Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk bisa lulus dari mata kuliah Agama yang diberikan Bapak Dr. Drs. H. M. Ali Syamsuddin, S.Ag., M.Si., yaitu berupa pengembangan dari buku karyanya yang berjudul “Assembling The Spiritual Power”.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan karena keterbatasan ilmu dan referensi yang dimiliki. Akan tetapi, penulis akan terus berusaha mengemas teori dan kajian yang diuraikan agar dapat mempermudah pembaca dalam memahami konsep dari buku tersebut diatas secara lebih mendalam.
Suatu kebahagiaan bagi penulis untuk bisa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan referensi baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan penulis akan sangat berterima kasih pada para pembaca yang dapat memberikan saran dan masukan positif guna menjadi bahan perbaikan penulis di masa yang akan datang.
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH
1. PORTOFOLIO
COUSRES : RELIGION
DOSEN : DR. DRS. H. M. ALI SYAMSUDDIN, S.AG., M.SI
“Arranged as one of the requirements to graduate from Religious courses.”
ARRANGED BY :
21216215 FIRMAN WIJAYA BUDIARTO
CLASS :
MANAGEMENT-V
INDONESIA COMPUTER UNIVERSITY
ECONOMICS AND BUSINESS FACULTY
MANAGEMENT STUDY PROGRAM
2017
2. i
RESENSI BUKU ASSEMBLING THE SPIRITUAL POWER
a. Identitas Buku
Judul : Assembling The Spiritual Power
Penulis : Dr. Drs. H. M. Ali Syamsuddin, S.Ag., M.Si.
Penerbit : Sinergi Mandiri
Kota Terbit : Bandung
Tahun Terbit : 2016
Edisi : Revisi
Halaman : 358 hlm
ISBN : 987-602-8724-0-3
b. Deskripsi Buku
Buku ini disusun untuk memudahkan mahasiswa mempelajari dasar-
dasar agama Islam,untuk menuju pada pemahaman agama Islam secara
utuh/kaffah. Buku ini telah memenuhi standar kerangka ajaran Islam yakni :
aqidah, syari`ah dan koridor kerangka ajaran Islam, tuntunan dari al Qur`an dan
Sunah Rasul, pendapat-pendapat para ulama dan ilmuwan lainya kemudian
dirakitkan untuk memperoleh kejelasan tentang upaya merakit kekuatan
spiritual urgen dalam kehidupan di dunia ini.
c. Kelebihan dan Kekurangan Buku
Buku ini sangat memudahkan mahasiswa untuk mempelajari dasar-
dasar agama, seluruh bagian buku ini dibahas secara tuntas dan mendasar,
sehingga menjadikan buku ini mudah untuk dipahami oleh para mahasiswa.
Akan tetapi, isi buku yang hanya terdapat tulisan yang padat, membuat buku ini
terkesan membosankan dan membuat pembaca menjadi kurang tertarik.
3. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan
rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-
baiknya. Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk bisa lulus dari mata
kuliah Agama yang diberikan Bapak Dr. Drs. H. M. Ali Syamsuddin, S.Ag., M.Si.,
yaitu berupa pengembangan dari buku karyanya yang berjudul “Assembling The
Spiritual Power”.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan karena keterbatasan ilmu dan referensi yang dimiliki. Akan tetapi,
penulis akan terus berusaha mengemas teori dan kajian yang diuraikan agar dapat
mempermudah pembaca dalam memahami konsep dari buku tersebut diatas secara
lebih mendalam.
Suatu kebahagiaan bagi penulis untuk bisa menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan referensi baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan penulis akan sangat berterima kasih
pada para pembaca yang dapat memberikan saran dan masukan positif guna
menjadi bahan perbaikan penulis di masa yang akan datang.
