1. Proses Persiapan Penyempurnaan ( Pre Treatment ) Pada Kain Sutera
(Pemasakan, Pengelantangan dan Penambahan Berat)
I. MAKSUD DAN TUJUAN
A. MAKSUD
Mempelajari bagaimana mekanisme proses pre treatment pada kain yang terbuat
dari
serat
protein
yaitu
kain
sutera
yang
meliputi
proses
pemasakan,
pengelantangan, dan penambahan berat.
TUJUAN
1. Menghilangkan kotoran-kotoran alam maupun kotoran-kotoran luar pada kain
sehingga dapat meningkatkan daya serap kain.
2. Menghilangkan kotoran organik dan pigmen-pigmen alam yang tidak hilang
hanya dengan proses pemasakan saja serta untuk memutihkan serat.
3. Mengembalikan berat sutera yang hilang akibat proses pemasakan sehingga
dihasilkan bahan sutera yang lembut, langsai baik dan pegangan yang penuh.
4. mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pre treatment sutera.
5. Menganalisa dan mengevaluasi hasil pre treatmen kain sutera yang meliputi
persen pengurangan berat, daya serap, derajat putih, persen penambahan berat
dan uji langsai.
II. TEORI DASAR
A. PROSES PEMASAKAN SUTERA (DEGUMMING)
Proses
pemasakan
sutera
atau
degumming
sutera
bertujuan
untuk
menghilangkan kandungan serisin dan sedikit lemakpada serat, dimana kandungan
serisin dapat mencapai 25% dari berat bahan. Proses degumming biasanya
dilakukan pada serat filament atau kain sutera. Pada kain, serisin yang adapada
benang lusi dapat melindungi filament sutera dari gesekan saat ditenun.
Berdasarkan hasil penghilangan serisin, maka filament sutera dibagi atas tiga yaitu :
1. Ecru Silk, mengalami penghilangan serisin 2-5% karena akan dipakai
sebagai benang lusi.
2. Souple Silk, mengalami penghilangan serisin sebagian, kira-kira 8-15%
digunakan untuk benang pakan.
1
2. 3. Boil Off Silk, mengalami penghilangan serisin sempurna beratnya
berkurang 20-30%.
Pada proses degumming ini pH larutan merupakan factor yang paling penting,
karena sutera akan rusak pada pH tinggi maka proses degumming berlangsung
pada pH 9-10. Pemasakan merupakan proses persiapan yang memegang peranan
penting bagi bahan tekstil karena dengan pemasakan akan memudahkan bahan
untuk menyerap zat-zat yang ada pada proses basah berikutnya. Tujuan pemasakan
adalah untuk memperoleh bahan tekstil yang bersih atau untuk menghilangkan
kotoran alami baik berupa lemak, minyak, pektin, serisin, gum,kulit biji kapas (pada
serat selulosa dan protein) dan kotoran dari luar seperti oli, debu, spinning oil (pada
serat sintetik) sehingga meningkatkan daya serap pada seluruh permukaan bahan
secara merata.
Mekanisme proses pemasakan adalah menyabunkan kotoran berupa lemak,
oli, serisin, gum sehingga dapat larut dalam air serta melepaskan kotoran akibat efek
detergensi dari larutan pemasakan dan gerakan mekanik yang diberikan pada
bahan.
B. PROSES PENGELANTANGAN (BLEACHING)
Tujuan proses pengelantangan adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran
organik yang terwujud sebagai pigmen-pigmen warna alam yang tidak bisa hilang
hanya dengan proses pemasakan saja. Hal yang sangat berbeda antara
pengelantangan dan pemutihan optik, dimana tujuan proses pemutihan optik adalah
untuk menambah kecerahan bahan karena bahan mampu memantulkan sinar lebih
banyak sehingga kain nampak lebih putih dan lebih cerah.
Mekanisme pengelantangan ini sendiri dilakukan dengan merendam bahan
dengan suatu larutan yang mengandung zat pengelantang yang bersifat oksidator
maupun zat pengelantang yang bersifat reduktor. Senyawa-senyawa organik dalam
bahan yang mempunyai ikatan rangkap dioksidasi atau direduksi menjadi ikatan
tunggal atau menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga bahan tekstil tersebut
menjadi putih.
