SlideShare a Scribd company logo
1 of 64
DISTRIBUSI TEGANGAN DI
SEKITAR TEROWONGAN
Pendahuluan
• Massa batuan pada lokasi yang dalam akan
mengalami tegangan in situ yang dihasilkan oleh:
o berat tanah/batuan yang ada di atasnya (gravitational stress),
o tegangan akibat peristiwa tektonik (tectonic stress),
o tegangan sisa (residual stress).
Pendahuluan
• Jika sebuah lubang bukaan bawah tanah dibuat
pada massa batuan ini:
o kondisi tegangan secara lokal akan berubah,
o kondisi tegangan baru akan dialami oleh massa batuan di sekitar lubang
bukaan tersebut.
Pendahuluan
• Pemahaman mengenai besar dan arah tegangan
in situ dan tegangan terinduksi ini merupakan
bagian penting dalam perancangan lubang
bukaan bawah tanah.
• Dalam banyak kasus, tegangan terinduksi ini
akan melampaui kekuatan massa batuan dan
menyebabkan ketidakmantapan lubang bukaan
bawah tanah.
Tegangan Induced
Sebelum penggalian dilakukan, massa batuan berada dalam kondisi
setimbang, dan setelah penggalian dilakukan, kesetimbangan tersebut
menjadi terganggu dan dapat mengubah distribusi tegangan awal. Untuk
mengetahui distribusi tegangan di sekitar terowongan dapat digunakan
persamaan Kirsch (1898).
Tegangan Awal - 3 Macam
• Tegangan gravitasi (gravitational stress) yang terjadi karena
berat dari tanah atau batuan yang berada di atasnya
(overburden).
• Tegangan tektonik (tectonic stress) terjadi akibat geseran-
geseran pada kulit bumi yang terjadi pada waktu yang
lampau maupun saat ini, seperti pada saat terjadi sesar dan
lain-lain.
• Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang masih
tersisa, walaupun penyebab tegangan tersebut sudah hilang
yang berupa panas ataupun pembengkakan pada kulit bumi.
Tegangan Insitu
• Penyelesaian masalah kestabilan terowongan yang biasa
dilakukan adalah berdasarkan hasil pengujian di laboratorium
dan dengan melakukan perhitungan secara teoritis.
• Secara teoritis tegangan vertikal pada kedalaman tertentu (z
meter) adalah sama dengan berat per satuan luas dari batuan
yang ada di atasnya, yang dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut.
• s = r g z
• r = bobot isi batuan (ton/m3)
• g = percepatan gravitasi (m/det2)
Tegangan Insitu
• Pendekatan ini secara umum dapat digunakan.
• Pengukuran tegangan insitu di beberapa lokasi baik tambang
maupun sipil (Hoek & Brown, 1980) menunjukkan bahwa besar
tegangan vertikal dapat didekati dengan persamaan.
• Pendekatan teoritis untuk tegangan horisontal lebih sulit
dilakukan daripada tegangan vertikal, namun tegangan horisontal
pada beberapa kondisi dapat dinyatakan berikut
• sH = sv k = k . g . z
• g = r.g
• k = perbandingan antara tegangan horisontal terhadap tegangan
vertikal.
Tegangan Insitu
• Terzaghi dan Richart (1952) menyatakan bahwa untuk beban
gravitasi di mana tidak terjadi regangan dalam arah lateral, nilai k
tidak bergantung pada kedalaman tetapi dinyatakan sebagai k =
n/(1-n), dengan n = nisbah Poisson massa batuan.
• Dengan menggunakan pendekatan ini nilai tegangan horisontal
yang diperoleh akan selalu lebih kecil daripada tegangan vertikal.
• Banyak pengukuran tegangan insitu menunjukkan bahwa nilai
tegangan horisontal tidak selalu lebih kecil dari tegangan
vertikalnya.
• Sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan ini terbukti tidak valid
lagi.
Tegangan Insitu
Macam Tegangan Insitu
Herget (1988) menyatakan bahwa menurut asal mulanya
tegangan dalam batuan dibagi menjadi 2, yaitu
o tegangan alamiah (natural stresses) dan
o tegangan terganggu (induced stresses) .
Tegangan In Situ Vertikal
• Perhatikan sebuah elemen batuan pada
kedalaman 1000 m di bawah permukaan.
• Berat dari kolom vertikal batuan yang
membebani elemen ini merupakan hasil
perkalian antara:
o kedalaman, dan
o berat satuan massa batuan di atasnya (umumnya diasumsikan sekitar 2.7
t/m3 ~ 0.027MN/m3).
• Jadi, tegangan in situ vertikal yang dialami oleh
elemen adalah 2700 t/m2 atau 27 MPa.
Tegangan In Situ Vertikal
• Tegangan ini dapat diperkirakan dari hubungan
sederhana:
sv = g. z ~ 0.027 z
o sv = tegangan in situ vertikal
o g = berat satuan massa batuan di atas elemen
o z = kedalam dari permukaan
• Pengukuran tegangan in situ vertikal di sejumlah
tambang dan konstruksi sipil menunjukkan
bahwa hubungan ini cukup valid, meskipun
terdapat penyebaran data yang cukup besar.
Tegangan In Situ Vertikal
Tegangan In Situ
Horisontal
• Tegangan in situ horisontal jauh lebih sulit untuk
diperkirakan dibandingkan dengan tegangan in situ
vertikal.
• Biasanya, rasio tegangan in situ horisontal terhadap
tegangan in situ vertikal dinyatakan dengan k,
sehingga:
sh = k.sv
Tegangan In Situ
Horisontal
• Terzaghi and Richart (1952) mengusulkan bahwa:
n = Poisson’s ratio
Hubungan ini sempat dipakai secara luas, tetapi
telah dibuktikan tidak akurat, sehingga jarang
dipakai lagi sekarang.
n
n


