SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI
MENURUT MAX SCHELER
BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
Oleh: Jirzanah1
Abstract
Scheler is a philosopher who argues that philosophy and
real life are not inseparable. Scheler does not base his ideas in a
specific scientific procedure and have no an empirical procedure,
but uses an intuition to perform a direct relation with the reality. A
morality of human being relied into effect of objective values. A
value arrested directly pursuant to intuition. The targets of this
research are to formulate descriptively a background philosophical
theory of Scheler axiology, values essence, and base of an
understanding of values, later then formulate analytically an excess
and weakness of Scheler axiology, and basic axiology to Indonesian
nation in the future.
This research is a library research in Philosophy. Source of
data collected from bibliographic books which related with the
material object of this research. The material object of this research
is theory Scheler about value. The formal object of this research is
Axiology. A primarily materials of this research are books have
published about Scheler masterpiece in Ethics and value theory.
The steps of this research are sort in data collecting, reduce the
data, data classification, interpretation, recapitulating, and
reporting. Method of data analyze uses the understanding of
interpretation and hermeneutic.
The result of this research showed that idea of Scheler
philosophy is influenced by Husserl phenomenology. Phenomeno-
logy represented methods and philosophy. Phenomenology as a
method sorts the steps which must be taken to be able to pure
phenomenon. Someone have to starting from subject and its
awareness and also to return a pure awareness (intuition). Scheler
have a notion, that value look of human being because sticked at a
reality. Intelligence or mind cannot have a kind of direct link with
values. Values express human being through the emotional intuition
(consciousness). The principles of axiology are needed in the nation
1
Dosen Fakultas Filsafat UGM.
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
86
and state guidance so that pluralism can become the nation
strength. An understanding of values through life sensitivity is
important in answering multiculturalism of Indonesia. The
principles of humanity, unity, and contextuality can be accepted
with the sensitivity. The principles of unity and contextuality can
make an ethnical group comprehend and have empathy to the other
ethnical group values. If multiculturalism is understood through the
rational approach, it will emerge ‘right and wrong’ justification
without consideration of tolerance and empathy.
Keywords: philosophy, values, Indonesian, real life.
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia memasuki abad XXI dengan keadaan
yang carut marut akibat krisis multi dimensional yang terjadi pada
akhir abad XX. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun1998 tidak
segera teratasi dan berdampak pada krisis-krisis di berbagai bidang
kehidupan. Rakyat Indonesia pada umumnya kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Rakyat Indonesia
yang dikenal ramah berubah perangai menjadi mudah emosional.
Demonstrasi terjadi hampir di semua daerah. Demonstrasi yang
berubah menjadi amuk massa terlalu sering terjadi. Sidang
pengadilan untuk para koruptor terus dilakukan, tetapi korupsi juga
terus terjadi. Tata krama, kaidah-kaidah moral, dan kehalusan rasa
mulai ditinggalkan. Kehidupan di Indonesia semakin menjauh dari
perspektif nilai-nilai keluhuran.
Bangsa Indonesia perlu melakukan refleksi terhadap fakta-
fakta yang terjadi dewasa ini. Faktor krisis multi dimensional di
Indonesia dan pengaruh negara-nagara Barat perlu menjadi
pertimbangan utama. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di
jaman Modern yang hanya mengenal kebenaran empiris dan
cenderung menempatkan nilai-nilai kebendaan di atas nilai-nilai
hidup yang lain dapat menjungkirbalikkan hierarkhi nilai yang
sebenarnya. Sikap rasional yang diagung-agungkan lebih
didasarkan kepada kepandaian, ketrampilan, ketepatan perhitungan,
dan ketekunan kerja. Kecenderungan tersebut menyebabkan
diabaikannya nilai-nilai religius dan nilai-nilai yang bersumber pada
kejiwaan manusia. Kesetiaan, sopan santun, kesetiakawanan,
gotong royong, dan lain-lain sikap kerendahan hati dianggap kurang
menguntungkan. Masyarakat modern yang industrialistis akan
mendewakan nilai-nilai kebendaan yang amat berbeda dengan asas-
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
87
asas moral. Kebebasan dan rasionalitas di Indonesia tidak harus
sama dengan di Barat (Purwo-Hadiwardoyo,1983: 50).
Scheler adalah seorang filsuf yang berusaha menganalisis
secara kritis pengaruh ilmu pengetahuan di jaman modern. Scheler
berpandangan bahwa filsafat, ilmu pengetahuan, dan kehidupan
konkrit tidak dapat dipisahkan. Scheler selalu berusaha
memperhatikan dan menganalisis masalah-masalah aktual yang
terjadi. Scheler sangat memperhatikan kehidupan masyarakat
sekitarnya dan kehidupan global. Scheler tidak merumuskan
pemikirannya melalui prosedur khusus yang bersifat ilmiah
(empiris), tetapi menggunakan intuisi untuk mengadakan hubungan
langsung dengan realitas. Hubungan langsung dengan realitas akan
menghasilkan pemahaman intuitif yang tidak tergantung dari
keberadaan realitas. Nilai-nilai mempunyai sifat absolut, tidak
berubah, dan tidak bersifat subjektif. Nilai-nilai ditangkap secara
langsung berdasarkan intuisi. Nilai-nilai harus digunakan sebagai
prinsip bagi penilaian dan perilaku manusiawi. Moralitas perbuatan
manusia didasarkan pada berlakunya nilai-nilai objektif (Bertens,
1983:111).
Penelitian tentang hakikat nilai dan pendekatan intuitif
melalui apriori emosi (intuisi) terhadap kehidupan kongkrit sangat
menarik dan penting bagi upaya mengatasi krisis yang terjadi di
Indonesia. Penelitian ini penting terutama untuk merumuskan dasar
aksiologis pengembangan kepribadian bangsa dan kehidupan
bangsa Indonesia di masa depan. Dasar aksiologis untuk
menentukan pilihan hierarkhi nilai-nilai hidup yang dapat
dipertanggungjawabkan bukan hanya kebenarannya, tetapi juga
ketepatannya. Refleksi terhadap pandangan-pandangan dasar
aksiologis Scheler tetap harus di dalam bingkai akulturasi.
Akulturasi budaya dipahami sebagai suatu pengembangan nilai-nilai
budaya sendiri melalui pengaruh nilai-nilai budaya dari luar untuk
tujuan tertentu. Tujuan akulturasi adalah agar dapat mengambil
unsur-unsur nilai baru yang dapat memajukan dan mengembangkan
nilai-nilai budaya Indonesia sendiri.
Permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa latar belakang pandangan-pandangan filsafati Scheler ?
2. Apa pengertian hakikat nilai dan dasar pemahaman
nilai menurut Scheler ?
3. Apa kelebihan dan kelemahan Aksiologi Scheler ?
4. Apa pentingnya pemahaman Aksiologis Scheler bagi bangsa
Indonesia dalam menyongsong masa depan ?
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
88
Penelitian ini berbeda dengan beberapa tulisan tentang
pandangan-pandangan Scheler. Sepanjang pengetahuan peneliti
buku-buku pustaka memang telah banyak mencantumkan catatan-
catatan kaki, terutama di buku-buku Sejarah Filsafat dan Filsafat
Nilai yang bersumber dari konsep filsafat dan teori nilai Scheler.
Catatan-catatan kaki tersebut menjadikan pandangan-pandangan
Scheler sebagai sumber acuan dan bukan suatu penelitian untuk
mengembangkannya. Keaslian penelitian ini terutama pada objek
formalnya, yaitu Aksiologi. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengembangkan pemikiran dan aspek metodologis yang digunakan
Scheler dalam merumuskan pengertian hakikat nilai, pemahaman
nilai, dan hubungan nilai dengan kehidupan konkrit di Indonesia.
Tujuan penelitian ini yang utama adalah untuk merumuskan
secara deskriptif teori-teori filsafati yang menjadi latar belakang
pemikiran Aksiologi Scheler tentang hakikat nilai dan dasar
pemahaman nilai. Pemahaman tentang Aksiologi Scheler dijadikan
bahan untuk merumuskan secara analitis dasar aksiologis bagi
bangsa Indonesia dalam menyongsong masa depan.
Kajian pustaka digunakan untuk memudahkan pemahaman
tentang pandangan-pandangan Scheler di bidang Aksiologi. Bertens
menjelaskan, bahwa Scheler secara umum dianggap sebagai tokoh
fenomenologi yang kedua. Fenomenologi Scheler bertumpu pada
pemikiran Husserl, tetapi dalam pengembangannya Scheler
mengubah pandangan Husserl tentang fenomenologi sebagai suatu
ilmu rigorus. Scheler berpandangan bahwa filsafat dan kehidupan
kongkrit tidak dapat dipisahkan. Scheler selalu berusaha
menganalisis masalah-masalah aktual. Scheler juga tertarik pada
Sosiologi. Scheler memandang metode fenomenologis sebagai
suatu cara tertentu untuk memandang realitas. Fenomenologi
merupakan suatu sikap, bukan suatu prosedur khusus yang diikuti
oleh pemikiran (misalnya induksi, deduksi, dan teknik berpikir
lainnya). Sikap fenomenologis tersebut digunakan untuk
mengadakan hubungan langsung dengan realitas berdasarkan
intuisi. Hubungan langsung dengan realitas disebut pengalaman
fenomenologis. Unsur utama dalam pengalaman fenomenologis
tersebut bukan fakta pada umumnya, melainkan fakta jenis tertentu,
yaitu fakta-fakta fenomenologis. Fakta fenomenologis juga disebut
sebagai fakta murni. Fakta fenomenologis adalah isi intuitif atau
hakikat yang dihasilkan oleh pengalaman langsung yang tidak
tergantung dari ada atau tidak adanya dalam realitas. Fakta
fenomenologis selalu utuh lengkap sepenuh-penuhnya, bukan hanya
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
89
sebagian. Fakta fenomenologis menjadi dasar bagi fakta natural
(indrawi) dan ilmiah (Bertens, 1983: 109).
Jasa Scheler yang sangat besar adalah pemikirannya tentang
nilai. Scheler menjelaskan nilai adalah hal yang dituju oleh
perasaan, yang mewujudkan apriori emosi. Nilai bukan idea atau
cita, melainkan sesuatu yang nyata dan hanya dapat dialami dengan
jiwa yang bergetar, yaitu dengan emosi. Pemahaman nilai tidak
sama dengam pemahaman secara umum, seperti dalam mendengar,
melihat, dan mencium. Akal tidak dapat mengetahui nilai, sebab
nilai tampil apabila ada rasa yang diarahkan pada sesuatu. Nilai
adalah hal yang dituju perasaan, yaitu apriori perasaan (Harun-
Hadiwijono, 1980: 145).
Scheler berpandangan bahwa nilai merupakan kualitas
objektif. Keberadaannya tidak tergantung pada benda. Seseorang
tidak dapat memahami nilai dari benda yang bernilai, karena nilai
mendahului bendanya. Nilai adalah kualitas apriori artinya bukan
hanya tidak tergantung pada semua objek yang bereksistensi, tetapi
juga tidak tergantung pada tanggapan seseorang. Nilai bersifat
mutlak, tidak berubah, sehingga tidak dipengaruhi oleh perbuatan
seseorang. Pengetahuan seseorang tentang nilai dapat bersifat
relatif, tetapi bukan nilai itu sendiri yang relatif (Frondizi, 1963: 82
).
Moralitas perbuatan-perbuatan manusia berdasarkan pada
berlakunya nilai-nilai objektif, sehingga tidak tergantung pada
manusia. Nilai-nilai tidak berubah dan tidak bersifat subjektif.
Nilai-nilai ditangkap secara langsung berdasarkan intuisi. Nilai-nilai
tidak tergantung pada subjek, tetapi sebaliknya subjek tergantung
pada nilai-nilai dan hierarkhi di antara nilai-nilai tersebut.
Pengenalan tentang nilai mendahului pengenalan tentang benda.
Suatu lukisan dilihat indah berarti menerapkan pada lukisan itu nilai
indah. Nilai-nilai berlaku secara objektif dan apriori (Bertens, 1983:
111).
Intuisi emosi bukan hanya untuk memahami nilai, tetapi
yang lebih hakiki adalah memahami penampakan nilai dalam
urutan yang hierarkhis. Nilai tersusun dalam suatu hubungn
hierarkis apriori. Hierarki nilai ditemukan di dalam hakikat nilai itu
sendiri. Kelebihan suatu nilai atas nilai-nilai yang lain dipahami
dengan menggunakan preferensi artinya kesadaran tanpa
kecenderungan keinginan dan hasratnya. Hierarki nilai merupakan
hal yang inheren dalam hakikat nilai (Frondizi,1963: 96).
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
90
Scheler menggolongkan nilai-nilai menjadi empat tingkatan,
yaitu : Pertama, nilai-nilai kesenangan, yaitu nilai-nilai yang
menyangkut kesenangan dan ketidak-senangan yang terdapat dalam
objek-objek, yang berpadanan dengan tanggapan makhluk-makhluk
yang memiliki indra. Kedua, nilai-nilai vital, yaitu nilai-nilai yang
berkaitan dengan vitalitas hidup hasil hubungan timbal balik
organisme dengan dunia sekitarnya. Ketiga, nilai-nilai rohani yang
tidak tergantung dari hubungan timbal balik antara organisme
dengan dunia di sekitarnya. Nilai-nilai rohani meliputi nilai-nilai
estetis (indah dan jelek), kebenaran (benar dan salah) dan nilai-nilai
pengetahuan murni (pengetahuan yang dijalankan tanpa pamrih).
Keempat, nilai-nilai religius, yaitu nilai-nilai yang menyangkut
objek-objek absolut, meliputi yang kudus dan yang tidak kudus
(Bertens, 1983: 112).
Hierarki nilai Scheler penting dijadikan pertimbangan bagi
upaya meningkatkan kualitas harkat dan martabat manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Penataan hidup
berkebangsaan dan berkenegaraan memang sangat kompleks,
sehingga perencanaannya tidaklah sederhana dan dengan begitu saja
dapat dipolakan, diarahkan, atau diramalkan secara positif menurut
hukum-hukum ilmiah. Ilmu pengetahuan dapat mengantarkan ke
pemahaman fakta secara objektif, tetapi kebenaran ilmiah positif
bukanlah kebenaran yang utuh dan lengkap. Masalah-malasah
kualitatif merupakan masalah filsafati yang oleh Positivisme tidak
diberi tempat dalam kerangka pemikirannya (Koento-Wibisono,
1984: 102).
Perspektif teoritis yang digunakan untuk menganalisis
pandangan-pandangan Scheler adalah pendekatan aksiologis.
Frondizi (1963: 14) menguraikan tentang permasalahan pokok
Aksiologi. Permasalahan pokok Aksiologi didasarkan pada
hubungan antara subjek dan objek. Suatu objek adalah bernilai
apabila diinginkan oleh manusia, atau sebaliknya manusia
menginginkan suatu objek, karena objek tersebut memiliki nilai.
Berdasarkan permasalahan hubungan antara objek dan subjek
tersebut memunculkan dua pandangan, yaitu objektivisme dan
subjektivisme. Nilai adalah objektif apabila nilai tersebut mandiri
atau tidak tergantung pada subjek atau penilaian. Nilai adalah
subjektif apabila adanya, maknanya, atau validitasnya tergantung
pada reaksi subjek yang melakuakan penilaian, tanpa
mempertimbangkan suasana fisiologis atau psikologis.
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
91
Sumber data dikumpulkan dari buku karya Scheler di
bidang Etika dan teori nilai yang berjudul Der Formalismus in der
Ethik und die materiale Wertethik, (Formalisme Dalam Etika dan
Etika Nilai Material) karya tahun 1917 diterbitkan tahun 1966.
Buku-buku karya Scheler yang lain tidak dijadikan pertimbangan
sebagai sumber data utama dan hanya sebagai bahan pendukung,
yaitu buku yang berjudul DieTranszendentale und die
Psychologische Methode (Metode Transendental dan Psychologis)
karya tahun 1900, Ueber Ressentiment und Moralisches Werturteil
(Tentang Resentimen dan Putusan Nilai Moral) tahun 1912, Wesen
und Formen der Sympathie (Hakikat dan Bentuk-bentuk Simpati)
tahun 1913, Vom Ewigen im Menschen (Tentang Yang Abadi
Dalam Diri Manusia) tahun 1921, Die Steleung des Menschen im
Kosmos (Kedudukan Manusia Dalam Kosmos) tahun 1928. Buku-
buku kepustakaan lain yang dijadikan sebagai sumber sekunder
adalah buku karya Deeken, Alfons yang berjudul Procees and
Permanence in Ethics Max Scheler’s Moral Philosophy, diterbitkan
pada sekitar
tahun 1974 karya Frondizi, R. berjudul Que Son Los Valores, terj.
Solomon Lipp, diterbitkan tahun 1963.
Metode analisis data penelitian ini lebih menekankan pada
proses pemberian makna dan mengorganisasikannya berdasarkan
tujuan yang telah ditentukan, sehingga dalam penelitian ini
digunakan metode hermeneutika. Hermeneutika adalah tahapan
analisis untuk menemukan makna yang terkandung di dalam
pemikiran-pemikiran Scheler tentang teori nilai. Analisis
hermeneutika meliputi analisis tekstual, kontekstual, dan perspektif
sejarah. Pemaknaan ini membutuhkan penafsiran dengan cara
berpikir kritis, kreatif, dan imajinatif (Kaelan, 2005: 82). Tahap
analisis kontekstual lebih diutamakan untuk menemukan konsep
dasar-dasar aksiologis bagi pengembangan hidup berkebangsaan
Indonesia pada masa yang akan datang.
B. Objektivisme Scheler
1. Pengaruh Filsafat Husserl.
Max Scheler hidup antara tahun 1874-1928. Scheler lahir
pada tahun 1874 di kota Munchen, daerah Bayern, Jerman bagian
selatan. Scheler meraih gelar doktor filsafat dari universitas Jena
pada tahun 1897. Pembimbing desertasinya adalah Rudolf Eucken.
Desertasinya berjudul Beitirage zur Festitellung der logischen und
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
92
ethischen Prinzipien (Sumbangan pikiran untuk menetapkan
