SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA
MENURUT MARTIN HEIDEGGER
Oleh: Sindung Tjahyadi1
Abstract
Heidegger viewed “freedom” and “transcendence”
(retrospective consciousness) as the element that determines “the
way of human existence” and also the human understanding of
“history” radically. Philosophy of history is the main point of
Heidegger’s philosophy. It is showed by his most fundamental
concept of “temporality”. Heidegger so far developed the basic
characteristic of relationship of “Being” (reality) and “time”
(horizon) as a dialectical relationship. Because of his “poetic”
nuance, Heidegger often makes someone confused for his called for
“Being” as a “person”, e.g., it as “the giver of blessing”.
Heidegger brings to the “true” understanding that all philosophical
inquiries start and end in the understanding of human being.
Keywords: the way of being, being, history, human being
A. Pendahuluan
Martin Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 di
sebuah kota kecil Messkirch (Bertens, 1981: 141). Keluarganya
merupakan keluarga sederhana, dan ayahnya bekerja sebagai koster
pada Gereja Katolik Santo Martinus di kota kecil tersebut. Ia
menjalani sekolah menengah di Konstanz dan Freiburg im
Breisgrau. Pada tahun 1909 ia masuk Fakultas Teologi di
Universitas Freiburg, walau tidak bertahan lama. Setelah empat
semester ia beralih perhatian dan mengarahkan diri kepada studi
filsafat dan mengikuti kuliah tentang ilmu alam dan ilmu
kemanusiaan.
Heidegger memperoleh gelar "doktor filsafat" pada tahun
1913 dengan desertasi tentang "Die Lehre vom Urteil im
Psycologismus" (Ajaran tentang Putusan dalam Psikologisme). Dua
tahun kemudian, ia mempertahankan "Habilitationsschrift"-nya
yang berjudul "Die Kategorein und Bedeutungslehere des Duns
Scotus" (Ajaran Duns Scotus tentang Kategori dan Makna), yang
1
Dosen Fakultas Filsafat UGM.
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
48
kemudian digubah di bawah bimbingan Rickert dan diterbitkan
pada tahun 1916.
Pada Tahun 1916 pula, Edmund Husserl datang ke Freiburg
untuk mengganti Henrich Rickert sebagai profesor filsafat di sana
(Heidegger, 1972: 78). Kehadiran Husserl di universitas tersebut
membawa berkah tersendiri bagi Heidegger, karena melalui
pertemuan langsung dengan Husserl, ia dapat memahami dan
menguasai benar-benar maksud dan jangkauan cara berfilsafat
fenomenologi, satu hal yang telah menarik perhatiannya sejak lama.
Kecerdasan Heidegger telah menarik perhatian yang akhirnya
sangat dihargai oleh Husserl. Hal ini terbukti dari pengangkatan
Heidegger sebagai asistennya. Husserl menaruh harapan agar di
kemudian hari Heidegger akan menggantinya sebagai pemimpin
fenomenologi.
Pada tahun 1923, Heidegger diundang di Marburg untuk
menjadi profesor (Bochenski, 1974: 161). Di kota itu pula ia
bersahabat dengan seorang teolog protestan yang ternama, Rudolf
Bultmann. Pengaruh kuat Heidegger atas Bultmann setidaknya
terlihat pada apa yang disebut sebagai "demitologisasi" teologi
Perjanjian Baru (Spiegelberg, 1971: 272). Satu hari di musim dingin
pada semester 1925-1926 datang Dekan Fakultas Filsafat untuk
memintanya membuat sebuah karya tulis untuk dipublikasikan.
Pada bulan Prebuari karya tulis lengkap dari "Being and Time"
(asli: Sein und Zeit, yang artinya Ada dan Waktu) dipublikasikan
dalam "Jahrbuch" (buku tahunan) volume kedelapan sebagai satu
publikasi tersendiri (Heidegger, 1972: 80). "Jahrbuch" tersebut
terbit tahun 1927 di bawah pimpinan Husserl. Tahun 1928 ia
kembali ke Freiburg untuk menggantikan posisi Husserl, dan
mengajar di sana sampai tahun 1946 (Bochenski, 1974: 161).
Zaman Nasional-sosialisme merupakan periode yang
membawa "kegetiran" dalam hidupnya. Hal itu terjadi karena dalam
beberapa lama ia terbukti "terlibat" Nazisme Hitler, terutama
dengan terpilihnya dia sebagai rektor Universitas Freiburg pada
masa kekuasaan Hitler. Banyak murid dan sahabatn menyesalkan
keterlibatan itu. Puncak dari "kegetiran" itu adalah memburuknya
hubungan Heidegger dengan Husserl, terlebih setelah keluarnya
pernyataan dari Nyonya Husserl bahwa hubungan antara dua
keluarga mereka terputus. Ketika Husserl sakit berat dan akhirnya
meninggal, hubungan itu tetap buruk, walau sebenarnya Heidegger
telah menyadari kekeliruannya yang pada akhirnya mengundurkan
diri dari jabatan rektor pada tahun 1935 (Jones, 1975: 285).
Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya…
49
Pada akhir perang, Heidegger dikenakan kerja paksa oleh
pemerintah nasional-sosialis. Seusai perang ia tidak diperbolehkan
mengajar oleh pemerintah sekutu di Jerman Selatan sampai tahun
1951. Setelah itu, ia diperbolehkan memberikan beberapa kuliah
dan seminar sampai tahun 1958. Hingga meninggalnya ia hidup
dalam kesepian di sebuah pondok yang dibangun di Todtnauberg di
daerah Schwarzwald (Hutan Hitam). Ia meninggal dunia pada
tanggal 26 Mei 1976 dan dikebumikan di sebelah makam orang
tuanya di kota asalnya, Messkirch.
Karya Heidegger cukup banyak, baik yang berasal dari
ceramah maupun kuliah. Di antaranya yang penting adalah Sein und
Zeit (Ada dan Waktu), Halle, 1927; Kant und das Problem der
Metaphysik (Kant dan Problem Metafisika), Bonn, 1929; Was ist
Metaphysik? (Apa itu Metafisika?), Bonn, 1929; Platons Lehre von
der Wahrheit (Ajaran Pato tentang kebenaran), Berne, 1942; Brief
Über den Humanismus (Surat tentang Kemanusiaan), Frankfurt,
1950; Einführung in die Metaphysik (Pengantar ke dalam
Metafisika), Tubingen, 1953; dan beberapa karangan lain (Edward,
1967: III-464-465). Setelah tahun 1962 karya Heidegger yang
dipublikasikan sedikit. Dari yang sedikit itu dapat disebut Zur Sache
des Denkens, yang dalam bahasa Inggris menjadi "On Time and
Being" (alih bahasa oleh: Joan Stambaugh), Tubingen, 1969. Satu
tahun berikutnya terbit Phaenomenologie und Theologie
(Fenomenologi dan Teologi). Ada juga usaha untuk menerbitkan
secara lengkap semua karangan Heidegger seperti yang dikerjakan
oleh Penerbit Klostermann di Frankfurt am Main. Seluruh edisi
akan meliputi 70 jilid yang masing-masing berisi 400 halaman. Jilid
pertama diterbitkan tahun 1975 dengan judul Die Grundprobleme
der Phaenomenologie (Problem-problem dasar Fenomenologi)
(Bertens, 1981: 146).
B. Pokok-Pokok Filsafat Heidegger
Tema pokok filsafat Heidegger adalah "ada" dari manusia
(human being) yang menurutnya mempunyai tiga aspek, yakni:
faktisitas (bahwa manusia telah ada-di-dalam-dunia),
eksistensialitas (manusia mengambil tempat dalam dunia), dan
keruntuhan (Edward, 1967: III: 459-460). Oleh Sartre konsep
Heidegger tentang kesadaran eksistensial sebagai ada-dalam-dunia
diambil untuk membangun filsafatnya di samping pemikiran Sartre
yang lain (Lavine, 1984: 341). Heidegger juga membicarakan tema-
tema khas eksistensialis, yaitu kecemasan dan kematian (Bertens,
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
50
1981: 148). Karena tema yang tersebut, Heidegger sering
dimasukkan sebagai salah seorang eksistensialis. Heidegger tidak
setuju dengan anggapan tersebut. Ini terbukti dari surat yang dia
kirim kepada Prof. Jean Breaufret, dan juga pada "Sein und Zeit",
dia telah mengemukakan bahwa usahanya bertujuan untuk "dengan
cara baru mengajukan pertanyaan akan makna kata ada" (Bertens,
1981: 149). Heidegger agaknya tetap setia pada tujuannya, yang
dibuktikan dalam karyanya yang banyak itu.
Metode yang digunakan Heidegger untuk usahanya adalah
metode fenomenologi. Sekalipun tetap muncul "perdebatan" tentang
posisi "metode fenomenologi Heidegger", fakta sejarah bahwa
Husserl mewariskan jabatannya di Freiburg kepada Heidegger,
banyak dirujuk oleh para ahli sebagai petunjuk bahwa filsafat
Heidegger merupakan perkembangan yang "benar" dari
fenomenologi Husserl, walau Heidegger dinilai telah menyimpang
dari fenomenologi "ortodoks" (Spiegelberg, 1971: 275). Dengan
metode fenomenologi, Heidegger bermaksud "membaca" struktur
"Ada", "Ada" yang menampakkan diri sebagai "yang tidak
bersembunyi". Bagi fenomenologi, objek kesadaran adalah fenomen
dalam arti: apa yang menampakkan sejauh dalam relasi dengan
kesadaran (Bakker, 1984: 112). Dengan "posisi berdiri" Heidegger
yang demikian, Heidegger mendudukkan diri sebagai "pembaca"
makna kata "ada" yang terdapat dalam perkembangan pemikiran
tentang "ada" sejak zaman Yunani Kuno. Dengan kedudukan yang
demikian pula Heidegger membaca sejarah. Berikut diulas secara
singkat pokok pikiran Heidegger tentang (1) "Ada" dari manusia
dalam dunia; (2) Ada dan Waktu; dan (3) Keprihatinan sebagai
esensi Dasein.
1. "Ada" dari manusia dalam dunia
Dalam membeberkan pertanyaan tentang "ada", Heidegger
berangkat dari "ada"-nya satu-satunya makhluk yang bertanya
tentang "ada", yaitu manusia. Namun Heidegger menilai bahwa
dalam merumuskan pertanyaan tentang manusia, filsafat cenderung
"salah". Pertanyaan "Apa manusia itu?" meskinya diganti dengan