1
k
Tegangan In Situ
Horisontal
• Pengukuran tegangan in situ horisontal pada
beberapa tambang dan proyek sipil di seluruh
dunia (Brown and Hoek, 1978; Herget, 1988)
menunjukkan bahwa:
k cenderung tinggi pada kedalaman dangkal,
dan menurun dengan bertambahnya
kedalaman.
Tegangan In Situ
Horisontal
• Sheorey (1994) mengusulkan persamaan:
o Eh = Modulus deformasi bagian atas dari kulit bumi yang diukur pada arah
horisontal dalam GPa
o z= kedalaman dalam m
)
z
1
(0.001E70.25k h 
Tegangan In Situ
Horisontal
Distribusi Tegangan Sebelum Dibuat
Terowongan
• Dibuatnya sebuah atau beberapa terowongan di bawah tanah
akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan (stress
distribution) di bawah tanah, terutama di dekat terowongan-
terowongan tersebut.
• Sebelum terowongan dibuat, pada titik-titik di dalam massa
batuan bekerja tegangan mula-mula (initial stress).
• Tegangan mula-mula ini sukar diketahui secara tepat), baik
besarnya maupun arahnya.
• Baru sekitar 20 tahun yang lalu dengan cara pengukuran
tegangan in-situ dapat diketahui lebih banyak mengenai
tegangan mula-mula ini.
Tegangan Alamiah
Tegangan alamiah merupakan tegangan dalam massa batuan sebelum
penggalian dilakukan. Tegangan alamiah dapat terdiri dari beberapa macam
seperti tegangan gravitasi, tegangan tektonik, tegangan sisa dan tegangan termal.
Tegangan gravitasi
 Tegangan gravitasi terjadi karena beban batuan yang ada di atasnya dan komponen
vertikal dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan (II.6). Sedangkan komponen
horisontal, jika material diasumsikan elastik dan tidak ada pergerakan secara horisontal,
maka komponen ini dapat dihitung dengan persamaan (II.7)
Tegangan tektonik
 Pergerakan dalam kerak bumi terjadi secara kontinyu, seperti peristiwa seismik,
pergerakan lempeng dan pergerakan karena perbedaan panas antara inti bumi dan kerak.
Tegangan tektonik sangat sulit diperkirakan baik besar maupun arahnya, hanya pada
umumnya lebih besar daripada tegangan vertikalnya.
Tegangan sisa
 Tegangan yang masih ada di dalam batuan meskipun penyebab tegangan tersebut sudah
tidak ada. Sebagai contoh, pada Gambar II.5.a. menggambarkan kondisi tegangan pada
saat bidang lemah belum bergerak. Sedangkan Gambar II.5.b. menyatakan kondisi
tegangan sisa setelah terjadi proses pergerakan bidang lemah tersebut.
Tegangan termal
 Tegangan termal terjadi karena pemanasan atau pendinginan batuan dan terjadi di dekat
permukaan yang terkena panas matahari atau sebagai hasil pemanasan bagian dalam
bumi karena bahan-bahan radioaktif atau proses geologi lainnya.
Tegangan Induced
• Tegangan induced terjadi karena aktivitas penggalian dan
menjadi perhatian utama dalam rancangan penggalian bawah
tanah.
• Distribusi tegangan di dinding terowongan berbeda dari
tegangan sebelum batuan digali.
• Jika suatu penggalian dilakukan, batuan yang tidak tergali
menerima beban lebih besar daripada saat sebelum digali
karena bagian yang harus menerima beban tersebut telah
hilang.
Tegangan Induced
Sebelum penggalian dilakukan, massa batuan berada dalam kondisi
setimbang, dan setelah penggalian dilakukan, kesetimbangan tersebut
menjadi terganggu dan dapat mengubah distribusi tegangan awal. Untuk
mengetahui distribusi tegangan di sekitar terowongan dapat digunakan
persamaan Kirsch (1898).
Tegangan Tangensial & Radial
r
q
R
sq
sr
trq
sq
q
sq
Near & Far Field Zone
• Berdasarkan pengaruh lubang bukaan, kondisi tegangan dapat
dibedakan dalam dua daerah, yaitu near field zone dan far field
zone.
• Dari persamaan Kirsch (1898), dapat diketahui bahwa untuk k = 1
near field zone terjadi pada daerah dengan jarak hingga 5 R,
sedangkan far field zone terjadi di daerah yang berjarak lebih besar
daripada 5 R
• Dapat dikatakan bahwa tegangan yang terjadi pada near field zone
merupakan tegangan induced, dan tegangan yang terjadi pada far
field zone merupakan tegangan asli.
Near & Far Field Zone
1 2 3 4 5
1
2
R
r/R
s/so
sq/s0
sr/s0
Tegangan Gravitasi
• Jika tegangan tektonik dan tegangan sisa tidak ada atau dapat
diabaikan karena kecilnya pada suatu daerah yang akan dibuat
terowongan maka tegangan mula-mula hanya berupa tegangan
gravitasi yang dapat dihitung secara teoritis sebagai berat
persatuan luas dari tanah/batu yang terdapat di atasnya,
• so = gH
• so = tegangan mula-mula
• g = bobot isi tanah/batu di atasnya
• H = jarak dari permukaan tanah
Distribusi Tegangan Di Sekitar
Terowongan Untuk Keadaan Ideal
• Untuk memudahkan perhitungan distribusi tegangan disekitar
terowongan maka digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
• Geometri dari terowongan
 Penampang terowongan merupakan sebuah lingkaran dengan jari- jari R.
 Terowongan berada pada bidang horisontal.
 Terowongan terletak pada kedalaman H >> R (H > 20 R).
 Terowongan sangat panjang, sehingga dapat digunakan hipotesa regangan
bidang (plane strain).
• Keadaan batuan.
 Kontinu.
 Homogen.
 Isotrop.
• Keadaan tegangan mula-mula (initial stress) hidrostatik.
 so = gH
 Symmetrical revolution di sekeliling 0z
Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref.
AUSTRALIA
1 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chi oritic slate 360 16.6 1.46 78
2 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 360 8.0 1.30 78
3 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 540 15.2 1.70 78
4 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 330 10.0 1.40 78
5 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 455 11.0 1.90 78
6 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 245 8.4 2.10 78
7 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 633 13.7 2.00 78
8 NBHC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 1022 6.2 1.66 78
9 NBHC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 668 13.8 1.17 78
10 NBHC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 668 4.8 2.73 78
11 NBHC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 570 15.9 1.32 78
12 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 818 20.0 1.07 78
13 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 818 26.9 1.17 78
14 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 915 13.1 1.29 78
15 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 915 21.4
0.97
.
78
Hasil Uji Tegangan Insitu-1
Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref.
AUSTRALIA
16 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 766 9.7 1.85 78
17 ZC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 570 14.7 1.43 78
18 ZC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 570 12.7 2.09 78
19 ZC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 818 12.3 2.10 78
20 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 670 13.0 2.40 78
21 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1277 19.2 1.60 78
22 NBNC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1140 6.9 2.40 78
23 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1094 25.5 0.82 78
24 NBHC mine, Broken Hill, NSW Rhodonite 1094 15.9 1.81 78
25 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1094 18.6 1.62 78
26 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1094 26.9 1.34 7S
27 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1140 29.7 1.43 78
28 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1423 24.2 1.51 7E
29 Mount Isa Mine, Queensiand Silica dolomite 664 19.0 0.83 78
30 Mount Isa Mine, Queensiand Silica dolomite 1089 16.5 1.28 78
Hasil Uji Tegangan Insitu-2
Location Rock Type
Depth
(m)
sv
(MPa)
Ref
.
AUSTRALIA
31 Mount Isa Nine, Queensland Dolomite and shale 1025 28.5
0.8
7
78,
79
32 Mount Isa Nine, Queensland Shale- 970 25.4
0.8
5
78
33
Warreeo mine, Tennant
Creek, NT
Magnetite 245 7.0
2.4
0
78
34
Warrego mine, Tennant
Creek, NT
Chloritic slate, quartz 245 6.8
1.8
0
78
35
Warrego mine, Tennant
Creek, NT
Magnetite 322 11.5
1.3
0
78
36 Kanmantoo`, SA Black garnet-mica schist 58 2.5
3.3
4
78
37 Mount Charlotte mine, WA Oolerite 92 11.2
1.4
5
78
38 mount Charlotte mine, WA Greenstone 152 10.4
1.4
2
78
39 Mount Charlotte mine, WA Greenstone 152 7-9
1.4
3
78
Hasil Uji Tegangan Insitu-3
Location Rock Type
Depth
(m)
sv
(MPa)
Ref.
AUSTRALIA
41
Dolphin Mine, King Is.,
Tasmania
Marble and skarn 75 1.8
1.8
0
78
42
Poatina hydro. project,
Tasmania
Nudstone 160 8.5
1.7
0
78,80
43
Cethana hydro. project,
Tasmania
Quartzite
conglomerate
90 14.0
1.3
5
78
44
Gordon River hydro.
project, Tas.
Quartzite 200 11.0
2.1
0
78
45 Mount Lyell mine, Tasmania Quartzite schist 105 11.3
2.9
5
78
46
Windy Creek, Snowy Mts.,
NSW
Diorite 300 12.4
1.0
7
78
47
Tumut 1 power stn., Snowy
Mts., NSW
Granite and gneiss 335 11.0
1.2
0
78
48
Tumut 2 power stn., Snowy
Mts., NSW
Granite and gneiss 215 18.4
1.2
0
78
49
Eucumbene Tunnel, Snowy
Mts., NSW
Granite 365 9.5
2.6
0
78
Hasil Uji Tegangan Insitu-4
Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref.
AUSTRALIA
50
G. W. NacLeod Nine, Wawa,
Ontario
Siderite 370 16.1 1.29 81
51
G.W. NacLeod Nine, Wawa,
Ontario
Tuff 370 15.1 2.54 81
52
G.W. MacLeod Nine, Wawa,
Ontario
Tuff 575 21.5
1•2
3
81
53
G.W. Nacleod Mine, Wawa,
Ontario
Tuff 575 14.6 1.25 81
54
G.W. NacLeod Nine, Wawa,
Ontario
Meta-diorite 480 18.7 1.54 81
SS
G.W. NacLeod Nine, Wawa,
Ontario
Chert 575 26.6 1.52 81
56 Wawa, Ontario Granite 345 20.0 2.50 82
57 Elliot Lake, Ontario Sandstone 310 (11.0)* 2.56 83
58 Elliot Lake, Ontario Quartzite 705 (17.2) 1.70 83
59 Elliot Lake, Ontario Diabase dyke 400 17.2 1.90 84
Hasil Uji Tegangan Insitu-5
Peta Tegangan
Peta Tegangan
• Anak panah tebal berarah ke dalam
menunjukkan orientasi shmax pada daerah thrust
faulting (shmax>shmin> sv).
• Anak panah tebal berarah ke luar menunjukkan
orientasi shmin pada daerah normal faulting
(sv>shmax> shmin).
• Anak panah tebal berarah ke dalam
menunjukkan shmax bersama dengan anak tipis
berarah ke luar menunjukkan shmin, terletak pada
lokasi strike-slip faulting (shmax>sv> shmin).
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Keadaan Paling Sederhana
• Geometri terowongan
o Penampang lingkaran, jari-jari R.
o Terowongan horisontal.
o Kedalaman, H > 20R.
• Massa batuan
o Kontinu.
o Homogen.
o Isotrop.
• Tegangan awal hidrostatik:
o sv = sh = s0
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Keadaan Paling Sederhana
R
s0
s0