C. PROSES PENAMBAHAN BERAT (WEIGHTING)
Tujuan proses penambahan berat pada sutera adalah untuk mengembalikan
berat sutera yang hilang akibat proses pemasakan sehingga dihasilkan bahan sutera
yang lembut, langsai baik dan pegangan penuh. Proses penambahan berat ini
dilakukan dengan cara merendam bahan sutera dengan suatu larutan yang
mengandung zat yang dapat menempel dengan baik pada serat sutera baik secara
fisik maupun kimia. Zat yang mampu bereaksi secara kimia dengan terbentuknya
2
3. ikatan dengan serat akan memiliki efek penambahan berat yang permanen, seperti
pada metode yang menggunakan polimer. Sedangkan metode tanin dan logam
mineral hasilnya kurang tahan lama terutama bila bahan telah mengalami pencucian
berulang. Disamping itu pemakaian logam mineral dengan zat beracun SnCl 2
berbahaya bagi kesehatan manusia serta mencemari lingkungan.
Faktor yang berpengaruh pada proses ini adalah konsentrasi zat, suhu, dan
waktu proses. Sedangkan air proses yang mengandung sadah tinggi dapat
menyebabkan pengendapan pada bahan yang akan menurunkan kilau dan serat
pegangan bahan menjadi kasar.
Tiga metode yang biasa digunakan dalam proses penambahan berat sutera
yaitu : 1. Metode Tanin
2. Metode Logam Mineral
3. Metode Polimer/resin
Adapun karakteristik dari setiap metode adalah sebagai berikut :
Karakter
Proses & waktu
Biaya
Efek pemberatan
Kesehatan
Pencemaran
Metode Tanin
1 tahap / tingkat
Murah
Tidak tahan lama
Aman
Rendah
Metode SnCl2
3 tahap / lama
Mahal
Cukup tahan lama
Beracun
Tinggi
III. PRAKTIKUM
A. ALAT DAN BAHAN
•
1 buah gelas piala porselin 1000 ml
•
1 buah pengaduk kaca
•
1 buah gelas piala atau gelas ukur 100 ml
•
1 set kasa + kaki tiga + pembakar Bunsen
•
1 buah timbangan digital
•
1 buah termometer
•
1 lembar kain sutera
•
Zat sesuai resep
B. DIAGRAM ALIR PRAKTEK
3
Metode Polimer
1 tingkat / singkat
Mahal
Permanen
Aman
Sedang
4. 1. Diagram Alir Khusus Proses Pre Treatment Kain Sutera
Kian grey sutera
Proses pemasakan (degumming) sutera [100oC,1
jam]
Proses pengelantangan (Bleaching) sutera [ 70oC,
50 menit]
Proses penambahan berat (Weighting) sutera
[80oC, 1 jam]
Evaluasi meliputi % pengurangan berat, uji daya
serap, uji derajat putih, % penambahan berat, uji
langsai
Kain sutera putih siap celup
2. Proses Pemasakan (Degumming) Sutera
Timbang kain dan zat sesuai resep
Buat larutan pemasakan dalam beaker gelas
Proses pemasakan (degumming) sutera pada
suhu 100 oC selama 1 jam
Pencucian dengan air panas
Proses pengeringan
4
5. Evaluasi hasil meliputi % pengurangan berat dan
uji daya serap
3. Proses Pengelantangan (Bleaching)
Timbang kain dan zat sesuai resep
Buat larutan zat pengelantang dam beaker gelas
Proses pengelantangan pada suhu stabil 70 0 C
selama 50 menit
Pencucian dengan air panas
Proses pengeringan
Evaluasi hasil uji derajat putih
4. Proses Penambahan Berat (Weighting)
Timbang kain dan zat sesuai resep
Buat larutan penambahan berat
Proses penambahan berat pada suhu stabil 80 0
C selama 1 jam
Pencucian dengan air panas dan air dingin
Proses pengeringan
5
6. Evaluasi hasil meliputi % penambahan berat dan
uji langsai
C. RESEP
1. Proses Pemasakan
Degumming dengan sabun netral dan Na2CO3
Sabun netral
= 10 g/L
Na2CO3
= 2 g/L
Suhu
= 100 oC
Waktu
= 1 jam
Vlot
= 1 : 30
(Alasan pemilihan resep dibahas pada DISKUSI )
2. Proses Pengelantangan
H2O2 35%
= 15 cc/L
Na-Silikat
= 2 g/L (pH 8-9)
pembasah
= 1 ml/L
Suhu
= 70 oC
Waktu
= 50 menit
Vlot
= 1 : 30
3. Proses Penambahan Berat
Tanin
= 100% owf
Suhu
= 80 oC
waktu
= 1 jam
LR
= 1 : 30
D. FUNGSI ZAT
1. Proses Pemasakan (Degumming) Sutera
Sabun netral
= menghilangkan kotoran baik kotoran alam maupun kotoran
luar sehingga dapat meningkatkan daya serap bahan.
