1. Anti Corruption and
Good Governance
Oleh
Dadang Solihin
Disampaikan pada Diskusi Dua-Mingguan
Sekretariat Pengembangan Public Good
Governance Bappenas
Jakarta, 24 Agustus 2000
BAPPENAS
3. Materi
Good Governance
Korupsi?
Tipologi Korupsi
Penelitian Empirik
Kasus Korupsi di Indonesia
Korupsi Pada Jajaran Pegawai Negeri
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional
Pendekatan Perumusan Strategi
Kesimpulan
dadang-solihin.blogspot.co.id 3
4. Good Governance
Troika yang ditarik oleh tiga ekor kuda: negara,
pasar, dan masyarakat.
Negara memainkan peran yang sangat terbatas
dalam pengelolaan ekonomi.
Peran institusi pasar sangat dominan sedangkan
peran institusi negara semakin mengecil.
dadang-solihin.blogspot.co.id 4
5. Good Governance (MTI)
transparansi (transparency),
pertanggungjawaban (accountability),
kewajaran atau kesetaraan (fairness),
kesinambungan (sustainability).
dadang-solihin.blogspot.co.id 5
6. Transparansi
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup,
akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses
pembentukannya.
Dengan ketersediaan informasi seperti ini, masyarakat dapat
ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang
muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat,
serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang
hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat
saja secara tidak proporsional.
Dalam kerangka ini, maka peranan parlemen sebagai lembaga
perwakilan rakyat menjadi penting, demikian pula dengan
pers, yang menjadi jembatan informasi antara elit kekuasaan
dan masyarakat.
dadang-solihin.blogspot.co.id 6
7. Akuntabilitas
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada
berbagai lembaga pemerintah, sehingga mengurangi
penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi
saling mengawasi (check and balance system).
Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif
(presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan
system peradilan), serta legislatif (MPR dan DPR).
Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan
ini menempatkannya sebagai pilar keempat.
dadang-solihin.blogspot.co.id 7
8. Kewajaran atau kesetaraan
Kewajaran atau kesetaraan bermakna memberikan
kesempatan yang sama bagi semua kelompok
masyarakat untuk ambil bagian dalam pengambilan
keputusan publik.
dadang-solihin.blogspot.co.id 8
9. Kesinambungan
Penerapan prinsip-prinsip Good Governance
dipercaya akan menciptakan kesinambungan
pemerintahan yang baik, siapapun yang berkuasa.
dadang-solihin.blogspot.co.id 9
12. Transactive corruption
Adanya kesepakatan timbal balik antara pihak
pemberi dan pihak penerima demi keuntungan
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan
tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.
Korupsi jenis ini biasanya melibatkan dunia usaha
dan pemerintah atau masyarakat dan pemerintah.
dadang-solihin.blogspot.co.id 12
13. Exortive corruption
Jenis korupsi di mana pihak pemberi dipaksa untuk
menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya, atau orang-
orang dan hal-hal yang dihargainya.
dadang-solihin.blogspot.co.id 13
14. Investive corruption
Pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian
langsung dengan keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di
masa yang akan datang.
dadang-solihin.blogspot.co.id 14
15. Nepotistic corruption
Penunjukkan yang tidak sah terhadap teman atau
sanak saudara untuk memegang jabatan dalam
pemerintahan, atau tindakan yang memberikan
perlakuan yang mengutamakan, dalam bentuk uang
atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara
bertentangan dengan norma dan peraturan yang
berlaku.
dadang-solihin.blogspot.co.id 15
16. Defensive corruption
Perilaku korban korupsi dengan pemerasan.
Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan
diri.
dadang-solihin.blogspot.co.id 16
17. Autogenic corruption
Korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan
pelakunya hanya seorang diri.
Misalnya pembuatan laporan keuangan yang tidak
benar.
dadang-solihin.blogspot.co.id 17
18. Supportive corruption
Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk melindungi
atau memperkuat korupsi yang sudah ada.