hubungan antara prinsip-prinsip logis dan etis) (Bertens, 2002:
117).
Filsafat Scheler sangat dipengaruhi oleh fenomenologi
Husserl. Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis
deskriptif dan introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk
kesadaran dan pengalaman langsung di bidang religius, moral,
estetis, konseptual, serta indrawi. Filsafat hendaknya
memperhatikan pada penyelidikan tentang Lebenswelt (dunia
kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah).
Penyelidikan ini hendaknya menekankan ciri intensional yang
terdapat pada kesadaran, tanpa mengandaikan berbagai praduga
konseptual dari ilmu-ilmu empiris. Filsafat bukan ilmu faktual dan
tidak dapat menjadi ilmu faktual. Filsafat memiliki metode dan
temuan uniknya sendiri, yang secara hakiki berbeda dari metode
dan temuan ilmu-ilmu alam, metode dan temuan sistem-sistem
logika, serta matematika formal (Bagus, 2005: 235).
Husserl sebagai pendiri aliran fenomenologi telah
mempengaruhi filsafat kontemporer secara amat mendalam.
Fenomenologi menjadi dikenal secara unum dan terutama menjadi
populer sekitar tahun 1950-an. Prinsip segala prinsip menurut
Husserl adalah bahwa hanya intuisi langsung (tidak dengan
menggunakan perantara apapun) dapat dipakai sebagai kriterium
terakhir di bidang filsafat. Husserl kemudian menyimpulkan bahwa
kesadaran harus menjadi dasar filsafat. Fenomenologi adalah ilmu
(logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Fenomena oleh
Husserl diartikan sesuatu yang pada waktu itu sama sekali baru.
Fenomena menurut Husserl adalah realitas sendiri yang tampak.
Husserl menjelaskan bahwa tidak ada selubung atau tirai yang
memisahkan manusia dari realitas, karena realitas itu sendiri tampak
bagi manusia. Paradigma Husserl bagi filsafatnya adalah kembalilah
kepada benda-benda sendiri (Zuruck zu den Sachen selbst). Husserl
melalui pandangannya tentang fenomena ini mengadakan semacam
revolusi dalam filsafat barat. Filsafat barat sejak Descartes
memahami kesadaran sebagai kesadaran tertutup, artinya kesadaran
mengenal diri sendiri dan hanya melalui jalan itu untuk mengenal
realitas (Bertens, 2002: 109-111).
2. Hakikat Nilai
Scheler berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kenyataan
yang tersembunyi di balik kenyataan lain. Kenyataan lain
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
93
merupakan pengemban nilai seperti halnya suatu benda dapat
menjadi pengemban warna merah atau pengemban warna lainnya.
Nilai merupakan kualitas yang keberadaannya tidak tergantung
pada pengembannya. Satu objek atau satu perbuatan sudah cukup
memadai untuk menangkap nilai yang terkandung di dalamnya.
Semua pengalaman yang berhubungan dengan baik dan buruk
mengasumsikan dasar maupun pengetahuan yang sebelumnya
tentang baik dan buruk. Nilai-nilai moral tidak tersembunyi di balik
perbuatan-perbuatan yang pada dirinya sendiri baik, tetapi
perbuatan-perbuatan baik tersebut yang mewujudkan nilai-nilai
(Scheler, 1966: 105-107).
Scheler berpendapat bahwa nilai-nilai itu merupakan
kenyataan yang benar-benar ada, bukan hanya dianggap ada. Nilai
benar-benar ada, sehingga walaupun tersembunyi di balik
kenyataan lain, tidak sama sekali tergantung pada kenyataan-
kenyataan lain. Meskipun kenyataan-kenyataan lain yang membawa
nilai itu berubah dari waktu ke waktu, nilai-nilai itu bersifat mutlak
dan tidak berubah. Meskipun yang baik tidak dinilai sebagai baik,
tetap akan menjadi baik. Nilai tidak akan terpengaruh oleh
perubahan yang terjadi pada objek yang digabunginya (Scheler,
1966: 39-40). Objektivisme Scheler sangat erat
hubungannya dengan pandangannya tentang nilai yang mutlak.
Scheler menolak semua teori yang relativistis. Scheler menolak
pendapat, bahwa nilai memiliki eksistensi dalam hubungannya
dengan manusia, baik susunan fisik maupun psiko-fisiknya. Scheler
juga menolak ketergantungan nilai pada hidup. Apabila nilai
tergantung pada hidup, maka akan meniadakan kemungkinan untuk
dapat menyifatkan nilai pada hidup itu sendiri. Apabila nilai
tergantung pada hidup, maka akibatnya kebaikan di dalam hidup
akan merupakan fakta yang tidak memerlukan nilai. Scheler juga
menolak relativitas dari pertimbangan sejarah nilai. Relativitas
historis berusaha menurunkan nilai dari benda historis dengan
memandangnya sebagai hasil sejarah, sehingga merupakan hasil
dari rangkaian perubahan. Relativisme historis melakukan
kesalahan, karena tidak memperhatikan hakikat nilai yang
independen dan mengacaukan perubahan riil yang terjadi pada
benda dan norma dengan variasi nilai. Scheler juga menolak
pandangan skeptisisme etis. Skeptisisme muncul sebagai akibat dari
kekecewaan yang dialami ketika seseorang menemukan suatu
persetujuan moral. Kekecewaan tersebut disebabkan oleh
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
94
kelemahan dan ketidakmampuan seseorang untuk berdiri sendiri
menghadapi munculnya persoalan moral (Frondizi, 1963:86-87).
3. Pemahaman Nilai.
Scheler berpendapat, bahwa memahami nilai-nilai adalah
dengan hati dan bukan dengan akal budi.. Nilai menyatakan diri
pada manusia melalui intuisi emosional (hati). Manusia
berhubungan dengan dunia nilai dengan keterbukaan dan kepekaan
hatinya. Manusia tidak memahami suatu nilai dengan berpikir
mengenai nilai itu, melainkan dengan mengalami dan mewujudkan
nilai itu. Nilai suatu benda tersaji kepada manusia secara jelas dan
tegas. Scheler menentang semua bentuk rasionalisme. Nilai
merupakan suatu jenis objek yang sama sekali tidak dapat dimasuki
oleh akal. Nilai menyatakan diri melalui persepsi sentimental.
(Scheler, 1966: 62-64).
Hati manusia dapat memahami banyak nilai dari berbagai
tingkatan, karena dalam hati ada susunan penangkap nilai yang
sesuai dengan hirarkhi objektif dari nilai tersebut. Semakin besar
kemampuan cinta seseorang, semakin tepat dalam memahami nilai,
dan mampu mewujudkan nilai-nilai yang sudah dikenal serta
mampu menemukan nilai baru (Scheler, 1966: 260-261).
4. Hierarkhi Nilai.
Kriteria untuk menentukan hierarkhi nilai aksiologis
dibedakan menjadi lima macam (Deeken, 1974: 53-55). Pertama,
sifat tahan lama. Benda yang lebih tahan lama dan semakin sukar
berubah senantiasa lebih tinggi daripada yang bersifat sementara
dan mudah berubah. Sifat tahan lama nilai tidak harus mengacu
pada pengemban nilai, tetapi pada nilai itu sendiri. Nilai terendah
dari semua nilai adalah nilai yang pada dasarnya fana, sedangkan
nilai yang lebih tinggi daripada semua nilai yang lain adalah nilai
yang lebih tahan lama. Semua yang dialami melalui indra dan yang
sesuai dengan tangkapan indra pada hakikatnya merupakan nilai
yang lebih rendah. Kedua, sifat dapat dibagi. Tingginya hierarkhi
nilai berbanding terbalik dengan sifatnya yang dapat dibagi-bagi.
Semakin tinggi derajat hierarkhinya akan semakin kecil sifatnya
untuk dibagi, karena cakupannya yang luas. Kuantitas atau ukuran
tidak berlaku bagi suatu karya seni. Sebuah lukisan atau patung
akan bernilai jauh lebih tinggi daripada bagian-bagian dari lukisan
atau patung yang dipisah-pisah. Nilai estetis dapat dinikmati
bersama-sama orang banyak tanpa harus melakukan pembagian
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
95
bendanya, sehingga sangat berbeda dengan nilai kenikmatan
indrawi. Kenyataannya, nilai kenikmatan indrawi sangat ditentukan
oleh sifat ekstensifnya, artinya jenjang nilai ditentukan oleh
kuantitas, ukuran, atau keluasan pengembannya. Objek kebendaan
akan memisahkan orang dan menimbulkan pertentangan
kepentingan, karena benda harus dimiliki, sedangkan objek spiritual
akan menyatukan orang, karena dapat menjadi milik bersama.
Ketiga, sifat tidak tergantung pada nilai lain. Apabila suatu nilai (B)
untuk dapat ditampilkan memerlukan keberadaan nilai A, maka
hierarkhi nilai A lebih tinggi daripada nilai B. Apabila satu nilai (A)
menjadi dasar (syarat) bagi nilai yang lain (B), maka nilai tersebut
lebih tinggi hierarkhinya. Scheler berpendapat karena semua nilai
didasarkan pada nilai yang lebih tinggi, maka ada nilai yang paling
tinggi, yaitu nilai religius. Sheler dalam hal ini kembali pada
monisme aksiologis seperti yang pernah berlaku pada jaman
pertengahan. Keempat, sifat membahagiakan. Tingginya hierarkhi
nilai tidak ditetapkan melalui kedalaman kenikmatan, tetapi
melalui kedalaman kebahagiaannya. Kebahagiaan berbeda dengan
kenikmatan, meskipun ada kemungkinan kenikmatan merupakaan
hasil dari kebahagiaan. Kebahagiaan juga tidak selalu didahului
oleh suatu keinginan. Kebahagiaan terjadi melalui persepsi
sentimental yang tenang dan dikandung oleh benda yang bernilai
secara positif. Satu nilai lebih membahagiakan daripada nilai yang
lain apabila eksistensinya tidak tergantung pada persepsi
sentimental terhadap nilai yang lain tersebut. Kebahagiaan dapat
tercapai tanpa ada kebahagiaan lain yang mendahuluinya. Kelima,
sifat tidak tergantung pada kenyataan tertentu. Nilai mengacu pada
esensi nilai itu sendiri, artinya tidak tergantung atas relativitas dari
sifat pengemban nilai. Di antara berbagai benda ada perbedaan
skala relativitas. Sesuatu yang menyenangkan akan relatif bagi
seseorang, karena tergantung perasaan sensitifnya, sebaliknya nilai
adalah mutlak. Nilai ada demi tujuan emosi murni, yaitu preferensi
dan cinta kasih yang tidak tergantung pada indra dan hasrat hidup.
Hierarkhi nilai mengacu pada esensi nilai itu sendiri, artinya tidak
tergantung atas relativitas dari sifat pengembannya. Jadi ada dua
relativitas, yaitu relativitas hierarkhi nilai dan relativitas pengemban
nilai.
Preferensi dan penerapan lima kriteria tersebut menjadi
petunjuk urutan atau tabel hierarkhi nilai, yaitu: (Scheler, 1966:
122-126).
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
96
Pertama, nilai-nilai kenikmatan. Tingkat pertama ini berisi deretan
nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang
menyebabkan seseorang menjadi senang atau menderita tidak enak..
Kedua, nilai-nilai kehidupan. Tingkat kedua ini berisi deretan nilai-
nilai yang penting bagi kehidupan, misalnya kesehatan, kesegaran
badan, kesejahteraan umum.
Ketiga, nilai kejiwaan. Tingkat ketiga ini berisi nilai-nilai kejiwaan
yang sama sekali tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun
lingkungan. Nilai-nilai ini dibedakan secara hierarkhis sebagai
berikut.
a. Nilai keindahan dan berbagai nilai estetis murni yang lain.
b. Nilai kebenaran, yang seharusnya dibedakan dengan benar
dan salah (melanggar).
c. Nilai pengetahuan murni yang direalisasikan oleh filsafat.
Nilai pengetahuan murni ini dilawankan dengan
pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu positif
Keempat, nilai-nilai kerohanian. Tingkat keempat ini berisi
modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai kerohanian ini tidak
dapat direduksi menjadi nilai kejiwaan dan memiliki keberadaan
yang khas dengan menyatakan diri (dalam berbagai objek) sebagai
yang mutlak.
C. Evaluasi Kritis
1.Kelemahan dan Kelebihan Objektivisme Scheler.
Objektivisme Scheler berpendapat, bahwa nilai tidak
tergantung pada benda dan subjek yang menilainya. Nilai besifat
mutlak, tidak berubah, dan tidak terpengaruh oleh intervensi fisik
aktual maupun yang bersifat manusiawi. Objektivisme menolak
teori yang berusaha membatasi hakikat nilai pada manusia dan
susunannya, baik yang psikhis maupun psikho-fisis, artinya
menolak teori yang berusaha menempatkan hakikat nilai dalam
hubungannya dengan manusia.
Kelemahan yang paling jelas dari teori objektivisme nilai
Scheler adalah pandangannya tentang nilai yang bersifat mutlak
tersebut. Akibat pemutlakan tersebut, maka penjelasan-penjelasan
dan pembenaran-pembenaran pendapatnya bersifat tautologis.
Scheler telah melakukan kelemahan berargumentasi. Scheler telah
menolak sifat relasional nilai, yaitu menolak semua hubungan
antara nilai dengan manusia dan realitas. Objektivisme Scheler yang
mutlak ini telah memenjarakan argumentasi - argumentasinya di
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
97
dalam definisinya sendiri. Argumentasinya menjadi sia-sia dan
menampakkan kelemahannya, karena menjelaskan sesuatu yang
tidak dikonfirmasikan dengan realitas, sehingga terjebak dalam
penjelasan tautologis (Frondizi, 1963: 115).
Sifat tautologis nampak jelas dari pernyataan Scheler, bahwa
yang baik itu baik. Scheler membuat penjelasan, bahwa meskipun
yang baik tidak pernah dinilai baik akan tetap menjadi baik,
sebaliknya meskipun membunuh tidak pernah dinilai buruk akan
tetap dan terus menjadi buruk. Pernyataan dan penjelasan tersebut
memang benar, tetapi sia-sia dan tautologis. Frondizi menunjukkan
kelemahan pandanghan Scheler, bahwa yang menjadi perhatian
orang adalah untuk mengetahui apa yang dikandung oleh kebaikan.
Fakta sejarah yang tidak dapat diragukan, bahwa dalam perjalanan
sejarah apa yang dipandang sebagai yang baik dapat berbeda. Orang
tidak dapat mengabaikan sepenuhnya arti kebaikan yang dipikirkan
oleh manusia yang hidup dalam kurun waktu yang berbeda. Contoh
kelemahan Scheler nampak lebih jelas dari pernyataannya, bahwa
yang bergizi itu bergizi, meskipun kurang baik bagi kesehatan
sebagian orang. Pernyataan tersebut bersifat tautologis dan tidak
dikonfirmasikan dengan fakta, bahwa konsep tentang gizi bersifat
relasional dan kondisional (Frondizi, 1963: 116).
Kelemahan Objektivisme Scheler juga tampak pada
pandangannya tentang pemahaman nilai yang apriori, terutama
ketika menjelaskan tentang hierarkhi nilai. Scheler menyusun tabel
aksiologis bersifat apriori, yaitu sama sekali tidak tergantung pada
reaksi subjek yang melakukan penilaian. Hierarkhi aksiologis
dipahami dengan menggunakan tindakan khusus kesadaran, yaitu
preferensi. Perbedaan jenjang nilai dipahami seperti perbedaan
antara nilai positif dengan nilai negatif. Hierarkhi yang lebih tinggi
dari suatu nilai secara esensial terjadi hanya melalui tindakan
preferensi.
Kelemahan Scheler adalah tidak menunjukkan cara konkrit
untuk memahami hierarkhi aksiologis tersebut. Cara yang konkret
tersebut diperlukan, karena Scheler tidak mendasarkan
penjenjangan nilai tersebut pada pemahaman emperis. Apabila satu-
satunya metode kesadaran tersebut tidak meyakinkan adanya
superioritas satu nilai atas nilai yang lainnya, maka bagaimana
caranya dapat menemukan superioritas yang diasumsikan tersebut.
Cara yang konkrit tersebut diperlukan untuk dapat mengetahui
bahwa preferensi itu valid dan tidak menipu (Frondizi, 1963: 117).
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
98
Cara yang konkrit diperlukan untuk menentukan jenis
preferensi seperti apa yang benar-benar dapat menunjukkan
penjenjangan aksiologis, dan dari orang-orang seperti apa, serta
dalam keadaan bagaimana aksi preferensi ini dapat muncul.
Kenyataannya, bahwa preferensi itu bervariasi pada masing-masing
orang, jaman, kebudayaan, dan periode sejarah. Preferensi itu
sendiri tidak memadai bagi penentuan hierarkhi nilai. Cara yang
konkrit lebih dibutuhkan untuk pemberi sifat, penunjukan sebuah
standar dalam rangka mengetahui preferensi yang valid. Cara yang
konkrit tetap diperlukan untuk menjelaskan pernyataan Scheler
sendiri, bahwa ada kalanya orang lebih menyenangi nilai yang lebih
rendah daripada nilai yang tinggi.
Kelebihan objektivisme Scheler dapat diketahui dengan
memperhatikan kelemahan pandangan subjektivisme.
Subjektivisme berpendirian, bahwa manusia tidak dapat
membicarakan nilai tanpa mempertimbangkan penilaian, baik yang
aktual maupun yang dalam kemungkinan. Sebaliknya, objektivisme
memiliki dasar yang kuat, karena terdapat perbedaan yang hakiki
antara penilaian dan nilai. Nilai mendahului penilaian. Apabila tidak
ada nilai, maka tidak akan ada pula yang akan dinilai. Mengacaukan
penilaian dengan nilai sama dengan mengacaukan antara persepsi
dengan objek yang dipersepsi. Persepsi tidak menciptakan objek,
tetapi menangkapnya. Kedudukan pendekatan subjektif sebenarnya
hanya sama dengan proses pemahaman nilai.
2. Kritisisme Pemahaman Baru.
Kelemahan utama objektivisme dan subjektivisme terletak
pada pandangannya tentang nilai yang bersifat mutlak. Kelemahan
objektivisme yang mutlak juga berlaku bagi pandangan
subjektivisme yang mutlak. Kelemahan objektivisme dan
subjektivisme terletak di dalam menyusun penjelasan menurut sudut
pandang masing-masing yang berlebihan. Kesalahan yang
sebenarnya dari dua paham tersebut perlu ditemukan dari pemikiran
yang keliru terhadap pikiran lawannya yang dianggap salah.
Pertama, yang perlu dicatat bahwa pernyataan
subjektivisme tentang suasana psikologis yaitu, senang, nafsu, dan
perhatian merupakan kondisi yang diperlukan memang benar, tetapi
tidak memadai. Sebaliknya, pernyataan subjektivisme tersebut tidak
meniadakan unsur objektif, justru mengansumsikannya.
Konsekwensinya nilai akan nampak sebagai akibat adanya
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
99
hubungan atau tegangan antara subjek dengan objek, sehingga
