Dokumen tersebut merangkum berbagai aliran dan tokoh filsafat ilmu, mulai dari rasionalisme Plato dan Descartes, empirisme Aristoteles hingga Hume, positivisme Comte dan neopositivisme Lingkaran Wina, serta kritisisme Kant yang menyintesis pengalaman empiris dan rasionalitas.
2. LOGO
Aurelius Teluma
Pengantar
Pengertian ilmu pengetahuan harus dipahami
dalam konteks suatu perkembangan menuju
kesempurnaan.
Perkembangan filsafat ilmu berkaitan dg
perkembangan filsafat pada satu sisi dan ilmu
pengetahuan di sisi yang lain.
Terdapat dua aliran besar yang mempengaruhi
seluruh perkembangan keilmuan dan filsafat ilmu
yaitu rasionalisme dan empirisme.
3. LOGO
Aurelius Teluma
1. Rasionalisme Plato dan Descartes
Rasionalisme adalah aliran yang meyakini hanya
rasio/akal yg menjadi dasar kepastian dan
kebenaran.
Rasionalisme tidak menyangkal kehadiran fungsi
indra tetapi hanya melihatnya sbg pemberi
rangsangan dan bahan-bahan kepada rasio agar
rasio mengolahnya menjadi pengetahuan.
Dua tokoh penting dari aliran ini adalah Plato
(427-347 SM) dan Rene Descartes (1596-1650).
4. LOGO
www.themegallery.com
Rasionalisme Plato
Plato membedakan secara tajam dua macam
pengetahuan yakni pengetahuan inderawi dan
pengetahuan kejiwaan (ideal).
Pengetahuan inderawi tidak dapat disebut
pengetahuan sejati karena indera menangkap
kesan sementara yg terus berubah.
Dunia inderawi merupakan dunia yg semu, hanya
sbg bayangan dari dunia ide.
Untuk menembus kenyataan dan sampai pada
kebenaran, manusia harus melepaskan diri dari
tangkap indra lalu melampauinya dan naik ke
alam ide yg bersifat umum melalui akal.
Akal-lah yg memiliki kemampuan untuk
mengetahui kenyataan dan kebenaran sejati.
5. LOGO
Aurelius Teluma
Rasionalisme Rene Descartes
Descartes dikenal sbg Bapak Filsafat Modern.
Pada masanya, titik tolak kebenaran adalah iman.
Descartes berusaha mencari titik tolak yg lebih pasti tentang
kebenaran.
Untuk itu ia memperkenalkan suatu metode penalaran yg
disebut “keraguan metodis”
Keraguan metodis dimulai dg meragukan segala hal. Jika
semua hal telah diragukan kebenarannya, maka apa yg
masih tersisa yg tidak dapat diragukan?
Yang masih tersisa dan yang tidak dapat diragukan adalah
bahwa saya sedang meragukan segalanya. Saya ragu
karena saya berpikir. Jadi, saya berpikir maka saya ada.
Cogito ergo sum. Melalui keraguan sebagai metode, saya
sampai pada kebenaran.
Kebenaran dapat dicari berdasarkan penalaran pada
proposisi-proposisi yg terlepas dari pengalaman inderawi
sebagaimana yg dipraktekkan dalam matematika
(Descartes seorang matematikawan).
6. LOGO
Aurelius Teluma
2. Empirisme: Dari Aristoteles sampai David Hume
Empirisme merupakan lawan dari rasionalisme.
Menurut empirisme, pengalaman inderawi (emperia)
merupakan sumber kebenaran.
Pada umumnya, diakui bahwa filsuf Inggris John Locke (1632-
1704) merupakan tokoh utama dan pelopor dari aliran ini.
Tetapi, sebenarnya, sejak benih aliran ini sudah ada sejak
Aristoteles yang mengkritik rasionalisme Plato, gurunya.
Pemikir besar seperti Aristoteles tidak mutlak disebut
penganut empirisme krn dia juga menemukan alur pemikiran
deduktif dalam logika yg sangat rasional.
Menurut Aristoteles: ilmu diperoleh dari hasil pengamatan
manusia atas kenyataan yg banyak dan berubah yang
kemudian secara bertahap sampai pada kebenaran yang
bersifat “universal”.
7. LOGO
Aurelius Teluma
Empirisme…
Francis Bacon (1561-1626) memperkenalkan cara kerja induksi
untuk memperoleh ilmu. Menurut Bacon, akal budi bertolak dari
pengamatan inderawi partikular untuk mendapatkan dan
merumuskan pertanyaan yang berada dalam jangkauan
pengamatan lalu secara bertahap menuju pernyataan2 yg lebih
umum.
John Locke menulis bukunya Essay Concerning Human
Understanding (1689) dg berdasar pada premis: semua
pengetahuan berasal dari pengalaman. Karena itu, ia dianggap
sbg tokoh empirisme era modern.
Locke menolak rasionalisme Plato lalu mengemukakan teorinya
yg terkenal yaitu: tabula rasa: jiwa manusia tatkala dilahirkan
kosong seperti kertas putih, dan setiap ide yg diperolehnya
untuk mengisi kertas putih itu diperoleh melalui pengalaman
inderawi.