Bandung, 17 Juni 2017
Penulis,
4. iii
DAFTAR ISI
RESENSI BUKU ASSEMBLING THE SPIRITUAL POWER...................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 THERE IS NO GOD BUT I
1.1. Hakikat yang Ada .......................................................................... 1
1.2. Basmalah Sebagai Konsep Hidup .................................................. 4
1.3. Basmalah : Pola Keteraturan Hidup ............................................... 8
1.4. Basmalah Induk Matematik............................................................10
BAB 2 I AM ALLAH
2.1. Tuhan Memperkenalkan Keberadaan-Nya ....................................13
2.2. Kemerdekaan Manusia Mengimani Allah......................................15
2.3. Ujian Sebagai Program Allah .........................................................17
2.4. Doa Orang yang Mencintai Allah...................................................19
BAB 3 AYAT KAUNIYAH
3.1. Penciptaan Langit, Bumi, Dan Isinya .............................................20
3.2. Proses Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Quran........................21
3.3. Makna Kata “Hari”.........................................................................22
3.4. Sain Tauhidullah dari Herman Soewardi.......................................25
BAB 4 AYAT TANZILIAH
4.1. Peranan Al-Qur’an bagi Kehidupan Manusia.................................28
4.2. Kelebihan Membaca Al-Qur’an.....................................................30
4.3. Wajib Mematuhi Al-Qur’an...........................................................32
5. iv
BAB 5 PERSPEKTIF TAUHIDULLAH
5.1. Tuhan Kita Itu Bernama Allah........................................................35
5.2. Nama-Nama Allah yang Baik ........................................................38
BAB 6 HAKIKAT MANUSIA
6.1. Hakikat Manusia.............................................................................41
6.2. Tujuan Penciptaan Manusia............................................................44
6.3. Kedudukan dan Fungsi Manusia ....................................................46
6.4. Keutamaan Manusia .......................................................................52
BAB 7 DIIN DALAM ISLAM
7.1. Pengertian Agama...........................................................................54
7.2. Penggolongan Agama.....................................................................55
BAB 8 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA
8.1. Hubungan Manusia dengan Agama................................................60
8.2. Fungsi dan Peranan Agama Bagi Manusia.....................................61
BAB 9 KERANGKA AGAMA ISLAM
9.1. Aqidah............................................................................................66
9.2. Bukti Adanya Allah........................................................................69
9.3. Konsep Takdir Dalam Islam...........................................................72
BAB 10 DZIKRULLAH
10.1. Kewajiban Berdzikir.......................................................................77
10.2. Keutamaan Dzikir...........................................................................82
BAB 11 BERSYUKUR DAN BERSABAR
11.1. Keutamaan Bersyukur dan Bersabar..............................................77
11.2. Peringatan Bagi yang Tidak Bersyukur..........................................78
6. v
BAB 12 SYARIAH : WUJUD KEKUATAN SPIRITUAL
12.1. Pengertian Syariah..........................................................................88
12.2. Tujuan Syariat Islam......................................................................89
12.3. Keistimewaan Syariah Islam..........................................................92
BAB 13 TAUBAT
13.1. Taubat.............................................................................................94
13.2. Taubat yang Diterima .....................................................................96
13.3. Cinta Allah Pada Orang yang Bertaubat ........................................98
BAB 14 TAQWA
14.1. Pengertian Taqwa...........................................................................100
14.2. Taqwa Merupakan Perintah Allah SWT........................................102
14.3. Tingkatan Taqwa ...........................................................................104
BAB 15 AKHLAK
15.1. Pengertian Akhlak..........................................................................109
15.2. Golongan Akhlak ...........................................................................110
15.3. Keutamaan Akhlak Dalam Islam...................................................111
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... vi
7. 1
BAB I
THERE IS NO GOD BUT I
1.1. Hakikat yang Ada
اَ الهَ ََِ هللا
LAA ILAAHA ILLALLAH (Tidak ada Tuhan selain Allah) merupakan
kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan
sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun
menuntut adanya sebuah konsekuensi yang amat besar.
Memahami makna kalimat tersebut merupakan perkara yang diwajibkan
oleh Allah atas setiap muslim, sebagaimana dalam firman-Nya :
َااََْماْ ألَِّاُ اَ الهَ ََِ هللا
Artinya : “Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan ( yang haq) melainkan Allah.” (QS. Muhammad : 19).
Allah berfirman :
الهاَ ِأانَّ اهللا اوأَ لْاََُّه ِأاُ اَّ مم اأ َوأََناَ مم لَّ ََّأِ أَْماَُِّه ِأاُ اَّ اهللا اوأَ ْاََُّهلُّ
أََِْاَُّْه
Artinya : “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq
(Tuhan yang sebenarnya, yang wajib diibadahi, yang berkuasa dan sebagainya), dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru (ibadahi) selain Allah itulah yang batil,
8. 2
dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S.
Luqman:30).
Kalimat laa ilaaha illallah ini mengandung makna penafian (peniadaan)
sesembahan selain Allah dan menetapkannya untuk Allah semata. Allah berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Mengetahui makna laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus didahulukan
dari seluruh rukun yang lainnya. Nabi bersabda: “Barangsiapa mengucapkan laa
ilaaha illallah dengan Keikh-lasan hati, pasti ia masuk Surga.” (HR. Ahmad, hadits
shahih).
Orang yang ikhlas ialah yang memahami laa ilaaha illallah,
mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya.
Sebab kalimat ini mengandung tauhid (pengesaan Allah), yang karenanya Allah
menciptakan alam semesta ini.
Rasulullah menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,
“Wahai pamanku, katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah), seuntai kalimat yang aku akan berhujjah dengannya
untukmu di sisi Allah, maka ia (Abu Thalib) enggan mengucapkan laa ilaaha
illallah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau mengajak (menyeru)
bangsa Arab: “Katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: ‘Hanya satu tuhan, kami
9. 3
belum pernah mendengar seruan seperti ini?’ Demikian itu, karena bangsa Arab
memahami makna kalimat ini. Sesungguhnya barangsiapa mengucapkannya,
niscaya ia tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak
mengucapkannya. Allah berfirman kepada mereka: “Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka, ‘Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah)’, mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata,
Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila? ‘Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa
kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya).” (Ash-Shaffat: 35-37)
Dan Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesuatu
yang disembah selain Allah, maka haram hartanya dan darah-nya
(dirampas/diambil).” (HR. Muslim)
Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat mewajibkan ia
mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain Allah, seperti
berdo’a (memohon) kepada mayit, dan lain-lain-nya.
Ironisnya, sebagian orang-orang Islam sering mengucapkan syahadat dengan lisan-
lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan perbuatan-perbuatan dan
permohonan mereka kepada selain Allah.