 2
2
0rr
r
R
1σσ






qq 2
2
0
r
R
1σσ
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Keadaan Paling Sederhana
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
0 2 4 6 8 10
Jarak dari batas terowongan, r/R
TeganganInduksi/TeganganAwal
Tegangan radial
Tegangan tangensial
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Keadaan Umum (Kirsch, 1898)
R
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Keadaan Umum (Kirsch, 1898)
( ) ( )
2 2 4
rr 2 2 4
p R R R
σ 1 K 1 1 K 1 4 3 cos 2θ
2 r r r
é ùæ ö æ ö÷ ÷ç çê ú÷ ÷= + - + - - +ç ç÷ ÷ê úç ç÷ ÷ç çè ø è øë û
( ) ( )
2 4
2 4
p R R
σ 1 K 1 1 K 1 3 cos 2θ
2 r r
qq
é ùæ ö æ ö÷ ÷ç çê ú÷ ÷= + + - - +ç ç÷ ÷ê úç ç÷ ÷ç çè ø è øë û
( )
2 4
2 4
p R
σ 1 K 1 2 3 sin 2θ
2 r
r
R
r
q
é ùæ ö÷çê ú÷= - - + -ç ÷ê úç ÷çè øë û
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Keadaan Umum, k = 2
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
0 2 4 6 8 10
Jarak dari dinding, r/R
TeganganInduksi/TeganganAwal
Tegangan radial
Tegangan tangensial
Daerah Plastis di Sekitar Terowongan
R
R’
  1λ
1
c
c0
σ
σ1λσ
λ1
2
RR'






 





sin1
sin1
λ
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Penampang Tapal Kuda
• sh = sv
o sqA = 2.2 sv
o sqB = 1.3 sv
• sh = 0.5 sv
o sqA = 0.6 sv
o sqB = 1.8 sv
• sh = 0.33 sv
o sqA = 0.1 sv
o sqB = 1.9 sv
A
B B
sv
sh
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Penampang Bujursangkar
• sh = sv
o sqA = 1.1 sv
o sqB = 1.1 sv
• sh = 0.5 sv
o sqA = 0.1 sv
o sqB = 1.6 sv
• sh = 0.33 sv
o sqA = -0.3 sv
o sqB = 1.8 sv
A
B B
sv
sh
Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan
Penampang Elips
 