David Hume (1711-1776), merupakan penganut empiris radikal,
yg tidak saja mengakui superioritas pengalaman inderawi, tetapi
juga menolak prinsip kausalitas yang diterangkan dg akal.
Baginya, kausalitas dapat diterangkan melalui pengalaman.
8. LOGO
Aurelius Teluma
3. Positivisme Comte, Neopositivisme dan Perlawanan
Karl Popper
Positivisme merupakan aliran filsafat yg dibangun
oleh Auguste Comte (1798-1857). Intinya,
positivisme ingin membersihkan ilmu dari spekulasi-
spekulasi yg tidak dapat dibuktikan secara positif.
Comte mau mengembangkan ilmu dg melakukan
percobaan (eksperimen) terhadap bahan faktual
yang terdapat dalam kenyataan empiris, bukan dg
menyusun spekulasi rasional yg tidak dapat
dibuktikan secara positif melalui eksperimen.
Bagi Comte, positivisme merupakan tahap akhir atau
puncak dari perkembangan pemikiran manusia. Ia
membagi tahap perkembangan pemikiran manusia
menjadi: 1. tahap mistik-teologis; 2. tahap metafisika;
3. tahap positif.
9. LOGO
Aurelius Teluma
Neopostivisme
Positivisme Comte kemudian dikembangkan oleh para pemikir yg
dikenal dg Lingkaran Wina yg didirikan tahun 1924. Anggota
Lingkaran Wina: Moritz Schlick, Hans Hahn, Otto Newrath, Hans
Reichenbach dan Victor Craft.
Pemikiran Lingkaran Wina dikenal dg sebutan neopositivisme/
positivisme logis/ empirisme logis.
Pokok-pokok pemikiran Lingkaran Wina:
1) Sumber pengetahuan adalah pengalaman tentang data-data
inderawi.
2) Dalil-dalil matematika yg tidak dihasilkan melalui pengalaman,
diakui keberadaannya dan digunakan untuk mengolah data
pengalaman inderawi.
3) Pernyataan-pernyataan dinyatakan bermakna jika terbuka untuk
diverifikasi (dibuktikan benar secara empiris); pernyataan2 yg
tidak dapat diverifikasi seperti etika, estetika dan metafisikan
dinyatakan sbg pernyataan yg tidak bermakna.
4) Menolak pembedaan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial.
5) Berupaya mempersatukan semua ilmu dalam satu bahasa
ilmiah yg universal.
10. LOGO
Aurelius Teluma
Perlawanan Karl Raimund Popper
Popper menentang pemikiran kelompok Wina.
Bagi Popper, bermakna atau tidaknya suatu pernyataan tidak
ditentukan oleh verifikasi secara empiris. Popper lebih
menekankan perbedaan antara pernyataan ilmiah dan tidak ilmiah,
bukan bermakna dan tidak bermakna.
Hukum-hukum ilmiah dapat berlaku bukan dg cara
pembenarannya secara verifikasi melainkan justru melalui
falsifikasi atau dapat dibuktikan salah!
Artinya: jika kita telah menyusun hipotesis, yg harus dilakukan
bukan mengumpulkan sebanyak mungkin data utk membenarkan
hipotesis, melainkan mencari data utk membuktikan bahwa
hipotesis itu salah. Jika hipotesis itu bertahan maka utk sementara
diterima. Jika terbukti salah, maka ditinggalkan. Dg cara inilah ilmu
dapat berkembang maju.
Contoh Popper: “Dengan observasi terhadap angsa putih, betapa
pun besar jumlahnya, tidak dapat sampai pd kesimpulan bahwa
semua angsa berwarna putih, tetapi cukup satu kali observasi
terhadap seekor angsa hitam untuk menyangkal pendapat tadi.”
11. LOGO
Aurelius Teluma
Kritisime Kant
Filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804) dibesarkan dalam tradisi
rasionalisme tetapi terbangun dari dogmatismenya berkat Hume
(empiris). Kant menamakan pemikirannya sbg: kritisisme.
Bagi Kant, yg harus menjadi pusat perhatian adalah subyek yang
mengetahui, bukan obyek yg diketahui (antidogmatisme).
Telaah pertama terhadap subyek yg mengetahui adalah:
menyelidiki kemampuan dan batas rasio, sejauh mana klaimnya
terhadap kebenaran dapat dipertanggungjawabkan.
Lalu; sintesis rasional-empiris: manusia mendapatkan berbagai
kesan dari berbagai obyek dan peristiwa di sekitarnya, semuanya
merupakan bahan mentah yg masuk dalam kesadaran manusia yg
“diolah” secara aktif oleh subyek.
Pengetahuan selalu bersifat sintesis: merupakan hasil akhir yg
diperoleh karena adanya kerja sama dua unsur yaitu bahan yg
diperoleh dari pengalaman inderawi dan cara mengolah yg
dilakukan oleh subyek dg rasionya.