pertanyaan "Siapa manusia itu?". Dapat terjadi demikian karena
Heidegger melihat bahwa manusia pada dirinya sendiri merupakan
makhluk historis, sehingga pertanyaan tentang diri manusia itu
sendiri meski dirumuskan kembali (Heidegger, 1959: 121). Dengan
kata lain, untuk menjawab "apa 'Ada' itu?" meski dijawab terlebih
dahulu "siapa manusia itu?" Gambaran tentang hakikat manusia
Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya…
51
akan membimbing kepada sebuah pemahaman tentang "ada" dari
manusia; dan satu pemahaman tentang "ada" dari manusia pada
akhirnya akan membimbing kepada satu pemahaman tentang "Ada"
(Jones, 1975: 294).
Terkait dengan konsep tentang "Ada", Heidegger
membedakan tiga istilah ontologis. Pertama, "Being as such" atau
"Ada murni" atau "Ada absoulut", yakni das Sein, yakni "ç• îvài".
Kedua, ada konkret, yakni das Seiende, yakni "ç• •v". Dan ketiga,
ada dari Manusia, yakni Dasein, yakni berada-di-sana (Dinkler,
dalam Michalson, ed., 1956: 103). Hanya kita manusia yang
mempunyai hak istimewa untuk bertanya tentang "Ada
sebagaimana adanya" (Being as such) karena hanya manusia yang
mampu memahami dirinya sendiri sebagai yang berhubungan
dengan "Being as such". Manusia merupakan makhluk yang mampu
berefleksi terhadap keberadaannya sendiri, dan persoalan tentang
"ada-secara umum" merupakan satu cara berada manusia itu sendiri
(Luijpen, 1960: 331). Keberadaan restropektif ini oleh Heidegger
juga disebut sebagai "transendensi" (Richardson, 1974: 35).
"Ada" manusia dalam "dunia" disebut dengan "eksistensi"
(Heidegger, dalam: Jones, 1975: 294). Gagasan Heidegger tentang
"dunia" merupakan jabaran dari konsep "lingkungan dunia hidup"
Husserl (Jones, 1975: 293). Yang dimaksud dengan "dunia' adalah
"adaan-adaan" dan "Dasein" yang lain. "Ada" dari manusia disebut
juga "eksistensi" karena dalam ber-"ada"-di-dalam-dunia, Dasein
harus keluar dari dirinya sendiri dan berdiri mengambil tempat di-
dalam-dunia. "Adaan-adaan" pada dirinya sendiri tidak
mewujudkan satu "dunia". "dasein" pun kadang-kadang dapat
menjadi satu "adaan". Ini terjadi bila "Dasein" terseret oleh "adaan-
adaan" yang berada di luar dirinya. Kejatuhan (Verfallen,
fallenness) merupakan "ketidak-otentikkan" (inauthenticity), karena
manusia tenggelam dan didominasi oleh dunia (Jones, 1975: 313).
Dengan kata lain, manusia yang terseret oleh "adaan" yang lain
tidak bereksistensi secara sungguh-sungguh, ia tidak keluar dari
dirinya sendiri dan menempatkan diri "berhadapan" dengan yang
lain dalam "dunia". Eksistensi yang larut dalam yang lain adalah
eksistensi semu. "To be man is to-be-in-the-world" atau Dasein
(Luijpen, 1960: 19).
2. Ada dan Waktu
Setelah melihat "ada" manusia, muncul persoalan tentang
apa sesungguhnya yang dimaksud dengan "Ada" itu sendiri, karena
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
52
pada satu kesempatan "Ada" disebut sebagai penyebab segala
sesuatu yang ada, pada sisi lain "Ada" merupakan tempat
"berada"nya "Dasein" dan "das Seiende". Oleh van Peursen
pemikiran Heidegger tentang "Ada" disebutnya "sukar diikuti".
Dalam hal ini van Peursen menunjuk pada penjelasan yang
diberikan Heidegger, bahwa "Ada" itu merupakan satu "peristiwa"
yang menyebabkan beradanya segala sesuatu (van Peursen, 1980:
96).
Berkenaan dengan hal di atas, pertanyaan yang kemudian
muncul adalah: Apa yang memungkinkan pengertian akan "Ada"?
Menurut Heidegger yang memungkinkan pengertian tentang "Ada"
adalah waktu, yang diartikan sebagai satu horizon yang
memungkinkan tiap-pengertian-tentang-"Ada" (Bertens, 1981: 149).
Dengan demikian segala sesuatu yang "Ada" baru dapat dimengerti
di dalam cakrawala waktu, sedangkan cakrawala waktu sebagai
horizon baru nampak apabila segala yang "Ada" berdiri-di-depan
horizonnya. Dengan demikian "Ada" dan "Waktu" saling berkaitan
(van Peursen, 1980: 245). Hubungan "melingkar" antara "Ada" dan
"Waktu" sedikit banyak identik dengan hubungan antara "filsafat"
dan "praanggapan". Pada satu sisi, "filsafat" merupakan rangkuman
dari praanggapan; namun pada sisi lain analisis terhadap
praanggapan akan semakin menjelaskan atau membentangkan
"filsafat" (Richardson, 1974: 41-42).
Karena keterkaitan itu pula maka yang menjadi masalah
dasar metafisika bukanlah "Ada" itu sendiri, ataupun "waktu" saja,
melainkan relasi antara keduanya. Oleh Heidegger, korelasi antara
Ada dan Waktu bukan merupakan penemuannya sendiri, tetapi
ditangkap secara samar-samar dan tidak menentu dalam kenyataan
bahwa pengertian pra-konseptual tentang "Ada" keluar dari semua
hal yang menimbulkan metafisika. Korelasi antara "Ada" dan
"waktu" ditemukan Heidegger atas dasar analisis terhadap kata
Yunani "æîi •v", yang menurut Heidegger "æîi" secara tidak
langsung menyatakan satu ketetapan dan stabilitas dalam waktu
(Richardson, 1974: 85-86).
3. Keprihatinan sebagai Esensi Dasein
Dengan pemahaman tentang "Ada" dari Dasein di-dalam-
dunia dan pemahaman tentang interpretasi waktu sebagai
cakrawala, kiranya dapat ditelusuri lebih jauh "hakikat" Dasein.
Karena akar "filsafat sejarah" adalah "antropologi metafisis", maka
dengan penelusuran terhadap "hakikat", Dasein akan sangat
Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya…
53
membantu pemaparan pandangan "spekulatif" Heidegger tentang
"sejarah".
Dari analisis terhadap struktur "Ada" yang berpijak pada
kenyataan faktis yang dihadapi oleh Dasein, terdapat tiga hal asasi,
yaitu kepekaan (Befindlichkeit), pemahaman (Verstehen), dan
wacana (Rede) (Bochenski, 1974: 165). Dengan adanya kepekaan
dalam diri Dasein, Dasein mendapatkan dirinya telah "terlempar" di
situ yang diterimanya sebagai nasib (Jones, 1975: 307). Namun
demikian, Dasein tidak menerima begitu saja (jawa: narima-pasif),
melainkan aktif membangun kembali kemungkinannya sendiri. Hal
ini terjadi karena sejak semula —yakni sejak "terlempar"—Dasein
telah mempunyai "pengertian" tentang keterlemparannya, yaitu
tidak bisa memilih terlempar pada tempat yang dikehendaki.
Dengan adanya "kesadaran historis" tersebut Dasein lalu mulai
membuka kemungkinannya sendiri dan mengusahakan supaya
terealisasi. Pembukaan kemungkinan diri ini dibimbing oleh "kata
hati" (conscience) (Luijpen, 1960: 341). Namun demikian dalam
kenyataan sehari-hari Dasein telah dan sedang mengalami satu
"kemerosotan". Ini terutama dikaitkan dengan "wacana" dalam
dunia yang sangat dikuasai oleh "ilmu", yang menunjukkan bahwa
dalam dialog dengan yang lain, Dasein larut dalam yang lain, dan
dilepas hubungan yang sebenarnya dengan dunia (Jones, 1975:
313). Struktur "Ada" secara keseluruhan dapat disebut dengan
"Keprihatinan" (concern) (Bertens, 1981: 150).
Apabila hendak dicari lebih mendalam makna
"keprihatinan", kiranya masih dapat diajukan sebuah pertanyaan,
yaitu: jika "Ada" dari Dasein adalah "keprihatinan", apakah terdapat
dasar pokok dari keprihatinan? Heidegger menjawab: temporalitas
(Zeitlichkeit) (Richardson, 1974: 85-86). Dari segi struktural,
temporalitas menduduki peranan yang sentral, karena temporalitas
merupakan "proses" "Ada", yang memiliki sesuatu secara sungguh-
sungguh sebagai satu horizon (Richardson, 1974: 88).
C. Historisitas Dasein
"Ada" Dasein adalah telah-dan-sedang-terlempar. Dengan
adanya kesadaran bahwa dia telah-dan-sedang-terlempar, Dasein
membuka kemungkinannya sendiri, yang diusahakan untuk dapat
direalisasikan. Dasein merupakan satu kemungkinan yang konstan
dari kemungkinan menjadi diri sendiri atau tidak menjadi diri
sendiri (Dinkler, dalam Michalson, 1956: 104). Pergulatan dalam
"keterlemparan" ini terjadi dalam "waktu". Untuk pikiran umum
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
54
"waktu" adalah semacam deretan dari "sekarang" yang tidak
menentu. Di dalam "sekarang" ini, waktu "lampau' berada sebagai
"sekarang yang telah lewat", dan masa yang akan datang" diperbuat
dalam "sekarang" juga, sebagai bakal dari "sekarang". Memang ini
mengandung kebenaran, tetapi bukan ini yang dimaksud dengan
"temporalitas Dasein". Dasein senyatanya adalah satu transendensi
yang hadir di tengah-tengah adaan-adaan, dan secara hakiki
mengendali-ke-arah-Ada (drive-towards-being) dengan pikiran, hal
itu merupakan kemampuan diri sendiri (Richardson, 1974: 86).
Sebagai pengendali-ke-arah-Ada, Dasein dengan tidak henti-
hentinya terdapat pada "Ada" untuk diri sendiri. Kehadiran Dasein
untuk dirinya sendiri ini pada dasarnya adalah "masa depan" yang
datang untuk diri-yang-telah-menjadi-terlempar. Diri yang telah
ada-sebagai-telah-sedang-menjadi (is-as-having-been) adalah "masa
lalu". Oleh karenanya, dalam struktur transenden Dasein eksistensi
tercapai dalam masa depan dari "Ada" untuk satu diri yang telah-
ada (masa lalu), yang membawa manifestasi "Ada" dari adaan-
adaan yang di-"prihatinkan"-kan (masa kini). Situasi autentik yang
demikian inilah yang menembus kembali dan memperlihatkan
"temporalitas" sebagai pemersatu fenomen. Dengan demikian arti