Laa ilaaha illallah adalah asas (pondasi) tauhid dan Islam, pedoman yang
sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan mempersembahkan setiap
jenis ibadah untuk Allah. Demikian itu, apabila seorang muslim telah tunduk
10. 4
kepada Allah, memohon kepadaNya, dan menjadikan syari’atNya sebagai hukum,
bukan yang lain-nya.
Ibnu Rajab berkata: “Al-Ilaah (Tuhan) ialah Dzat yang dita’ati dan tidak
dimaksiati, dengan rasa cemas, pengagungan, cinta, takut, pengharapan, tawakkal,
meminta, dan berdo’a (memohon) ke-padaNya. Ini semua tidak selayaknya
(diberikan) kecuali untuk Allah . Maka barangsiapa menyekutukan makhluk di
dalam sesuatu per-kara ini, yang ia merupakan kekhususan-kekhususan Allah,
maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan laa ilaaha illallah dan mengandung
penghambaan diri terhadap makhluk tersebut sebatas perbuatannya itu.
Sesungguhnya kalimat “Laa ilaaha illallah” itu dapat bermanfaat bagi yang
mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu kesyirikan,
sebagaimana hadats dapat membatalkan wudhu seseorang. Rasulullah
bersabda:”Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah, pasti ia masuk
Surga.” (HR. Hakim, hadits hasan)
1.2. Basmalah Sebagai Konsep Hidup
Lafadz Bismillâhirraĥmânirraĥîm mengandung isyarah memberikan
pelajaran tentang tawassul, kita belum bisa langsung billâh melainkan harus
bismillâh. Itupun harus melalui syarat, yakni kha, ĥa dan jim.
Kha adalah isyarah dari takhalliy ‘an as shifât al madzmŭmât
(menghilangkan sifat-sifat tercela) seperti takabur, ‘ujub, riya, iri dengki, putus asa.
Semua sifat tercela harus dibuang, salah satunya yang paling mendasar dan
merupakan dosa pertama kepada Allah SWT adalah takabbur; “Dan (Ingatlah)
11. 5
ketika kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” Maka
sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk
golongan orang-orang yang kafir.”
Sifat mendasar manusia adalah mencintai dirinya sendiri, karena terlalu
mencintai dirinya sendiri manusia selalu ingin tampil sempurna dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Satu-satunya yang memiliki raĥmat li al ‘âlamîn (rasa kasih
sayang kepada seluruh alam) adalah Rasulullah SAW, artinya beliau SAW
mengorbankan dirinya sendiri. Sementara kita jarang bisa memberikan apa tapi
yang banyak kita mendapatkan apa.
Suatu ketika Rasulullah SAW melaksanakan shalat isya’, kemudian selesai
shalat beliau SAW buru-buru masuk ke dalam rumah dan lama tidak keluar-keluar.
Begitu keluar, para sahabat saling bertanya. Apa yang terjadi dengan Rasulullah
SAW? Beliau SAW bersabda: “Saya terburu-buru masuk rumah karena teringat
masih ada emas di dalam rumah, saya tidak mau ada emas bermalam di rumah saya.”
Subĥnallâh!
Itulah beliau Rasulullah SAW yang tidak mau menyimpan emas di dalam
rumahnya dan buru-buru membagikan kepada para fakir. Beliau SAW
mendahulukan kepentingan orang lain, urusan orang lain daripada urusan dan
kepentingan pribadi beliau SAW sendiri. Hidup beliau SAW untuk orang lain!
Karena itulah beliau SAW mendapatkan kedudukan yang mulia disisi-Nya dan di
kalangan para sahabat. Kalau kita ingin hidup mulia hiduplah untuk orang lain,
kalau tidak bisa semuanya separuh saja, kalau tidak bisa seperempat, kalau tidak
12. 6
bisa seperlima, lima persen saja ada untuk orang lain, disitulah pada hakikatnya
letak kemuliaanmu. Khayr an nâs anfa’uhum li an nâs!
Sifat takabbur membuat orang buta akan kebenaran. Nikmatnya ibadah dan
indahnya taqarrub tidak akan terlihat karena terhalang sifat takabbur. Salah satu
sifat takabur selain yang telah disinggung di atas adalah melihat sesuatu pertama
kali diukur dengan dirinya sendiri. Ketika Allah SWTbertanya kepada iblis, apakah
yang menghalanginya untuk bersujud (kepada Adam) sewaktu diperintah? Iblis
menjawab: ana khayrun minhu. (Saya lebih baik daripadanya). Kalimat ana adalah
nadzr li an nafs, memandang dirinya sendiri; saya lebih baik dari anda. Dari kalimat
saya inilah muncul takabbur. Dari dahulu iblis serba menggunakan saya; qâla ana
khayrun minhu, khalaqtanî min nâr wa khalaqtahu min at thîn (saya lebih baik dari
dia, saya Engkau ciptakan dari api dan dia Engkau ciptakan dari tanah). Filosofinya,
kobaran api (asal penciptaan iblis) selalu ke atas, sementara tanah (asal penciptaan
Adam) selalu terbenam dalam dataran. Iblis menduga api lebih mulia daripada
tanah, padahal sejatinya tidak. Justru kalau kita tinjau lebih detaill, tanah lebih
mulia daripada api karena tanah mengandung berbagai macam sumber kehidupan.
