di gandeng, maka kapal tangkapan dapat di tenggelamkan dan harus dilengkapi dengan Berita Acara, alasan serta lebih mengutamakan menyelamatkan Anak Buah Kapalnya (ABKnya). d. Setelah sampai didarat dilakukan penyerahan Tersangka dan Alat bukti yang dituangkan dalam berkas berita acara pemeriksaan yang dilengkapi dengan semua berita acara terdiri dari tindakan- tindakan Komandan Kapal selaku penyidik di laut maupun berkas penyidik. Tetapi aparat di darat haruslah selaku penyidik, bila tidak berwenang maka harus diserahkan kepada penyidik yang berwenang. Contoh : Kapal TNI AL menangkap kapal yang mengangkut kayu yang tidak dlengkapi dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) maka aparat TNI AL yang di darat setelah menerima penyerahan berkas dari kapal penangkap, harus meneruskan kepada Polisi/PPNS Kehutanan untuk diproses mengingat Perwira TNI AL tidak berwenang melakukan penyidikan di bidang Kehutanan. Karena yang berwenang adalah Polisi atau PPNS Kehutanan (UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 77).
  • 46. 46 e. Prosedur penyelesaian perkara setelah di darat menggunakan hukum acara pidana umum (KUHAP). 6. Wilayah Pengadilan. Wilayah Pengadilan. Tindak pidana di laut tidak mengenal Yuridiksi peradilan dan pengadilan yang berwenang mengadili ialah pengadilan yang membawahi pelabuhan dimana kapal tangkapan tersebut diserahkan. Tidak ada keharusan kapal penangkap menyerahkan ke pelabuhan tertentu mengingatdi laut tidak mengenal locus deliti dan Locus Delitinya adalah seluruh perairan Indonesia. Ketentuan yang ada adalah kapal tangkapan diserahkan ke pangkalan yang terdekatsehingga tidak mengganggu tugas-tugas operasional lainnya oleh KRI, dan seluruh pengadilan di Indonesia berwenang sehingga diserahkan kemana saja. 7. Jenis Tindak Pidana di Laut.  Tindak pidana perampokan/pembajakan di laut  Tindak pidana perikanan  Tindak pidana benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam di dasar laut  Tindak pidana lingkungan hidup di laut  Tindak pidana pelayaran  Tindak pidana konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya  Tindak pidana kepabeanan  Tindak pidana kehutanan  Tindak pidana keimigrasian  Tindak pidana penambangan pasir di laut  Tindak pidana pelanggaran wilayah  Tindak pidana Narkotika san Psikotropika di dan lewat laut  Tindak pidana senjata api dan bahan peledak di dan lewat laut  Tindak pidana ZEE Indonesia  Tindak pidana Terorisme di dan lewat laut 8. Kesimpulan  Tindak pidana di laut merupakan tindak pidana khusus  Penanganan perkara di laut mempunyai acara tersendiri  Tindak pidana di laut dapat bersifat Internasional maupun Nasional
  • 47. 47  Subyek tindak pidana di laut merupakan sumber hukum Internasional BloggerAbbas archa,Koresponden : FakultasHukum UniversitasHangTuah,JlArif RahmanHakim No.150 Sukolilo - Surabaya 60111, diunduh hari senin 16 Mei 2016 pkl 11.09 wib
  • 48. 48 BAB IV PENEGAKAN HUKUM DI LAUT OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN Pendahuluan Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional diperairan, dengan berbagai bentuk gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum luas di berbagai bidang kehidupan. Polri telah membagi golongan kejahatan kedalam 4 golongan/jenis. Pertama, kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian, pencurian dan lain-lain; Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris, trafficking in persons, money laundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime and international economic crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal minning, penyelundupan, penggelapan pajak, penyalahgunaan BBM, dan lain-lain serta Keempat, kejahatan yang berimplikasi kontijensi seperti SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal serta unjuk rasa anarkis. Berdasarkan teori efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 2011:8), efektif atau tidaknya suatu penegakan hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu :1) Faktor hukumnya/UU, 2) penegak hukum, 3) sarana, 4) masyarakat dan 5) kebudayaan. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, akan menjadi masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas/ kepribadian penegak hukum itu sendiri. Dalam Teori Kriminologi (J.E Sahetapy, 1992:78),dalam rangka implementasi penegakan hukum “Bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kesalahan”. Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne mengatakan, “geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken” bahwasannya beliau mengatakan “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”. Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk pun saya bisa mendatangkan keadilan.Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang- undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.
