Pada awalnya ilmu takhrij hadis tidak diperlukan oleh ulama namun seiring berjalannya waktu dan kebutuhan terhadap penunjukan hadis terhadab sumber aslinya maka memunculkan berbagai kitab-kitab takhrij, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai kedudukanya.
Takhrij adalah menunjukkan hadits pada rujukan pokok ( asli ) yang sudah dikeluarkan lalu disebutkan pula kedudukan hadits tersebut pada saat yang diperlukan. Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis. suatu hadis merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Dalam makalah takhrij hadis kali ini akan dibahas mengenai: Pengertian takhrij hadis, tujuan dan manfa‟at takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan dalam mentakhrij, cara pelaksanaan dan metode takhrij
Mengetahui kriteria suatu hadis diperlukan untuk menentukan suatu hadis dapat digunakan untuk dalil atau tidak boleh sebab itu dalam makalah kali ini akan dibahas tentang hadis dhaif meliputi, Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif, Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi, dan Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif
Mengetahui kriteria suatu hadis diperlukan untuk menentukan suatu hadis dapat digunakan untuk dalil atau tidak boleh sebab itu dalam makalah kali ini akan dibahas tentang hadis dhaif meliputi, Kriteria dan Macam-macam Hadis Dhaif, Hadis-hadis daif ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadis-hadis daif ditinjau dari segi cacat perawi, dan Hukum Meriwayatkan dan Mengamalkan Hadis dhaif
Qawaid Fiqh adalah satu Science oleh Ulama Islam bagi mengeluarkan Hukum Fiqh. Ianya adalah Garis Sempadan dan Ungkapan yang mendalam dan Boleh di Gunakan secara Umum oleh Pencinta Islam dan Pendakwah sebagai petunjuk umum.
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan
Tuhannya. Pada hakikatnya, fikih sudah ada pada masa Nabi Muhammad SAW.
walaupun belum bisa dikatakan sebagai disiplin ilmu tersendiri. Karena seluruh
persoalan agama yang dialami oleh umat Islam pada masa itu langsung ditanyakan
dan dijawab oleh Nabi Muhammad SAW. dengan merujuk kepada Alquran dan
sunnah. Namun sejak sepeninggal Rasulullah SAW. mulai munculnya ilmu fikih
yang dikarnakan seringnya muncul persoalan-persoalan yang membutukan hukum
melalui istimbat.
Mata kuliah Ulumul Qur'an dengan topik Imam Ar-Razi dan Metodologinya dalam Tafsir. Imam Ar-Razi menggunakan metode tafsir bil ra'yi (tafsir menggunakan pendekatan akal, nalar dan kontekstual). Memasukkan metode munasabah (kolerasi) ayat ke ayat lain dan surat dengan surat lain yang tidak digunakan oleh para mufassir bil al'ma'tsur.
Semoga bermanfaat ya!
kitab suci bagi umat Islam, tidak ada keraguan di dalamnya
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah:2)
Qawaid Fiqh adalah satu Science oleh Ulama Islam bagi mengeluarkan Hukum Fiqh. Ianya adalah Garis Sempadan dan Ungkapan yang mendalam dan Boleh di Gunakan secara Umum oleh Pencinta Islam dan Pendakwah sebagai petunjuk umum.
Fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan
Tuhannya. Pada hakikatnya, fikih sudah ada pada masa Nabi Muhammad SAW.
walaupun belum bisa dikatakan sebagai disiplin ilmu tersendiri. Karena seluruh
persoalan agama yang dialami oleh umat Islam pada masa itu langsung ditanyakan
dan dijawab oleh Nabi Muhammad SAW. dengan merujuk kepada Alquran dan
sunnah. Namun sejak sepeninggal Rasulullah SAW. mulai munculnya ilmu fikih
yang dikarnakan seringnya muncul persoalan-persoalan yang membutukan hukum
melalui istimbat.
Mata kuliah Ulumul Qur'an dengan topik Imam Ar-Razi dan Metodologinya dalam Tafsir. Imam Ar-Razi menggunakan metode tafsir bil ra'yi (tafsir menggunakan pendekatan akal, nalar dan kontekstual). Memasukkan metode munasabah (kolerasi) ayat ke ayat lain dan surat dengan surat lain yang tidak digunakan oleh para mufassir bil al'ma'tsur.
Semoga bermanfaat ya!
kitab suci bagi umat Islam, tidak ada keraguan di dalamnya
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (Q.S. Al-Baqarah:2)
KALIBRASI DAN PENGGUNAAN ALAT UKUR Oleh Ir. Najamudin, MT Dosen Universitas B...Ir. Najamudin, MT
Kalibrasi adalah kegiatan untuk mengetahui kebenaran nilai penunjukan suatu alat ukur. Kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang diperiksa terhadap standar ukur yang relevan dan diketahui lebih tinggi nilai ukurnya. Selanjutnya untuk mengetahui nilai ukur standar yang dipakai, standarnya juga harus dikalibrasi terhadap standar yang lebih tinggi akurasinya. Dengan demikian setiap alat ukur dapat ditelusuri (traceable) tingkat akurasinya sampai ke tingkat standar nasional atau standar internasional
Makalah Bahasa Arab - At-Tawaabi' Lismil Marfuu'
ArsipKuliahTarbiyah.Blogspot.Com
by : Haristian Sahroni Putra
At-tawaabi’ secara bahasa adalah bentuk plural dari At-taabi’, yaitu isim faa’il dari taba’a-yatba’u yang berarti yang mengikuti. Sedangkan secara istilah tawaabi’ (lafadz yang mengikuti) adalah isim yang mengikuti i’rab lafadz sebelumnya secara mutlak.