Sifat takabur ini digambarkan dengan huruf alief (ُّ), bi [i]smillah. Huruf
Alief selama-lamanya tetap tegak tak bergeming (baca: tidak mau menerima
kebaikan dan kebenaran). Aliefnya harus dibuang, itu adalah isyarah takhalliy.
Setelah takhalliy harus ĥa, yang merupakan singkatan dari taĥalliy bi as
shifât al maĥmŭdât (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji) seperti tawadlu’,
maĥabbah, sabar, syukur, ridla. Semua sifat terpuji dimasukkan, salah satunya yang
13. 7
paling dasar dan merupakan antonim dari takabur yakni tawadlu, maka dibuatlah
huruf ba (ِ). Huruf ba titiknya berada di bawah dan selama-lamanya dibaca kasrah
(bi), ini merupakan isyarah tawadlu (baca: merendahkan diri). Sifat ini tercermin
dalam kehidupan baginda Rasulullah SAW; sehingga Syeikh ‘Abdul Qadir al
Jilaniy menyebutkan; Muĥammad nuqthatu bai al basmalah (Muhammad SAW
adalah titiknya huruf ba basmalah).
Tidak mungkin seseorang langsung kepada Allah SWT, tanpa melalui ba
(baca: tawadlu). Allah SWT berfirman; Wasjud waqtarib, dengan sujud meletakkan
anggota tubuh yang paling mulia ke tanah (sebagai bentuk tawadlu’) justru dekat
dengan Allah SWT.
Setelah seseorang mampu takhalliy yakni menghilangkan semua sifat-sifat
terceladan taĥalliy yakni mengisinya dengan sifat-sifat terpuji barulah ia mampu
‘kontak’ dengan Allah SWT bismilâh itulah yang disebut tajalliy.
Falammâ tajallâ rabbuhŭ li al jabali ja’alahŭ dakkan wa kharra mŭsa sha’iqâ
(Tatkala Rab-nya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu
hancur luluh dan Musa AS pun jatuh pingsan).
Ketika mencapai tajalli, melihat kebesaran Allah SWT kita menjadi fana,
hancur, tidak eksis. Kita ini tidak ada, yang ada hanyalah Allah SWT! Pada maqam
ini, apapun yang dilihat, apapun yang kita rasakan adalah Allah SWT! Terlepas
tentang polemik teori fana atau teori waĥdah al wujŭd, yang jelas ketika sampai
maqam tajalliy kita tidak berarti apa-apa. Sehingga digambarkan ketika Allah SWT
‘tajalliy’, gunung-gunung hancur luluh dan Musa AS pingsan, artinya selain Allah
14. 8
SWT itu fana, selain Allah SWT itu hancur, selain Allah SWT itu tidak ada
tinggallah Allah SWT yang ada.
1.3. Basmalah : Pola Keteraturan Hidup
“Setiap usrusan yang baik yang tidak diawali dengan
Bismilahirrohmanirrohim maka tidak akan mendapt berkah.” (H.R. Abu Daud)
Allah adalah tuhan segala sesuatu. Dia telah menciptakan manusia dari tidak
ada, mlimpahkan rahmat yang tak terhingga, menciptakan matahri, bulank, malam
dan siangt untuk kepentingan manusia, memberinya akal pikitan, dan mengajarkan
kepada manusia untuk membedakan antaa yang baik dengan yang buruk. Maka
wajrlah kalau hanya kepada-Nya-lah kita menyembah dan taat. Allah sang Khalik
pemberi rezeki, nikmat dan lpengetauan, yang maha pengasih dan lpenyayang, yang
wajib disyukuri-bukanu untuk eiingkari, yang wajib di ingat-ingat bukan untuk di
lupakan, yang wajib dipatuhi-bukan untuk didurhakai. Sesuai dengan hakikat
pencilptaan manusia dan jhin adalah untuk kberibadah kepada-nya (Q.S. Az
Zariiyat:56)
Oleh karena itu harulah kita senantiasa selalu mengingatnya dan menyebut
nama ALLAH Yang Maha Paengasih dan Maha penyayang dengan membaca
basmalah pada setiap aktivitas kita. Ayat basmalah termasuk dalam surat Al-
Fatihah. Hadits, dari ad Da’ru Quthni dari Abu Hurairah r.a., ia bekata Rasulullah
saw. Bersabda, “jika kalian mebacaa surat al fatihah, hendklah kalian membaca
bismillahirrahmmanir-rohim, karena ia termasuk ke dalam surat al-Fatihah.
15. 9
Sedangkan suat Al Fatihah terdiri dari tujuh ayat, dan bismillahhirrahmanirrahim
termasuk de dalam salah satu ayatnya.” Bismillah memiliki dua arti :
1. Sebagai kalimat ‘izin”
Bismillah bukan sebagai lpenutkar kenikmatan, contohnya makan nasi
dengan membaca bismillah akan sama ikmatnya dengan makan nasi tanpa
membaca bismilah, tapi bismillah merupakan kalimat izin bagi hamba Allah
yang merasa hidupnyua hnya sekedar numpang, karena sesungguhya semua
yang ada di atas dunia ini milik Allah dan manusia deberi kenikmatan untuk
menakai fasilitas Allah tsb.
