SlideShare a Scribd company logo
1 of 214
MATA KULIAH
FILSAFAT ILMU

1
MENGAPA HARUS BELAJAR
FILSAFAT?
 Untuk mengetahui sejak kapan
munculnya ilmu pengetahuan
 Agar mampu berpikir sistematis, kritis
untuk memperoleh kebenaran.

2
PENGERTIAN FILSAFAT
1. Dari sisi kebahasaan
 Kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani, yaitu philosophia. Philo=cinta
Sophia= kebijaksanaan/kebenaran.
Jadi philosophia adalah orang yang
mencintai kebenaran, sehingga
berupaya memperoleh dan
memilikinya.
3
lanjutan
 Kata philosophia ditransformasikan ke
berbagai bahasa. Dalam bahsa arab
disebut falsafah. Dalam bahsa
Indonesia disebut falsafat/filsafat.
Dalam bahsa Belanda dan Jerman
disebut Philosophie.

4
lanjutan
Dari sisi filsafat sebagai ilmu
 Plato, fisuf besar Yunani mengatakan,
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha mencapai kebenaran yang asli,
karena kebenaran mutlak di tangan
Tuhan. Atau dengan singkat dikatakan
pengetahuan tentang segala yang ada.
5
lanjutan
 Aristoteles, murid Plato mengatakan,
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu matafisika, logika,
retorika, politik, sosial budaya dan
estetika.

6
 Alfarabi, Filsuf besar muslim dengan
gelar Aristoteles ke 2, mengatakan
Filsafat adalah pengetahuann tentang
yang ada menurut hakikatnya yang
sebenarnya.

7
lanjutan
 Immanuel Kant, Filsuf barat dengan
gelar raksasa pemikir Eropa,
mengatakan filsafat adalah ilmu
pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di
dalamnya empat persoalan:

8
lanjutan
1. apa dapat kita ketahui, dijawab oleh
metafisika
2. apa yang boleh kita kerjakan,
dijawab oleh etika
3. apa yang dinamakan manusia,
dijawab oleh antropologi.
4. sampai dimana harapan kita,
dijawab oleh agama.
9
lanjutan
 Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu
yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ketuhanan, alam
semesta, dan manusia sehingga dapat
melahirkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang
dicapai manusia.
10
lanjutan
3. Filsafat dari sisi benda
 Titus dkk, mengajukan dua pengertian
filsafat.
- filsafat adalah sekumpulan problemproblem yang langsung dan mendapat
perhatian dari manusia yang dicarikan
jawabannya oleh ahli filsafat.
11
lanjutan
Filsafat adalah sekumpulan
sikap dan kepercayaan
terhapadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara
tidak kritis.
12
lanjutan
4. Filsafat sebagai suatu aktifitas
 Filsafat adalah sebagai suatu proses berpikir
untuk memperoleh jawaban-jawaban dari
berbagai problem.
 Titus dkk, memberikan 3 pengertian filsafat sbg
aktifitas:
- Filsafat adlah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan diri dari sikap yang
sangat kita junjung tinggi.
13
lanjutan
- Filsafat adalah sebagai analisi logis dari
bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep.
- Filsafat adalah suatu usaha untuk
memperoleh gambaran keseluruhan

14
BERDASARKAN KONSEP DAN TEORI
TERSEBUT PROSES BERFILSAFAT
TERSEBUT MELALUI EMPAT TAHAP
1. LOGIS, yaitu berpikir dengan menggunakan
logika (undang-undang berpikir) yaitu melalui
tiga tahap; pemahaman, keputusan dan
argumentasi
contoh;:
- Alam berubah-ubah (premis minor)
- Setiap berubah-ubah baru (premis mayor)
- Alam baru (simpulan)
15
lanjutan
2. SISTEMATIS, yaitu berpikir melalui alur yang
sistemik sehingga ditemukan adanya koheren
(saling runtut), diantara satu pertanyaan
dengan pertanyaan lainnya.
3. RADIKAL, berpikir sampai kepada akar
masalah.
4. UNIVERSAL, berpikir secara umum bukan
khusus. Disini perbedaannya ilmu berpikir
secara khusus, filsafat berpikir secara umum.
16
SEJARAH TIMBULNYA
FILSAFAT
 KAPAN MUNCULNYA FILSAFAT?
Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak
adanya pembicaraan manusia. Maka sejarah
lahirnya filsafat dimana-mana Yunani, India,
Persia. Karena filsafat memiliki kualifikasi
tertentu, maka lahirnya filsafat diidentikan
dengan Yunani. Hal ini sesuai dengan karakter
orang yunani ialah Rasional
17
APA YANG
MENYEBABKAN
LAHIRNYA FILSAFAT?
1. PERTENTANGAN ANTARA MITOS DAN
LOGOS
Dikalangan masyarakat Yunani dikenal
adanya mitos, sebagai suatu keyakinan lama
yang berkembang dengan pesat misalnya
mite kosmologi yang melukiskan kejadian
alam. Lama-lama mitos hilang dikalahkan
oleh logos, maka logos penyebab pertama
lahirnya filsafat.
18
lanjutan
2. RASA INGIN TAHU
Karena mite hanya bersifat dongeng
belaka, maka orang mulai berpikir
rasional, untuk mencari jawabanjawaban yang logis. Keingintahuan
terhadap alam semesta, keingintahuan
terhadap penciptanya dsb.
19
lanjutan
3. RASA KAGUM
Menurut Plato, filsafat lahir adanya
kekaguman manusia tentang dunia dan
lingkungannya. Para filsuf atas
kekagumannya mencoba merumuskan
asal mula alam semesta.
Thales bapak filsafat Yunani, mengatakan
alam semesta berasal dari air.
20
lanjutan
 Anaximandros, alam berasal dari
apairon (api)
 Democrios, alam berasal dari atom
 Empedokles, alam berasal dari empat
unsur; air, api, angin, tanah.
4. PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN
Faktor lain yang menyebakan lahirnya
filsafat adalah kesusastraan.
21
KARAKTERISTIK
FILSAFAT
1. SKEPTISIS
Skeptisis adalah keraguan terhadap
suatu kebenaran sebelum mendapat
argumen yang kuat terhadap
kebenaran tersebut. Dikelompokan;
-bersifat Gradasi , dari ragu ke yakin
-bersifat degradasi, dari yakin ke ragu
-bertahan sophisme, terus menurus
ragu.
22
Lanjutan
 Sifat gradasi diungkapkan oleh RENE
DECARTES Filsuf Prancis cagito ergo sum
(saya berpikir maka saya ada)
2.KOMUNALISME
Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat
umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi,
dan keyakinan. Misalnya hasil pemikiran
Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia
Afrika dsb.
23
lanjutan
3. DISENTERESTEDNESS
YANG BERASAL DARI KATA INTEREST,
yaitu suatu kegiatan filsafat yang tidak
dimotivasi untuk suatu kepentingan tertentu.
4. UNIVERSALISME
Filsafat bersifat umum, berati filsafat adalah
hak seluruh umat manusia secara umum atau
sifatnya internasional. Semua umat manusia
berhak mengadakan kajian filsafat.
24
APA GUNANYA FILSAFAT
BAGI MANUSIA?
 Filsafat mampu memberikan
pemahaman yang menyeluruh
(general) terhadap suatu wujud
(ontologi) sekaligus memberikan
konsep kebenaran
( justifikasi) terhadap wujud tersebut.
Dengan kebenaran manusia akan
bertindak bijaksana (wesdom)
25
lanjutan
 Filsafat dapat memberikan kepuasan
bagi filsuf/seseorang karena
kemampuannya dalam
menggambarkan problem kehidupan
yang sedang dan akan dihadapi sesuai
dengan leluasan pemahamannya.
Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu
kenikmatan yang luar biasa dan kebahagian yang paling
berharga.
26
lanjutan
 Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan
pijakan untuk merubah dunia.
Karl Marx mengatakan, filsafat tidak
hanya hanya menjelaskan pada
dunia(interferd the world) melainkan juga
merubahnya.

27
PROBLEMATIKA
FILSAFAT
 Secara Umum terbagi menjadi tiga;
1. ONTOLOGI, yaitu mengkaji hakikat
segala
sesuatu, terbagi 2:
1. Kualitas;
- Monisme, asal lam terdiri dari satu
unsur (mono=satu). Thales dari air,
Anaximandros dari apairon,
Anaximenes dari udara, Democritos
dari tanah.
28
lanjutan
- Dualisme, yang mengatakan alam
semesta terdiri dari dua unsur yaitu
materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras
dan Aristolteles.
- Pluralisme, alam semesta terdiri dari
empat unsur; air, angin, api, tanah.
Tokohnya Empedokles, Leukippos.
29
lanjutan
2. Kualitas
Pandangan ini membicarakan bagaimana
alam berproses, dalam kaitannya muncul 4
teori:
-Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala
sesuatu berproses secara mekanik.
-Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di alam raya berproses menuju suatu
tujuan, yaitu Tuhan.
30
-Determinisme, kejadian di alam iniberproses
melalui suatu ketentuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum
alam maupun oleh Tuhan
-Indeterminisme, segala kejadian di alam ini
berlangsung secara bebas, tanpa kendali
tertentu dari Tuhan atau kekuatannya.

31
PROBLEM FILSAFAT
2. EPISTEMOLOGI, membicarakan 2 hal;
a. Hakikat pengetahuan, muncul 2
pandangan;
- realisme, yaitu pengetahuan manusia riil
adanya dalam kehidupan.
- idealisme, yaitu hakikat ilmu
pengetahuan tidak terdapat dalam dunia
riil, melainkan konsep ideal atau dunia
ide-ide.
32
lanjutan
b. Sumber Pengetahuan, muncul 3 pandangan;
- rasionalisme, mengatakan bahwa sumber
pengetahuan muncul dari rasio (akal) manusia.
- Empirisme, sumber pengetahuan adalah
indera manusia.
- Kritisme, pengetahuan manusia bersumber
dari luar diri manusia, yaitu Tuhan.

33
PROBLEM FILSAFAT
3. AXIOLOGI,

TERBAGI MENJADI 6
PANDANGAN;
a. naturalisme, yang menyatakan ukuran
baik buruk ialah sesuai tidaknya
perbuatan tersebut sesuai dengan
fitrah (natura) manusia.
b. Hedonisme, yang menyatakan bahwa
ukuran baik buruk ialah sejauh mana
suatu perbuatan mendatangkan
kenikmatan (hedone) bagi manusia.
34
lanjutan
a. Vitalisme, ukuran baik buruk
ditentukan oleh sejauh mana suatu
perbuatan tersebut dapat mendorong
manusia untuk hidup lebih maju.
b. Ultitarianisme, Ukuran baik buruk
ditentukan oleh ada tidaknya suatu
perbuatan mendatangkan manfaat
bagi manusia.
35
lanjutan
e. Idealisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh
sesuai tidaknya sesuatu perbuatan dengan
konsep ideal (rancang bangun) pikiran
manusia.
f. Teologis, baik buruknya suatu perbuatan
ditentukan oleh sesuai tidaknya suatu
perbuatan dengan ketentuan agama
(teos=Tuhan, agama)

36
lanjutan
Berdasarkan uraian problematika di
atas kebenaran itu bersifat relatif
tergantung pada latar belakang
pendidikan, sosial, budaya, agama
dan sebagainya.

37
BAGAIMANA HUBUNGAN
ILMU, FILSAFAT, DAN
AGAMA
 Ilmu adalah sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu pengalaman tertentu
yang disusun melalui sistem tertentu,
sehingga menjadi suatu kesatuan.
 Menuurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga
kesimpulan, yaitu;
38
lanjutan
1. Merupakan akumulasi pengetahuan
yang disistematikan
2. Suatu pendekatan/metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan
waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indra
manusia, dan
39
lanjutan
1. Suatu cara yang mengijinkan
kepada ahli-ahli lainnya untuk
menyatakan suatu proporsi.

40
lanjutan
 Filsafat menurut Plato dan Al Faraby;
filsafat adalah pengetahuan tentang
segala yang ada.
AGAMA
Terdapat perbedaan pengertian agama
dikalangan tokoh agama. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan bidik
terhadap agama.
41
lanjutan
Agama diartikan secara praktis, adalah
suatu keyakinan akan adanya
aturan/jalan hidup (way of life) yang
bersumber dari suatu kekuatan yang
absolut (Tuhan).
 Agama memiliki empat perangkat
sbb:
1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai
kebenaran yang pertama dan
terakhir.
42
lanjutan
2. adanya aturan (code hukum) yang harus
dipahami yang termaktub dalam kitab
suci dan kebenarannya bersifat ansolut.
3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa
aturan hukum.
4. Adanya komunitas (manusia) sebagai
pelaksana aturan yang bersumber dari
Tuhan.
43
HUBUNGAN ILMU,
FILSAFAT DAN AGAMA
ILMU, mencari kebenaran dengan cara
penyelidikan (riset) sesuai dengan
eksistensinya yang berhubungan
dengan alam empiris.Dalam penyelidikan
ilmu selalu mencari hukum sebab akibat.
Sebagai hukum sebab akibat maka
kebenaranya pasti ada.

44
lanjutan
ILSAFAT, karena selalu berhadapan
denga alam empiris, (metafisika, ghaib)
maka ia komit dengan organon (alatnya)
yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali
dengan pertanyaan apa…. Berpikir logis,
sistematis, radikal, dan universal.

45
lanjutan
AGAMA, menemukan konsep
kebenaran bersumber pada wahyu,
kebenarannya bersifat mutlak,
absolut sebagiai kebenaran
tertinggi.

46
 Ilmu kebenarannya bersifat empiris,
filsafat kebenarannya bersifat spekulatif
(berdasrkan nalar dan logika), keduanya
bersifat nisbi. Agama kebenarannya
bersifat absolut mutlak, dalam
penentuannya semua perlu perumusan

47
lanjutan
 Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert
Einstein menagatakan dengan singkat’
“science with out is blind, religion with out
science is blame” Ilmu tanpa agama
buta, agama tanpa ilmu lumpuh.

48
BAGAIMANAKAH
KATEGORI MANUSIA
ITU?

1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM
KETIDAKAHUANNYA
2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM
KETAHUANNYA
3. MANUSIA TAHU AKAN
KETIDAKTAHUANNYA
4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA
Kategori manakah yang paling baik?

49
Manusia adalah akhluk ciptaan Tuhan
yang tercanggih. Memiliki banyak
kelebihan dibanding dengan makhluk lain
terutama akalnya.
 Memiliki rasa ingin tahu, maka
diaktuakisasikan dalam bentuk bertanya.
 Melalui rasio maka manusia memberikan
jawaban terhadap aneka pertanyaan
 Manusia bertanya, manusia pula menjawab
 Manusialah yang benar-benar bereksistensi
karena memiliki kesadaran dan otonomi
dirinya.
50
Lanjutan
DENGAN KATA LAIN
Malalui akalnya manusia mampu menyamai
makhluk lain.
 Burung terbang tinggi, manusia tefrbang
dengan pesawat ciptaannya.
 Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia
berenang dengan kapal Feri ciptaannya.
 Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia
menembus lautan dengan kapal selam
ciptaannya.
51
APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU
BERFILSAFAT? Tidak juga. Rule of
the game ( ada aturan mainnya)

 Berpikir logis, sistematis, radikal, dan
universal.
Dengan mengindahkan ke empat aturan
main tersebut, maka Anda bisa menjadi
seorang filsuf

52
LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN
SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU
PENGETAHUAN?

 Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang tercanggih.
 Dengan akalnya manusia mampu.
berpikir, dengan pikirannya memperoleh
pengetahuan, dengan pengetahuannya
manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya
manusia mampu berpikir rasional, logis
dan sistematis.
53
JADI PENGETAHUAN LAHIR
SEJAK MANUSIA ITU ADA
SEJAK MANUSIA BERPIKIR
SEJAK MANUSIA
BERINTERAKSI DENGAN
ALAM

54
BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU
PENGETAHUAN DENGAN
FILSAFAT?
 Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu,
pengetahuan lahir sejak adanya peradaban
manusia dan berkembang pesat sesuai
dengan budayanya.
 Pengetahuan lahir dari aktivitas
 Aktivitas memerlukan metode
 Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
 Ilmu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan.
55
lanjutan
 Aktivitas memerlukan metode
 Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
 Ilmu dan pengetahuan tidak bisa
dipisahkan.

56
SIKLUS ILMU

ILMU

AKTIVITAS

METODE

PENGETAHUAN

57
PENGERTIAN ILMU
SEBAGAI
PENGETAHUAN

Dari segi maknanya pengertian ilmu
sekurang-kurangnya merujuk tiga hal:
 Pengetahuan
 Aktivitas
 metode

58
Pengertian Umum
 Ilmu adalah sesuatu kumpulan
yang sistematis dari pengetahuan.
 Ilmu berarti semua pengetahuan
yang dihimpun dengan perantara
metode ilmiah (John G. Kemeny).

59
lanjutan
 Menurut Norman Campbell :
 Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan
yang berguna dan praktis dan suatu
metode untuk memperoleh pengetahuan
 Ilmu tidak bersangkutan dengan
kehidupan praktis dan tidak dapat
mempengaruhinya kecuali dalam cara
yang paling tak langsung, baik kebaikan
atau keburukan.
60
SIMPULAN
 Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan berbagai metode
berupa aneka prosedur dan tata langkah
sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sistematis mengenai gejalagejala kealaman, kemasyarakatan atau
keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan
penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
61
LANJUTAN

ILMU SEBAGAI RANGKAIAN
AKTIVITAS MANUSIA:

1. Rasional: proses pemikiran yang
berpegang pada kaidah-kaidah logika
2. Kognitif : proses mengetahui dan
memperoleh pengetahuan

62
lanjutan
1.




Teologis:
mencapai kebenaran
memperoleh
pemahaman
Memberi penjelasan
Meakukan penerapan dengan peramalan
atau pengendalian

63
ILMU SEBAGAI
METODE ILMIAH






ANALISIS (analysis)
PEMERIAN (description)
PENGUKURAN (measurement)
PERBANDINGAN (comparison)
SURVAI (survey)

64
Pengelompokan
Pengetahuan
 Menurut Bertrand Russell, pengetahuan
dibedakan menjadi 2:
1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta
(knowledge of facts)
2. Pengetahuan mengenai hubungan
umum antara fakta (knowledge of
general connection berween facts)
65
Ledger Wood
pengetahuan

membagi
menjadi:

1.Non inferential Apprehension;
pengetahuan nonpenyimpulan yang
merupakan pengenalan terhadap
benda, orang, atau sifat tertentu.

66
Bentuknya:
 Perception ;pengenalan objek diluar diri
seseorang
 Introspection; pengenalan terhadap
dirinya sendiri dengan segenap
kemampuan, pikiran kehendak, dan
perasaan
67
Lanjutan
2. Inferential Knowledge, meliputi;
 Knowledge of other selves; pengetahuan
mengenai diri orang lain.
 Historical knowledge; pengetahuan
menyangkut masa lampau.
 Scientific knowledge; pengetahuan
ilmiah.
68
George Klubertanz
 Pengetahuan langsung berdasarkan
pengenalannya terhadap objek-objek
pengalaman.
 Pengetahuan kemanusian (humanistic
knowledge) yang diperoleh karena
mempelajari
 Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge)
berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya kebenaran.
69
lanjutan
 Pengetahuan Ilmiah (scientific
knowledge) berdasarkan azas-azas
yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya
kebenaran.

70
HAKIKAT
PENGETAHUAN
Darimanakah hakikat pengetahuan itu?
1. Realisme; pengetahuan manusia riil
adanya dari kehidupan.
2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat
dalam dunia riil melainkan hanya dalam
dunia konsep ideal atau dunia ide-ide.


71
Dari manakah sumber
pengetahuan manusia?
1. Rasionalisme; sumber pengetahuan
berasal dari rasio (akal) manusia.
2. Empirisme; sumber pengetahuan
adalah indra manusia (empiri)
3. Kritisisme/transidentalisme;
pengetahuan manusia bersumber dari
luar diri manusia, yaitu Tuhan.
72
PENGETAHUAN SEBAGAI
DASAR TEORITIS YANG
MELAHIRKAN PENGETAHUAN ILMIAH







CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH:
1. Jenis sasaran
2. Bentuk-bentuk pernyataan
3. Ragam-ragam proposisi
4. Ciri-ciri pokok
5. Pembagian sistematis
73
Lanjutan
Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:
 Objek material; fenomena di dunia
ini yang ditelaah oleh ilmu
 Objek formal; pusat perhatian
penelaahan ilmuwan terhadap
fenomena itu.

74
lanjutan
OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH
DIKELOMPOKAN MENJADI 6:








IDE ABSTRAK
BENDA FISIK
JASAD HIDUP
GEJALA ROHANI
PERISTIWA SOSIAL
PROSES TANDA

75
OBJEK MATERIAL

KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG,
INGATAN DST
DITELAAH BERDASARKAN OBJEK
FORMAL
76
TELAAH OBJEK FORMAL

MANUSIA

 BIOLOGI
 PSIKOLOGI
 FILSAFAT KODRATI

OBJEK TELAAH
FORMAL

77
SEPERTI APA BENTUK
PENGETAHUAN ILMIAH
ITU?
•ANATOMI
1. DESKRIPTIF
•GEOGRAF
I
2. PRESKRIPSI

•UKURAN
•AZAS-AZAS
•PETUNJUK
78
•PROSEDUR
LANJUTAN

3. EKSPOSISI POLA

SOSIOLOGI
POLA-POLA
BUDAYA
 ANTROPOLOGI
 PERKEMBANGAN
BUDAYA



79
LANJUTAN
4.

REKONTRUK
SI HISTORIS

 HISTORIOGRAFI
 PURBAKALA
 PALEONTOLOGI

80
PROPOSISI ILMU
PENGETAHUAN

1. AZAS ILMIAH

 MENGANDUNG
KEBENARAN UMUM
BERDASARKAN
FAKTA YANG
TELAH DIAMATI

ILMU SOSIAL
81
LANJUTAN
2. KAIDAH ILMIAH
 Mengungkapkan
keajegan atau hubungan
tertib yang dapat
diperiksa kebenarannya
diantara fenomena
secara umum berlaku
pula untuk berbagai
fenomena yang sejenis.
 Boyle, Newton, Pascal
82
LANJUTAN
3. TEORI ILMIAH
 Kemampuan
proposisi yang
saling berkaitan
secara logis untuk
memberi penjelasan
mengenai
sejumlah fenomena.

 Teori Darwin

Kau lahir dariku
bodoh

83
lanjutan
 Teori; sekumpulam proposisi yang
mencakup konsep-konsep tertentu
yang saling berhubungan

84
APA MANFAAT DAN
PERANAN TEORI?
 Mensistematiskan dan menyususn data
maupun pemikiran tentang data
sehingga tercapai pertalian yang logis
diantara aneka data yang semula kacau
balau. Jadi teori berfungsi sebagai
kerangka, pedoman, bagan sistematisasi
atau sistem acuan.
85
lanjutan
 Memberikan skema atau rencana
sementara mengenai medan yang
semula belum dipetakan sehingga
terdapat suatu orientasi
 Menunjukkan atau menyarankan araharah untuk penyelidikan lebih lanjut.

86
PEMBAGIAN ILMU
PENGETAHUAN
 Ilmu Pengetahuan dibedakan atas:
1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science);
membahas hubungan manusia sebagai
makhluk sosial.
a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang
mempelajari proses mental dan tingkah laku.
b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses
latihan yang terarah dan sistematis meneju
ke suatu tujuan.
87
Lanjutan
c. Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang
pempelajari asal-usul dan perkembangan
jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah
laku manusia.
d. Etnologi; studi antropologi dari aspek
sistem sosio ekonomi dan pewarisan
kebudayaan terutama keaslian,
perkembangan dan perubuhan dalam
masyarakat primitif.
88
Lanjutan
e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa –
peristiwa yang telah terjadi pada suatu
bangsa, negara atau individu.
f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang
berhubungan dengan produksi, tukar
menukar barang produksi, pengelolaan
dalam lingkup rumah tangga,
perusahaan atau negara.
89
Lanjutan
g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial,
terutama asal-usul organisasi, institusi dan
perkembangan masyarakat manusia.
2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas
alam semesta dengan segala isinya, ilmu ini
terbagi atas:
a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda
mati dari aspek wujud dengan perubahan yang
bersifat sementara.
90
lanjutan
b. Kimia (chemistry); mempelajari benda

hidup dan tidak hidup dari aspek susunan
materi dan perubahan-perubahan yang
bersifat tetap;
Kimia secara garis besar dibagi menjadi:
 Kimia anorganik
 Kimia organik
c. Biologi (biological science); ilmu
pengetahuan yang mempelajari makhluk
hidup dan gejala-gejalanya.
91
lanjutan
 Cabang-cabang biologi:
1. Botani; mempelajari seluk beluk
tumbuhan
2. Zoologi; mempelajari hewan
3. Anatomi; mempelajari strukur dalam
makhluk hidup
4. Fisiologi; studi tentang fungsi tubuh
92
5. Sitologi; studi tentang sel secara
mendalam
6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh
atau organ makhluk hidup
7. Palaentologi:studi tentang makhluk
masa lampau yang kebanyakan
hanya berupa fosil
93
lanjutan
3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
(earth science and space)
a. Geologi; studi tentang struktur bumi
 Petrologi membahas batu-batuan
 Vulkanologi, membahas gempa bumi
 Mineralogi, membahas bahan
mineral/bahan galian
 Kristalografi, membahas bentuk-bentuk
kristal dari mineral.
94
lanjutan
b. Astronomi; suatu ilmu pengetahuan
yang membahas benda-benda ruang
angkasa dan alam semesta.
b. Geografi; ilmu pengetahuan tentang
muka bumi dan produk ekonomi
sehubungan dengan makhluk hidup
terutama manusia.
95
ILMU PENGETAHUAN
BERDASARKAN KURUN
WAKTUNYA

 ILMU PENGETAHUAN
KONVENSIONAL
 ILMU PENGETAHUAN MODERN

96
Lanjutan
 Ilmu penetahuan konvensional
mengedepankan mitos, daripada logos.
 Ilmu pengetahuan modern
mengutamakan rasio, akal sehingga
segala sesuatu harus bersifat rasional.
Mengedepankan logos daripada mitos.

