PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
Asites pada ca colon
1. Problem Diagnostik Asites Pada Ca Colon
Arie Setyawan*
*Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Abstrak
Asites merupakan akumulasi patologis dari cairan dalam cavum peritoneal dan tanda suatu
prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit
dasarnya menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan
penyakit dasarnya. Asites dapat disebabkan oleh beberapa kejadian diantaranya malignansi, penyakit
hati kronis dengan hipertensi portal, gagal ginjal kongestif dan tuberkulosis. Salah satu penyebab asites
tersering non sirotik dapat disebabkan oleh karsinoma.
Dilaporkan seorang perempuan 69 tahun dengan problem diagnostik awal asites. Pasien
datang dengan keluhan perut membesar sejak 1 bulan terakhir. Pemeriksaan USG didapatkan Asites
non sirotik, darihasil kolonoskopi tampak massa di caecumcuriga carsinoma caecumdan polip caecum.
Hasil CT-Scan Abdomen tampak Asites dngan multiple lesi hypodens dilobus kanan hepar dan efusi
pleura bilateral. Hasil patologi anatomi adalah mucoid adenocarcinoma colon dengan metastase
ovarium.
Kasus ini dibawakan karena keberhasilan diagnostik dalam menegakkan diagnosa pasti
terhadap pasien, sebelum pasien meninggal dengan permasalahan ketidaksesuaian klinis dengan hasil
pemeriksaan penunjang, serta menentukan tindak lanjut penatalaksanaan dan pilihan regimen
kemoterapi terhadap pasien.
Kata kunci : Asites, Adenocarcinoma Colon, Kemoterapi
2. I. Pendahuluan
1.1. Asites
Asites merupakan manifestasi paling umum dari gejala sirosis dan merupakan akumulasi
patologis dari cairan dalam cavum peritoneal. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang
baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya
menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan
penyakit dasarnya, oleh karena itu asites harus dikelola dengan baik. 1,2 Asites dapat disebabkan
oleh malignansi, hipertensi vena, hipoalbuminemia, infeksi dan penyakit lainnya. Malignansi
dapat ditemukan pada Ca peritoneum, Leukimia, Limfoma, Mesotelioma primer.
Ketika terjadi asites, prediksi mortalitas diperkirakan 50% dalam 2 tahun, seperti
malignansi, tuberkulosis, gangguan ginjal, atau gagal jantung. Oleh sebab itu penting untuk
dilakukan evaluasi lengkap dan terapi secara secara tepat. Pasien dengan asites memiliki
harapan hidup 85% pada satu tahun pertama, namun ketika berkembang menjadi hiponatremia,
asites nilai ini akan turun menjadi 25% 2 .
Teori yang menerangkan patofisiologi asites yang diakibatkan dari keganasan. Dan
salah satunya dapat dilihat pada tabel dibawah ini 11.
3. Diagnosa asites dapat ditegakkan dengan kombinasi anamnesa, pemeriksaan fisik dan
radiologi. Seringkali ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik namun spesifisitas dan
sensitifitas pemeriksaan fisik sekitar 50%-94% dan 29%-82% dibandingkan ultrasonography
sebagai gold standar. 10,11,13
Pemeriksaan Makroskopik. Cairan asites hemoragik sering dihubungkan dengan
keganasan. Pemeriksaan Gradien nilai albumin serum dan asites. Pemeriksaan ini untuk
membedakan asites transudat atau eksudat. Gradien dikatakan tinggi jika nilainya lebih dari
1,1 gr/dl. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi. Gradien rendah pada asites eksudasi.
Konsentrasi protein asites juga dapat digunakan untuk membedakan jenis asites tersebut. Jika
kurang dari 3 gr/dl merupakan asites transudat dan jika lebih dari 3gr/dl adalah asites eksudat.
12.