H
W
q
q
2K
1Kpσ
2qK1pσ
B
A









Metodologi Perancangan Lubang Bukaan
pada Batuan Masif Elastik
Kembangkan rancangan
untuk memenuhi
duty requirements
Hitung tegangan pada
batas galian
sqq < sc atau
sqq > - sT
sqq > sc atau
sqq < -sT
Metodologi Perancangan Lubang Bukaan
pada Batuan Masif Elastik (Lanjutan)
Periksa peranan
bid. diskontinu
mayor
Terima
rancangan
Tidak ada slip
Tidak ada separation
Slip dan/atau
separation
Terima rancangan dan
tentukan penyangga
ATAU
Modifikasi rancangan dan
analisis ulang
Metodologi Perancangan Lubang Bukaan
pada Batuan Masif Elastik (Lanjutan)
Modifikasi rancangan untuk membatasi
failure pada batas galian
Tentukan tegangan pada
titik-titik interior
Tentukan perluasan daerah failure potensial
dan nilai kepentingan pertambangan
Daerah failure
dapat diterima
Daerah failure tak
dapat diterima
Rancang
sistem penyangga
Modifikasi rancangan
untuk mereduksi daerah failure
Daerah Pengaruh Lubang Bukaan
Daerah Pengaruh Lubang Bukaan (Lanjutan)
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 1
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 1 (Lanjutan)
• Dengan menggunakan Persamaan Kirsch untuk
q=0 diperoleh bahwa srq=0 untuk semua r, jadi srr
dan sqq adalah tegangan principal.
• Tegangan geser pada bidang lemah adalah nol
dan tidak ada kecenderungan terjadinya slip.
• Bidang lemah tidak mempengaruhi distribusi
tegangan elastik
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 2
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 2 (Lanjutan)
• Persamaan Kirsch dengan q=90  tidak terjadi
tegangan geser pada bidang lemah.
• Kemungkinan pemisahan pada bidang lemah
terjadi jika tegangan tarik terdapat pada atap (K
< 1/3)  de-stress zone di atap (dan dinding)
dengan tinggi, :





 

2K
3K1
RΔh
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 3
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 3 (Lanjutan)
• Tegangan normal dan tegangan geser pada
bidang lemah:
• Kondisi batas terjadinya pergeseran:
q = 
θcosθsinσ
θcosσσ
θθ
2
θθn
t

Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 4
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 4 (Lanjutan)
• sv = p, sh = 0.5p
• t/sn maksimum terjadi pada r/R = 0.357, yang
sesuai dengan  = 19.60
2
n θθ 2
2 4
rθ 2 4
p R
σ σ x1.5 1
2 r
p 2R 3R
σ x0.5 1
2 r r
t
æ ö÷ç ÷= = +ç ÷ç ÷çè ø
æ ö÷ç ÷= = + -ç ÷ç ÷çè ø
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 5
Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis:
Kasus 5 (Lanjutan)
• sv = p, sh = p
• Pergeseran terjadi jika  < 240
t







2sin
r
R
p
2cos
r
R
1pσ
2
2
2
2
n
Distribusi Tegangan
di Sekitar Stope
Distribusi Tegangan
di Sekitar Stope
Distribusi Tegangan di
Production Level
Distribusi Tegangan di
Production Level

More Related Content

What's hot

Menentukan lokasi pemboran dan peledakan
Menentukan lokasi pemboran dan peledakanMenentukan lokasi pemboran dan peledakan
Menentukan lokasi pemboran dan peledakanseed3d
 
Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Bayu Laoli
 
Bab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuanBab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuanEdwin Harsiga
 
Perencanaan tambang
Perencanaan tambangPerencanaan tambang
Perencanaan tambangramaldini
 
Perencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwall
Perencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwallPerencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwall
Perencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwallFathur Rozaq
 
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruckestimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruckevamanroe
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanMuhammad Nafis
 
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAANDESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAANyuliadiyuliadi2
 
paper underground mining
paper underground miningpaper underground mining
paper underground miningheny novi
 
pola peledakan tamka dan tamda
pola peledakan tamka dan tamdapola peledakan tamka dan tamda
pola peledakan tamka dan tamdaUDIN MUHRUDIN
 
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)Aris Munandar
 
Paper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRPaper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRheny novi
 
sifat batuan
sifat batuansifat batuan
sifat batuanwinalda
 
Ta 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep samplingTa 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep samplingosmainisutra
 

What's hot (20)

Menentukan lokasi pemboran dan peledakan
Menentukan lokasi pemboran dan peledakanMenentukan lokasi pemboran dan peledakan
Menentukan lokasi pemboran dan peledakan
 
Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1 Mekanika batuan 1
Mekanika batuan 1
 
Bab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuanBab iii mekanika batuan
Bab iii mekanika batuan
 
Perencanaan tambang
Perencanaan tambangPerencanaan tambang
Perencanaan tambang
 
Perencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwall
Perencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwallPerencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwall
Perencanaan Pertambangan dan Ventilasi metode longwall
 
Sistem Penambangan
Sistem PenambanganSistem Penambangan
Sistem Penambangan
 
Uji triaksial
Uji triaksialUji triaksial
Uji triaksial
 
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruckestimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
estimasi bucket fill factor berdasarkan volume angkut DumpTruck
 
Bab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran PeledakanBab II Pemboran Peledakan
Bab II Pemboran Peledakan
 
Eksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimiaEksplorasi geokimia
Eksplorasi geokimia
 
Mekanika Batuan
Mekanika BatuanMekanika Batuan
Mekanika Batuan
 
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAANDESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
DESKRIPSI INTI BOR DAN PEMETAAN PERMUKAAN
 
paper underground mining
paper underground miningpaper underground mining
paper underground mining
 
pola peledakan tamka dan tamda
pola peledakan tamka dan tamdapola peledakan tamka dan tamda
pola peledakan tamka dan tamda
 
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
Mekanika Batuan (Teknik Pertambangan)
 
Paper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMRPaper UCS, RQD & RMR
Paper UCS, RQD & RMR
 
Genesa Bahan Galian
Genesa Bahan GalianGenesa Bahan Galian
Genesa Bahan Galian
 
Pemboran tambang
Pemboran tambangPemboran tambang
Pemboran tambang
 
sifat batuan
sifat batuansifat batuan
sifat batuan
 
Ta 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep samplingTa 5212-materi-03-konsep sampling
Ta 5212-materi-03-konsep sampling
 

Similar to Distribusi tegangan sekitar terowongan

MEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptx
MEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptxMEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptx
MEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptxHendraAdityaDarma1
 
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.pptGearTEP
 
Adcp gelombang
Adcp gelombangAdcp gelombang
Adcp gelombangMahdan Ipb
 
Slide _10 Slope Stability-2.pdf
Slide _10 Slope Stability-2.pdfSlide _10 Slope Stability-2.pdf
Slide _10 Slope Stability-2.pdfssuser91ceb01
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiAyu Fatimah Zahra
 
All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)
All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)
All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)Fahreza Azhar
 
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newtonFadly Gaulan
 
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newtonfadlygaulan
 
Metode Gravitasi dalam Geofisika.pptx
Metode Gravitasi dalam Geofisika.pptxMetode Gravitasi dalam Geofisika.pptx
Metode Gravitasi dalam Geofisika.pptxMhd. Zaky Daniyal
 
Konsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptx
Konsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptxKonsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptx
Konsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptxJuniarAfrida1
 