memiliki sisi subjektif dan objektif (Frondizi, 1963: 124).
Kedua, Apabila seharusnya memang ada sisi subjektif dan
objektif, maka perhatian selanjutnya adalah merumuskan proporsi
perpaduan dua unsur tersebut yang dapat berlaku bagi semua nilai.
Skala aksiologis perlu ditetapkan secara pasti dengan meningkatkan
secara sinergis salah satu dari kedua pandangan tersebut.
Ketiga, perhatian tentang realitas dapat dipakai sebagai titik
tolak. Filsafat yang memostulatkan nilai sebagai entitas tertentu dan
konsekwen dengan definisinya mengaku telah mencapai koherensi
yang maksimum, tetapi tidak akan berhasil memberikan penjelasan
terhadap realitas aktual. Teori filsafat seharusnya diukur melalui
koherensi logis konseptualnya, sekaligus untuk menjelaskan fakta di
dunia ini. Teori Scheler telah menunjukkan koherensi logisnya dan
kemampuannya untuk mengundang ikatan emosional, tetapi orang
menangkap kelemahannya, yaitu kurang memperhatikan
pengalaman.
Apabila orang memperhatikan hubungan antara objek yang
bernilai dengan subjek yang menilainya, maka akan nampak jelas
hilangnya dua pandangan yang berbeda. Nilai dapat ada dalam
hubungannya dengan subjek yang menilainya. Nilai estetik, baik
yang musikal dan piktoral hanya dapat ada dalam hubungannya
dengan subjek yang memiliki pendengaran dan sensitivitas visual
(Frondizi: 1963, 129).
Rumusan yang baru harus dilakukan dalam menghadapi
tidak adanya kesepakatan tentang intuisi sempurna yang
diasumsikan terjadi pada orang yang sama. Data intuitif tidak dapat
dipandang yang menentukan, karena seseorang tidak mengetahui
dengan pasti pendapat siapa yang harus diikuti. Data intuitif
seharusnya digabung bersama data lain yang bersumber dari
pengalaman. Pengalaman memang dapat berbeda, perbedaan antara
berbagai data dan analisis dari berbagai situasi akan menghasilkan
satu penafsiran dipandang dari sudut pengalaman yang utuh dan
menyeluruh (Frondizi, 1963, 138).
D. Dasar Aksiologis Masa Depan Bangsa Indonesia
1. Kedudukan dan fungsi nilai.
Prinsip-prinsip aksiologis diperlukan dalam hidup berbangsa
dan bernegara di Indonesia agar sendi-sendi pluralitas dapat
menjadi kekuatan bangsa. Nilai-nilai menurut Scheler tidak dapat
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
100
dipahami dengan akal, tetapi dengan hati. Pemahaman nilai melalui
kepekaan hati penting dalam menyikapi kebhinekaan suku di
Indonesia, tetapi tanpa meninggalkan pemahaman rasional.
Nilai merupakan realitas abstrak. Nilai dirasakan dalam diri
masing-masing sebagai daya pendorong dan prinsip-prinsip yang
menjadi pedoman hidup. Nilai menduduki tempat penting dalam
kehidupan seseorang sampai pada suatu tingkat di mana seseorang
lebih siap mengorbankan hidupnya daripada mengorbankan nilai.
Nilai-nilai yang dijunjung tinggi tidak perlu sama bagi seluruh
warga masyarakat. Masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok
yang berbeda berdasarkan sosio ekonomi, politik, agama, dan etnis.
Masing-masing kelompok masyarakat dapat memiliki sistem dan
hierarkhi nilai yang berbeda. Konflik dapat muncul antar pribadi-
pribadi dalam masyarakat, karena sistem nilai yang berbeda. Dialog
merupakan usaha untuk mengerti sistem nilai dari pribadi atau
kelompok lain. Dialog dapat berlangsung dalam kehidupan secara
sadar atau tidak melalui perjumpaan sehari-hari dengan kelompok-
kelompok lain. Dialog dapat menyebabkan seseorang menghormati
dan toleran, menerima begitu saja, atau mengintegrasikannya ke
dalam sistem nilainya sendiri.
Nilai-nilai merupakan realitas yang terbuka dan tidak berada
sendirian. Nilai-nilai terikat bersama sebagai perangkat. Masyarakat
memiliki perangkat nilai-nilai yang bertalian secara logis dan
membentuk kesatuan hierarkhis. Seperangkat nilai atau sistem nilai
memiliki nilai dominan yang menjadi acuan dari nilai-nilai yang
lain.
Nilai-nilai ditanamkan pada seorang pribadi melalui proses
sosialisasi melalui keluarga, lingkungan sosial terdekat, lembaga
pendidikan, agama, media massa, dan tradisi. Nilai harus dibedakan
dari norma dan prinsip. Nilai adalah daya pendorong dalam hidup
yang memberi makna pada tindakan seseorang. Nilai mempunyai
dua segi yaitu intelektual dan emosional . Kombinasi kedua segi
tersebut akan menentukan suatu nilai dan fungsinya dalam
kehidupan. Apabila dalam pemberian makna dan pengabsahannya
terhadap suatu tindakan unsur emosionalnya sangat kecil,
sedangkan unsur intelektualnya lebih dominan, maka kombinasinya
disebut norma atau prinsip. Sebaliknya norma-norma baru akan
menjadi nilai apabila sesuai dengan pilihannya serta dilaksanakan
dalam pola tingkah laku dan pola berpikir suatu kelompok. Nilai-
nilai adalah dasar atau landasan bagi perubahan. Nilai-nilai
merupakan daya pendorong hidup seseorang atau kelompok,
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
101
sehingga nilai berperan penting dalam proses perubahan sosial
(Ambroise,1993: 20-26).
2. Multikulturalisme
Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang majemuk.
Bangsa Indonesia dilihat dari sudut pandang horisontal terdiri dari
banyak suku bangsa yang mempunyai budaya, bahasa, nilai, dan
agama yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia dilihat dari sudut
pandang vertikal terdiri dari berbagai tingkat perbedaan ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya. Indonesia dapat
dikatakan sebagai negara yang multi etnis, budaya, dan agama.
Apabila bangsa Indonesia ingin menjadi kuat diperlukan sikap
saling menerima dan menghargai dari setiap orang yang beragam
tersebut, sehingga dapat saling membantu dan bekerjasama. Bangsa
Indonesia telah memiliki dasar untuk bersatu yaitu dasar sejarah dan
dasar filsafat negara. Dasar sejarah adalah sumpah pemuda tahun
1928. Dasar filsafat negara adalah Pancasila yang dirumuskan di
dalam Pembukaan UUD 1945 (Maksum dan Ruhendi, 2004: 242).
Multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok
lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperhatikan perbedaan
budaya, suku bangsa, bahasa, dan agama. Sikap dan kesediaan
untuk saling menerima menghargai budaya, nilai, keyakinan yang
berbeda tidak dengan sendirinya akan berkembang. Sikap saling
mempengaruhi apabila tidak diletakkan dalam kerangka saling
menghormati dan menghargai, maka yang akan terjadi adalah
konflik dan perpecahan. Prinsip-prinsip aksiologis diperlukan dalam
hidup bernegara agar sendi-sendi pluralisme dapat menjadi
kekuatan bangsa. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, prinsip humanitas. Manusia memiliki nilai-nilai
kemanusiaan tertutama kebebasan (memilih dan berbuat), dan
bertanggungjawab. Nilai kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat
direduksi dan dimanipulasi dengan alasan dan tujuan apapun. Nilai-
nilai kemanusiaan tersebut bersifat luhur dan utuh. Nilai-nilai
kemanusiaan perlu terus dikembangkan melalui proses belajar
untuk mencapai tahap kedewasaan diri. Prinsip humanitas
menegaskan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan pada
dasarnya sebagai pemenuhan kodrat manusia itu sendiri untuk
mencapai martabat kemanusiaan. Martabat manusia tercermin dari
keluhuran akal dan moralnya.
Kedua, prinsip unitas. Kemajemukan etnis, budaya, dan
agama menuntut perlunya kerjasama antara semua warga bangsa.
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
102
Perbedaan dan keragaman tidak mengharuskan perpecahan, tetapi
seharusnya dipandang sebagai kekayaan budaya yang satu sama lain
saling terkait dan saling membutuhkan. Prinsip unitas akan
menjelaskan bahwa sebenarnya tidak menjadi masalah adanya
berbagai macam etnis, budaya, dan agama tersebut apabila tidak
disertai sifat saling mengabaikan dan saling mempertentangkan.
Prinsip unitas memandang perlunya kerjasama antar berbagai etnis
dan agama dalam rangka mencapai tujuan hidup sebagai bangsa.
Ketiga, prinsip kontekstualitas. Kesadaran
multikulturalisme memandang perlunya pemahaman secara khusus
berdasarkan nilai-nilai kultural masyarakat setempat. Pandangan ini
menegaskan bahwa pluralisme sebagai produk budaya, hanya dapat
disuburkan di dalam konteks budayanya. Kesadaran multikultural
tidak akan mendapat dukungan dan tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik apabila tidak diletakkan di dalam konteks
budaya masyarakatnya. Prinsip kontekstualitas penting untuk
memacu pertumbuhan multikulturalisme demi kemajuan dan
kesejahteraan warga dan bangsa secara u tuh. Kontekstualisasi
mengandung arti bahwa kondisi budaya masyarakat dapat memberi
pengaruh bagi pengembangan multikulturalisme. Kesadaran
multikulturalisme dapat berkembang dengan baik apabila dilatihkan
pada generasi muda melalui jalur pendidikan (Maksum dan
Ruhendi, 2004: 245).
3. Indonesia dan Modernisasi
Modernisasi sering diartikan sebagai proses perkembangan
dengan mengambil alih cara dan gaya hidup budaya Barat (Eropa
dan Amerika). Modernisasi berarti mengadopsi gaya hidup orang
Barat. Pandangan ini perlu dikoreksi dengan memperhatikan
pendapat Koentjaraningrat, bahwa meskipun modernisasi semula
lahir di Barat, tetapi tidak berarti jika bergaya hidup Barat adalah
modern. Modernisasi merupakan suatu perubahan yang didasarkan
atas pertimbangan kebebasan dan rasionalitas.
Modernisasi sering diartikan sebagai gejala sekularisasi.
Modernisasi diartikan memisahkan peranan agama dari aspek-aspek
kehidupan manusia. Masyarakat yang semakin modern akan
semakin menjauhkan peranan agama dari masyarakatnya.
Modernisasi disamakan dengan penduniawian. Pemikiran yang
modern akan menyingkirkan peranan agama. Seluruh aspek
kehidupan ditata secara rasional. Pertimbangan holistik diperlukan,
bahwa proses modernisasi tidak perlu menyingkirkan peranan
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
103
agama. Seluruh aspek kehidupan memang ditata secara rasional,
tetapi tidak berarti menyingkirkan peranan agama.
Modernisasi seharusnya diartikan menggeser prinsip
ascriptive ke prinsip achievement. Apabila kedudukan seseorang
diperoleh berdasarkan prestasinya dan bukan lagi berdasarkan
keturunan secara otomatis, berarti masyarakat tersebut berada dalam
proses modernisasi. Kedudukan seseorang dalam masyarakat
modern tidak diperoleh secara sistematis, melainkan diusahakan
dengan prestasi dan kemampuan. Pertimbangan yang diperlukan,
bahwa di samping prestasi dan kemampuan, maka kesempatan
seseorang untuk memperoleh kedudukan perlu dikondisikan.
Banyak orang yang mempunyai kemampuan untuk menduduki
suatu jabatan, tetapi kesempatan belum tentu diperoleh.
Kebudayaan modern hanya mungkin dilahirkan oleh
masyarakat yang telah modern. Masyarakat modern merupakan
perkembangan dari masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional
telah menetapkan pilihan dan hierarkhi nilai serta telah dihayati
dalam praktek kehidupan. Upaya mewujudkan bangsa Indonesia
yang modern perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu karakteristik
masyarakat modern dan tuntutan perilaku anggota masyarakat.
Salah satu ciri kebudayaan modern adalah kebebasan dan
rasionalitas. Secara umum karakteristik manusia modern adalah
memiliki sikap terbuka, selalu siap berubah, menghargai perbedaan
pendapat, menghargai waktu, mencari banyak informasi, mampu
merencanakan, menghargai orang lain, percaya pada diri sendiri,
menilai ketrampilan teknis sebagai hal yang penting, dan
menghargai pendidikan sebagai wahana pengembangan ipteks, serta
menghargai demokrasi. Pertimbangan yang diperlukan, kemajuan
yang dicapai dalam pembangunan masyarakat modern di Barat telah
menyebabkan keterasingan manusia dari lingkungan hidup yang
manusiawi. Perhatian yang diperlukan adalah membangun bangsa
Indonesia modern tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan
nilai-nilai budaya Indonesia sendiri yang telah dihayati dalam
praktek kehidupan sehari-hari (Budi Susilo, 1994:62-64).
E. Penutup
Scheler berpendapat, bahwa hakikat nilai adalah kualitas
apriori. Nilai yang independen bukan hanya tidak tergantung pada
benda dan semua objek yang ada di dunia, tetapi juga reaksi
seseorang terhadap benda dan nilai. Nilai tidak akan terpengaruh
oleh perubahan yang terjadi pada objek yang digabunginya. Nilai
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
104
adalah independen, tetap, tidak berubah, dan bersifat mutlak, yaitu
tidak tergantung dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan atau reaksi
seseorang.
Scheler berpendapat, bahwa nilai menampak pada manusia
karena terlekat pada pengembannya. Objek pengembannya dan nilai
yang melekat pada pengembannya dipersepsi dengan cara yang
berbeda. Scheler berpendapat, bahwa akal kecerdasan tidak dapat
memiliki semacam hubungan langsung dengan nilai. Nilai
menyatakan diri pada manusia melalui intuisi emosional (hati).
Manusia berhubungan dengan dunia nilai dengan keterbukaan dan
kepekaan hatinya.
Kelemahan yang paling jelas dari teori objektivisme nilai
Scheler adalah pandangannya tentang nilai yang bersifat mutlak.
Akibat pemutlakan tersebut, maka penjelasan-penjelasan dan
pembenaran-pembenaran pendapatnya bersifat tautologis. Scheler
telah menolak sifat relasional nilai, yaitu menolak semua hubungan
antara nilai dengan manusia dan realitas. Argumentasinya menjadi
sia-sia dan menampakkan kelemahannya, karena menjelaskan
sesuatu yang tidak dikonfirmasikan dengan realitas, sehingga
terjebak dalam penjelasan tautologis.
Kelebihan objektivisme Scheler adalah memiliki dasar yang
kuat, karena terdapat perbedaan yang hakiki antara penilaian dan
nilai. Nilai mendahului penilaian. Apabila tidak ada nilai, maka
tidak akan ada pula yang akan dinilai. Apabila penilaian dikacaukan
dengan nilai, maka akan sama dengan mengacaukan antara persepsi
dengan objek yang dipersepsi. Persepsi tidak menyiptakan objek,
tetapi menangkapnya. Kedudukan pendekatan subjektif sebenarnya
hanya sama dengan proses pemahaman nilai.
Prinsip-prinsip aksiologis diperlukan dalam hidup berbangsa
dan bernegara agar sendi-sendi pluralitas dapat menjadi kekuatan
bangsa. Nilai-nilai menurut Scheler tidak dapat dipahami dengan
akal, tetapi dengan hati. Pemahaman nilai melalui kepekaan hati
penting dalam menyikapi pluralitas di Indonesia. Prinsip-prinsip
humanitas, unitas, dan kontekstualitas hanya dapat diterima dengan
kepekaan hati. Prinsip-prinsip unitas dan kontekstualitas dapat
menjadikan suatu kelompok etnis memahami dan berempati kepada
nilai-nilai kelompok etnis lain. Apabila multikulturalisme disikapi
melalui pendekatan rasional, maka yang muncul hanya persoalan
benar dan salah saja tanpa pertimbangan tenggang rasa dan empati.
Prinsip humanitas dapat dijadikan dasar pengembangan
multikulturalisme. Manusia memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang
Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai…
105
bersifat luhur dan utuh. Prinsip humanitas menegaskan bahwa
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan pada dasarnya sebagai
pemenuhan kodrat manusia itu sendiri untuk mencapai martabat
kemanusiaan yang utuh. Martabat manusia tercermin dari
kemampuan akal dan keluhuran moralnya. Perhatian yang
diperlukan adalah membangun bangsa Indonesia modern tanpa
kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia
sendiri yang telah dihayati dalam praktek kehidupan sehari-hari.
-JF-
DAFTAR PUSTAKA
Ambroise, SJ., 1993, Pendidikan Nilai, dalam Pendidikan Nilai
Memasuki Tahun 2000, Gramedia, Jakarta.
Bertens, K.,1983, Filsafat Barat Dalam Abad XX, Inggris-
Jerman, PT.Gramedia, Jakarta.
------------ , 2002, Filsafat Barat Kontemporer, Inggris-Jerman,
PT. Gramedia, Jakarta.
Bagus, Lorens , 2005, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta.
Budi-Susilo,1994, Mentalitas Dalam Pembangunan Masyarakat
Modern, dalam Jangan Tangisi Tradisi, Kanisius,
Yogyakarta.
Deeken, Alfons, 1974, Procees and Permanence in Ethics Max
Scheler’s Moral Philosophy, Paulist Prees New York,
N.Y./Paramus, N.J.
Frondizi, R.,1963, Que Son Los Valores, terj.Solomon Lipp,
Publishing Company, USA.
---------------,1963, Que Son Los Valores, terj. Cuk Ananta W.,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harun-Hadiwijono,1980, Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius,
Yogyakarta.
Kaelan ,2005, Metode Penelitian Kualitatif Bidang
Filsafat, Paradigma, Yogyakarta.
Kattsoff L. O.,1986, Elements of Philosophy, terj. Soejono
Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta.
Koento-Wibisono, 1983, Arti Perkembangan Menurut Filsafat
Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada University
Press.
Maksum-Ruhendi, 2004, Paradigma Pendidikan Universal,
IRCiSoD, Yogyakarta.
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
106
Purwo-Hadiwardoyo, 1993, Nilai Kemanusiaan Hikmat Bagi
Pendidikan, dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun
2000, Gramedia, Jakarta.
Scheler,1966, Der Formalismus in der Ethik und die materiale
Wertethik, Gesammelte Werke, Vol.II, 5, Aufl, Bern:
Frenke Verlag.