Pemeriksaan Hitung Sel. Peningkatan jumlah leukosit adanya proses inflamasi. Sel
PMN meningkat lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan sedangkan
peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosus. 10,12
Pemeriksaan Biakan Kuman. Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada pasien asites
yang dicurigai adanya infeksi. Pemeriksaan Sitologi ini dilakukan untuk kasus – kasus yang
dicurigai akibat karsinomatosus peritoneum. Pemeriksaan radiologi seperti USG, CT scan atau
MRI untuk konfirmasi atau membuktikan adanya asites, keganasan atau sirosis.10,12
Untuk melakukan analisa cairan asites dapat dilakukan parasintesis abdomen untuk
konfirmasi adanya asites, penyebab dan infeksi, dengan indikasi baru ditemukannya ascites
disertai demam, nyeri abdomen, hipotensi, abnormalnya laboratorium, perdarahan
gastrointestinal. 2,3,4,7
Penatalaksanaan asites dilakukan tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam,
konsumsi garam 5,2 gr atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan denga obat
diuretik. Pada Asites sedang terapi diuretik diperlukan spironolakton dengan dosis 100-
200mg/hari sebagai dosis tunggal. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari bila ada edema kaki. Bila pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid 40-80 mg/hari. Terutama
pada pasien yang mengalami edema perifer. Jika pengobatan masih tidak ada perubahan,
spironolakton dapat ditingkatkan 400-600mg/hari. Dan furosemid menjadi 120-160mg/hari.
Parasintesis cairan asites sebagai tindakan diagnostik maupun terapeutik. Parasintesis cairan
dapat dilakukan 5-10 liter/hari dengan catatan dilakukan infus albumin 6-8 gr/l. Penggunaan
albumin juga dipakai untuk meningkatkan respons terhadap diuretik.
4. 1.2. Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal di USA merupakan penyebab kematian nomor dua akibat kanker,
sesudah kanker paru-paru. Usia merupakan faktor terpenting pada kanker kolorektal sporadik,
insidensi mulai meningkat setelah usia 40-50 tahun dengan 98 % adenokarsinoma.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap, tes faal hati,
foto toraks, CEA, CA 19-9, kolonoskopi, konfirmasi dengan biopsi, pemeriksaan radiologi, CT
Scan dan kemudian dilakukan staging tumor.
Menurut lembaga kanker dunia yakni ESMO dan NCCN penentuan staging berdasarkan :
T1S : Ca In situ
T1 : Invasi ke Submukosa.
T2 : Invasi ke muskularis propia
T3 : Invasi sampai ke subserosa ke nonperitonealized pericolic atau jaringan perirectal
T4 : Perforasi peritoneum viseralis atau invasi langsung ke jaringan atau organ terdekat
N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar getah bening regional
N1 : Metastase ke 1 - 3 kelenjar getah bening perikolik atau perirektal
N2 : Metastase ke 4 atau lebih kelenjar getah bening
N3 : Metastase ke kelenjar getah bening sepanjang vaskuler atau invasi ke organ-organ
sekitar.
M0 : Tidak ada metastase jauh.
M1 : Metastase jauh
Penatalaksanaan berdasarkan staging dalam penentuan terapi berdasarkan pedoman ESMO
sebagai berikut :
1. Pembedahan.
2. Radioterapi
Terbukti efektif menurunkan rekuren lokal dibandingkan operasi saja 28%, tetapi tidak
memperpanjang kelangsungan hidup penderita 59%.
3. Kemoradioterapi
Menurut beberapa uji klinik antara lain NCCTG ( Nort Central Cancer Treatment Group ),
kemoradioterapi menggunakan 5-FU dapat menurunkan rekuren lokal sampai 48 %
sekaligus memperpanjang kelangsungan hidup sampai 70 %.
4. Kemoterapi adjuvan
Stadium II (Duke B), dimana tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, masih kontroversi
karena hasil penelitian memperlihatkan kelangsungan hidup 5 tahun yang tidak bermakna.
Stadium III, pengobatan standard : 5FU + leucovorin 3-5 minggu setelah operasi.
5. a. Mayo Clinic :
Leucovorin 20 mg/m2 IV 30 menit ( hari 1-5)
5FU 425 mg/m2 IV bolus (hari 1-5)
6 siklus tiap 28 hari
b. Mayo Clinic ( modifikasi )
Leucovorin 20 mg/m2 IV 30 menit ( hari 1-5)
5FU 425 mg/m2 IV 2 jam, kemudian 5FU 600 mg/m2 drip selama 22 jam ( hari 1-5)
6 siklus tiap 28 hari
c. De Gramont
Leucovorin 200 mg/m2 IV 2 jam ( hari 1-2)
6 siklus tiap 14 hari.
d. Roswell Park Memorial Institute (RPMI)
Leucovorin 500 mg/m2 IV 30 menit dilanjutkan dengan 5FU 500 mg/m2/IV bolus,
keduanya diberikan tiap minggu selama 6 minggu, diberikan dalam 3 siklus dengan
istirahat antara siklus 2 bulan. Kemoterapi oral, Pemberian Capecitabine (Xeloda) 2500
mg/m2/hari selama 2 minggu, setiap 3 minggu untuk 6 siklus, tanpa pemberian
leucovorin. Terapi oral dilaporkan oleh Ameraica Society of Clinical Oncologists
dengan hasil angka respon dan kelangsungan hidup setara dengan kemoterapi standard.