yang mendasar dari eksistesialia adalah masa depan (Richardson,
1974: 87). Karena temporalitas Dasein merupakan historisitas yang
esensial (Richardson, 1974: 90), maka analisis tentang historisitas
Dasein pada dasarnya adalah eksplisitasi dan penelitian lebih jauh
tentang temporalitas berarti pula harus menguraikan secara lebih
baik arti "Ada" dari Dasein sebagai "sejarah" (masa yang telah
lewat).
Berkaitan dengan hal tersebut, kiranya perlu dicari hal yang
merupakan "warisan" Dasein. Hal yang kiranya dapat disebut
sebagai "warisan" adalah "diri" ini yang-telah-dan sedang-menjadi-
terlempar-di-antara-adaan-adaan. Oleh Dasein, hal itu diasumsikan
sebagai "warisan" yang autentik (Erbe), dan "warisan ini pula yang
mengantarkan Dasein pada penemuan "satu kebebasan memilih
kemampuan dari keberadaannya", yang secara imanen selalu
berakhir. Namun demikian Dasein mengangkat kembali hal itu dan
mencapai satu kesederhanaan eksistensial yang oleh Heidegger
disebut sebagai "nasib baik" (Schicksal) (Richardson, 1974: 91).
Karena pada dasarnya Dasein tidak bersifat tertutup, melainkan
bersama-sama dengan Dasein yang lain, maka pada satu komunitas
Dasein dapat terjadi satu "warisan bersama" dan "nasib baik umum"
(Geschick) dari komunitas tersebut.
Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya…
55
D. Dasar adanya Sejarah dan Sejarah "Ada"
Pada perkembangan pemikiran yang lebih kemudian,
Heidegger mengalami "pembalikan" (reversal). Pembalikan ini erat
kaitannya dengan titik pijak ia terhadap pusat perhatiannya, yaitu
bahwa ia merasa bahwa analisis Dasein tidaklah cukup dan tidak
lagi merupakan titik pangkal untuk membeberkan pertanyaan akan
makna kata "Ada". Analisis hanya mungkin bila "Ada" itu sendiri
merupakan hal "yang-tidak-tersembunyi" (Bertens, 1981: 152).
Namun demikian tidak berarti titik pangkal semula ditinggalkan
sama sekali.
Dengan demikian, maka dasar Heidegger dalam memandang
"sejarah" sedikit mempunyai warna yang agak lain. Dasar pokok
"adanya" sejarah adalah (Richardson, 1974: 247-249):
1. Dasein adalah eksistensi bebas. Kebebasan manusia sampai
pada eksistensi merupakan satu proses yang memunculkan
Dasein dalam hak yang lebih tinggi. Kemunculan ini dimengerti
sebagai berasal dari sumber yang lebih murni, yang adalah
"Ada" dalam arti dari kemunculan kebenaran.
2. Kemunculan Dasein ini ke dalam hak yang lebih tinggi, yakni:
kebebasan, sebagi ek-sistensi merupakan dasar dari sejarah,
karena padanya transendensi terjadi untuk pertama kalinya.
3. Kedatangan-untuk-hadir Dasein masuk ke dalam kata.
4. Kata (:Ada) terformulasikan dalam proses pemikiran beberapa
subjek pengetahuan.
5. Kata sebagai pengutaraan harus ada secara ontologis
"sebelumnya" untuk manusia individual, yang boleh tidak boleh
menaruh perhatian padanya.
6. Yang menaruh perhatian pada kata itu (:Ada) memberi
penyifatan khusus, sehingga kata tentang "Ada" mempunyai
dimensi historis yang spesifik.
7. Kedatangan-ke-dalam-kata (coming-to-word) dicapai melalui
pemikiran tentang "Ada". Kata (kebenaran) tentang "Ada" pada
akhirnya, diutarakan oleh "Ada" dalam pemikiran. Di sini "Ada"
sudah merupakan fokus primer dari seluruh perhatian. Secara
jelas Heidegger menunjukkan bahwa sejarah terjadi pada dan
bilamana manusia menanggapi "nasib" yang dianugerahkan oleh
"Ada" (das Sein). Sejarah dengan demikian tidak lain kecuali
"sejarah tentang nasib", yang pada satu sisi merupakan
pemberian "Ada", namun pada sisi lain mencerminkan putusan
manusia (Dinkler, dalam Michalson, 1956: 112).
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
56
Seperti yang ditekuninya sejak muda, yaitu makna dari kata
"Ada", maka pada akhirnya Heidegger mempunyai keyakinan
tentang adanya satu "sejarah Ada" (Geschichte den Seins) yang
meyangkut perbedaan ontologis (Bertens, 1981: 154). Menurut
Heidegger saat ini termasuk periode "Metafisika" yang meliputi
seluruh filsafat Barat dari Plato sampai pada Hegel dan Nietzsche,
bahkan dinyatakan bahwa seluruh tradisi metafisik memuncak pada
kedua filsuf itu dan mencapai kepenuhannya. Mengapa mulai dari
Plato? Menurut Heidegger, karena baru pada saat itulah adaan-
adaan dipertanyakan bukan sebagai adaan individual melainkan
adaan-adaan dalam totalitas mereka (Richardson, 1974: 238).
Selain itu Heidegger menunjukkan pula bahwa ciri khas dari
periode "Metafisika" adalah "lupa-akan-Ada" (Bertens, 1981: 154).
Dapat dikatakan demikian karena pada periode tersebut "Ada"
disamakan dengan adaan-adaan. "Kelupaan-akan-Ada" ini
merupakan satu cara bagaimana "sejarah Ada" berlaku bagi kita.
Namun demikian. terdapat berbagai macam pengertian tentang
lupa-akan-Ada, yang masing-masing bergantung pada zamannya.
Pada Abad Tengah misalnya, "Ada" dianggap sebagai "ciptaan"
(makhluk). Demikian pula yang terjadi dengan Abad Modern,
"adaan" dianggap sebagai "objek" dari "subjek" (Bertens, 1981:
155). "Sejarah Ada" dengan demikian memiliki makna ganda,
pertama, bahwa genitif "Ada" merupakan genetivus subjectivus,
sebagai subjek sejarah; dan kedua, juga merupakan genetivus
objekctivus, merupakan isi sejarah. "Ada" dalam "sejarah" dengan
demikian merupakan subjek dan objek sekaligus (Dinkler, dalam
Michalson, 1956: 112).
Sebagai filsuf zaman ini, Heidegger juga diresapi cara
berpikir metafisis, namun dia berusaha untuk mengerti adanya
"tanda-tanda zaman" bahwa akan ada satu perubahan dalam
"pengertian-tentang-Ada". Heidegger pernah mengatakan bahwa
manusia tidak menguasai adaan-adaan tetapi menggembalakan Ada.
Manusia tidak dapat memaksa timbulnya satu periode baru
(Bertens, 1981: 156). Bereaksi terhadap tanda-tanda zaman yang
ditangkapnya, Heidegger bermaksud membantu persiapan tempat
untuk periode yang akan datang. Namun apabila timbul periode
baru, maka itu bukan karena dia, melainkan berasal dari satu rahmat
dari "Ada".
Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya…
57
E. Penutup
Seperti surat balasan yang dikirim Heidegger kepada
Richardson (Richardson, 1974: xxii), adanya satu kesalah-
mengertian atas satu rumusan pemikiran selalu mungkin terjadi.
Terlebih naskah "lengkap" Being and Time sampai makalah ini
selesai disusun belum mampu didapatkan oleh penulis. Namun
terlepas dari kelemahan tersebut, terdapat beberapa catatan kecil
tentang pimikiran "sejarah" Heidegger.
Pertama, Heidegger memasukkan "kebebasan" dan
"transendensi" (kesadaran restropektif) sebagai unsur yang secara
radikal menentukan "cara berada manusia" dan juga pemahaman
manusia tentang "sejarah".
Kedua, Heidegger mengembangkan lebih jauh tentang
watak dasar relasi antara "Ada" (realitas) dan "waktu" (horizon)
sebagai hubungan dialektis, walau, karena kecenderungan
"puitisnya", Heidegger sering membingungkan orang dengan
menyebut "Ada" sebagai "pribadi", misalnya dengan menyebutnya
sebagai "pemberi rahmat".
Ketiga, dapat disimpulkan bahwa filsafat sejarah merupakan
unsur pokok dari seluruh bangunan filsafat Heidegger. Ini
ditunjukkan dengan konsep paling dasar dari filsafatnya, yakni:
temporalitas.
Keempat, Heidegger membawa pada pemahaman yang
"benar" bahwa semua kajian "filsafat" bersumber dan bermuara
pada pemahaman tentang manusia.
-JF-
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, Anton, 1984, Metode-metode Filsafat, Ghalia Indonesia,
Jakarta
Bertens, Kees, 1981, Filsafat Barat dalam Abad XX, jilid
pertama, Gramedia, Jakarta
Bochenski, 1972, Contemporary European Philosophy (asli:
Europ„ische Philosophie der Gegenwart, translated by:
Donald Nocholl and Karl Aschenbrenner), University of
California Press, Berkeley
Dinkler, Erich, "Martin Heidegger" dalam: Michalson, Carl, ed.,
1956, Christianity and the Existentialist, Charles
Scribner's Sons, New York
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
58
Edwards, P., ed., 1967, The Encyclopedia of PhilosophyVolume
III, The Macmillan Company and The Free Press, New
York
Heidegger, Martin, 1961, An Introduction to Metaphysics (asli:
Einf•hrung in die Metaphysik, translate by Ralph
Manheim), Anchor Book, New York
________________, 1972, On Time and Being (asli: Zur Sache
des Denkens, translate by Joan Stambuch), Harper & Row,
Toronto
Jones, W.T., 1975, The Twentieth Century to Wittgenstein and
Sartre, A History of Western Philosophy, Harcourt Brace
Jovanovich Publishers, San Diego
Lavine, T Z., 1984, From Sokrates to Sartre: The Philosophic
Quest, Bantam Books, New York
Leahy, Louis, 1984, Manusia sebuah misteri, Gramedia, Jakarta
Luijpen, William A., 1960, Existential Phenomenology, Diquesne
University Press, Pittsburg Pa., Louvain
Richardson, William J., SJ., 1974, Heidegger, Through
Phenomenology to Thought, third edition, Martinus
Nijhoff, Netherlands
Spiegelberg, Herbert, 1971, The Phenomenological Movement, A
Historical Introduction, volume one, Martinus Nijhoff,
The Hague, Netherland
van Peursen, C A., 1980, Orientasi di Alam Filsafat (alih bahasa:
Dick Hartoko), Gramedia, Jakarta

