Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
pembelajaran berbasis kompetensi
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberlakuan peraturan dan perundangan-undangan yang berkaitan
dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian
kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa
implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Tiga hal penting yang perlu mendapat
perhatian, yaitu:
1. Diversifikasi Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian,
perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman
kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal
dengan berbagai kompleksitasnya.
2. Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan
ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir
dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan
sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabu-
paten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih
memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi
daerah yang bersangkutan.
Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian
dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
1. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal
yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai,
diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu
materi yang diajarkan.
2. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang
cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.
2. 1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pengertian kompetensi (competency) acapkali diartikan secara kurang
tepat sebagai kewenangan formal (authority), sehingga setiap orang yang
mempunyai kompertensi.Seseorang yang diangkat menjadi pejabat seperti
presiden, menteri, gubernur, atau bupati, dan pejabat fungsional seperti guru,
dosen, widyaiswara, dan peneliti otomatis mempunyai kewenangan atau otoitas
formal. Kewenangan, Kekuasaan , atau otoritas ,melekat pada kekuasaan, tugas
pokok dan fungsi dari suatu jabatan.Pejabat yang tidak cakap sekalipun tetap
mempunyai kewenangan atau otoritas.
Kompetensi didefinisikan sebagai kemampuan dari seorag individual yang
di tunjukkan dengan kinerja baik dalam jabatan atau pekerjaanya. Definisi itu
menunjuk jelas bahawa kompeteni itu melekat pada individual, bukan pada
jabatan
Definsi lain di bawah ini menunjukkan apa saja unsur dalam kompetensi
itu. “Competence” as a combination of knowledge,skills and behavior used to
improve performance; or as the states or quality of being adequately or well
qualifield, having the ability to perform a specific role.
Kompetensi itu kombinasi dari pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku
yang digunakan untuk meningkatkan kinerja; atau keaadaan atau kualitas yang
memadai atau sangat berkualitas, mempunyai kempuan untuk menampilkan peran
tertentu.
Kedua definisi tersebut menjelaskan dua hal penting untuk disebut
kompetensi. Pertama , Kompetensi itu merupakan kombinasi dari tiga kawasan
kemampuan manusia secara terkombinasi, yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan
prilaku untuk meningkatkan kinerja.Kedua, Indikator kuat tentang kompetensi
disini adalah peningkatan kinerja sampai tigkat baik atau sangat baik.Ketiga,
kombinasi pengetahua,ketrampilan dan prilaku adalah modal dasar untuk
menghasilkan kinerja.
Dua definisi terdahulu mungkin masih belum cukup memantapkan
3. 2
pengertian kita tentang kompetensi.Berikut ini ada beberapa definisi lain Pearson
(1984) menyatakan bahwa:...”as a continuous path (continuum) which starts at the
knowledge of how to do something well ends at the knowledge of how to do
something very well.So, the capability to accomplish task competently would be
placed somewhere in the mid of the path.”
Seperti halnya definisi Pearson,Ivanovic menunjukkan cirri kempetensinya
yang berbentuk produktivitas atau kemampuan dalam memecahkan masalah
penting dan actual dalam pekerjaan.Ciri dari kompetensi itu adalah kinerja dalam
pekerjaan,kapabilitas menyelesaikan masalah yang aktual.
Definisi lain menyatakan:
“ Capability is the basic of competences... The capability may be naturally
inherited (part of personal capabilities) and gained (most of professional
capabilities)”
Kompetensi adalah kemampuan mengerjakan apa yang perlu dilakukan
ada saat berhubungan kerja secara produktif dengan orang lain dan lingkungan
mereka.Kata kunci berhubungan kerja secara produtif menunjukkan ada unsure
hasil kerja .Jadi , kompetensi itu mempunyai in dikator produktivitas kerja.
Definisi itu menunjukkan bahwa pengetahua,keterampilan dan sikap perilaku
adalah bagian penting dari kompetensi. Definisi itu juga secara jelas menyatakan
bahwa kompetensi itu lebih dari sekedar pengetahua ketrampilan dan sikap
prilaku.