97
PERKEMBANGAN
PENGETAHUAN
MODERN

 Konsep atau teori Pengetahuan modern
berkembang berabad-abad, sejak manusia
mempelajari alam semesta. Thales sebagai
Bapak ilmu pengetahuan, Aristoteles,
Scorattes sampai ke generasi Newton.
Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan
terus berkembang hingga melahirkan teoriteori dan wujud untuk kepentingan umat
manusia.
98
lanjutan
Berdasarkan pemikiran manusia
pengetahuan terus berkembang hingga
melahirkan teori-teori dan wujud untuk
kepentingan umat manusia.

99
lanjutan
 Aristoteles berpendapat, berdasarkan
pengamatan bebnda-benda hidup itu
mungkin dapat timbul dari benda tak
hidup. Contoh cacing berasal dari
lumpur, ulat berasal dari daging yang
membusuk dan lain lain.

100
ILMU PENGETAHUAN
ABAD KE-13
 TOKOH; NIKOLAS KOPERNIKUS
Berkebangsaan Polandia yang
mencetuskan revolusi dunia ilmu.
Teorinya menyatakan bahwa matahari
merupakan pusat tata surya yang diedari
oleh bumi serta planet lainnya.

101
ILMU PENGETAHUAN
ABAD KE-16
 TOKOH; SIR ISAAC NEWTON
Berkebangsaan Inggris yang
mencetuskan hukum gravitasi
bumi,pencipta teleskop cermin.
Teorinya sangat mempengaruhi alam
pikiran abad-18

102
lanjutan
 Perkembangan ilmu pengetahuan abad
18, 19 melahirkan ilmu ilmu yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia.
 Thomas Alpha Edison, dengan lampu
listriknya
 Albert Enstain dengan teori atomnya
103
PUNCAK
PENGETAHUAN
DI ABAD 20

 Para ilmuwan memanfatkan materi dan
energi. Materi merupakan benda
sedangkan energi yang memiliki
kekuatan.
 Materi merupakan benda-benda hasil
olahan

104
lanjutan
 Dalam kehidupan modrn penggunaan
energi semakin meluas.
 Energi berwujud dalam berbagai bentuk;
cahaya, kimia, panas, gerak, nuklir dan
sebagainya.

105
TERIMA KASIH
SELAMAT BELAJAR

106
REFERENSI
 Nasution, HB. 2001. Filsafat Umum.
Jakarta :Gaya Media Pratama
 Haryono Imam. 1994. Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Jakarta : Gramedia
 The Lian Gie. 1991. Pengantar Filsafat
Ilmu. Yogyakarta : Liberty

107
108
Bab 3

Filsafat dan Ilmu dalam Sejarah

109
Orientasi Sejarah
Hubungan Sejarah
• Filsafat dan ilmu di dalam filsafat ilmu berhubungan dengan
sejarah barat
• Berpusat di Eropa, terutama Eropa Barat

Pembabakan Sejarah
• Sejarah dibagi ke dalam sejumlah babak, dari zaman dahulu
sampai sekarang
• Pembabakan sejarah mengikuti pembabakan yang lazim di
sejarah Eropa

Filsafat dan Ilmu

110
• Di dalam sejarah ini, filsafat dan ilmu tidak diuraikan secara
Pembabakan Zaman
 Zaman Kuno
sebelum abad ke-5 sM

 Zaman Yunani Kuno
abad ke-5 sM sampai abad ke-1 sM

 Zaman Romawi
abad ke-1 sM sampai abad ke-5

 Zaman Gelap (Dark Ages)
abad ke-5 sampai abad ke-10

 Zaman Pertengahan (Medieval)
abad ke-10 sampai abad ke-15

 Zaman Kebangkitan (Rennaissance)
abad ke-15 sampai abad ke-18

 Zaman Modern

111
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (Louis de Broglie)
• Gembala Chaldea di Mesopotamia memperhatikan gejala di
langit terutama di malam hari
• Gerak benda langit teratur sehingga mereka yakin akan
keteraturan alam
• Muncul pengetahuan astronomi termasuk kalender bulan
dan muncul ilmu
• Mereka juga mengenal musim, sehingga satu tahun terdiri
atas 12 bulan (tidak tepat)

Keteraturan Alam (Dennis Gabor)
• Manusia percaya bahwa ada keteraturan pada dasar gelaja
alam
• Keteraturan ini layak dinyatakan melalui logika 112
THE HISTORY OF SCIENCE
On the simplest level, science is knowledge of the world of
nature. There are many regularities in nature that mankind has had
to recognize for survival since the emergence of Homo Sapiens as
a species. The Sun and the Moon periodically repeat their
movements. Some motions, like the daily “motions” of the Sun, are
simple to observe; others, like the annual “motion” of the Sun, are
far more difficult. Both motions correlate with important terrestial
events. Day and night provide the basic rhythm of human
existence; the seasons determine the migration of animals upon
which human depended for millennia for survival. With the
invention of agriculture, the seasons became even more crucial, for
failure to recognize the proper time for planting could lead to
starvation. Science defined simply as knowledge of natural
processes is universal among mankind, and it has existed since
the dawn of human existence.
The mere recognition of regularities does not exhaust the full
meaning, however. In the first place, regularities may be simply
constructs of the human mind. Humans leap to conclusions; the
mind cannot tolerate chaos, so it constructs regularities even when
none objectively exists. Thus, for example, one of the 113
astronomical “laws” of the Middle Ages was that the appearance of
comets presaged a great upheaval, as the Norman Conquest of
Britain followed the comet of 1066. True regularities must be
established by detached examinations of data. Science, therefore,
must employ a certain degree of skepticism to prevent premature
generalization.
Regularities, even when expressed mathematically as laws of
nature, are not fully satisfactory to everyone. Some insist that
genuine understanding demand explanations of the causes of the
laws, but it is in the realm of causation that there is the greatest
disagreement. Modern quantum mechanics, for example, has
given up the quest for causation and today rests only on
mathematical expression . Modern biology, on the other hand,
thrives on causal chains that permit the understanding of
physiological and evolutionary processes in terms of the physical
activities of entities such as molecules, cells, and organism. But
even if causation and explanation are admitted as necessary, there
is little argument on the kinds of causes that are permissible, or
possible in science. If the history of science is to make any sense
whatsoever it is necessary to deal with the past on its own terms,
and the fact in that for most of the history of science natural
114
philosophers appealed to causes that
would be summarily rejected by modern scientists. Spiritual and
divine forces were accepted as both real and necessary until the
end of 18th century and, in areas such as biology, deep into the 19 th
century as well.
Certain conventions governed the appeal to God or the gods or
the spirits, it was held, could not be completely arbitrary in their
actions; otherwise the proper response would be propitiation, not
rational investigation. But since the deity or deities were
themselves rational, or bound by rational principles, it was possible
for humans to uncover the rational order of the world. Faith in the
world could actually stimulate original scientific work. Kepler’s laws,
Newton’s absolute space, and Einstein’s rejection of the
probabilistic nature of quantum mechanics were all based on
theological, not scientific, assumptions. For sensitive interpreters of
phenomena, the ultimate intelligibility of nature has seemed to
demand some rational guiding spirit. A notable expression on this
idea is Einstein’s statement that the wonder is not that mankind
comprehends the world, but that the world is comprehensible.
Science, then is to be considered in this article as knowledge of
natural regularities that is subjected to some degree of skeptical
115
vigour and explained by rati-
onal causes. One final caution is necessary. Nature is known only
through the senses, of which sight, touch, and hearing are the
dominant ones, and the human notion of reality is skewed toward
objects of these senses. The invention of such instruments as the
telescope, the microscope, and the Geiger counter has brought an
ever-increasing range of phenomena with the scope of the senses.
Thus, scientific knowledge of the world is only partial, and progress
of science follows the ability of humans to make phenomena
perceivable.

116
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (di Mesir Kuno)
• Sungai Nil banjir setiap tahun secara teratur menghapus batas
tanah sehingga lahir ilmu ukur untuk menemukan kembali
batas itu
• Ilmu ukur digunakan juga untuk membuat piramida
• Secara teratur, gerak naik bintang sothis (sirius) sinkron
dengan siklus banjir sungai Nil, dan berlangsung setahun
sekali
• Muncul pengetahuan astronomi dan kalender matahari di
samping kalender bulan

Keteraturan Alam (di Yunani Kuno)
• Pengetahuan dari Mesopotamia dan Mesir Kuno masuk ke
117
Yunani Kuno
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (di Romawi Kuno)
• Sebelum Romawi menjadi negara adikuasa (abad ke-1 sM),
mereka juga menerima kalender dari Yunani Kuno
• Romawi menyusun kalender matahari yang berubah-ubah yang
kemudian distandardisasi oleh Julius Ceaser
• Kalender inilah yang kemudian menjadi kalender internasional
yang kita pergunakan sekarang (disempurnakan oleh Paus
Gregorius)

Keteraturan Alam (Kalender)
• Salah satu pengetahuan astronomi (mungkin tertua) yang
dilahirkan oleh keteraturan alam adalah kalender
• Di samping astronomi, muncul pula pengetahuan lain yang
dikenal sebagai astrologi
118
LUNAR CALENDAR
Any dating system based on a year consisting of synodic
months—i.e. complete cycles of phases of the Moon. In every solar
year (or year of the seasons), there are about 12.37 synodic
months. Therefore, if a lunar-year calendar is to be kept in step
with the seasonal year, a periodic intercalation (addition) of days is
necessary.
The Sumerians were probably the first to develop a
calendar based entirely on the recurrence of lunar phases. Each
Sumero-Babylonian month began on the first day of visibility of the
new Moon. Although an intercalary month was used periodically,
intercalations were haphazard, inserted when the royal astrologers
realized that the calendar had fallen severely out of step with the
seasons. Starting about 380 BC, however, fixed rules regarding
intercalations were established, providing for the distribution of
seven intercalary months at designated intervals over 19-year
periods. Greek astronomers also devised rules for intercalations to
119
coordinate the lunar and solar years. It is likely that the Roman
Lunar calendars remain in use among certain religious
groups today. The Jewish calendar, which supposedly dates from
3,760 and three months before the Christian Era (BCE) is one
example. The Jewish religious year begins in autumn and consists
of 12 months alternating between 30 and 29 days. It allows for a
periodic leap year and an intercalary month. Another lunar
calendar, the Muslim, dates from the Hegira—July 15, AD 622, the
day on which sthe prophet Muhammad began his migration from
Mecca to Medina. It makes no effort to keep calendric and
seasonal years together.
SOLAR CALENDAR
Any dating system based on the seasonal year of
approximately 365¼ days, the time it takes the earth to revolve
once around the Sun. The Egyptians appear to have been the first
to develop a solar calendar, using as a fixed point the annual
sunrise reappearance of the Dog Star—Sirius, or Sothis--in the
eastern sky, which coincided with the annual flooding 120the Nile.
of
They constructed a calendar of 365 days, consisting of 12
months of 30 days each, with a 5 days added at the year’s end.
The Egyptian’s failure to account for the extra fraction of a day,
however, caused their calendar to drift gradually into error.
Ptolemy III Euergetes of Egypt, in the Decree of Canopus
(237 BC), introduced an extra day every four years to the basic
365-day calendar (this practice also having been introduced in the
Seleucid calendar adopted in 312 BC). In the Roman Republic,
Julius Ceaser in 45 BC replaced the confused Roman Republican
calendar. Which probably was based on the lunar calendar of the
Greeks, with the Julian calendar. The Julian calendar assigned 30
or 31 days to 11 months but fewer to February; it allowed for a leap
year every four years. The Julian calendar, however, made the
solar year slightly too long by adding a full quarter of day annually
—the solar year actually runs 365.2422 days. By mid-16 th century
the extra time had resulted in an accumulated error of about 10
days. To correct this error, Pope Gregory XIII instituted the
Gregorian calendar in 1582, dropping October 5-14 that year and
omitting leap years when they fell on centurial years not divisible by
400—e.g., 1700, 1800, 1900.
121


Penanggalan Romawi mula-mula hanya 10 bulan, dari Martius sampai
December. Oleh kaisar Romawi ke-2, ditambah 2 bulan pada musim
dingin sehingga menjadi
Martius
Aprilis
Maius
Junius
Quintilis (Julius)
Sextilis (Augustus)
September
October
November
December
Januarius
Februarius

122
Pada tahun ke-45 sebelum Masehi, penanggalan Romawai cukup
kacau. Julius Ceaser minta Sosigenes membenahi kalender.
Dasar pembenahan adalah 365 ¼ hari setahun sehingga setahun
365 hari dan interkalasi 4 tahun sekali dengan 366 hari. Dimulai
tahun 44 sebelum Masehi sehingga tahun 45 sM menjadi 400 hari
lebih.
Senat menghormati Julius Ceaser dan mengganti Quintilis menjadi
Julius. Pada tahun 4 sM, Senat menghormati Augustus Ceaser dan
mengganti Sextilis menjadi Augustus. Bulan Julius dan Augustus
dibuat sama 31 hari.
Ternyata setahun mengandung 365 ¼ hari kurang sedikit sehingga
kelebihan. Pada abad ke-16 kelebihan sampai 10 hari. Agar cocok
pada tahun 1527, 10 hari itu dihilangkan pada bulan Oktober
(tanggal 5 lompat ke 15) dan selanjutnya setiap 400 tahun
dikurangi 3 hari pada tahun ratusan.
123


Penanggalan













Masehi
Hijrah
Jawa
Yahudi
Koptik
Ethiopia
Persia
Hindu
Konghucu
Jepang
Romawi
Thailand

: 1 – 1 – 2000
: 24 Ramadhan 1420
: 24 Pasa 1932
: 5761
: 1717
: 1993
: 1379
: 5101
: 25 – 11 – 2550
: 1 – 1 – 2660
: 2753
: 1 – 1 - 2543

124





























TANGGAL JULIAN DI DALAM KOMPUTER
Oleh Dali S. Naga
Abstract. Database management systems uses Julian date in calculating calendar days. To understand Julian date, we have to trace it into the
history of our calendar. Our calendar is based on the movement of the moon and the sun. Intercalations and cycles are needed to come back to the previous
positions of the moon and the sun. One of the intercalation and system of cycle is Julian date. Julian date begins from 1 January 4713, B.C.
Di dalam komputer, seperti pada program manajemen basis data, tanggal yang digunakan adalah tanggal Julian. Apa sebenarnya tanggal Julian
itu? Untuk itu, kita perlu menelaah sejarah kalender yang sekarang kita gunakan. Namun, sebelumnya, kita perlu membedakan dua hal yakni kalender dan era.
Tanggal kita 2 April, hari Rabu, jam 12.00 adalah kalender, tetapi tahun kita 2003 adalah era. Gabungan mereka, kalender dan era Masehi menghasilkan
tanggal 2 April 2003.
Era Masehi
Era yang digunakan pada penanggalan kita adalah era Masehi, di samping era lain seperti era Hijrah, era Saka, dan era Konghucu. Era Masehi
dihitung sejak kelahiran Yesus. Sekalipun demikian, pada waktu kelahiran Yesus, belum ada era Masehi. Era Masehi baru kemudian disusun dan diusulkan
oleh seorang rahib bernama Denys le Petit pada tahun 532 Masehi. Pada waktu itu, Denys mencoba menghitung mundur untuk menemukan tanggal lahir
Yesus. Menurut hasil hitung Denys, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, 532 tahun lalu. Dengan demikian, Denys menetapkan bahwa era Masehi dimulai
pada hari Sabtu, tanggal 1 Januari 532 tahun sebelumnya.
Walaupun Denys le Petit telah menciptakan era Masehi pada tahun 532, namun era Masehi baru dipakai di Barat setelah tiga atau empat abad
kemudian. Dengan demikian, era Masehi baru ada di dalam pemakaian pada abad ke-9 atau ke-10. Sebelum abad ke-9 atau ke-10, belum ada penggunaan era
Masehi. Selanjutnya, era Masehi tidak mengenal tahun 0. Di dalam perhitungan mundur, hanya ada tahun 1 Masehi dan tahun 1 sebelum Masehi.
Kalender
Kini kita beralih ke kalender. Di dalam kalender, kita mengenal hari. Kapan suatu hari dimulai? Ternyata banyak caranya. Ada orang yang
menghitungnya sejak subuh ke subuh, ada orang yang menghitungnya sejak senja ke senja, ada orang yang menghitungnya sejak tengah hari ke tengah hari.
Orang Romawi kuno menghitungnya dari tengah malam ke tengah malam. Tradisi Romawi inilah yang kita gunakan sekarang pada kalender kita yakni hari kita
dimulai sejak tengah malam ke tengah malam berikutnya.
Sehari dibagi menjadi 24 jam berasal dari zaman kuno yakni dari zaman Babylonia. Mereka menggunakan bilangan Sumeria yakni bilangan yang
berbasis 60. Dari basis 60 inilah ditemukan bilangan 12 yang masing-masing digunakan untuk siang dan untuk malam sehingga sehari menjadi 2 x 12 jam = 24
jam. Hal ini pun diterima di mana-mana. Hari kita pada saat ini juga terdiri atas 2 x 12 jam = 24 jam. Satu jam sebanyak 60 menit dan satu menit sebanyak 60
detik juga berasal dari bilangan berbasis enam puluh (sexagesimal) yang digunakan oleh orang Sumeria.
Siklus Minggu kita yang 7 hari panjangnya berasal dari Babylonia dan Yahudi. Di Afrika Barat, siklus itu adalah 4 hari; di Asia Tengah dan juga di
Jawa dikenal siklus 5 hari; Mesir kuno mengenal siklus 10 hari; dan Romawi kuno mengenal siklus 8 hari. Diduga bahwa siklus 7 hari berasal dari penanggalan
bulan yakni waktu selama seperempat bulan. Pengguaan siklus 7 hari di dalam kalender kita didasarkan atas dekrit Kaisar Constantine I dan dimulai pada
tahun 321 dengan hari Minggu sebagai hari pertama. Di dalam dekrit Kaisar Constantine I itu, hari Minggu dinyatakan sebagai hari libur. Dan libur Minggu itu
masih terus kita gunakan sampai sekarang.
Bulan merupakan satu bagian dari kalender. Perhitungan bulan dilakukan melalui fasa bulan. Perhitungan bulan menimbulkan masalah karena satu
bulan terdiri atas 29 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam bulan adalah bulat. Demikian pula dengan tahun. Satu tahun matahari terdiri atas 365
hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam setahun adalah bulat. Akibatnya, pada ulang bulan, kedudukan bulan tidak tepat sama seperti
kedudukannya pada bulan lalu. Pada ulang tahun, kedudukan matahari tidak tepat sama seperti kedudukannya pada tahun lalu.
Untuk menyelesaikan masalah sekian jam yang lebih pada setiap bulan dan pada setiap tahun, maka pada bulan dan tahun tertentu diberikan tambahan hari.
Hal ini dikenal sebagai interkalasi. Interkalasi merupakan hal yang cukup rumit di dalam kalender. Tidak mudah untuk menemukan interikalasi yang
menyebabkan kedudukan bulan atau matahari tepat kembali sama seperti pada waktu sebelumnya.
Kalender Romawi
Kita tinggalkan dulu interkalasi ini dan menengok ke sejarah kalender kita. Kalender kita berasal dari kalender Romawi kuno. Konon kabarnya,
kalender Romawi kuno ditetapkan oleh raja pertamanya pada abad ke-7 atau ke-8 sebelum Masehi. Pada ketentuan raja Romulus ini, awal tahun dimulai pada
bulan Martius dan diakhiri pada bulan December (desi = 10). Panjang tahun adalah 10 bulan. Setiap bulan terdiri atas 30 atau 31 hari sehingga di dalam
setahun terdapat 304 hari. Setelah itu terdapat celah musim dingin yang tidak ada kalendernya.
Raja kedua Numa Pompilius membagi celah musim dingin itu menjadi dua bulan yakni bulan Januarius dan Februarius. Dua bulan tambahan
sebanyak 50 hari ini diletakkan di akhir tahun sehingga di dalam setahun terdapat 354 hari. Kemudian pada bulan Januarius ditambahkan satu hari lagi
sehingga di dalam setahun terdapat 355 hari.
Raja kelima Tarquinius Priscus (616 – 579 sM) adalah orang Etruscan. Kalender diubah menjadi kalender republik. Pada kalender republik ini, Februarius 28
hari; Martius, Maius, Julius (waktu itu masih bernama Quintilis), dan October, masing-masing 31 hari; serta Januarius, Aprilis, Junius, Augustus (waktu itu
masih bernama Sextilis), dan December, masing-masing 29 hari. Di dalam setahun terdapat 355 hari. Raja ini juga memindahkan awal tahun ke bulan
Januarius namun pada tahun 510 sM, melalui pengusiran orang Estrucan, awal tahun dikembalikan ke bulan Maret.
Pada setiap akhir tahun, orang Romawi melakukan pembayaran upah. Sering upah berkenaan dengan pekerjaan di dalam musim yang dipengaruhi oleh
kedudukan matahari. Namun dengan 355 hari setahun, kedudukan matahari bergeser dari akhir tahun ke akhir tahun. Karena itu orang Romawi menambahkan
22 dan 23 hari selang-seling pada setiap dua tahun, dan tambahan diselipkan di antara tanggal 23 dan 24 Februarius. Dengan demikian, setiap empat tahun
terdapat 1465 hari atau rerata di dalam setahun terdapat 366,25 hari.
Julius Ceaser memanggil Sosigenes untuk membenahi kalender. Sosigenes menggunakan tahun dengan 365,25 hari. Pada tahun 46 sM, Sosigenes

125
126
127


Tanggal Julian (tahun 1583 oleh Joseph Justus Scaliger)
 Menggabungkan tiga siklus interkalasi


19 x 15 x 28 = 7980 tahun

 Titik temu terakhir pada tahun 4713 sM
 Patokan tanggaln Julian 1 Januari 4713 sM sebagai tanggal 1
(dimulai tengah hari)
 2 Oktober 2004 = 2 454 178

128
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (Ramuan Bahan)
• Keteraturan alam lainnya terdapat pada ramuan bahan
(material, logam, obat)
• Mereka menjadi ilmu bahan dan farmasi
• Di samping ilmu bahan dan farmasi, terdapat pula ramuan
bercampur kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai
alkemi

Keteraturan Alam (Pengobatan)
•
•
•

Keteraturan alam juga terdapat pada pengobatan orang sakit
Mereka menjadi tabib dan dukun
Di samping itu, terdapat pula kepercayaan dan mistik yang
dikenal sebagai tenung
129
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Keteraturan Alam (Pertukangan)
•
•
•

Keteraturan alam lainnya adalah pembuatan alat
Mereka dikenal sebagai pertukangan
Salah satu kegiatan arkeologi adalah mencari karya
pertukangan pada zaman purbakala

Tenung
• Merupakan kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan atau
menyakitkan orang
• Sekalipun tidak ada dasar ilmiahnya, sampai sekarang pun,
kalangan tertentu masih percaya akan kekuatan tenung (gunaguna)
130
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Astrologi
• Di samping astronomi, muncul juga pengetahuan lain yang
dikenal sebagai astrologi
• Menurut astrologi, dunia bintang-bintang adalah
makrokosmos dan dunia manusia adalah mikrokosmos
• Mikrokosmos adalah refleksi dari makrokosmos sehingga
nasib manusia dapat diramal dari gejala bintang-bintang di
langit
• Jam dan tanggal lahir menjadi patokan untuk ramalan
nasib manusia