More Related Content

What's hot

Pengantar sosiologi
Pengantar sosiologi Pengantar sosiologi
Pengantar sosiologi Chintya M
 
Ppt teori gestalt
Ppt teori gestaltPpt teori gestalt
Ppt teori gestaltFath Anissa
 
PENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, Jenis
PENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, JenisPENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, Jenis
PENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, JenisDiana Amelia Bagti
 
Psikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi Barat
Psikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi BaratPsikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi Barat
Psikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi BaratHaristian Sahroni Putra
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikSatrio Arismunandar
 
Posmodernisme
Posmodernisme Posmodernisme
Posmodernisme Siti Oyim
 
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)Muhammad Hendra
 
Makalah psikoanalisa
Makalah psikoanalisaMakalah psikoanalisa
Makalah psikoanalisapsepti22
 
Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)
Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)
Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)Rusmin Unisa
 
Pengertian, Objek, Macam, Manfaat Logika
Pengertian, Objek, Macam, Manfaat LogikaPengertian, Objek, Macam, Manfaat Logika
Pengertian, Objek, Macam, Manfaat LogikaSiti Hardiyanti
 
Makalah Pengertian Filsafat
Makalah Pengertian FilsafatMakalah Pengertian Filsafat
Makalah Pengertian Filsafatsayid bukhari
 
Psikologi sosial makalah sikap
Psikologi sosial makalah sikapPsikologi sosial makalah sikap
Psikologi sosial makalah sikapvidyatiara
 
MAKALAH Psikologi dalam kesehatan
MAKALAH Psikologi dalam kesehatanMAKALAH Psikologi dalam kesehatan
MAKALAH Psikologi dalam kesehatanFirdika Arini
 
Penelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptx
Penelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptxPenelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptx
Penelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptxHeliyantiHeliyanti
 
Makalah metode penelitian dalam Psikologi Sosial
Makalah metode penelitian dalam Psikologi SosialMakalah metode penelitian dalam Psikologi Sosial
Makalah metode penelitian dalam Psikologi SosialAnis Qurli
 

What's hot (20)

Filsafat Pengetahuan
Filsafat PengetahuanFilsafat Pengetahuan
Filsafat Pengetahuan
 
Pengantar sosiologi
Pengantar sosiologi Pengantar sosiologi
Pengantar sosiologi
 
Ppt teori gestalt
Ppt teori gestaltPpt teori gestalt
Ppt teori gestalt
 
PENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, Jenis
PENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, JenisPENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, Jenis
PENULISAN KARYA ILMIAH - Konsep Dasar, Pengertian, Kegunaan, Jenis
 
Psikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi Barat
Psikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi BaratPsikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi Barat
Psikologi Umum dan Perkembangan - Sejarah Psikologi Barat
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
 
Struktur Ilmu
Struktur IlmuStruktur Ilmu
Struktur Ilmu
 
Posmodernisme
Posmodernisme Posmodernisme
Posmodernisme
 
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
 
Makalah psikoanalisa
Makalah psikoanalisaMakalah psikoanalisa
Makalah psikoanalisa
 
Tugas Kelompok FIlsafat Struktur Ilmu Pengetahuan
Tugas Kelompok FIlsafat Struktur Ilmu PengetahuanTugas Kelompok FIlsafat Struktur Ilmu Pengetahuan
Tugas Kelompok FIlsafat Struktur Ilmu Pengetahuan
 
Hirarki Nilai
Hirarki NilaiHirarki Nilai
Hirarki Nilai
 
Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)
Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)
Tugas makalah filsafat sains ( pa mustamin)
 
Pengertian, Objek, Macam, Manfaat Logika
Pengertian, Objek, Macam, Manfaat LogikaPengertian, Objek, Macam, Manfaat Logika
Pengertian, Objek, Macam, Manfaat Logika
 
Makalah Pengertian Filsafat
Makalah Pengertian FilsafatMakalah Pengertian Filsafat
Makalah Pengertian Filsafat
 
Psikologi sosial makalah sikap
Psikologi sosial makalah sikapPsikologi sosial makalah sikap
Psikologi sosial makalah sikap
 
MAKALAH Psikologi dalam kesehatan
MAKALAH Psikologi dalam kesehatanMAKALAH Psikologi dalam kesehatan
MAKALAH Psikologi dalam kesehatan
 
Penelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptx
Penelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptxPenelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptx
Penelitian Kualitatif Berbasis Grounded theory 9...pptx
 
Filsafat ilmu komunikasi br
Filsafat ilmu komunikasi brFilsafat ilmu komunikasi br
Filsafat ilmu komunikasi br
 
Makalah metode penelitian dalam Psikologi Sosial
Makalah metode penelitian dalam Psikologi SosialMakalah metode penelitian dalam Psikologi Sosial
Makalah metode penelitian dalam Psikologi Sosial
 