At-tawabi terbagi menjadi empat macam, yaitu: na’tun (نَعْتٌ), ‘athfun (عَطْفٌ), taukiidun (تَوْكِيْدٌ), dan badlun (بَدْلٌ).
Na’tu (نَعْتٌ) secara bahasa berarti sifat. Jamaknya adalah nu’uutun (نَعُوتٌ), sedangkan sinonimnya adalah shifatun (صفة). Secara istilah na’at atau disebut juga shifat adalah isim yang mengikuti isim yang lain dengan fungsi untuk menjelaskan sifat dari isim sebelumnya. Na’at atau sifat wajib mengikuti mausufnya dalam empat hal, (1) i’rab, (2) mudzakkar dan muannats, (3) ma’rifat dan nakirah, dan (4) mufrad, mutsanna dan jama’.
Secara bahasa athaf berarti condong atau cenderung. Sedangkan secara istilah athaf adalah isim yang mengikuti isim lainnya dengan perantara huruf athaf. Adapun huruf-huruf athaf itu adalah: (1) وَ = dan (2) ف = maka (3) ثم = kemudian (4) أو = atau (5) أم = ataukah (6) حتى = sehingga (7) لكن = tetapi (8) لا = tidak (9) بل= melainkan. Ketika ma’thuf dihubungkan pada ma’thuf ‘alaih dengan huruf athaf maka i’rabnya mengikuti i’rabnya ma’thuf ‘alaih. Huruf athaf berfungsi bukan saja mangatafkan isim kepada isim, tetapi juga berlaku dalam mengathafkan fi’il kepada fi’il.
Badal secara bahasa berarti merubah atau mengganti. Sedangkan secara istilah badal adalah isim yang mengikuti isim lain dan berfungsi untuk menggantikan mubdal minhu (yang digantikannya). Badal terbagi menjadi empat macam, yaitu badal syai minasysyai atau badal kul minal kul, badal ba’dh minal kul, badal isytimal, dan badal ghalath.
Taukid secara bahasa adalah mengokohkan dan menguatkan. Taukid adalah isim yang mengikuti isim lain yang berfungsi untuk menguatkan arti (pengeras arti) dan menghilangkan keraguan si pendengar. Taukid itu mengikuti muakkad dalam lafazh, nashab, khafadh dan ma’rifatnya. Taukid terbagi kepada dua bagian, yaitu lafzhi dan ma’nawi. Taukid lafzhi, yaitu taukid yang lafazhnya diulangi sebanyak dua atau tiga kali, baik isim atau fi’il, atau taukid dengan mengulang lafazh muakkad atau lafazh lain. Sedangkan taukid ma’nawi, yaitu taukid dengan menggunakan lafazh tertentu, diantaranya: النَّفْسُ الْعَيْنُ كُلُّ أَجْمَعُ كِلَا كِلْتَ dan kata-kata yang mengikuti أَجْمَعُ, yaitu اكتمع ابتع ابصع.
HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN ATSAR SERTA KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITSMuhammad Rizaki
Abstrak: The hadith, sunnah, khabar, and atsar are inseparable materials from the knowledge of the hadith, the word hadith, sunnah, khabar, and atsar have different resolutions in terms of etymology or language, the hadith is al-jadid (looking for new), sunnah means al-Tariqah (the path that is traversed) either praiseworthy or despicable, khabar means al-naba' (news or news) originating from the prophet, whereas atsar is interpreted as al-baqiy which means (relic or used) of the prophet Muhammad saw. The hadith, sunnah, khabar, and atsar resolutions have the same meaning that is relied on the prophet to see, from the words or actions or decrees, or the nature of the prophet or which is relied on the companions and tabiin. The hadith has a position as a source of Islamic law after the Qur'an was published in the Qur'an and the hadith and reviewed by ijma '. Besides that it has a function as bayan al-taqrir (elucidator of the Qur'an), bayan tasyri 'which gives legal certainty when there is no verse in the Qur'an that explains and bayan al-tafsir (interpreter of the Qur'an) ) which is divided into three (takhshis' am, nasakh commentary, and bayan mujmal).
Makalah Pengklasifikasian Hadis dari Berbagai AspeknyaRafi Mariska
Makalah Pengklasifikasian Hadis dari Berbagai Aspeknya merupakan suatu makalah yang sengaja dibuat untuk memenuhi tugas Ulumul Quran&Ulumul Hadist di UIN Arraniry. Makalah ini menjelaskan tentang Pengklasifikasian hadis berdasarkan kuantitas (banyaknya) perawi dan berdasarkan kualitas perawi serta hadis maudhu' (palsu) yang meliputi sejarah hadis maudhu', perkembangan dan sebagainya sehingga bisa dijadikan referensi bagi saudara pembaca. Makalah ini lebih ditujukan kepada pelajar, baik mahasiswa, siswa bahkan dosen sekali pun.