Peranan Astrologi
• Peranan astrologi melampau batas zaman kuno 131
• Sampai sekarang pun masih muncul ramalan astrologi di
ASTROLOGY
Astrology is the type of divination that consists in
interpreting the influence of planets and the stars on earthly
affairs in order ot predict the destinies of individuals, groups, or
nations. At times regarded as science, astrology has exerted an
extensive or a peripheral influence in many civilizations, both
ancient and modern. Astrology has also been defined as a
pseudoscience and considered to diametrically opposed to the
theories and findings of modern science.
Astrology originated in Mesopotamia, perhaps in the 3rd
millenium BC, but attained its full development in the Western
world much later, within the orbit of Greek civilization of the
Hellenistic period. It spread to India in its older Mesopotamian
form. Islamic culture absorbed it as part of the Greek heritage;
and in the Middle Ages, when Western Europe was strongly
affected by Islamic science, European astrology also felt the
influence of the Orient.
132
The Egyptian also contributed though less
directly, to the rise of astrology. They constructed a calendar,
containing 12 months of 30 days each with five days added at the
end of the year, that was subsequently taken over by the Greeks
as a standard of reference for astronomical observations. In order
that the starry sky might serve them as a clock, the Egyptians
selected a successian of 36 bright stars whose risings were
separated from each other by intervals of 10 days. Each of these
stars, called decans by Latin writers, was conceived of as a spirit
with power over the period of time for which it served; they later
centered the zodiac as subdivisions of its 12 signs.
In pre-Imperial China, the belief in an intelligible cosmic
order, comprehended aspects of which would permit influences on
correlated incomprehended aspects, found expression in
correlation charts that juxtaposed natural phenomena with the
activities and the fate of man. The transition from the belief to a
truly astrological belief in the direct influence of the stars on human
affairs was slow, and numerous systems of observation and strains
of lore developed. When Western astronomy and astrology
133
became known in China through Arabic influence in
Mongol times, their data were also integrated into the Chinese
astrological corpus. In the later centuries of Imperial China it was
universal practice to have a horoscope case for each newborn
child and at all decisive junctures in life.
Once established in the classical world, the astrological
conception of causation invaded the sciences; particularly medicine
and allied disciplines. The Stoics, espousing the doctrine of a
universal “sympathy’ linking microcosm of man with the
macrocosm of nature, found in astrology a virtual map of such a
universe.
Greek astrology was slow to be absorbed by the Romans,
who had their own native methods of divination, but by the times of
Augustus, the art had resumed its original role as a royal
prerogative. Attempts to stress its influence on the populace met
repeatedly with failure.
Throughout pagan antiquity the words astronomy and
astrology had been synonymous; in the first Christian centuries the
modern distinction between astronomy, the science of stars, began
134
to appear. As against the omnipotence of the stars, Christianity
taught the omnipotence of their Creator. To the determinism of
astrology Christianity opposed the freedom of the will. But within
these limits the astrological worldview was accepted. To reject it
would have been to reject the whole heritage of classical culture,
which had assumed an astrological complexion. Even at the centre
of Christian history, Persian magi were reported to have followed a
celestial omen to the scene of the Nativity.
Although various Christian councils condemned astrology
the belief in the worldview it implies was not seriously shaken. In
the late European Middle Ages, a number of universities, among
them Paris, Padua, Bologna, and Florence, had chairs of astrology.
The revival of ancient studies by the humanists only encouraged
this interest, which persisted into the Renaissance and even into
the Reformation.
It was Copernican revolution of the 16th century that dealt
with the geocentric worldview of astrology its shattering blow. As a
popular pastime or superstition, however, astrology continued into
modern times to engage the attention of millions of people.
135
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Alkemi
• Di samping ramuan bahan secara alamiah, muncul
kepercayaan dan mistik berkenaan dengan ramuan bahan itu
• Ramuan dengan kepercayaan seperti ini dikenal sebagai
alkemi
• Alkemi bertujuan untuk membuat emas dari bahan murah
serta membuat obat panjang umur yang membuat orang tidak
mati
• Ada alkemi yang hanya rajin menulis melalui sandi rahasia
serta ada alkemi yang rajin meramu bahan

Peranan Alkemi
• Peranan alkemi melampaui batas zaman kuno 136
• Mereka baru hilang pada zaman modern (abad ke-18 dan ke-
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Asas Determinisme Universal
•
•
•

Ada keteraturan alam yang ditemukan oleh manusia
Ada kepastian tentang keteraturan alam itu
Mereka menjadi suatu asas yakni asas determinisme
universal
• Asas ini dikenal sejak Zaman Kuno dan terus berlangsung
sampai sekarrang
• Asas determinisme universal menjadi dasar untuk
menemukan dan mengembangkan ilmu

Asas Indeterminisme
• Dikenal sebagai uncertainty principle, ditemukan oleh
Heisenberg pada tahun 1928
• Bertentangan dengan asas determinisme universal, tetapi
hanya berlaku di fisika partikel subatomik dan dalam ukuran
137
yang sangat kecil
Zaman Yunani Kuno
5 sM sampai 1 sM
Kebudayaan Yunani
•
•
•

Zaman ini merupakan zaman emas Yunani Kuno
Budaya berkembang ke arah kecendekiaan
Sekalipun Yunani Kuno mengenal dewa dan dewi, pemikiran
mereka tidak melibatkan dewa dewi itu
• Di zaman itu lahir filsafat dan demokrasi dan sangat
berpengaruh terhadap kebudayaan barat sampai sekarang

Babakan
•
•
•

Zaman pra-Sokrates
Zaman Sokrates
Zaman pasca-Sokrates

138
Zaman Yunani Kuno
5 sM sampai 1 sM
Zaman Pra-Sokrates
• Ada tiga pemikiran besar pada zaman itu yang dibicarakan
di sini:
• Unsur dasar pembentuk alam dan bentuk alam
• Alam tunggal dan alam jamak
• Realitas bilangan

Zaman Sokrates (Sokrates, Plato, Aristoteles)
•
•
•
•

Dialog
Metafisika dan epistemologi
Logika
Etika dan estetika

Zaman Pasca-Sokrates
• Stoik, Epikurus, Cynics, dan Skeptik

139
Greece
Greece, officially called Hellenic Republic (Greek: Ελληνική
Δημοκρατία Eliniki Dhimokratia), is a country in the southeast of Europe
on the southern tip of the Balkan peninsula.
The historical name of Greece in Greek is Έλλάς Ellas. This
name is also written Hellas in English, following the ancient Greek
pronunciation. More commonly, it is called Ελλάδα Elladha in modern
Greek. The mythical ancestor of the Greek is the eponymous Hellen.
The name of Greece in European languages (English: Greece,
French: Grèce, Portuguese: Grécia, Spanish and Italian: Grecia,
German: Griechenland, Russian: Греция, etc) comes from a different
root: Γραικός Graikόs (via Latin Graecus) which according to Aristotle
was an ancient name of the Greeks. On the other hand, the name of
Greece in some Middle Eastern and Eastern languages (Turkish:
Yunanistan, Arabic (tulisan Arab Yunan), Hebrew (tulisan Hebrew),
ancient Persian: Yauná, Indian Pali: Yona, Malay and Indonesian:
Yunani) derives from the Greek toponym Ίωνία Iōnia. Norwegian is one
of the few languages apart from Greek in which the name Hellas
predominates.
140
THE HELLENISTIC WORLD
The history of the Greek-speaking world in antiquity may be
divided into three periods: that of the free City States, which was
brought to an end by Philip and Alexander; that of the Macedonian
domination, of which the last remnant was extinguished by the
Roman annexation of Egypt after the death of Cleopatra; and finally
that of the Roman Empire. Of these three periods, the first is
characterized by freedom and disorder, and the second by
subjection and disorder, the third by subjection and order.
The second of these periods is known as the Hellenistic age. In
science and mathematics, the work done during this period is the
best ever achieved by the Greeks. In philosophy, it includes the
foundation of the Epicurean and Stoic schools, and also of
scepticism as a definitely formulated doctrine; it is therefore still
important philosophically, though less so than the period of Plato
and Aristotle. After the third century BC, there is nothing really new
in Greek philosophy until the Neoplatonists in the third century AD.
But meanwhile the Roman world was being prepared for the victory
of Christianity. ...
After Alexander’s death, there was an attempt to preserve the
141
unity of his empire. But of his two sons,
one was an infant and the other was not yet born. Each had
supporters, but in the resultant civil war both were thrust aside. In
the end, his empire was divided between the families of three
generals, of whom, roughly speaking one obtained the European,
one the African, and one the Asiatic parts of Alexander’s
possessions. The European part fell ultimately to Antigonus’s
descendants; Ptolemy, who obtained Egypt, made Alexandria his
capital; Seleucus, who obtained Asia after many wars, was too
busy with campaigns to have a fixed capital, but at later times
Antioch was the chief city of his dynasty. …
From the point of view of Hellenistic culture, the most brilliant
success of the third century BC was the city of Alexandria. Egypt
was less exposed to war than the European and Asiatic parts of the
Macedonian domain, and Alexandria was in extraordinarily
favoured position for commerce. The Ptolemies were patrons of
learning, and attracted to their capital many of the best men of the
age. Mathematics became, and remained until the fall of Rome,
mainly Alexandrian … [from Bertrand Russell, History of Western
142
Philosophy]
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Unsur Dasar Alam
•
•
•
•
•

Menurut Thales dari Miletus (± 624 sM - ± 546 sM) adalah air
Menurut Anaximenes (± 570 sM - ± 500 sM) adalah udara
Menurut Xenophanes (± 570 sM - ± 480 sM) adalah tanah
Menurut Heraklitus (± 540 sM - ± 475 sM) adalah api
Menurut Empedokles (± 490 sM - ± 430 sM) adalah kombinasi
dari air, udara, tanah, dan api

Sifat Dasar Unsur
• panas dan dingin
• kering dan basah
143
THALES OF MILETUS
Thales of Miletus (fl. 6th century BC), philosopher
remembered for his cosmology based on water as the essence
of all matter. According to the Greek thinker Apollodorus, he
was born in 624; the Greek historian Diogenes Laeritus placed
his death in the 58th Olympiad (548-545) at the age of 78.
No writings by Thales survive, and no contemporary
sources exist; thus, his achievement are difficult to assess.
Inclusion of his name in the canon of legendary Seven Wise
Men led to his idealization, and numerous acts and sayings,
many of them no doubt spurious, were attributed to him.
According to Herodotus, Thales was a practical statesman who
advocated the federation of Ionian cities of the Aegian region.
The Greek scholar Callimachus recorded a traditional belief that
Thales advised navigators to steer by the Little Bear (Ursa
Minor) rather than by the Great Bear (Ursa Major), both
prominent constellation in the north.
144
He is also said to have used his knowledge of geometry to
measure the Egyptian pyramids and to calculate the distance from
the shore of ships at sea. Although such stories are probably
apocryphal, they illustrate Thales’ reputation. The Greek writer
Xenophanes claimed that Thales predicted the solar eclipse that
stopped the battle between the Lydian Alyattes and the Median
Cyaxares, evidently on May 48, 585. Modern scholars believe,
however, that he could not possibly have had the knowledge to
predict accurately either the locality or the character of an eclipse.
Thus, his feat was apparently isolated and only approximate;
Herodotus spoke of his foretelling the year only. That the eclipse
was nearly total and occurred during a crucial battle probably
contributed considerably to his exaggerated reputation as an
astronomer.
In geometry Thales has been credited with the discovery of
five theorems: (1) that a circle is bisected by its diameter, (2) that
angles at the base of a triangle having two sides of equal length
are equal, (3) the opposite angles of intersecting straight lines are
equal, (4) that the angle inscribed in a semicircle is a right angle,
and (5) that a triangle is determined if its base and the angles
relative to the base are given. His mathematical achievements are
difficult o assess, however, because of the ancient practice of
crediting particular discoveries to men with a general reputation for
145
wisdom.
The claim that Thales was the founder of a European
philosophy rests primarily on Aristotle, who wrote that Thales was
the first to suggest a single material substratum for the universe—
namely, water, or moisture. Even though Thales as philosopher
renounced mythology, his choice of water as the fundamental
building block of matter had its precedent in tradition. A likely
consideration in this choice was the seeming motion that water
exhibits, as seen in its ability to become vapour; for what changes
or moves itself was thought by the Greeks to be close to life itself.
To Thales the entire universe is a living organism, nourished by
exhalations from water.
Thales’ significance lies in his choice of water as the
essential substance than in his attempt to explain nature by the
simplification of phenomena and in his search for causes within
nature itself rather than in the caprices of anthropomorphic gods.
Like his successors Anaximander and Anaximenes, Thales is
important in bridging the worlds of myth and reason.
146
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Letak Unsur
• Tanah
di tengah alam, benda jatuh karena kembali ke letak asal

• Air
di tepi tanah, air keluar dari tanah melalui mata air karena
kembali ke letak asal

• udara
di tepi air, udara di dalam air bergelembung naik karena kembali
ke letak asal

• api
di tepi udara, dalam bentuk kilat di langit

• Unsur kelima (quintessential)
unsur pembentuk benda langit, unsur sempurna

147
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Sifat Unsur
tanah
air
udara
api

kering dingin
basah dingin
basah panas
kering panas

Benda
Benda merupakan kombinasi dari keempat unsur beserta sifat
mereka

Asumsi
Unsur alam beserta sifatnya ini dijadikan asumsi di dalam
148
pengetahuan kemudian
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
U n s u r d a s a r p e m b e n tu k

q u in t e s s e n t ia l

a la m

d a n

s ifa t m e r e k a

( u n s u r k e lim a )

a p i

( k e r in g

d a n p a n a s )

u d a ra

(b a s a h d a n p a n a s )

a ir

( b a s a h d a n d in g in )

ta n a h

( k e r in g

d a n d in g in )

149
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam
Bentuk Alam
• Menurut Anaximander (± 610 sM - ± 546 sM) dari Miletus
langit berentuk bola serta permukaan bumi melengkung dan
berbentuk silinder dengan sumbu timur-barat
• Menurut Anaximenes dari Miletus, bumi berbentuk meja
bundar (cakram)
• Menurut Pythagoras, bumi berbentuk bola

Alam
• alam terdiri atas substansi dan bentuk

Peta Zaman Kuno
• Timur (orient) terletak di atas
• Membaca peta, perlu mencari letak timur dulu

150
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paham Alam Tunggal (Monisme)
•
•
•
•
•

Realitas alam adalah tunggal walaupun tampak jamak
Tidak ada celah
Tidak terbagi
Tiada gerakan (statis)
Penganut: perguruan Elea yang dipimpin oleh Parmenides

151
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paham Alam Jamak (Pluralisme)
•
•
•
•
•

Realitas alam adalah jamah (banyak)
Ada celah
Terbagi
Ada gerakan (dinamis)
Penganut: Heraklitus dan Empedokles

152
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Perguruan Elea
• Dipimpin oleh Parmenides
• Pengikut terkenal adalah Zeno dari Elea
• Menganut alam tunggal (monisme)

Heraklitus
•
•
•

Mengagumi api yang bergerak dan air yang mengalir
Ucapan terkenal “panta rhei = semua mengalir”
Menganut alam jamak

Empedokles
• Substansi alam terus bergerak, berpadu melalui kasih, dan
153
bercerai melalui benci, berulang-ulang terjadi secara
periodik
PARMENIDES
Parmenides (b. c. 515 BC), Greek philosopher of Elea in
southern Italy who founded Eleaticism, one of the leading perSocratic schools of Greek thought. His general teaching has been
diligently reconstructed from the few surviving fragments of his
principal work, a lengthy three-part verse composition titled On
Nature.
Parmenides held that the multiplicity of existing things, their
changing forms and motion, are but an appearance of a single
eternal reality (“Being”), thus giving rise to the Parmenidian
principle that “all is one.” From this concept of Being, he went on to
say that all claims of change or or bob-Being are illogical. Because
he introduced the method of basing claims about appearances on
a logical concept of Being, he is considered one of the founders of
metaphysics.
Plato’s dialogue the Parmenides deals with his thought. An
English translation of his work was edited by L. Taran (1965).
154
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paradoks Zeno
• Zeno dari Elea (penganut paham alam tunggal) membantah
paham alam jamak melalui empat paradoks
• Paradoks dikotomi
• Paradoks Achilles
• Paradoks panah
• Paradoks stadion

Cara
• Menggunakan paham alam jamak (terbagi) dan menunjukkan
ketidaklogisan
155
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paradoks Dikotomi
• Dari titik A bergerak menuju ke titik B
• Kalau jarak ini terbagi (paham jamak) maka jalan itu dibagi
dua
• Setelah tiba di tengah jalan, sisa jalan dibagi dua lagi
• Setelah mencapai titik tengahnya, sisa jalan dibagi dua lagi
• Demikian seterusnya, sehingga kita tidak mungkin tiba di B

A

B
156
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Paradoks Achilles
• Achilles adalah dewa Yunani yang larinya tercepat; kura-kura
adalah hewan yang jalannya paling lambat
• Achilles ingin menyusul kura-kura yang sudah lebih dahulu
berjalan
• Setiap kali Achilles tiba ke tempat kura-kura, sang kura-kura
sudah maju sedikit
• Demikian seterusnya, sehingga Achilles tidak mungkin
melewati kura-kura
• Bahkan menurut paradoks dikotomi, Achilles tidak mungkin
mencapai tempat kura-kura
Achilles

Kura-kura

157
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam
Teori Atom
• Leucippus dan Democritos muncul dengan teori atom ( a
tomos = tidak terpenggal)
• Menurut mereka segala sesuatu memiliki bagian terkecil
berupa atom
• Segala sesuatu itu meliputi benda dan bukan benda (berbeda
dengan atom unsur di kimia)
• Benda: kayu, batu, air; bukan benda: api, jiwa, perasaan,
pikiran
• Ada atom kasar seperti atom api; ada atom halus (eidola)
seperti atom jiwa (psyche)
• Pemenggalan sesuatu akan terhenti pada atom
• Tampaknya teori atom ini dapat menjawab paradoks Zeno
158
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Perguruan Pythagoras
• Kita mengenal dalil Pythagoras di geometri (sebelum
Pythagoras, dalil ini sudah dikenal)
• Sebenarnya, banyak hal yang dikemukakan oleh Perguruan
Pythagoras, dan kesemuanya berkenaan dengan bilangan

Paham Pythagoras
• Segala sesuatu duduk di atas bilangan dan dapat dinyatakan
dalam bilangan
• Perguruan Pythagoras menemukan berbagai sifat bilangan
• Tugas ahli filsafat, menurut perguruan Pythagoras, adalah
mencari bilangan itu
159
PYTHAGOREAN PHILOSOPHY
Although much of the tradition about Pythagorean
philosophy is confused because of dissensions within the school
and on account of intermixture of later speculation with earlier
doctrine, yet some of the chief principles are quite clear.
Pythagoras’s discoveries in musical theory, such as that the basic
musical harmonies depend on very simple numerical ratios
between the dimensions of the instruments (such as strings, pipes,
disks) producing them, let him interpret the world as a whole
through numbers. The discovery was the basis for the Pythagorean
theory of numbers, of which the systematic study induced the
intense Pythagorean devotion to mathematics and the subsequent
development of this science by Greek scientists. Pythagoras taught
that number is the fundamental part of the world’s framework.
According to his theory that the dominant note of the universe are
proportion, order, and harmony. All three are expressible by
numerical relations. Pythagoreans thus considered that the
universe’s essential character is number, but they went beyond this
by asserting that the world is made of numbers—a doctrine that is
160
the core of Pythagorean
philosophy. In preaching this principle the Pythagoreans both
propounded several semi mystical speculations and discovered
more scientific truths.
On the speculative side occurs the celebrated Pythagorean
table of opposites, derived from their proposition that the universe
is composed of pairs of contradictories. The pairs are 10 in
number: (1) limited and unlimited; (2) odd and even; (3) one and
many; (4) right and left; (5) masculine and feminine; (6) rest and
motion; (7) straight and crooked; (8) light and darkness; (9) good
and evil; (10) square and oblong. Though this theory may not be so
fantastic as it appears, the Pythagorean development of numbers
was quite arbitrary in the following proposition. The number 1 is the
point, 2 is the line, 3 is the plane, 4 is the solid, 5 is physical
qualities, 6 is animation, 7 is intelligence and health, 8 is love,
friendship, wisdom. Identification of different numbers with different
things exemplifies no principle. The Pythagoreans themselves
disagreed on what number should be assigned to what things.
Thus, since justice is that which returns equal for equal, the only
161
numbers which do this are square numbers; thus 4 equals 2 into 2
for equal; thus 4 must be justice. But since 9 is equally square of 3,
9 also can represent justice. Such speculation seems sterile, save
to numerologists.
Among the Pythagorean achievements in science were:
(1) The Pythagorean theorem, reliably reported to have
been discovered by Pythagoras, to whose speculation was owed
also, quite probably, most of the first book of Euclid’s Stoicheaia
(Elements) on geometry.
(2) By 500 BC the earth sphericity was proclaimed by
Pythagoreans, who were among the first, if not the first, to teach it.
(3) Hippasus (fl. 450 BC) discovered incommensurability
and elaborated a theory of proportions applicable to
incommensurables.
(4) By 400 BC the Pythagoreans taught the theory that the
earth, sun, and moon, planets, and fixed stars revolve around a
central fire—a denial of the earlier and later geocentric view of the
universe and an anticipation of Nicolaus Copernicus’ heliocentric
hypothesis announced in 1543. From this theory they 162
developed the doctrine of the music of the spheres, which lasted
into modern times.
(5) Archytas of Tarentum (fl. 360 BC) developed a very
advanced theory of acoustics and founded mechanics.
(6) At an undetermined date Pythagoreans developed the theory
of mathematical “means” and they also invented the theory of
polygonal numbers.
Pythagorean ethics consisted in ascetics practice. Happiness
was the perfection of the soul’s virtue, which was a kind of
harmony. The process of purification of the soul was accomplished
by metemorsychosis, the transmigration of the soul, a theory
imported by Pythagoreans from the Orient and one of their most
characteristic dogmas.

163
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Harmoni
• Pythagoras menemukan bahwa nada dapat dinyatakan
dengan rasio panjang kawat yang menghasilkan nada (1 :
¾ : 2/3 : ½ ) atau (12 : 9 : 8: 6)
• oktaf (diaspason) 12 : 6; fourth (diatessaron) 8 : 6; fifth
(diapente) 12 : 8
• Rasio ini dinamakan harmoni
• Menurut mereka, jarak benda langit ke bumi juga memiliki
rasio harmonis (music of the sphere)
• Menurut mereka, tubuh manusia sehat memiliki tone yang
harmonis; sakit berarti tone tidak harmonis lagi, diobati dengan
tonikum
164
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Arti Bilangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9

=
=
=
=
=
=
=
=
=

titik; penalaran
garis; pendapat
bidang
bentuk ruang; keadilan
kualitas fisik; perkawinan
animasi; semangat
inteligensi; kesehatan
cinta; persahabatan; kearifan
keadilan

Genap Ganjil
• Bilangan genap (artios) tidak disukai karena mudah
165
terbagi/pecah
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Bilangan 10
Bilangan 10 adalah ideal karena 1 + 2 + 3 +4 = 10
Ada 10 pasang lawanan











terbatas lawan tak terbatas
ganjil lawan genap
satu lawan banyak
kanan lawan kiri
lelaki lawan perempuan
diam lawan gerak
lurus lawan bengkok
terang lawan gelap
baik lawan jahat
bujur sangkar lawan lonjong

166
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Bilangan dan Gambar
•
•
•
•
•

Bilangan bulat = bilangan segi tiga
Bilangan ganjil = bilangan bujur sangkar
Bilangan genap = bilangan persegi panjang
Bilangan segi lima
Bilangan kubik

Number and Figure
• Di dalam bahasa Inggris figure dapat diartikan number atau
bilangan; rupanya dari sini

Bilangan Irasional

167

• Bilangan √2, √3 membingungkan perguruan ini karena tidak
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

168
THE SQUARE ROOT OF TWO
The square root of 2, which was the first irrational to be
discovered, was known to the early Pythagoreans, and ingenious
methods of approximating to its value was discovered. The best
was as follows: Form two columns of numbers, which we will call
the a’s and the b’s; each starts with 1. The next a, at each stage, is
formed by adding the last a and b already obtained; the next b is
formed by adding twice the previous a to the previous b. The first 6
pairs so obtained are (1,1), (2,3), (5,7), (12,17), (29,41), (70,99). In
each pair, 2a2−b2 is 1 or −1. Thus b/a is nearly the square root of
two, and at each fresh step it gets nearer. For instance, the reader
may satisfy himself that the square of 99/70 is very nearly equal to
2. [from Bertrand Russell, History of Western Philosophy]
(a, b), (a’, b’), …
a’ = a + b
b’ = 2a +b

π = b/a

169
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
Sifat Bilangan
Bilangan sempurna
 jumlah faktor = bilangan
 mis. 1 + 2 + 3 = 6

1 + 2 + 4 + 7 + 14 = 28

Bilangan berkekurangan
 jumlah faktor < bilangan
 mis. 1 + 2 + 4 < 8

Bilangan berlimpahan
 jumlah faktor > bilangan
 mis. 1 + 2 + 3 + 4 + 6 > 12

Bilangan bersahabat
 jumlah faktor bilangan = bilangan sahabatnya
170
 mis. 1+2+4+5+10+11+20+22+44+55+110=284
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Protagoras
Protagoras (c. 500 sM)
• Menyatakan dirinya sebagai sophist
• Tidak mendirikan perguruan, menerima bayaran dari jasa
mengajar

Ukuran
• Menurut Protagoras, manusia adalah ukuran dari semua
benda, tentang benda yang ada dan tentang benda yang tidak
ada
• Akibatnya, menurut orang yang satu, benda adalah seperti ini,
tetapi menurut orang yang lain, bisa lain lagi

Baik dan benar
• Sesuatu bisa lebih baik tetapi belum tentu lebih 171
benar
Zaman Yunani Kuno
Sokrates
Perguruan
•
•
•

Sokrates adalah guru dari Plato
Plato adalah guru dari Aristoteles
Sokrates, Plato, Aristoteles adalah tiga ahli filsafat yang
terkenal dari zaman Yunani Kuno
• Setelah Aristoteles, Yunani ditaklukkan oleh Alexander, dan
mengalami kemunduran

Kegiatan Sokrates (± 470 sM - 399 sM)
•
•
•
•
•

Memiliki perguruan
Tidak menulis buku; karyanya terdapat di dalam tulisan Plato
Ikut dalam politik sehingga dihukum mati pada tahun 399 sM
Merintis metoda dialog
172
Filsafat moral dan hipotesis
Zaman Yunani Kuno
Plato
Perguruan
• Memberi pelajaran di taman Akademon di pinggir kota
Athena
• Dikenal sebagai Perguruan Akademia (asal usul dari kata
akademik) dari 387 sM sampai 529

Perguruan Akademia
• Akademia tua oleh Plato (387 sM), diteruskan oleh
pengikutnya (dan kemanakan) Speusippus, Xenokrates dari
Khalkedon, Polemon dari Athena, Krates
• Akademia pertengahan diteruskan oleh Arkesilaus (316 241 sM)
• Akademia baru oleh Kameades (214?sM - 129 sM)
• Dibubarkan oleh Kaisar Justinian pada tahun 529173
Zaman Yunani Kuno
Plato
Kegiatan Plato (± 427 sM - ± 347 sM)
• Meninggalkan banyak karya; paling terkenal adalah
“Dialogue”
• Merintis teori bentuk (form, ide) yakni bentuk umum
(universal) dari sesuatu seperti kursi, biru, buku, pohon
• Diduga bahwa bentuk umum ini ada di dalam ide, maka
dikenal juga sebagai ide
• Berkarya juga di bidang epistemologi, logika, etika, hukum,
metoda dialektika (dialog)