Efek samping yang sering terjadi adalah hand foot syndrome ( Palmar- Plantar
Erytrodysesthesia).
5. Advanced Colorectal Cancer.
Advanced Colorectal Cancer yaitu kanker kolorectal yang pada saat diagnosis atau rekurensi
dengan penyebaran luas atau metastatik sehingga tidak mungkin dapat dilakukan terapi kuratif
dengan pembedahan. Beberapa uji klinis telah membuktikan bahwa bila hanya terapi suportif,
maka kelangsungan hidup berkisar antara 5-6 bulan saja. Sedangkan pemberian kemoterapi
terbukti memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup dengan
signifikan, terutama dengan pemberian regimen yang mengandung irinotecan atau oxaliplatin
dengan 5-FU.
II. LAPORAN KASUS
Pasien perempuan 69 tahun datang dengan keluhan perut membesar sejak 1 bulan
terakhir, keluhan memberat sejak 2 minggu SMRS dengan ditandai perut yang dirasakan
makin membesar, badan terasa lemas, mual dan muntah. Mual dirasakan tidak berhubungan
dengan makanan, Keluhan muntah disertai frekuensi muntahsampai 2-3 kali sehari dengan
6. volume muntahan kurang lebih 30-50 cc/kali muntah. Muntah berisi air dan apa yang dimakan
pasien. Keluhan nyeri perut juga dirasakan pasien sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan seperti diremas pada bagian perut kanan tengah sampai pusar dan perut kiri
tengah.
Sejak 1 tahun terakhir pasien mengeluh diare disertai mual dan muntah. BAB cair
berwarna kuning kecoklatan dengan frekuensi 4-5 x dalam sehari dengan volume 50-100 cc,
disertai ampas. Keluhan BAB disertai lendir dan darah tidak ada. Pasien sebelumnya sudah
minum obat diare tapi BAB cairnya tidak juga menghilang. Riwayat Menopouse usia kurang
lebih 55 tahun (G0P7A4), perdarahan pervaginam tidak ada dan keputihan diluar siklus
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dengan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 70 kali/menit, frekuensi pernafasan 20 kali/menit, suhu
36,7°C. Pada pemeriksaan didapatkan abdomen tampak distensi dengan lingkar perut 106 cm,
shifting dullnes positif, dengan hepar, lien, dan renal sulit dinilai. Bising usus kesan normal.
Pada kedua ekstermitas inferior tampak edema.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 9,2 g/dL, Eritrosit 2,9 juta/mm3,
Hematokrit 26%, Leukosit 6.900/mm3, Trombosit 261.000/mm3, SGOT 54 U/L, SGPT 42 U/L,
bilirubin total 0,16 mg/dl, bilirubin direct 0,12 mg/dl, albumin 2,87, HbsAg negatif, anti HCV
negatif. Foto Thorak kesan normal.
Pasien didiagnosa awal dengan asites ec dd/ 1. Hipoalbuminemia, 2. Metastase proses,
3. Ca Ovarium, 4. Ca Colon dan diare kronik ec dd/ 1. Colitis Ulseratif, 2. Ca Colon,
3.Divertikulosis, 4. Crohn’s disease. Pasien mendapatkan terapi tirah baring, diet lunak TKTP,
I.V Furosemid 1 amp/ 8 jam, I.V Omeprazole 40 mg/12 jam, attapulgite dosis awal 2 tablet
awal, 1 tablet tiap kali BAB cair maksimal 10 tablet/hari.
Pada Pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen didapatkan Asites non sirosis.
Pemeriksaan Kolonoskopi didapatkan massa di caecum curiga Carsinoma Caecum dan polip
caecum. Pemeriksaan computerized tomography (CT-Scan) abdomen kontras dan tanpa
kontras didapatkan Asites, Multiple lesi hypodens di lobus kanan hepar, Efusi Pleura bilateral.
