4. ONTOLOGI
• Pngertian ontologi
Ontologimerupakancabangteori hakikatyangmembicarakan hakikat
sesuatuyangada.Ontologiberasaldari bahasa Yunani,yaituontos
yangberartiwujuddanlogosberarti ‘ilmu.Dengandemikianontologi
berarti ilmutentangwujudatauilmutentanghakikatkenyataan.
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan
kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontologi. Dalam
persoalanOntologiorangmenghadapipersoalanbagaimanakah kita
menerangkaanhakikatdarisegalayangada ini?
5. Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being,
dan Logos = logic. Jadi Ontologi adalah The theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan).
6. Menurut Aristoteles ontologi adalah the first of philosophy dan
merupakan ilmu mengenai esensi benda.
Menurut Amka, Ontologi adalah bagian filsafat yang paling
umum, atau merupakan bagian dari metafisika, dan
metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being,
dan Logos = logic. Jadi Ontologi adalah The theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). James K Frebleman
7. Jadi objek dari ontology adalah segala yang ada
dan tidak terikat pada satu perwujudan tertentu
(hakikat).
Hasbullah Bakry mengatakan bahwa ontology
mempersoalkan bagaimana menerangkan
hakekat segala yang ada baik jasmani maupun
rohani dan hubungan antara keduanya.
8. Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat
mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan
keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia
disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada
pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan
tentang Tuhan. (Gazalba: 1973)
9. Term ontologi pertarna kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada
tahun 1636 M. Untuk mewarnai teori tentang hakikat yang ada yang
bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754
M) membagi metafisika rnenjadi dua, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus. Metafisika umum dirnaksudkan sebagai istilah lain
dari ontology. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling
dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
10. adanyaduamacamkenyataan.
1.kenyataanberupa materi (kebendaan), dan
2.kenyataanberuparohani (kejiwaan).
Pembicaraan hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang
mungkin ada yakni realitas, realita adalah ke-riil-an, riil artinya
kenyataan sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan sebenarnya
sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu,
bukanjugakenyataanyangberubah.
12. mazhab-mazhab ontology yang mencoba
menjawab semuanya melalui beberapa
pendekatan yang berbeda yaitu ; Naturalisme,
Materialisme, Idealisme, hylomorphisme dan Logic
Empiricism (Louis O Katsof).
Naturalisme
Menurut Hasbullah Bakri naturalisme juga mempersoalkan bagaimana
menerangkan hakikat segala yang ada baik rohani maupun jasmani serta
hubungan keduanya.Penganut naturalisme modern beranggapan bahwa
kategori pokok tentang kenyataan adalah kejadian-kejadian
kealaman.Jadi menuurut paham naturalisme ini semua kenyataan itu
pasti bersifat kealaman yang dapat ketahui dengan bebagai kejadian
alam.
13. Materialisme
Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi
yang berada sendiri dan merupakan unsur-unsur yang
membentuk alam.Menurut penganut materialisme hakikat dari
suatu benda adalah benda itu sendiri atau wujud materi dari
benda tersebut dan dunia fisik itu adalah satu.
Idealisme
Idealisme adalah pandangan dunia metafisik yang
mengatakan bahwa realitas terdiri atas atau sangat erat
hubungannya dengan ide-ide,fikiran,akal dan jiwa.Jadi
Idealisme juga merupakan ajaran kefilsafatan yang berusaha
menunjukkan agar kita dapat memahami materi atau tatanan
kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada
hakikat terdalam dengan menggunakan ide,akal,fikiran-
fikiran dan jiwa atau ruh.
14. Hylomorphisme
Secara etimologi hylomorphisme berasal dari bahasa yunani yaitu
hylo yang berarti materi atau substansi dan morph atau bentuk Dari
sini dapat disimpulkan bahwa tidak satu hal-pun yang ragawi itu
bukan merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi.Esensi
adalahsegi tertentu dari yang ada yang memasuki akal kita sehingga
dapat diketahui atau bisa dibilang wujud nyata suatu benda yang
pertama kali dapat menyentuh akal kita saat melihatnya.
Menurut Mariatin esensi adalah sesuatu yang terdapat pada obyek
manapun yang dipikirkan secara langsung dan yang pertama dihadapkan
pada akal.Sedangkan eksistensi adalah hal-hal yang satu demi satu bersifat
khusus,mandiri dan mempunyai sarana lengkap untuk berada dan berbuat.