Paham tentang Pengetahuan
• Menganut paham tunggal dari Parmenides, terutama
tentang ketidakubahan pengetahuan
• Benda berubah tetapi bentuk tidak berubah; pengetahuan
174
harus melalui bentuk atau ide yang tidak berubah
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Perguruan
• Memberi pelajaran sambil berjalan-jalan (peripatetik) di
taman Lyceum
• Dikenal sebagai Perguruan Lyceum
• Karena mengajar sambil berjalan-jalan, anggota perguruan
ini dikenal sebagai Peripatetik
• Pernah memberi pelajaran kepada anak Raja yang
kemudian menjadi Alexander Agung

Kegiatan Aristoteles (384 sM - 322 sM)
•
•
•

Meninggalkan banyak sekali karya
Merintis logika, terutama silogisme
Merintis kategori: substansi, kuantitas, kualitas, relasi,
175
tempat, waktu, posisi, status, aksi, kepasifan (terkena aksi)
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Kegiatan Ilmiah
• Sebagai anak dokter, ia banyak menelaah alam terutama
biologi dan psikologi
• Tidak sepaham dengan Plato tentang bentuk (ide); Plato
bentuk sebelum materi, Aristotles bentuk di dalam materi

Bidang Karya Aristoteles
• Dari karya yang masih dapat ditemukan, karya Aristoteles
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bidang
• Filsafat teoretik atau spekulatif (teologi, fisik, metafisika,
biopsikologi)
• Filsafat Praktis (etika dan ilmu politik)
• Filsafat Produktif (retorika, estetika, kritik sastra)
176
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Karya Aristoteles
Logika di dalam Organon
 kategori, tentang interpretasi, prior analytics
 posterior analytics, topik, sophistical refutations

Filsafat Alam





tentang langit (meteorologi)
fisika (materi dan bentuk atau form)
tentang unsur (tanah, air, udara, api)
astronomi, geografi, kimia, biologi

Psikologi
 raga dan jiwa (materi dan bentuk)
 pikiran

Metafisika
Etika dan Politik

177
CATEGORY
Category, in logic, a term used to denote the several most
general or highest types of thought forms of entities, or to denote
any distinction such that, if a form or entity belonging to one
category is substituted into a statement in place of one belonging
to another a nonsensical assertion must result.
The term was used by Aristotle to denote a predicate type; i.e.,
the many things that may be said (or predicated) of a given subject
fall into classes—such as quantities, substances, relations, and
states—which Aristotle called categories. To the Greeks, the
clarification of predicate categories helped resolve questions that
seemed to be paradoxes. In the course of a year or so, for
example, Socrates could cease to be taller and come to be shorter
than Alcibiades; so he is not now what he was at an earlier date.
Yet he does not cease to be human being. One may wonder how
he can not be what he used to be (taller) and still be what he used
to be (a human being). The answer is that the categories are
different: a change of relation is not a change of substance.
Though the Stoics, philosophers of ancient Greece, had
recognized only 4 “most generic” notions, Aristotle’s 10 categories
178
were treated throughout the
Middle Ages as though they were definitive. In a commentary on Aristotle’s
Categoriae (Categories), the Neoplatonist Prophyry set the stage for the
entire medieval controversy over universals, or general abstract terms (see
Nominalism), and he thus posed the issues that any theory of categories
must resolve.
In the 18th century Immanuel Kant revived the term category to
designate the different types of judgments or ways in which logical
propositions function. It should thus be clear that, whereas Kant retained
the Aristotelian term “category” and even some of the subterms, such as
“quality,” “quantity,” and “relation,” his distinctions were different from those
of Aristotle. For Aristotle, for example, “quality” referred to such predicates
as “white” or “sweet,” whereas for Kant it designated the distinction
between affirmative and negative.
After Kant, G.W.F Hegel arranged many categories in a dialectical
structure of ascending triads and thus initiated the modern tendency to
regard them as many and as comprising the basic principles of a logical
and/or metaphysical system; thus, for Hegel the categories encompassed
both form and content. Early in the 20th century, Bertrand Russell, faced
with a “contradiction” in the foundations of mathematics, developed the
theory of types, which distinguished different levels of language and held
that the levels should not be intermixed .
Meanwhile, Charles Sanders Peirce, an American logician and
Pragmatist, arguing from Kant’s categories, proposed a
179
reduced list of categories. He defended the view that there can be
three and only three types of predicates: “firstness,” that of “pure
possibility”; “secondness,” that of “actual existence”; and
“thirdness,” that of “real generality.” Clearly, if universals belong to
the category of thirdness, then the Nominalist, who urges that
universals have no existence (the secondness category) is
confusing categories and, by the definition of “category,” is making
a nonsensical statement. Such misjudgments, made famous as
“category-mistakes” by Gilbert Ryle, a mind 20 th-century Oxford
Analytical philosopher, have played an important role in recent
linguistic philosophy, which, with the proliferation of categories, has
applied this critique, with powerful therapeutic effect, to
philosophical discourse.
Stanislaw Lesniewski (1886-1939), a Polish logician, and Rudolf
Carnap
(1891-1970),
a
German-American
semanticist,
distinguished between syntactical categories (dealing with the
interrelations of concepts) and semantical categories (dealing with
concepts and referents). Distinctions akin to those of Aristotle are
thus apt to be described today as semantical, as distinctions
between kinds and modes of significance rather than kinds of
linguistic expressions or of things or happenings. P.F. Strawson,
180
another Oxford philosopher, discussed the implications of category
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Metoda Induksi dan Deduksi
•
•
•

Dari Aristoteles
Induksi: dari observasi ke penjelasan (teori)
Deduksi: dari teori ke konklusi sesuatu

Sebab
•
•
•
•

Ada material cause (bahan pembuat)
Ada formal cause (bentuk buatan)
Ada efficient cause (pengerjaan pembuatan)
Ada final cause (niatan pembuatan)

181
CAUSE
Cause, in the philosophy of Aristotle, is a special generic term
referring to the four principles through which one arrives at
knowledge of any entity. In distinguishing between the material,
formal, efficient, and final causes of a substance, Aristotle
attempted to take into account everything necessary to produce it.
Background. The theories of the pre-Socratic philosophers
postulated the elements from which all things were formed: earth,
air, fire, and water. This view corresponds somewhat to Aristotle’s
concept of a material cause; however, it was too limited to account
for an ordered cosmos and its intelligibility.
Plato’s concept of the causes of things in part resembles
Aristotle’s formal cause. Plato made the mistake of treating the
essences of entities (the Platonic Forms or Ideas) as though they
were substances in their own right.
The Four Causes. Aristotle found unacceptable Plato’s view that
the essence of entities reside in a separate realm of Forms. He
attempted to describe the existence of all things in terms of the
things themselves, without postulating a special metaphysical
realm. According to Aristotelian analysis, all material things
182
(sensible substances) are composed of matter and form. Matter, or
of which a thing is made—brick is the material cause of a house. It
is important to note here that “matter” is a relative term for Aristotle;
by it he means the materials of a thing relative to the structure that
holds them together. Thus, the elements are the material cause of
organs; tissues are the material cause of the living body.
The form of an entity, either its “shape” or its structural plan, is
its formal cause. The blueprint, or the actual structure of a house,
are the formal causes of the house. The formal and material
causes are generally inseparable for Aristotle—each requires the
other.
Although each individual entity is a composite of matter and
form, these two categories do not sufficiently account for why
things are what they are. There must be an agent or force that
imposes the form on the matter. That something is Aristotle’s
sufficient cause, the vis a tergo, or “push from behind.” The builder
of a house (or the builder in the act of building) is the efficient
cause of the house. This cause most closely corresponds to the
ordinary meaning of “cause” today.
183
Just as the “push from behind” pushes the substance
to change in a specific direction, that direction is predetermined by
the vis a fronte, or “pull from the front”: the entelechy, or final
cause. This cause is the end, purpose, or goal at which the
process of change aims and terminates. The final cause of a house
might be “being comfortable to live in.”
Present-Day Implications. The Aristotelian account of causation
is not generally used in modern analysis of cause, which is
interested in clarifying statements concerning cause in ordinary
and scientific discourse. However, the subject of final causes
(teleological explanation) is still vigorously discussed, particularly in
the life and social sciences.

184
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles
Aristoteles tentang Alam
• Alam di bawah bulan (sublunar) terdiri atas tanah (berat), air,
udara, dan api (ringan). Alam di atas bulan terbuat dari unsur
kelima (quintessential) yang sempurna
• Gerakan di bawah bulan adalah lurus; gerakan di atas bulan
adalah melingkar
• Penggerak di alam adalah benda langit dan angin serta hewan
dan manusia
• Pertumbuhan terjadi karena adalah prinsip internal yang
merupakan potensi
• Tidak mungkin ada hampa
• Pandangan Aristoteles diadopsi oleh katedral sehingga sukar
dibantah. Ketika dibantah oleh ilmuwan zaman kebangkitan,
185
terjadi kontradiksi
Zaman Yunani Kuno
Pasca-Aristoteles
 Zaman Pasca-Arsitoteles
• Yunani Kuno dikuasai oleh Alexander Agung dan mengalami
kemunduran, serta terus mundur pada masa pascaAlexander Agung
• Ada empat paham dogmatis pada zaman itu, Stoik,
Epikurus, Skeptik, Cynics

Paham Stoik
• Dasar kebahagiaan adalah hidup dalam kecocokan dengan
diri sendiri (kemudian dengan alam)
• Kebaikan sejati adalah kebajikan dan bukan harta; dasar
kebajikan adalah kontrol diri

Paham Epikurus

186
Zaman Yunani Kuno
Pengetahuan Matematika dan Alam
Matematika
• Matematika cukup maju melalui tokoh seperti Euclides,
Eratosthenes, Pythagoras, Apollonius

Pengobatan
• Tokoh terkenal di bidang pengobatan mencakup Hippocrates,
Galen (zaman Romawi)

Fisika
• Tokoh terkenal di bidang fisika mencakup Archimedes (gaya
timbul, pengungkit, katrol)

Atronomi

187
Zaman Yunani Kuno
Pendidikan
Pendidikan Sophist
• Pendidikan tinggi (belum ada universsitas) berlangsung tanpa
perguruan dengan para sophist sebagai guru

Perguruan Philosopher
• Para philosopher seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles
sebagai guru; mereka membentuk perguruan

Pendidikan Anak
• Anak belajar pada waktu senggang
• Dalam bahasa Yunani, waktu senggang adalah “skhole,” dan
daripadanya lahir kata sekolah
• Guru adalah paidagogos yakni budak tua yang sudah
berpengalaman dan dipercaya
188
Zaman Romawi
Abad ke-1 sM - Abad ke-5
Karateristik Zaman
• Romawi menjadi besar pada abad ke-1 sM dengan
menaklukkan Yunani, Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara
• Tokoh terkenal: Julius Ceaser, Augustus Ceaser
• Lebih tertarik kepada peperangan, memerintah, hukum,
daripada kepada filsafat
• Membiarkan filsafat diteruskan oleh orang Yunani, sehingga
perguruan Akademia dapat terus hidup
• Mula-mula bukan nasrani, tetapi kemudian menjadi nasrani
(di mulai dari Romawi Timur)
• Dengan alasan bukan nasrani, Perguruan Akademia ditutup
oleh Kaisar Justinian pada tahun 529
189
Zaman Romawi
Abad ke-1 sM - Abad ke-5
Runtuhnya Romawi
• Romawi diserang oleh Goth dari Utara serta oleh Vandals
• Pada akhir abad ke-4, Romawi pecah menjadi Romawi Barat
(di Roma) dan Romawi Timur (di Konstantinopel)
• Romawi Barat runtuh pada abad ke-5
• Romawi Timur dapat bertahan sampai tahun 1475 namun
mereka lebih dikenal sebagai Byzantium daripada sebagai
Romawi
• Di sini, Zaman Romawi diakhiri dengan runtuhnya Romawi
Barat
• Dengan demikian, Zaman Romawi adalah dari abad ke-1 sM
sampai abad ke-5
190
Zaman Romawi
Filsafat dan Ilmu
Filsafat
•
•
•

Diteruskan oleh orang Yunani
Mereka meneruskan filsafat dari zaman Yunani Kuno
Mereka dikenal sebagai Neo-Pythagoras, Neo-Plato, NeoAristoteles

Astronomi
• Pada waktu itu, Claudius Ptolemaeus mengemukakan paham
geosentris (benda langit beredar mengelilingi bumi)
• Asumsi ini cocok dengan anggapan bahwa manusia adalah
pusat alam dan dianut oleh katedral (gereja)
• Asumsi ini bertahan sampai Zaman Kebangkitan
191
Zaman Romawi
Filsafat dan Ilmu
Kalender
• Julius Ceaser menugaskan Sosigenes menstandarkan
kalender
• Sebelum menggunakan kalender baru, tahun terakhir
berlangsung selama 445 hari
• Kalender ini yang kita gunakan sekarang (pada abad ke-15
dikoreksi oleh Paus Gregorius) dengan mengurangi tiga hari
pada setiap empat abad; ketika diterapkan, terjadi lompatan
10 hari

Ilmu
• Sebagian ilmu diteruskan oleh orang Yunani dan sebagian
lagi oleh orang Romawi
• Tokoh terkenal pada waktu itu: Ptolemaeus (astronomi),
Sosigenes (astronomi), Galen, Celsus (medik), Vitruvius
192
(arsitek), Diophantus, Pappus, Hypatia (matematika)
Zaman Romawi
Karya
Karya Zaman Romawi
• Banyak karya peninggalan zaman ini
• Karya arsitektur melalui bangunan besar yang reruntuhannya
masih tampak sampai sekarang
• Karya di bidang jalan untuk transportasi yang menghubungkan
banyak daerah
• Karya akuadak di bidang penyaluran air ke kota Roma
• Karya di bidang bahan (logam dan nonlogam)

Kegiatan di Luar Ilmu
• Astrologi
• Alkemi
• Tenung dan witchcraft

193
Zaman Romawi
Alkemi
Kemunculan
• Berkembang sekitar tahun 100 di Alexandria, Mesir
• Gabungan dari beberapa sumber
 Filsafat Yunani Kuno
 Tukang Mesir
 Astrologi Mesopotamia

Filsafat Yunani Kuno
• Semua bahan terbuat dari kombinasi panas, dingin, kering,
dan basah
• Kombinasi ini membentuk tanah (kering dingin), air (basah
dingin), udara (basah panas) dan api (kering panas)
194
• Benda lain terdiri atas kombinasi mereka
Zaman Romawi
Alkemi
Pertukangan Mesir
•
•
•

Mereka mahir di dalam pembuatan logam dan bahan warna
Mengetahui bahwa bahan dapat berubah
Bahan yang sempurna dan langka adalah emas

Astrologi Mesopotamia
• Logam berkaitan dengan planet (makrokosmos)
• Planet berkaitan dengan kehidupan manusia (mikrokosmos),
hewan, dan tumbuhan yang bisa lahir, tumbuh, sakit, dan
mati
• Logam dapat lahir, tumbuh, sakit, dan mati
• Karena itu, logam dapat disempurnakan
195
• Emas adalah logam sempurna
Zaman Romawi
Alkemi
Kegiatan Alkemi
• Meramu berbagai bahan dengan harapan menghasilkan
emas dari bahan murah
• Membuat catatan yang dirahasiakan (emas tidak akan
berharga lagi kalau rahasia membuatnya dari bahan murah
diketahui orang lain)

Eksoterik dan Esoterik
• Pada abad keempat, alkemi pecah menjadi kelompok
eksoterik dan esoterik
• Eksoterik terus meramu bahan di laboratorium mereka
• Esoterik hanya menuliskannya dengan sandi rahasia
• Eksoterik melemah dan esoterik menguat sehingga alkemi
penuh dengan mistik
196
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10
Karakteristik Zaman
• Berlangsung setelah keruntuhan Romawi (Barat) pada abad
ke-5 karena serangan Goth dan Vandal
• Penyerangan Goth dan Vandal berlangsung secara
barbarisme
• Terjadi kemunduran di bidang ekonomi dan demofrafi
• Terlalu sedikit dokumen yang ditemukan (survive) untuk
menceriterakan keadaan pada waktu itu, sehingga muncul
istilah Zaman Gelap (Dark Ages)
• Pada zaman itu, Arab bangkit dan memiliki pusat
kecendekiaan di Baghdad (Sultan Harun Al-Rasyid) dan di
Cordoba (Spanyol)
197
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab
Sultan Harun Al-Rasyid
• Mula-mula penguasa adalah kalifat Umayyad dan kemudian
diganti oleh Kalifat Abbasid
• Kalifat Abbasid memindahkan pusat pemerintahan dari
Damaskus ke Baghdad
• Kalifat Abbasid mencapai puncaknya pada Sultan Harun AlRasyid yang mengumpulkan para cendekiawan
• Para cendekiawan ini mempelajari ajaran Plato dan Aristitoles
serta ajaran dari India dan Cina

Setelah Sultan Harun Al-Rasyid
• Kekuasaan kalifat terpecah-pecah
• Setelah abad ke-12, tidak lagi muncul cendekiawan penerus
198
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab
Cendekiawan Arab
•
•
•

Arab bangkit setelah bangkitnya Islam pada abad ke-7
Cendekiawan ini berpusat di Baghdad dan di Cordoba
Mereka menerjemahkan karya Yunani Kuno ke dalam bahasa
Arab
• Mereka juga menyerap kebudayaan dari India dan dari Cina
• Terjemahan ini menyebabkan banyak karya Yunani Kuno
tidak sampai hilang
• Setelah Zaman Gelap, terjemahan bahasa Arab ini
diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Latin oleh cendekiawan
Eropa
199
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab
Cendekiawan di Bidang Filsafat
Al-Kindi ( - 867)
Ar-Razi (± 865 - 925)
Al-Farabi (± 870 - 950)
Ibn-Sina (980 - 1037)
Al-Ghazali (1058 - 1111) Teologi
Ibn-Rushdi (1126 - 1198) Teologi

Cendekiawan di Bidang Ilmu
Ibn-Hayyam
Al-Khwarizmi
Al-Razi
Al-Battani
Ibn-Sani

: alkemi, kimia
: aljabar
: pengobatan
: astronomi
: fisika, pengobatan

200
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10
Akhir Cendekiawan Arab
• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang
(tidak ada penerus)

Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari
Cina (dari Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya
esoterik dan eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda
alkali)

Zaman Pertengahan

201
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10
Akhir Cendekiawan Arab

• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang (tidak ada
penerus)

Alkemi

• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari Cina
(dari Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya esoterik
dan eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda alkali)

Zaman Pertengahan

• Zaman Gelap disusul oleh Zaman Pertengahan (Medieval) pada
abad ke-10

202
Zaman Pertengahan
Abad ke-10 sampai Abad ke-15
Karakteristik Zaman
• Kehidupan di Eropa relatif lebih tenang
• Kegairahan belajar mulai bangkit lagi. Mulai ada pendidikan di luar
katedral
• Karya Yunani dan Arab diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa
Latin terutama oleh orang Yahudi
• Perhatian kepada filsafat tararah ke metafisika dan bahkan
diperdebatkan
• Filsafat digunakan untuk menjustifikasi agama
• Universitas dengan istilah universitas mulai muncul pada zaman ini
• Metoda induktif mulai digunakan di dalam pencarian pengetahuan

203
Zaman Pertengahan
Filsafat Metafisika
Aliran Filsafat
• Sejak zaman Yunani Kuno sudah ada perbedaan aliran di bidang
metafisika
• Pada zaman pertengahan, setiap aliran mengemukakan argumentasi
masing-masing
• Ada yang berpegang kepada Plato serta ada yang berpegang kepada
Aristoteles

Perdebatan
• Ada kalanya, aliran berbeda saling berdebat
• Argumentasi cukup marak pada abad ke-12 sampai ke-14; Universitas
juga mempelajari esensi universal pada filsafat
• Dari zaman ke zaman terjadi pergeseran anutan dari satu aliran ke aliran
lainnya

204
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Studium
• Bermunculan studium yakni tempat orang mempelajari bidang
pengetahuan tertentu di bawah pengajar
• Ada tiga studium yang sangat terkenal yakni studium di Salerno
(medik), Bologna (hukum dan teologi), dan Paris (seni dan
teologi); semacam program studi sekarang

Studium Generale
• Studium generale adalah studium yang terbuka untuk semua
pelajar (dari berbagai negeri)
• Jadi generale di sini berarti terbuka untuk semua jenis pelajar
• Biasanya studium yang terkenal berbentuk studium generale
205
Zaman Pertengahan
Studium dan Uunivesitas
Docendi, Doctor, Magister
• Pengajaran di studium dilakukan melalui docendi (menggurui)
• Kemudian pengajar dibekali lisensi mengajar oleh katedral atau
kaisar berupa licentiae docendi dan ius ubique docendi (berhak
mengajar di mana-mana)
• Pelaksana docendi adalah doctor sehingga arti doctor adalah
pemberi docendi atau guru
• Pengajar juga dikenal sebagai magister yang artinya juga guru
• Doctor dan magister adalah sejajar. Ada jenis studium yang
menggunakan istilah doctor dan ada yang menggunakan istilah
magister

206
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU
FILSAFAT ILMU

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

PPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdfPPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
PPT KEBENARAN ILMIAH.pdf
 
Rasionalisme klasik dan modern
Rasionalisme klasik dan modernRasionalisme klasik dan modern
Rasionalisme klasik dan modern
 
Definisi Filsafat Ilmu
Definisi Filsafat IlmuDefinisi Filsafat Ilmu
Definisi Filsafat Ilmu
 
Soal soal filsafat
Soal soal filsafatSoal soal filsafat
Soal soal filsafat
 
ontologi
ontologiontologi
ontologi
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Presentasi ontologi
Presentasi ontologiPresentasi ontologi
Presentasi ontologi
 
Filsafat ilmu lengkap
Filsafat ilmu lengkapFilsafat ilmu lengkap
Filsafat ilmu lengkap
 
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
Makalah Filsafat (Realisme Aristoteles)
 
Pengantar Filsafat Ilmu
Pengantar Filsafat IlmuPengantar Filsafat Ilmu
Pengantar Filsafat Ilmu
 
Pengantar filsafat
Pengantar filsafatPengantar filsafat
Pengantar filsafat
 
Filsafat Moderen
Filsafat Moderen Filsafat Moderen
Filsafat Moderen
 
PENGANTAR FILSAFAT UMUM SMT 4.ppt
PENGANTAR FILSAFAT UMUM SMT 4.pptPENGANTAR FILSAFAT UMUM SMT 4.ppt
PENGANTAR FILSAFAT UMUM SMT 4.ppt
 
Contoh soal filsafat ilmu
Contoh soal filsafat ilmuContoh soal filsafat ilmu
Contoh soal filsafat ilmu
 
Struktur Ilmu
Struktur IlmuStruktur Ilmu
Struktur Ilmu
 
Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu
Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat IlmuMakalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu
Makalah Metafisik, Asumsi dan Peluang dalam Filsafat Ilmu
 
MATERI 1 - Pengantar Filsafat Ilmu
MATERI 1 - Pengantar Filsafat IlmuMATERI 1 - Pengantar Filsafat Ilmu
MATERI 1 - Pengantar Filsafat Ilmu
 
Mata kuliah filsafat ilmu
Mata kuliah filsafat ilmuMata kuliah filsafat ilmu
Mata kuliah filsafat ilmu
 
Filsafat Ilmu : Ontologi
Filsafat Ilmu : OntologiFilsafat Ilmu : Ontologi
Filsafat Ilmu : Ontologi
 
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
 

Viewers also liked

Powerpoint filsafat 10
Powerpoint filsafat 10Powerpoint filsafat 10
Powerpoint filsafat 10Lukman Hakkim
 
hubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafathubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafatrizkieriyanto
 
Filsafat dan ilmu pengetahuan
Filsafat dan ilmu pengetahuanFilsafat dan ilmu pengetahuan
Filsafat dan ilmu pengetahuanYeasy Agustina
 
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuanFilsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuanIthaa Napashaa Part II
 
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuanObyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuanOperator Warnet Vast Raha
 
TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW
TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW
TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW Djoko Adi Walujo
 
Jurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmuJurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmuIbnu Fajar
 
Wawasan nusantara
Wawasan nusantaraWawasan nusantara
Wawasan nusantaraAtik M
 
Mazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologiMazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologiNurul Fahmi
 
Pedoman Umum Pendidikan UNPAD
Pedoman Umum Pendidikan UNPADPedoman Umum Pendidikan UNPAD
Pedoman Umum Pendidikan UNPADDian Herdiana
 
Kognisi: Sensasi, Persepsi, dan Kesadaran
Kognisi: Sensasi, Persepsi, dan KesadaranKognisi: Sensasi, Persepsi, dan Kesadaran
Kognisi: Sensasi, Persepsi, dan KesadaranMuhammad Akhyar
 
Tokoh peletak dasar ilmu sosial power point
Tokoh peletak dasar ilmu sosial power pointTokoh peletak dasar ilmu sosial power point
Tokoh peletak dasar ilmu sosial power pointkhoirulfahrudin88
 

Viewers also liked (20)

Presentasi filsafat ilmu
Presentasi filsafat ilmuPresentasi filsafat ilmu
Presentasi filsafat ilmu
 
Powerpoint filsafat 10
Powerpoint filsafat 10Powerpoint filsafat 10
Powerpoint filsafat 10
 
Filsafat ilmu [full pos]
Filsafat ilmu [full   pos]Filsafat ilmu [full   pos]
Filsafat ilmu [full pos]
 
Filsafat ilmu 2
Filsafat ilmu 2Filsafat ilmu 2
Filsafat ilmu 2
 
hubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafathubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafat
 