Misalnya menyewa preman untuk berbuat jahat,
menghambat pejabat yang jujur dan cakap agar
tidak menduduki jabatan tertentu, dsb.
dadang-solihin.blogspot.co.id 18
20. Gunnar Myrdal (1968)
“Although corruption is very much issue in the public
debate in all South Asian countries, ... , it is almost
taboo as a research topic and is rarely mentioned in
scholarly discussions of the problems of government
and planning”.
dadang-solihin.blogspot.co.id 20
21. Mauro (1995)
Menganalisa satu set data terbaru yang berisi indek subjektif
korupsi, besarnya red tape, efisiensi sistem hukum, dan
berbagai kategori stabilitas politik negara-negara secara cross
section.
Menurut analisanya, korupsi terbukti menurunkan investasi,
oleh karena itu menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Hasilnya adalah kuat mengontrol endogenitas dengan
mempergunakan index ethnolinguistic fractionalization sebagai
instrumen.
dadang-solihin.blogspot.co.id 21
22. Shleifer dan Vishny (1993)
Struktur kelembagaan pemerintah dan proses politik adalah
sangat penting dalam menentukan tingkat korupsi, khususnya
pemerintahan yang lemah yang tidak mengontrol badan-
badannya mengalami tingkat korupsi yang sangat tinggi.
Ilegalnya korupsi dan kebutuhan akan kerahasiahan
membuatnya makin menyimpang dan mahal dibanding pajak.
Hasilnya dapat dijelaskan mengapa di beberapa negara
berkembang korupsi sangatlah tinggi intensitasnya, dan
sangat mahal membebani pembangunan.
dadang-solihin.blogspot.co.id 22
23. Busse (1996)
Mengembangkan "Market Discipline Corruption Model"
(MDCM), di mana didapati hubungan yang signifikan antara
terbongkarnya korupsi dan FDI dari negara yang diteliti.
Peramal untuk MDCM sudah dikembangkan melalui informasi
yang didapat dari survey yang melibatkan 53 orang yang
terlibat dalam bisnis internasional.
Temuan survey menegaskan ranking terakhir yang
dipublikasikan mengenai tingkat korupsi di seluruh dunia.
Survey ini mengungkapkan hubungan antara ukuran bisnis,
area fungsional, dan negara dimana bisnis dijalankan dan
persepsi mengenai korupsi.
dadang-solihin.blogspot.co.id 23
24. Glynn, dkk (1999)
Menganalisa bahwa di negara-negara yang tengah mengalami
masa transisi dari pemerintah otoriter kepada demokrasi dan
ekonomi pasar, maka akibat-akibat korupsi dapat menjadi
lebih rumit.
Korupsi telah didesentralisasikan, suap yang tadinya
dibayarkan di tingkat federal, kini dibayarkan kepada pejabat
pemerintah negara bagian.
dadang-solihin.blogspot.co.id 24
25. Ackerman (1999)
Korupsi terjadi di perbatasan antara sektor pemerintah dan
sektor swasta. Apabila seorang pejabat pemerintah memiliki
kekuasaan penuh terhadap pendistribusian keuntungan atau
biaya kepada sektor swasta, maka terciptalah suatu insentif
untuk penyuapan.
Jadi korupsi tergantung kepada besarnya keuntungan dan
biaya yang berada di bawah pengendalian pejabat pemerintah.
dadang-solihin.blogspot.co.id 25
26. Johston (1999)
Korupsi cenderung menyertai perubahan politik dan ekonomi
yang cepat.
Definisi korupsi pada umumnya sebagai suatu
penyalahgunaan peranan atau sumber daya publik, atau
menggunakan bentuk-bentuk pengaruh politik secara tidak sah
oleh pihak publik atau swasta.
dadang-solihin.blogspot.co.id 26
27. Kasus Korupsi di
Indonesia
• 30% dari APBN?