Pemeriksaan analisa cairan asites didapatkan cairan jernih warna kuning, total protein cairan
asites 1,1 gr/dL, glukosa 105 mg/dL, leukosit 180/m3, Polimorfonuklear sel 20%, mononuklear
sell 80%. Pemeriksaan Sitologi cairan asites didapatkan negative smear. Hasil kultur asites
tidak ada pertumbuhan bakteri. Tetapi dari hasil pemeriksaan biopsi jaringan caecum
didapatkan hasil Colitis Kronis, tidak dijumpai tanda keganasan sehingga perlu dilakukan
tindakan laparotomi eksplorasi untuk diagnostik dan kelanjutan pemberian terapi.
7. III. DISKUSI
Asites merupakan akumulasi patologis dari cairan dalam cavum peritoneal. Asites dapat
disebabkan oleh beberapa kejadian diantaranya malignansi, salah satu penyebab asites
tersering non cirotik dapat disebabkan oleh karsinoma.
Pada kasus didapatkan perempuan usia 69 tahun, dengan riwayat perut membesar sejak
1 bulan terakhir, perut dirasakan makin membesar dan cepat, ada riwayat pungsi cairan
asites berulang. Pada pemeriksaan didapatkanabdomen tampak distensi dengan lingkar perut
106cm, shifting dullnes positif, dengan hepar, lien, dan renal sulit dinilai. Pada kedua
ekstermitas inferior tampak edema.
Pencitraan radiologis digunakan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis
klinis, menetapkan penyebabnya, menilai keparahan, mendeteksi komplikasi dan memberikan
bimbingan untuk terapi.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen kesan Asites non sirosis,dari pemeriksaan
Kolonoskopi didapatkan kesan massa di caecum, curiga Carsinoma Caecum dan polip
caecum.Pemeriksaan (CT-Scan) abdomen kontras dan tanpa kontras tampak Ascites, Multiple
lesi hypodens di lobus kanan hepar, Efusi Pleura bilateral. CT Scan Pelvis kesan Buli dan
uterus tak tampak kelainan.
Analisis cairan asites dapat menentukan apa penyebab dari asites tersebut. Salah satunya
adalah menggunakan penilaian Serum Albumin Albumin Gradient (SAAG). SAAG
membedakan cairan asites berdasarkan dua kategori gradien. Gradien tinggi ≥ 1,1g/dL untuk
kejadian asites transudasi yang berkaitan dengan hipertensi porta dan gradien rendah < 1g/dL
untuk kejadian asites eksudasi yang tidak berkaitan dengan hipertensi porta.2,3,6,7
Perhitungan total protein cairan asites perlu dilakukan untuk menilai risiko asites
berkembang menjadi peritonitis bakterialis spontan (SBP). Total protein kurang dari 1,5 g/dL
menunjukan adanya risiko untuk berkembang menjadi SBP. 2,3,6,7
Pemeriksaan Hitung Sel. Peningkatan jumlah leukosit adanya proses inflamasi. Sel PMN
meningkat lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan sedangkan
peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosus.
Pemeriksaan Biakan Kuman. Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada pasien asites yang
dicurigai adanya infeksi. Pemeriksaan Sitologi dilakukan untuk kasus – kasus yang dicurigai
akibat karsinomatosus peritoneum. Pemeriksaan Biakan Kuman. Biakan kuman dilakukan
pada pasien asites yang dicurigai adanya infeksi. 12
Pemeriksaan analisa cairan asites didapatkan cairan jernih warna kuning, total protein
cairan asites 1,1 gr/dL, glukosa 105 mg/dL, leukosit 180/m3, Polimorfonuklear sel 20%,
8. mononuklear sell 80%. Sitologi cairan asites didapatkan negative smear, hasil kultur asites
tidak ada pertumbuhan bakteri. Hasil pemeriksaan biopsi didapatkan Colitis Kronis, tidak
dijumpai keganasan.
Pengobatan asites, sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi tirah baring, diet,
diuretika, terapi parasintesis, pengobatan penyakit yang mendasari. 1,2.3,9 Tirah baring dapat
memperbaiki efektifitas diuretika pada pasien asites. Yang dimaksud dengan tirah baring disini
bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat,
selama beberapa jam setelah minum obat diuretika. 1 Diet rendah garam ringan sampai sedang
dapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60
meq/hari. Diuretik yang anjurkan adalah diuretik yang bekerja sebagai antialdostreon, misalnya
spironolakton. Diuretik ini merupakan diuretika hemat kalium, bekerja di tubulus distal dan
menahan reabsorpsi Na. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika distal lebih rendah daripada
diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak berhubungan dengan
hiperaldosteronisime. Efektifitas obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma,
semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang di anjurkan antara100-600mg/hari. Jarang
diperlukan dosis yang lebih tinggi lagi. 1,2,4,9
Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, diet rendah garam, dan terapi
diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-800g/hari. Pasien yang
disertai edema perifer penurunan berat badan dapat sampai 1500 g/hari. Sebagaian besar pasien
berhasil baik dengan terapi kombinasi tirah baring, diet rendah garam dan diuretika kombinasi.
Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis diuretik dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah
garam dan spironolakton masih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan
natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi. 1,2 Parasentesis dianjurkan karena mempunyai
banyak keuntungan dikerjakan dengan baik, untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan
sebaiknya diikuti dengan subsitusi albumin parenteral sebanyak 6-8 gram. 1,2,4
Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi tirah baring dengan diet rendah garam.
Pasien diberikan diuretik IV. Furosemid 1 amp / 8 jam dan Masalazine. Terapi parasintesis
dilakukann, dikarenakan makin bertambahnya lingkar perut. Saat ini pasien menjalani pungsi
cairan asites 2 kali dan pasien akan dilakukan tidakan diagnostik lanjutan berupa operasi
laparatomi eksplorasi. (Hemicolectomi Dekstra dan Biopsi Hati )
Pasien tanggal 22 November 2015 hari rawatan ke 31, Pasien dilakukan tindakan
operasi laparotomi eksplorasi hemicolectomi dextra + Ileostomi dan karena adanya
perlengketan dari colon ke ovarium makadilakukan Oovarectomi Sinistra atas indikasi Tumor
Caecum et tumor ovarium dan dilakukan biopsi. Dari hasil pemeriksaan Biopsi yang berasal
9. dari sediaan Massa Colon menyatakanmucoid adenocarsinoma colon dengan metastasis pada
ovarium kanan dan kiri, dan pasien direncanakan untuk Kemoterapi Siklus I.
Baku emas dalam menegakkan diagnosis kanker kolon adalah biopsi. Dari hasil biopsi
pasien didapati gambaran mucoid adenocarcinoma dengan metastase ovarium. Dalam
penatalaksanaannya harus ditentukan terlebih dahulu tingkat (stage) adenocarcinoma colon.
Tatalaksana kemoterapi yang dianjurkan berdasarkan pedoman yang dikeluarkan beberapa
lembaga kanker dunia pada stadium IVa adalah FOLFIRI (5FU + Leucovorin Irinotecan) atau
FOLFOX 4 (Oxaliplatin + LV), atau XELOX ( Capecitabine + Oxaliplatin). Pengobatan
FOLFIRI (5FU + Leucovorin Irinotecan ) merupakan kemoterapi standar dengan irinotecan
sebagai first line therapy. Siklus 8 minggu diberikan setiap minggu sebanyak 6 kali dengan
interval 2 minggu.
CPT II 180 mg/m2/IV 90 menit (minggu 1-6)
LV 200 mg/m2/IV 2 jam ( minggu 1-6)
5FU 400 mg/m2/IV bolus ( minggu 1-6)
5FU 600 mg/m2/IV 22 jam ( minggu 1-6)
atau Pengobatan FOLFOX 4 :
Oxaliplatin 85 mg/m2/IV 2 Jam ( Hari 1)
LV 5FU400 mg/m2/IV bolus ( Hari 1,2)
600 mg/m2/IV drip 22 jam (hari 1,2)
600 mg/m2/IV drip 24 jam (hari 1,2)
Siklus diulang tiap 2 minggu
Atau Pengobatan XELOX :
Oxaliplatin 130 mg/m2/IV 2 Jam ( Hari 1)
apecitabine 1000mg/m2 PO 2 kali sehari (Hari 1-14)
Siklus setiap 3 minggu (Periode istirahat hari 15-21)
Dan dari pihak keluarga serta pasien menolak untuk tindakan kemoterapi dan dinyatakan
penolakan dalam Surat Penolakan Tindakan.
Pada tanggal pasien 25 Desember 2015 jam 07.20 Rawatan hari ke 67 di Ruang ICU.
Pasien mengalami penurunan kesadaran, direncanakan RJP dan intubasi. Keluarga Pasien
menolak untuk tindakan RJP dan Intubasi, dan sudah dinyatakan penolakan dalam bentuk
Surat Penolakan Tindakan. Pasien dinyatakan meninggal jam 11.40 WIB dihadapan dokter,
perawat, keluarga dengan COD Syok Kardiogenik + Multiple Organ Failure.