Na2CO3
= memberikan suasana alkali pada bahan (alkali lemah)
karena sutera tidak tahan terhadap alkali kuat sekaligus
menghilangkan serisin pada serat sutera.
2. Proses Pengelantangan (Bleaching) Sutera
H2O2
= zat pengelantang yang akan mengoksidasi pigmen sutera.
Natrium Silikat
= memberikan suasana alkali pada proses pengelantangan
sekaligus sebagai alkali lemah yang dapat mencegah
6
7. penguraian H2O2 terlalu cepat sehingga tidak terjadi
oksiselulosa (kerusakan serat). Berfungsi ganda sebagai
alkali lemah dan seperti stabilisator.
Pembasah
= zat yang membantu proses penyerapan larutan secara
merata dan cepat pada bahan serta membantu
menurunkan tegangan permukaan.
3. Proses Penambahan Berat (Weighting) Sutera
Tanin
= zat penambah berat yang akan menempel dengan baik
pada serat sutera baik secara fisik maupun kimia.
E. PERHITUNGAN RESEP
1. Proses Pemasakan (Degumming) Kain Sutera
Berat awal
= 1,75 g
Jumlah larutan
= berat bahan x volt
= 1,75 g x 30
= 52,5 g
= 52,5 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
Sabun netral
= 10 g / 1000 ml x 52,5 ml
= 0,5 g
Na2CO3
= 2 g / 1000 ml x 52,5 ml
= 0,1 g
2. Proses Pengelantangan (Bleaching) Sutera
Setelah mengalami proses degumming, berat kain sutera menjadi berkurang
sehingga berat awal kain sutera pada proses pengelantangan adalah berat akhir
kain sutera hasil proses degumming yaitu:
Berat akhir kain hasil degumming = 1,34 g
Berat awal kain pengelantangan
Jumlah larutan
= 1,34 g
= berat bahan x volt
= 1,34 x 30
= 40,2 g
= 40,2 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
H2O2 35%
= 15 ml / 1000 ml x 40,2 ml
= 0,6 ml
Natrium silikat
= 2 g / 1000 ml x 40,2 ml
= 0,1 g
Pembasah
= 1 ml / 1000 ml x 40,2 ml
7
8. = 0,04 ml
3. Proses Penambahan Berat (Weighting) Sutera
Setelah mengalami proses pengelantangan, berat kain sutera menjadi berkurang
sehingga berat awal kain sutera pada proses penambahan berat adalah berat
akhir kain sutera hasil pengelantangan yaitu:
Berat akhir kain hasil pengelantangan
= 1,32 g
Berat awal kain penambahan berat
= 1,32 g
Jumlah larutan
= berat bahan x LR
= 1,32 g x 30
= 39,6 g
= 39,6 ml ( ρ air = 1 g/cm3 )
Tanin
= 100% x berat bahan
= 100% x 1,32 g
= 1,32 g tanin
F. SKEMA PROSES
1. Proses Pemasakan (Degumming) Sutera
2. Proses Pengelantangan (Bleaching) Sutera
3. Proses Penambahan Berat (Weighting) Sutera
8
9. G. LANGKAH KERJA
1. Proses Pemasakan (Degumming) Sutera
•
Memotong kain sutera kemudian menimbang kain dengan timbangan
digital.