• Kesenjangan ekonomi
• Distribusi hasil-hasil pembangunan
• High Cost Economy
• Inefisiensi
• Pertumbuhan ekonomi
• Kehidupan bernegara
dadang-solihin.blogspot.co.id 27
28. Kasus Korupsi di Indonesia
Sumitro (1996): Korupsi telah menggerogoti APBN)lebih dari
30% setiap tahunnya.
Singgih (1997): Dalam kasus Indonesia terbukti bahwa korupsi
dapat memperluas jurang kaya dan miskin serta dapat
menghambat pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan.
Korupsi bahkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,
merusak tatanan masyarakat serta merusak kehidupan
negara.
dadang-solihin.blogspot.co.id 28
29. Wibisono (1997)
Yang melemahkan daya saing Indonesia adalah high cost
economy yang bersumber dari korupsi dan kolusi, sehingga
akan selalu membebani daya saing produk Indonesia di pasar
global.
Black economy yang sekarang membelit perkonomian
sehingga biaya per unit produk lebih mahal dari negara lain
yang juga mengalami korupsi, akan terbukti pada hasil
akhirnya, yaitu kemampuan barang dan jasa Indoneisa dibeli
oleh dunia luar.
Jika high cost mengakibatkan pabrik kita menjual barang di
pasar domestik lebih tinggi, karena pungutan pelbagai oknum
aparat birokrasi untuk membiayai kepentingan pribadi maupun
hura-hura hari-hari peringatan yang butuh biaya ekstra, maka
tentu saja biaya itu akan tetap terpantau dari harga jual di
pasar domestik.
dadang-solihin.blogspot.co.id 29
30. Kwik Kian Gie (1997)
Hampir semua masalah ekonomi nasional selalu berakar pada
rendahnya efisiensi. Ini disebabkan struktur pembiayaan
produksi yang amat terbebani oleh korupsi, biaya kolusi, pungli
dan sebagainya.
Defisit neraca transaksi berjalan yang besar, yang mendorong
devaluasi rupiah juga berakar dari ekonomi biaya tinggi dan
korupsi.
dadang-solihin.blogspot.co.id 30
31. Sukardi (1997)
Yang menjadi masalah bagi para investor dan pengusaha
asing adalah adanya ketidakpastian di negara di mana mereka
melakukan aktivitas bisnis sebab mereka tidak mungkin
membuat perencanaan bisnis atas dasar ketidakpastian.
Kalau korupsi sudah bersifat endemik, maka yang dijadikan
komoditas itu adalah perizinan, dimana korupsi ini akan
semakin banyak manakala birokrasi kita semakin besar dan
membengkak, karena pemerintah akan membuat banyak
sekali bentuk perizinan. Parahnya lagi, di Indonesia yang
namanya izin itu bisa dirubah setiap saat.
dadang-solihin.blogspot.co.id 31
32. Saefuddin (1997)
Implikasi korupsi terhadap pembangunan sangatlah tidak
efisien. Tingkat inefisiensi tersebut mengakibatkan incremental
capital output ratio (ICOR) Indonesia di bawah ideal.
Untuk masa Pelita lV dan V, nilai ICOR itu sekitar 5. Kisaran
angka ini merupakan gambaran perbandingan bahwa dengan
rata-rata investasi per tahun 33,4% dan laju pertumbuhan
6,8%, maka angka ICOR-nya 4,9. Jika angka ICOR ditekan
menjadi 3,5, maka tingkat pertumbuhan ekonomi bukan sekitar
7%, melainkan harus sekitar 10%.
Baik angka 3,5 maupun 5 untuk ICOR tersebut, yang jelas kita
dapat menegaskan bahwa ICOR setingkat itu tergolong tinggi.
Hal ini menggambarkan ekonomi biaya tinggi dan ketaktepatan
aplikasi pembangunan karena tergerogoti korupsi dan
penyalahgunaan wewenang lainnya.
dadang-solihin.blogspot.co.id 32
33. Winters (1995)
Dampak korupsi terhadap laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia sangatlah nyata. 35 tahun yang lalu Pendapatan
Nasional Bruto (PNB) perkapita Indonesia kurang lebih sama
dengan PNB perkapita Taiwan dan Korea Selatan.