15. Logic Empiricism
Logika adalah ilmu yang memberikan peraturan-peraturan
yang harus diikuti agar dapat berfikir valid sedangkan empris
adalah pengalaman-pengalaman atau fakta.Jadi Logic
empiricism di sini adalah semua pandangan yang sampai saat
ini telah dibicarakan mendasarkan diri pada penalaran akal
dan semuanya memakai perangkat fakta yang sama sebagai
landasan penopang untuk menunjukkan kebenarannya.
16. Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris.
Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada
diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan
secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni
berorientasi pada dunia empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu
pengetahuan dua macam: 1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah
seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu. 2. Obyek
formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang terhadap
obyek material.
17. EPISTEMOLOGI
• PengertianEpistemologi
Epistemologi sering jugadisebut denganteori pengetahuan(theoryof
knowledge).Secaraetimologi,istilah epistemologiberasaldari kata
Yunaniepisteme,yangartinyapengetahuan,danlogosyangartinya
ilmuatauteori.Jadi,epistemologidapatdidefinisikan sebagai
cabangfilsafat yangmempelajariasalmulaatausumber,struktur,
metode,dansyahnya(validitas) pengetahuan.
MenurutConnySemiawandkk.(2005: 157)epistemologi adalah
cabangfilsafat yangmenjelaskantentangmasalah-masalah filosofis
sekitarteoripengetahuan.Epistemologimemfokuskanpadamakna
pengetahuanyangdihubungkandengankonsep,sumberdan
kriteriapengetahuan,jenispengetahuan,dansebagainya.
18. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, pikiran berarti
suatu entitas yang memperlihatkan fungsi-fungsi
seperti mencerap, mengamati, mengingat
memungkinkan manusia merefleksikan dunia obyektif
ke dalam tataran konsep, putusan dan teori lewat
proses abstraksi, analisis, sintesis, pemecahan dan
hipotesis.
19. Menurut Muhadjir, di perguruan tinggi Indonesia sampai
tahun 1950-an diajarkan pembedaan antara gemeinschaft
atau masyarakat paguyuban, masyarakat Timur yang masih
primitif dengan gessellschaft atau masyarakat patembayan
yaitu masyarakat Barat yang sudah maju. Rasionalisme
menjadi fondasi ilmu-ilmu pengetahuan modern yang
bercorak antroposentris sebagai antitesa terhadap filsafat
abad tengah yang bercorak teosentris.
Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang pesat pada masa modern, di
mana masyarakat dianggap telah memasuki tahap berpikir rasional. Pada masa
itulah dibangun metodologi yang menjamin kebenaran temuan-temuan
pengetahuan manusia
20. Dalam antroposentrisme, manusia menjadi pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan, dan
pengetahuan, sehingga terjadi diferensiasi (pemisahan) dengan wahyu Tuhan.
Kebenaran ilmu tidak terletak diluarnya yaitu kitab suci, tetapi terletak dalam ilmu itu
sendiri yaitu korespondensi (kecocokan ilmu dengan obyek) dan koherensi
(keterpaduan) di dalam ilmu, antara bagian-bagian keilmuan dengan seluruh bangunan
ilmu. Ilmu sekuler dengan demikian menganggap dirinya sebagai ilmu yang obyektif,
value free, dan bebas dari kepentingan lainnya
Filsafat antroposentrisme diferensiasi ilmu sekuler
21. Ilmu pengetahuan rasional yang menjadi pilar utama peradaban
modern, pada perkembangan terakhirnya, tumbuh dari yang semula
mengagungkan manusia menjadi penguasa atas manusia.
Era modern dengan rasionalisme membuka babak baru
hubungan agama dengan ilmu pengetahuan yang penuh
konflik dan saling menegasikan. August Comte (abad 19 M)
22. bapak sosiologi modern menyatakan bahwa peradaban modern terjadi bila
manusia telah berpikir rasional meninggalkan tahap berpikir teologis dan
metafisik. Bila pada tahap berpikir teologis manusia percaya bahwa di balik
gejala-gejala alam terdapat kekuasaan adikodrati yang mengatur segalanya
kemudian pada zaman metafisika manusia masih dikuasai oleh kekuasaan
adikodrati namun melalui konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang abstrak
seperti “kodrat” dan “penyebab” maka pada zaman yang disebut positif
sudah tidak ada lagi penyebab yang ada di belakang fakta- fakta. Atas dasar
observasi dan dengan menggunakan rasionya manusia berusaha
menetapkan relasi-relasi atau urutan-urutan yang terdapat di antara fakta-
fakta. Dalam zaman inilah manusia baru dicatat sebagai penghasil ilmu
pengetahuan yang sesungguhnya.