Pengertian Pendapatan Nasional
Metode-Metode Penghitungan Pendapatan Nasional
Beberapa Pengertian Dasar Perhitungan Agregatif
PDB Harga berlaku dan Harga Konstan
Manfaat dan Keterbatasan Perhitungan PDB
Distribusi Pendapatan (Income Distribution) dan Distribusi Kekayaan (Wealth Distribution)
Pengertian Elastisitas, Perilaku konsumen dan produksi
Elastisitas permintaan dan penawaran
Teori Kardinal dan Ordinal
Dimensi Jangka pendek dan jangka panjang
Model Produksi dengan satu faktor produksi variabel
Model Produksi Dua faktor produksi variabel
Pengertian Ilmu Ekonomi
Masalah-Masalah Ekonomi
Mengapa Belajar Ilmu Ekonomi
Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi
Barang Ekonomi dan Barang Bebas
Perkembangan Teori Ekonomi Mikro-Makro
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel makro ekonomi terhadap jakarta islamic index, Populasi dari penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik(Inflasi), Bank Indonesia(Suku Bunga dan Kurs), Statistik Bursa Efek Indonesia(JII dan IHSG) dan ICP yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, periode Januari 2008 – Agustus 2012, data yang digunakan adalah data bulanan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala numerik, berdasarkan data time series yang berhubungan dengan variabel makro ekonomi yang bersumber dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan Statistik bursa efek indonesia, jadi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari (X1) Inflasi, (X2) Suku Bunga, (X3) Kurs, (X4) ICP, dan (X5) IHSG Untuk mempermudah melakukan perhitungan penelitian ini menggunakan Eviews versi 7 yang kemudian hasil dari Eviews tersebut di Interprestasikan.
This research aims to determine how much influence the macroeconomic variables to jakarta islamic index, The Population of this research is the data obtained from the Central Statistics Agency/Badan Pusat Statistik (Inflation), Bank Indonesia (Interest Rate and Exchange Rate), Statistics of Indonesia Stock Exchange/Statistik Bursa Efek Indonesia (JII and IHSG) and ICP which were obtained from the Directorate General of Oil and Gas, the period of January 2008 - August 2012, the data used are monthly data.
This research uses a quantitative approach which means the data measured on a numeric scale, based on time series that related to macroeconomic variables derived from Bank Indonesia, Central Bureau of Statistics and Statistics Indonesia stock exchange, so the data used in this research is a secondary data. The variables in this research consisted of (X1) inflation, (X2) Interest Rate, (X3) Exchange Rate, (X4) ICP, and (X5) IHSG to simplify the calculation of this review using Eviews version 7, which then the results from The Eviews are interpreted.
Hubungan Antara Rentabilitas Dengan Likuiditas Pada PT. Bank Pembiayaan Rakya...Early Ridho Kismawadi
Penelitian ini berjudul Hubungan Antara Rentabilitas Dengan Likuiditas pada PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Puduarta Insani Tembung. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan negatif antara return on asset, return on equity, dan efisiensi operasi dengan cash rasio. Populasi dalam penelitian ini adalah rasio keuangan dari PT. BPRS Puduarta Insani Tembung periode Januari 2009 sampai Maret 2011. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari cash rasio (Y) dan return on asset (X1), return on equity(X2) dan efisiensi operasi (X3). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi dokumentasi yang didasarkan pada laporan rasio keuangan PT. BPRS Puduarta Insani Tembung.
Analisis data yang digunakan adalah Korelasi Pearson Produck Moment, dan juga Regresi berganda, kekuatan hubungan antara dua variabel diketahui berdasarkan r (korelasi) hasil analisis,dan kemdian dilakukan uji signifikansi untuk melihat kebermaknaan hubungan tersebut, analisi ini menggunakan alat bantu SPSS versi 13,00.
1. Akuntansi konvensional menganut sistem penilaian aktiva dan modal dengan prinsip historical cost, sedangkan akuntansi syari’ah lebih menghendaki konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku (current value), hal ini didasari oleh keinginan melindungi modal pokok yang hakiki dari kemampuan produksi di masa akan datang dalam ruang lingkup perusahaan dan kontinuitas.
2. Akuntansi konvensional membagi modal (aktiva) dalam dua golongan yakni, aktiva lancar (modal yang beredar) dan aktiva tetap (modal tetap). akuntansi syari’ah membedakan modal yang terdiri dari harta berupa uang tunai (cash), dan harta berupa barang, harta dalam bentuk barang ini kemudian dibagi lagi menjadi barang milik dan barang dagangan.
3. Konsep akuntansi syari’ah menilai mata uang seperti emas, perak, dan barang-barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah merupakan tujuan, melainkan hanya sebagai alat tukar, perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai.
4. Konsep akuntansi konvensioanal mempraktikkan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian (conservatisme), dan mengabaikan laba-laba yang belum direalisasi. Perbedaannya akuntansi syari’ah sangat memperhatikan hal-hal cara menentukan harga dengan berdasarkan pada nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan-kemungkinan bahaya dan risiko.