  • 49. 49 Sementara itu di Indonesia saat ini memiliki 13 lembaga penegak hukum di laut. Dari jumlah tersebut terdiri dari 6 lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan 7 lembaga penegak hukum lainnya tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di laut adalah : TNI-AL; Polri/Direktorat Kepolisian Perairan; Kementerian Perhubungan/Dirjen HUBLA; Kementerian Kelautan dan Perikanan/Dirjen PSDKP; Kementerian Keuangan/Dirjen Bea Cukai; dan Bakamla. Lembaga penegak hukum tersebut, melaksanakan patroli terkait dengan keamanan dan keselamatan dilaut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang dimiliki bedasarkan Peraturan Perundang-undangan masing-masing. Penegakan Hukum di Laut Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Ishak, 2012:244). Penegakan hukum mempunyai arti menegakkan, melaksanakan ketentuan dalam masyarakat, sehingga secara luas penegakan hukum merupakan proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Proses penegakkan hukum dalam kenyataanya memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pengertian penegakan hukum, dalam bentuk kongkritnya di bidang perairan adalah segala kegiatan operasional yang diselenggarakan di seluruh perairan dalam rangka menjamin tegaknya hukum nasional. Penegakan hukum di laut mempunyai pengertian segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjamin keselamatan dan keamanan di laut yurisdiksi nasional Indonesia, baik keselamatan dan keamanan manusia, lingkungan alam, maupun keselamatan dan keamanan pelayaran. Penegakan hukum di perairan berbeda dengan penegakan hukum di darat, terutama karena di perairan/laut bertemu dua kepentingan hukum, yaitu kepentingan hukum nasional dan hukum internasional, sedangkan di darat hanya mewadahi kepentingan hukum nasional. Dengan kata lain, penegakan hukum di perairan berarti juga menegakkan hukum, konvensi atau semua aturan yang telah disepakati dunia Internasional, di mana pemerintah Indonesia ikut menandatangani konvensi/aturan-aturan tersebut, atau telah meratifikasinya dengan menerbitkan undang-undang terkait dengan hal tersebut. Perbedaan lainnya dengan penegakan hukum di darat adalah, pemberlakuan hukum di laut dilakukan berdasarkan rezim hukum yang berbeda, sedangkan di darat tidak dikenal adanya perbedaan rezim hukum. Selain itu, subyek hukum di laut adalah manusia - WNI atau WNA dan
  • 50. 50 negara, negara dalam hal ini berupa bendera kapal, sedangkan di darat subyek hukumnya adalah manusia dan badan hukum. Berawal dari pengertian tersebutmaka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi suatu tindak pidana KHUSUS yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur-unsur tindak pidana (Subyek, schuld/kesalan, bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang, maupun unsur-unsur lainnya misalnya : tempat, waktu dan keadaan lainnya). Karena merupakan tindak pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP) sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum, hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda karena menggunakan KAPAL, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak pidana di laut. Hukum Yang Digunakan Asas-asas hukum pidana dari buku 1 KUHP berlaku terhadap tindak pidana di laut berdasarkan pasal 103 KUHP yang isinya bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab VIII KUHP diperlakukan terhadap ketentuan perundang-undangan di luar KUHP yang diancam dengan pidana, kecuali diatur khusus oleh undang-undang tersebut. Misalnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan yang telah dubah dengan UU No. 45 tahun 2009, UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan seterusnya. Sedangkan KUHAP demikian juga masih tetap melingkupi hukum acara di laut via pasal 284 KUHAP yang isinya bahwa semua perkara diberlakukan hukum acara pidana (KUHAP) dengan pengecualian ketentuan khusus acara pidana yang dibawa oleh undang-undang tertentu dengan demikian pada tindak pidana di laut ini, hal yang diatur adalah acaranya, misalnya penghentian kapal, pemeriksaan diatas kapal, tatacara membawa kapal ke pelabuhan terdekat dan sebagainya menyimpang dari pada KUHAP karena KUHAP tidak mengatur hal tersebut. KUHAP tidak seluruhnya dapat diterapkan pada hukum acara di laut karena beberapa alasan antara lain : 1. Status kapal/pesawat udara belum diatur sebagai subyek.