Viewers also liked

Kelompok 4 macam macam nilai sosial
Kelompok 4 macam macam nilai sosialKelompok 4 macam macam nilai sosial
Kelompok 4 macam macam nilai sosialIhsan TheFallen
 
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatanPengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatanKuliahMandiri.org
 
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan KuliahMandiri.org
 
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGERMANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGERKuliahMandiri.org
 
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaPenelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaKuliahMandiri.org
 
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIIDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIKuliahMandiri.org
 
Pengantar filsafat, ontology
Pengantar filsafat, ontologyPengantar filsafat, ontology
Pengantar filsafat, ontologyKuliahMandiri.org
 
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaEbook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaKuliahMandiri.org
 
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHTINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHKuliahMandiri.org
 

Viewers also liked (15)

Kelompok 4 macam macam nilai sosial
Kelompok 4 macam macam nilai sosialKelompok 4 macam macam nilai sosial
Kelompok 4 macam macam nilai sosial
 
Dunia dalam-gelembung
Dunia dalam-gelembungDunia dalam-gelembung
Dunia dalam-gelembung
 
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatanPengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
 
menjadi pemimpin sejati
menjadi pemimpin sejatimenjadi pemimpin sejati
menjadi pemimpin sejati
 
Filsafat perselingkuhan
Filsafat perselingkuhanFilsafat perselingkuhan
Filsafat perselingkuhan
 
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
 
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGERMANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
 
Kant
KantKant
Kant
 
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaPenelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
 
Filsafatilmu(1)
Filsafatilmu(1)Filsafatilmu(1)
Filsafatilmu(1)
 
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIIDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
 
Pengantar filsafat, ontology
Pengantar filsafat, ontologyPengantar filsafat, ontology
Pengantar filsafat, ontology
 
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaEbook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
 
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHTINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
 
Psikologi gestalt
Psikologi gestaltPsikologi gestalt
Psikologi gestalt
 

Similar to AKTUALISASI NILAI SCHELER

Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni Yeni Purwati
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi SainsAbdul Aziz
 
Makalah psikologi holistik dan humanistik
Makalah psikologi holistik dan humanistikMakalah psikologi holistik dan humanistik
Makalah psikologi holistik dan humanistikcahya ningsih
 
2. pancasila sebagai filsafat
2. pancasila sebagai filsafat2. pancasila sebagai filsafat
2. pancasila sebagai filsafatyahya57
 
Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)
Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)
Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)coryditapratiwi
 
Rangkuman fenomenologi
Rangkuman fenomenologiRangkuman fenomenologi
Rangkuman fenomenologiNasria Ika
 
Ayu Rufaida (2205056052.docx
Ayu Rufaida (2205056052.docxAyu Rufaida (2205056052.docx
Ayu Rufaida (2205056052.docxAyuRufaida
 
MPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptx
MPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptxMPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptx
MPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptxMohamedAziziOmarIPGK
 
Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...
Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...
Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...DIANTO IRAWAN
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxFILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxLisdaPuspaawaliaj1
 
Cabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasiCabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasiIntelektual Aceh
 
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdfimamdaulay
 
Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)
Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)
Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)Istiqomah Aisyiyah
 
2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivismegumaha
 
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptxPancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptxHerningHambarrukmi1
 
ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
 ruang lingkup dan perkembangan sosiologi ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
ruang lingkup dan perkembangan sosiologisuher lambang
 

Similar to AKTUALISASI NILAI SCHELER (20)

Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni Makalah filsafat pendidikan yeni
Makalah filsafat pendidikan yeni
 
Aksiologi Sains
Aksiologi SainsAksiologi Sains
Aksiologi Sains
 
Makalah psikologi holistik dan humanistik
Makalah psikologi holistik dan humanistikMakalah psikologi holistik dan humanistik
Makalah psikologi holistik dan humanistik
 
Presentasi pancasila
Presentasi pancasila Presentasi pancasila
Presentasi pancasila
 
2. pancasila sebagai filsafat
2. pancasila sebagai filsafat2. pancasila sebagai filsafat
2. pancasila sebagai filsafat
 
Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)
Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)
Tugas 1 (Psikologi Lintas Budaya)
 
Rangkuman fenomenologi
Rangkuman fenomenologiRangkuman fenomenologi
Rangkuman fenomenologi
 
Ayu Rufaida (2205056052.docx
Ayu Rufaida (2205056052.docxAyu Rufaida (2205056052.docx
Ayu Rufaida (2205056052.docx
 
MPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptx
MPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptxMPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptx
MPU3132 2. Falsafah dalam Kehidupan.pptx
 
Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...
Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...
Makalah aliran filsafat idealisme materialisme pluralisme dualisme monisme ek...
 
Philosophy of man
Philosophy of manPhilosophy of man
Philosophy of man
 
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docxFILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
FILSAFAT ILMU DALAM KEHIDUAPAN MANUSIA.docx
 
Cabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasiCabang kajian ilmu filsafat administrasi
Cabang kajian ilmu filsafat administrasi
 
PPT Filsafat.pptx
PPT Filsafat.pptxPPT Filsafat.pptx
PPT Filsafat.pptx
 
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
1276-Article Text-2610-1-10-20160901.pdf
 
Ruang lingkup
Ruang lingkupRuang lingkup
Ruang lingkup
 
Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)
Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)
Metode Penelitian Sosial (Interpretatif)
 
2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme2 kebudayaan dlm-positivisme
2 kebudayaan dlm-positivisme
 
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptxPancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
Pancasila konteks filosofis, ideologi dan identitas.pptx
 
ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
 ruang lingkup dan perkembangan sosiologi ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
 

More from KuliahMandiri.org

Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaBahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaKuliahMandiri.org
 
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaPERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaKuliahMandiri.org
 
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIGERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIKuliahMandiri.org
 
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKuliahMandiri.org
 
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMULANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMUKuliahMandiri.org
 
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan  Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan KuliahMandiri.org
 
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupFilosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupKuliahMandiri.org
 
Pengantar filsafat, estetika
Pengantar filsafat, estetikaPengantar filsafat, estetika
Pengantar filsafat, estetikaKuliahMandiri.org
 
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatanPengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatanKuliahMandiri.org
 

More from KuliahMandiri.org (18)

Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaBahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
 
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaPERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
 
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIGERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
 
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
 
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMULANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
 
metode ilmiah
metode ilmiahmetode ilmiah
metode ilmiah
 
Etika penelitian
Etika penelitianEtika penelitian
Etika penelitian
 
filsafat ilmu_(dasar)
filsafat ilmu_(dasar)filsafat ilmu_(dasar)
filsafat ilmu_(dasar)
 
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan  Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
 
Karl Marx
Karl MarxKarl Marx
Karl Marx
 
Perspektif Sosiologi
Perspektif SosiologiPerspektif Sosiologi
Perspektif Sosiologi
 
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupFilosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
 
Pengantar filsafat, estetika
Pengantar filsafat, estetikaPengantar filsafat, estetika
Pengantar filsafat, estetika
 
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatanPengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
 
filsafat ilmu
filsafat ilmufilsafat ilmu
filsafat ilmu
 
Psikologi komunikasi
Psikologi komunikasiPsikologi komunikasi
Psikologi komunikasi
 
Estetika Klasik Timur
Estetika Klasik TimurEstetika Klasik Timur
Estetika Klasik Timur
 
filsafat ilmu logika
 filsafat ilmu  logika  filsafat ilmu  logika
filsafat ilmu logika
 

Recently uploaded

Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 

Recently uploaded (20)

Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 

AKTUALISASI NILAI SCHELER

  • 1. AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA Oleh: Jirzanah1 Abstract Scheler is a philosopher who argues that philosophy and real life are not inseparable. Scheler does not base his ideas in a specific scientific procedure and have no an empirical procedure, but uses an intuition to perform a direct relation with the reality. A morality of human being relied into effect of objective values. A value arrested directly pursuant to intuition. The targets of this research are to formulate descriptively a background philosophical theory of Scheler axiology, values essence, and base of an understanding of values, later then formulate analytically an excess and weakness of Scheler axiology, and basic axiology to Indonesian nation in the future. This research is a library research in Philosophy. Source of data collected from bibliographic books which related with the material object of this research. The material object of this research is theory Scheler about value. The formal object of this research is Axiology. A primarily materials of this research are books have published about Scheler masterpiece in Ethics and value theory. The steps of this research are sort in data collecting, reduce the data, data classification, interpretation, recapitulating, and reporting. Method of data analyze uses the understanding of interpretation and hermeneutic. The result of this research showed that idea of Scheler philosophy is influenced by Husserl phenomenology. Phenomeno- logy represented methods and philosophy. Phenomenology as a method sorts the steps which must be taken to be able to pure phenomenon. Someone have to starting from subject and its awareness and also to return a pure awareness (intuition). Scheler have a notion, that value look of human being because sticked at a reality. Intelligence or mind cannot have a kind of direct link with values. Values express human being through the emotional intuition (consciousness). The principles of axiology are needed in the nation 1 Dosen Fakultas Filsafat UGM.
  • 2. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 86 and state guidance so that pluralism can become the nation strength. An understanding of values through life sensitivity is important in answering multiculturalism of Indonesia. The principles of humanity, unity, and contextuality can be accepted with the sensitivity. The principles of unity and contextuality can make an ethnical group comprehend and have empathy to the other ethnical group values. If multiculturalism is understood through the rational approach, it will emerge ‘right and wrong’ justification without consideration of tolerance and empathy. Keywords: philosophy, values, Indonesian, real life. A. Pendahuluan Bangsa Indonesia memasuki abad XXI dengan keadaan yang carut marut akibat krisis multi dimensional yang terjadi pada akhir abad XX. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun1998 tidak segera teratasi dan berdampak pada krisis-krisis di berbagai bidang kehidupan. Rakyat Indonesia pada umumnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Rakyat Indonesia yang dikenal ramah berubah perangai menjadi mudah emosional. Demonstrasi terjadi hampir di semua daerah. Demonstrasi yang berubah menjadi amuk massa terlalu sering terjadi. Sidang pengadilan untuk para koruptor terus dilakukan, tetapi korupsi juga terus terjadi. Tata krama, kaidah-kaidah moral, dan kehalusan rasa mulai ditinggalkan. Kehidupan di Indonesia semakin menjauh dari perspektif nilai-nilai keluhuran. Bangsa Indonesia perlu melakukan refleksi terhadap fakta- fakta yang terjadi dewasa ini. Faktor krisis multi dimensional di Indonesia dan pengaruh negara-nagara Barat perlu menjadi pertimbangan utama. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di jaman Modern yang hanya mengenal kebenaran empiris dan cenderung menempatkan nilai-nilai kebendaan di atas nilai-nilai hidup yang lain dapat menjungkirbalikkan hierarkhi nilai yang sebenarnya. Sikap rasional yang diagung-agungkan lebih didasarkan kepada kepandaian, ketrampilan, ketepatan perhitungan, dan ketekunan kerja. Kecenderungan tersebut menyebabkan diabaikannya nilai-nilai religius dan nilai-nilai yang bersumber pada kejiwaan manusia. Kesetiaan, sopan santun, kesetiakawanan, gotong royong, dan lain-lain sikap kerendahan hati dianggap kurang menguntungkan. Masyarakat modern yang industrialistis akan mendewakan nilai-nilai kebendaan yang amat berbeda dengan asas-
  • 3. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 87 asas moral. Kebebasan dan rasionalitas di Indonesia tidak harus sama dengan di Barat (Purwo-Hadiwardoyo,1983: 50). Scheler adalah seorang filsuf yang berusaha menganalisis secara kritis pengaruh ilmu pengetahuan di jaman modern. Scheler berpandangan bahwa filsafat, ilmu pengetahuan, dan kehidupan konkrit tidak dapat dipisahkan. Scheler selalu berusaha memperhatikan dan menganalisis masalah-masalah aktual yang terjadi. Scheler sangat memperhatikan kehidupan masyarakat sekitarnya dan kehidupan global. Scheler tidak merumuskan pemikirannya melalui prosedur khusus yang bersifat ilmiah (empiris), tetapi menggunakan intuisi untuk mengadakan hubungan langsung dengan realitas. Hubungan langsung dengan realitas akan menghasilkan pemahaman intuitif yang tidak tergantung dari keberadaan realitas. Nilai-nilai mempunyai sifat absolut, tidak berubah, dan tidak bersifat subjektif. Nilai-nilai ditangkap secara langsung berdasarkan intuisi. Nilai-nilai harus digunakan sebagai prinsip bagi penilaian dan perilaku manusiawi. Moralitas perbuatan manusia didasarkan pada berlakunya nilai-nilai objektif (Bertens, 1983:111). Penelitian tentang hakikat nilai dan pendekatan intuitif melalui apriori emosi (intuisi) terhadap kehidupan kongkrit sangat menarik dan penting bagi upaya mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini penting terutama untuk merumuskan dasar aksiologis pengembangan kepribadian bangsa dan kehidupan bangsa Indonesia di masa depan. Dasar aksiologis untuk menentukan pilihan hierarkhi nilai-nilai hidup yang dapat dipertanggungjawabkan bukan hanya kebenarannya, tetapi juga ketepatannya. Refleksi terhadap pandangan-pandangan dasar aksiologis Scheler tetap harus di dalam bingkai akulturasi. Akulturasi budaya dipahami sebagai suatu pengembangan nilai-nilai budaya sendiri melalui pengaruh nilai-nilai budaya dari luar untuk tujuan tertentu. Tujuan akulturasi adalah agar dapat mengambil unsur-unsur nilai baru yang dapat memajukan dan mengembangkan nilai-nilai budaya Indonesia sendiri. Permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Apa latar belakang pandangan-pandangan filsafati Scheler ? 2. Apa pengertian hakikat nilai dan dasar pemahaman nilai menurut Scheler ? 3. Apa kelebihan dan kelemahan Aksiologi Scheler ? 4. Apa pentingnya pemahaman Aksiologis Scheler bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong masa depan ?
  • 4. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 88 Penelitian ini berbeda dengan beberapa tulisan tentang pandangan-pandangan Scheler. Sepanjang pengetahuan peneliti buku-buku pustaka memang telah banyak mencantumkan catatan- catatan kaki, terutama di buku-buku Sejarah Filsafat dan Filsafat Nilai yang bersumber dari konsep filsafat dan teori nilai Scheler. Catatan-catatan kaki tersebut menjadikan pandangan-pandangan Scheler sebagai sumber acuan dan bukan suatu penelitian untuk mengembangkannya. Keaslian penelitian ini terutama pada objek formalnya, yaitu Aksiologi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan pemikiran dan aspek metodologis yang digunakan Scheler dalam merumuskan pengertian hakikat nilai, pemahaman nilai, dan hubungan nilai dengan kehidupan konkrit di Indonesia. Tujuan penelitian ini yang utama adalah untuk merumuskan secara deskriptif teori-teori filsafati yang menjadi latar belakang pemikiran Aksiologi Scheler tentang hakikat nilai dan dasar pemahaman nilai. Pemahaman tentang Aksiologi Scheler dijadikan bahan untuk merumuskan secara analitis dasar aksiologis bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong masa depan. Kajian pustaka digunakan untuk memudahkan pemahaman tentang pandangan-pandangan Scheler di bidang Aksiologi. Bertens menjelaskan, bahwa Scheler secara umum dianggap sebagai tokoh fenomenologi yang kedua. Fenomenologi Scheler bertumpu pada pemikiran Husserl, tetapi dalam pengembangannya Scheler mengubah pandangan Husserl tentang fenomenologi sebagai suatu ilmu rigorus. Scheler berpandangan bahwa filsafat dan kehidupan kongkrit tidak dapat dipisahkan. Scheler selalu berusaha menganalisis masalah-masalah aktual. Scheler juga tertarik pada Sosiologi. Scheler memandang metode fenomenologis sebagai suatu cara tertentu untuk memandang realitas. Fenomenologi merupakan suatu sikap, bukan suatu prosedur khusus yang diikuti oleh pemikiran (misalnya induksi, deduksi, dan teknik berpikir lainnya). Sikap fenomenologis tersebut digunakan untuk mengadakan hubungan langsung dengan realitas berdasarkan intuisi. Hubungan langsung dengan realitas disebut pengalaman fenomenologis. Unsur utama dalam pengalaman fenomenologis tersebut bukan fakta pada umumnya, melainkan fakta jenis tertentu, yaitu fakta-fakta fenomenologis. Fakta fenomenologis juga disebut sebagai fakta murni. Fakta fenomenologis adalah isi intuitif atau hakikat yang dihasilkan oleh pengalaman langsung yang tidak tergantung dari ada atau tidak adanya dalam realitas. Fakta fenomenologis selalu utuh lengkap sepenuh-penuhnya, bukan hanya
  • 5. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 89 sebagian. Fakta fenomenologis menjadi dasar bagi fakta natural (indrawi) dan ilmiah (Bertens, 1983: 109). Jasa Scheler yang sangat besar adalah pemikirannya tentang nilai. Scheler menjelaskan nilai adalah hal yang dituju oleh perasaan, yang mewujudkan apriori emosi. Nilai bukan idea atau cita, melainkan sesuatu yang nyata dan hanya dapat dialami dengan jiwa yang bergetar, yaitu dengan emosi. Pemahaman nilai tidak sama dengam pemahaman secara umum, seperti dalam mendengar, melihat, dan mencium. Akal tidak dapat mengetahui nilai, sebab nilai tampil apabila ada rasa yang diarahkan pada sesuatu. Nilai adalah hal yang dituju perasaan, yaitu apriori perasaan (Harun- Hadiwijono, 1980: 145). Scheler berpandangan bahwa nilai merupakan kualitas objektif. Keberadaannya tidak tergantung pada benda. Seseorang tidak dapat memahami nilai dari benda yang bernilai, karena nilai mendahului bendanya. Nilai adalah kualitas apriori artinya bukan hanya tidak tergantung pada semua objek yang bereksistensi, tetapi juga tidak tergantung pada tanggapan seseorang. Nilai bersifat mutlak, tidak berubah, sehingga tidak dipengaruhi oleh perbuatan seseorang. Pengetahuan seseorang tentang nilai dapat bersifat relatif, tetapi bukan nilai itu sendiri yang relatif (Frondizi, 1963: 82 ). Moralitas perbuatan-perbuatan manusia berdasarkan pada berlakunya nilai-nilai objektif, sehingga tidak tergantung pada manusia. Nilai-nilai tidak berubah dan tidak bersifat subjektif. Nilai-nilai ditangkap secara langsung berdasarkan intuisi. Nilai-nilai tidak tergantung pada subjek, tetapi sebaliknya subjek tergantung pada nilai-nilai dan hierarkhi di antara nilai-nilai tersebut. Pengenalan tentang nilai mendahului pengenalan tentang benda. Suatu lukisan dilihat indah berarti menerapkan pada lukisan itu nilai indah. Nilai-nilai berlaku secara objektif dan apriori (Bertens, 1983: 111). Intuisi emosi bukan hanya untuk memahami nilai, tetapi yang lebih hakiki adalah memahami penampakan nilai dalam urutan yang hierarkhis. Nilai tersusun dalam suatu hubungn hierarkis apriori. Hierarki nilai ditemukan di dalam hakikat nilai itu sendiri. Kelebihan suatu nilai atas nilai-nilai yang lain dipahami dengan menggunakan preferensi artinya kesadaran tanpa kecenderungan keinginan dan hasratnya. Hierarki nilai merupakan hal yang inheren dalam hakikat nilai (Frondizi,1963: 96).
  • 6. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 90 Scheler menggolongkan nilai-nilai menjadi empat tingkatan, yaitu : Pertama, nilai-nilai kesenangan, yaitu nilai-nilai yang menyangkut kesenangan dan ketidak-senangan yang terdapat dalam objek-objek, yang berpadanan dengan tanggapan makhluk-makhluk yang memiliki indra. Kedua, nilai-nilai vital, yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan vitalitas hidup hasil hubungan timbal balik organisme dengan dunia sekitarnya. Ketiga, nilai-nilai rohani yang tidak tergantung dari hubungan timbal balik antara organisme dengan dunia di sekitarnya. Nilai-nilai rohani meliputi nilai-nilai estetis (indah dan jelek), kebenaran (benar dan salah) dan nilai-nilai pengetahuan murni (pengetahuan yang dijalankan tanpa pamrih). Keempat, nilai-nilai religius, yaitu nilai-nilai yang menyangkut objek-objek absolut, meliputi yang kudus dan yang tidak kudus (Bertens, 1983: 112). Hierarki nilai Scheler penting dijadikan pertimbangan bagi upaya meningkatkan kualitas harkat dan martabat manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Penataan hidup berkebangsaan dan berkenegaraan memang sangat kompleks, sehingga perencanaannya tidaklah sederhana dan dengan begitu saja dapat dipolakan, diarahkan, atau diramalkan secara positif menurut hukum-hukum ilmiah. Ilmu pengetahuan dapat mengantarkan ke pemahaman fakta secara objektif, tetapi kebenaran ilmiah positif bukanlah kebenaran yang utuh dan lengkap. Masalah-malasah kualitatif merupakan masalah filsafati yang oleh Positivisme tidak diberi tempat dalam kerangka pemikirannya (Koento-Wibisono, 1984: 102). Perspektif teoritis yang digunakan untuk menganalisis pandangan-pandangan Scheler adalah pendekatan aksiologis. Frondizi (1963: 14) menguraikan tentang permasalahan pokok Aksiologi. Permasalahan pokok Aksiologi didasarkan pada hubungan antara subjek dan objek. Suatu objek adalah bernilai apabila diinginkan oleh manusia, atau sebaliknya manusia menginginkan suatu objek, karena objek tersebut memiliki nilai. Berdasarkan permasalahan hubungan antara objek dan subjek tersebut memunculkan dua pandangan, yaitu objektivisme dan subjektivisme. Nilai adalah objektif apabila nilai tersebut mandiri atau tidak tergantung pada subjek atau penilaian. Nilai adalah subjektif apabila adanya, maknanya, atau validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakuakan penilaian, tanpa mempertimbangkan suasana fisiologis atau psikologis.
  • 7. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 91 Sumber data dikumpulkan dari buku karya Scheler di bidang Etika dan teori nilai yang berjudul Der Formalismus in der Ethik und die materiale Wertethik, (Formalisme Dalam Etika dan Etika Nilai Material) karya tahun 1917 diterbitkan tahun 1966. Buku-buku karya Scheler yang lain tidak dijadikan pertimbangan sebagai sumber data utama dan hanya sebagai bahan pendukung, yaitu buku yang berjudul DieTranszendentale und die Psychologische Methode (Metode Transendental dan Psychologis) karya tahun 1900, Ueber Ressentiment und Moralisches Werturteil (Tentang Resentimen dan Putusan Nilai Moral) tahun 1912, Wesen und Formen der Sympathie (Hakikat dan Bentuk-bentuk Simpati) tahun 1913, Vom Ewigen im Menschen (Tentang Yang Abadi Dalam Diri Manusia) tahun 1921, Die Steleung des Menschen im Kosmos (Kedudukan Manusia Dalam Kosmos) tahun 1928. Buku- buku kepustakaan lain yang dijadikan sebagai sumber sekunder adalah buku karya Deeken, Alfons yang berjudul Procees and Permanence in Ethics Max Scheler’s Moral Philosophy, diterbitkan pada sekitar tahun 1974 karya Frondizi, R. berjudul Que Son Los Valores, terj. Solomon Lipp, diterbitkan tahun 1963. Metode analisis data penelitian ini lebih menekankan pada proses pemberian makna dan mengorganisasikannya berdasarkan tujuan yang telah ditentukan, sehingga dalam penelitian ini digunakan metode hermeneutika. Hermeneutika adalah tahapan analisis untuk menemukan makna yang terkandung di dalam pemikiran-pemikiran Scheler tentang teori nilai. Analisis hermeneutika meliputi analisis tekstual, kontekstual, dan perspektif sejarah. Pemaknaan ini membutuhkan penafsiran dengan cara berpikir kritis, kreatif, dan imajinatif (Kaelan, 2005: 82). Tahap analisis kontekstual lebih diutamakan untuk menemukan konsep dasar-dasar aksiologis bagi pengembangan hidup berkebangsaan Indonesia pada masa yang akan datang. B. Objektivisme Scheler 1. Pengaruh Filsafat Husserl. Max Scheler hidup antara tahun 1874-1928. Scheler lahir pada tahun 1874 di kota Munchen, daerah Bayern, Jerman bagian selatan. Scheler meraih gelar doktor filsafat dari universitas Jena pada tahun 1897. Pembimbing desertasinya adalah Rudolf Eucken. Desertasinya berjudul Beitirage zur Festitellung der logischen und
