1. RESUME EMULSI
TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI II
OLEH :
NAMA
:
Hardiyanti Syarif
NIM
:
70100111031
KELAS
:
Farmasi A2
DOSEN
:
Isriani Ismail, S.Si., M.Si., Apt.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
SAMATA – GOWA
2013
2. RESUME EMULSI
Emulsi adalah gabungan dari dua fase cairan yang tidak saling bercampur,
dimana salah satunya sebagai fase terdispersi (fase internal) yang terdispersi
secara seragam dalam bentuk tetesan – tetesan kecil pada medium pendispersi
(fase eksternal), dan distabilkan dengan emulgator yang cocok.
Tipe-tipe emulsi diantaranya:
1.
Emulsi Tipe O/W
Emulsi ini minyak terdispersi di dalam air. Biasanya digunakan untuk
penggunaan oral karena membran mukosa bersifat hidrofilik sehingga mudah
ditelan.
2.
Emulsi Tipe W/O
Emulsi ini air terdispersi di dalam minyak. Biasanya digunakan untuk
penggunaan topikal karena lapisan kulit terluar pada membran sel bersifat
lipofil sehingga lebih mudah untuk melintasi membran.
3.
Emulsi Ganda (o/w/o atau w/o/w)
Emulsi ini pada umumnya lebih stabil. Emulsi o/w/o melindungi tetes air di
dalam emulsinya, sedangkan w/o/w melindungi tetes minyak di dalam
emulsinya.
Gaya kohesi adalah gaya tarik-menarik anatara molekul-molekul sejenis.
Sedangkan gaya adhesi adalah gaya tarik-menarik anatara molekul-molekul yang
tidak sejenis. Adanya gaya adhesi ini menyebabkan zat cair memiliki tegangan
permukaan.
Teori pembentukan emulsi pada umumnya ada 3, yaitu:
1. Teori tegangan permukaan (surface tension theory)
Tegangan terjadi karena adanya ketidakseimbangan gaya kohesi,
sehingga digunakan surfaktan. Surfaktan ini akan menurunkan tegangan antar
muka kedua cairan dan membantu memecahkan tetes dispersi menjadi tetesan
3. yang kecil, kemudian menyelimuti permukaan tetes tersebut agar susah
bergabung kembali.
2. Teori bentuk baji (oriented-wedge theory)
Menggunakan surfaktan, dimana setiap surfaktan memiliki sisi
hidrofobik dan hidrofilik yang akan mengikat fase air dan fase minyak dalam
cairan tersebut sehingga akhirnya seimbang. Kemudian dalam cairan akan
terbentuk bulatan-bulatan minyak atau air yang dikelilingi oleh zat
pengemulsi.
o/w
w/o
3. Teori plastik (Interfacial film theory)
Terbentuk lapisan tipis oleh pengemulsi yang teradsorpsi dan
mengelilingi tetes terdispersi. Lapisan ini mencegah kontak dan bersatunya
tetes terdispersi. Makin kuat dan plastik lapisan tersebut, maka akan makin
stabil emulsi yang terbentuk. Terdapat 3 jenis lapisan yang terbentuk, yaitu:
a. Lapisan monomolekuler
Satu jenis molekul yang mengelilingi lapisan, sehingga tidak terlalu
stabil karena hanya menggunakan emulgator tunggal.
Film monomolekuler
dapat digambarkan seperti di atas
b. Lapisan Multimolekuler
Dua atau lebih jenis molekul yang mengelilingi lapisan, sehingga
lebih stabil dibandingkan film monomolekuler karena film multimolekuler
menggunakan emulgator ganda. Contoh span (minyak) dan tween (air)
dengan terlebih dahulu menghitung nilai HLB butuhnya, lalu dihitung
persentase emulgator kombinasinya.
4. span
twen
Film multimolekuler
dapat digambarkan seperti di atas
c. Lapisan liat
Zat padat atau serbuk terbagi halus pada permukaan tetes terdispersi.
Terlebih dahulu dipilih emulgator jenis surfaktan untuk menurunkan
tegangan antarmukanya sebelum membuat tetes terdispersi.
dapat digambarkan seperti di atas
Pertimbangan-pertimbangan dalam pembuatan emulsi meliputi:
penurunan tegangan antar muka, pemberian koloid pelindung, pembentukan
potensial zeta, perancangan jenis sedimen, dan pengendalian laju sedimentasi.
Biasanya seorang formulator akan memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan
penggunaan sediaan, jumlah, jenis dan kelarutan emulgator serta rasio/jenis fase
air dan minyak.
Emulsifying agent merupakan zat yang ditambahkan dalam suatu sediaan
emulsi untuk membuat emulsi menjadi lebih stabil. Sebab secara termodinamika
∆F ≠ 0 pada sediaan emulsi, sehingga dengan penambahan zat ini ∆F
0.
Nilai HLB yang tinggi pada suatu sediaan emulsi mengindikasikan bahwa
emulsi lebih bersifat polar/hidrofil (fase airnya lebih banyak). Sedangkan nilai
HLB yang lebih rendah mengindikasikan bahwa emulsi lebih bersifat
nonpolar/lipofil (fase minyaknya lebih banyak).