27. Agama menyediakan tolok ukur kebenaran ilmu (benar, salah),
bagaimana ilmu diproduksi (baik, buruk), dan tujuan- tujuan ilmu
(manfaat, merugikan). Hak manusia adalah memikirkan dinamika
internal ilmu sehingga menjadi ilmu yang obyektif. Meskipun ilmu
integralistik lahir dari agama, namun menjadi gejala keilmuan yang
obyektif yang dirasakan sebagai gejala keilmuan bukan norma oleh
pemeluk agama lain, non- agama dan anti-agama. Alur ilmu-ilmu
integralistik adalah sebagai berikut:
agama teoantroposentrisme diferensiasi ilmu integralistik
28. Menjadikan wahyu (baca: al-Qur‟an) sebagai paradigma berarti
menjadikan al-Qur‟an sebagaimana dipahami Thomas Kuhn sebagai suatu
konstruksi pengetahuan yang memungkinkan umat Islam memahami realitas
sebagaimana al- Qur‟an memahaminya. Konstruksi pengetahuan tersebut
akan menjadi dasar bagi umat untuk merumuskan desain besar mengenai
sistem Islam termasuk sistem ilmu pengetahuannya. Dengan demikian
paradigma al-Qur‟an tidak hanya berhenti pada kerangka aksiologis tetapi
juga dapat berfungsi memberi kerangka epistemologis.
29. Kritik terhadap Pemikiran
Nashr Hamid Abū Zayd, sikap dan wacana keagamaan terhadap ilmu-ilmu
keislaman, khususnya al-Qur‟an dan hadis pada masa pertengahan adalah hanya
sikap pengulangan. Hal tersebut terjadi karena banyak diantara ulama yang
berasumsi bahwa ilmu-ilmu al-Qur‟an dan al-Hadis termasuk ruang lingkup ilmu
yang sudah matang dan final. Para ulama memandang karya tafsir tidak sebagai
upaya mendialogkan teks al-Qur‟an dengan realitas masyarakat yang sedang
berlangsung, tetapi pada konsistensinya untuk mengikuti jejak ulama terhadulu
(salaf) yang menafsirkan al-Qur‟an dengan metode naql yaitu dengan al-Qur‟an
sendiri, al-sunnah, pendapat para sahabat dan tabi‟in.
30. Ibn Taymiyyah, salah seorang ulama abad VIII H menegaskan bahwa
apabila telah diketahui pengertian atau tafsir al-Qur‟an dengan al-sunnah
maka tidak diperlukan lagi pendapat ahli bahasa dan yang lainnya. Bagi
setiap mukmin tidak diperkenankan berbicara mengenai agama kecuali
mengikuti apa yang datang dari Rasulullah saw., para sahabat dan orang-
orang yang mengikuti jejak mereka dari para tabi‟in, yang tak
seorangpun diantara mereka terbukti melakukan pertentangan dengan al-
Qur‟an dengan rasionalitasnya.
31. Al-Zarkasyi, seorang ulama yang wafat pada tahun 794 H, penulis kitab al-Burhān
fī ‘Ulūm al-Qur’ān, salah satu kitab rujukan utama dalam bidang ilmu-ilmu al-
Qur‟an juga menyimpulkan bahwa yang benar menurut ilmu tafsir adalah apa
yang berasal dari jalur naql (periwayatan) seperti asbāb al-nuzūl (sebab turunnya
ayat), al nasikh wa al-mansukh (diberlakukan atau dihapuskannya ketetapan
hukum yang dikandung oleh suatu ayat yang belum jelas) ta’yīn al-mubham
(penjelasan terhadap ayat yang belum jelas), tabyīn al-mujmal (penjelasan
terhadap ayat yang masih umum). Apabila tidak didapatkan penafsiran yang
cukup dari jalan naql, maka untuk mengetahui makna dan maksud dari ayat- ayat
al-Qur‟an adalah dengan jalan pemahaman pada penjelasan yang mu’tabar
(terkenal dan diakui oleh kebanyakan ulama).