  • 51. 51 2. KUHAP memberlakukan hukum acara pidana khusus via pasal 284 KUHAP. 3. KUHAP belum mengatur kewenangan penyidik diluar Polisi dan PPNS. 4. KUHAP tidak mengatur wilayah di luar Indonesia padahal ada tindak pidana di laut yang terjadi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). 5. Tembusan surat penangkapan seharusnya diberikan kepada keluarga, tetapi bila yg ditangkap merupakan KAPAL maka tidak mempunyai keluarga. 6. Penahanan untuk KAPAL tidak bisa dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara. 7. Pengadilan di laut tidak mengenal yurisdiksi pengadilan, pengadilan yang berwenang mengadili adalah pengadilan yang mempunyai Yurisdiksi terdekat (UU No. 3 tahun 1985) dimana KAPAL diserahkan ke pelabuhan terdekat. penegakkan hukum dilaut mempunyai aspek yang berbeda dengan di darat yaitu penegakkan hukum di laut bisa merupakan penegakkan kedaulatan di laut yaitu manakala penegakkan tersebut dilakukan terhadap kapal-kapal asing yang berarti kapal tersebut berstatus negara asing di wilayah negara indonesia yang melakukan tindak pidana di laut, sedangkan bila penegakkan tersebut dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia berarti hal tersebut merupakan penegakan hukum, kedua penegakkan tersebut juga mempunyai aspek yang berbeda bila penegakkan terhadap kedaulatan mempunyai aspek keutuhan wilayah, Integritas Internasional dan hukum yang ditegakkan adalah Hukum Internasional, Konvensi-konvensi Internasional, Perjanjian antar Negara maupun kebiasaan dilaut, termasuk juga hukum Naional dan itu semua untuk kepentingan Negara. Tetapi apabila penegakkan hukum terhadap Kapal Indonesia mempunyai aspek penegakkan hukum pribadi, pelayanan masyarakat, ketertiban masyaralat, kepentingan masyarakat maupun kepentingannya dari hukum yang ditegakkanpun hanyalah Negara (UU Nasional) serta mempunyai aspek YURIDIS keamanan dan ketertiban di laut. Didalam penegakkan hukum di laut ada suatu keterbatasan keberlakuan Hukum Nasional terhadap Hukum Internasional yaitu yang tertera pada pasal 9 KUHP yang isinya keberlakuan pasal 2, 3, 4, 5, 7, 8 KUHP dibatasi atas pengecualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum Internasional (UNCLOS 1982) pasal 73 ayat (3) mengatur terhadap pelaku tindak pidana di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) didalam menegakkan hukum Negara pantai, tidak boleh dijatuhkan oleh Negara yang mencakup pengurungan sehingga hal ini UU ZEE Indonesia tidak boleh melampaui ketentuan tersebut. Sedangkan hukum acaranya yang berlaku pada tindak pidana di laut adalah Hukum Acara Khusus yang dibawa oleh UU Khusus tersebut, dan Hukum Acara Khusus di laut
  • 52. 52 maupun Hukum Acara Pidana yang belum mengatur hal khusus itu. Dan itu semua hanyalah ditingkat awal sampai penyidikan bila sudah berlanjut ke penuntutan dan persidangan seluruhnya tunduk pada KUHAP. Dasar penegakan hukum di laut oleh antara lain: 1. Stbl.1939 No. 442 tentang Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Laut Larangan. 2. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. 3. Undang-Undang Rl Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982. 4. Undang-Undang Rl Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. 5. Undang Undang Rl Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. 6. Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 7. Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. 8. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. 9. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. 10. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil. 11. Undang-Undang Rl Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 12. Undang-Undang Rl Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. 13. Undang-Undang Rl Nomor 04 Tahun 2009 tentang MINERBA. 14. Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang NARKOBA. 15. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 16. Undang-Undang Rl Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Rl No. 31 tentang Perikanan. 17. Undang-Undang Rl Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. 18. Skep Kapolri No Pol : Skep/ 79 / II / 2001 tanggal 5 Februari 2001 tentang penunjukan Pol Airud sebagai Penyidik di wilayah perairan dan bidang penerbangan Yurisdiksi Nasional Indonesia dan pelimpahan wewenang kepada Dit Pol Airud. Kewenangan Polair Sebagai Penyidik