Similar to Distribusi tegangan sekitar terowongan (20)

Tegangan induced
Tegangan inducedTegangan induced
Tegangan induced
 
MEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptx
MEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptxMEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptx
MEKANIKA TANAH II KEMANTAPAN LERENG.pptx
 
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
02. tegangan_regangan tanah 2.ppt
 
Kuat geser
Kuat geserKuat geser
Kuat geser
 
Adcp gelombang
Adcp gelombangAdcp gelombang
Adcp gelombang
 
Rekayasa pondasi i haridan
Rekayasa pondasi i haridanRekayasa pondasi i haridan
Rekayasa pondasi i haridan
 
75342 gft dimas(1)
75342 gft dimas(1)75342 gft dimas(1)
75342 gft dimas(1)
 
Slide _10 Slope Stability-2.pdf
Slide _10 Slope Stability-2.pdfSlide _10 Slope Stability-2.pdf
Slide _10 Slope Stability-2.pdf
 
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghiDaya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
Daya dukung pondasi dengan analisis terzaghi
 
Kerangka kontrol vertikal 1
Kerangka kontrol vertikal 1Kerangka kontrol vertikal 1
Kerangka kontrol vertikal 1
 
Gravitasi
GravitasiGravitasi
Gravitasi
 
All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)
All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)
All About Earthquake (Hal - hal tentang gempa)
 
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
 
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
213682366 mekanika-benda-langit-gravitasi-universal-newton
 
Penjelasan teori absolutivitas bumi(edit)
Penjelasan teori absolutivitas bumi(edit)Penjelasan teori absolutivitas bumi(edit)
Penjelasan teori absolutivitas bumi(edit)
 
Geodinamika
GeodinamikaGeodinamika
Geodinamika
 
Metode Gravitasi dalam Geofisika.pptx
Metode Gravitasi dalam Geofisika.pptxMetode Gravitasi dalam Geofisika.pptx
Metode Gravitasi dalam Geofisika.pptx
 
Konsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptx
Konsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptxKonsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptx
Konsep Tektonika Lempeng dan Gunung Berapi.pptx
 
Gaya
GayaGaya
Gaya
 
Kuliah 1 sirkulasi
Kuliah 1  sirkulasiKuliah 1  sirkulasi
Kuliah 1 sirkulasi
 

More from yuliadiyuliadi2

Geomechanics classification RMR system
Geomechanics classification RMR systemGeomechanics classification RMR system
Geomechanics classification RMR systemyuliadiyuliadi2
 
Pemodelan dan analisis kemantapan lereng
Pemodelan dan analisis kemantapan lerengPemodelan dan analisis kemantapan lereng
Pemodelan dan analisis kemantapan lerengyuliadiyuliadi2
 
Slide Modul Pengolahan Data Geoteknik
Slide Modul Pengolahan Data GeoteknikSlide Modul Pengolahan Data Geoteknik
Slide Modul Pengolahan Data Geoteknikyuliadiyuliadi2
 
Modul Pengolahan Data Geoteknik
Modul Pengolahan Data GeoteknikModul Pengolahan Data Geoteknik
Modul Pengolahan Data Geoteknikyuliadiyuliadi2
 
Modul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan
Modul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaanModul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan
Modul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaanyuliadiyuliadi2
 
Praktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuanPraktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuanyuliadiyuliadi2
 
SNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser BatuanSNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser Batuanyuliadiyuliadi2
 

More from yuliadiyuliadi2 (8)

Geomechanics classification RMR system
Geomechanics classification RMR systemGeomechanics classification RMR system
Geomechanics classification RMR system
 
Pemodelan dan analisis kemantapan lereng
Pemodelan dan analisis kemantapan lerengPemodelan dan analisis kemantapan lereng
Pemodelan dan analisis kemantapan lereng
 
Slide Modul Pengolahan Data Geoteknik
Slide Modul Pengolahan Data GeoteknikSlide Modul Pengolahan Data Geoteknik
Slide Modul Pengolahan Data Geoteknik
 
Modul Pengolahan Data Geoteknik
Modul Pengolahan Data GeoteknikModul Pengolahan Data Geoteknik
Modul Pengolahan Data Geoteknik
 
Modul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan
Modul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaanModul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan
Modul deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan
 
Praktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuanPraktikum Kuat geser batuan
Praktikum Kuat geser batuan
 
SNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser BatuanSNI Uji Kuat Geser Batuan
SNI Uji Kuat Geser Batuan
 
Uji kuat geser langsung
Uji kuat geser langsungUji kuat geser langsung
Uji kuat geser langsung
 

Recently uploaded

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxmuhammadrizky331164
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studiossuser52d6bf
 
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptxAnnisaNurHasanah27
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptxMuhararAhmad
 
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.pptSonyGobang1
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 

Recently uploaded (6)

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
 
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
2021 - 10 - 03 PAPARAN PENDAHULUAN LEGGER JALAN.pptx
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
 