10. IV. KESIMPULAN
Dilaporkan Pasien perempuan usia 69 tahun, dengan riwayat perut membesar sejak 1
bulan terakhir. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan ultrasonografi (USG) abdomen dengan
hasil asites non sirosis, dari pemeriksaan kolonoskopi didapatkan massa di caecum, curiga
Carsinoma Caecum dan polip caecum. Pemeriksaan (CT-Scan) abdomen tampak Ascites,
Multiple lesi hypodens di lobus kanan hepar, Efusi Pleura bilateral, tetapi dari hasil
pemeriksaan biopsi jaringan caecum didapatkan hasil Colitis Kronis, tidak dijumpai tanda
keganasan sehingga perlu dilakukan tindakan laparotomi eksplorasi dan biopsi untuk
diagnostik dan kelanjutan pemberian terapi.
Hasil pemeriksaan Biopsi yang berasal dari sediaan Massa Colon menyatakan mucoid
adenocarsinoma colon dengan metastasis pada ovarium kanan dan kiri sehingga dari hasil
tersebut diagnosa pasien sudah tegak dengan pilihan tindakan kemoterapi stage IVa. Pilihan
Kemoterapi pada pasien ini berupa regimen FOLFIRI (5FU + Leucovorin Irinotecan) atau
FOLFOX 4 (Oxaliplatin + LV) atau XELOX ( capecitabine + Oxaliplatin). Pasien menolak
tindakan kemoterapi dan pada tanggal pasien 25 Desember 2015 jam 11.40 Rawatan hari ke
67 di Ruang ICU. Pasien dinyatakan meninggal jam 11.40 WIB dihadapan dokter, perawat,
keluarga dengan COD Syok Kardiogenik + Multiple Organ Failure.
11. DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simardibrata M, Setoyohadi B, Syam AF. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. 2014. Jakarta: Interna Publishing.
2. Dooley JS, Lok AS, Burrouhjs AK, Heatcote J. Sherlock’s Disease of the liver and
biliary system, twelfh edition. 2011. London: Blackwell Publishing.
3. Mohammadi A, et all. Differentiation of Benign from Malignant Induced Ascites by
Measuring Gallbladder Wall Thickness. Journal of Clinical Medicine, Volume 6
No.4;2011.
4. Runyon BA. Management of Adult Patients with Ascites Due to Cirrhosis: Update
2012. The American Association for the Study of Liver Diseases [downloaded
from:https://www.aasld.org/sites/default/files/guideline_documents/adultascitesenhan
ced.pdf.
5. Runyon BA. Ascites in adults with cirrhosis: Initial therapy. diakses dari :
http://www.uptodate.com/contents3/ascites-in-adults-with-cirrhosis-initial-therapy.
6. Urrunaga NH, Singal AG, Cuthbert JA, Rockey DC. Hemorrhagic ascites. Clinical
presentation and outcomes in patients with cirrhosis. J Hepatol 2013; 58:1113.
7. Longo D, et all. Harrison's Principles of Internal Medicine: Volumes 1 and 2, 18th
Edition. 2013. New York:McGraw-Hill Professional.
8. Moore CM, Thiel DH. Cirrhotic ascites review: Pathophysiology, diagnosis and
management. World J Hepatol 2013 May 27; 5(5): 251-263.
9. D’Armico G, et all. Diagnosis of protal hypertension III. 2011. Oxford: Blackwell
Science.
10. Carrier P, Jacques J, Debette-Gratien M, Legros R, Sarabi M, Vidal E, et.al. Non-
Cirrhotic Ascites : Pathophysiology, Diagnosis and Etiology. Rev Med Interne. 2014;
35(6): 365-71.
11. Uddin MS, Hogue MI, Islam MB, Uddin MK, Hag I, Mondol G, et.al. Serum-Ascites
Albumin Gradient in Differential Diagnosis of Ascites. Mymensingh Med J. 2013;
22(4): 748-54.
12. Aminiahidashti H, Hosseininejad SM, Montazer H, Bozorgi F, Khatir IG, Jahanian F.
Diagnosis Accuracy of Ascites Fluid Gross Appearance in Detection of Spontaneous
Bacterial Peritonitis. Emergency. 2014; 2(2): 138-140.
13. Kasper D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s Principles
of Internal Medicine Ed. 19th. San Fransisco. Mc Graww Hill Education. 2015. 245-6.