•
Menghitung semua kebutuhan zat sesuai resep, kemudian membuat
larutan pemasakan dalam beaker gelas.
•
Merendam kain dalam larutan pemasakan dalam beaker gelas pada suhu
100 o C selama 1 jam.
•
Mencuci bersih kain dengan air panas dan air dingin kemudian dikeringkan.
•
Mengevaluasi kain dengan persen pengurangan berat dan uji daya serap.
2. Proses Pengelantangan (Bleaching) Sutera
•
Menimbang kain sutera dengan timbangan digital.
•
Menghitung semua kebutuhan
zat sesuai resep, kemudian membuat
larutan pengelantangan dalam beaker gelas.
•
Merendam kain dalam larutan pengelantangan dalam gelas piala porselin
pada suhu 70o C selama 50 menit.
•
Mencuci bersih kain dengan air panas dan air dingin kemudian dikeringkan.
•
Mengevaluasi kain dengan uji derajat putih.
3. Proses Penambahan Berat (Weighting) Sutera
•
Menimbang kain sutera dengan timbangan digital.
•
Menghitung semua kebutuhan zat sesuai resep, kemudian membuat
larutan penambahan berat dalam beaker gelas.
•
Merendam kain dalam larutan penambahan berat dalam beaker gelas pada
suhu 80 oC selama 1 jam.
9
10. •
Mencuci bersih kain tersebut dengan air panas dan air dingin kemudian
mengeringkan kain.
•
Mengevaluasi kain dengan uji persen penambahan berat dan uji langsai
kain.
IV. DATA PRAKTIKUM
1. Proses Pemasakan (Degumming)
Berat awal
= 1,75 g
Berat akhir
= 1,34 g
Jumlah larutan = 52,5 ml
Sabun netral
= 0,5 g
Na2CO3
= 0,1 g
EVALUASI KAIN
Tes uji daya serap
Setelah dilakukan proses degumming, kain sutera diuji daya serapnya dan
hasilnya adalah :
Kain
Waktu Serap
Kain sutera
0,2 detik
Tes uji % pengurangan berat
Berat kain awal
= 1,75 g
Berat kain akhir
= 1,34 g
% pengurangan berat
= { ( BK awal – BK akhir ) / BK awal } x 100%
= { ( 1,75 g – 1,34 g ) / 1,75 g } x 100 %
= 23,43 %
Tabulasi Data Hasil Uji Percobaan
Kain
Kain
Sutera
Berat Awal
Berat Akhir
1,75 g
% pengurangan
1,34 g
berat
23,43 %
Daya Serap
0,2 detik
2. Proses Pengelantangan (Bleaching)
Setelah mengalami proses degumming, berat kain sutera menjadi berkurang
sehingga berat awal kain sutera pada proses pengelantangan adalah berat akhir
kain sutera hasil proses degumming yaitu:
Berat akhir kain hasil degumming
= 1,34 g
10
11. Berat awal kain pengelantangan
= 1,34 g
Berat akhir kain hasil pengelantangan
= 1,32 g
Jumlah larutan
= 40,2 ml
H2O2 35%
= 0,6 ml
Natrium silikat
= 0,1 g
Pembasah
= 0,04 ml
EVALUASI KAIN
Tes uji derajat putih
Setelah dilakukan uji derajat putih secara visual, ternyata kain sutera hasil
pengelantangan berwarna atau tampak lebih putih daripada proses
sebelumnya yaitu proses pemasakan /degumming. Artinya derajat putih kain
sutera semakin bertambah setelah melalui proses pengelantangan.