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 

Distribusi tegangan sekitar terowongan

  • 2. Pendahuluan • Massa batuan pada lokasi yang dalam akan mengalami tegangan in situ yang dihasilkan oleh: o berat tanah/batuan yang ada di atasnya (gravitational stress), o tegangan akibat peristiwa tektonik (tectonic stress), o tegangan sisa (residual stress).
  • 3. Pendahuluan • Jika sebuah lubang bukaan bawah tanah dibuat pada massa batuan ini: o kondisi tegangan secara lokal akan berubah, o kondisi tegangan baru akan dialami oleh massa batuan di sekitar lubang bukaan tersebut.
  • 4. Pendahuluan • Pemahaman mengenai besar dan arah tegangan in situ dan tegangan terinduksi ini merupakan bagian penting dalam perancangan lubang bukaan bawah tanah. • Dalam banyak kasus, tegangan terinduksi ini akan melampaui kekuatan massa batuan dan menyebabkan ketidakmantapan lubang bukaan bawah tanah.
  • 5. Tegangan Induced Sebelum penggalian dilakukan, massa batuan berada dalam kondisi setimbang, dan setelah penggalian dilakukan, kesetimbangan tersebut menjadi terganggu dan dapat mengubah distribusi tegangan awal. Untuk mengetahui distribusi tegangan di sekitar terowongan dapat digunakan persamaan Kirsch (1898).
  • 6. Tegangan Awal - 3 Macam • Tegangan gravitasi (gravitational stress) yang terjadi karena berat dari tanah atau batuan yang berada di atasnya (overburden). • Tegangan tektonik (tectonic stress) terjadi akibat geseran- geseran pada kulit bumi yang terjadi pada waktu yang lampau maupun saat ini, seperti pada saat terjadi sesar dan lain-lain. • Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang masih tersisa, walaupun penyebab tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas ataupun pembengkakan pada kulit bumi.
  • 7. Tegangan Insitu • Penyelesaian masalah kestabilan terowongan yang biasa dilakukan adalah berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan dengan melakukan perhitungan secara teoritis. • Secara teoritis tegangan vertikal pada kedalaman tertentu (z meter) adalah sama dengan berat per satuan luas dari batuan yang ada di atasnya, yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut. • s = r g z • r = bobot isi batuan (ton/m3) • g = percepatan gravitasi (m/det2)
  • 8. Tegangan Insitu • Pendekatan ini secara umum dapat digunakan. • Pengukuran tegangan insitu di beberapa lokasi baik tambang maupun sipil (Hoek & Brown, 1980) menunjukkan bahwa besar tegangan vertikal dapat didekati dengan persamaan. • Pendekatan teoritis untuk tegangan horisontal lebih sulit dilakukan daripada tegangan vertikal, namun tegangan horisontal pada beberapa kondisi dapat dinyatakan berikut • sH = sv k = k . g . z • g = r.g • k = perbandingan antara tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal.
  • 9. Tegangan Insitu • Terzaghi dan Richart (1952) menyatakan bahwa untuk beban gravitasi di mana tidak terjadi regangan dalam arah lateral, nilai k tidak bergantung pada kedalaman tetapi dinyatakan sebagai k = n/(1-n), dengan n = nisbah Poisson massa batuan. • Dengan menggunakan pendekatan ini nilai tegangan horisontal yang diperoleh akan selalu lebih kecil daripada tegangan vertikal. • Banyak pengukuran tegangan insitu menunjukkan bahwa nilai tegangan horisontal tidak selalu lebih kecil dari tegangan vertikalnya. • Sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan ini terbukti tidak valid lagi.
  • 11. Macam Tegangan Insitu Herget (1988) menyatakan bahwa menurut asal mulanya tegangan dalam batuan dibagi menjadi 2, yaitu o tegangan alamiah (natural stresses) dan o tegangan terganggu (induced stresses) .
  • 12. Tegangan In Situ Vertikal • Perhatikan sebuah elemen batuan pada kedalaman 1000 m di bawah permukaan. • Berat dari kolom vertikal batuan yang membebani elemen ini merupakan hasil perkalian antara: o kedalaman, dan o berat satuan massa batuan di atasnya (umumnya diasumsikan sekitar 2.7 t/m3 ~ 0.027MN/m3). • Jadi, tegangan in situ vertikal yang dialami oleh elemen adalah 2700 t/m2 atau 27 MPa.
  • 13. Tegangan In Situ Vertikal • Tegangan ini dapat diperkirakan dari hubungan sederhana: sv = g. z ~ 0.027 z o sv = tegangan in situ vertikal o g = berat satuan massa batuan di atas elemen o z = kedalam dari permukaan • Pengukuran tegangan in situ vertikal di sejumlah tambang dan konstruksi sipil menunjukkan bahwa hubungan ini cukup valid, meskipun terdapat penyebaran data yang cukup besar.
  • 14. Tegangan In Situ Vertikal
  • 15. Tegangan In Situ Horisontal • Tegangan in situ horisontal jauh lebih sulit untuk diperkirakan dibandingkan dengan tegangan in situ vertikal. • Biasanya, rasio tegangan in situ horisontal terhadap tegangan in situ vertikal dinyatakan dengan k, sehingga: sh = k.sv
  • 16. Tegangan In Situ Horisontal • Terzaghi and Richart (1952) mengusulkan bahwa: n = Poisson’s ratio Hubungan ini sempat dipakai secara luas, tetapi telah dibuktikan tidak akurat, sehingga jarang dipakai lagi sekarang. n n   1 k
  • 17. Tegangan In Situ Horisontal • Pengukuran tegangan in situ horisontal pada beberapa tambang dan proyek sipil di seluruh dunia (Brown and Hoek, 1978; Herget, 1988) menunjukkan bahwa: k cenderung tinggi pada kedalaman dangkal, dan menurun dengan bertambahnya kedalaman.
  • 18. Tegangan In Situ Horisontal • Sheorey (1994) mengusulkan persamaan: o Eh = Modulus deformasi bagian atas dari kulit bumi yang diukur pada arah horisontal dalam GPa o z= kedalaman dalam m ) z 1 (0.001E70.25k h 
  • 20. Distribusi Tegangan Sebelum Dibuat Terowongan • Dibuatnya sebuah atau beberapa terowongan di bawah tanah akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan (stress distribution) di bawah tanah, terutama di dekat terowongan- terowongan tersebut. • Sebelum terowongan dibuat, pada titik-titik di dalam massa batuan bekerja tegangan mula-mula (initial stress). • Tegangan mula-mula ini sukar diketahui secara tepat), baik besarnya maupun arahnya. • Baru sekitar 20 tahun yang lalu dengan cara pengukuran tegangan in-situ dapat diketahui lebih banyak mengenai tegangan mula-mula ini.