  • 8. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 92 ethischen Prinzipien (Sumbangan pikiran untuk menetapkan hubungan antara prinsip-prinsip logis dan etis) (Bertens, 2002: 117). Filsafat Scheler sangat dipengaruhi oleh fenomenologi Husserl. Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif dan introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman langsung di bidang religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Filsafat hendaknya memperhatikan pada penyelidikan tentang Lebenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Penyelidikan ini hendaknya menekankan ciri intensional yang terdapat pada kesadaran, tanpa mengandaikan berbagai praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris. Filsafat bukan ilmu faktual dan tidak dapat menjadi ilmu faktual. Filsafat memiliki metode dan temuan uniknya sendiri, yang secara hakiki berbeda dari metode dan temuan ilmu-ilmu alam, metode dan temuan sistem-sistem logika, serta matematika formal (Bagus, 2005: 235). Husserl sebagai pendiri aliran fenomenologi telah mempengaruhi filsafat kontemporer secara amat mendalam. Fenomenologi menjadi dikenal secara unum dan terutama menjadi populer sekitar tahun 1950-an. Prinsip segala prinsip menurut Husserl adalah bahwa hanya intuisi langsung (tidak dengan menggunakan perantara apapun) dapat dipakai sebagai kriterium terakhir di bidang filsafat. Husserl kemudian menyimpulkan bahwa kesadaran harus menjadi dasar filsafat. Fenomenologi adalah ilmu (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Fenomena oleh Husserl diartikan sesuatu yang pada waktu itu sama sekali baru. Fenomena menurut Husserl adalah realitas sendiri yang tampak. Husserl menjelaskan bahwa tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan manusia dari realitas, karena realitas itu sendiri tampak bagi manusia. Paradigma Husserl bagi filsafatnya adalah kembalilah kepada benda-benda sendiri (Zuruck zu den Sachen selbst). Husserl melalui pandangannya tentang fenomena ini mengadakan semacam revolusi dalam filsafat barat. Filsafat barat sejak Descartes memahami kesadaran sebagai kesadaran tertutup, artinya kesadaran mengenal diri sendiri dan hanya melalui jalan itu untuk mengenal realitas (Bertens, 2002: 109-111). 2. Hakikat Nilai Scheler berpendapat bahwa nilai merupakan suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan lain. Kenyataan lain
  • 9. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 93 merupakan pengemban nilai seperti halnya suatu benda dapat menjadi pengemban warna merah atau pengemban warna lainnya. Nilai merupakan kualitas yang keberadaannya tidak tergantung pada pengembannya. Satu objek atau satu perbuatan sudah cukup memadai untuk menangkap nilai yang terkandung di dalamnya. Semua pengalaman yang berhubungan dengan baik dan buruk mengasumsikan dasar maupun pengetahuan yang sebelumnya tentang baik dan buruk. Nilai-nilai moral tidak tersembunyi di balik perbuatan-perbuatan yang pada dirinya sendiri baik, tetapi perbuatan-perbuatan baik tersebut yang mewujudkan nilai-nilai (Scheler, 1966: 105-107). Scheler berpendapat bahwa nilai-nilai itu merupakan kenyataan yang benar-benar ada, bukan hanya dianggap ada. Nilai benar-benar ada, sehingga walaupun tersembunyi di balik kenyataan lain, tidak sama sekali tergantung pada kenyataan- kenyataan lain. Meskipun kenyataan-kenyataan lain yang membawa nilai itu berubah dari waktu ke waktu, nilai-nilai itu bersifat mutlak dan tidak berubah. Meskipun yang baik tidak dinilai sebagai baik, tetap akan menjadi baik. Nilai tidak akan terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada objek yang digabunginya (Scheler, 1966: 39-40). Objektivisme Scheler sangat erat hubungannya dengan pandangannya tentang nilai yang mutlak. Scheler menolak semua teori yang relativistis. Scheler menolak pendapat, bahwa nilai memiliki eksistensi dalam hubungannya dengan manusia, baik susunan fisik maupun psiko-fisiknya. Scheler juga menolak ketergantungan nilai pada hidup. Apabila nilai tergantung pada hidup, maka akan meniadakan kemungkinan untuk dapat menyifatkan nilai pada hidup itu sendiri. Apabila nilai tergantung pada hidup, maka akibatnya kebaikan di dalam hidup akan merupakan fakta yang tidak memerlukan nilai. Scheler juga menolak relativitas dari pertimbangan sejarah nilai. Relativitas historis berusaha menurunkan nilai dari benda historis dengan memandangnya sebagai hasil sejarah, sehingga merupakan hasil dari rangkaian perubahan. Relativisme historis melakukan kesalahan, karena tidak memperhatikan hakikat nilai yang independen dan mengacaukan perubahan riil yang terjadi pada benda dan norma dengan variasi nilai. Scheler juga menolak pandangan skeptisisme etis. Skeptisisme muncul sebagai akibat dari kekecewaan yang dialami ketika seseorang menemukan suatu persetujuan moral. Kekecewaan tersebut disebabkan oleh
  • 10. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 94 kelemahan dan ketidakmampuan seseorang untuk berdiri sendiri menghadapi munculnya persoalan moral (Frondizi, 1963:86-87). 3. Pemahaman Nilai. Scheler berpendapat, bahwa memahami nilai-nilai adalah dengan hati dan bukan dengan akal budi.. Nilai menyatakan diri pada manusia melalui intuisi emosional (hati). Manusia berhubungan dengan dunia nilai dengan keterbukaan dan kepekaan hatinya. Manusia tidak memahami suatu nilai dengan berpikir mengenai nilai itu, melainkan dengan mengalami dan mewujudkan nilai itu. Nilai suatu benda tersaji kepada manusia secara jelas dan tegas. Scheler menentang semua bentuk rasionalisme. Nilai merupakan suatu jenis objek yang sama sekali tidak dapat dimasuki oleh akal. Nilai menyatakan diri melalui persepsi sentimental. (Scheler, 1966: 62-64). Hati manusia dapat memahami banyak nilai dari berbagai tingkatan, karena dalam hati ada susunan penangkap nilai yang sesuai dengan hirarkhi objektif dari nilai tersebut. Semakin besar kemampuan cinta seseorang, semakin tepat dalam memahami nilai, dan mampu mewujudkan nilai-nilai yang sudah dikenal serta mampu menemukan nilai baru (Scheler, 1966: 260-261). 4. Hierarkhi Nilai. Kriteria untuk menentukan hierarkhi nilai aksiologis dibedakan menjadi lima macam (Deeken, 1974: 53-55). Pertama, sifat tahan lama. Benda yang lebih tahan lama dan semakin sukar berubah senantiasa lebih tinggi daripada yang bersifat sementara dan mudah berubah. Sifat tahan lama nilai tidak harus mengacu pada pengemban nilai, tetapi pada nilai itu sendiri. Nilai terendah dari semua nilai adalah nilai yang pada dasarnya fana, sedangkan nilai yang lebih tinggi daripada semua nilai yang lain adalah nilai yang lebih tahan lama. Semua yang dialami melalui indra dan yang sesuai dengan tangkapan indra pada hakikatnya merupakan nilai yang lebih rendah. Kedua, sifat dapat dibagi. Tingginya hierarkhi nilai berbanding terbalik dengan sifatnya yang dapat dibagi-bagi. Semakin tinggi derajat hierarkhinya akan semakin kecil sifatnya untuk dibagi, karena cakupannya yang luas. Kuantitas atau ukuran tidak berlaku bagi suatu karya seni. Sebuah lukisan atau patung akan bernilai jauh lebih tinggi daripada bagian-bagian dari lukisan atau patung yang dipisah-pisah. Nilai estetis dapat dinikmati bersama-sama orang banyak tanpa harus melakukan pembagian
  • 11. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 95 bendanya, sehingga sangat berbeda dengan nilai kenikmatan indrawi. Kenyataannya, nilai kenikmatan indrawi sangat ditentukan oleh sifat ekstensifnya, artinya jenjang nilai ditentukan oleh kuantitas, ukuran, atau keluasan pengembannya. Objek kebendaan akan memisahkan orang dan menimbulkan pertentangan kepentingan, karena benda harus dimiliki, sedangkan objek spiritual akan menyatukan orang, karena dapat menjadi milik bersama. Ketiga, sifat tidak tergantung pada nilai lain. Apabila suatu nilai (B) untuk dapat ditampilkan memerlukan keberadaan nilai A, maka hierarkhi nilai A lebih tinggi daripada nilai B. Apabila satu nilai (A) menjadi dasar (syarat) bagi nilai yang lain (B), maka nilai tersebut lebih tinggi hierarkhinya. Scheler berpendapat karena semua nilai didasarkan pada nilai yang lebih tinggi, maka ada nilai yang paling tinggi, yaitu nilai religius. Sheler dalam hal ini kembali pada monisme aksiologis seperti yang pernah berlaku pada jaman pertengahan. Keempat, sifat membahagiakan. Tingginya hierarkhi nilai tidak ditetapkan melalui kedalaman kenikmatan, tetapi melalui kedalaman kebahagiaannya. Kebahagiaan berbeda dengan kenikmatan, meskipun ada kemungkinan kenikmatan merupakaan hasil dari kebahagiaan. Kebahagiaan juga tidak selalu didahului oleh suatu keinginan. Kebahagiaan terjadi melalui persepsi sentimental yang tenang dan dikandung oleh benda yang bernilai secara positif. Satu nilai lebih membahagiakan daripada nilai yang lain apabila eksistensinya tidak tergantung pada persepsi sentimental terhadap nilai yang lain tersebut. Kebahagiaan dapat tercapai tanpa ada kebahagiaan lain yang mendahuluinya. Kelima, sifat tidak tergantung pada kenyataan tertentu. Nilai mengacu pada esensi nilai itu sendiri, artinya tidak tergantung atas relativitas dari sifat pengemban nilai. Di antara berbagai benda ada perbedaan skala relativitas. Sesuatu yang menyenangkan akan relatif bagi seseorang, karena tergantung perasaan sensitifnya, sebaliknya nilai adalah mutlak. Nilai ada demi tujuan emosi murni, yaitu preferensi dan cinta kasih yang tidak tergantung pada indra dan hasrat hidup. Hierarkhi nilai mengacu pada esensi nilai itu sendiri, artinya tidak tergantung atas relativitas dari sifat pengembannya. Jadi ada dua relativitas, yaitu relativitas hierarkhi nilai dan relativitas pengemban nilai. Preferensi dan penerapan lima kriteria tersebut menjadi petunjuk urutan atau tabel hierarkhi nilai, yaitu: (Scheler, 1966: 122-126).
  • 12. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 96 Pertama, nilai-nilai kenikmatan. Tingkat pertama ini berisi deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan seseorang menjadi senang atau menderita tidak enak.. Kedua, nilai-nilai kehidupan. Tingkat kedua ini berisi deretan nilai- nilai yang penting bagi kehidupan, misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum. Ketiga, nilai kejiwaan. Tingkat ketiga ini berisi nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai ini dibedakan secara hierarkhis sebagai berikut. a. Nilai keindahan dan berbagai nilai estetis murni yang lain. b. Nilai kebenaran, yang seharusnya dibedakan dengan benar dan salah (melanggar). c. Nilai pengetahuan murni yang direalisasikan oleh filsafat. Nilai pengetahuan murni ini dilawankan dengan pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu positif Keempat, nilai-nilai kerohanian. Tingkat keempat ini berisi modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai kerohanian ini tidak dapat direduksi menjadi nilai kejiwaan dan memiliki keberadaan yang khas dengan menyatakan diri (dalam berbagai objek) sebagai yang mutlak. C. Evaluasi Kritis 1.Kelemahan dan Kelebihan Objektivisme Scheler. Objektivisme Scheler berpendapat, bahwa nilai tidak tergantung pada benda dan subjek yang menilainya. Nilai besifat mutlak, tidak berubah, dan tidak terpengaruh oleh intervensi fisik aktual maupun yang bersifat manusiawi. Objektivisme menolak teori yang berusaha membatasi hakikat nilai pada manusia dan susunannya, baik yang psikhis maupun psikho-fisis, artinya menolak teori yang berusaha menempatkan hakikat nilai dalam hubungannya dengan manusia. Kelemahan yang paling jelas dari teori objektivisme nilai Scheler adalah pandangannya tentang nilai yang bersifat mutlak tersebut. Akibat pemutlakan tersebut, maka penjelasan-penjelasan dan pembenaran-pembenaran pendapatnya bersifat tautologis. Scheler telah melakukan kelemahan berargumentasi. Scheler telah menolak sifat relasional nilai, yaitu menolak semua hubungan antara nilai dengan manusia dan realitas. Objektivisme Scheler yang mutlak ini telah memenjarakan argumentasi - argumentasinya di
  • 13. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 97 dalam definisinya sendiri. Argumentasinya menjadi sia-sia dan menampakkan kelemahannya, karena menjelaskan sesuatu yang tidak dikonfirmasikan dengan realitas, sehingga terjebak dalam penjelasan tautologis (Frondizi, 1963: 115). Sifat tautologis nampak jelas dari pernyataan Scheler, bahwa yang baik itu baik. Scheler membuat penjelasan, bahwa meskipun yang baik tidak pernah dinilai baik akan tetap menjadi baik, sebaliknya meskipun membunuh tidak pernah dinilai buruk akan tetap dan terus menjadi buruk. Pernyataan dan penjelasan tersebut memang benar, tetapi sia-sia dan tautologis. Frondizi menunjukkan kelemahan pandanghan Scheler, bahwa yang menjadi perhatian orang adalah untuk mengetahui apa yang dikandung oleh kebaikan. Fakta sejarah yang tidak dapat diragukan, bahwa dalam perjalanan sejarah apa yang dipandang sebagai yang baik dapat berbeda. Orang tidak dapat mengabaikan sepenuhnya arti kebaikan yang dipikirkan oleh manusia yang hidup dalam kurun waktu yang berbeda. Contoh kelemahan Scheler nampak lebih jelas dari pernyataannya, bahwa yang bergizi itu bergizi, meskipun kurang baik bagi kesehatan sebagian orang. Pernyataan tersebut bersifat tautologis dan tidak dikonfirmasikan dengan fakta, bahwa konsep tentang gizi bersifat relasional dan kondisional (Frondizi, 1963: 116). Kelemahan Objektivisme Scheler juga tampak pada pandangannya tentang pemahaman nilai yang apriori, terutama ketika menjelaskan tentang hierarkhi nilai. Scheler menyusun tabel aksiologis bersifat apriori, yaitu sama sekali tidak tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian. Hierarkhi aksiologis dipahami dengan menggunakan tindakan khusus kesadaran, yaitu preferensi. Perbedaan jenjang nilai dipahami seperti perbedaan antara nilai positif dengan nilai negatif. Hierarkhi yang lebih tinggi dari suatu nilai secara esensial terjadi hanya melalui tindakan preferensi. Kelemahan Scheler adalah tidak menunjukkan cara konkrit untuk memahami hierarkhi aksiologis tersebut. Cara yang konkret tersebut diperlukan, karena Scheler tidak mendasarkan penjenjangan nilai tersebut pada pemahaman emperis. Apabila satu- satunya metode kesadaran tersebut tidak meyakinkan adanya superioritas satu nilai atas nilai yang lainnya, maka bagaimana caranya dapat menemukan superioritas yang diasumsikan tersebut. Cara yang konkrit tersebut diperlukan untuk dapat mengetahui bahwa preferensi itu valid dan tidak menipu (Frondizi, 1963: 117).
  • 14. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 98 Cara yang konkrit diperlukan untuk menentukan jenis preferensi seperti apa yang benar-benar dapat menunjukkan penjenjangan aksiologis, dan dari orang-orang seperti apa, serta dalam keadaan bagaimana aksi preferensi ini dapat muncul. Kenyataannya, bahwa preferensi itu bervariasi pada masing-masing orang, jaman, kebudayaan, dan periode sejarah. Preferensi itu sendiri tidak memadai bagi penentuan hierarkhi nilai. Cara yang konkrit lebih dibutuhkan untuk pemberi sifat, penunjukan sebuah standar dalam rangka mengetahui preferensi yang valid. Cara yang konkrit tetap diperlukan untuk menjelaskan pernyataan Scheler sendiri, bahwa ada kalanya orang lebih menyenangi nilai yang lebih rendah daripada nilai yang tinggi. Kelebihan objektivisme Scheler dapat diketahui dengan memperhatikan kelemahan pandangan subjektivisme. Subjektivisme berpendirian, bahwa manusia tidak dapat membicarakan nilai tanpa mempertimbangkan penilaian, baik yang aktual maupun yang dalam kemungkinan. Sebaliknya, objektivisme memiliki dasar yang kuat, karena terdapat perbedaan yang hakiki antara penilaian dan nilai. Nilai mendahului penilaian. Apabila tidak ada nilai, maka tidak akan ada pula yang akan dinilai. Mengacaukan penilaian dengan nilai sama dengan mengacaukan antara persepsi dengan objek yang dipersepsi. Persepsi tidak menciptakan objek, tetapi menangkapnya. Kedudukan pendekatan subjektif sebenarnya hanya sama dengan proses pemahaman nilai. 2. Kritisisme Pemahaman Baru. Kelemahan utama objektivisme dan subjektivisme terletak pada pandangannya tentang nilai yang bersifat mutlak. Kelemahan objektivisme yang mutlak juga berlaku bagi pandangan subjektivisme yang mutlak. Kelemahan objektivisme dan subjektivisme terletak di dalam menyusun penjelasan menurut sudut pandang masing-masing yang berlebihan. Kesalahan yang sebenarnya dari dua paham tersebut perlu ditemukan dari pemikiran yang keliru terhadap pikiran lawannya yang dianggap salah. Pertama, yang perlu dicatat bahwa pernyataan subjektivisme tentang suasana psikologis yaitu, senang, nafsu, dan perhatian merupakan kondisi yang diperlukan memang benar, tetapi tidak memadai. Sebaliknya, pernyataan subjektivisme tersebut tidak meniadakan unsur objektif, justru mengansumsikannya. Konsekwensinya nilai akan nampak sebagai akibat adanya