2 Tujuan Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Uraian tentang pengertian kompetensi memberikan inspirasi bagi
penyelenggara pendidikan untuk merumuskan tujuan pembelajaran berbasis
kompetensi. Isi dari tujuan pembelajaran adalah kompetensi yang diharapkan
dicapai peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran.Kompetensi itu
sendiri seperti disampaikan berbagai definisi sebelum uraian ini berbentuk kinerja
atau unjuk kerja yang baik dalam bidang kehidupan atau pekerjaan.Kinerja yang
baik itu dicapai berkat kemampuan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap perilaku.Bila digambarkan dalam bentuk bagan hubungan antara kompetensi
kemampuan, dan pengetahuan itu tampak sebagai berikut:
4. 3
Gambar 1: Hubungan antara Kompetensi, Kemampuan atau Kapabilitas dengan
Perubahan Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap Perilaku
Penggunaan konsep tujuan pembelajaran berbasis kompetensi lahir karena
fenomena lulusan pendidikan yang tidak siap bekerja. Lulusan tersebut hanya
mempunyai pengalaman, keterampilan, dan sikap perilaku, tetapi belum dapat
menggunakannya sampai tingkat mempunyai kinerja yang baik bila sudah
bekerja. Penyelenggara pendidikan mendapatkan masukan tersebut dari berbagai
pihak, terutama pengguna lulusan.Bila dianalisis kebelakang, ditemukan masalah
pada titik pangkal pembelajaran,yaitu rumusan tujuan pembelajran yang berhenti
pada tahap perolehan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku. Rumusan
tujuan program studi dan pembelajran tidak sampai pada pencapaian kompetensi
yang diperlukan dalam dunia kerja. Melihat fenomena tersebut para pengambil
kepututsan pendidikan menetapkan perlunya penggunaan kurikulum pendidikan
berbasis kompetensi pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Siregar dan Nara
(2010,p.67) mengartikan kurikulum berbasis kompetensi sebagai “suatu
Kompetensi ditunjukkan dengan
kinerja yang minimal baik
Kapabilitas atau kemampuan
sebagai hasil penerapan
kombinasi dari penerapan
pengetahuan,keterampilan dan
sikap prilaku
Perubahan pengetahuan
keterampilan dan sikap prilaku
Kompetensi dicapai sebagai hasil
penggunaan kapabilitas atau
kemampuan dalam pemecahan
masalah aktual
Kapabilitas atau kemapuan disebut
kompetensi dasar yang diperoleh
sebagai hasil perpaduan bakat,
pemgalaman dan pendidikan.Ia
menjadi dasar untuk mencapai
kompetensi
Diperoleh sebagai hasil belajar dari
pengalaman dan pendidikan serta
menjai dasar untuk mencapai
kapabilitas dan kompetensi; disebut
pula kompetensi dasar
5. 4
kurikulum yang ditunjukkan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan
cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kompetensi yang
dikembangkan berupa keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam
perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan,ketidakpastian, dan kerumitan –
kerumitan dalam kehidupan”
Kebijakan yang memerlukan bahwa semua kurikulum diarahkan pada
pencapaian kompetensi dapat dipandang agak berlebihan bila ternyata tidak semua
jenis dan jenjang pendidikan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja . Contoh konkretnya dapat disimak pada jenjang pendidikan taman kanak-
kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama, dan sekolah menengah
atas.Jenjang pendidikan tersebut memang tidak dimaksudkan mempersiapkan
lulusan untuk bekerja, tetapi belajar lebih lanjut ke jenjang pendidikan di atasnya.
Namun, demikian rumusan tujuan interuksional pada semua mata pelajaran di
sekolah sekolah itu pun tidak boleh berhenti pada pengetahuan kogitif tingkatan
rendah saja, tetapi setidaknya sampai pada pencapaian kapabilitas atau kompetnsi
dasar agar lebih mudah ditingkatkan menjadi kompetnsi bila meneruskan ke
jenjang perguruan tinggi. Bahkan sebagaian mata pelajaran harus menghasilkan
produk yang berbentuk hasil karya teknologis, sastra, keterampilan psikomotor ,
dan sikap perilaku yang semuanya menunjukkan kinerja.