5. Adapun metode pembuatan emulsi ada 3, yaitu:
1. Metode gom kering (metode kontinental)
Metode ini dikenal dengan metode “4:2:1”, karena 4 bagian minyak
(volume), 2 bagian air, dan 1 bagian gom ditambahkan untuk membuat emulsi
utama atau emulsi awal. Skema pembuatannya sebagai berikut:
4 bagian minyak + 1 bagian air
Digerus homogen dalam mortir
+ 2 bagian air
Gerus terus-menerus dengan cepat hingga terbentuk emulsi utama/corpus
(ditandai terbentuk krim putih susu&bunyi „krek‟ pada pergerakan stamper)
Bahan tambahan lain yang larut air sebagai fase luar
ditambahkan perlahan dengan pengadukan
dicukupkan dalam gelas ukur sesuai volume perencanaan
dituang ke dalam wadah
2. Metode gom basah (metode Inggris)
Metode ini cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat
kental. Proporsi minyak, air, dan gom sama dengan metode gom kering, namun
urutan pencampurannya berbeda dan perbandingan bahan-bahannya bisa
bervariasi selama pembuatan emulsi primer. Skema pembuatannya sebagai
berikut:
haluskan granular gom dengan
air 2 kali beratnya dalam mortir
terbentuk mucilago gom
6. + Minyak perlahan ke dalam mucilago
gerus terus-menerus hingga minyak teremulsi
Campuran harus kental
Bahan tambahan lain yang larut air sebagai fase luar
ditambahkan perlahan dengan pengadukan
dicukupkan dalam gelas ukur sesuai volume perencanaan
dituang ke dalam wadah
3. Metode Botol (metode botol Forbes)
Metode ini biasanya digunakan untuk bahan-bahan seperti minyak menguap
atau zat-zat bersifat minyak dengan viskositas yang rendah. Tetapi tidak cocok
untuk mengemulsikan minyak-minyak yang kental. Skema pembuatannya
sebagai berikut:
Serbuk gom arab diisikan ke dalam botol kering
+ air 2 kali bobot gom
dikocok kuat dengan mulut botol tertutup.
dimasukkan volume air yang sama banyak dengan minyak
dilakukan berulang-ulang, sedikit demi sedikit
dan terus dikocok hingga minyak habis
terbentuk emulsi utama
diencerkan hingga volume yang direncanakan dengan air
dan campuran zat-zat tambahan lainnya
7. Misel adalah agregat surfaktan. Jadi suatu misel dapat terbentuk hanya jika
terjadi penambahan surfaktan. Untuk membuat emulsi dengan surfaktan, harus
dicapai CMC (critical micelle concentration) agar dapat terbentuk misel. Hal ini
berhubungan dengan tegangan muka, dimana
mencapai CMC maka
. Jadi, apabila
sudah
akan konstan atau tidak berubah lagi. Kecuali jika
diganggu/dipengaruhi, misalnya dengan pemanasan. Dapat dilihat pada grafik
berikut:
Kerusakan-kerusakan atau destabilitasasi pada sediaan emulsi, yaitu:
1. Flokulasi
Disebabkan oleh potensial zeta. Karena muatannya sejenis, maka hanya
terjadi gaya tolakan. Ikatan paling luar sudah lemah, sehingga tolakannya pun
melemah. Hal ini menyebabkan partikel-partikel zat berdekatan atau tampak
melekat. Keadaan ini cukup berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya
koaselensi dan lama-kelamaan akan rusak, sehingga harus ditambahkan koloid
pelindung(mucilago). Jadi meskipun partikel berlekatan, mudah berpisah
kembali atau tidak koaselens.
Emulsi segar
flokulasi
8. 2. Inversi fase
Terjadi perubahan tipe emulsi dari emulsi yang sebelumnya dibuat.
Misalnya, dari tipe o/w ke w/o atau sebaliknya. Hal ini terjadi karena jumlah
fase air dan fase minyak hampir sama, sehingga dapat distabilkan tetesannya
dengan penambahan surfaktan ataupun emulgator lainnya.
Emulsi segar
terinversi
3. Koalensens
Terjadi karena molekul sejenis yang berdekatan lama-kelamaan
bergabung. Maka ditambahkan koloid pelindung dari surfaktan agar dapat
melapisi dua molekul-molekul tersebut. Jadi surfaktan tidak sebatas mencapai
CMC saja.
Emulsi segar
Koaselense
4. Ostwald ripening
Kerusakan ini sebenarnya jalan menuju koalesense, dan lama-kelamaan
menjadi koalesens. Kerusakan ini dapat terjadi karena ukuran partikel zat yang
terlalu kecil. Dimana flokulat tidak kuat ikatannya sehingga terjadi koalesens.
Emulsi segar
ostwald ripening
9. 5. Creaming
Sebenarnya bukan kerusakan pada emulsi, tetapi hanya dari segi
estetikanya. Oleh karena itu wadah yang dibutuhkan adalah wadah gelap.
Namun pada sediaan obat emulsi, creaming ini dapat berbahaya jika tidak
dikocok kuat saat akan digunakan karena dapat mempengaruhi ketepatan dosis
obat. Adapun kerusakan ini berdasarkan hukum stokes, yaitu:
V=
atau V =
Semakin besar perbedaan kerapatan antar fase, peningkatan diameter fase
terdispersi akibat flokulasi, dan peningkatan gaya grafitasi dengan sentrifugasi,
akan meningkatkan kecepatan creaming. Untuk mengurangi kecepatan
creaming, maka faktor-faktor dalam persamaan Stokes dapat diubah.
Perlambatan creaming dapat tercapai dengan meningkatkan viskositas fase,
pengecilan ukuran tetes dispersi dan peningkatan kerapatan fase minyak.
Kerapatan fase minyak dapat ditingkatkan dengan menambahkan zat-zat
yang larut dalam minyak. Kekentalannya fase kontinyu dapat dilakukan dengan
penambahan suatu hidrokoloid seperti CMC, tragakan atau Na alginat tetapi
harus diperhitungkan dalam penggunaanya
Emulsi segar
creaming