  • 53. 53 Bahwa fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, hal ini sebagaimana di tegaskan dalam pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa tugas pokok Kepolisian RI adalah : 1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, 2) Menegakkan hukum, 3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, dalam pasal 14 huruf g Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dikatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”. Wewenang Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik tersebut sesuai pengaturan yang terdapat dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana di dalam pasal 4 KUHAP dikatakan, bahwa Penyelidik adalah setiap pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) KUHAP, dikatakan bahwa penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Selain berdasarkan undang-undang kepolisian dan KUHAP wewenang kepolisian diwilayah perairan laut juga dinyatakan dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainya yang mengatur tentang tindak pidana tertentu diwilayah perairan laut. Sebagai contoh, wewenang Polri (Polair) dalam tindak pidana tertentu seperti dimaksud pasal 282 ayat (1) undang-undang No. 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran juga memberikan kewenangan kepada pejabatKepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang pelayaran. PROSEDUR PENANGANAN TINDAK PIDANA DI LAUT/ PERAIRAN 1. Pendeteksian Kapal a. Melaksanakan kegiatan pengawasan di wilayah perairan yang rawan terjadi tindak pidana berdasarkan informasi yang diperoleh. b. Pengenalan sasaran dengan menggunakan sarana yang ada (Radar, sonar, teropong, komunikasi radio, atau isyarat). c. Penilaian sasaran dimaksudkan untuk menilai dan menentukan target/sasaran benda yang dicurigai.
  • 54. 54 2. Penyelidikan Kapal a. Penghentian Kapal Apabila kapal dicurigai melakukan pelanggaran/tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, diadakan penghentian dengan alasan kapal tersebut melakukan pelanggaran/tindak pidana yang diatur dalam UU. b. Pemeriksaan kapal Setelah kapal dihentikan maka selanjutnya dilaksanakan tindakan : pemeriksaan atas perintah Komandan, kapal merapat ke kapal patroli atau sebaliknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemeriksaan dilaut : 1) Pemeriksaan dilaut harus menggunakan sarana yang sah/resmi dengan identitas/ciri-ciri yang jelas dan dapat dikenali sebagai kapal patroli/pemerintah yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan tersebut. 2) Tim pemeriksa harus menggunakan seragam lengkap dan dilengkapi surat perintah. 3) Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nakhoda atau ABK kapal yang diperiksa. 4) Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti, cepat, tidak terjadi kehilangan, kerusakan dan tidak menyalahi prosedur pemeriksaan. 5) Selama peran pemeriksaan tim pemeriksa harus selalu berkomunikasi dengan kapal yang diperiksa. Setelah selesai pemeriksaan, hal-hal yang harus diperhatikan : 1) Membuat surat pernyataan tertulis dan di tandatangani oleh Nakhoda kapal, yang menerangkan tentang hasil pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak terjadi kekerasan, kerusakan dan kehilangan. 2) Membuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh Nakhoda kapal, yang menerangkan tentang hasil pemeriksan surat-surat/ dokumen kapal dengan menyebutkan tempat dan waktu. 3) Mencatat dalam buku jurnal kapal yang diperiksa yang berisi : waktu dan posisi pemeriksaan, pendapat tentang hasil pemeriksaan, Perwira pemeriksa menandatangani hasil pemeriksaan pada buku jurnal kapal dibubuhi stempel kapal pemeriksa, dalam hal buku jurnal kapal tidak ada nakhoda membuat surat pernyatan tentang tidak adanya buku jurnal kapal, terhadap Nakhoda kapal asing yang tidak dapat berbahasa Indonesia, sesampai dipangkalan/pelabuhan terdekat diberikan penjelasan lengkap dan rinci terkait perkaranya dengan dibantu oleh penterjemah sebelum di lakukan penyidikan lanjutan.