5. Akuntansi konvensional menerapkan laba secara menyeluruh, yang terdiri dari laba usaha, laba dari modal pokok, dan lain sebagainya. Konsep akuntansi syari’ah membedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari modal. Juga wajib memberikan penjelasan pendapatan-pendatan yang diperoleh yang tidak sesuai dengan syari’ah laba dari aktivitas ini tidak boleh dibagikan kepada mudharib dan musyarik (stakeholder) atau dicampurkan pada modal pokok.
6. Konsep akuntansi konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli (aktivitas usaha berjalan), sedangkan konsep akuntansi syari’ah mengakui laba apabila nilai barang mengalami perkembangan atau pertambahan, baik hal itu terjadi karena adanya proses jual-beli maupun tidak. Akan tetapi, jual-beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba dan laba itu tidak boleh dibagi kecuali setelah nyata laba itu diperoleh
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan Syari’ah. Kepemilikan berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis Syari’ah . Istilah milik berasal dari bahasa arab yaitu milk. Dalam kamus Al munjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya dengan milk( yang berakar dari kata kerja malaka) adalah malkan, milkan, malakatan, mamlakatan dan mamlukatan. Milik adalah lughah ( arti bahasa ) dapat diartikan “ memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya”. ( Hasbi Ash Shiddieqy,1989:8 )
Menurut istilah, milik dapat didefinisikan, “ suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain.Menurut syariat,yang membenarkan pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya,kecuali ada penghalang (Hasbi Ash Shidieqy, 1989:8 )Kata menghalangi dalam definisi di atas maksudnya adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu barang untuk mempergunakan/memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya.Sedangkan pengertian penghalang adalah sesuatu ketentuan yang mencegah orang yang bukan pemilik untuk bertindak terhadap harta pemiliknya
Resensi Islamic Economics, Theory and Practice, Prof. Muhammad Abdul MannanEarly Ridho Kismawadi
Muhammad Abdul Mannan lahir di Bangladesh tahun 1938. Pada tahun 1960, ia mendapat gelar Master di bidangEkonomi dari Rajashi University dan bekerja di Pakistan. Tahun 1970, ia meneruskan belajar di Michigan State University dan mendapat gelar Doktor pada tahun 1973. Setelah mendapat gelar doctor, Mannan mengajar di Papua Nugini. Pada tahun 1978, ia ditunjuk sebagai Profesor di International Centre for Research in Islamic Economics di Jeddah.
Sebagian karya Abdul Mannan adalah Islamic Economics, Theory and Practice, Delhi, Sh. M. Ashraf, 1970. Buku ini oleh sebagian besar mahasiswa dan sarjana ekonomi Islam dijadikan sebagai buku teks pertama ekonomi Islam. Penulis memandang bahwa kesuksesan Mannan harus dilihat di dalam konteks dan periode penulisannya. Pada tahun 1970-an, ekonomi Islam baru sedang mencari formulanya, sementara itu Mannan berhasil mengurai lebih seksama mengenai kerangka dan ciri khusus ekonomi Islam. Harus diakui bahwa pada saat itu yang dimaksud ekonomi Islam adalah fikih muamalah.
Pada awalnya ilmu takhrij hadis tidak diperlukan oleh ulama namun seiring berjalannya waktu dan kebutuhan terhadap penunjukan hadis terhadab sumber aslinya maka memunculkan berbagai kitab-kitab takhrij, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai kedudukanya.
Takhrij adalah menunjukkan hadits pada rujukan pokok ( asli ) yang sudah dikeluarkan lalu disebutkan pula kedudukan hadits tersebut pada saat yang diperlukan. Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis. suatu hadis merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Dalam makalah takhrij hadis kali ini akan dibahas mengenai: Pengertian takhrij hadis, tujuan dan manfa’at takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan dalam mentakhrij, cara pelaksanaan dan metode takhrij
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M. Ia lahir dan wafat di saat bulan suci Ramadan. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun
Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun dipenuhi dengan berbagai peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan sejumlah tugas besar serta jabatan politis, ilmiah dan peradilan. Perlawatannya antara Maghrib dan Andalusia, kemudian antara Maghrib dan negara-negara Timur memberikan hikmah yang cukup besar. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah saw. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah..
Ayahnya sendiri, Muhammad, yang memberikan pengajaran pertama kepada Ibnu Khaldun. Selanjutnya, ia menimba ilmu dari banyak cendekiawan yang ada di Tunis. Apalagi saat itu, Tunis seakan menjadi pusat cendekiawan Muslim dari Andalusia. Menurut Ensiklopedi Islam, pada 751 H, yaitu saat Ibnu Khaldun berusia 21 tahun, ia diangkat menjadi sekretaris Sultan Dinasti Hafs, al Fadl yang berkedudukan di Tunisia. Namun tak lama kemudian, ia berhenti karena penguasa yang didukungnya kalah dalam pertempuran pada 753 H.