Pada jenjang Pendidikan sekolah menengah kejuruan, politeknik, dan
program studi yang diarahkan untuk bekerja, sebagian besar atau seluruh mata
pelajaran atau mata kuliah diarahkan pada pencapaian kompetensi. Desain dan
pengembangan system pembelajran dengan seluruh komponen didalamnya harus
di fokuskan pada tujuan pembelajaran yang berisi kompetensi.
Ahli lain Sullivan dan Higgins (1983,p.1) memamndang bahwa pembejaran
berbasis kompetensi tidak hanya di fokuskan pada pencapaian peserta didik, tetapi
juga pda pencapaian pengajar.Ia menyatakan bahwa “... Competncy-based
instruction, it is based on the idea of teaching specific skills or competencies..
enables both teacher and students to accomplish something the something that is
very essence of their roles as teachers and learners.
6. 5
3. Kompetensi Awal dan Karakteristik Awal Peserta Didik
Kompetnsi awal peserta didik diperoleh dari sumber internal yang berupa
bakat dan dua sumber eksternal, yaitu pendidikan dan pengalaman.Kombinasi
kedua sumber tersebut diperoleh peserta didik sebelum mengikuti proses
pembelajrana.Kompetensi awala ini merupakan faktor yang akan dibandingkan
dengan kompetensi yang dicaai peserta didik setelah menyelesaikan proses
pembelajran.Siapa yang menentukan kompetesi akhir ini?
Kompetensi akhir dirumuskan oleh tiga pihak yang paling berkepentingan
dalam proses pembelajran, yaitu peserta didik, penyelenggara pendidikan
termasuk pengajr dan pengelola satuan pendiikan, dan masyarakat pengguna
lulusan. Peserta didik, terutama yang sudah dewasa, perlu diikutsertakan dalam
menentukan kompetensi yang ingin dicapai pada akhir pembelajran. Mengapa?
Mereka adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap hasil pembelajran,
karena memanfaatkan hasil pembelajaran dalam kehidupan pada masa yang akan
datang . Mereka adalah pihak yang perlu dibantu oleh penyelenggara pendidikan
membangun cita – citanya.Untuk mencapai cita cita itu, mereka perlu mempunyai
kompetnesi yang relevan. Dengan demikian, salah satu tugas utma dari
penyelenggara pendidikan adalah mendesain pembelajran yang sesuai untuk
mencapai kompetensi tersebut.
Pihak kedua yang ikut menentukan tujuan pembelajran adalah
penyelenggara pendidikan di dalamnya termasuk pengajar, dan pengelola satuan
pendidikan. Pengalaman, pandangan, dan pengetahuan mereka dalam bidang
pembelajaran, baik untuk sautu mata pelajaran atau mata kuliah, maupun suatu
program studi akan menjadi modal yang sangat oenting untuk membantu oseta
didik dalam mencapai cita citanya.
Pihak ketiga yang ikut menciptakan tujuan pembelajran adalah pengguna
lulusan.Mereka adalah pihak yang sangat berkepentiga untuk mendapatkan
lulusan yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.Mereka paling tahu tentang
kompetensi yang perlu dicapai lulusan karena mereka adalah pihak yang akan
merekrut lulusan untuk bidang oekerjaan yang mereka butuhkan.Termasuk pihak
7. 6
ketiga adalah penyelenggara pendidikan di tingkat yang lebih tinggi.Mereka ini
adalah pihak yang paling tahu tentang kompetensi yang seharusnya dikuasi oleh
calon peserta didik pada saaat memulai rogram pembelajran di tingkat
selanjutnya.Program pembelajran mereka akan lebih lancer dan dapat diharpkan
akan berhasil dengan baik bila peserta didik baru telah menguasai kompetensi
dasar sebagai hasil pembelajaran sebelumnya.