3. Proses Penambahan Berat (Weighting)
Setelah mengalami proses pengelantangan, berat kain sutera menjadi berkurang
sehingga berat awal kain sutera pada proses penambahan berat adalah berat
akhir kain sutera hasil pengelantangan yaitu:
Berat akhir kain hasil pengelantangan
= 1,32 g
Berat awal kain penambahan berat
= 1,32 g
Berat akhir kain hasil penambahan berat = 1,68 g
Jumlah larutan
= 39,6 ml
Tanin
= 1,32 g tanin
EVALUASI KAIN
Tes uji % penambahan berat
Berat kain awal
= 1,32 g
Berat kain akhir
= 1,68 g
% pengurangan berat
= { ( BK akhir – BK awal ) / BK awal } x 100%
= { ( 1,68 g – 1,32 g ) / 1,32 g } x 100 %
= 27,3 %
Tes uji langsai kain
Setelah dilakukan proses penambahan berat, kemudian dilakukan uji langsai
secara visual, hasilnya langsai kain sutera jauh lebih baik dibandingkan
dengan langsai kain sutera sebelum proses pre treatment.
11
12. Tabulasi Data Hasil Uji Percobaan
Kain
Kain
sutera
Berat awal
Berat akhir
1,32 g
1,68 g
% penambahan
berat
27,3 %
Langsai
baik
Tabulasi Data Akhir Pre Treatmen Kain Sutera
Degumming
Bleaching
Weighting
Berat
Berat
Pengurangan
Daya
Berat
Berat
Derajat
Berat
Berat
Penambaha
awal
akhir
berat
serap
awal
akhir
putih
awal
akhir
n berat
1,75
1,34
0,2
1,34
1,32
1,32
1,68
g
g
detik
g
g
g
g
23,43 %
Baik
27,3 %
KAIN SUTERA SEBELUM DAN SESUDAH PROSES PRE TREATMENT
Sebelum Pre
Treatment
Degumming
Sesudah Pre Treatment
Bleaching
Weighting
V. DISKUSI
Serat sutera diambil dari larva ulat sutera Bombyx Mori atau Tusah. Bentuk serat
sutera adalah filamen protein dengan komposisi penting adalah 76% fibroin sebagai
serat dan 22% serisin. Sutera merupakan serat filamen yang halus, berkilau dan bening.
Secara umum mutu sutera ditentukan oleh kahalusan, kerataan, kebersihan dan
kekuatan. Pemanasan serat sutera diatas suhu 140 oC dalam waktu yang lama akan
menyebabkan kerusakan serat dan kekuatannya turun. Sedangkan pendidihan dalam air
akan menurunkan kilau dan kekuatannya. Serat sutera tidak tahan terhadap alkali
seperti pencucian dengan alkali makan akan menyebabkan kekuatan seratnya turun.
Alasan Pemilihan Resep Degumming Kain Sutera
Pada praktikum yang telah dilakukan minggu lalu, terdapat tiga variasi resep
untuk degumming sutera, yaitu :
12
Langsai
Baik
13. 1. Degumming dengan sabun netral
2. Degumming dengan sabun netral dan Na2CO3
3. Degumming dengan detergen
Dari ketiga variasi resep ini masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Resep yang paling aman digunakan adalah dengan sabun netral, meskipun
hasilnya tidak paling baik diantara dua resep lainnya tetapi resep dengan sabun netral
ini tidak akan menyebabkan kerusakan serat. Lain halnya dengan resep menggunakan
detergen, meskipun hasilnya akan paling baik tetapi kerusakan serat yang ditimbulkan
oleh detergen adalah yang paling besar sehingga kekuatan seratnya akan menurun.
Pada proses degumming dengan menggunakan sabun netral saja hasil degumming
yang akan diperoleh tidak akan bagus atau maksimal walaupun penggunaan sabun
netral saja ini aman untuk serat sutera, artinya efek kerusakan seratnya sangat kecil.
Sedangkan degumming dengan sabun netral dan Na2CO3 atau alkali lemah akan
memberikan hasil degumming yang lebih baik daripada degumming dengan sabun
netral saja. Hal ini karena fungsi Na2CO3 sendiri selain memberikan suasana alkali pada
proses degumming, Na2CO3 juga berfungsi untuk mengaktifkan kerja sabun. Karena
serat sutera tidak tahan alkali maka pada proses ini digunakan alkali lemah agar tidak
terjadi kerusakan serat (kerusakan serat kecil). Degumming dengan sabun netral dan
Na2CO3 akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih optimal daripada degumming
dengan sabun netral saja karena selain biaya yang juga murah, Na 2CO3 juga akan
membantu sabun untuk menghilangkan serisin pada serat sutera sehingga hasil
degummingnya lebih bersih.