More Related Content

What's hot

Materi 1 sistem sosial budaya indonesia
Materi 1  sistem sosial budaya indonesiaMateri 1  sistem sosial budaya indonesia
Materi 1 sistem sosial budaya indonesia
dinnianggra
 
Filsafat Ketuhanan
Filsafat KetuhananFilsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan
Ahmad Rudi
 
Teknologi Organisasi.pptx
Teknologi Organisasi.pptxTeknologi Organisasi.pptx
Teknologi Organisasi.pptx
EvaHanyFanida
 
Teori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi Sosial
Teori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi SosialTeori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi Sosial
Teori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi Sosial
Yaser Lopekabausirah
 
Presentation psikoanalisis & gender
Presentation psikoanalisis & genderPresentation psikoanalisis & gender
Presentation psikoanalisis & gender
guest038b46
 

What's hot (20)

Filsafat postmodernisme
Filsafat postmodernismeFilsafat postmodernisme
Filsafat postmodernisme
 
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JÜRGEN HABERMAS
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS  JÜRGEN HABERMASKAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS  JÜRGEN HABERMAS
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JÜRGEN HABERMAS
 
Materi 1 sistem sosial budaya indonesia
Materi 1  sistem sosial budaya indonesiaMateri 1  sistem sosial budaya indonesia
Materi 1 sistem sosial budaya indonesia
 
Identitas sbg dimensi manajemen konflik
Identitas sbg dimensi manajemen konflikIdentitas sbg dimensi manajemen konflik
Identitas sbg dimensi manajemen konflik
 
PPT tentang Kutipan
PPT tentang Kutipan PPT tentang Kutipan
PPT tentang Kutipan
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
 
Tugas makalah marxisme
Tugas makalah marxismeTugas makalah marxisme
Tugas makalah marxisme
 
Makalah tentang Aliran Khawarij
Makalah tentang Aliran KhawarijMakalah tentang Aliran Khawarij
Makalah tentang Aliran Khawarij
 
Filsafat Ketuhanan
Filsafat KetuhananFilsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan
 
Teknologi Organisasi.pptx
Teknologi Organisasi.pptxTeknologi Organisasi.pptx
Teknologi Organisasi.pptx
 
Manajemen aksi mahasiswa
Manajemen aksi mahasiswaManajemen aksi mahasiswa
Manajemen aksi mahasiswa
 
Filsafat Barat Klasik
Filsafat Barat Klasik Filsafat Barat Klasik
Filsafat Barat Klasik
 
Teori Difusi Inovasi
Teori Difusi InovasiTeori Difusi Inovasi
Teori Difusi Inovasi
 
Teori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi Sosial
Teori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi SosialTeori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi Sosial
Teori sosiologi: Paradigma Fakta Sosial dan Defenisi Sosial
 
Presentation psikoanalisis & gender
Presentation psikoanalisis & genderPresentation psikoanalisis & gender
Presentation psikoanalisis & gender
 
konsep dasar karya tulis ilmiah
konsep dasar karya tulis ilmiahkonsep dasar karya tulis ilmiah
konsep dasar karya tulis ilmiah
 
Teori Media Baru dan Media Sosial Dalam Politik
Teori Media Baru dan Media Sosial Dalam PolitikTeori Media Baru dan Media Sosial Dalam Politik
Teori Media Baru dan Media Sosial Dalam Politik
 
FILSAFAT PASCA MODERN
FILSAFAT PASCA MODERNFILSAFAT PASCA MODERN
FILSAFAT PASCA MODERN
 
Aliran filsafat empirisme rasionalisme dan materialisme
Aliran filsafat empirisme rasionalisme dan materialismeAliran filsafat empirisme rasionalisme dan materialisme
Aliran filsafat empirisme rasionalisme dan materialisme
 
Muted Group
Muted GroupMuted Group
Muted Group
 

Viewers also liked

Viewers also liked (15)

Filsafat perselingkuhan
Filsafat perselingkuhanFilsafat perselingkuhan
Filsafat perselingkuhan
 
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatanPengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
Pengantar filsafat-3-pandangan-kefilsafatan
 
menjadi pemimpin sejati
menjadi pemimpin sejatimenjadi pemimpin sejati
menjadi pemimpin sejati
 