Ibnu Khaldun kemudian menuju Baskara, Maghrib Tengah, Aljazair. Di sana ia berupaya untuk mendapatkan pekerjaan dari Sultan Abu Anan yang menjadi penguasa Bani Marin. Dan pada 755 H, ia berhasil mendapat kedudukan sebagai anggota Majelis Ilmu Pengetahuan. Setahun kemudian ia diangkat menjadi sekretaris Sultan. Dan jabatan itu ia jabat hingga 763 H. Pada 764 H, ia berangkat ke Granada karena mendapatkan tugas dari Sultan Bani Ahmar sebagai duta di Castilla. Ia menjalankan tugasnya dengan gemilang.
Ibarat sebuah pohon, i’tikad (keyakinan) yang mendalam merupakan akar pondasi yang menjadi dasar, sedangkan akidah merupakan satu batang penopang yang tegak tidak boleh menyimpang. Salah dalam I’tikad-akidah menyebabkan seseorang tersesat dan keluar dari Islam menjadi kafir.
Sedangkan Fiqih merupakan dahan, ranting dan cabangnya. Dalam masalah Fiqih-amaliah yang ijtihadi sering terjadi perbedaan pendapat (khilafiah) diantara para imam mujtahid dan para ulama. Salah dalam ijtihad fiqih amaliah, tidak menyebabkan seorang muslim menjadi kafir, melainkan yang benar dapat dua pahala yang salah dapat satu pahala. Hadits Nabi yang menginformasikan akan adanya firqoh-firqoh Islam yang sesat dalam masalah Akidah (bukan masalah fiqih-amaliah Khilafiah) :
Sejak masa Sahabat, kegiatan ijtihad dapat dikategorikan dalam dua aliran, yaitu aliran rasional (ahlu al-ra’yi) dan tradisional (ahlu al-hadits). Akan tetapi secara institusional, kedua aliran ini terbentuk pada masa Tabi’in, di mana aliran rasional (ahlu al-ra’yi) berkembang di Irak, sedangkan aliran tradisional (ahlu al-hadits) berkembang di Hijaz Makkah dan Madinah Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya ulama tradisionalis (ahlu al-hadits) di Irak dan ulama rasionalis (ahlu al-ra’yi) di kawasan Hijaz.
Secara umum, yang dimaksud dengan aliran rasional (ahlu al-ra’yi) adalah aliran ijtihad yang berpandangan bahwa hukum syara’ merupakan sesuatu yang dapat ditelaah esensi-esensi yang mendasari ketentuan-ketentuan doktrinnya yang mengacu pada kemaslahatan kehidupan manusia. Dalam hal ini, para mujtahid rasionalis mengkaji illat untuk setiap norma hukum dengan melihat pada sisi yang memungkinkannya untuk memperoleh illat sebanyak-banyaknya, sehingga mereka dapat leluasa melakukan kajian analogis dengan memelihara kepentingan kehidupan manusia dan masyarakat secara keseluruhan.
1. Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya
Oleh:
Early Ridho Kismawadi
11 EKNI 2364
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2013 M/1433 H
1
2. Takhrij Hadis dan Metode-Metodenya
A. Pendahuluan
Pada awalnya ilmu takhrij hadis tidak diperlukan oleh ulama namun
seiring berjalannya waktu dan kebutuhan terhadap penunjukan hadis terhadab
sumber aslinya maka memunculkan berbagai kitab-kitab takhrij, menjelaskan
metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai kedudukanya.
Takhrij adalah menunjukkan hadits pada rujukan pokok ( asli ) yang sudah
dikeluarkan lalu disebutkan pula kedudukan hadits tersebut pada saat yang
diperlukan. Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat
perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk
mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan
banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas
sanad hadis. suatu hadis merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Dalam makalah takhrij hadis kali ini akan dibahas mengenai: Pengertian
takhrij hadis, tujuan dan manfa‟at takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan dalam
mentakhrij, cara pelaksanaan dan metode takhrij
B. Pengertian Takhrij Hadis
Secara etimologi, kata takhrij ( )تخشٗجberasal dari fi‟il madli kharaja ()ﺧسﱠﺝ
yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari kata
dasar khuruj ( )ﺧشّﺝyang berasal dari kata kharaja ( )ﺧشﺝyang berarti keluar.
Dengan demikian takhrij hadis berarti mengeluarkan hadis dari sumbernya.
2
3. Sedangkan secata terminology takhrij adalah menunjukkan tempat hadits
pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap
dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.1
Sedangkan menurut Al-Thahhan, setelah menyebutkan beberapa macam
pengertian takhrij di kalangan ulama hadis, menyimpulkan bahwa: takhrij hadis
adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbersumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan.dari definisi tersebut terlihat bahwa hakikat dari
takhrij al-hadis adalah:penelusuran atau pencarian sumbernya yang asli yang
didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad-nya. 2
C. Tujuan dan Manfa’at Takhrij Hadis.
Mengenai tujuan dan manfaat takhrij hadits ini, „Abd al-Mahdi melihatnya
secara terpisah antara satu dengan yang lainnya. Menurut „Abd al-Mahdi, yang
menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan
ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang
menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak.