Variasi resep yang terakhir adalah degumming dengan detergen netral.
Kelebihan detergen netral ini adalah akan menghasilkan degumming yang paling baik
diantara kedua resep sebelumnya. Namun penggunaan detergen netral ini mempunyai
kekurangan yaitu akan merusak serat / kerusakan serat besar. Sehingga walaupun
hasilnya akan paling baik diantara resep lainnya tetapi penggunaan detergen netral ini
akan menyebabkan kerusakan serat yang paling besar diantara resep lainnya sehinnga
kekuatan kainnya akan turun. Karena alasan-alasan itulah, dalam ujian praktikum
penyempurnaan kain sutera ini praktikan memilih resep degumming dengan sabun
netral dan Na2CO3 karena akan memberikan hasil yang lebih baik daripada penggunaan
dengan sabun netral saja dan kerusakan seratnya tidak sebesar seperti yang
ditimbulkan oleh detergen netral.
Tes uji yang dilakukan pada degumming ini adalah % pengurangan berat dan
daya serap kain. Hasil uji menunjukkan bahwa pengurangan berat pada kain sutera hasil
degumming dengan sabun netral dan Na2CO3 adalah 23,43 % . Ini berarti penggunaan
13
14. sabun netral dan Na2CO3 memberikan hasil yang baik pada kain sutera karena %
pengurangan beratnya tergolong besar. Daya serap kainnya pun menunjukkan waktu
serap yang sangat cepat yaitu 0,2 detik. Hal ini berarti proses degumming dengan sabun
netral dan Na2CO3 memberikan hasil yang baik pada kain sutera. Proses ini berlangsung
pada suhu stabil 100oC selama 1 jam karena apabila pemanasan dilakukan diatas suhu
140oC dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan kerusakan serat sehingga
kekuatannya menurun.
Proses selanjutnya adalah pengelantangan, seperti pada proses pre treatmen
serat-serat sebelumya, kain sutera ini dikelantang dengan oksidator H2O2 . Zat oksidator
H2O2 ini berfungsi untuk mengoksidasi pigmen-pigmen alam yang terdapat pada serat
sutera sehingga dihasilkan kain sutera yang lebih bersih. Pada resep ini juga
ditambahkan 0,1 gram Natrium Silikat (Na2SiO3). Penambahan Natrium Silikat ini
bertujuan untuk memberikan suasana alkali pada proses bleaching dan juga mencegah
penguraian H2O2
terlalu cepat agar tidak terjadi kerusakan serat atau oksiselulosa.
Penggunaan Natrium Silikat ini selain lebih hemat juga masih memberikan hasil yang
baik, walaupun pada bleaching dengan menggunakan mesin akan menyebabkan mesin
menjadi berkarat apabila digunakan Natrium Silikat. Namun untuk industri kecil,
penggunaan Natrium Silikat ini akan lebih baik dan lebih hemat. Variasi resep lainnya
yang mungkin adalah dengan mengganti Natrium Silikat dengan NaOH dan Stabilisator,
disini NaOH akan memberikan suasana alkali dan Stabilisator akan mencegah
penguraian H2O2 terlalu cepat agar tidak terjadi kerusakan serat. Resep ini akan jauh
lebih mahal dibandingkan degan penggunaan Natrium Silikat saja. Oleh sebab itu
praktikan memilih menggunakan Natrium Silikat karena Natrium Silikat ini dapat
berfungsi ganda yaitu sebagai pemberi suasana alkali dan sebagai stabilisator sehingga
prosesnya akan lebih hemat. Uji dari proses pengelantangan ini adalah uji derajat putih
secara visual. Tes uji derajat putih menunjukkan bahwa kain sutera menjadi lebih putih
daripada proses sebelumnya. Proses pengelantangan ini dilakukan pada suhu 70 oC
selama 50 menit.