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
Pengantar filsafat,perenungan kefilsafatan
 
Dunia dalam-gelembung
Dunia dalam-gelembungDunia dalam-gelembung
Dunia dalam-gelembung
 
Kant
KantKant
Kant
 
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIAAKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
 
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaPenelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
 
Filsafatilmu(1)
Filsafatilmu(1)Filsafatilmu(1)
Filsafatilmu(1)
 
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIIDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
 
Pengantar filsafat, ontology
Pengantar filsafat, ontologyPengantar filsafat, ontology
Pengantar filsafat, ontology
 
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaEbook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
 
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHTINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
 
Psikologi gestalt
Psikologi gestaltPsikologi gestalt
Psikologi gestalt
 
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIGERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
 

Similar to MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER

Friedrich nietszche
Friedrich nietszcheFriedrich nietszche
Friedrich nietszche
swirawan
 
Fenomenologi
FenomenologiFenomenologi
Fenomenologi
ppi51
 
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologiSyarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin Amq
 
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologiSyarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin Amq
 
Makalah Psikologi Umum - Psikologi Jerman
Makalah Psikologi Umum - Psikologi JermanMakalah Psikologi Umum - Psikologi Jerman
Makalah Psikologi Umum - Psikologi Jerman
46113310011
 
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologiSyarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin Amq
 

Similar to MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER (20)

Fenomenologi transendental edmund husserl
Fenomenologi transendental edmund husserlFenomenologi transendental edmund husserl
Fenomenologi transendental edmund husserl
 
Eksitensial menurut Martin heidegger
Eksitensial menurut Martin heideggerEksitensial menurut Martin heidegger
Eksitensial menurut Martin heidegger
 
Fenomenologi
FenomenologiFenomenologi
Fenomenologi
 
Friedrich nietszche
Friedrich nietszcheFriedrich nietszche
Friedrich nietszche
 
Fenomenologi
FenomenologiFenomenologi
Fenomenologi
 
Tutorial marxisme
Tutorial marxismeTutorial marxisme
Tutorial marxisme
 
Hans Jonas Filsafat ilmu.pdf
Hans Jonas Filsafat ilmu.pdfHans Jonas Filsafat ilmu.pdf
Hans Jonas Filsafat ilmu.pdf
 
filsafat klp2.pptx
filsafat klp2.pptxfilsafat klp2.pptx
filsafat klp2.pptx
 
Filsafat ppt resa sevia putri
Filsafat ppt resa sevia putriFilsafat ppt resa sevia putri
Filsafat ppt resa sevia putri
 
Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-Aliran Filsafat Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-Aliran Filsafat
 
Tokoh Psikoanalisa
Tokoh PsikoanalisaTokoh Psikoanalisa
Tokoh Psikoanalisa
 
George boas
George boasGeorge boas
George boas
 
Emile Durkheim.pptx
Emile Durkheim.pptxEmile Durkheim.pptx
Emile Durkheim.pptx
 
Sejarah Perkembangan Teori Sosiologi.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Sosiologi.pptSejarah Perkembangan Teori Sosiologi.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Sosiologi.ppt
 
Ajaran Karl Marx
Ajaran Karl Marx Ajaran Karl Marx
Ajaran Karl Marx
 
Pdf1
Pdf1Pdf1
Pdf1
 
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologiSyarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologi
 
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologiSyarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologi
 
Makalah Psikologi Umum - Psikologi Jerman
Makalah Psikologi Umum - Psikologi JermanMakalah Psikologi Umum - Psikologi Jerman
Makalah Psikologi Umum - Psikologi Jerman
 
Syarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologiSyarifudin, fenomenologi
Syarifudin, fenomenologi
 

More from KuliahMandiri.org

More from KuliahMandiri.org (17)

Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaBahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
 
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaPERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
 
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
 
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMULANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
 
metode ilmiah
metode ilmiahmetode ilmiah
metode ilmiah
 
Etika penelitian
Etika penelitianEtika penelitian
Etika penelitian
 
filsafat ilmu_(dasar)
filsafat ilmu_(dasar)filsafat ilmu_(dasar)
filsafat ilmu_(dasar)
 
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan  Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
 
Karl Marx
Karl MarxKarl Marx
Karl Marx
 
Perspektif Sosiologi
Perspektif SosiologiPerspektif Sosiologi
Perspektif Sosiologi
 
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupFilosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
 
Pengantar filsafat, estetika
Pengantar filsafat, estetikaPengantar filsafat, estetika
Pengantar filsafat, estetika
 
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatanPengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
Pengantar filsafat,pandangan kefilsafatan
 
filsafat ilmu
filsafat ilmufilsafat ilmu
filsafat ilmu
 
Psikologi komunikasi
Psikologi komunikasiPsikologi komunikasi
Psikologi komunikasi
 
Estetika Klasik Timur
Estetika Klasik TimurEstetika Klasik Timur
Estetika Klasik Timur
 
filsafat ilmu logika
 filsafat ilmu  logika  filsafat ilmu  logika
filsafat ilmu logika
 

Recently uploaded

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 

Recently uploaded (20)

Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 

MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER

  • 1. MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER Oleh: Sindung Tjahyadi1 Abstract Heidegger viewed “freedom” and “transcendence” (retrospective consciousness) as the element that determines “the way of human existence” and also the human understanding of “history” radically. Philosophy of history is the main point of Heidegger’s philosophy. It is showed by his most fundamental concept of “temporality”. Heidegger so far developed the basic characteristic of relationship of “Being” (reality) and “time” (horizon) as a dialectical relationship. Because of his “poetic” nuance, Heidegger often makes someone confused for his called for “Being” as a “person”, e.g., it as “the giver of blessing”. Heidegger brings to the “true” understanding that all philosophical inquiries start and end in the understanding of human being. Keywords: the way of being, being, history, human being A. Pendahuluan Martin Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 di sebuah kota kecil Messkirch (Bertens, 1981: 141). Keluarganya merupakan keluarga sederhana, dan ayahnya bekerja sebagai koster pada Gereja Katolik Santo Martinus di kota kecil tersebut. Ia menjalani sekolah menengah di Konstanz dan Freiburg im Breisgrau. Pada tahun 1909 ia masuk Fakultas Teologi di Universitas Freiburg, walau tidak bertahan lama. Setelah empat semester ia beralih perhatian dan mengarahkan diri kepada studi filsafat dan mengikuti kuliah tentang ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Heidegger memperoleh gelar "doktor filsafat" pada tahun 1913 dengan desertasi tentang "Die Lehre vom Urteil im Psycologismus" (Ajaran tentang Putusan dalam Psikologisme). Dua tahun kemudian, ia mempertahankan "Habilitationsschrift"-nya yang berjudul "Die Kategorein und Bedeutungslehere des Duns Scotus" (Ajaran Duns Scotus tentang Kategori dan Makna), yang 1 Dosen Fakultas Filsafat UGM.
  • 2. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 48 kemudian digubah di bawah bimbingan Rickert dan diterbitkan pada tahun 1916. Pada Tahun 1916 pula, Edmund Husserl datang ke Freiburg untuk mengganti Henrich Rickert sebagai profesor filsafat di sana (Heidegger, 1972: 78). Kehadiran Husserl di universitas tersebut membawa berkah tersendiri bagi Heidegger, karena melalui pertemuan langsung dengan Husserl, ia dapat memahami dan menguasai benar-benar maksud dan jangkauan cara berfilsafat fenomenologi, satu hal yang telah menarik perhatiannya sejak lama. Kecerdasan Heidegger telah menarik perhatian yang akhirnya sangat dihargai oleh Husserl. Hal ini terbukti dari pengangkatan Heidegger sebagai asistennya. Husserl menaruh harapan agar di kemudian hari Heidegger akan menggantinya sebagai pemimpin fenomenologi. Pada tahun 1923, Heidegger diundang di Marburg untuk menjadi profesor (Bochenski, 1974: 161). Di kota itu pula ia bersahabat dengan seorang teolog protestan yang ternama, Rudolf Bultmann. Pengaruh kuat Heidegger atas Bultmann setidaknya terlihat pada apa yang disebut sebagai "demitologisasi" teologi Perjanjian Baru (Spiegelberg, 1971: 272). Satu hari di musim dingin pada semester 1925-1926 datang Dekan Fakultas Filsafat untuk memintanya membuat sebuah karya tulis untuk dipublikasikan. Pada bulan Prebuari karya tulis lengkap dari "Being and Time" (asli: Sein und Zeit, yang artinya Ada dan Waktu) dipublikasikan dalam "Jahrbuch" (buku tahunan) volume kedelapan sebagai satu publikasi tersendiri (Heidegger, 1972: 80). "Jahrbuch" tersebut terbit tahun 1927 di bawah pimpinan Husserl. Tahun 1928 ia kembali ke Freiburg untuk menggantikan posisi Husserl, dan mengajar di sana sampai tahun 1946 (Bochenski, 1974: 161). Zaman Nasional-sosialisme merupakan periode yang membawa "kegetiran" dalam hidupnya. Hal itu terjadi karena dalam beberapa lama ia terbukti "terlibat" Nazisme Hitler, terutama dengan terpilihnya dia sebagai rektor Universitas Freiburg pada masa kekuasaan Hitler. Banyak murid dan sahabatn menyesalkan keterlibatan itu. Puncak dari "kegetiran" itu adalah memburuknya hubungan Heidegger dengan Husserl, terlebih setelah keluarnya pernyataan dari Nyonya Husserl bahwa hubungan antara dua keluarga mereka terputus. Ketika Husserl sakit berat dan akhirnya meninggal, hubungan itu tetap buruk, walau sebenarnya Heidegger telah menyadari kekeliruannya yang pada akhirnya mengundurkan diri dari jabatan rektor pada tahun 1935 (Jones, 1975: 285).
  • 3. Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya… 49 Pada akhir perang, Heidegger dikenakan kerja paksa oleh pemerintah nasional-sosialis. Seusai perang ia tidak diperbolehkan mengajar oleh pemerintah sekutu di Jerman Selatan sampai tahun 1951. Setelah itu, ia diperbolehkan memberikan beberapa kuliah dan seminar sampai tahun 1958. Hingga meninggalnya ia hidup dalam kesepian di sebuah pondok yang dibangun di Todtnauberg di daerah Schwarzwald (Hutan Hitam). Ia meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 1976 dan dikebumikan di sebelah makam orang tuanya di kota asalnya, Messkirch. Karya Heidegger cukup banyak, baik yang berasal dari ceramah maupun kuliah. Di antaranya yang penting adalah Sein und Zeit (Ada dan Waktu), Halle, 1927; Kant und das Problem der Metaphysik (Kant dan Problem Metafisika), Bonn, 1929; Was ist Metaphysik? (Apa itu Metafisika?), Bonn, 1929; Platons Lehre von der Wahrheit (Ajaran Pato tentang kebenaran), Berne, 1942; Brief Über den Humanismus (Surat tentang Kemanusiaan), Frankfurt, 1950; Einführung in die Metaphysik (Pengantar ke dalam Metafisika), Tubingen, 1953; dan beberapa karangan lain (Edward, 1967: III-464-465). Setelah tahun 1962 karya Heidegger yang dipublikasikan sedikit. Dari yang sedikit itu dapat disebut Zur Sache des Denkens, yang dalam bahasa Inggris menjadi "On Time and Being" (alih bahasa oleh: Joan Stambaugh), Tubingen, 1969. Satu tahun berikutnya terbit Phaenomenologie und Theologie (Fenomenologi dan Teologi). Ada juga usaha untuk menerbitkan secara lengkap semua karangan Heidegger seperti yang dikerjakan oleh Penerbit Klostermann di Frankfurt am Main. Seluruh edisi akan meliputi 70 jilid yang masing-masing berisi 400 halaman. Jilid pertama diterbitkan tahun 1975 dengan judul Die Grundprobleme der Phaenomenologie (Problem-problem dasar Fenomenologi) (Bertens, 1981: 146). B. Pokok-Pokok Filsafat Heidegger Tema pokok filsafat Heidegger adalah "ada" dari manusia (human being) yang menurutnya mempunyai tiga aspek, yakni: faktisitas (bahwa manusia telah ada-di-dalam-dunia), eksistensialitas (manusia mengambil tempat dalam dunia), dan keruntuhan (Edward, 1967: III: 459-460). Oleh Sartre konsep Heidegger tentang kesadaran eksistensial sebagai ada-dalam-dunia diambil untuk membangun filsafatnya di samping pemikiran Sartre yang lain (Lavine, 1984: 341). Heidegger juga membicarakan tema- tema khas eksistensialis, yaitu kecemasan dan kematian (Bertens,
  • 4. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 50 1981: 148). Karena tema yang tersebut, Heidegger sering dimasukkan sebagai salah seorang eksistensialis. Heidegger tidak setuju dengan anggapan tersebut. Ini terbukti dari surat yang dia kirim kepada Prof. Jean Breaufret, dan juga pada "Sein und Zeit", dia telah mengemukakan bahwa usahanya bertujuan untuk "dengan cara baru mengajukan pertanyaan akan makna kata ada" (Bertens, 1981: 149). Heidegger agaknya tetap setia pada tujuannya, yang dibuktikan dalam karyanya yang banyak itu. Metode yang digunakan Heidegger untuk usahanya adalah metode fenomenologi. Sekalipun tetap muncul "perdebatan" tentang posisi "metode fenomenologi Heidegger", fakta sejarah bahwa Husserl mewariskan jabatannya di Freiburg kepada Heidegger, banyak dirujuk oleh para ahli sebagai petunjuk bahwa filsafat Heidegger merupakan perkembangan yang "benar" dari fenomenologi Husserl, walau Heidegger dinilai telah menyimpang dari fenomenologi "ortodoks" (Spiegelberg, 1971: 275). Dengan metode fenomenologi, Heidegger bermaksud "membaca" struktur "Ada", "Ada" yang menampakkan diri sebagai "yang tidak bersembunyi". Bagi fenomenologi, objek kesadaran adalah fenomen dalam arti: apa yang menampakkan sejauh dalam relasi dengan kesadaran (Bakker, 1984: 112). Dengan "posisi berdiri" Heidegger yang demikian, Heidegger mendudukkan diri sebagai "pembaca" makna kata "ada" yang terdapat dalam perkembangan pemikiran tentang "ada" sejak zaman Yunani Kuno. Dengan kedudukan yang demikian pula Heidegger membaca sejarah. Berikut diulas secara singkat pokok pikiran Heidegger tentang (1) "Ada" dari manusia dalam dunia; (2) Ada dan Waktu; dan (3) Keprihatinan sebagai esensi Dasein. 1. "Ada" dari manusia dalam dunia Dalam membeberkan pertanyaan tentang "ada", Heidegger berangkat dari "ada"-nya satu-satunya makhluk yang bertanya tentang "ada", yaitu manusia. Namun Heidegger menilai bahwa dalam merumuskan pertanyaan tentang manusia, filsafat cenderung "salah". Pertanyaan "Apa manusia itu?" meskinya diganti dengan pertanyaan "Siapa manusia itu?". Dapat terjadi demikian karena Heidegger melihat bahwa manusia pada dirinya sendiri merupakan makhluk historis, sehingga pertanyaan tentang diri manusia itu sendiri meski dirumuskan kembali (Heidegger, 1959: 121). Dengan kata lain, untuk menjawab "apa 'Ada' itu?" meski dijawab terlebih dahulu "siapa manusia itu?" Gambaran tentang hakikat manusia