Penyelengara pendidikan berkeajiban mendesain dan mengembangkan
system oembelajran yang dapat memenuhi cita – cita peserta didik dan dapat
memenuhi harapan pengguna lulusan. Pembelejaran seperti itu menjadi salah satu
kunci jawaban terhadap isu relevansi pendidikan.
Kesenjangan antara kompetensi awaln da kompetensi akhri peserta didik harus
menjadi fokus dari desain, pengembangan dan pelaknsaan pembelajran.Proses
pembelajran dinyatakan efekif bila dapat mengubah komoetnsi awal menjadi
kompetnsi akhir.
Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik , perlu diperhatikan
karakteristik awal dan peserta didik. Yang dimaksud karakteristik awal,Sperti
yang dkuraikan dalam bagian awal Bab 2, adalh segala cirri peserta didik yang
berkaitan erat dengan kerpluan penyusuanan strategi pembelajaran.Karakteristik
ini tidak boleh diabaikan dalam menyusun strategi oembelajran agar peserta didik
dapat mengikuti proses pembelajaran itu sesuai benar dengan dirinya dan memang
untuk dirinya.
Karakteristik awal itu antara lain menyangkut motivasi belajar, akses
terhdap sumber belajar, kebiasaan belajar, domisili tempat tinggal diukur dengan
jarak dari pusat penyelenggara pen didikan, saluran komunikasi dan media yang
tersedia, disiplin dakam mengatur waktu, kebiasaan belajar secara sistematik, dan
kebiasaan belajar dalam berpikir tentang penerapan materi yang
dipelajari.Penialain tentang kesesuaian suatu pembelajaran dengan menggunakan
analaisis logis.
8. 7
No
Kemampuan dalam kawasan
pengetahuan, keterampilan, da
sikap yang disebut Kompetensi
Dasar
No Kompetensi
1
Kemampuan menjelaskan cara
membuat proposal penelitian
1
Membuat proposal penenlitian
yang baik
2
Kemampuan cara menulis
laporan penelitian
2
Membuat laporan penelitian yang
baik
3
Kemampuan membandingkan
cara membuat rancang bangun
gedung perkotaan dengan
perdesaan yang baik
3
Membuat rancang bangun gedung
perkotaan dan perdesaan yang
baik
4
Menguraikan cara penggunaan
peralatan aboratorium isika
dengan baik
4
Menggunakan peralatan
laboratorium fisika dengan baik
5
Menjelaskan cara menenang bola
dengan teknik tandangan pisang
yang baik
5
Menendang bola dengan teknik
tendangan pisang dengan baik
6
Menguraikan dengan jeas tentang
cara bersopan santun dalam
kehidupan bermasyarakat
6
Berprilaku sopan santun dalam
kehidupan bermasyarakat
7
Menguraikan bentuk perilaku
gotong royong sesuai ajaran
Pancasila dengan baik
7
Bergotong royog sesuai ajaran
pancasila yang baik
Tabel 1 : Contoh perbandingan kemampuan dan kompetensi
Semua hal yang menggunakan istilah cara atau menjelaskan tersebut di atas
adalah kemampuan berteori tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap dan
belum sampai pada kompetensi.
Penjelasan ini bukan bermaksud menyatakan bahwa kemampuan yang
ditunjukkan dengan menjelaskan teori tentang cara tersebut di atas tidak
pentig.Kemampuan tentang penguasaan cara itu sangat penting sebagai dasar
untuk diterapkan lebih lanjut sampai mewujudkan kinerja atau produk yang baik.
9. 8
Kemampuan dalam bidang pengetahuan, sikap dan sikap perilaku menjadi dasar
untuk mencapai kompetensi dalam tujuan pemeblajaran .Tahapan pencapaian
kemampuan tentang teoori itu harus dilalui sebelum peserta didik mencapai
kompetensi di dalam tujuan.