Filsafat dan ilmu pengetahuan
Filsafat dan ilmu pengetahuanFilsafat dan ilmu pengetahuan
Filsafat dan ilmu pengetahuan
 
MATERI 2 - Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
MATERI 2 - Sejarah Perkembangan Ilmu PengetahuanMATERI 2 - Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
MATERI 2 - Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
 
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuanFilsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
Filsafat sebagai landasan ilmu pengetahuan
 
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuanObyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
Obyek material dan obyek formal ilmu pengetahuan
 
TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW
TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW
TEORI KEBENARAN FILSAFAT ILMU DJOKO AW
 
Jurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmuJurnal filsafat ilmu
Jurnal filsafat ilmu
 
Falsafah Ilmu : Ulasan Jurnal
Falsafah Ilmu : Ulasan JurnalFalsafah Ilmu : Ulasan Jurnal
Falsafah Ilmu : Ulasan Jurnal
 
Filsafat Ilmu
Filsafat IlmuFilsafat Ilmu
Filsafat Ilmu
 
Wawasan nusantara
Wawasan nusantaraWawasan nusantara
Wawasan nusantara
 
Mazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologiMazhab mazhab antropologi
Mazhab mazhab antropologi
 
Pedoman Umum Pendidikan UNPAD
Pedoman Umum Pendidikan UNPADPedoman Umum Pendidikan UNPAD
Pedoman Umum Pendidikan UNPAD
 
Sistem budaya indonesia
Sistem budaya indonesiaSistem budaya indonesia
Sistem budaya indonesia
 
Kognisi: Sensasi, Persepsi, dan Kesadaran
Kognisi: Sensasi, Persepsi, dan KesadaranKognisi: Sensasi, Persepsi, dan Kesadaran
Kognisi: Sensasi, Persepsi, dan Kesadaran
 
Konsep Dasar Sosial
Konsep Dasar SosialKonsep Dasar Sosial
Konsep Dasar Sosial
 
Tokoh peletak dasar ilmu sosial power point
Tokoh peletak dasar ilmu sosial power pointTokoh peletak dasar ilmu sosial power point
Tokoh peletak dasar ilmu sosial power point
 

Similar to FILSAFAT ILMU

Makna Filsafat Ilmu.ppt
Makna Filsafat Ilmu.pptMakna Filsafat Ilmu.ppt
Makna Filsafat Ilmu.pptArindaSasmitaR
 
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.pptmata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.pptALAZHARTANJUNGBUMI
 
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)NENENGFITRIA
 
materi_filsafat_ilmu_ppt.ppt
materi_filsafat_ilmu_ppt.pptmateri_filsafat_ilmu_ppt.ppt
materi_filsafat_ilmu_ppt.pptirwansyafathir1
 
filsafat-ilmu-manajemen.pptx
filsafat-ilmu-manajemen.pptxfilsafat-ilmu-manajemen.pptx
filsafat-ilmu-manajemen.pptxRanggaWisanggara1
 
Filsafat-ilmu1.ppt
Filsafat-ilmu1.pptFilsafat-ilmu1.ppt
Filsafat-ilmu1.pptansusaPutra1
 
Makalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanMakalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanTjoetnyak Izzatie
 
[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf
[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf
[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdffreddypardede3
 
Filsafat dan ilmu
Filsafat dan  ilmuFilsafat dan  ilmu
Filsafat dan ilmuifa lutfita
 
TUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMUTUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMUSeptiTirta
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanvian rahayu
 
Makalah filsafat
Makalah filsafat Makalah filsafat
Makalah filsafat AnggiChaca
 
Kelompok 6 Filsafat Ilmu Full Materi
Kelompok 6 Filsafat Ilmu Full MateriKelompok 6 Filsafat Ilmu Full Materi
Kelompok 6 Filsafat Ilmu Full MateriDimasBimaAndika
 
PENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.ppt
PENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.pptPENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.ppt
PENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.pptheri146962
 

Similar to FILSAFAT ILMU (20)

Makna Filsafat Ilmu.ppt
Makna Filsafat Ilmu.pptMakna Filsafat Ilmu.ppt
Makna Filsafat Ilmu.ppt
 
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.pptmata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
 
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.pptmata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
mata-kuliah-filsafat-ilmu1.ppt
 
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
Mata kuliah-filsafat-ilmu1 (1)
 
materi_filsafat_ilmu_ppt.ppt
materi_filsafat_ilmu_ppt.pptmateri_filsafat_ilmu_ppt.ppt
materi_filsafat_ilmu_ppt.ppt
 
filsafat-ilmu-manajemen.pptx
filsafat-ilmu-manajemen.pptxfilsafat-ilmu-manajemen.pptx
filsafat-ilmu-manajemen.pptx
 
Filsafat-ilmu1.ppt
Filsafat-ilmu1.pptFilsafat-ilmu1.ppt
Filsafat-ilmu1.ppt
 
Makalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanMakalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikan
 
[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf
[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf
[Slide] Bab Pertama Filsafat - Agung Suharyanto.pdf
 
Filsafat dan ilmu
Filsafat dan  ilmuFilsafat dan  ilmu
Filsafat dan ilmu
 
TUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMUTUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMU
 
Pengertian filsafat
Pengertian filsafatPengertian filsafat
Pengertian filsafat
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan
 
Makalah filsafat
Makalah filsafat Makalah filsafat
Makalah filsafat
 
Kurnali Filsafat ilmu
Kurnali Filsafat ilmu Kurnali Filsafat ilmu
Kurnali Filsafat ilmu
 
Kelompok 6 Filsafat Ilmu Full Materi
Kelompok 6 Filsafat Ilmu Full MateriKelompok 6 Filsafat Ilmu Full Materi
Kelompok 6 Filsafat Ilmu Full Materi
 
PERTEMUAN KE-2.ppt
PERTEMUAN KE-2.pptPERTEMUAN KE-2.ppt
PERTEMUAN KE-2.ppt
 
Filsafat islam
Filsafat islamFilsafat islam
Filsafat islam
 
PENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.ppt
PENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.pptPENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.ppt
PENGANTAR_FILSAFAT_UMUM.ppt
 
Filsafat 3
Filsafat 3Filsafat 3
Filsafat 3
 

More from Mu'amar ad darory

Relasi keberadaan waria dengan masyarakat
Relasi keberadaan waria dengan masyarakatRelasi keberadaan waria dengan masyarakat
Relasi keberadaan waria dengan masyarakatMu'amar ad darory
 
Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)
Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)
Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)Mu'amar ad darory
 
Kuliah #1 ; concept map op pak iswandi
Kuliah #1 ; concept map op pak iswandiKuliah #1 ; concept map op pak iswandi
Kuliah #1 ; concept map op pak iswandiMu'amar ad darory
 
Kuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandi
Kuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandiKuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandi
Kuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandiMu'amar ad darory
 
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandi
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandiKuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandi
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandiMu'amar ad darory
 
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga Mu'amar ad darory
 
Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)
Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)
Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)Mu'amar ad darory
 
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)Mu'amar ad darory
 
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)Mu'amar ad darory
 
Materi sejarah kebudayaan islam
Materi sejarah kebudayaan islamMateri sejarah kebudayaan islam
Materi sejarah kebudayaan islamMu'amar ad darory
 
tauhid Mencoba berbicara tentang iman
tauhid Mencoba berbicara tentang imantauhid Mencoba berbicara tentang iman
tauhid Mencoba berbicara tentang imanMu'amar ad darory
 

More from Mu'amar ad darory (16)

Relasi keberadaan waria dengan masyarakat
Relasi keberadaan waria dengan masyarakatRelasi keberadaan waria dengan masyarakat
Relasi keberadaan waria dengan masyarakat
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Ragam bahasa gaul
Ragam bahasa gaulRagam bahasa gaul
Ragam bahasa gaul
 
Bab 6 husni (1)
Bab 6 husni (1)Bab 6 husni (1)
Bab 6 husni (1)
 
Bab 3 a
Bab 3 aBab 3 a
Bab 3 a
 
Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)
Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)
Filsafat fkm-2-sejarah-filsafat (1)
 
Kuliah #1 ; concept map op pak iswandi
Kuliah #1 ; concept map op pak iswandiKuliah #1 ; concept map op pak iswandi
Kuliah #1 ; concept map op pak iswandi
 
Kuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandi
Kuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandiKuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandi
Kuliah #2 ; pengertian dan defenisi manajemen pak iswandi
 
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandi
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandiKuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandi
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial pak iswandi
 
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen dosen uin sunan kalijaga
 
Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)
Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)
Kuliah #4 ; manajemen dan manejer (pak iswandi)
 
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)
Kuliah #3 ; perkembangan teori manajemen (pak iswandi)
 
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)
Kuliah #5 ; perencanaan manajerial (pak iswandi)
 
Materi sejarah kebudayaan islam
Materi sejarah kebudayaan islamMateri sejarah kebudayaan islam
Materi sejarah kebudayaan islam
 
Teologi islam klasik
Teologi islam klasikTeologi islam klasik
Teologi islam klasik
 
tauhid Mencoba berbicara tentang iman
tauhid Mencoba berbicara tentang imantauhid Mencoba berbicara tentang iman
tauhid Mencoba berbicara tentang iman
 