  • 55. 55 3. Tindak lanjut hasil penyelidikan a. Apabila tidak terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang adanya tindak pidana maka : Kapal diijinkan melanjutkan pelayaran, dalam buku Jurnal pelayaran dicatat bahwa telah diadakan pemeriksaan dengan menyebutkan posisi dan waktu, meminta surat secara tertulis kepada nahkoda kapal tentang tidak terjadinya kekerasan, kerusakan dan kehilangan selama pemeriksaan serta pernyataan tidak melakukan gugatan. b. Apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang telah terjadi suatu pelanggaran/tindak pidana : Perwira pemeriksa memberitahu kepada Nakhoda bahwa telah terjadi tindak pidana dan untuk itu kapal akan dibawa kepangkalan/ pelabuhan yang ditentukan, meminta kepada nakhoda kapal untuk memberikan tandatangan pada peta posisi Gambar Situasi Pengejaran dan Penghentian. Kemudian Komandan kapal patroli mengeluarkan surat perintah untuk membawa kapal dan orang ke pangkalan/pelabuhan yang terdekat dan telah ditentukan. Alternatif cara membawa kapal : a. Di Ad hoc (Perintah membawa) 1) Komandan kapal patroli menerbitkan surat perinah ad hoc kepada nachoda/tersangka supaya membawa sendiri kapalnya kepelabuhan sesuai yang diperintahkan. 2) Surat-surat/dokumen, muatan dan benda-benda dipindahkan diamankan di kapal patroli. 3) Perintah Ad hoc hanya diberlakukan terhadap kapal berbendera Indonesia (ABK bukan asing) yang diyakini tidak akan melarikan diri. 4) Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Komandan kapal /nakhoda kapal patroli : Waspadai Kapal tersebut tidak mematuhi perintah ad hoc dan melarikan diri, Waspadai pertukaran Nakhoda kapal yang tidak sesuai sijil. b. Dikawal. 1) Kapal tetap dibawa Nakhoda dan ABK-nya menuju pelabuhan yang dituju. 2) Ditempatkan Tim kawal diatas kapal secara proporsional. 3) Kapal patroli dapat mengawal pada jarak aman. 4) Surat-surat/dokumen kapal/muatan dan benda-benda yang mudah dipindahkan termasuk alat komunikasi diamankan di kapal patroli. 5) Sebagian ABK dari kapal yang dikawal dapat dipindahkan kekapal patroli.