2. Sebagai kalimat “pengakuan otoritas”
Yaitu pengakuan otoritas bagi hamba Allah yang menyandai bahwa
sesungguhya yang memiliki wewenang/otoritas hanyalah Allah. Manusi hnay
sebaai wakil Allah di muka bumi ini, bukan sebagai penguasa. Bila seseorang
mengucapkan bismillah ia telah menandai kehambaannya dengan nama Allah,
ia mengokohkan jiwanya-yang di nisbahkan kepada hakikat kehambaan-dengan
salah satu dari tanda-tanda Allah SWT.
Makna Ar Rahman
Ar Rahman (*maha Pengasih), merupakan rahmat Allah dalam bentuk
sarana hidup. Dilihat dari segi etimogisnya, ar Rahman berwazan “fa’laan” yang
menunjukkan banyak. Oleh karena itu rahmat Allah yang berupa sarana hidup ini
deberikan untuk semua makhluk di alam semesta (rahmatan lil’alamiin) baik
manusia maupun binatang, baik muslim maupun kafir. Makna ini degunakan dalam
Al Quuran (Q.S. 20:5;19:75)
16. 10
Makna ar rahim
Ar Rahim: Maha penyayang merupakan rahmat Allah dalam bentuk
petunjuk hidup. Dilihat dari segi bahasanya, ar Rahim berwazan (berpola) “f’iil”
yang menunjuk ketetapan dan kekekalan. Ar rahim berpa rahmat Allah dalam
bentuk petunjuk hidup, diberikan hanya untuk orang-orangt yang beriman,
menunjukkan kenikmatan yang terus-menerus dan kekal. Dalam Al-Qur’an makna
ar Rahman seperti terdapat pada Q.S. 33:43;9:117)
1.4. Basmalah Induk Matematik
Kalimah Basmalah terdiri dari 19 huruf yang nyata. Dari 19 huruf yang
nyata tersebut, terdapat susunan 4 kelompok kalimat dan kata yaitu “Bism” (3
huruf), “Allah” (4 huruf), “ar-Rahmaan” (6 huruf), dan “ar-Rahiim” (6 huruf).
Sehingga diperoleh jumlah huruf dari ke-4 kalimat dan kata yang membangun
kalimah Basmalah menjadi 19 huruf.
Didalam al-Qur’an jumlah dari 4 kata yang membangun kalimat
“Basmalah” yaitu “Bism”, “Allah”, “ar-Rahmaan”, dan “ar-Rahiim”ditemukan
dengan suatu jumlah yang mengikuti suatu komposisi perkalian dimana bilangan
19 menjadi faktor pengali yang tetap. Jadi secara umum berlaku nx19. Hubungan
yang berlaku atas fakta-fakta demikian adalah (Lihat M. Quraish Shihab,
“Membumikan al-Qur’an”, Mizan, 1998) :
“Bism” : 1x19=19 kali, jadi kata “Bism” ditemukan sebanyak 19 kali
didalam al-Qur’an pada beberapa surat.
“Allah” : 142x19=2698 kali“ar-Rahmaan” : 3x19=57 kali
17. 11
“ar-Rahiim” : 6x19 = 114 kali
Jumlah kata “ar-Rahiim” ditemukan sebanyak 114 kali yaitu sejumlah surat
al-Qur’an. Sebenarnya terdapat 1 kalimat “ar-Rahiim” yang menjadi kata ke-115
namun kata ini tidak merujuk kepada penyifatan Allah namun kepada sifat-sifat
Nabi Muhammad SAW yaitu pada QS 9:128.
Dengan fakta demikian, para ahli Ijaz Adadi sepakat bahwa angka 19
menjadi basis dasar bilangan yang menentukan kodefikasi penyusunan al-Qur’an.
Hal ini menjadi sangat penting karena dengan adanya fakta demikian maka
kodefikasi al-Qur’an sebenarnya sangat akurat dan eksak mengikuti suatu
sistematisasi yang sebenarnya menggambarkan makna yang sangat luas bahwa al-
Qur’an adalah rahasia semesta alam yang tersirat dalam QS,
Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al
Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-
hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari
Tuhan semesta alam.(QS 10:37)
Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu
maka (katakanlah olehmu): "Ketahuilah, sesungguhnya Al Qur'an itu diturunkan
dengan ilmu Allah dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu
berserah diri (kepada Allah)?"(QS 11:14)
Dua frase kalimat yang penting yang menjadi salah satu kunci pemahaman
dalam 2 ayat diatas adalah “(Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada
18. 12
keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” Yang menegaskan
kalimat sebelumnya bahwa Al’Qur’an adalah firman Tuhan sehingga apa yang ada
didalamnya merupakan suatu keputusan Allah SWT yang telah ditentukan sebelum
semua makhluk diciptakan-Nya, semua kitab suci Wahyu yang pernah diturunkan
adalah al-Qur’an sebagai satu-satunya Ummul Kitab, dan mengandung suatu
ketetapan dan kepastian yang tidak akan mungkin untuk diubah sampai akhir zaman
seperti tersirat dalam QS 48:23 yang menjadi basis kajian otentifikasi al-Qur’an
Musaf Utsmani ini.