Namun saat ini PNB perkapita dari ketiga negara tersebut
sangatlah berbeda, dimana pada tahun 1970-an PNB
perkapita Taiwan dan Korea Selatan mulai meningkat dengan
sangat tajam, sementara PNB perkapita Indonesia hanya
meningkat sedikit hampir mendatar sampai tahun 1990-an.
dadang-solihin.blogspot.co.id 33
34. Solihin (1996)
Apabila Indonesia dapat memperbaiki kinerja
efisiensi birokrasinya sampai seperti kinerja
birokrasi Singapura, maka rasio investasi Indonesia
akan naik sebesar hampir 18%, dan laju
pertumbuhan PNB perkapita akan naik sebesar
hampir 4,7%.
dadang-solihin.blogspot.co.id 34
35. Korupsi pada Jajaran PNS + ABRI
• Tribalism:
– Ikatan kekeluargaan/kedaerahan
– College Tribalism,
– Organizational Tribalism,
– Institutional Tribalism.
Sate Business Management
Multi Fungsi
dadang-solihin.blogspot.co.id 35
36. Ikatan kekeluargaan
Ikatan kekeluargaan merupakan bentuk nepotisme yang
paling sederhana, karena mudah dikenali. Hal ini terjadi
karena biasanya ikatan kekeluargaan tercermin dari kesamaan
nama belakang atau kemiripan wajah.
Memang menarik apabila diperhatikan di jajaran pegawai
negeri, terutama di kantor Pemda, banyak yang memiliki wajah
yang mirip serta nama belakang yang sama. Mereka memang
dalam kehidupan sebagai rakyat biasa adalah bersaudara.
dadang-solihin.blogspot.co.id 36
37. Ikatan kekeluargaan (2)
Lebih luas dari ikatan kekeluargaan ini adalah adanya
fenomena pegawai suatu instansi yang berasal dari suku atau
suatu daerah tertentu.
Sebagai contoh fenomena yang terjadi di kantor Pemda DKI.
Walaupun berganti-ganti gubernur, tetapi para pejabat
terasnya biasanya berasal dari suatu daerah yang dikenal
dengan sebutan Babi Kuning, yaitu dari daerah Batak, Bima,
dan Kuningan.
Atau fenomena “pen-Jabar-an” di kantor Depdagri pada waktu
menterinya berasal dari Jawa Barat.
Contoh lain adalah fenomena SDM (Semua Dari Makassar)
pada saat presiden Indonesia adalah putera daerah Sulawesi
Selatan. Dan masih banyak contoh lainnya.
dadang-solihin.blogspot.co.id 37
38. College Tribalism
College Tribalism adalah bentuk nepotisme yang biasanya
terjadi bilamana para pelakunya alumni dari perguruan tinggi
atau jurusan yang sama.
Tidaklah aneh ketika pimpinan suatu unit kerja adalah alumni
suatu perguruan tinggi atau jurusan tertentu, maka mereka
akan merekrut sebagian besar stafnya dari alumni perguruan
tinggi atau jurusan yang sama.
Bahkan, lebih jauh lagi, counterpart di instansi teknis, serta
rekanannya juga diatur sedemikian rupa sehingga merupakan
rombongan dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama.
dadang-solihin.blogspot.co.id 38
39. Organizational Tribalism
Organizational Tribalism adalah bentuk nepotisme dimana
para pelakunya adalah sama-sama anggota suatu organisasi,
seperti partai politik, organisasi profesi, organisasi pemuda, dll.
Bentuk nepotisme ini akan menjadi sangat berbahaya apabila
mereka memiliki misi untuk memperjuangkan suatu
kepentingan politik. Hal ini akan menyebabkan pegawai negeri
menjadi orang-orang partisan.
Patut disadari bahwa korupsi untuk membiayai kepentingan
politik memerlukan biaya yang sangat besar.
dadang-solihin.blogspot.co.id 39
40. Institutional Tribalism
Institutional Tribalism adalah bentuk nepotisme dimana para
pelakunya adalah berasal dari instansi yang sama di luar
instansinya saat ini.