  • 56. 56 c. Digandeng/ditunda/ditarik. 1) Dalam hal kapal mengalami kerusakan dapat dibawa oleh kapal patroli dengan cara digandeng/ditunda/ditarik dengan tetap memperhatikan kesiapan tekhnis dan material kapal patrol. 2) Sebagian ABK dapat dipindahkan kekapal patroli dan menempatkan petugas diatas kapal yang dikawal. 3) Apabila kapal mengalami kerusakan berat dan kemungkinan akan tenggelam serta upaya penyelamatan kapal tidak memungkinkan , maka nachoda dan ABK dipindahkan ke kapal Patroli sebagai upaya pertolongan. 4) Apabila kapal yang digandeng/ditunda/ditarik karena kerusakan beratmengakibatkan tenggelam , harus dibuat berita acara yang berisi tentang posisi dan sebab-sebab tenggelamnya kapal tersebut. d. Penyerahan kepada Pangkalan/Kantor. Pada prinsipnya Komandan Kapal Patroli adalah Penyidik/penyidik pembantu, namun dengan pertimbangan efisiensi waktu penyidikan lanjut diserahkan kepada pangkalan/kantor berwenang tempat dimana kapal akan diperiksa lebih lanjut (penyelidikan lanjutan penyidikan). Setelah kapal sampai dipangkalan/pelabuhan, komandan kapal patroli segera menyerahkan kapal dan muatan, nakhoda dan ABK serta surat-surat/Dokumen kapal/muatan kepada pangkalan dengan dilengkapi (Administrasi Pemeriksaan Kapal) anatara lain adalah sebagai berikut: 1) Laporan kejadian 2) GSPP kapal 3) Pernyataan posisi kapal 4) Surat perintah dan BA riksa kapal 5) Pernyataan hasil pemeriksaan kapal 6) Pernyataan hasil pemeriksaan surat-surat kapal 7) Pernyataan keadaan muatan kapal 8) Pernyataan tidak tersedianya buku jurnal kapal (kalau tidak ada) 9) Surat perintah dan BA membawa kapal dan orang 10) BAP saksi dari Kapal patroli (min 2 orang yang bertugas pada saat itu) 11) BA pengambilan sumpah/janji saksi dari kapal patroli ( min 2 orang yang bertugas pada waktu kejadian dan telah memenuhi syarat untuk diambil sumpah.
  • 57. 57 12) BA serah terima kapal dan perlengkapannya, Nakhoda dan ABK, Dokumen kapal serta Berkas Perkara. e. Penyidikan 1) Pemeriksaan oleh Penyidik di Pangkalan/Kantor Pangkalan/ kantor melakukan pemeriksaan terhadap kapal dan muatan, nakhoda dan ABK serta surat-surat/dokumen kapal/muatan yang diserahkan oleh kapal patroli/instansi lain untuk proses hukum lebih lanjut. 2) Proses Penyidikan. Penyidik segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak kejaksaan, untuk keperluan penyidikan, setelah dilakukan tindakan : Penggeledahan, pemeriksaan saksi, tersangka, penyitaan dan penahanan. 3) Penanganan ABK non Yustisial ABK yang bukan tersangka setelah selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi tidak dilaksanakan penahanan. Prosedur penyelesaian perkara setelah di darat menggunakan hukum acara pidana umum (KUHAP).Tindak pidana di laut tidak mengenal yuridiksi peradilan dan pengadilan yang berwenang mengadili ialah pengadilan yang membawahi pelabuhan dimana kapal tangkapan tersebut diserahkan. Tidak ada keharusan kapal penangkap menyerahkan ke pelabuhan tertentu mengingat di laut tidak mengenal Locus Deliti dan Locus Delitinya adalah seluruh perairan Indonesia. Ketentuan yang ada adalah kapal tangkapan diserahkan ke pangkalan yang terdekatsehingga tidak mengganggu tugas-tugas operasional lainnya kapal patroli Polisi, dan seluruh pengadilan di Indonesia berwenang sehingga diserahkan kemana saja. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Efektifitas penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor hukumnya, aparatnya, sarananya dan masyarakat serta kebudayaannya. b. Tindak pidana di laut merupakan tindak pidana khusus, dalam penanganan perkaranya menggunakan hukum acara tersendiri.