Dalam frase “maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?”, Allah
sebenarnya memberikan kisi-kisi bagaimana cara untuk memahami al-Qur’an yaitu
dengan berserah diri dan tentunya berendah hati dengan instrumen yang diberikan
kepada al-Insaan yaitu akal pikiran dengan “Iqra” (QS 96:1-5) yang benar dan
Penyucian Jiwa (QS 91:9). Dalam arti yang luas, kedua aspek penting dari
pendekatan untuk memahami al-Qur’an tersebut tidak lain menjadi akhlak dan
perilaku yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan utuh dan benar (jadi
bukan sekedar berbaju atau berteriak mengatasnamakan Islam namun akhlak dan
perilakunya jauh dari akhlak Rasulullah SAW yang berendah hati di hadapan Allah
sehingga iapun menjadi hamba dan Kekasih-Nya. Simak juga maksud ayat QS
9:128-129)
19. 13
BAB II
I AM ALLAH
2.1.Tuhan Memperkenalkan Keberadaan-Nya
Secara jelas Al-Qur’an menginformasikan bahwa Tuhan memperkenalkan
diri-Nya dengan nama ‘Allah’ yang tiada ‘ilah’ selain diri-Nya. Informasi ini
menunjukkan bahwa nama tersebut merupakan nama dari Tuhan, bukan suatu
istilah atau nama jabatan, dan nama tersebut disampaikan melalui lafadz/bunyi
suara.
Para ahli bahasa Arab berbeda pendapat tentang asal-mula nama ‘Allah’ ini,
seperti yang disampaikan oleh ustadz Quraish Shihab dalam bukunya
‘Membumikan Al-Qur’an’
“Para ulama dan pakar bahasa mendiskusikan kata tersebut antara lain
apakah ia memiliki akar kata atau tidak. Sekian banyak ulama yang berpendapat
bahwa kata ‘Allah’ tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tapi ia adalah nama
yang menunjuk kepada zat yang wajib wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup
dan kehidupan, serta hanya kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan
bermohon. Tetapi banyak ulama berpendapat, bahwa kata ‘Allah’ asalnya adalah
‘Ilaah’, yang dibubuhi huruf ‘Alif’ dan ‘Laam’ dan dengan demikian, ‘Allah’
merupakan nama khusus, karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya. Sedangkan
‘Ilaah’ adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jamak (plural),
yaitu ‘Alihah”.
20. 14
Pertanyaan muncul, tata-bahasa dan pembentukan kosakata melalui unsur-
unsurnya merupakan ilmu yang dikembangkan oleh manusia. Lafadz/bunyi selalu
mendahului keberadaan tata-bahasa. Jadi ketika manusia diciptakan, mereka belum
mengenal soal kaedah tata-bahasa, pembentukan kosakata, hukum-hukum bahasa,
dll. Manusia hanya mengeluarkan bunyi/lafazd dari mulutnya, setelah itu mereka
baru mencari kaedah-kaedahnya sehingga terciptalah aturan tata-bahasa. Kalau
dikatakan nama ‘Allah’ merupakan bentukan dari kaedah bahasa, maka sama saja
kita mau mengatakan nama tersebut diciptakan oleh manusia, aturan tata-bahasa
sudah dirumuskan, lalu berdasarkan itu manusia menciptakan nama ‘Allah’.
Lalu mengapa kita tidak berpikir sebaliknya? Sebelum manusia mengenal
tata-bahasa, nama ‘Allah’ sudah diperkenalkan dan sudah dilafadzkan/dibunyikan
oleh mulut manusia. Artinya Tuhan sendiri yang memperkenalkan nama-Nya
berupa bunyi/lafadz, manusia lalu meniru bunyi tersebut. Ketika manusia mulai
merumuskan kaedah tata-bahasa maka nama ‘Allah’ tersebut diadopsi menjadi
suatu istilah yang bisa diuraikan unsur-unsur dan akar katanya.
Biasa dalam suatu gejala bahasa, nama generik diadopsi menjadi suatu
istilah, misalnya nama Pak Mujair, seorang peternak ikan yang menemukan dan
mengembangkan sejenis ikan air-tawar lalu dipakai untuk menjadi nama jenis ikan
tersebut, atau istilah sandwich untuk 2 potong roti yang mengapit sekerat daging
berasal dari nama Earl of Sandwich yang hidup ditahun 1700-an, seorang yang
hobby berjudi dan sering lupa makan, lalu membekali dirinya dengan model
makanan tersebut agar bisa makan tanpa harus meninggalkan meja judi, atau kata
‘boikot’ berasal dari nama seorang agen tanah di Irlandia, kapten Charles
21. 15
Cunningham Boycott yang dikucilkan oleh para petani karena kekerasan yang
dilakukannya terhadap suatu sengketa tanah.