FILSAFAT ILMU

  • 2. MENGAPA HARUS BELAJAR FILSAFAT?  Untuk mengetahui sejak kapan munculnya ilmu pengetahuan  Agar mampu berpikir sistematis, kritis untuk memperoleh kebenaran. 2
  • 3. PENGERTIAN FILSAFAT 1. Dari sisi kebahasaan  Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Philo=cinta Sophia= kebijaksanaan/kebenaran. Jadi philosophia adalah orang yang mencintai kebenaran, sehingga berupaya memperoleh dan memilikinya. 3
  • 4. lanjutan  Kata philosophia ditransformasikan ke berbagai bahasa. Dalam bahsa arab disebut falsafah. Dalam bahsa Indonesia disebut falsafat/filsafat. Dalam bahsa Belanda dan Jerman disebut Philosophie. 4
  • 5. lanjutan Dari sisi filsafat sebagai ilmu  Plato, fisuf besar Yunani mengatakan, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mencapai kebenaran yang asli, karena kebenaran mutlak di tangan Tuhan. Atau dengan singkat dikatakan pengetahuan tentang segala yang ada. 5
  • 6. lanjutan  Aristoteles, murid Plato mengatakan, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu matafisika, logika, retorika, politik, sosial budaya dan estetika. 6
  • 7.  Alfarabi, Filsuf besar muslim dengan gelar Aristoteles ke 2, mengatakan Filsafat adalah pengetahuann tentang yang ada menurut hakikatnya yang sebenarnya. 7
  • 8. lanjutan  Immanuel Kant, Filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa, mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan: 8
  • 9. lanjutan 1. apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika 2. apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika 3. apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi. 4. sampai dimana harapan kita, dijawab oleh agama. 9
  • 10. lanjutan  Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat melahirkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dicapai manusia. 10
  • 11. lanjutan 3. Filsafat dari sisi benda  Titus dkk, mengajukan dua pengertian filsafat. - filsafat adalah sekumpulan problemproblem yang langsung dan mendapat perhatian dari manusia yang dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat. 11
  • 12. lanjutan Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhapadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. 12
  • 13. lanjutan 4. Filsafat sebagai suatu aktifitas  Filsafat adalah sebagai suatu proses berpikir untuk memperoleh jawaban-jawaban dari berbagai problem.  Titus dkk, memberikan 3 pengertian filsafat sbg aktifitas: - Filsafat adlah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan diri dari sikap yang sangat kita junjung tinggi. 13
  • 14. lanjutan - Filsafat adalah sebagai analisi logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. - Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh gambaran keseluruhan 14
  • 15. BERDASARKAN KONSEP DAN TEORI TERSEBUT PROSES BERFILSAFAT TERSEBUT MELALUI EMPAT TAHAP 1. LOGIS, yaitu berpikir dengan menggunakan logika (undang-undang berpikir) yaitu melalui tiga tahap; pemahaman, keputusan dan argumentasi contoh;: - Alam berubah-ubah (premis minor) - Setiap berubah-ubah baru (premis mayor) - Alam baru (simpulan) 15
  • 16. lanjutan 2. SISTEMATIS, yaitu berpikir melalui alur yang sistemik sehingga ditemukan adanya koheren (saling runtut), diantara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. 3. RADIKAL, berpikir sampai kepada akar masalah. 4. UNIVERSAL, berpikir secara umum bukan khusus. Disini perbedaannya ilmu berpikir secara khusus, filsafat berpikir secara umum. 16
  • 17. SEJARAH TIMBULNYA FILSAFAT  KAPAN MUNCULNYA FILSAFAT? Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak adanya pembicaraan manusia. Maka sejarah lahirnya filsafat dimana-mana Yunani, India, Persia. Karena filsafat memiliki kualifikasi tertentu, maka lahirnya filsafat diidentikan dengan Yunani. Hal ini sesuai dengan karakter orang yunani ialah Rasional 17
  • 18. APA YANG MENYEBABKAN LAHIRNYA FILSAFAT? 1. PERTENTANGAN ANTARA MITOS DAN LOGOS Dikalangan masyarakat Yunani dikenal adanya mitos, sebagai suatu keyakinan lama yang berkembang dengan pesat misalnya mite kosmologi yang melukiskan kejadian alam. Lama-lama mitos hilang dikalahkan oleh logos, maka logos penyebab pertama lahirnya filsafat. 18
  • 19. lanjutan 2. RASA INGIN TAHU Karena mite hanya bersifat dongeng belaka, maka orang mulai berpikir rasional, untuk mencari jawabanjawaban yang logis. Keingintahuan terhadap alam semesta, keingintahuan terhadap penciptanya dsb. 19
  • 20. lanjutan 3. RASA KAGUM Menurut Plato, filsafat lahir adanya kekaguman manusia tentang dunia dan lingkungannya. Para filsuf atas kekagumannya mencoba merumuskan asal mula alam semesta. Thales bapak filsafat Yunani, mengatakan alam semesta berasal dari air. 20
  • 21. lanjutan  Anaximandros, alam berasal dari apairon (api)  Democrios, alam berasal dari atom  Empedokles, alam berasal dari empat unsur; air, api, angin, tanah. 4. PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN Faktor lain yang menyebakan lahirnya filsafat adalah kesusastraan. 21
  • 22. KARAKTERISTIK FILSAFAT 1. SKEPTISIS Skeptisis adalah keraguan terhadap suatu kebenaran sebelum mendapat argumen yang kuat terhadap kebenaran tersebut. Dikelompokan; -bersifat Gradasi , dari ragu ke yakin -bersifat degradasi, dari yakin ke ragu -bertahan sophisme, terus menurus ragu. 22
  • 23. Lanjutan  Sifat gradasi diungkapkan oleh RENE DECARTES Filsuf Prancis cagito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) 2.KOMUNALISME Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi, dan keyakinan. Misalnya hasil pemikiran Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia Afrika dsb. 23
  • 24. lanjutan 3. DISENTERESTEDNESS YANG BERASAL DARI KATA INTEREST, yaitu suatu kegiatan filsafat yang tidak dimotivasi untuk suatu kepentingan tertentu. 4. UNIVERSALISME Filsafat bersifat umum, berati filsafat adalah hak seluruh umat manusia secara umum atau sifatnya internasional. Semua umat manusia berhak mengadakan kajian filsafat. 24
  • 25. APA GUNANYA FILSAFAT BAGI MANUSIA?  Filsafat mampu memberikan pemahaman yang menyeluruh (general) terhadap suatu wujud (ontologi) sekaligus memberikan konsep kebenaran ( justifikasi) terhadap wujud tersebut. Dengan kebenaran manusia akan bertindak bijaksana (wesdom) 25
  • 26. lanjutan  Filsafat dapat memberikan kepuasan bagi filsuf/seseorang karena kemampuannya dalam menggambarkan problem kehidupan yang sedang dan akan dihadapi sesuai dengan leluasan pemahamannya. Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu kenikmatan yang luar biasa dan kebahagian yang paling berharga. 26
  • 27. lanjutan  Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan pijakan untuk merubah dunia. Karl Marx mengatakan, filsafat tidak hanya hanya menjelaskan pada dunia(interferd the world) melainkan juga merubahnya. 27
  • 28. PROBLEMATIKA FILSAFAT  Secara Umum terbagi menjadi tiga; 1. ONTOLOGI, yaitu mengkaji hakikat segala sesuatu, terbagi 2: 1. Kualitas; - Monisme, asal lam terdiri dari satu unsur (mono=satu). Thales dari air, Anaximandros dari apairon, Anaximenes dari udara, Democritos dari tanah. 28
  • 29. lanjutan - Dualisme, yang mengatakan alam semesta terdiri dari dua unsur yaitu materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras dan Aristolteles. - Pluralisme, alam semesta terdiri dari empat unsur; air, angin, api, tanah. Tokohnya Empedokles, Leukippos. 29
  • 30. lanjutan 2. Kualitas Pandangan ini membicarakan bagaimana alam berproses, dalam kaitannya muncul 4 teori: -Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala sesuatu berproses secara mekanik. -Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam raya berproses menuju suatu tujuan, yaitu Tuhan. 30
  • 31. -Determinisme, kejadian di alam iniberproses melalui suatu ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum alam maupun oleh Tuhan -Indeterminisme, segala kejadian di alam ini berlangsung secara bebas, tanpa kendali tertentu dari Tuhan atau kekuatannya. 31
  • 32. PROBLEM FILSAFAT 2. EPISTEMOLOGI, membicarakan 2 hal; a. Hakikat pengetahuan, muncul 2 pandangan; - realisme, yaitu pengetahuan manusia riil adanya dalam kehidupan. - idealisme, yaitu hakikat ilmu pengetahuan tidak terdapat dalam dunia riil, melainkan konsep ideal atau dunia ide-ide. 32
  • 33. lanjutan b. Sumber Pengetahuan, muncul 3 pandangan; - rasionalisme, mengatakan bahwa sumber pengetahuan muncul dari rasio (akal) manusia. - Empirisme, sumber pengetahuan adalah indera manusia. - Kritisme, pengetahuan manusia bersumber dari luar diri manusia, yaitu Tuhan. 33
  • 34. PROBLEM FILSAFAT 3. AXIOLOGI, TERBAGI MENJADI 6 PANDANGAN; a. naturalisme, yang menyatakan ukuran baik buruk ialah sesuai tidaknya perbuatan tersebut sesuai dengan fitrah (natura) manusia. b. Hedonisme, yang menyatakan bahwa ukuran baik buruk ialah sejauh mana suatu perbuatan mendatangkan kenikmatan (hedone) bagi manusia. 34
  • 35. lanjutan a. Vitalisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh sejauh mana suatu perbuatan tersebut dapat mendorong manusia untuk hidup lebih maju. b. Ultitarianisme, Ukuran baik buruk ditentukan oleh ada tidaknya suatu perbuatan mendatangkan manfaat bagi manusia. 35
  • 36. lanjutan e. Idealisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh sesuai tidaknya sesuatu perbuatan dengan konsep ideal (rancang bangun) pikiran manusia. f. Teologis, baik buruknya suatu perbuatan ditentukan oleh sesuai tidaknya suatu perbuatan dengan ketentuan agama (teos=Tuhan, agama) 36
  • 37. lanjutan Berdasarkan uraian problematika di atas kebenaran itu bersifat relatif tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya, agama dan sebagainya. 37
  • 38. BAGAIMANA HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA  Ilmu adalah sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu, sehingga menjadi suatu kesatuan.  Menuurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga kesimpulan, yaitu; 38
  • 39. lanjutan 1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematikan 2. Suatu pendekatan/metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia, dan 39
  • 40. lanjutan 1. Suatu cara yang mengijinkan kepada ahli-ahli lainnya untuk menyatakan suatu proporsi. 40
  • 41. lanjutan  Filsafat menurut Plato dan Al Faraby; filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. AGAMA Terdapat perbedaan pengertian agama dikalangan tokoh agama. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bidik terhadap agama. 41
  • 42. lanjutan Agama diartikan secara praktis, adalah suatu keyakinan akan adanya aturan/jalan hidup (way of life) yang bersumber dari suatu kekuatan yang absolut (Tuhan).  Agama memiliki empat perangkat sbb: 1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai kebenaran yang pertama dan terakhir. 42
  • 43. lanjutan 2. adanya aturan (code hukum) yang harus dipahami yang termaktub dalam kitab suci dan kebenarannya bersifat ansolut. 3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa aturan hukum. 4. Adanya komunitas (manusia) sebagai pelaksana aturan yang bersumber dari Tuhan. 43
  • 44. HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA ILMU, mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset) sesuai dengan eksistensinya yang berhubungan dengan alam empiris.Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari hukum sebab akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti ada. 44
  • 45. lanjutan ILSAFAT, karena selalu berhadapan denga alam empiris, (metafisika, ghaib) maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali dengan pertanyaan apa…. Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal. 45
  • 46. lanjutan AGAMA, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu, kebenarannya bersifat mutlak, absolut sebagiai kebenaran tertinggi. 46
  • 47.  Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat kebenarannya bersifat spekulatif (berdasrkan nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi. Agama kebenarannya bersifat absolut mutlak, dalam penentuannya semua perlu perumusan 47
  • 48. lanjutan  Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert Einstein menagatakan dengan singkat’ “science with out is blind, religion with out science is blame” Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh. 48
  • 49. BAGAIMANAKAH KATEGORI MANUSIA ITU? 1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM KETIDAKAHUANNYA 2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM KETAHUANNYA 3. MANUSIA TAHU AKAN KETIDAKTAHUANNYA 4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA Kategori manakah yang paling baik? 49
  • 50. Manusia adalah akhluk ciptaan Tuhan yang tercanggih. Memiliki banyak kelebihan dibanding dengan makhluk lain terutama akalnya.  Memiliki rasa ingin tahu, maka diaktuakisasikan dalam bentuk bertanya.  Melalui rasio maka manusia memberikan jawaban terhadap aneka pertanyaan  Manusia bertanya, manusia pula menjawab  Manusialah yang benar-benar bereksistensi karena memiliki kesadaran dan otonomi dirinya. 50
  • 51. Lanjutan DENGAN KATA LAIN Malalui akalnya manusia mampu menyamai makhluk lain.  Burung terbang tinggi, manusia tefrbang dengan pesawat ciptaannya.  Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia berenang dengan kapal Feri ciptaannya.  Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia menembus lautan dengan kapal selam ciptaannya. 51
  • 52. APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU BERFILSAFAT? Tidak juga. Rule of the game ( ada aturan mainnya)  Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal. Dengan mengindahkan ke empat aturan main tersebut, maka Anda bisa menjadi seorang filsuf 52
  • 53. LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN?  Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tercanggih.  Dengan akalnya manusia mampu. berpikir, dengan pikirannya memperoleh pengetahuan, dengan pengetahuannya manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya manusia mampu berpikir rasional, logis dan sistematis. 53
  • 54. JADI PENGETAHUAN LAHIR SEJAK MANUSIA ITU ADA SEJAK MANUSIA BERPIKIR SEJAK MANUSIA BERINTERAKSI DENGAN ALAM 54
  • 55. BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU PENGETAHUAN DENGAN FILSAFAT?  Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu, pengetahuan lahir sejak adanya peradaban manusia dan berkembang pesat sesuai dengan budayanya.  Pengetahuan lahir dari aktivitas  Aktivitas memerlukan metode  Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.  Ilmu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan. 55
  • 56. lanjutan  Aktivitas memerlukan metode  Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.  Ilmu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan. 56
  • 58. PENGERTIAN ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN Dari segi maknanya pengertian ilmu sekurang-kurangnya merujuk tiga hal:  Pengetahuan  Aktivitas  metode 58
  • 59. Pengertian Umum  Ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan.  Ilmu berarti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah (John G. Kemeny). 59
  • 60. lanjutan  Menurut Norman Campbell :  Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang berguna dan praktis dan suatu metode untuk memperoleh pengetahuan  Ilmu tidak bersangkutan dengan kehidupan praktis dan tidak dapat mempengaruhinya kecuali dalam cara yang paling tak langsung, baik kebaikan atau keburukan. 60
  • 61. SIMPULAN  Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejalagejala kealaman, kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. 61
  • 62. LANJUTAN ILMU SEBAGAI RANGKAIAN AKTIVITAS MANUSIA: 1. Rasional: proses pemikiran yang berpegang pada kaidah-kaidah logika 2. Kognitif : proses mengetahui dan memperoleh pengetahuan 62
  • 64. ILMU SEBAGAI METODE ILMIAH      ANALISIS (analysis) PEMERIAN (description) PENGUKURAN (measurement) PERBANDINGAN (comparison) SURVAI (survey) 64
  • 65. Pengelompokan Pengetahuan  Menurut Bertrand Russell, pengetahuan dibedakan menjadi 2: 1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta (knowledge of facts) 2. Pengetahuan mengenai hubungan umum antara fakta (knowledge of general connection berween facts) 65
  • 66. Ledger Wood pengetahuan membagi menjadi: 1.Non inferential Apprehension; pengetahuan nonpenyimpulan yang merupakan pengenalan terhadap benda, orang, atau sifat tertentu. 66
  • 67. Bentuknya:  Perception ;pengenalan objek diluar diri seseorang  Introspection; pengenalan terhadap dirinya sendiri dengan segenap kemampuan, pikiran kehendak, dan perasaan 67
  • 68. Lanjutan 2. Inferential Knowledge, meliputi;  Knowledge of other selves; pengetahuan mengenai diri orang lain.  Historical knowledge; pengetahuan menyangkut masa lampau.  Scientific knowledge; pengetahuan ilmiah. 68
  • 69. George Klubertanz  Pengetahuan langsung berdasarkan pengenalannya terhadap objek-objek pengalaman.  Pengetahuan kemanusian (humanistic knowledge) yang diperoleh karena mempelajari  Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge) berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat membuktikan kesimpulannya kebenaran. 69
  • 70. lanjutan  Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge) berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat membuktikan kesimpulannya kebenaran. 70
  • 71. HAKIKAT PENGETAHUAN Darimanakah hakikat pengetahuan itu? 1. Realisme; pengetahuan manusia riil adanya dari kehidupan. 2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat dalam dunia riil melainkan hanya dalam dunia konsep ideal atau dunia ide-ide.  71
  • 72. Dari manakah sumber pengetahuan manusia? 1. Rasionalisme; sumber pengetahuan berasal dari rasio (akal) manusia. 2. Empirisme; sumber pengetahuan adalah indra manusia (empiri) 3. Kritisisme/transidentalisme; pengetahuan manusia bersumber dari luar diri manusia, yaitu Tuhan. 72
  • 73. PENGETAHUAN SEBAGAI DASAR TEORITIS YANG MELAHIRKAN PENGETAHUAN ILMIAH       CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH: 1. Jenis sasaran 2. Bentuk-bentuk pernyataan 3. Ragam-ragam proposisi 4. Ciri-ciri pokok 5. Pembagian sistematis 73
  • 74. Lanjutan Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:  Objek material; fenomena di dunia ini yang ditelaah oleh ilmu  Objek formal; pusat perhatian penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu. 74
  • 75. lanjutan OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH DIKELOMPOKAN MENJADI 6:       IDE ABSTRAK BENDA FISIK JASAD HIDUP GEJALA ROHANI PERISTIWA SOSIAL PROSES TANDA 75
  • 76. OBJEK MATERIAL KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG, INGATAN DST DITELAAH BERDASARKAN OBJEK FORMAL 76
  • 77. TELAAH OBJEK FORMAL MANUSIA  BIOLOGI  PSIKOLOGI  FILSAFAT KODRATI OBJEK TELAAH FORMAL 77
  • 78. SEPERTI APA BENTUK PENGETAHUAN ILMIAH ITU? •ANATOMI 1. DESKRIPTIF •GEOGRAF I 2. PRESKRIPSI •UKURAN •AZAS-AZAS •PETUNJUK 78 •PROSEDUR
  • 79. LANJUTAN 3. EKSPOSISI POLA SOSIOLOGI POLA-POLA BUDAYA  ANTROPOLOGI  PERKEMBANGAN BUDAYA   79
  • 81. PROPOSISI ILMU PENGETAHUAN 1. AZAS ILMIAH  MENGANDUNG KEBENARAN UMUM BERDASARKAN FAKTA YANG TELAH DIAMATI ILMU SOSIAL 81
  • 82. LANJUTAN 2. KAIDAH ILMIAH  Mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena secara umum berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis.  Boyle, Newton, Pascal 82
  • 83. LANJUTAN 3. TEORI ILMIAH  Kemampuan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena.  Teori Darwin Kau lahir dariku bodoh 83
  • 84. lanjutan  Teori; sekumpulam proposisi yang mencakup konsep-konsep tertentu yang saling berhubungan 84
  • 85. APA MANFAAT DAN PERANAN TEORI?  Mensistematiskan dan menyususn data maupun pemikiran tentang data sehingga tercapai pertalian yang logis diantara aneka data yang semula kacau balau. Jadi teori berfungsi sebagai kerangka, pedoman, bagan sistematisasi atau sistem acuan. 85
  • 86. lanjutan  Memberikan skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi  Menunjukkan atau menyarankan araharah untuk penyelidikan lebih lanjut. 86
  • 87. PEMBAGIAN ILMU PENGETAHUAN  Ilmu Pengetahuan dibedakan atas: 1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science); membahas hubungan manusia sebagai makhluk sosial. a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang mempelajari proses mental dan tingkah laku. b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses latihan yang terarah dan sistematis meneju ke suatu tujuan. 87
  • 88. Lanjutan c. Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang pempelajari asal-usul dan perkembangan jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah laku manusia. d. Etnologi; studi antropologi dari aspek sistem sosio ekonomi dan pewarisan kebudayaan terutama keaslian, perkembangan dan perubuhan dalam masyarakat primitif. 88
  • 89. Lanjutan e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa – peristiwa yang telah terjadi pada suatu bangsa, negara atau individu. f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang berhubungan dengan produksi, tukar menukar barang produksi, pengelolaan dalam lingkup rumah tangga, perusahaan atau negara. 89
  • 90. Lanjutan g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial, terutama asal-usul organisasi, institusi dan perkembangan masyarakat manusia. 2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas alam semesta dengan segala isinya, ilmu ini terbagi atas: a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda mati dari aspek wujud dengan perubahan yang bersifat sementara. 90
  • 91. lanjutan b. Kimia (chemistry); mempelajari benda hidup dan tidak hidup dari aspek susunan materi dan perubahan-perubahan yang bersifat tetap; Kimia secara garis besar dibagi menjadi:  Kimia anorganik  Kimia organik c. Biologi (biological science); ilmu pengetahuan yang mempelajari makhluk hidup dan gejala-gejalanya. 91
  • 92. lanjutan  Cabang-cabang biologi: 1. Botani; mempelajari seluk beluk tumbuhan 2. Zoologi; mempelajari hewan 3. Anatomi; mempelajari strukur dalam makhluk hidup 4. Fisiologi; studi tentang fungsi tubuh 92
  • 93. 5. Sitologi; studi tentang sel secara mendalam 6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh atau organ makhluk hidup 7. Palaentologi:studi tentang makhluk masa lampau yang kebanyakan hanya berupa fosil 93
  • 94. lanjutan 3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (earth science and space) a. Geologi; studi tentang struktur bumi  Petrologi membahas batu-batuan  Vulkanologi, membahas gempa bumi  Mineralogi, membahas bahan mineral/bahan galian  Kristalografi, membahas bentuk-bentuk kristal dari mineral. 94
  • 95. lanjutan b. Astronomi; suatu ilmu pengetahuan yang membahas benda-benda ruang angkasa dan alam semesta. b. Geografi; ilmu pengetahuan tentang muka bumi dan produk ekonomi sehubungan dengan makhluk hidup terutama manusia. 95
  • 96. ILMU PENGETAHUAN BERDASARKAN KURUN WAKTUNYA  ILMU PENGETAHUAN KONVENSIONAL  ILMU PENGETAHUAN MODERN 96
  • 97. Lanjutan  Ilmu penetahuan konvensional mengedepankan mitos, daripada logos.  Ilmu pengetahuan modern mengutamakan rasio, akal sehingga segala sesuatu harus bersifat rasional. Mengedepankan logos daripada mitos. 97
  • 98. PERKEMBANGAN PENGETAHUAN MODERN  Konsep atau teori Pengetahuan modern berkembang berabad-abad, sejak manusia mempelajari alam semesta. Thales sebagai Bapak ilmu pengetahuan, Aristoteles, Scorattes sampai ke generasi Newton. Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan terus berkembang hingga melahirkan teoriteori dan wujud untuk kepentingan umat manusia. 98
  • 99. lanjutan Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan terus berkembang hingga melahirkan teori-teori dan wujud untuk kepentingan umat manusia. 99
  • 100. lanjutan  Aristoteles berpendapat, berdasarkan pengamatan bebnda-benda hidup itu mungkin dapat timbul dari benda tak hidup. Contoh cacing berasal dari lumpur, ulat berasal dari daging yang membusuk dan lain lain. 100
  • 101. ILMU PENGETAHUAN ABAD KE-13  TOKOH; NIKOLAS KOPERNIKUS Berkebangsaan Polandia yang mencetuskan revolusi dunia ilmu. Teorinya menyatakan bahwa matahari merupakan pusat tata surya yang diedari oleh bumi serta planet lainnya. 101
  • 102. ILMU PENGETAHUAN ABAD KE-16  TOKOH; SIR ISAAC NEWTON Berkebangsaan Inggris yang mencetuskan hukum gravitasi bumi,pencipta teleskop cermin. Teorinya sangat mempengaruhi alam pikiran abad-18 102
  • 103. lanjutan  Perkembangan ilmu pengetahuan abad 18, 19 melahirkan ilmu ilmu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.  Thomas Alpha Edison, dengan lampu listriknya  Albert Enstain dengan teori atomnya 103
  • 104. PUNCAK PENGETAHUAN DI ABAD 20  Para ilmuwan memanfatkan materi dan energi. Materi merupakan benda sedangkan energi yang memiliki kekuatan.  Materi merupakan benda-benda hasil olahan 104
  • 105. lanjutan  Dalam kehidupan modrn penggunaan energi semakin meluas.  Energi berwujud dalam berbagai bentuk; cahaya, kimia, panas, gerak, nuklir dan sebagainya. 105
  • 107. REFERENSI  Nasution, HB. 2001. Filsafat Umum. Jakarta :Gaya Media Pratama  Haryono Imam. 1994. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Gramedia  The Lian Gie. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty 107
  • 108. 108
  • 109. Bab 3 Filsafat dan Ilmu dalam Sejarah 109
  • 110. Orientasi Sejarah Hubungan Sejarah • Filsafat dan ilmu di dalam filsafat ilmu berhubungan dengan sejarah barat • Berpusat di Eropa, terutama Eropa Barat Pembabakan Sejarah • Sejarah dibagi ke dalam sejumlah babak, dari zaman dahulu sampai sekarang • Pembabakan sejarah mengikuti pembabakan yang lazim di sejarah Eropa Filsafat dan Ilmu 110 • Di dalam sejarah ini, filsafat dan ilmu tidak diuraikan secara
  • 111. Pembabakan Zaman  Zaman Kuno sebelum abad ke-5 sM  Zaman Yunani Kuno abad ke-5 sM sampai abad ke-1 sM  Zaman Romawi abad ke-1 sM sampai abad ke-5  Zaman Gelap (Dark Ages) abad ke-5 sampai abad ke-10  Zaman Pertengahan (Medieval) abad ke-10 sampai abad ke-15  Zaman Kebangkitan (Rennaissance) abad ke-15 sampai abad ke-18  Zaman Modern 111
  • 112. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Keteraturan Alam (Louis de Broglie) • Gembala Chaldea di Mesopotamia memperhatikan gejala di langit terutama di malam hari • Gerak benda langit teratur sehingga mereka yakin akan keteraturan alam • Muncul pengetahuan astronomi termasuk kalender bulan dan muncul ilmu • Mereka juga mengenal musim, sehingga satu tahun terdiri atas 12 bulan (tidak tepat) Keteraturan Alam (Dennis Gabor) • Manusia percaya bahwa ada keteraturan pada dasar gelaja alam • Keteraturan ini layak dinyatakan melalui logika 112
  • 113. THE HISTORY OF SCIENCE On the simplest level, science is knowledge of the world of nature. There are many regularities in nature that mankind has had to recognize for survival since the emergence of Homo Sapiens as a species. The Sun and the Moon periodically repeat their movements. Some motions, like the daily “motions” of the Sun, are simple to observe; others, like the annual “motion” of the Sun, are far more difficult. Both motions correlate with important terrestial events. Day and night provide the basic rhythm of human existence; the seasons determine the migration of animals upon which human depended for millennia for survival. With the invention of agriculture, the seasons became even more crucial, for failure to recognize the proper time for planting could lead to starvation. Science defined simply as knowledge of natural processes is universal among mankind, and it has existed since the dawn of human existence. The mere recognition of regularities does not exhaust the full meaning, however. In the first place, regularities may be simply constructs of the human mind. Humans leap to conclusions; the mind cannot tolerate chaos, so it constructs regularities even when none objectively exists. Thus, for example, one of the 113
  • 114. astronomical “laws” of the Middle Ages was that the appearance of comets presaged a great upheaval, as the Norman Conquest of Britain followed the comet of 1066. True regularities must be established by detached examinations of data. Science, therefore, must employ a certain degree of skepticism to prevent premature generalization. Regularities, even when expressed mathematically as laws of nature, are not fully satisfactory to everyone. Some insist that genuine understanding demand explanations of the causes of the laws, but it is in the realm of causation that there is the greatest disagreement. Modern quantum mechanics, for example, has given up the quest for causation and today rests only on mathematical expression . Modern biology, on the other hand, thrives on causal chains that permit the understanding of physiological and evolutionary processes in terms of the physical activities of entities such as molecules, cells, and organism. But even if causation and explanation are admitted as necessary, there is little argument on the kinds of causes that are permissible, or possible in science. If the history of science is to make any sense whatsoever it is necessary to deal with the past on its own terms, and the fact in that for most of the history of science natural 114 philosophers appealed to causes that
  • 115. would be summarily rejected by modern scientists. Spiritual and divine forces were accepted as both real and necessary until the end of 18th century and, in areas such as biology, deep into the 19 th century as well. Certain conventions governed the appeal to God or the gods or the spirits, it was held, could not be completely arbitrary in their actions; otherwise the proper response would be propitiation, not rational investigation. But since the deity or deities were themselves rational, or bound by rational principles, it was possible for humans to uncover the rational order of the world. Faith in the world could actually stimulate original scientific work. Kepler’s laws, Newton’s absolute space, and Einstein’s rejection of the probabilistic nature of quantum mechanics were all based on theological, not scientific, assumptions. For sensitive interpreters of phenomena, the ultimate intelligibility of nature has seemed to demand some rational guiding spirit. A notable expression on this idea is Einstein’s statement that the wonder is not that mankind comprehends the world, but that the world is comprehensible. Science, then is to be considered in this article as knowledge of natural regularities that is subjected to some degree of skeptical 115 vigour and explained by rati-
  • 116. onal causes. One final caution is necessary. Nature is known only through the senses, of which sight, touch, and hearing are the dominant ones, and the human notion of reality is skewed toward objects of these senses. The invention of such instruments as the telescope, the microscope, and the Geiger counter has brought an ever-increasing range of phenomena with the scope of the senses. Thus, scientific knowledge of the world is only partial, and progress of science follows the ability of humans to make phenomena perceivable. 116
  • 117. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Keteraturan Alam (di Mesir Kuno) • Sungai Nil banjir setiap tahun secara teratur menghapus batas tanah sehingga lahir ilmu ukur untuk menemukan kembali batas itu • Ilmu ukur digunakan juga untuk membuat piramida • Secara teratur, gerak naik bintang sothis (sirius) sinkron dengan siklus banjir sungai Nil, dan berlangsung setahun sekali • Muncul pengetahuan astronomi dan kalender matahari di samping kalender bulan Keteraturan Alam (di Yunani Kuno) • Pengetahuan dari Mesopotamia dan Mesir Kuno masuk ke 117 Yunani Kuno