  • 5. Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya… 51 akan membimbing kepada sebuah pemahaman tentang "ada" dari manusia; dan satu pemahaman tentang "ada" dari manusia pada akhirnya akan membimbing kepada satu pemahaman tentang "Ada" (Jones, 1975: 294). Terkait dengan konsep tentang "Ada", Heidegger membedakan tiga istilah ontologis. Pertama, "Being as such" atau "Ada murni" atau "Ada absoulut", yakni das Sein, yakni "ç• îvài". Kedua, ada konkret, yakni das Seiende, yakni "ç• •v". Dan ketiga, ada dari Manusia, yakni Dasein, yakni berada-di-sana (Dinkler, dalam Michalson, ed., 1956: 103). Hanya kita manusia yang mempunyai hak istimewa untuk bertanya tentang "Ada sebagaimana adanya" (Being as such) karena hanya manusia yang mampu memahami dirinya sendiri sebagai yang berhubungan dengan "Being as such". Manusia merupakan makhluk yang mampu berefleksi terhadap keberadaannya sendiri, dan persoalan tentang "ada-secara umum" merupakan satu cara berada manusia itu sendiri (Luijpen, 1960: 331). Keberadaan restropektif ini oleh Heidegger juga disebut sebagai "transendensi" (Richardson, 1974: 35). "Ada" manusia dalam "dunia" disebut dengan "eksistensi" (Heidegger, dalam: Jones, 1975: 294). Gagasan Heidegger tentang "dunia" merupakan jabaran dari konsep "lingkungan dunia hidup" Husserl (Jones, 1975: 293). Yang dimaksud dengan "dunia' adalah "adaan-adaan" dan "Dasein" yang lain. "Ada" dari manusia disebut juga "eksistensi" karena dalam ber-"ada"-di-dalam-dunia, Dasein harus keluar dari dirinya sendiri dan berdiri mengambil tempat di- dalam-dunia. "Adaan-adaan" pada dirinya sendiri tidak mewujudkan satu "dunia". "dasein" pun kadang-kadang dapat menjadi satu "adaan". Ini terjadi bila "Dasein" terseret oleh "adaan- adaan" yang berada di luar dirinya. Kejatuhan (Verfallen, fallenness) merupakan "ketidak-otentikkan" (inauthenticity), karena manusia tenggelam dan didominasi oleh dunia (Jones, 1975: 313). Dengan kata lain, manusia yang terseret oleh "adaan" yang lain tidak bereksistensi secara sungguh-sungguh, ia tidak keluar dari dirinya sendiri dan menempatkan diri "berhadapan" dengan yang lain dalam "dunia". Eksistensi yang larut dalam yang lain adalah eksistensi semu. "To be man is to-be-in-the-world" atau Dasein (Luijpen, 1960: 19). 2. Ada dan Waktu Setelah melihat "ada" manusia, muncul persoalan tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan "Ada" itu sendiri, karena
  • 6. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 52 pada satu kesempatan "Ada" disebut sebagai penyebab segala sesuatu yang ada, pada sisi lain "Ada" merupakan tempat "berada"nya "Dasein" dan "das Seiende". Oleh van Peursen pemikiran Heidegger tentang "Ada" disebutnya "sukar diikuti". Dalam hal ini van Peursen menunjuk pada penjelasan yang diberikan Heidegger, bahwa "Ada" itu merupakan satu "peristiwa" yang menyebabkan beradanya segala sesuatu (van Peursen, 1980: 96). Berkenaan dengan hal di atas, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Apa yang memungkinkan pengertian akan "Ada"? Menurut Heidegger yang memungkinkan pengertian tentang "Ada" adalah waktu, yang diartikan sebagai satu horizon yang memungkinkan tiap-pengertian-tentang-"Ada" (Bertens, 1981: 149). Dengan demikian segala sesuatu yang "Ada" baru dapat dimengerti di dalam cakrawala waktu, sedangkan cakrawala waktu sebagai horizon baru nampak apabila segala yang "Ada" berdiri-di-depan horizonnya. Dengan demikian "Ada" dan "Waktu" saling berkaitan (van Peursen, 1980: 245). Hubungan "melingkar" antara "Ada" dan "Waktu" sedikit banyak identik dengan hubungan antara "filsafat" dan "praanggapan". Pada satu sisi, "filsafat" merupakan rangkuman dari praanggapan; namun pada sisi lain analisis terhadap praanggapan akan semakin menjelaskan atau membentangkan "filsafat" (Richardson, 1974: 41-42). Karena keterkaitan itu pula maka yang menjadi masalah dasar metafisika bukanlah "Ada" itu sendiri, ataupun "waktu" saja, melainkan relasi antara keduanya. Oleh Heidegger, korelasi antara Ada dan Waktu bukan merupakan penemuannya sendiri, tetapi ditangkap secara samar-samar dan tidak menentu dalam kenyataan bahwa pengertian pra-konseptual tentang "Ada" keluar dari semua hal yang menimbulkan metafisika. Korelasi antara "Ada" dan "waktu" ditemukan Heidegger atas dasar analisis terhadap kata Yunani "æîi •v", yang menurut Heidegger "æîi" secara tidak langsung menyatakan satu ketetapan dan stabilitas dalam waktu (Richardson, 1974: 85-86). 3. Keprihatinan sebagai Esensi Dasein Dengan pemahaman tentang "Ada" dari Dasein di-dalam- dunia dan pemahaman tentang interpretasi waktu sebagai cakrawala, kiranya dapat ditelusuri lebih jauh "hakikat" Dasein. Karena akar "filsafat sejarah" adalah "antropologi metafisis", maka dengan penelusuran terhadap "hakikat", Dasein akan sangat
  • 7. Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya… 53 membantu pemaparan pandangan "spekulatif" Heidegger tentang "sejarah". Dari analisis terhadap struktur "Ada" yang berpijak pada kenyataan faktis yang dihadapi oleh Dasein, terdapat tiga hal asasi, yaitu kepekaan (Befindlichkeit), pemahaman (Verstehen), dan wacana (Rede) (Bochenski, 1974: 165). Dengan adanya kepekaan dalam diri Dasein, Dasein mendapatkan dirinya telah "terlempar" di situ yang diterimanya sebagai nasib (Jones, 1975: 307). Namun demikian, Dasein tidak menerima begitu saja (jawa: narima-pasif), melainkan aktif membangun kembali kemungkinannya sendiri. Hal ini terjadi karena sejak semula —yakni sejak "terlempar"—Dasein telah mempunyai "pengertian" tentang keterlemparannya, yaitu tidak bisa memilih terlempar pada tempat yang dikehendaki. Dengan adanya "kesadaran historis" tersebut Dasein lalu mulai membuka kemungkinannya sendiri dan mengusahakan supaya terealisasi. Pembukaan kemungkinan diri ini dibimbing oleh "kata hati" (conscience) (Luijpen, 1960: 341). Namun demikian dalam kenyataan sehari-hari Dasein telah dan sedang mengalami satu "kemerosotan". Ini terutama dikaitkan dengan "wacana" dalam dunia yang sangat dikuasai oleh "ilmu", yang menunjukkan bahwa dalam dialog dengan yang lain, Dasein larut dalam yang lain, dan dilepas hubungan yang sebenarnya dengan dunia (Jones, 1975: 313). Struktur "Ada" secara keseluruhan dapat disebut dengan "Keprihatinan" (concern) (Bertens, 1981: 150). Apabila hendak dicari lebih mendalam makna "keprihatinan", kiranya masih dapat diajukan sebuah pertanyaan, yaitu: jika "Ada" dari Dasein adalah "keprihatinan", apakah terdapat dasar pokok dari keprihatinan? Heidegger menjawab: temporalitas (Zeitlichkeit) (Richardson, 1974: 85-86). Dari segi struktural, temporalitas menduduki peranan yang sentral, karena temporalitas merupakan "proses" "Ada", yang memiliki sesuatu secara sungguh- sungguh sebagai satu horizon (Richardson, 1974: 88). C. Historisitas Dasein "Ada" Dasein adalah telah-dan-sedang-terlempar. Dengan adanya kesadaran bahwa dia telah-dan-sedang-terlempar, Dasein membuka kemungkinannya sendiri, yang diusahakan untuk dapat direalisasikan. Dasein merupakan satu kemungkinan yang konstan dari kemungkinan menjadi diri sendiri atau tidak menjadi diri sendiri (Dinkler, dalam Michalson, 1956: 104). Pergulatan dalam "keterlemparan" ini terjadi dalam "waktu". Untuk pikiran umum