Proses terakhir yang dilakukan adalah proses penambahan berat sutera. Pada
proses ini dilakukan dengan menggunakan metode tanin. Proses penambahan berat ini
dilakukan dengan cara merendam bahan sutera dalam larutan tanin yang mengandung
zat yang dapat menempel dengan baik pada serat sutera baik secara fisik maupun
kimia. Kelemahan metode tanin adalah hasilnya kurang tahan lama terutama bila bahan
telah mengalami pencucian berulang. Namun dengan penggunaan tanin ini selain
prosesnya haya satu tahap, biayanya pun akan lebih murah, aman bagi kesehatan dan
pencemaran yang ditimbulkannya pun rendah. Faktor yang berpengaruh pada proses ini
14
15. adalah konsentrasi zat, suhu, dan waktu proses. Sedangkan air proses yang
mengandung sadah tinggi dapat menyebabkan pengendapan pada bahan yang akan
menurunkan kilau dan serat pegangan bahan menjadi kasar. Uji dari proses ini adalah %
penambahan berat. Hasil uji menunjukkan bahwa penambahan berat sebesar 27,3 %
artinya penggunaan tanin dapat mengembalikan berat sutera setelah proses
pemasakan. Apabila ditinjau kembali, berat awal sutera sebelum degumming adalah
1,75 gram dan berat akhir kain sutera setelah proses penambahan berat adalah 1,68
gram. Hasil ini menunjukkan penggunaan tannin telah mengembalikan berat sutera
hamper seperti berat awalnya. Setelah dilakukan penambahan berat pun langsai kain
sutera lebih baik daripada sebelum proses pre treatment dimana kain sutera masih kaku
pegangannya.
VI. KESIMPULAN
1. Degumming pada kain sutera bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran
sehingga pada saat dicelup akan memberikan hasil celupan yang rata dan baik.
2. Degumming dengan sabun netral dan Na 2CO3 memberikan hasil yang lebih baik
daripada degumming dengan sabun netral saja.
3. Degumming dengan sabun netral dan Na2CO3 tidak akan merusak serat seperti
halnya degumming dengan detergen netral walaupun hasilnya tidak sebaik dengan
menggunakan detergen netral. Kekuatan seratnya tetap masih baik tidak seperti saat
menggunakan detergen netral.
4. Pengelantangan dengan H2O2 bertujuan untuk mengoksidasi pigmen-pigmen alam
pada serat sutera.
5. Penggunaan Natrium Silikat memberikan fungsi ganda yaitu sebagai pemberi
suasana alkali dan juga berfungsi seperti stabilisator yang akan mencegah
penguraian H2O2 terlalu cepat agar tidak terjadi kerusakan serat (oksiselulosa).
6. Hasil uji % pengurangan berat menunjukkan bahwa kain sutera mengalami
pengurangan berat sebesar 23,43 % sedangkan tes uji daya serap menunjukkan
bahwa waktu serap kain sutera adalah 0,2 detik.
7. Uji derajat putih secara visual menunjukkan kain sutera tampak lebih putih
dibandingkan proses sebelumnya..
8. Uji % penambahan berat menunjukkan bahwa berat kain sutera kembali sebesar
27,3 % hampir mendekati berat kain sutera pada awal proses degumming.
9. Faktor
yang
berpengaruh
pada
proses
pemasakan,
pengelantangan,
penambahan berat adalah konsentrasi zat, suhu, dan waktu proses.
15
dan
16. VII. DAFTAR PUSTAKA
Astini Salihima, S.Teks, dkk. 1978. Pedoman Praktikum Pengelantangan dan
Pencelupan. Bandung : Institut Teknologi Tekstil.
Ir. Rasjid Djufri, M.Sc, dkk. 1976. Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan
Pencapan. Bandung : Institut Teknologi Tekstil.
Muhammad Ichwan, dkk. 2004. Pedoman Praktikum Teknologi Persiapan
Penyempurnaan. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Soeparman, S.Teks. Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Bandung : Institut
Teknologi Tekstil.
16