  • 118. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Keteraturan Alam (di Romawi Kuno) • Sebelum Romawi menjadi negara adikuasa (abad ke-1 sM), mereka juga menerima kalender dari Yunani Kuno • Romawi menyusun kalender matahari yang berubah-ubah yang kemudian distandardisasi oleh Julius Ceaser • Kalender inilah yang kemudian menjadi kalender internasional yang kita pergunakan sekarang (disempurnakan oleh Paus Gregorius) Keteraturan Alam (Kalender) • Salah satu pengetahuan astronomi (mungkin tertua) yang dilahirkan oleh keteraturan alam adalah kalender • Di samping astronomi, muncul pula pengetahuan lain yang dikenal sebagai astrologi 118
  • 119. LUNAR CALENDAR Any dating system based on a year consisting of synodic months—i.e. complete cycles of phases of the Moon. In every solar year (or year of the seasons), there are about 12.37 synodic months. Therefore, if a lunar-year calendar is to be kept in step with the seasonal year, a periodic intercalation (addition) of days is necessary. The Sumerians were probably the first to develop a calendar based entirely on the recurrence of lunar phases. Each Sumero-Babylonian month began on the first day of visibility of the new Moon. Although an intercalary month was used periodically, intercalations were haphazard, inserted when the royal astrologers realized that the calendar had fallen severely out of step with the seasons. Starting about 380 BC, however, fixed rules regarding intercalations were established, providing for the distribution of seven intercalary months at designated intervals over 19-year periods. Greek astronomers also devised rules for intercalations to 119 coordinate the lunar and solar years. It is likely that the Roman
  • 120. Lunar calendars remain in use among certain religious groups today. The Jewish calendar, which supposedly dates from 3,760 and three months before the Christian Era (BCE) is one example. The Jewish religious year begins in autumn and consists of 12 months alternating between 30 and 29 days. It allows for a periodic leap year and an intercalary month. Another lunar calendar, the Muslim, dates from the Hegira—July 15, AD 622, the day on which sthe prophet Muhammad began his migration from Mecca to Medina. It makes no effort to keep calendric and seasonal years together. SOLAR CALENDAR Any dating system based on the seasonal year of approximately 365¼ days, the time it takes the earth to revolve once around the Sun. The Egyptians appear to have been the first to develop a solar calendar, using as a fixed point the annual sunrise reappearance of the Dog Star—Sirius, or Sothis--in the eastern sky, which coincided with the annual flooding 120the Nile. of They constructed a calendar of 365 days, consisting of 12
  • 121. months of 30 days each, with a 5 days added at the year’s end. The Egyptian’s failure to account for the extra fraction of a day, however, caused their calendar to drift gradually into error. Ptolemy III Euergetes of Egypt, in the Decree of Canopus (237 BC), introduced an extra day every four years to the basic 365-day calendar (this practice also having been introduced in the Seleucid calendar adopted in 312 BC). In the Roman Republic, Julius Ceaser in 45 BC replaced the confused Roman Republican calendar. Which probably was based on the lunar calendar of the Greeks, with the Julian calendar. The Julian calendar assigned 30 or 31 days to 11 months but fewer to February; it allowed for a leap year every four years. The Julian calendar, however, made the solar year slightly too long by adding a full quarter of day annually —the solar year actually runs 365.2422 days. By mid-16 th century the extra time had resulted in an accumulated error of about 10 days. To correct this error, Pope Gregory XIII instituted the Gregorian calendar in 1582, dropping October 5-14 that year and omitting leap years when they fell on centurial years not divisible by 400—e.g., 1700, 1800, 1900. 121
  • 122.  Penanggalan Romawi mula-mula hanya 10 bulan, dari Martius sampai December. Oleh kaisar Romawi ke-2, ditambah 2 bulan pada musim dingin sehingga menjadi Martius Aprilis Maius Junius Quintilis (Julius) Sextilis (Augustus) September October November December Januarius Februarius 122
  • 123. Pada tahun ke-45 sebelum Masehi, penanggalan Romawai cukup kacau. Julius Ceaser minta Sosigenes membenahi kalender. Dasar pembenahan adalah 365 ¼ hari setahun sehingga setahun 365 hari dan interkalasi 4 tahun sekali dengan 366 hari. Dimulai tahun 44 sebelum Masehi sehingga tahun 45 sM menjadi 400 hari lebih. Senat menghormati Julius Ceaser dan mengganti Quintilis menjadi Julius. Pada tahun 4 sM, Senat menghormati Augustus Ceaser dan mengganti Sextilis menjadi Augustus. Bulan Julius dan Augustus dibuat sama 31 hari. Ternyata setahun mengandung 365 ¼ hari kurang sedikit sehingga kelebihan. Pada abad ke-16 kelebihan sampai 10 hari. Agar cocok pada tahun 1527, 10 hari itu dihilangkan pada bulan Oktober (tanggal 5 lompat ke 15) dan selanjutnya setiap 400 tahun dikurangi 3 hari pada tahun ratusan. 123
  • 124.  Penanggalan             Masehi Hijrah Jawa Yahudi Koptik Ethiopia Persia Hindu Konghucu Jepang Romawi Thailand : 1 – 1 – 2000 : 24 Ramadhan 1420 : 24 Pasa 1932 : 5761 : 1717 : 1993 : 1379 : 5101 : 25 – 11 – 2550 : 1 – 1 – 2660 : 2753 : 1 – 1 - 2543 124
  • 125.                    TANGGAL JULIAN DI DALAM KOMPUTER Oleh Dali S. Naga Abstract. Database management systems uses Julian date in calculating calendar days. To understand Julian date, we have to trace it into the history of our calendar. Our calendar is based on the movement of the moon and the sun. Intercalations and cycles are needed to come back to the previous positions of the moon and the sun. One of the intercalation and system of cycle is Julian date. Julian date begins from 1 January 4713, B.C. Di dalam komputer, seperti pada program manajemen basis data, tanggal yang digunakan adalah tanggal Julian. Apa sebenarnya tanggal Julian itu? Untuk itu, kita perlu menelaah sejarah kalender yang sekarang kita gunakan. Namun, sebelumnya, kita perlu membedakan dua hal yakni kalender dan era. Tanggal kita 2 April, hari Rabu, jam 12.00 adalah kalender, tetapi tahun kita 2003 adalah era. Gabungan mereka, kalender dan era Masehi menghasilkan tanggal 2 April 2003. Era Masehi Era yang digunakan pada penanggalan kita adalah era Masehi, di samping era lain seperti era Hijrah, era Saka, dan era Konghucu. Era Masehi dihitung sejak kelahiran Yesus. Sekalipun demikian, pada waktu kelahiran Yesus, belum ada era Masehi. Era Masehi baru kemudian disusun dan diusulkan oleh seorang rahib bernama Denys le Petit pada tahun 532 Masehi. Pada waktu itu, Denys mencoba menghitung mundur untuk menemukan tanggal lahir Yesus. Menurut hasil hitung Denys, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, 532 tahun lalu. Dengan demikian, Denys menetapkan bahwa era Masehi dimulai pada hari Sabtu, tanggal 1 Januari 532 tahun sebelumnya. Walaupun Denys le Petit telah menciptakan era Masehi pada tahun 532, namun era Masehi baru dipakai di Barat setelah tiga atau empat abad kemudian. Dengan demikian, era Masehi baru ada di dalam pemakaian pada abad ke-9 atau ke-10. Sebelum abad ke-9 atau ke-10, belum ada penggunaan era Masehi. Selanjutnya, era Masehi tidak mengenal tahun 0. Di dalam perhitungan mundur, hanya ada tahun 1 Masehi dan tahun 1 sebelum Masehi. Kalender Kini kita beralih ke kalender. Di dalam kalender, kita mengenal hari. Kapan suatu hari dimulai? Ternyata banyak caranya. Ada orang yang menghitungnya sejak subuh ke subuh, ada orang yang menghitungnya sejak senja ke senja, ada orang yang menghitungnya sejak tengah hari ke tengah hari. Orang Romawi kuno menghitungnya dari tengah malam ke tengah malam. Tradisi Romawi inilah yang kita gunakan sekarang pada kalender kita yakni hari kita dimulai sejak tengah malam ke tengah malam berikutnya. Sehari dibagi menjadi 24 jam berasal dari zaman kuno yakni dari zaman Babylonia. Mereka menggunakan bilangan Sumeria yakni bilangan yang berbasis 60. Dari basis 60 inilah ditemukan bilangan 12 yang masing-masing digunakan untuk siang dan untuk malam sehingga sehari menjadi 2 x 12 jam = 24 jam. Hal ini pun diterima di mana-mana. Hari kita pada saat ini juga terdiri atas 2 x 12 jam = 24 jam. Satu jam sebanyak 60 menit dan satu menit sebanyak 60 detik juga berasal dari bilangan berbasis enam puluh (sexagesimal) yang digunakan oleh orang Sumeria. Siklus Minggu kita yang 7 hari panjangnya berasal dari Babylonia dan Yahudi. Di Afrika Barat, siklus itu adalah 4 hari; di Asia Tengah dan juga di Jawa dikenal siklus 5 hari; Mesir kuno mengenal siklus 10 hari; dan Romawi kuno mengenal siklus 8 hari. Diduga bahwa siklus 7 hari berasal dari penanggalan bulan yakni waktu selama seperempat bulan. Pengguaan siklus 7 hari di dalam kalender kita didasarkan atas dekrit Kaisar Constantine I dan dimulai pada tahun 321 dengan hari Minggu sebagai hari pertama. Di dalam dekrit Kaisar Constantine I itu, hari Minggu dinyatakan sebagai hari libur. Dan libur Minggu itu masih terus kita gunakan sampai sekarang. Bulan merupakan satu bagian dari kalender. Perhitungan bulan dilakukan melalui fasa bulan. Perhitungan bulan menimbulkan masalah karena satu bulan terdiri atas 29 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam bulan adalah bulat. Demikian pula dengan tahun. Satu tahun matahari terdiri atas 365 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam setahun adalah bulat. Akibatnya, pada ulang bulan, kedudukan bulan tidak tepat sama seperti kedudukannya pada bulan lalu. Pada ulang tahun, kedudukan matahari tidak tepat sama seperti kedudukannya pada tahun lalu. Untuk menyelesaikan masalah sekian jam yang lebih pada setiap bulan dan pada setiap tahun, maka pada bulan dan tahun tertentu diberikan tambahan hari. Hal ini dikenal sebagai interkalasi. Interkalasi merupakan hal yang cukup rumit di dalam kalender. Tidak mudah untuk menemukan interikalasi yang menyebabkan kedudukan bulan atau matahari tepat kembali sama seperti pada waktu sebelumnya. Kalender Romawi Kita tinggalkan dulu interkalasi ini dan menengok ke sejarah kalender kita. Kalender kita berasal dari kalender Romawi kuno. Konon kabarnya, kalender Romawi kuno ditetapkan oleh raja pertamanya pada abad ke-7 atau ke-8 sebelum Masehi. Pada ketentuan raja Romulus ini, awal tahun dimulai pada bulan Martius dan diakhiri pada bulan December (desi = 10). Panjang tahun adalah 10 bulan. Setiap bulan terdiri atas 30 atau 31 hari sehingga di dalam setahun terdapat 304 hari. Setelah itu terdapat celah musim dingin yang tidak ada kalendernya. Raja kedua Numa Pompilius membagi celah musim dingin itu menjadi dua bulan yakni bulan Januarius dan Februarius. Dua bulan tambahan sebanyak 50 hari ini diletakkan di akhir tahun sehingga di dalam setahun terdapat 354 hari. Kemudian pada bulan Januarius ditambahkan satu hari lagi sehingga di dalam setahun terdapat 355 hari. Raja kelima Tarquinius Priscus (616 – 579 sM) adalah orang Etruscan. Kalender diubah menjadi kalender republik. Pada kalender republik ini, Februarius 28 hari; Martius, Maius, Julius (waktu itu masih bernama Quintilis), dan October, masing-masing 31 hari; serta Januarius, Aprilis, Junius, Augustus (waktu itu masih bernama Sextilis), dan December, masing-masing 29 hari. Di dalam setahun terdapat 355 hari. Raja ini juga memindahkan awal tahun ke bulan Januarius namun pada tahun 510 sM, melalui pengusiran orang Estrucan, awal tahun dikembalikan ke bulan Maret. Pada setiap akhir tahun, orang Romawi melakukan pembayaran upah. Sering upah berkenaan dengan pekerjaan di dalam musim yang dipengaruhi oleh kedudukan matahari. Namun dengan 355 hari setahun, kedudukan matahari bergeser dari akhir tahun ke akhir tahun. Karena itu orang Romawi menambahkan 22 dan 23 hari selang-seling pada setiap dua tahun, dan tambahan diselipkan di antara tanggal 23 dan 24 Februarius. Dengan demikian, setiap empat tahun terdapat 1465 hari atau rerata di dalam setahun terdapat 366,25 hari. Julius Ceaser memanggil Sosigenes untuk membenahi kalender. Sosigenes menggunakan tahun dengan 365,25 hari. Pada tahun 46 sM, Sosigenes 125
  • 126. 126
  • 127. 127
  • 128.  Tanggal Julian (tahun 1583 oleh Joseph Justus Scaliger)  Menggabungkan tiga siklus interkalasi  19 x 15 x 28 = 7980 tahun  Titik temu terakhir pada tahun 4713 sM  Patokan tanggaln Julian 1 Januari 4713 sM sebagai tanggal 1 (dimulai tengah hari)  2 Oktober 2004 = 2 454 178 128
  • 129. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Keteraturan Alam (Ramuan Bahan) • Keteraturan alam lainnya terdapat pada ramuan bahan (material, logam, obat) • Mereka menjadi ilmu bahan dan farmasi • Di samping ilmu bahan dan farmasi, terdapat pula ramuan bercampur kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai alkemi Keteraturan Alam (Pengobatan) • • • Keteraturan alam juga terdapat pada pengobatan orang sakit Mereka menjadi tabib dan dukun Di samping itu, terdapat pula kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai tenung 129
  • 130. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Keteraturan Alam (Pertukangan) • • • Keteraturan alam lainnya adalah pembuatan alat Mereka dikenal sebagai pertukangan Salah satu kegiatan arkeologi adalah mencari karya pertukangan pada zaman purbakala Tenung • Merupakan kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan atau menyakitkan orang • Sekalipun tidak ada dasar ilmiahnya, sampai sekarang pun, kalangan tertentu masih percaya akan kekuatan tenung (gunaguna) 130
  • 131. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Astrologi • Di samping astronomi, muncul juga pengetahuan lain yang dikenal sebagai astrologi • Menurut astrologi, dunia bintang-bintang adalah makrokosmos dan dunia manusia adalah mikrokosmos • Mikrokosmos adalah refleksi dari makrokosmos sehingga nasib manusia dapat diramal dari gejala bintang-bintang di langit • Jam dan tanggal lahir menjadi patokan untuk ramalan nasib manusia Peranan Astrologi • Peranan astrologi melampau batas zaman kuno 131 • Sampai sekarang pun masih muncul ramalan astrologi di
  • 132. ASTROLOGY Astrology is the type of divination that consists in interpreting the influence of planets and the stars on earthly affairs in order ot predict the destinies of individuals, groups, or nations. At times regarded as science, astrology has exerted an extensive or a peripheral influence in many civilizations, both ancient and modern. Astrology has also been defined as a pseudoscience and considered to diametrically opposed to the theories and findings of modern science. Astrology originated in Mesopotamia, perhaps in the 3rd millenium BC, but attained its full development in the Western world much later, within the orbit of Greek civilization of the Hellenistic period. It spread to India in its older Mesopotamian form. Islamic culture absorbed it as part of the Greek heritage; and in the Middle Ages, when Western Europe was strongly affected by Islamic science, European astrology also felt the influence of the Orient. 132 The Egyptian also contributed though less
  • 133. directly, to the rise of astrology. They constructed a calendar, containing 12 months of 30 days each with five days added at the end of the year, that was subsequently taken over by the Greeks as a standard of reference for astronomical observations. In order that the starry sky might serve them as a clock, the Egyptians selected a successian of 36 bright stars whose risings were separated from each other by intervals of 10 days. Each of these stars, called decans by Latin writers, was conceived of as a spirit with power over the period of time for which it served; they later centered the zodiac as subdivisions of its 12 signs. In pre-Imperial China, the belief in an intelligible cosmic order, comprehended aspects of which would permit influences on correlated incomprehended aspects, found expression in correlation charts that juxtaposed natural phenomena with the activities and the fate of man. The transition from the belief to a truly astrological belief in the direct influence of the stars on human affairs was slow, and numerous systems of observation and strains of lore developed. When Western astronomy and astrology 133 became known in China through Arabic influence in
  • 134. Mongol times, their data were also integrated into the Chinese astrological corpus. In the later centuries of Imperial China it was universal practice to have a horoscope case for each newborn child and at all decisive junctures in life. Once established in the classical world, the astrological conception of causation invaded the sciences; particularly medicine and allied disciplines. The Stoics, espousing the doctrine of a universal “sympathy’ linking microcosm of man with the macrocosm of nature, found in astrology a virtual map of such a universe. Greek astrology was slow to be absorbed by the Romans, who had their own native methods of divination, but by the times of Augustus, the art had resumed its original role as a royal prerogative. Attempts to stress its influence on the populace met repeatedly with failure. Throughout pagan antiquity the words astronomy and astrology had been synonymous; in the first Christian centuries the modern distinction between astronomy, the science of stars, began 134 to appear. As against the omnipotence of the stars, Christianity
  • 135. taught the omnipotence of their Creator. To the determinism of astrology Christianity opposed the freedom of the will. But within these limits the astrological worldview was accepted. To reject it would have been to reject the whole heritage of classical culture, which had assumed an astrological complexion. Even at the centre of Christian history, Persian magi were reported to have followed a celestial omen to the scene of the Nativity. Although various Christian councils condemned astrology the belief in the worldview it implies was not seriously shaken. In the late European Middle Ages, a number of universities, among them Paris, Padua, Bologna, and Florence, had chairs of astrology. The revival of ancient studies by the humanists only encouraged this interest, which persisted into the Renaissance and even into the Reformation. It was Copernican revolution of the 16th century that dealt with the geocentric worldview of astrology its shattering blow. As a popular pastime or superstition, however, astrology continued into modern times to engage the attention of millions of people. 135
  • 136. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Alkemi • Di samping ramuan bahan secara alamiah, muncul kepercayaan dan mistik berkenaan dengan ramuan bahan itu • Ramuan dengan kepercayaan seperti ini dikenal sebagai alkemi • Alkemi bertujuan untuk membuat emas dari bahan murah serta membuat obat panjang umur yang membuat orang tidak mati • Ada alkemi yang hanya rajin menulis melalui sandi rahasia serta ada alkemi yang rajin meramu bahan Peranan Alkemi • Peranan alkemi melampaui batas zaman kuno 136 • Mereka baru hilang pada zaman modern (abad ke-18 dan ke-
  • 137. Zaman Kuno Sebelum Abad ke-5 sM Asas Determinisme Universal • • • Ada keteraturan alam yang ditemukan oleh manusia Ada kepastian tentang keteraturan alam itu Mereka menjadi suatu asas yakni asas determinisme universal • Asas ini dikenal sejak Zaman Kuno dan terus berlangsung sampai sekarrang • Asas determinisme universal menjadi dasar untuk menemukan dan mengembangkan ilmu Asas Indeterminisme • Dikenal sebagai uncertainty principle, ditemukan oleh Heisenberg pada tahun 1928 • Bertentangan dengan asas determinisme universal, tetapi hanya berlaku di fisika partikel subatomik dan dalam ukuran 137 yang sangat kecil
  • 138. Zaman Yunani Kuno 5 sM sampai 1 sM Kebudayaan Yunani • • • Zaman ini merupakan zaman emas Yunani Kuno Budaya berkembang ke arah kecendekiaan Sekalipun Yunani Kuno mengenal dewa dan dewi, pemikiran mereka tidak melibatkan dewa dewi itu • Di zaman itu lahir filsafat dan demokrasi dan sangat berpengaruh terhadap kebudayaan barat sampai sekarang Babakan • • • Zaman pra-Sokrates Zaman Sokrates Zaman pasca-Sokrates 138
  • 139. Zaman Yunani Kuno 5 sM sampai 1 sM Zaman Pra-Sokrates • Ada tiga pemikiran besar pada zaman itu yang dibicarakan di sini: • Unsur dasar pembentuk alam dan bentuk alam • Alam tunggal dan alam jamak • Realitas bilangan Zaman Sokrates (Sokrates, Plato, Aristoteles) • • • • Dialog Metafisika dan epistemologi Logika Etika dan estetika Zaman Pasca-Sokrates • Stoik, Epikurus, Cynics, dan Skeptik 139
  • 140. Greece Greece, officially called Hellenic Republic (Greek: Ελληνική Δημοκρατία Eliniki Dhimokratia), is a country in the southeast of Europe on the southern tip of the Balkan peninsula. The historical name of Greece in Greek is Έλλάς Ellas. This name is also written Hellas in English, following the ancient Greek pronunciation. More commonly, it is called Ελλάδα Elladha in modern Greek. The mythical ancestor of the Greek is the eponymous Hellen. The name of Greece in European languages (English: Greece, French: Grèce, Portuguese: Grécia, Spanish and Italian: Grecia, German: Griechenland, Russian: Греция, etc) comes from a different root: Γραικός Graikόs (via Latin Graecus) which according to Aristotle was an ancient name of the Greeks. On the other hand, the name of Greece in some Middle Eastern and Eastern languages (Turkish: Yunanistan, Arabic (tulisan Arab Yunan), Hebrew (tulisan Hebrew), ancient Persian: Yauná, Indian Pali: Yona, Malay and Indonesian: Yunani) derives from the Greek toponym Ίωνία Iōnia. Norwegian is one of the few languages apart from Greek in which the name Hellas predominates. 140
  • 141. THE HELLENISTIC WORLD The history of the Greek-speaking world in antiquity may be divided into three periods: that of the free City States, which was brought to an end by Philip and Alexander; that of the Macedonian domination, of which the last remnant was extinguished by the Roman annexation of Egypt after the death of Cleopatra; and finally that of the Roman Empire. Of these three periods, the first is characterized by freedom and disorder, and the second by subjection and disorder, the third by subjection and order. The second of these periods is known as the Hellenistic age. In science and mathematics, the work done during this period is the best ever achieved by the Greeks. In philosophy, it includes the foundation of the Epicurean and Stoic schools, and also of scepticism as a definitely formulated doctrine; it is therefore still important philosophically, though less so than the period of Plato and Aristotle. After the third century BC, there is nothing really new in Greek philosophy until the Neoplatonists in the third century AD. But meanwhile the Roman world was being prepared for the victory of Christianity. ... After Alexander’s death, there was an attempt to preserve the 141 unity of his empire. But of his two sons,
  • 142. one was an infant and the other was not yet born. Each had supporters, but in the resultant civil war both were thrust aside. In the end, his empire was divided between the families of three generals, of whom, roughly speaking one obtained the European, one the African, and one the Asiatic parts of Alexander’s possessions. The European part fell ultimately to Antigonus’s descendants; Ptolemy, who obtained Egypt, made Alexandria his capital; Seleucus, who obtained Asia after many wars, was too busy with campaigns to have a fixed capital, but at later times Antioch was the chief city of his dynasty. … From the point of view of Hellenistic culture, the most brilliant success of the third century BC was the city of Alexandria. Egypt was less exposed to war than the European and Asiatic parts of the Macedonian domain, and Alexandria was in extraordinarily favoured position for commerce. The Ptolemies were patrons of learning, and attracted to their capital many of the best men of the age. Mathematics became, and remained until the fall of Rome, mainly Alexandrian … [from Bertrand Russell, History of Western 142 Philosophy]
  • 143. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Unsur Alam Unsur Dasar Alam • • • • • Menurut Thales dari Miletus (± 624 sM - ± 546 sM) adalah air Menurut Anaximenes (± 570 sM - ± 500 sM) adalah udara Menurut Xenophanes (± 570 sM - ± 480 sM) adalah tanah Menurut Heraklitus (± 540 sM - ± 475 sM) adalah api Menurut Empedokles (± 490 sM - ± 430 sM) adalah kombinasi dari air, udara, tanah, dan api Sifat Dasar Unsur • panas dan dingin • kering dan basah 143
  • 144. THALES OF MILETUS Thales of Miletus (fl. 6th century BC), philosopher remembered for his cosmology based on water as the essence of all matter. According to the Greek thinker Apollodorus, he was born in 624; the Greek historian Diogenes Laeritus placed his death in the 58th Olympiad (548-545) at the age of 78. No writings by Thales survive, and no contemporary sources exist; thus, his achievement are difficult to assess. Inclusion of his name in the canon of legendary Seven Wise Men led to his idealization, and numerous acts and sayings, many of them no doubt spurious, were attributed to him. According to Herodotus, Thales was a practical statesman who advocated the federation of Ionian cities of the Aegian region. The Greek scholar Callimachus recorded a traditional belief that Thales advised navigators to steer by the Little Bear (Ursa Minor) rather than by the Great Bear (Ursa Major), both prominent constellation in the north. 144
  • 145. He is also said to have used his knowledge of geometry to measure the Egyptian pyramids and to calculate the distance from the shore of ships at sea. Although such stories are probably apocryphal, they illustrate Thales’ reputation. The Greek writer Xenophanes claimed that Thales predicted the solar eclipse that stopped the battle between the Lydian Alyattes and the Median Cyaxares, evidently on May 48, 585. Modern scholars believe, however, that he could not possibly have had the knowledge to predict accurately either the locality or the character of an eclipse. Thus, his feat was apparently isolated and only approximate; Herodotus spoke of his foretelling the year only. That the eclipse was nearly total and occurred during a crucial battle probably contributed considerably to his exaggerated reputation as an astronomer. In geometry Thales has been credited with the discovery of five theorems: (1) that a circle is bisected by its diameter, (2) that angles at the base of a triangle having two sides of equal length are equal, (3) the opposite angles of intersecting straight lines are equal, (4) that the angle inscribed in a semicircle is a right angle, and (5) that a triangle is determined if its base and the angles relative to the base are given. His mathematical achievements are difficult o assess, however, because of the ancient practice of crediting particular discoveries to men with a general reputation for 145 wisdom.
  • 146. The claim that Thales was the founder of a European philosophy rests primarily on Aristotle, who wrote that Thales was the first to suggest a single material substratum for the universe— namely, water, or moisture. Even though Thales as philosopher renounced mythology, his choice of water as the fundamental building block of matter had its precedent in tradition. A likely consideration in this choice was the seeming motion that water exhibits, as seen in its ability to become vapour; for what changes or moves itself was thought by the Greeks to be close to life itself. To Thales the entire universe is a living organism, nourished by exhalations from water. Thales’ significance lies in his choice of water as the essential substance than in his attempt to explain nature by the simplification of phenomena and in his search for causes within nature itself rather than in the caprices of anthropomorphic gods. Like his successors Anaximander and Anaximenes, Thales is important in bridging the worlds of myth and reason. 146
  • 147. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Unsur Alam Letak Unsur • Tanah di tengah alam, benda jatuh karena kembali ke letak asal • Air di tepi tanah, air keluar dari tanah melalui mata air karena kembali ke letak asal • udara di tepi air, udara di dalam air bergelembung naik karena kembali ke letak asal • api di tepi udara, dalam bentuk kilat di langit • Unsur kelima (quintessential) unsur pembentuk benda langit, unsur sempurna 147
  • 148. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Unsur Alam Sifat Unsur tanah air udara api kering dingin basah dingin basah panas kering panas Benda Benda merupakan kombinasi dari keempat unsur beserta sifat mereka Asumsi Unsur alam beserta sifatnya ini dijadikan asumsi di dalam 148 pengetahuan kemudian
  • 149. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Unsur Alam U n s u r d a s a r p e m b e n tu k q u in t e s s e n t ia l a la m d a n s ifa t m e r e k a ( u n s u r k e lim a ) a p i ( k e r in g d a n p a n a s ) u d a ra (b a s a h d a n p a n a s ) a ir ( b a s a h d a n d in g in ) ta n a h ( k e r in g d a n d in g in ) 149
  • 150. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Unsur Alam Bentuk Alam • Menurut Anaximander (± 610 sM - ± 546 sM) dari Miletus langit berentuk bola serta permukaan bumi melengkung dan berbentuk silinder dengan sumbu timur-barat • Menurut Anaximenes dari Miletus, bumi berbentuk meja bundar (cakram) • Menurut Pythagoras, bumi berbentuk bola Alam • alam terdiri atas substansi dan bentuk Peta Zaman Kuno • Timur (orient) terletak di atas • Membaca peta, perlu mencari letak timur dulu 150
  • 151. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Paham Alam Tunggal (Monisme) • • • • • Realitas alam adalah tunggal walaupun tampak jamak Tidak ada celah Tidak terbagi Tiada gerakan (statis) Penganut: perguruan Elea yang dipimpin oleh Parmenides 151
  • 152. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Paham Alam Jamak (Pluralisme) • • • • • Realitas alam adalah jamah (banyak) Ada celah Terbagi Ada gerakan (dinamis) Penganut: Heraklitus dan Empedokles 152
  • 153. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Perguruan Elea • Dipimpin oleh Parmenides • Pengikut terkenal adalah Zeno dari Elea • Menganut alam tunggal (monisme) Heraklitus • • • Mengagumi api yang bergerak dan air yang mengalir Ucapan terkenal “panta rhei = semua mengalir” Menganut alam jamak Empedokles • Substansi alam terus bergerak, berpadu melalui kasih, dan 153 bercerai melalui benci, berulang-ulang terjadi secara periodik
  • 154. PARMENIDES Parmenides (b. c. 515 BC), Greek philosopher of Elea in southern Italy who founded Eleaticism, one of the leading perSocratic schools of Greek thought. His general teaching has been diligently reconstructed from the few surviving fragments of his principal work, a lengthy three-part verse composition titled On Nature. Parmenides held that the multiplicity of existing things, their changing forms and motion, are but an appearance of a single eternal reality (“Being”), thus giving rise to the Parmenidian principle that “all is one.” From this concept of Being, he went on to say that all claims of change or or bob-Being are illogical. Because he introduced the method of basing claims about appearances on a logical concept of Being, he is considered one of the founders of metaphysics. Plato’s dialogue the Parmenides deals with his thought. An English translation of his work was edited by L. Taran (1965). 154
  • 155. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Paradoks Zeno • Zeno dari Elea (penganut paham alam tunggal) membantah paham alam jamak melalui empat paradoks • Paradoks dikotomi • Paradoks Achilles • Paradoks panah • Paradoks stadion Cara • Menggunakan paham alam jamak (terbagi) dan menunjukkan ketidaklogisan 155