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya: 3
1
Mahmud, Al-Tahhan, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid, (Beirut:, Dar al-Qur‟an alKarim, 1978). h. 9.
2
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 152.
3
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010), h. 27.
3
4. 1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits
beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi‟
atau lainnya.
4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij,
dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja.
Sedangkan menurut „Abd al-Mahdi manfaat takhrij hadis setelah
disimpulkan sebagai berikut 4:
Diantara manfaat takhrij antara lain yaitu:
1.Takhrij dapat memperkenalkan sumber hadits.
2.Takhrij dapat menambah perbedaan sanad hadits melalui kitab-kitab
yang ada.
3.Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
4.Takhrij memperjelas hukum hadits dengan banyak meriwayatkannya itu.
5.Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
6.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar.
4
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar(Semarang: Dina Utama, 1994),
h. 6-7.
4
5. 7.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya.
8.Takhrij dapat menafikan pemakaian “An” dalam periwayatan hadits oleh
seorang perawi mudallis.
9.Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat.
10. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya.
11. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak dapat dalam
satu sanad.
12. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam
satu sanad.
13. Takhrij dapat menghilangkan hukum “syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadits.
14. Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami
penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.
15. Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang
dialami oleh seorang perawi.
16. Takhrij dapat mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
17. Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan
dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma‟na (pengertian) saja.
18. Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits.
19. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat timbulnya hadits.
5
6. 20. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan
percetakan dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada
D. Kitab-kitab yang diperlukan dalam Mentakhrij
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang
dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan
takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang
dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah: Usul al- Takhrij wa Dirasat
al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh
Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij Hadis Rasul Allah
Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan
dari kitab-kitab kamus atau mu‟jam hadis dan mu‟jam para perawi hadis,
diantaranya seperti:
AL-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini
memuat hadis-hadis dari Sembilan kitab induk hadis seperti Sahih
al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmidzi, Sunan abu Daud,
Sunan Nasa‟i, Sunan ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa‟ Imam
Malik dan Musnad Imam Ahmad.
Miftah Kunuz al- Sunna. Kitab ini memuat hadis-hadis yang
terdapat dalam empat belas buah kitab, baik mengenai Sunnah
maupun biografi Nabi. Yaitu selain dari Sembilan kitab induk
hadis yakni; musnad al-Tayalisi, Musnad Zaid ibn Ali ibn Husein
6
7. ibn Ali ibn Abi Talib, Al-Tabaqat al-Kubra, Sirah ibn Hisyam, AlMagazi.
Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadis diantaranya
adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan sebagai berikut:
a) Kitab yang memuat biografi sahabat
Al-Isti ab fi Ma`rifat al Asahab, oleh ibn „abd al-Barr al-Andalusi (w. 463
H/1071 M).
Usud al-Ghabah fi Ma`rifat al-Sahabah, oleh Iz al-Din Abi al-Hasan Ali
ibn Muhammadibn Al-asir al-Jazari (w. 630 H/ 1232 M)
Al-Ishabah fi Tamyizal-Sahabah, oleh Al-Hafiz ibn Hajar al-asqalani (w.
852 H/ 1449).
b) Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi
hadis berdasarkan tingkatan para perawi (tabaqat al-ruwat), seperti:
Al-Tabaqat al-Kubra, oleh `Abdullah Muhammad ibn Sa`ad KhatibalWaqidi (w. 230 H).
Tazkirat al-Huffaz, karangan Abu `Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn
Usman al-Zahabi (w. 748 H/ 1348 M).
c) Kitab-kitab yang memuat para perawi hadis secara umum;
Al-Tarikh al-Kabir, oleh Imam Al-Bukhari (w 256 H/870 M)
Al-Jarh wa al-Ta`dil, karya ibn Abi Hatim (w 327 H).
d) Kitab-kitab yang memuat perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu
7
8.
Al-Hidayah wa al-irsyad fi ma‟rifat Ahl al-Tsiqat wa al-saad oleh Abu
Nashr Ahmad ibn Muhammad al-Kalabzi (w.398 H), Khusus memuat
perawi kitab shahih bukhari
Rijal Shahih Muslim, oleh Abu Bakar Ahmad ibn al-ashfalani (w. 438 H)
Al-Ta‟rif Rijal al-Muwwaththa‟, oleh Muhammad ibn Yahya al Hidzdza‟
al-Tamimi (w. 416 H)
E. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
1.
Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis
Metode ini sangat tergantung pada lafaz pertama matan hadis. Hadis-hadis
dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan
huruf hijaiyah. Misalnya, apabila akan men-takhrij hadis yang berbunyi;
ل س َذ ذ ت ص عح
ِ َ َْْ٘ َ ال ّ ِْٗ ُ ِال ُش
ش
Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah
yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal
matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun
oleh Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan hadis tersebut terdapat di halaman
2014. Bearti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah
diperiksa, bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah;
ع ا ت ُش شج أ َ سس ل َّ َ لَ ل َْ ّ َن قال ل س َذ ذ ت ص عح
ِ َ َْيْ َ ِْٖ ُ َْٗ َ َ َ ّ َ ُْْ َ الل ِ صَّٔ الّ ُ عََ٘ ِ َسَّ َ ََ َ> َْ٘ َ ال ّ ِْٗ ُ ِاال ُش
ش
ل
ل
ى
ا َو شذ ذ َز ٗ لل ً سَ ع ذ غ ة
ِ َْ٘ ِّ َا ال َ ِْٗ ُ اّ ِْٕ َوِْ ُ َفْ َ ُ ٌِْ َال
ل
ً
8
9. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat
(perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang
disebut sebagai orang yang kuat adalh orang yang mampu menguasai dirinya
tatkala dia marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan
yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari
dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, mak akan sulit
unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh ;
ٍ أت م ه ت ض ى د ََ ّ ﺧل ََ فض ِج
ُ ُْْ ّ َ َ ُ اِراَ َا ُنْ َيْ َشْ َْْ َ ٌِْٗ ُ َ ُُق
ّ
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza
atakum (ْ .)اِرا َ َا ُنNamun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz
ات م
pertamanya adalah law atakum (ْ )َْْ َ َا ُنatau iza ja‟akum (ْ ,)ارا َا َ ُنmaka hal
ل ات م
ج ءم
tersebut tentu akan menyebabkan sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari,
karena adanya perbedaan lafaz pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut
mengandung arti yang sama.
2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat
dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini
tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan adalah bagian hadisnya
sehingga pencarian hadis-hadis yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan pencarian
hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaanya.
9
10. Kitab yang berdasarkan metode ini di antaranya adalah kitab Al-Mu`jam
Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi (Kitab ini mengumpulkan hadis-hadis
yang terdapat di dalam Sembilan kitab induk hadis sebagaimana yaitu; Sahih
Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmizi, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa‟i, Sunan
Ibn Majah, Sunan Darimi, Muwaththa‟ malik, dan Musnad Imam Ahmad) yang
ditulis oleh A.J.Wensinck yang merupakan orientalis dan guru besar bahasa arab
pada universitas Leiden. dan Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi Takhrij.
Contohnya pencarian hadis berikut;
ا َ َثٖ َ َّ ل َ ّ َن ًِ ع طع م وتث سٗ ي أ ٗ مل
َ َ ِْ ّ الّ ِ َ صَّٔ الل ِ عََْ٘ ِ َسَّ َ َ َٔ َيْ َ َا ِ الْ ُ َ َا ِ َْ٘ ِ َىْ ُؤ
ل
ل
ٌ ى
Dalam pencarian hadis di atas, pada dasrnya dapat ditelusuri melalui katakata naha (َٔ َ ) ta‟am ( ,) َ َامyu‟kal (ْ ) ُؤْ َلal-mutabariyaini (ِ َ٘ ِ .)ال ُ َ َاAkan tetapi
ًِ
طع
ٗ م
وتث سٗ ي
dari sekian kata yang dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan
kata al-mutabariyaini (ِ َْ٘ ِ )ال ُت َاkarena kata tersebut jarang adanya. Menurut
و َث سٗ ي
penelitian para ulama hadis, penggunaan kata tabara (َٓ ) َ َاdi dalam kitab induk
تث س
hadis (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.
Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini:
Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alatuntuk mencari hadis. Sebaiknya kata kunci yang dipilih
adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin bertambah asing kata tersebut
akan semakin mudah proses pencarian hadis. Setelah itu, kata tersebut
dikembalikan kepada
bentuk dasarnya.
Dan berdasarkan bentuk
dasar
tersebutdicarilah kata-kata itu di dalam kitab Mu‟jammenurut urutannya secara
abjad (huruf hijaiyah).
10
11. Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang
terdapat di dalam hadis yang akan kita temukan melalui Mu‟jam ini. Di bawah
kata kunci tersebut akan ditemukan hadis yang sedang dicari dalam bentuk
potongan-potongan hadis (tidak lengkap). Mengiringi hadis tersebut turut
dicantumkan kitab-kitab yang menjadi sumber hadis itu yang dituliskan dalm
bentuk kode-kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat
pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
Selain mempunyai kelebihan, metode ini juga memiliki kelemahan,
diantaranya:
Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta
perangkat ilmunya secara memadai.
Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat yang
menerima Hadis dari Nabi SAW. Karenanya, untuk mengetahui
nama sahabat, harus kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah
men-takhrij-nya dengan kitab ini.
Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga
orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain5.
5
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, h. 60
11
12. 3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama
Takhrij ini menelusuri Hadits melalui sanad yang pertama atau yang
paling atas yakni para sahabat atau tabi‟in. berart peneliti harus mengetahui
terlebih dahulu siapa sanadnya dikalangan sahabat atau tabi‟in. dan dicari dalam
kitab-kitab Musnad, seperti Musnad Ahmad bin Hambal, dan sebagainya.