  • 21. Tegangan Alamiah Tegangan alamiah merupakan tegangan dalam massa batuan sebelum penggalian dilakukan. Tegangan alamiah dapat terdiri dari beberapa macam seperti tegangan gravitasi, tegangan tektonik, tegangan sisa dan tegangan termal. Tegangan gravitasi  Tegangan gravitasi terjadi karena beban batuan yang ada di atasnya dan komponen vertikal dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan (II.6). Sedangkan komponen horisontal, jika material diasumsikan elastik dan tidak ada pergerakan secara horisontal, maka komponen ini dapat dihitung dengan persamaan (II.7) Tegangan tektonik  Pergerakan dalam kerak bumi terjadi secara kontinyu, seperti peristiwa seismik, pergerakan lempeng dan pergerakan karena perbedaan panas antara inti bumi dan kerak. Tegangan tektonik sangat sulit diperkirakan baik besar maupun arahnya, hanya pada umumnya lebih besar daripada tegangan vertikalnya. Tegangan sisa  Tegangan yang masih ada di dalam batuan meskipun penyebab tegangan tersebut sudah tidak ada. Sebagai contoh, pada Gambar II.5.a. menggambarkan kondisi tegangan pada saat bidang lemah belum bergerak. Sedangkan Gambar II.5.b. menyatakan kondisi tegangan sisa setelah terjadi proses pergerakan bidang lemah tersebut. Tegangan termal  Tegangan termal terjadi karena pemanasan atau pendinginan batuan dan terjadi di dekat permukaan yang terkena panas matahari atau sebagai hasil pemanasan bagian dalam bumi karena bahan-bahan radioaktif atau proses geologi lainnya.
  • 22. Tegangan Induced • Tegangan induced terjadi karena aktivitas penggalian dan menjadi perhatian utama dalam rancangan penggalian bawah tanah. • Distribusi tegangan di dinding terowongan berbeda dari tegangan sebelum batuan digali. • Jika suatu penggalian dilakukan, batuan yang tidak tergali menerima beban lebih besar daripada saat sebelum digali karena bagian yang harus menerima beban tersebut telah hilang.
  • 23. Tegangan Induced Sebelum penggalian dilakukan, massa batuan berada dalam kondisi setimbang, dan setelah penggalian dilakukan, kesetimbangan tersebut menjadi terganggu dan dapat mengubah distribusi tegangan awal. Untuk mengetahui distribusi tegangan di sekitar terowongan dapat digunakan persamaan Kirsch (1898).
  • 24. Tegangan Tangensial & Radial r q R sq sr trq sq q sq
  • 25. Near & Far Field Zone • Berdasarkan pengaruh lubang bukaan, kondisi tegangan dapat dibedakan dalam dua daerah, yaitu near field zone dan far field zone. • Dari persamaan Kirsch (1898), dapat diketahui bahwa untuk k = 1 near field zone terjadi pada daerah dengan jarak hingga 5 R, sedangkan far field zone terjadi di daerah yang berjarak lebih besar daripada 5 R • Dapat dikatakan bahwa tegangan yang terjadi pada near field zone merupakan tegangan induced, dan tegangan yang terjadi pada far field zone merupakan tegangan asli.
  • 26. Near & Far Field Zone 1 2 3 4 5 1 2 R r/R s/so sq/s0 sr/s0
  • 27. Tegangan Gravitasi • Jika tegangan tektonik dan tegangan sisa tidak ada atau dapat diabaikan karena kecilnya pada suatu daerah yang akan dibuat terowongan maka tegangan mula-mula hanya berupa tegangan gravitasi yang dapat dihitung secara teoritis sebagai berat persatuan luas dari tanah/batu yang terdapat di atasnya, • so = gH • so = tegangan mula-mula • g = bobot isi tanah/batu di atasnya • H = jarak dari permukaan tanah
  • 28. Distribusi Tegangan Di Sekitar Terowongan Untuk Keadaan Ideal • Untuk memudahkan perhitungan distribusi tegangan disekitar terowongan maka digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : • Geometri dari terowongan  Penampang terowongan merupakan sebuah lingkaran dengan jari- jari R.  Terowongan berada pada bidang horisontal.  Terowongan terletak pada kedalaman H >> R (H > 20 R).  Terowongan sangat panjang, sehingga dapat digunakan hipotesa regangan bidang (plane strain). • Keadaan batuan.  Kontinu.  Homogen.  Isotrop. • Keadaan tegangan mula-mula (initial stress) hidrostatik.  so = gH  Symmetrical revolution di sekeliling 0z
  • 29. Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref. AUSTRALIA 1 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chi oritic slate 360 16.6 1.46 78 2 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 360 8.0 1.30 78 3 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 540 15.2 1.70 78 4 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 330 10.0 1.40 78 5 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 455 11.0 1.90 78 6 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 245 8.4 2.10 78 7 CSA mine, Cobar, NSW Siltstone, chloritic slate 633 13.7 2.00 78 8 NBHC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 1022 6.2 1.66 78 9 NBHC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 668 13.8 1.17 78 10 NBHC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 668 4.8 2.73 78 11 NBHC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 570 15.9 1.32 78 12 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 818 20.0 1.07 78 13 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 818 26.9 1.17 78 14 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 915 13.1 1.29 78 15 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 915 21.4 0.97 . 78 Hasil Uji Tegangan Insitu-1
  • 30. Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref. AUSTRALIA 16 ZC mine, Broken Hill, NSW Sillimanite gneiss 766 9.7 1.85 78 17 ZC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 570 14.7 1.43 78 18 ZC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 570 12.7 2.09 78 19 ZC mine, Broken Hill, NSW Garnet quartzite 818 12.3 2.10 78 20 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 670 13.0 2.40 78 21 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1277 19.2 1.60 78 22 NBNC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1140 6.9 2.40 78 23 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1094 25.5 0.82 78 24 NBHC mine, Broken Hill, NSW Rhodonite 1094 15.9 1.81 78 25 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1094 18.6 1.62 78 26 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1094 26.9 1.34 7S 27 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1140 29.7 1.43 78 28 NBHC mine, Broken Hill, NSW Gneiss and quartzite 1423 24.2 1.51 7E 29 Mount Isa Mine, Queensiand Silica dolomite 664 19.0 0.83 78 30 Mount Isa Mine, Queensiand Silica dolomite 1089 16.5 1.28 78 Hasil Uji Tegangan Insitu-2
  • 31. Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref . AUSTRALIA 31 Mount Isa Nine, Queensland Dolomite and shale 1025 28.5 0.8 7 78, 79 32 Mount Isa Nine, Queensland Shale- 970 25.4 0.8 5 78 33 Warreeo mine, Tennant Creek, NT Magnetite 245 7.0 2.4 0 78 34 Warrego mine, Tennant Creek, NT Chloritic slate, quartz 245 6.8 1.8 0 78 35 Warrego mine, Tennant Creek, NT Magnetite 322 11.5 1.3 0 78 36 Kanmantoo`, SA Black garnet-mica schist 58 2.5 3.3 4 78 37 Mount Charlotte mine, WA Oolerite 92 11.2 1.4 5 78 38 mount Charlotte mine, WA Greenstone 152 10.4 1.4 2 78 39 Mount Charlotte mine, WA Greenstone 152 7-9 1.4 3 78 Hasil Uji Tegangan Insitu-3