  • 156. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Paradoks Dikotomi • Dari titik A bergerak menuju ke titik B • Kalau jarak ini terbagi (paham jamak) maka jalan itu dibagi dua • Setelah tiba di tengah jalan, sisa jalan dibagi dua lagi • Setelah mencapai titik tengahnya, sisa jalan dibagi dua lagi • Demikian seterusnya, sehingga kita tidak mungkin tiba di B A B 156
  • 157. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Paradoks Achilles • Achilles adalah dewa Yunani yang larinya tercepat; kura-kura adalah hewan yang jalannya paling lambat • Achilles ingin menyusul kura-kura yang sudah lebih dahulu berjalan • Setiap kali Achilles tiba ke tempat kura-kura, sang kura-kura sudah maju sedikit • Demikian seterusnya, sehingga Achilles tidak mungkin melewati kura-kura • Bahkan menurut paradoks dikotomi, Achilles tidak mungkin mencapai tempat kura-kura Achilles Kura-kura 157
  • 158. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Wujud Alam Teori Atom • Leucippus dan Democritos muncul dengan teori atom ( a tomos = tidak terpenggal) • Menurut mereka segala sesuatu memiliki bagian terkecil berupa atom • Segala sesuatu itu meliputi benda dan bukan benda (berbeda dengan atom unsur di kimia) • Benda: kayu, batu, air; bukan benda: api, jiwa, perasaan, pikiran • Ada atom kasar seperti atom api; ada atom halus (eidola) seperti atom jiwa (psyche) • Pemenggalan sesuatu akan terhenti pada atom • Tampaknya teori atom ini dapat menjawab paradoks Zeno 158
  • 159. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Bilangan Perguruan Pythagoras • Kita mengenal dalil Pythagoras di geometri (sebelum Pythagoras, dalil ini sudah dikenal) • Sebenarnya, banyak hal yang dikemukakan oleh Perguruan Pythagoras, dan kesemuanya berkenaan dengan bilangan Paham Pythagoras • Segala sesuatu duduk di atas bilangan dan dapat dinyatakan dalam bilangan • Perguruan Pythagoras menemukan berbagai sifat bilangan • Tugas ahli filsafat, menurut perguruan Pythagoras, adalah mencari bilangan itu 159
  • 160. PYTHAGOREAN PHILOSOPHY Although much of the tradition about Pythagorean philosophy is confused because of dissensions within the school and on account of intermixture of later speculation with earlier doctrine, yet some of the chief principles are quite clear. Pythagoras’s discoveries in musical theory, such as that the basic musical harmonies depend on very simple numerical ratios between the dimensions of the instruments (such as strings, pipes, disks) producing them, let him interpret the world as a whole through numbers. The discovery was the basis for the Pythagorean theory of numbers, of which the systematic study induced the intense Pythagorean devotion to mathematics and the subsequent development of this science by Greek scientists. Pythagoras taught that number is the fundamental part of the world’s framework. According to his theory that the dominant note of the universe are proportion, order, and harmony. All three are expressible by numerical relations. Pythagoreans thus considered that the universe’s essential character is number, but they went beyond this by asserting that the world is made of numbers—a doctrine that is 160 the core of Pythagorean
  • 161. philosophy. In preaching this principle the Pythagoreans both propounded several semi mystical speculations and discovered more scientific truths. On the speculative side occurs the celebrated Pythagorean table of opposites, derived from their proposition that the universe is composed of pairs of contradictories. The pairs are 10 in number: (1) limited and unlimited; (2) odd and even; (3) one and many; (4) right and left; (5) masculine and feminine; (6) rest and motion; (7) straight and crooked; (8) light and darkness; (9) good and evil; (10) square and oblong. Though this theory may not be so fantastic as it appears, the Pythagorean development of numbers was quite arbitrary in the following proposition. The number 1 is the point, 2 is the line, 3 is the plane, 4 is the solid, 5 is physical qualities, 6 is animation, 7 is intelligence and health, 8 is love, friendship, wisdom. Identification of different numbers with different things exemplifies no principle. The Pythagoreans themselves disagreed on what number should be assigned to what things. Thus, since justice is that which returns equal for equal, the only 161 numbers which do this are square numbers; thus 4 equals 2 into 2
  • 162. for equal; thus 4 must be justice. But since 9 is equally square of 3, 9 also can represent justice. Such speculation seems sterile, save to numerologists. Among the Pythagorean achievements in science were: (1) The Pythagorean theorem, reliably reported to have been discovered by Pythagoras, to whose speculation was owed also, quite probably, most of the first book of Euclid’s Stoicheaia (Elements) on geometry. (2) By 500 BC the earth sphericity was proclaimed by Pythagoreans, who were among the first, if not the first, to teach it. (3) Hippasus (fl. 450 BC) discovered incommensurability and elaborated a theory of proportions applicable to incommensurables. (4) By 400 BC the Pythagoreans taught the theory that the earth, sun, and moon, planets, and fixed stars revolve around a central fire—a denial of the earlier and later geocentric view of the universe and an anticipation of Nicolaus Copernicus’ heliocentric hypothesis announced in 1543. From this theory they 162
  • 163. developed the doctrine of the music of the spheres, which lasted into modern times. (5) Archytas of Tarentum (fl. 360 BC) developed a very advanced theory of acoustics and founded mechanics. (6) At an undetermined date Pythagoreans developed the theory of mathematical “means” and they also invented the theory of polygonal numbers. Pythagorean ethics consisted in ascetics practice. Happiness was the perfection of the soul’s virtue, which was a kind of harmony. The process of purification of the soul was accomplished by metemorsychosis, the transmigration of the soul, a theory imported by Pythagoreans from the Orient and one of their most characteristic dogmas. 163
  • 164. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Bilangan Harmoni • Pythagoras menemukan bahwa nada dapat dinyatakan dengan rasio panjang kawat yang menghasilkan nada (1 : ¾ : 2/3 : ½ ) atau (12 : 9 : 8: 6) • oktaf (diaspason) 12 : 6; fourth (diatessaron) 8 : 6; fifth (diapente) 12 : 8 • Rasio ini dinamakan harmoni • Menurut mereka, jarak benda langit ke bumi juga memiliki rasio harmonis (music of the sphere) • Menurut mereka, tubuh manusia sehat memiliki tone yang harmonis; sakit berarti tone tidak harmonis lagi, diobati dengan tonikum 164
  • 165. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Bilangan Arti Bilangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 = = = = = = = = = titik; penalaran garis; pendapat bidang bentuk ruang; keadilan kualitas fisik; perkawinan animasi; semangat inteligensi; kesehatan cinta; persahabatan; kearifan keadilan Genap Ganjil • Bilangan genap (artios) tidak disukai karena mudah 165 terbagi/pecah
  • 166. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Bilangan Bilangan 10 Bilangan 10 adalah ideal karena 1 + 2 + 3 +4 = 10 Ada 10 pasang lawanan           terbatas lawan tak terbatas ganjil lawan genap satu lawan banyak kanan lawan kiri lelaki lawan perempuan diam lawan gerak lurus lawan bengkok terang lawan gelap baik lawan jahat bujur sangkar lawan lonjong 166
  • 167. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Bilangan Bilangan dan Gambar • • • • • Bilangan bulat = bilangan segi tiga Bilangan ganjil = bilangan bujur sangkar Bilangan genap = bilangan persegi panjang Bilangan segi lima Bilangan kubik Number and Figure • Di dalam bahasa Inggris figure dapat diartikan number atau bilangan; rupanya dari sini Bilangan Irasional 167 • Bilangan √2, √3 membingungkan perguruan ini karena tidak
  • 169. THE SQUARE ROOT OF TWO The square root of 2, which was the first irrational to be discovered, was known to the early Pythagoreans, and ingenious methods of approximating to its value was discovered. The best was as follows: Form two columns of numbers, which we will call the a’s and the b’s; each starts with 1. The next a, at each stage, is formed by adding the last a and b already obtained; the next b is formed by adding twice the previous a to the previous b. The first 6 pairs so obtained are (1,1), (2,3), (5,7), (12,17), (29,41), (70,99). In each pair, 2a2−b2 is 1 or −1. Thus b/a is nearly the square root of two, and at each fresh step it gets nearer. For instance, the reader may satisfy himself that the square of 99/70 is very nearly equal to 2. [from Bertrand Russell, History of Western Philosophy] (a, b), (a’, b’), … a’ = a + b b’ = 2a +b π = b/a 169
  • 170. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Bilangan Sifat Bilangan Bilangan sempurna  jumlah faktor = bilangan  mis. 1 + 2 + 3 = 6  1 + 2 + 4 + 7 + 14 = 28 Bilangan berkekurangan  jumlah faktor < bilangan  mis. 1 + 2 + 4 < 8 Bilangan berlimpahan  jumlah faktor > bilangan  mis. 1 + 2 + 3 + 4 + 6 > 12 Bilangan bersahabat  jumlah faktor bilangan = bilangan sahabatnya 170  mis. 1+2+4+5+10+11+20+22+44+55+110=284
  • 171. Zaman Yunani Kuno Pra-Sokrates: Protagoras Protagoras (c. 500 sM) • Menyatakan dirinya sebagai sophist • Tidak mendirikan perguruan, menerima bayaran dari jasa mengajar Ukuran • Menurut Protagoras, manusia adalah ukuran dari semua benda, tentang benda yang ada dan tentang benda yang tidak ada • Akibatnya, menurut orang yang satu, benda adalah seperti ini, tetapi menurut orang yang lain, bisa lain lagi Baik dan benar • Sesuatu bisa lebih baik tetapi belum tentu lebih 171 benar
  • 172. Zaman Yunani Kuno Sokrates Perguruan • • • Sokrates adalah guru dari Plato Plato adalah guru dari Aristoteles Sokrates, Plato, Aristoteles adalah tiga ahli filsafat yang terkenal dari zaman Yunani Kuno • Setelah Aristoteles, Yunani ditaklukkan oleh Alexander, dan mengalami kemunduran Kegiatan Sokrates (± 470 sM - 399 sM) • • • • • Memiliki perguruan Tidak menulis buku; karyanya terdapat di dalam tulisan Plato Ikut dalam politik sehingga dihukum mati pada tahun 399 sM Merintis metoda dialog 172 Filsafat moral dan hipotesis
  • 173. Zaman Yunani Kuno Plato Perguruan • Memberi pelajaran di taman Akademon di pinggir kota Athena • Dikenal sebagai Perguruan Akademia (asal usul dari kata akademik) dari 387 sM sampai 529 Perguruan Akademia • Akademia tua oleh Plato (387 sM), diteruskan oleh pengikutnya (dan kemanakan) Speusippus, Xenokrates dari Khalkedon, Polemon dari Athena, Krates • Akademia pertengahan diteruskan oleh Arkesilaus (316 241 sM) • Akademia baru oleh Kameades (214?sM - 129 sM) • Dibubarkan oleh Kaisar Justinian pada tahun 529173
  • 174. Zaman Yunani Kuno Plato Kegiatan Plato (± 427 sM - ± 347 sM) • Meninggalkan banyak karya; paling terkenal adalah “Dialogue” • Merintis teori bentuk (form, ide) yakni bentuk umum (universal) dari sesuatu seperti kursi, biru, buku, pohon • Diduga bahwa bentuk umum ini ada di dalam ide, maka dikenal juga sebagai ide • Berkarya juga di bidang epistemologi, logika, etika, hukum, metoda dialektika (dialog) Paham tentang Pengetahuan • Menganut paham tunggal dari Parmenides, terutama tentang ketidakubahan pengetahuan • Benda berubah tetapi bentuk tidak berubah; pengetahuan 174 harus melalui bentuk atau ide yang tidak berubah
  • 175. Zaman Yunani Kuno Aristoteles Perguruan • Memberi pelajaran sambil berjalan-jalan (peripatetik) di taman Lyceum • Dikenal sebagai Perguruan Lyceum • Karena mengajar sambil berjalan-jalan, anggota perguruan ini dikenal sebagai Peripatetik • Pernah memberi pelajaran kepada anak Raja yang kemudian menjadi Alexander Agung Kegiatan Aristoteles (384 sM - 322 sM) • • • Meninggalkan banyak sekali karya Merintis logika, terutama silogisme Merintis kategori: substansi, kuantitas, kualitas, relasi, 175 tempat, waktu, posisi, status, aksi, kepasifan (terkena aksi)
  • 176. Zaman Yunani Kuno Aristoteles Kegiatan Ilmiah • Sebagai anak dokter, ia banyak menelaah alam terutama biologi dan psikologi • Tidak sepaham dengan Plato tentang bentuk (ide); Plato bentuk sebelum materi, Aristotles bentuk di dalam materi Bidang Karya Aristoteles • Dari karya yang masih dapat ditemukan, karya Aristoteles dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bidang • Filsafat teoretik atau spekulatif (teologi, fisik, metafisika, biopsikologi) • Filsafat Praktis (etika dan ilmu politik) • Filsafat Produktif (retorika, estetika, kritik sastra) 176
  • 177. Zaman Yunani Kuno Aristoteles Karya Aristoteles Logika di dalam Organon  kategori, tentang interpretasi, prior analytics  posterior analytics, topik, sophistical refutations Filsafat Alam     tentang langit (meteorologi) fisika (materi dan bentuk atau form) tentang unsur (tanah, air, udara, api) astronomi, geografi, kimia, biologi Psikologi  raga dan jiwa (materi dan bentuk)  pikiran Metafisika Etika dan Politik 177
  • 178. CATEGORY Category, in logic, a term used to denote the several most general or highest types of thought forms of entities, or to denote any distinction such that, if a form or entity belonging to one category is substituted into a statement in place of one belonging to another a nonsensical assertion must result. The term was used by Aristotle to denote a predicate type; i.e., the many things that may be said (or predicated) of a given subject fall into classes—such as quantities, substances, relations, and states—which Aristotle called categories. To the Greeks, the clarification of predicate categories helped resolve questions that seemed to be paradoxes. In the course of a year or so, for example, Socrates could cease to be taller and come to be shorter than Alcibiades; so he is not now what he was at an earlier date. Yet he does not cease to be human being. One may wonder how he can not be what he used to be (taller) and still be what he used to be (a human being). The answer is that the categories are different: a change of relation is not a change of substance. Though the Stoics, philosophers of ancient Greece, had recognized only 4 “most generic” notions, Aristotle’s 10 categories 178 were treated throughout the
  • 179. Middle Ages as though they were definitive. In a commentary on Aristotle’s Categoriae (Categories), the Neoplatonist Prophyry set the stage for the entire medieval controversy over universals, or general abstract terms (see Nominalism), and he thus posed the issues that any theory of categories must resolve. In the 18th century Immanuel Kant revived the term category to designate the different types of judgments or ways in which logical propositions function. It should thus be clear that, whereas Kant retained the Aristotelian term “category” and even some of the subterms, such as “quality,” “quantity,” and “relation,” his distinctions were different from those of Aristotle. For Aristotle, for example, “quality” referred to such predicates as “white” or “sweet,” whereas for Kant it designated the distinction between affirmative and negative. After Kant, G.W.F Hegel arranged many categories in a dialectical structure of ascending triads and thus initiated the modern tendency to regard them as many and as comprising the basic principles of a logical and/or metaphysical system; thus, for Hegel the categories encompassed both form and content. Early in the 20th century, Bertrand Russell, faced with a “contradiction” in the foundations of mathematics, developed the theory of types, which distinguished different levels of language and held that the levels should not be intermixed . Meanwhile, Charles Sanders Peirce, an American logician and Pragmatist, arguing from Kant’s categories, proposed a 179
  • 180. reduced list of categories. He defended the view that there can be three and only three types of predicates: “firstness,” that of “pure possibility”; “secondness,” that of “actual existence”; and “thirdness,” that of “real generality.” Clearly, if universals belong to the category of thirdness, then the Nominalist, who urges that universals have no existence (the secondness category) is confusing categories and, by the definition of “category,” is making a nonsensical statement. Such misjudgments, made famous as “category-mistakes” by Gilbert Ryle, a mind 20 th-century Oxford Analytical philosopher, have played an important role in recent linguistic philosophy, which, with the proliferation of categories, has applied this critique, with powerful therapeutic effect, to philosophical discourse. Stanislaw Lesniewski (1886-1939), a Polish logician, and Rudolf Carnap (1891-1970), a German-American semanticist, distinguished between syntactical categories (dealing with the interrelations of concepts) and semantical categories (dealing with concepts and referents). Distinctions akin to those of Aristotle are thus apt to be described today as semantical, as distinctions between kinds and modes of significance rather than kinds of linguistic expressions or of things or happenings. P.F. Strawson, 180 another Oxford philosopher, discussed the implications of category
  • 181. Zaman Yunani Kuno Aristoteles Metoda Induksi dan Deduksi • • • Dari Aristoteles Induksi: dari observasi ke penjelasan (teori) Deduksi: dari teori ke konklusi sesuatu Sebab • • • • Ada material cause (bahan pembuat) Ada formal cause (bentuk buatan) Ada efficient cause (pengerjaan pembuatan) Ada final cause (niatan pembuatan) 181
  • 182. CAUSE Cause, in the philosophy of Aristotle, is a special generic term referring to the four principles through which one arrives at knowledge of any entity. In distinguishing between the material, formal, efficient, and final causes of a substance, Aristotle attempted to take into account everything necessary to produce it. Background. The theories of the pre-Socratic philosophers postulated the elements from which all things were formed: earth, air, fire, and water. This view corresponds somewhat to Aristotle’s concept of a material cause; however, it was too limited to account for an ordered cosmos and its intelligibility. Plato’s concept of the causes of things in part resembles Aristotle’s formal cause. Plato made the mistake of treating the essences of entities (the Platonic Forms or Ideas) as though they were substances in their own right. The Four Causes. Aristotle found unacceptable Plato’s view that the essence of entities reside in a separate realm of Forms. He attempted to describe the existence of all things in terms of the things themselves, without postulating a special metaphysical realm. According to Aristotelian analysis, all material things 182 (sensible substances) are composed of matter and form. Matter, or
  • 183. of which a thing is made—brick is the material cause of a house. It is important to note here that “matter” is a relative term for Aristotle; by it he means the materials of a thing relative to the structure that holds them together. Thus, the elements are the material cause of organs; tissues are the material cause of the living body. The form of an entity, either its “shape” or its structural plan, is its formal cause. The blueprint, or the actual structure of a house, are the formal causes of the house. The formal and material causes are generally inseparable for Aristotle—each requires the other. Although each individual entity is a composite of matter and form, these two categories do not sufficiently account for why things are what they are. There must be an agent or force that imposes the form on the matter. That something is Aristotle’s sufficient cause, the vis a tergo, or “push from behind.” The builder of a house (or the builder in the act of building) is the efficient cause of the house. This cause most closely corresponds to the ordinary meaning of “cause” today. 183 Just as the “push from behind” pushes the substance
  • 184. to change in a specific direction, that direction is predetermined by the vis a fronte, or “pull from the front”: the entelechy, or final cause. This cause is the end, purpose, or goal at which the process of change aims and terminates. The final cause of a house might be “being comfortable to live in.” Present-Day Implications. The Aristotelian account of causation is not generally used in modern analysis of cause, which is interested in clarifying statements concerning cause in ordinary and scientific discourse. However, the subject of final causes (teleological explanation) is still vigorously discussed, particularly in the life and social sciences. 184
  • 185. Zaman Yunani Kuno Aristoteles Aristoteles tentang Alam • Alam di bawah bulan (sublunar) terdiri atas tanah (berat), air, udara, dan api (ringan). Alam di atas bulan terbuat dari unsur kelima (quintessential) yang sempurna • Gerakan di bawah bulan adalah lurus; gerakan di atas bulan adalah melingkar • Penggerak di alam adalah benda langit dan angin serta hewan dan manusia • Pertumbuhan terjadi karena adalah prinsip internal yang merupakan potensi • Tidak mungkin ada hampa • Pandangan Aristoteles diadopsi oleh katedral sehingga sukar dibantah. Ketika dibantah oleh ilmuwan zaman kebangkitan, 185 terjadi kontradiksi
  • 186. Zaman Yunani Kuno Pasca-Aristoteles  Zaman Pasca-Arsitoteles • Yunani Kuno dikuasai oleh Alexander Agung dan mengalami kemunduran, serta terus mundur pada masa pascaAlexander Agung • Ada empat paham dogmatis pada zaman itu, Stoik, Epikurus, Skeptik, Cynics Paham Stoik • Dasar kebahagiaan adalah hidup dalam kecocokan dengan diri sendiri (kemudian dengan alam) • Kebaikan sejati adalah kebajikan dan bukan harta; dasar kebajikan adalah kontrol diri Paham Epikurus 186
  • 187. Zaman Yunani Kuno Pengetahuan Matematika dan Alam Matematika • Matematika cukup maju melalui tokoh seperti Euclides, Eratosthenes, Pythagoras, Apollonius Pengobatan • Tokoh terkenal di bidang pengobatan mencakup Hippocrates, Galen (zaman Romawi) Fisika • Tokoh terkenal di bidang fisika mencakup Archimedes (gaya timbul, pengungkit, katrol) Atronomi 187
  • 188. Zaman Yunani Kuno Pendidikan Pendidikan Sophist • Pendidikan tinggi (belum ada universsitas) berlangsung tanpa perguruan dengan para sophist sebagai guru Perguruan Philosopher • Para philosopher seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles sebagai guru; mereka membentuk perguruan Pendidikan Anak • Anak belajar pada waktu senggang • Dalam bahasa Yunani, waktu senggang adalah “skhole,” dan daripadanya lahir kata sekolah • Guru adalah paidagogos yakni budak tua yang sudah berpengalaman dan dipercaya 188
  • 189. Zaman Romawi Abad ke-1 sM - Abad ke-5 Karateristik Zaman • Romawi menjadi besar pada abad ke-1 sM dengan menaklukkan Yunani, Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara • Tokoh terkenal: Julius Ceaser, Augustus Ceaser • Lebih tertarik kepada peperangan, memerintah, hukum, daripada kepada filsafat • Membiarkan filsafat diteruskan oleh orang Yunani, sehingga perguruan Akademia dapat terus hidup • Mula-mula bukan nasrani, tetapi kemudian menjadi nasrani (di mulai dari Romawi Timur) • Dengan alasan bukan nasrani, Perguruan Akademia ditutup oleh Kaisar Justinian pada tahun 529 189
  • 190. Zaman Romawi Abad ke-1 sM - Abad ke-5 Runtuhnya Romawi • Romawi diserang oleh Goth dari Utara serta oleh Vandals • Pada akhir abad ke-4, Romawi pecah menjadi Romawi Barat (di Roma) dan Romawi Timur (di Konstantinopel) • Romawi Barat runtuh pada abad ke-5 • Romawi Timur dapat bertahan sampai tahun 1475 namun mereka lebih dikenal sebagai Byzantium daripada sebagai Romawi • Di sini, Zaman Romawi diakhiri dengan runtuhnya Romawi Barat • Dengan demikian, Zaman Romawi adalah dari abad ke-1 sM sampai abad ke-5 190
  • 191. Zaman Romawi Filsafat dan Ilmu Filsafat • • • Diteruskan oleh orang Yunani Mereka meneruskan filsafat dari zaman Yunani Kuno Mereka dikenal sebagai Neo-Pythagoras, Neo-Plato, NeoAristoteles Astronomi • Pada waktu itu, Claudius Ptolemaeus mengemukakan paham geosentris (benda langit beredar mengelilingi bumi) • Asumsi ini cocok dengan anggapan bahwa manusia adalah pusat alam dan dianut oleh katedral (gereja) • Asumsi ini bertahan sampai Zaman Kebangkitan 191
  • 192. Zaman Romawi Filsafat dan Ilmu Kalender • Julius Ceaser menugaskan Sosigenes menstandarkan kalender • Sebelum menggunakan kalender baru, tahun terakhir berlangsung selama 445 hari • Kalender ini yang kita gunakan sekarang (pada abad ke-15 dikoreksi oleh Paus Gregorius) dengan mengurangi tiga hari pada setiap empat abad; ketika diterapkan, terjadi lompatan 10 hari Ilmu • Sebagian ilmu diteruskan oleh orang Yunani dan sebagian lagi oleh orang Romawi • Tokoh terkenal pada waktu itu: Ptolemaeus (astronomi), Sosigenes (astronomi), Galen, Celsus (medik), Vitruvius 192 (arsitek), Diophantus, Pappus, Hypatia (matematika)
  • 193. Zaman Romawi Karya Karya Zaman Romawi • Banyak karya peninggalan zaman ini • Karya arsitektur melalui bangunan besar yang reruntuhannya masih tampak sampai sekarang • Karya di bidang jalan untuk transportasi yang menghubungkan banyak daerah • Karya akuadak di bidang penyaluran air ke kota Roma • Karya di bidang bahan (logam dan nonlogam) Kegiatan di Luar Ilmu • Astrologi • Alkemi • Tenung dan witchcraft 193
  • 194. Zaman Romawi Alkemi Kemunculan • Berkembang sekitar tahun 100 di Alexandria, Mesir • Gabungan dari beberapa sumber  Filsafat Yunani Kuno  Tukang Mesir  Astrologi Mesopotamia Filsafat Yunani Kuno • Semua bahan terbuat dari kombinasi panas, dingin, kering, dan basah • Kombinasi ini membentuk tanah (kering dingin), air (basah dingin), udara (basah panas) dan api (kering panas) 194 • Benda lain terdiri atas kombinasi mereka
  • 195. Zaman Romawi Alkemi Pertukangan Mesir • • • Mereka mahir di dalam pembuatan logam dan bahan warna Mengetahui bahwa bahan dapat berubah Bahan yang sempurna dan langka adalah emas Astrologi Mesopotamia • Logam berkaitan dengan planet (makrokosmos) • Planet berkaitan dengan kehidupan manusia (mikrokosmos), hewan, dan tumbuhan yang bisa lahir, tumbuh, sakit, dan mati • Logam dapat lahir, tumbuh, sakit, dan mati • Karena itu, logam dapat disempurnakan 195 • Emas adalah logam sempurna
  • 196. Zaman Romawi Alkemi Kegiatan Alkemi • Meramu berbagai bahan dengan harapan menghasilkan emas dari bahan murah • Membuat catatan yang dirahasiakan (emas tidak akan berharga lagi kalau rahasia membuatnya dari bahan murah diketahui orang lain) Eksoterik dan Esoterik • Pada abad keempat, alkemi pecah menjadi kelompok eksoterik dan esoterik • Eksoterik terus meramu bahan di laboratorium mereka • Esoterik hanya menuliskannya dengan sandi rahasia • Eksoterik melemah dan esoterik menguat sehingga alkemi penuh dengan mistik 196
  • 197. Zaman Gelap Abad ke-5 sampai Abad ke-10 Karakteristik Zaman • Berlangsung setelah keruntuhan Romawi (Barat) pada abad ke-5 karena serangan Goth dan Vandal • Penyerangan Goth dan Vandal berlangsung secara barbarisme • Terjadi kemunduran di bidang ekonomi dan demofrafi • Terlalu sedikit dokumen yang ditemukan (survive) untuk menceriterakan keadaan pada waktu itu, sehingga muncul istilah Zaman Gelap (Dark Ages) • Pada zaman itu, Arab bangkit dan memiliki pusat kecendekiaan di Baghdad (Sultan Harun Al-Rasyid) dan di Cordoba (Spanyol) 197
  • 198. Zaman Gelap Cendekiawan Arab Sultan Harun Al-Rasyid • Mula-mula penguasa adalah kalifat Umayyad dan kemudian diganti oleh Kalifat Abbasid • Kalifat Abbasid memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad • Kalifat Abbasid mencapai puncaknya pada Sultan Harun AlRasyid yang mengumpulkan para cendekiawan • Para cendekiawan ini mempelajari ajaran Plato dan Aristitoles serta ajaran dari India dan Cina Setelah Sultan Harun Al-Rasyid • Kekuasaan kalifat terpecah-pecah • Setelah abad ke-12, tidak lagi muncul cendekiawan penerus 198
  • 199. Zaman Gelap Cendekiawan Arab Cendekiawan Arab • • • Arab bangkit setelah bangkitnya Islam pada abad ke-7 Cendekiawan ini berpusat di Baghdad dan di Cordoba Mereka menerjemahkan karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Arab • Mereka juga menyerap kebudayaan dari India dan dari Cina • Terjemahan ini menyebabkan banyak karya Yunani Kuno tidak sampai hilang • Setelah Zaman Gelap, terjemahan bahasa Arab ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Latin oleh cendekiawan Eropa 199
  • 200. Zaman Gelap Cendekiawan Arab Cendekiawan di Bidang Filsafat Al-Kindi ( - 867) Ar-Razi (± 865 - 925) Al-Farabi (± 870 - 950) Ibn-Sina (980 - 1037) Al-Ghazali (1058 - 1111) Teologi Ibn-Rushdi (1126 - 1198) Teologi Cendekiawan di Bidang Ilmu Ibn-Hayyam Al-Khwarizmi Al-Razi Al-Battani Ibn-Sani : alkemi, kimia : aljabar : pengobatan : astronomi : fisika, pengobatan 200
  • 201. Zaman Gelap Abad ke-5 sampai Abad ke-10 Akhir Cendekiawan Arab • Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang (tidak ada penerus) Alkemi • Arab juga meneruskan kegiatan alkemi • Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari Cina (dari Taoisme) • Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya esoterik dan eksoterik sama kuatnya • Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda alkali) Zaman Pertengahan 201
  • 202. Zaman Gelap Abad ke-5 sampai Abad ke-10 Akhir Cendekiawan Arab • Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang (tidak ada penerus) Alkemi • Arab juga meneruskan kegiatan alkemi • Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari Cina (dari Taoisme) • Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya esoterik dan eksoterik sama kuatnya • Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda alkali) Zaman Pertengahan • Zaman Gelap disusul oleh Zaman Pertengahan (Medieval) pada abad ke-10 202
  • 203. Zaman Pertengahan Abad ke-10 sampai Abad ke-15 Karakteristik Zaman • Kehidupan di Eropa relatif lebih tenang • Kegairahan belajar mulai bangkit lagi. Mulai ada pendidikan di luar katedral • Karya Yunani dan Arab diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin terutama oleh orang Yahudi • Perhatian kepada filsafat tararah ke metafisika dan bahkan diperdebatkan • Filsafat digunakan untuk menjustifikasi agama • Universitas dengan istilah universitas mulai muncul pada zaman ini • Metoda induktif mulai digunakan di dalam pencarian pengetahuan 203
  • 204. Zaman Pertengahan Filsafat Metafisika Aliran Filsafat • Sejak zaman Yunani Kuno sudah ada perbedaan aliran di bidang metafisika • Pada zaman pertengahan, setiap aliran mengemukakan argumentasi masing-masing • Ada yang berpegang kepada Plato serta ada yang berpegang kepada Aristoteles Perdebatan • Ada kalanya, aliran berbeda saling berdebat • Argumentasi cukup marak pada abad ke-12 sampai ke-14; Universitas juga mempelajari esensi universal pada filsafat • Dari zaman ke zaman terjadi pergeseran anutan dari satu aliran ke aliran lainnya 204
  • 205. Zaman Pertengahan Studium dan Universitas Studium • Bermunculan studium yakni tempat orang mempelajari bidang pengetahuan tertentu di bawah pengajar • Ada tiga studium yang sangat terkenal yakni studium di Salerno (medik), Bologna (hukum dan teologi), dan Paris (seni dan teologi); semacam program studi sekarang Studium Generale • Studium generale adalah studium yang terbuka untuk semua pelajar (dari berbagai negeri) • Jadi generale di sini berarti terbuka untuk semua jenis pelajar • Biasanya studium yang terkenal berbentuk studium generale 205
  • 206. Zaman Pertengahan Studium dan Uunivesitas Docendi, Doctor, Magister • Pengajaran di studium dilakukan melalui docendi (menggurui) • Kemudian pengajar dibekali lisensi mengajar oleh katedral atau kaisar berupa licentiae docendi dan ius ubique docendi (berhak mengajar di mana-mana) • Pelaksana docendi adalah doctor sehingga arti doctor adalah pemberi docendi atau guru • Pengajar juga dikenal sebagai magister yang artinya juga guru • Doctor dan magister adalah sejajar. Ada jenis studium yang menggunakan istilah doctor dan ada yang menggunakan istilah magister 206