Mengapa pengajar membutuhkan dukunagn dari tenaga kependidikan dan
pimpinan satuan pendidikan? Acap kali terjadi para pengajar yang mendapatkan
pelatihan tentang tentang berbagai metode pembelajaran tidak dapat
menerapkannya di tempat tugas karena pimpinan satuan pembelajran
membatasi,kurang memberikan kebebasan, atau tidak mendukung munculnya
kreativitas dan inovasi pembelajran dari pengajar. Bila pimpinan satuan
pendidikan tidak mendukung, tenaga kependidikan pun tidak akan member
pelayanan yang dibutuhkan.Di tingkat perguruan tinggi, kreativitas pengajar
seperi itu mendapat tempat yang luas karena tonmi akademik di tingkat di
bawahnya dimana pengajar tidak mempunyai otonomi akademik seluas di
perguruan tinggi.pemelajran bersifat normative.Oleh karena itu, pengajar
membutuhka n dukungan pimpinan satuan pendidik dan layanan dari tenaga
kependidikan berupa dorongan dan fasilitas agar kreativitasnya dapat
diekspresikan dengan efektif .
E. Hubungan Kompetensi dan Manajemen Satuan Pendidikan
Dinujung uraian tersebut diatas dikemukaan bahwa pengajar
membutuhkan dukungan dan fasilitas dari pimpinan satuan pendidikan serta
layanan dari tenaga kependidikan agar ia mampu membantu peseta didik
mencapai kompetensi yang diharapkan.
Manajemen satuan pendidikan sesungguhnya telah mendapat lampu hijau
dari kebijakan pendidikan nasional dengan pemberlakuan kurikulum tigkat satuan
pendidikan (KTSP). Kebijakan tersebut bermaksud memberikan kewenangan dan
kesempatan berkreasi bagi setiap satuan pendidikan untuk menciptkanan
kurikulum dan pembelajran yang sesuai dengan kondidsi masing- masing.
Disamping itu, Manajemen satuan pendidikan sesungguhnya diberi peluang utuk
kreatif dengan pemberlakuan kebijakan nasional melalui desentralisasi dan
10. 9
otonomi daerah.Otonomi tersebut memberikan keterluasaan bagi daerah,
kabupaten dan kota madya untuk melakukan berbagai inovasi dalam
penyelenggaraan pendidika.Dengan pendidikan dan kebijakan KTSP melalui
kepala seolah secara bersama mendapt kesempatan untuk menampilkan kreativitas
dan daya inovatifnya untuk melakukan pembaharuan dalam dunia penidikan
termasuk pembaharuan dalam pembelajaran.
Namun, Kedua kebijakan tersebut tampaknya belum cukup efektif.
Mengapa? Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah pengalaman masa alu
yang sangat panjag dimana hampir semua hal yang seharusnya diciptakan sendiri
oleh pengajar telah ditentukan oleh Pemerintah (Pusat).Garis – garis besar
program pembelajaran (GBPP) yang berfungsi sebagai cetak biru pembelajaran
dan buku yang digunakan selalu ditentukan oleh Pemerintah.Bahkan ada suatu
masa yang cukup panjang dimana GBPP itu “ diperkuat” dengan satuan acara
pembelajran (SAP), buku wajib dan kisi-kisis tes hasil belajar, seluruhnya
dibuatkan oleh Pemerintah Pusat.
Ruang berkreasi dan berinovasi bagi pengajar seolah ditutup karena
kekhawatiran ketidakseragaman dan ketidakmampuan sebagian besar oengajr
untuk menciptkan pembeljaran hasil kreasinya sendiri.masa – masa seperti itu
setiap pelatihan tentang metode pembelajran dipandang oleh pengajar, kepala
sekolah , dan dinas pendidikan secara keliru, yaitu sebagai instruksi bahwa
metode itu yang boleh digunakan.Pada gilirannya mana kala dikenalkan metode
baru seolah – olah metode yang kama sudah ketinggalan jaman, dan mereka hanya
boleh menggunakan metode terbaru
Pada akhir proses pembelajaran hampir selalu digunakan tes obyektif .