32. Ilmu pengetahuan akan mengalami krisis ketika teori-teori yang
dibangun tidak dapat lagi menjelaskan fakta-fakta yang ada. Dalam
situasi krisis inilah ilmuwan akan melakukan revolusi sehingga
melahirkan paradigma baru. Dewasa ini terlihat jelas krisis yang dialami
oleh sains modern yang didominasi oleh paradigma berpikir rasional,
sehingga dialektika keilmuan hanya bergerak untuk menguji teori
(verifikasi) bukan bagaimana menghasilkan satu perspektif baru dari
ilmu pengetahuan. Perspektif baru tersebut tercapai bila cara pandang
baik terhadap subyek maupun obyek dapat dilampaui. Sebagaimana
pendapat Kant, manusia melihat obyek senantiasa ditentukan oleh
kategori-kategori tertentu.
34. Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani
Kuno, yaitu “aksios” yang berarti Nilai dan kata “logos”
berarti teori.
Kamus Bahasa Indonesia adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai.
Aksiologi merupakan teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar
normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu.
PENGERTIAN
35. Ada tiga ciri yang dapat kita kenali terhadap nilai, yaitu nilai yang
berkaitan subjektif, praktis, dan sesuatu yang ditambahkan pada objek.
Pertama, nilai berkaitan dengan subjek. Artinya, nilai itu berkaitan
dengan kehadiran manusia sebagai subjek. Kalau tidak ada
manusia yang memberi nilai, nilai itu tidak akan pernah ada. Tanpa
kehadiran manusia pun, kalau Gunung Merapi meletus ya tetap
meletus. Pasalnya sekarang, ketika Gunung Merapi meletus
misalnya, apakah itu sesuatu yang
“indah” ataukah “membahayakan” bagi kehidupan manusia.
semuanya itu tetap memerlukan kehadiran manusia
untuk memberikan penilaian. Dalam hal ini nilai subjektivitas
memang bergantung semata-mata pada pengalaman manusia.
Kedua, nilai dalam konteks praktis. Yaitu, subjek ingin membuat
sesuatu seperti lukisan, gerabah, dan lain-lain.
Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun
kenyataan.
PENDEKATAN DALAM AKSIOLOGI
36. Nilai merupakan kualitas empiris yang
tidak dapat didefinisikan
Nilai sebagai Obyek Suatu Kepentingan
Nilai sebagai Esensi
Teori Pragmatis mengenai Nilai
MAKNA DALAM NILAI
37. Kualitas melukiskan suatu obyek
Kualitas-kualitas empiris
Pemahaman atas kualitas-kualitas nilai
Verifikasi melalui pengalaman
Tolak ukur kajian terhadap nilai
Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak
dapat didefinisikan
38. Setiap nilai menyangkut sikap
Nilai ialah kepentingan
Sejumlah keberatan yang dapat diajukan
Nilai sebagai Obyek Suatu Kepentingan
39. Menurut Hartmann, nilai bukanlah merupakan kualitas,
melainkan merupakan esensi.
Jangan salah tafsir memahami bahwa nilai merupakan
“sesuatu yang bereksistensi” atau merupakan “suatu
kualitas tertentu”.
Sesungguhnya nilai yang memberikan makna kepada
eksistensi.
Nilai-nilai tidak mengubah apa pun di alam
semesta; manusia sekadar memberikan respon
terhadap nilai-nilai, dan berusaha mewujudkannya.
Apabila eksistensi dikatakan dapat berubah dan
mengalami perubahan, maka nilai-nilai tidak berubah
dan bersifat tetap.
Nilai sebagai Esensi
40. Nilai sebagai hasil pemberian nilai
Hubungan sarana-tujuan
Sarana dan tujuan tidak terpisahkan
Nilai-nilai yang diciptakan oleh situasi kehidupan
Ketidaksepakatan mengenai nilai-nilai
Teori Pragmatis mengenai Nilai
41. Ada tiga pilar utama dalam filsafat ilmu yang selalu menjadi
pedoman yaitu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga pilar
itulah manusia berupaya untuk mencari dan menggali eksistensi
ilmu sedalam-dalamnya.
Hakikat apa yang ingin diketahui manusia merupakan
pokok bahasan dalam ontologi. Dalam hal ini manusia ingin
mengetahui tentang “ada” atau eksistensi yang dapat dicerap oleh
panca indera.
Sedangkan Epsitemologi merupakan landasan kedua filsafat yang
mengungkapkan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan
atau kebenaran tersebut.
Setelah memperoleh pengetahuan, manfaat apa yang dapat
digunakan dari pengetahuan itu. Inilah yang kemudian membawa
pemikiran kita menengok pada konsep aksiologi yaitu filsafat yang
membahas masalah nilai kegunaan dari nilai pengetahuan.