Jadi lebih masuk akal kalau nama ‘Allah’ yang sudah dikenal oleh manusia
sebelum adanya kaedah tata-bahasa tersebut diadopsi menjadi suatu istilah. Orang
Arab mengenal istilah ‘ilaah’ ‘al-ilah’ sebagai sebutan untuk jabatan tuhan, sesuatu
yang mendominasi dan menguasai. Istilah tersebut berasal dari nama generik Tuhan
yaitu ‘Allah’, bukan sebaliknya, nama generik tersebut berasal dari pembentukan
kata yang ada dalam kaedah tata-bahasa.
2.2. Kemerdekaan Manusia Mengimani Allah
Ketahuilah, bahwa kemerdekaan itu merupakan kebebasan diri dari segala
dorongan yang mengandung keganjilan serta kesempatan dalam keinginan dan
ketakutan. Ahli tasawuf dan para penempuh jalan Allah-lah yang memiliki
kebebasan diri dari setiap sifat yang membawa kepada (serba) kekurangan atau
penyimpangan dalam pandangan Allah.
Marilah kita mengkaji dan menelusuri makna firman Allah SWT. :
Artinya :
"Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
22. 16
khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan sangat bodoh." (Al Ahzab.72)
Sesungguhnya amanat adalah "Kemerdekaan berikhtiar" yang terbalas
untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan. Persoalan (memikul) amanat
hanya diberikan (diberlakukan) bagi manusia dan tidak kepada mahluk Allah yang
lain. Adapun kemerdekaan berikhtiar sekaligus dibebankan atas diri manusia
dengan penuh kesungguhan dan merupakan tanggung jawab yang akan mendapat
balasan (pahala atau siksa). Atau dengan kata lain, bahwa setiap manusia merdeka
bertanggung jawab terhadap kemerdekaan (kebebasan) nya.
Manusia yang tunduk, patuh terhadap perintah Allah SWT. di samping ia
menyadari, bahwa sungguh tidak akan terjadi dalam kerjaan-Nya melainkan apa
yang dikehendaki oleh-Nya. Semua tuntutan ini hanya di berlakukan bagi manusia.
Dengan demikian, ia akan senantiasa mengarah (cenderung) kepada perbuatan yang
baik dan merupakan tuntutan Allah atas dirinya. Ia pun akan menjauhi perbuatan
ingkar, dimana Allah telah melarang manusia daripadanya (dengan penuh
kesadaran), karena ia bebas untuk berikhtiar dan bertanggung jawab atasnya. Untuk
itu, Allah telah menyediakan pahala atas apa yang ia perbuat dari kebaikan dan akan
dibalas (siksa) atas apa yang dengan kebebasan itu ia berbuat kejahatan.
23. 17
2.3. Ujian Sebagai Program Allah
Sungguh, konsep dasar kehidupan sesuai desain Allah, adalah ujian pilihan
terhadap perintah Kebajikan atau larangan Kemungkaran. Dan ujian pilihan untuk
berdzikir saat mendapat musibah atau untuk bersyukur kala memperoleh nikmat.
Al-Quran menjelaskannya sebagai berikut: “Maka apakah kamu mengira,
bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, tanpa tujuan, dan
bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS Al-Mukminun (23):115-
116).
Maka dalam setiap diri manusia telah tersedia secara default dua kekuatan
berlawanan. Pertama, ruhani (kata hati), yang berasal dari Ruh Allah yang telah
ditiupkan dalam dirinya. Kedua, hawa nafsu yang menjadi entry point godaan
syaitan, lalu berkembang menjdi arogansi diri. Dua kekuatan inilah yang bekerja
dalam setiap pilihan manusia dalam ujian kehidupannya.
Karena konsep dasar kehidupan adalah ujian bagi manusia, maka ujian itu
melekat (built in) dalam setiap langkah hidup yang kita lalui, yang dapat kita
sederhanakan menjadi dua konteks.
Pertama, di tengah keluarga, di tempat kerja dan di lingkungan masyarakat,
kita diuji melalui pilihan-pilihan keputusan yang kita ambil saat kita berinteraksi
antar sesama terkait dengan berbagai persoalan yang kita hadapi.
Apakah keputusan-keputusan yang kita ambil sudah berdasarkan kebenaran
(kebajikan) ? Atau sebaliknya, justru merujuk pada ketidakjujuran (kemungkaran)?
24. 18
Inilah pertanyaan ruhaniyah yang seyogyanya kita ajukan setiap kita akan
mengambil keputusan. Dan jawaban dari ruhani kita tidak akan pernah salah.
Kedua, ujian saat kita mendapat musibah atau memperoleh nikmat dari
Allah. Musibah adalah semua hal yang kita tidak inginkan dan membuat kita sedih,
seperti kehilangan jiwa, harta atau jabatan. Sedangkan nikmat adalah kebalikannya.
Maka saat kita mendapat musibah, Al-Quran mengajarkan kita untuk
meresponnya dengan berdzikir: “Orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
merekamengucapkan: "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un" (QS Al Baqarah (2):156).
Sebaliknya, saat kita diuji dengan kenikmatan, kita dituntun dengan untuk
bersyukur: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
mengucapkannya (dengan bersyukur) “ (QS Adh Dhuha (93):11).