  • 32. Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref. AUSTRALIA 41 Dolphin Mine, King Is., Tasmania Marble and skarn 75 1.8 1.8 0 78 42 Poatina hydro. project, Tasmania Nudstone 160 8.5 1.7 0 78,80 43 Cethana hydro. project, Tasmania Quartzite conglomerate 90 14.0 1.3 5 78 44 Gordon River hydro. project, Tas. Quartzite 200 11.0 2.1 0 78 45 Mount Lyell mine, Tasmania Quartzite schist 105 11.3 2.9 5 78 46 Windy Creek, Snowy Mts., NSW Diorite 300 12.4 1.0 7 78 47 Tumut 1 power stn., Snowy Mts., NSW Granite and gneiss 335 11.0 1.2 0 78 48 Tumut 2 power stn., Snowy Mts., NSW Granite and gneiss 215 18.4 1.2 0 78 49 Eucumbene Tunnel, Snowy Mts., NSW Granite 365 9.5 2.6 0 78 Hasil Uji Tegangan Insitu-4
  • 33. Location Rock Type Depth (m) sv (MPa) Ref. AUSTRALIA 50 G. W. NacLeod Nine, Wawa, Ontario Siderite 370 16.1 1.29 81 51 G.W. NacLeod Nine, Wawa, Ontario Tuff 370 15.1 2.54 81 52 G.W. MacLeod Nine, Wawa, Ontario Tuff 575 21.5 1•2 3 81 53 G.W. Nacleod Mine, Wawa, Ontario Tuff 575 14.6 1.25 81 54 G.W. NacLeod Nine, Wawa, Ontario Meta-diorite 480 18.7 1.54 81 SS G.W. NacLeod Nine, Wawa, Ontario Chert 575 26.6 1.52 81 56 Wawa, Ontario Granite 345 20.0 2.50 82 57 Elliot Lake, Ontario Sandstone 310 (11.0)* 2.56 83 58 Elliot Lake, Ontario Quartzite 705 (17.2) 1.70 83 59 Elliot Lake, Ontario Diabase dyke 400 17.2 1.90 84 Hasil Uji Tegangan Insitu-5
  • 35. Peta Tegangan • Anak panah tebal berarah ke dalam menunjukkan orientasi shmax pada daerah thrust faulting (shmax>shmin> sv). • Anak panah tebal berarah ke luar menunjukkan orientasi shmin pada daerah normal faulting (sv>shmax> shmin). • Anak panah tebal berarah ke dalam menunjukkan shmax bersama dengan anak tipis berarah ke luar menunjukkan shmin, terletak pada lokasi strike-slip faulting (shmax>sv> shmin).
  • 36. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Keadaan Paling Sederhana • Geometri terowongan o Penampang lingkaran, jari-jari R. o Terowongan horisontal. o Kedalaman, H > 20R. • Massa batuan o Kontinu. o Homogen. o Isotrop. • Tegangan awal hidrostatik: o sv = sh = s0
  • 37. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Keadaan Paling Sederhana R s0 s0        2 2 0rr r R 1σσ       qq 2 2 0 r R 1σσ
  • 38. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Keadaan Paling Sederhana 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 0 2 4 6 8 10 Jarak dari batas terowongan, r/R TeganganInduksi/TeganganAwal Tegangan radial Tegangan tangensial
  • 39. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Keadaan Umum (Kirsch, 1898) R
  • 40. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Keadaan Umum (Kirsch, 1898) ( ) ( ) 2 2 4 rr 2 2 4 p R R R σ 1 K 1 1 K 1 4 3 cos 2θ 2 r r r é ùæ ö æ ö÷ ÷ç çê ú÷ ÷= + - + - - +ç ç÷ ÷ê úç ç÷ ÷ç çè ø è øë û ( ) ( ) 2 4 2 4 p R R σ 1 K 1 1 K 1 3 cos 2θ 2 r r qq é ùæ ö æ ö÷ ÷ç çê ú÷ ÷= + + - - +ç ç÷ ÷ê úç ç÷ ÷ç çè ø è øë û ( ) 2 4 2 4 p R σ 1 K 1 2 3 sin 2θ 2 r r R r q é ùæ ö÷çê ú÷= - - + -ç ÷ê úç ÷çè øë û
  • 41. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Keadaan Umum, k = 2 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 0 2 4 6 8 10 Jarak dari dinding, r/R TeganganInduksi/TeganganAwal Tegangan radial Tegangan tangensial
  • 42. Daerah Plastis di Sekitar Terowongan R R’   1λ 1 c c0 σ σ1λσ λ1 2 RR'              sin1 sin1 λ
  • 43. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Penampang Tapal Kuda • sh = sv o sqA = 2.2 sv o sqB = 1.3 sv • sh = 0.5 sv o sqA = 0.6 sv o sqB = 1.8 sv • sh = 0.33 sv o sqA = 0.1 sv o sqB = 1.9 sv A B B sv sh
  • 44. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Penampang Bujursangkar • sh = sv o sqA = 1.1 sv o sqB = 1.1 sv • sh = 0.5 sv o sqA = 0.1 sv o sqB = 1.6 sv • sh = 0.33 sv o sqA = -0.3 sv o sqB = 1.8 sv A B B sv sh
  • 45. Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan Penampang Elips   H W q q 2K 1Kpσ 2qK1pσ B A         
  • 46. Metodologi Perancangan Lubang Bukaan pada Batuan Masif Elastik Kembangkan rancangan untuk memenuhi duty requirements Hitung tegangan pada batas galian sqq < sc atau sqq > - sT sqq > sc atau sqq < -sT
  • 47. Metodologi Perancangan Lubang Bukaan pada Batuan Masif Elastik (Lanjutan) Periksa peranan bid. diskontinu mayor Terima rancangan Tidak ada slip Tidak ada separation Slip dan/atau separation Terima rancangan dan tentukan penyangga ATAU Modifikasi rancangan dan analisis ulang
  • 48. Metodologi Perancangan Lubang Bukaan pada Batuan Masif Elastik (Lanjutan) Modifikasi rancangan untuk membatasi failure pada batas galian Tentukan tegangan pada titik-titik interior Tentukan perluasan daerah failure potensial dan nilai kepentingan pertambangan Daerah failure dapat diterima Daerah failure tak dapat diterima Rancang sistem penyangga Modifikasi rancangan untuk mereduksi daerah failure
  • 50. Daerah Pengaruh Lubang Bukaan (Lanjutan)
  • 51. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 1
  • 52. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 1 (Lanjutan) • Dengan menggunakan Persamaan Kirsch untuk q=0 diperoleh bahwa srq=0 untuk semua r, jadi srr dan sqq adalah tegangan principal. • Tegangan geser pada bidang lemah adalah nol dan tidak ada kecenderungan terjadinya slip. • Bidang lemah tidak mempengaruhi distribusi tegangan elastik
  • 53. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 2
  • 54. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 2 (Lanjutan) • Persamaan Kirsch dengan q=90  tidak terjadi tegangan geser pada bidang lemah. • Kemungkinan pemisahan pada bidang lemah terjadi jika tegangan tarik terdapat pada atap (K < 1/3)  de-stress zone di atap (dan dinding) dengan tinggi, :         2K 3K1 RΔh
  • 55. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 3
  • 56. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 3 (Lanjutan) • Tegangan normal dan tegangan geser pada bidang lemah: • Kondisi batas terjadinya pergeseran: q =  θcosθsinσ θcosσσ θθ 2 θθn t 
  • 57. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 4
  • 58. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 4 (Lanjutan) • sv = p, sh = 0.5p • t/sn maksimum terjadi pada r/R = 0.357, yang sesuai dengan  = 19.60 2 n θθ 2 2 4 rθ 2 4 p R σ σ x1.5 1 2 r p 2R 3R σ x0.5 1 2 r r t æ ö÷ç ÷= = +ç ÷ç ÷çè ø æ ö÷ç ÷= = + -ç ÷ç ÷çè ø
  • 59. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 5
  • 60. Pengaruh Bidang Lemah pada Distribusi Tegangan Elastis: Kasus 5 (Lanjutan) • sv = p, sh = p • Pergeseran terjadi jika  < 240 t        2sin r R p 2cos r R 1pσ 2 2 2 2 n