Kebiasaan ini seakan-akan memberi petunjuk lebih jelas bahan dalam setiap
kegiatan pembelajaran dikelas sebaiknya digunakan tes obyektif. Pada hal ujian
nasional yang menggunakan tes obyektif itu karena tidak memungkinkan
penggunaan tes karangan (essay) apalagi penilaian kinerja atau kompetnsi.
Pengguna tes obyektif itu karena alasan praktis ( practicality) dan eisiensi waktu
dalam penggunaannya.tes karangan membutuhkan waktu terlalu panjang untuk
memeriksa dan menentukan nilai peserta tes, apalagi jumlah peserta test sangat
besar, ribuan bahkan jutaan orang. Penggunaan tes karangan, tugas – tugas
11. 10
pembuatan makalah, dan penilaian kinerja praktek, misalnya kompetensi
merancang gagasan, menyusun rencana, menyususn laporan tertulis, membuat
desain bangunan, membuat model dalam kelas karena jumlah pesettanya sedikit,
hanya puluhan, demikian pula dalam ujian – ujian dan ulangan umum tingkat
sekolah.
System pembelajaran memang membutuhkan dukungan setiap komponen
yang ada di dalamnya karena hanya melalui keterkaitanfungsi seluruh komponen
pembelajaranlah dapat diwujudkan kompetensi peserta didik seperti yang
diharapkan.
12. 11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembelajaran berbasis kompetensi bukan konsep baru. Konsep itu sudah cukup
lama namun kurang mendapat perhatian pengelola pendidikan. Beberapa tahm
nelakana di Indonesia konsep itu diangkat kembali seakan-akan konsep
baru.Dalam konsep inovasi, peristiwa seperti itu (pembelajran berbasis
kompetensi) disebut sebagai decremental innovation, yaitu suatu ide dan praktik
lama yang sempat menghilang kemudian muncul lagi dan dipandang sebagai
inovasi.
Pembelajaran berbasis kompetensi mempunyai beberapa pengertian.
Pertama, proses pembelajaran didesain dan dilaksanakan sesuai dengan
kompetensi yang ditentukan dalam tujuan pembelajaran. Pelaksaaan pembelajran
selama ini pada umumnya diarahkan pada penguasaan, pengetahuan,
keterampilan, dan sikap peserta didik degan fokus pada kemampuan teoritis,
sehingga penguasaaannya pun baru sampai pada penguasaan teori belum sampai
pada tingkat kompetensi.Kompetensi diindikasikan oleh tingkatan pencapaian
kinerja dengan baik yang diperoleh dari hasil penerapan kemampuan dalam
bidang pengetahuan, ketrampilan, dan sikap peserta didik.
Kedua, proses pembelajaran dirancang dan dilaksanakan mulai dari
kompetensi yang telah dikuasi peserta didik sebelum mengikuti proses
pembelajaran.Selanjutnya tahapan pembelajaran dilakukan secara sistematik.
Ketiga, semua komponen yang berada dalam system pembelajaran
dirancang dan dilaksanakan untuk menciptakan proses pembelajran yang
mengarah pada satu hal, yaitu pencapaian kompetensi yang telah dirumuskan
dalam tujuan pembelajaran.Untuk itu , pengajar perlu terampil menggunakan
konsep desain pembelajaran dan pengelolaan kegiatan pembelajaran.
Keempat, pengukuran keberhasilan pembelajran dilakukan untuk
menentukan tingkat pencapaian kompetnsi peserta didik. Untuk itu, pengajar yang
relevan dengan tujuan pembelajaran
Keempat hal tersebut merupakan fokus perhatian dalam
mengimpelementasikan pembelajaran berbasis kompetensi.
13. 12
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Gafur (1986). Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan
Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
2. Abdul Gafur (1987). Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian, Umpan Balik,
dan Keterampilan Intelektual Terhadap Hasil Belajar Konsep. Jakarta: PAU -
UT.
3. Abdul Gafur (1985). Media Besar Media Kecil: Alat dan Teknologi
Pengajaran. Semarang: IKIP Press.
4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta: Sekjen Debdikbud.
5. Suparman,A. 2012. Desain Instruksional Modern.Jakarta: Erlangga