  • 58. 58 c. Tindak pidana di laut dapat bersifat Internasional maupun Nasional dan subyek tindak pidana di laut bersumber dari hukum Internasional. 2. Saran Dalam rangka penegakan hukum di laut agar efektif dan tidak terjadi tumpang tindih serta ego sektoral oleh dinas/instansi pemerintah harus ditingkatkan kerjasama dan profesionalitas penegakan hukum, guna menjamin keamanan dan keselamatan di laut dalam rangka mendukung Indonesia sebagai poros maritim. (by. EBS 7/15)
  • 59. 59 BAB VII PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah dicermati, disusun, dirancang, dan diupayakan penyusunan bahan belajar latihan manajemen kewilayahan untuk para bintara gakkum Polair ini, maka disimpulkan bahwa standar kompetensi untuk lulusannya yang akan diraih dan diharapkan oleh institusi Polri, agar para Bintara Gakkum Polair antara lain adalah sesuai dengan tujuan pelatihan Bintara Gakkum Polair ini yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap perilalu Bintara Polri sehingga memiliki kemampuan dalam melaksanakan penegakkan hukum diperairan melalui mekanisme pelaksanaan patroli perairan, hasil pemeriksaan dokumen dan kapal dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu tindak pidana atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan yang berlaku. Capaian yang demikian tidaklah semudah seperti membalikkan kedua telapak tangan, oleh karena itu perlunya upaya kuat dari semua pihak (lembaga/SPN, siswa, tenaga pendidik) dalam menciptakan situasi dan iklim pembelajaran yang kondusif dan penguasaan materi yang lengkap, situasi kelas yang nyaman, terkini /up to date, terampil dan mumpuni serta profesional dalam memberi pelatihan. B. SARAN Saran perlu disampaikan terkait keinginan pimpinan agar tercipta komunikasi 2(dua) arah antara gadik dan siswa untuk memperoleh kemajuan bersama dalam rangka mendidik dan memajukan personil Polri yang bertugas di kewilayahan. Kemudian terkondisikan suasana belajar mengajar yang nyaman, sesuai dengan kompetensinya. Oleh karena itu disarankan antara lain adalah : 1. Disarankan hanjar pelatihan bintara gakkum Polair yang ada ini menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas para bintara gakkum Polair dan berkelanjutan;
  • 60. 60 2. Disarankan hanjar pelatihan bintara gakkum Polair apabila dirasa perlu untuk mendapatkan muatan yang lebih terkini sekiranya semua pihak membantu memperkaya isi atau muatan keilmuan sehingga penulis bangga hasil karyanya mendapatkan apresiasi dari siapapun. 3. Penguasaan keilmuan yang mendorong agar siswanya terampil dalam mengemban tugas kepolisian terutama ilmu manajemen, kepemimpinan, penguasaan peraturan perundangan adalah urgent dan utama, akan tetap yang paling pokok, prinsip dan terpenting adalah perihal pengendalian diri, berupaya meningkatkan mutu adab, akhlakul karimah/ akhlak yang baik dan terpuji sebagai cerminan aparatur negara yang mencerminkan perilaku Pancasila dan beragama. Artinya negara mengharapkan terbentuk sosok personil Polri yang berakhlak mulia/ terpuji yang memiliki pengetahuan. Demikian Bahan Belajar (Hanjar) bintara gakkum yang perdana ini disusun sebagai pedoman, dengan harapan para bintara gakkum menjadi terpola teliti, praktis, efektif, efisien, dan waspada serta terampil dalam memberikan pelayan dan pengayoman kepada masyarakat sebagaimana yang tertera di dalam peraturan Kapolri yang mengatur tentang manajemen operasional kepolisian dan susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat kepolisian daerah dan , serta bagamana mengelola suatu gangguan kamtibmas dan penanganan permasalahan yang muncul, kemudian melaksanakan penghentian kapal, pemeriksaan kapal dan kelengkapan administrasi pemriksaan secara efektif dan efisien.
  • 61. 61 DAFTAR PUSTAKA Buku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mabes Polri, Jakarta. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah. Mabes Polri, Jakarta. Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo. 2011. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian. Mabes Polri, Jakarta. Kresno Buntoro.2012. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Prospek dan Kendala. Cetakan Pertama. Sekolah Staf dan Komando TNI AL (SESKOAL). Jakarta. Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Cetakan Pertama. Mandar Maju, Bandung. Syahmin A.K., 1988, Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut Internasional(Sekitar Penegakan Hukum di Perairan Yurisdiksi Nasional Indonesia Dewasa Ini). , Binacipta,Bandung. Prijanto, Heru, 2007, Hukum Laut Internasional. , Bayu Media, Malang. Subagyo, P. Joko, 1993, Hukum Laut Indonesia. , Rineka Cipta, Jakarta Blogger Abbas archa, Koresponden : Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Jl Arif Rahman Hakim No. 150 Sukolilo - Surabaya 60111, diunduh hari senin 16 Mei 2016 pkl 11.09 wib JAKARTA(Pos Kota)