  • 8. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 54 "waktu" adalah semacam deretan dari "sekarang" yang tidak menentu. Di dalam "sekarang" ini, waktu "lampau' berada sebagai "sekarang yang telah lewat", dan masa yang akan datang" diperbuat dalam "sekarang" juga, sebagai bakal dari "sekarang". Memang ini mengandung kebenaran, tetapi bukan ini yang dimaksud dengan "temporalitas Dasein". Dasein senyatanya adalah satu transendensi yang hadir di tengah-tengah adaan-adaan, dan secara hakiki mengendali-ke-arah-Ada (drive-towards-being) dengan pikiran, hal itu merupakan kemampuan diri sendiri (Richardson, 1974: 86). Sebagai pengendali-ke-arah-Ada, Dasein dengan tidak henti- hentinya terdapat pada "Ada" untuk diri sendiri. Kehadiran Dasein untuk dirinya sendiri ini pada dasarnya adalah "masa depan" yang datang untuk diri-yang-telah-menjadi-terlempar. Diri yang telah ada-sebagai-telah-sedang-menjadi (is-as-having-been) adalah "masa lalu". Oleh karenanya, dalam struktur transenden Dasein eksistensi tercapai dalam masa depan dari "Ada" untuk satu diri yang telah- ada (masa lalu), yang membawa manifestasi "Ada" dari adaan- adaan yang di-"prihatinkan"-kan (masa kini). Situasi autentik yang demikian inilah yang menembus kembali dan memperlihatkan "temporalitas" sebagai pemersatu fenomen. Dengan demikian arti yang mendasar dari eksistesialia adalah masa depan (Richardson, 1974: 87). Karena temporalitas Dasein merupakan historisitas yang esensial (Richardson, 1974: 90), maka analisis tentang historisitas Dasein pada dasarnya adalah eksplisitasi dan penelitian lebih jauh tentang temporalitas berarti pula harus menguraikan secara lebih baik arti "Ada" dari Dasein sebagai "sejarah" (masa yang telah lewat). Berkaitan dengan hal tersebut, kiranya perlu dicari hal yang merupakan "warisan" Dasein. Hal yang kiranya dapat disebut sebagai "warisan" adalah "diri" ini yang-telah-dan sedang-menjadi- terlempar-di-antara-adaan-adaan. Oleh Dasein, hal itu diasumsikan sebagai "warisan" yang autentik (Erbe), dan "warisan ini pula yang mengantarkan Dasein pada penemuan "satu kebebasan memilih kemampuan dari keberadaannya", yang secara imanen selalu berakhir. Namun demikian Dasein mengangkat kembali hal itu dan mencapai satu kesederhanaan eksistensial yang oleh Heidegger disebut sebagai "nasib baik" (Schicksal) (Richardson, 1974: 91). Karena pada dasarnya Dasein tidak bersifat tertutup, melainkan bersama-sama dengan Dasein yang lain, maka pada satu komunitas Dasein dapat terjadi satu "warisan bersama" dan "nasib baik umum" (Geschick) dari komunitas tersebut.
  • 9. Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya… 55 D. Dasar adanya Sejarah dan Sejarah "Ada" Pada perkembangan pemikiran yang lebih kemudian, Heidegger mengalami "pembalikan" (reversal). Pembalikan ini erat kaitannya dengan titik pijak ia terhadap pusat perhatiannya, yaitu bahwa ia merasa bahwa analisis Dasein tidaklah cukup dan tidak lagi merupakan titik pangkal untuk membeberkan pertanyaan akan makna kata "Ada". Analisis hanya mungkin bila "Ada" itu sendiri merupakan hal "yang-tidak-tersembunyi" (Bertens, 1981: 152). Namun demikian tidak berarti titik pangkal semula ditinggalkan sama sekali. Dengan demikian, maka dasar Heidegger dalam memandang "sejarah" sedikit mempunyai warna yang agak lain. Dasar pokok "adanya" sejarah adalah (Richardson, 1974: 247-249): 1. Dasein adalah eksistensi bebas. Kebebasan manusia sampai pada eksistensi merupakan satu proses yang memunculkan Dasein dalam hak yang lebih tinggi. Kemunculan ini dimengerti sebagai berasal dari sumber yang lebih murni, yang adalah "Ada" dalam arti dari kemunculan kebenaran. 2. Kemunculan Dasein ini ke dalam hak yang lebih tinggi, yakni: kebebasan, sebagi ek-sistensi merupakan dasar dari sejarah, karena padanya transendensi terjadi untuk pertama kalinya. 3. Kedatangan-untuk-hadir Dasein masuk ke dalam kata. 4. Kata (:Ada) terformulasikan dalam proses pemikiran beberapa subjek pengetahuan. 5. Kata sebagai pengutaraan harus ada secara ontologis "sebelumnya" untuk manusia individual, yang boleh tidak boleh menaruh perhatian padanya. 6. Yang menaruh perhatian pada kata itu (:Ada) memberi penyifatan khusus, sehingga kata tentang "Ada" mempunyai dimensi historis yang spesifik. 7. Kedatangan-ke-dalam-kata (coming-to-word) dicapai melalui pemikiran tentang "Ada". Kata (kebenaran) tentang "Ada" pada akhirnya, diutarakan oleh "Ada" dalam pemikiran. Di sini "Ada" sudah merupakan fokus primer dari seluruh perhatian. Secara jelas Heidegger menunjukkan bahwa sejarah terjadi pada dan bilamana manusia menanggapi "nasib" yang dianugerahkan oleh "Ada" (das Sein). Sejarah dengan demikian tidak lain kecuali "sejarah tentang nasib", yang pada satu sisi merupakan pemberian "Ada", namun pada sisi lain mencerminkan putusan manusia (Dinkler, dalam Michalson, 1956: 112).
  • 10. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 56 Seperti yang ditekuninya sejak muda, yaitu makna dari kata "Ada", maka pada akhirnya Heidegger mempunyai keyakinan tentang adanya satu "sejarah Ada" (Geschichte den Seins) yang meyangkut perbedaan ontologis (Bertens, 1981: 154). Menurut Heidegger saat ini termasuk periode "Metafisika" yang meliputi seluruh filsafat Barat dari Plato sampai pada Hegel dan Nietzsche, bahkan dinyatakan bahwa seluruh tradisi metafisik memuncak pada kedua filsuf itu dan mencapai kepenuhannya. Mengapa mulai dari Plato? Menurut Heidegger, karena baru pada saat itulah adaan- adaan dipertanyakan bukan sebagai adaan individual melainkan adaan-adaan dalam totalitas mereka (Richardson, 1974: 238). Selain itu Heidegger menunjukkan pula bahwa ciri khas dari periode "Metafisika" adalah "lupa-akan-Ada" (Bertens, 1981: 154). Dapat dikatakan demikian karena pada periode tersebut "Ada" disamakan dengan adaan-adaan. "Kelupaan-akan-Ada" ini merupakan satu cara bagaimana "sejarah Ada" berlaku bagi kita. Namun demikian. terdapat berbagai macam pengertian tentang lupa-akan-Ada, yang masing-masing bergantung pada zamannya. Pada Abad Tengah misalnya, "Ada" dianggap sebagai "ciptaan" (makhluk). Demikian pula yang terjadi dengan Abad Modern, "adaan" dianggap sebagai "objek" dari "subjek" (Bertens, 1981: 155). "Sejarah Ada" dengan demikian memiliki makna ganda, pertama, bahwa genitif "Ada" merupakan genetivus subjectivus, sebagai subjek sejarah; dan kedua, juga merupakan genetivus objekctivus, merupakan isi sejarah. "Ada" dalam "sejarah" dengan demikian merupakan subjek dan objek sekaligus (Dinkler, dalam Michalson, 1956: 112). Sebagai filsuf zaman ini, Heidegger juga diresapi cara berpikir metafisis, namun dia berusaha untuk mengerti adanya "tanda-tanda zaman" bahwa akan ada satu perubahan dalam "pengertian-tentang-Ada". Heidegger pernah mengatakan bahwa manusia tidak menguasai adaan-adaan tetapi menggembalakan Ada. Manusia tidak dapat memaksa timbulnya satu periode baru (Bertens, 1981: 156). Bereaksi terhadap tanda-tanda zaman yang ditangkapnya, Heidegger bermaksud membantu persiapan tempat untuk periode yang akan datang. Namun apabila timbul periode baru, maka itu bukan karena dia, melainkan berasal dari satu rahmat dari "Ada".
  • 11. Sindung Tjahyadi, Manusia dan Historisitasnya… 57 E. Penutup Seperti surat balasan yang dikirim Heidegger kepada Richardson (Richardson, 1974: xxii), adanya satu kesalah- mengertian atas satu rumusan pemikiran selalu mungkin terjadi. Terlebih naskah "lengkap" Being and Time sampai makalah ini selesai disusun belum mampu didapatkan oleh penulis. Namun terlepas dari kelemahan tersebut, terdapat beberapa catatan kecil tentang pimikiran "sejarah" Heidegger. Pertama, Heidegger memasukkan "kebebasan" dan "transendensi" (kesadaran restropektif) sebagai unsur yang secara radikal menentukan "cara berada manusia" dan juga pemahaman manusia tentang "sejarah". Kedua, Heidegger mengembangkan lebih jauh tentang watak dasar relasi antara "Ada" (realitas) dan "waktu" (horizon) sebagai hubungan dialektis, walau, karena kecenderungan "puitisnya", Heidegger sering membingungkan orang dengan menyebut "Ada" sebagai "pribadi", misalnya dengan menyebutnya sebagai "pemberi rahmat". Ketiga, dapat disimpulkan bahwa filsafat sejarah merupakan unsur pokok dari seluruh bangunan filsafat Heidegger. Ini ditunjukkan dengan konsep paling dasar dari filsafatnya, yakni: temporalitas. Keempat, Heidegger membawa pada pemahaman yang "benar" bahwa semua kajian "filsafat" bersumber dan bermuara pada pemahaman tentang manusia. -JF- DAFTAR PUSTAKA Bakker, Anton, 1984, Metode-metode Filsafat, Ghalia Indonesia, Jakarta Bertens, Kees, 1981, Filsafat Barat dalam Abad XX, jilid pertama, Gramedia, Jakarta Bochenski, 1972, Contemporary European Philosophy (asli: Europ„ische Philosophie der Gegenwart, translated by: Donald Nocholl and Karl Aschenbrenner), University of California Press, Berkeley Dinkler, Erich, "Martin Heidegger" dalam: Michalson, Carl, ed., 1956, Christianity and the Existentialist, Charles Scribner's Sons, New York
  • 12. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 58 Edwards, P., ed., 1967, The Encyclopedia of PhilosophyVolume III, The Macmillan Company and The Free Press, New York Heidegger, Martin, 1961, An Introduction to Metaphysics (asli: Einf•hrung in die Metaphysik, translate by Ralph Manheim), Anchor Book, New York ________________, 1972, On Time and Being (asli: Zur Sache des Denkens, translate by Joan Stambuch), Harper & Row, Toronto Jones, W.T., 1975, The Twentieth Century to Wittgenstein and Sartre, A History of Western Philosophy, Harcourt Brace Jovanovich Publishers, San Diego Lavine, T Z., 1984, From Sokrates to Sartre: The Philosophic Quest, Bantam Books, New York Leahy, Louis, 1984, Manusia sebuah misteri, Gramedia, Jakarta Luijpen, William A., 1960, Existential Phenomenology, Diquesne University Press, Pittsburg Pa., Louvain Richardson, William J., SJ., 1974, Heidegger, Through Phenomenology to Thought, third edition, Martinus Nijhoff, Netherlands Spiegelberg, Herbert, 1971, The Phenomenological Movement, A Historical Introduction, volume one, Martinus Nijhoff, The Hague, Netherland van Peursen, C A., 1980, Orientasi di Alam Filsafat (alih bahasa: Dick Hartoko), Gramedia, Jakarta