Biasanya seorang pimpinan yang berasal dari instansi lain
akan membawa pegawai yang datang secara bergerombol
maupun bertahap.
Bentuk nepotisme ini juga dicirikan dengan masih kentalnya
ikatan pegawai instansi tersebut dengan instansi asalnya.
dadang-solihin.blogspot.co.id 40
41. Sate Business Management
Manajemen tukang sate adalah suatu bentuk kolusi yang agak
sulit untuk dibuktikan, tapi sangat terasa keberadaannya di
jajaran pegawai negeri. Jenis kolusi ini diibaratkan tukang sate
yang membeli ayam sendiri, mencabuti bulunya, memotong
daging, menusuk, memanggang, lalu menjual satenya sendiri,
dan malah pembelinya adalah saudaranya atau temannya
sendiri.
Dalam prakteknya, modus operandi ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Seorang pegawai negeri pada instansi
perencanaan yang dapat bekerja sama dengan departemen
teknis, Departemen Keuangan, dan pengusaha
(rekanan/konsultan) dapat membentuk semacam jaringan
yang sangat solid untuk keuntungan kelompok tersebut.
Seluruh rangkaian proses pembangunan dari hulu sampai ke
hilir diusahakan ada pada kendali kelompoknya.
dadang-solihin.blogspot.co.id 41
42. Sate Business Management (2)
Berbagai macam rapat, koordinasi instansi terkait,
perencanaan top-down dan bottom-up, pembentukan tim, serta
penyusunan agenda ini dan itu sebetulnya hanyalah
pertemuan di antara anggota kelompok mereka dalam rangka
“mengawal” proyeknya.
Akhir dari cerita, pelaksanaan kegiatan itu akan dikerjakan
oleh rekanan yang masih dalam jaringan mereka.
Inilah si tukang sate. Dia bersama jaringannya bisa
melaksanakan setiap langkah mulai dari tahap paling awal
perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan.
dadang-solihin.blogspot.co.id 42
43. Multi Fungsi
Adanya resistensi masyarakat terhadap dwi fungsi ABRI
adalah suatu kenyataan. Padahal apa yang terjadi pada
jajaran pegawai negeri bukan hanya dwi fungsi, melainkan
multi fungsi.
Beberapa pejabat tinggi ternyata bukan hanya sebagai pejabat
pada instansi tersebut, tetapi juga merangkap sebagai dosen,
komisaris di BUMN, pengusaha di perusahaan swasta,
konsultan, serta jualan sate.
Tentu saja deretan multi fungsi tersebut akan bertambah
panjang apabila pejabat tersebut juga adalah anggota ABRI
yang masih aktif, padahal lapangan kerja yang tersedia untuk
menyerap tenaga kerja sangatlah terbatas di negeri ini.
dadang-solihin.blogspot.co.id 43
44. Strategi Pemberantasan
Korupsi Nasional
1. Adanya komitmen politik nasional untuk
memberantas korupsi.
2. Adanya sejumlah aktivitas yang dapat dilihat oleh
masyarakat luas sebagai entry-point
dadang-solihin.blogspot.co.id 44
45. Pendekatan Perumusan Strategi
Preventif
Posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi
Detektif
Posisi perbuatan korupsi terjadi, upaya
mengidentifikasi atau mendeteksi terjadinya
korupsi
Represif
Posisi setelah perbuatan korupsi terjadi, upaya
untuk meyelesaikannya secara hukum
dadang-solihin.blogspot.co.id 45
46. Kesimpulan
Korupsi sangat dinamis, maka penanganannya
harus inovatif.
Korupsi berdampak negatif terhadap
pembangunan nasional.
Kleptokrasi membuka peluang untuk melakukan
praktek korupsi.
Fenomena tribalisme sangat menonjol di jajaran
pegawai negeri.
dadang-solihin.blogspot.co.id 46