Kemudian
bagaimana
cara
men-takhrij
sebuah
hadits
dengan
menggunakan metode ini?, berikut contoh Hadits dalam Musnad Ahmad:
عي اًس تي هالل قال اهش تالل اى ٗشفع االراى ّٗتشاالقاهح
Sahabat perawi sudah diketahui yaitu Anas bin Malik, terlebih dahulu
Anas bin Malik itu dilihat dalam daftar isi sahabat dalam kitab Musnad, maka
didapati adanya sahabat Anas pada juz 3 h. 98. Bukalah kitab dan halaman
tersebut didalam kitab Musnad Anas, dicari satu persatu hadits yang ingin dicari
sampai ditemukan, maka ditemukan pada hlm. 103. Dari pentakhrijan ini dapat
dikatakan : Hadits itu ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya Juz 3, h.
103.6
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis
Arti takhrij kedua ini adalah penelusuran Hadits yang didasarkan pada
topik, misalnya bab Al-kalam, Al-khadim, Al-Ghusl, Ad-Dhahiyah, dan lain-lain.
Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu Hadits kemudian
ditelusuri melalui kamus Hadits tematik. Salah satu kamus Hadits tematik adalah
Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, terjemahan dari aslinya
6
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010), h. 126
12
13. bahasa inggris A Handbook of Early Muhammadan karya A.J. Wensinck pula. 7
Kitab-kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14 kitab lebih
banyak dari pada Takhrij bi Lafdzi diatas yaitu 8 kitab sebagaimana diatas
ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu sebagai
berikut:
Shahih Al-bukhari dengan diberi lambang: تخ
Shahih Muslim dengandiberi nama:
Sunan abu Dawud dengan diberi lambang: تذ
Sunan At-Tirmidzi dengan diberi lambang: تش
Sunan An-Nasa‟i dengan diberi lambang: ًس
Sunan Ibnu Majah dengan diberi lambang: هج
Sunan Ad-Darimi dengan diberi lambang: ٖه
Muwattha Malik dengan diberi lambang: ها
Musnad Ahmad dengan lambang: حن
Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi dengan diberi lambang: ط
Musnad Zaid bin Ali: ص
Sirah Ibnu Hisyam: ُش
Maghazi Al-Waqidi:قذ
Thabaqat Ibnu Sadim: عذ
هس
Kemudian arti singkatan-singkatan lain dipakai dalam kamus ini adalah
sebagai berikut:
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, h. 122.
13
14.
Kitab :ك
Bab :ب
Hadits :ح
Shahifah :ص
Jus
Bagian (qismun): ق
Bandingkan (Qabil): قا
:ﺝ
Misalnya ketika ingin men-takhrij Hadits yaitu:
ٔصالج ال٘ل هثٌٔ هث
Hadits tersebut temanya shalat malam. Dalam kamus Miftah dicari pada bab
Al-Layl tentang shalat malam. Disana dicantumkan yaitu sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
51 تخ-ك < ب 8<, ك 985 ب5 ,ك =5 ب
58<-589 هس-ك: ح
6: تذ-ك9ب
618 تش- ك 6 ب
5;6 هج – ك 6 ب
65 ّ 599 هٖ – ك 6 ب
57 ّ ها – ك ; حh
51 ّ = ّ 9 حن – ثاى ص
Diantara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya menuntut
pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz
pertamanya, pengetahuan bahasa arab dengan perubahan katanya, atau pengetahuan
lainnya8, metode ini menuntut agar kita memahami hadis, mengatahui maksud dari
hadis tersebut dan hadis lain yang serupa.
8
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 167
14
15. Namun demikian metode ini tidak dapat diterapkan pada suatu hadis yang
tidak diketahui secara pasti tema atau topic, selain itu pemahaman yang berbeda
antara mukharrij dengan penyusun kitab yang berbeda juga menjadi kendala dalam
penerapan metode ini, umpamanya hadis yang dipahami oleh mukharrij sebagai hadis
ekonomi namun penyusun kitab tidak demikian.
5. Takhrij Berdasarkan Status Hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian
hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan
lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia telah
melakukan takhrij al hadis.9
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal ini
karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifatsifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit. Namun,
karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam
karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini. 10
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
9
Ibid. h. 168
10
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah SAW,
h. 195.
15
16.
Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan AlSuyuthi.
Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadis al-Qadsiyyah oleh al-Madani.
Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
F. Kesimpulan
Takhrij hadis adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada
sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan, dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan
Secara umum ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya:
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits
beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah
pembendaharaan
sanad
hadits
melalui
kitab-kitab
yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi‟
atau lainnya, dan lain-lain.
Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah:
Usul al- Takhrij wa Dirasat al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi
Usul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij
16
17. Hadis Rasul Allah Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd
al Hadi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan dari
kitab-kitab kamus atau mu‟jam hadis dan mu‟jam para perawi hadis, selain itu juga
diperlukan kitab yang memuat biografi para perawi hadis
Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis
2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis
3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis
Daftar Pustaka
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar.
Semarang: Dina Utama, 1994.
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW
Al-Tahhan, Mahmud, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid. Beirut:, Dar al-Qur‟an
al-Karim, 1978.
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits. Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010.
http://blog.sunan-ampel.ac.id/nurlaila/2011/05/31/takhrij-hadis-smt-2sjb/ (Akses 09
September 2012)
17
18. http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/metode-takhrij-hadits/ (Akses 09 September 2012)
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits. Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010.
Yuslem, Nawir, Kitab Induk Hadis. Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011.
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, Cet. Kedua,
2003
18