  • 15. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 99 hubungan atau tegangan antara subjek dengan objek, sehingga memiliki sisi subjektif dan objektif (Frondizi, 1963: 124). Kedua, Apabila seharusnya memang ada sisi subjektif dan objektif, maka perhatian selanjutnya adalah merumuskan proporsi perpaduan dua unsur tersebut yang dapat berlaku bagi semua nilai. Skala aksiologis perlu ditetapkan secara pasti dengan meningkatkan secara sinergis salah satu dari kedua pandangan tersebut. Ketiga, perhatian tentang realitas dapat dipakai sebagai titik tolak. Filsafat yang memostulatkan nilai sebagai entitas tertentu dan konsekwen dengan definisinya mengaku telah mencapai koherensi yang maksimum, tetapi tidak akan berhasil memberikan penjelasan terhadap realitas aktual. Teori filsafat seharusnya diukur melalui koherensi logis konseptualnya, sekaligus untuk menjelaskan fakta di dunia ini. Teori Scheler telah menunjukkan koherensi logisnya dan kemampuannya untuk mengundang ikatan emosional, tetapi orang menangkap kelemahannya, yaitu kurang memperhatikan pengalaman. Apabila orang memperhatikan hubungan antara objek yang bernilai dengan subjek yang menilainya, maka akan nampak jelas hilangnya dua pandangan yang berbeda. Nilai dapat ada dalam hubungannya dengan subjek yang menilainya. Nilai estetik, baik yang musikal dan piktoral hanya dapat ada dalam hubungannya dengan subjek yang memiliki pendengaran dan sensitivitas visual (Frondizi: 1963, 129). Rumusan yang baru harus dilakukan dalam menghadapi tidak adanya kesepakatan tentang intuisi sempurna yang diasumsikan terjadi pada orang yang sama. Data intuitif tidak dapat dipandang yang menentukan, karena seseorang tidak mengetahui dengan pasti pendapat siapa yang harus diikuti. Data intuitif seharusnya digabung bersama data lain yang bersumber dari pengalaman. Pengalaman memang dapat berbeda, perbedaan antara berbagai data dan analisis dari berbagai situasi akan menghasilkan satu penafsiran dipandang dari sudut pengalaman yang utuh dan menyeluruh (Frondizi, 1963, 138). D. Dasar Aksiologis Masa Depan Bangsa Indonesia 1. Kedudukan dan fungsi nilai. Prinsip-prinsip aksiologis diperlukan dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia agar sendi-sendi pluralitas dapat menjadi kekuatan bangsa. Nilai-nilai menurut Scheler tidak dapat
  • 16. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 100 dipahami dengan akal, tetapi dengan hati. Pemahaman nilai melalui kepekaan hati penting dalam menyikapi kebhinekaan suku di Indonesia, tetapi tanpa meninggalkan pemahaman rasional. Nilai merupakan realitas abstrak. Nilai dirasakan dalam diri masing-masing sebagai daya pendorong dan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup. Nilai menduduki tempat penting dalam kehidupan seseorang sampai pada suatu tingkat di mana seseorang lebih siap mengorbankan hidupnya daripada mengorbankan nilai. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi tidak perlu sama bagi seluruh warga masyarakat. Masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan sosio ekonomi, politik, agama, dan etnis. Masing-masing kelompok masyarakat dapat memiliki sistem dan hierarkhi nilai yang berbeda. Konflik dapat muncul antar pribadi- pribadi dalam masyarakat, karena sistem nilai yang berbeda. Dialog merupakan usaha untuk mengerti sistem nilai dari pribadi atau kelompok lain. Dialog dapat berlangsung dalam kehidupan secara sadar atau tidak melalui perjumpaan sehari-hari dengan kelompok- kelompok lain. Dialog dapat menyebabkan seseorang menghormati dan toleran, menerima begitu saja, atau mengintegrasikannya ke dalam sistem nilainya sendiri. Nilai-nilai merupakan realitas yang terbuka dan tidak berada sendirian. Nilai-nilai terikat bersama sebagai perangkat. Masyarakat memiliki perangkat nilai-nilai yang bertalian secara logis dan membentuk kesatuan hierarkhis. Seperangkat nilai atau sistem nilai memiliki nilai dominan yang menjadi acuan dari nilai-nilai yang lain. Nilai-nilai ditanamkan pada seorang pribadi melalui proses sosialisasi melalui keluarga, lingkungan sosial terdekat, lembaga pendidikan, agama, media massa, dan tradisi. Nilai harus dibedakan dari norma dan prinsip. Nilai adalah daya pendorong dalam hidup yang memberi makna pada tindakan seseorang. Nilai mempunyai dua segi yaitu intelektual dan emosional . Kombinasi kedua segi tersebut akan menentukan suatu nilai dan fungsinya dalam kehidupan. Apabila dalam pemberian makna dan pengabsahannya terhadap suatu tindakan unsur emosionalnya sangat kecil, sedangkan unsur intelektualnya lebih dominan, maka kombinasinya disebut norma atau prinsip. Sebaliknya norma-norma baru akan menjadi nilai apabila sesuai dengan pilihannya serta dilaksanakan dalam pola tingkah laku dan pola berpikir suatu kelompok. Nilai- nilai adalah dasar atau landasan bagi perubahan. Nilai-nilai merupakan daya pendorong hidup seseorang atau kelompok,
  • 17. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 101 sehingga nilai berperan penting dalam proses perubahan sosial (Ambroise,1993: 20-26). 2. Multikulturalisme Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang majemuk. Bangsa Indonesia dilihat dari sudut pandang horisontal terdiri dari banyak suku bangsa yang mempunyai budaya, bahasa, nilai, dan agama yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia dilihat dari sudut pandang vertikal terdiri dari berbagai tingkat perbedaan ekonomi, pendidikan, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya. Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang multi etnis, budaya, dan agama. Apabila bangsa Indonesia ingin menjadi kuat diperlukan sikap saling menerima dan menghargai dari setiap orang yang beragam tersebut, sehingga dapat saling membantu dan bekerjasama. Bangsa Indonesia telah memiliki dasar untuk bersatu yaitu dasar sejarah dan dasar filsafat negara. Dasar sejarah adalah sumpah pemuda tahun 1928. Dasar filsafat negara adalah Pancasila yang dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945 (Maksum dan Ruhendi, 2004: 242). Multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperhatikan perbedaan budaya, suku bangsa, bahasa, dan agama. Sikap dan kesediaan untuk saling menerima menghargai budaya, nilai, keyakinan yang berbeda tidak dengan sendirinya akan berkembang. Sikap saling mempengaruhi apabila tidak diletakkan dalam kerangka saling menghormati dan menghargai, maka yang akan terjadi adalah konflik dan perpecahan. Prinsip-prinsip aksiologis diperlukan dalam hidup bernegara agar sendi-sendi pluralisme dapat menjadi kekuatan bangsa. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, prinsip humanitas. Manusia memiliki nilai-nilai kemanusiaan tertutama kebebasan (memilih dan berbuat), dan bertanggungjawab. Nilai kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat direduksi dan dimanipulasi dengan alasan dan tujuan apapun. Nilai- nilai kemanusiaan tersebut bersifat luhur dan utuh. Nilai-nilai kemanusiaan perlu terus dikembangkan melalui proses belajar untuk mencapai tahap kedewasaan diri. Prinsip humanitas menegaskan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan pada dasarnya sebagai pemenuhan kodrat manusia itu sendiri untuk mencapai martabat kemanusiaan. Martabat manusia tercermin dari keluhuran akal dan moralnya. Kedua, prinsip unitas. Kemajemukan etnis, budaya, dan agama menuntut perlunya kerjasama antara semua warga bangsa.
  • 18. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 102 Perbedaan dan keragaman tidak mengharuskan perpecahan, tetapi seharusnya dipandang sebagai kekayaan budaya yang satu sama lain saling terkait dan saling membutuhkan. Prinsip unitas akan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak menjadi masalah adanya berbagai macam etnis, budaya, dan agama tersebut apabila tidak disertai sifat saling mengabaikan dan saling mempertentangkan. Prinsip unitas memandang perlunya kerjasama antar berbagai etnis dan agama dalam rangka mencapai tujuan hidup sebagai bangsa. Ketiga, prinsip kontekstualitas. Kesadaran multikulturalisme memandang perlunya pemahaman secara khusus berdasarkan nilai-nilai kultural masyarakat setempat. Pandangan ini menegaskan bahwa pluralisme sebagai produk budaya, hanya dapat disuburkan di dalam konteks budayanya. Kesadaran multikultural tidak akan mendapat dukungan dan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila tidak diletakkan di dalam konteks budaya masyarakatnya. Prinsip kontekstualitas penting untuk memacu pertumbuhan multikulturalisme demi kemajuan dan kesejahteraan warga dan bangsa secara u tuh. Kontekstualisasi mengandung arti bahwa kondisi budaya masyarakat dapat memberi pengaruh bagi pengembangan multikulturalisme. Kesadaran multikulturalisme dapat berkembang dengan baik apabila dilatihkan pada generasi muda melalui jalur pendidikan (Maksum dan Ruhendi, 2004: 245). 3. Indonesia dan Modernisasi Modernisasi sering diartikan sebagai proses perkembangan dengan mengambil alih cara dan gaya hidup budaya Barat (Eropa dan Amerika). Modernisasi berarti mengadopsi gaya hidup orang Barat. Pandangan ini perlu dikoreksi dengan memperhatikan pendapat Koentjaraningrat, bahwa meskipun modernisasi semula lahir di Barat, tetapi tidak berarti jika bergaya hidup Barat adalah modern. Modernisasi merupakan suatu perubahan yang didasarkan atas pertimbangan kebebasan dan rasionalitas. Modernisasi sering diartikan sebagai gejala sekularisasi. Modernisasi diartikan memisahkan peranan agama dari aspek-aspek kehidupan manusia. Masyarakat yang semakin modern akan semakin menjauhkan peranan agama dari masyarakatnya. Modernisasi disamakan dengan penduniawian. Pemikiran yang modern akan menyingkirkan peranan agama. Seluruh aspek kehidupan ditata secara rasional. Pertimbangan holistik diperlukan, bahwa proses modernisasi tidak perlu menyingkirkan peranan
  • 19. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 103 agama. Seluruh aspek kehidupan memang ditata secara rasional, tetapi tidak berarti menyingkirkan peranan agama. Modernisasi seharusnya diartikan menggeser prinsip ascriptive ke prinsip achievement. Apabila kedudukan seseorang diperoleh berdasarkan prestasinya dan bukan lagi berdasarkan keturunan secara otomatis, berarti masyarakat tersebut berada dalam proses modernisasi. Kedudukan seseorang dalam masyarakat modern tidak diperoleh secara sistematis, melainkan diusahakan dengan prestasi dan kemampuan. Pertimbangan yang diperlukan, bahwa di samping prestasi dan kemampuan, maka kesempatan seseorang untuk memperoleh kedudukan perlu dikondisikan. Banyak orang yang mempunyai kemampuan untuk menduduki suatu jabatan, tetapi kesempatan belum tentu diperoleh. Kebudayaan modern hanya mungkin dilahirkan oleh masyarakat yang telah modern. Masyarakat modern merupakan perkembangan dari masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional telah menetapkan pilihan dan hierarkhi nilai serta telah dihayati dalam praktek kehidupan. Upaya mewujudkan bangsa Indonesia yang modern perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu karakteristik masyarakat modern dan tuntutan perilaku anggota masyarakat. Salah satu ciri kebudayaan modern adalah kebebasan dan rasionalitas. Secara umum karakteristik manusia modern adalah memiliki sikap terbuka, selalu siap berubah, menghargai perbedaan pendapat, menghargai waktu, mencari banyak informasi, mampu merencanakan, menghargai orang lain, percaya pada diri sendiri, menilai ketrampilan teknis sebagai hal yang penting, dan menghargai pendidikan sebagai wahana pengembangan ipteks, serta menghargai demokrasi. Pertimbangan yang diperlukan, kemajuan yang dicapai dalam pembangunan masyarakat modern di Barat telah menyebabkan keterasingan manusia dari lingkungan hidup yang manusiawi. Perhatian yang diperlukan adalah membangun bangsa Indonesia modern tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia sendiri yang telah dihayati dalam praktek kehidupan sehari-hari (Budi Susilo, 1994:62-64). E. Penutup Scheler berpendapat, bahwa hakikat nilai adalah kualitas apriori. Nilai yang independen bukan hanya tidak tergantung pada benda dan semua objek yang ada di dunia, tetapi juga reaksi seseorang terhadap benda dan nilai. Nilai tidak akan terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada objek yang digabunginya. Nilai
  • 20. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 104 adalah independen, tetap, tidak berubah, dan bersifat mutlak, yaitu tidak tergantung dan tidak dipengaruhi oleh perbuatan atau reaksi seseorang. Scheler berpendapat, bahwa nilai menampak pada manusia karena terlekat pada pengembannya. Objek pengembannya dan nilai yang melekat pada pengembannya dipersepsi dengan cara yang berbeda. Scheler berpendapat, bahwa akal kecerdasan tidak dapat memiliki semacam hubungan langsung dengan nilai. Nilai menyatakan diri pada manusia melalui intuisi emosional (hati). Manusia berhubungan dengan dunia nilai dengan keterbukaan dan kepekaan hatinya. Kelemahan yang paling jelas dari teori objektivisme nilai Scheler adalah pandangannya tentang nilai yang bersifat mutlak. Akibat pemutlakan tersebut, maka penjelasan-penjelasan dan pembenaran-pembenaran pendapatnya bersifat tautologis. Scheler telah menolak sifat relasional nilai, yaitu menolak semua hubungan antara nilai dengan manusia dan realitas. Argumentasinya menjadi sia-sia dan menampakkan kelemahannya, karena menjelaskan sesuatu yang tidak dikonfirmasikan dengan realitas, sehingga terjebak dalam penjelasan tautologis. Kelebihan objektivisme Scheler adalah memiliki dasar yang kuat, karena terdapat perbedaan yang hakiki antara penilaian dan nilai. Nilai mendahului penilaian. Apabila tidak ada nilai, maka tidak akan ada pula yang akan dinilai. Apabila penilaian dikacaukan dengan nilai, maka akan sama dengan mengacaukan antara persepsi dengan objek yang dipersepsi. Persepsi tidak menyiptakan objek, tetapi menangkapnya. Kedudukan pendekatan subjektif sebenarnya hanya sama dengan proses pemahaman nilai. Prinsip-prinsip aksiologis diperlukan dalam hidup berbangsa dan bernegara agar sendi-sendi pluralitas dapat menjadi kekuatan bangsa. Nilai-nilai menurut Scheler tidak dapat dipahami dengan akal, tetapi dengan hati. Pemahaman nilai melalui kepekaan hati penting dalam menyikapi pluralitas di Indonesia. Prinsip-prinsip humanitas, unitas, dan kontekstualitas hanya dapat diterima dengan kepekaan hati. Prinsip-prinsip unitas dan kontekstualitas dapat menjadikan suatu kelompok etnis memahami dan berempati kepada nilai-nilai kelompok etnis lain. Apabila multikulturalisme disikapi melalui pendekatan rasional, maka yang muncul hanya persoalan benar dan salah saja tanpa pertimbangan tenggang rasa dan empati. Prinsip humanitas dapat dijadikan dasar pengembangan multikulturalisme. Manusia memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang
  • 21. Jirzanah, Aktualisasi Pemahaman Nilai… 105 bersifat luhur dan utuh. Prinsip humanitas menegaskan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan pada dasarnya sebagai pemenuhan kodrat manusia itu sendiri untuk mencapai martabat kemanusiaan yang utuh. Martabat manusia tercermin dari kemampuan akal dan keluhuran moralnya. Perhatian yang diperlukan adalah membangun bangsa Indonesia modern tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia sendiri yang telah dihayati dalam praktek kehidupan sehari-hari. -JF- DAFTAR PUSTAKA Ambroise, SJ., 1993, Pendidikan Nilai, dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Gramedia, Jakarta. Bertens, K.,1983, Filsafat Barat Dalam Abad XX, Inggris- Jerman, PT.Gramedia, Jakarta. ------------ , 2002, Filsafat Barat Kontemporer, Inggris-Jerman, PT. Gramedia, Jakarta. Bagus, Lorens , 2005, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta. Budi-Susilo,1994, Mentalitas Dalam Pembangunan Masyarakat Modern, dalam Jangan Tangisi Tradisi, Kanisius, Yogyakarta. Deeken, Alfons, 1974, Procees and Permanence in Ethics Max Scheler’s Moral Philosophy, Paulist Prees New York, N.Y./Paramus, N.J. Frondizi, R.,1963, Que Son Los Valores, terj.Solomon Lipp, Publishing Company, USA. ---------------,1963, Que Son Los Valores, terj. Cuk Ananta W., Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Harun-Hadiwijono,1980, Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta. Kaelan ,2005, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta. Kattsoff L. O.,1986, Elements of Philosophy, terj. Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta. Koento-Wibisono, 1983, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada University Press. Maksum-Ruhendi, 2004, Paradigma Pendidikan Universal, IRCiSoD, Yogyakarta.
  • 22. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 106 Purwo-Hadiwardoyo, 1993, Nilai Kemanusiaan Hikmat Bagi Pendidikan, dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Gramedia, Jakarta. Scheler,1966, Der Formalismus in der Ethik und die materiale Wertethik, Gesammelte Werke, Vol.II, 5, Aufl, Bern: Frenke Verlag.