Maka, alternatif jawaban dalam semua ujian kehidupan itu hanya terdiri dari
enam pilihan jawaban. Tiga jawaban positif dan tiga jawaban negatif. Yaitu pilihan
kebenaran atau pilihan ketidakbenaran saat kita mengambil setiap keputusan;
respon dengan berdzikir atau tidak dengan berdzikir saat kita mendapat musibah;
dan respon dengan bersyukur atau tidak dengan bersyukur tatkala kita mendapat
nikmat dalam perjalanan hidup kita. Maka, akan luluslah orang-orang yang selalu
memberikan jawaban positif dalam ujian kehidupan mereka.
25. 19
2.4. Doa Orang Yang Mencintai Allah
ُح َكُلَأْسَأ يِنِإ َّمُهَّلالَكَّبُح ْلَعْجا َّمُهَّلال َكَّبُح يِنُغِلَبُي ْيِذَّلا َلَمَعْلا َو َكُّب ُِحي ْنَم َّبُحَو َكَّب
ِد ِارَبْلا ِاءَمْلا َنِم َو ْيِلْهَأ َو ِْيسْفَن ْنِم َّيَلِإ َّبَحَََأ
-الترمذي رواه-
Allâhumma innî as`aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal amalal ladzî
yuballighunî hubbaka. Allahumaj ‘al hubbaka ahabba ilayya min nafsî wa ahlî
wa minal mâ’il bârid. (HR. At-Tirmidzi - 3412)
Artinya :
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu cinta-Mu dan cinta orang-
orang yang mencintai-Mu dan aku memohon kepada-Mu perbuatan yang dapat
mengantarku kepada cinta-Mu. Ya Allah, jadikanlah cinta-Mu lebih kucintai
daripada diriku, keluargaku, dan air yang dingin (di padang yang tandus).” (HR.
At-Tirmidzi - 3412)
26. 20
BAB III
AYAT KAUNIYAH
3.1.Penciptaan Langit, Bumi Dan Isinya
Prinsip penting yang perlu kita kedepankan ketika membahas masalah azali
(kejadian masa silam) atau masalah ghaib secara umum adalah tidak memberikan
rincian tanpa bukti dan dalil yang shahih. Sebatas teori, tidak bisa dijadikan acuan.
Karena Allah tidak akan menanyakan masalah ghaib yang kita tidak tahu dan yang
tidak disebutkan dalam dalil. Karena Allah ta’ala mencela memberikan komentar
tentang masalah ghaib, yang tidak memiliki bukti.
Diantaranya masalah proses penciptaan alam semesta. Dalam al-Quran,
Allah hanya memberikan keterangan global dan tidak rinci. Hanya dengan
mengetahui secara global, tanpa menggali yang lebih rinci, itu sudah cukup bagi
seorang muslim. Allah tegaskan dalam al-Quran :
َاأشأهََّاُ اَْْاخ َاَّ ا َسا ََُّاَّ ُِّاَّماأِشُّه اَْْاخ َاأأأأَناأَساُ مام
“Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi
dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri”. (QS. al-Kahfi: 51)
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
ُّ مم ُألن َلأنم ها يَل ُّْأ ََُّّسا ُُِّّهشأو َْأم هللا ْْخ ُُّّهي ُّهشيم ََُّمه ْنمم ََّ ،ْهِل
نمََأ هللا ْْخ مم
27. 21
“Rentang 6 hari yang Allah jadikan waktu penciptaan langit dan bumi, sifatnya
ghaib. Tidak ada satupun manusia yang menyaksikannya, tidak pula makhluk Allah
semuanya”. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 190003)
3.2. Proses Penciptaan Alam Semesta dalam Al-Quran
Allah ta’ala menceritakan proses penciptaan alam semesta dalam al-Quran.
Ada yang bersifat global dan ada yang lebih rinci. Dalam penjelasan global, Allah
menegaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi selama 6 hari. Allah tegaskan
hal ini di tujuh ayat dalam al-Quran. Diantaranya :
ِي ُّْ اا َسا ََُّاَّ ُِّاَّماأِشُّه اْاْاخ َتِهُّ أ ُِّأ أاأَِّْاس ِأََهُّ ياْاَ ثااويَ ُّ ِاأى عِمهَاُ مْ َْاَ
“Sesugguhnya Tuhan kalian, yaitu Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa di atas Arsy.” (QS. al-A’raf: 54). Allah juga
berfirman di surat al-Furqan,
املَقاْاخ َناقاهاَّ عِوأَأه َمم املِشام ماماَّ عِمهَاُ مِي ُّْ ماأأأالََاَّ ماماَّ اا َسا ََُّاَّ ُِّاَّماأِشُّه
“Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara
keduanya dalam 6 hari, dan Aku tidak merasa capek”. (QS. Qaf: 38). Keterangan
lainnya Allah sebutkan di surat Yunus (ayat 3), Hud (ayat 7), al-Furqan (ayat 59),
as-Sajdah (ayat 4), dan al-Hadid (ayat 4).
Disamping penjelasan global, Allah juga memberikan penjelasan lebih rinci,
di surat Fushilat (ayat 9 sampai 12), ia berfirman :
28. 22
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi
dalam dua hari dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat)
demikian itu adalah Rabb semesta alam”. (9)
“Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan
penghuninya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang
yang bertanya”. (10)
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan
asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya
menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami
datang dengan suka hati” (11)
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-
tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang
yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah
ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (12).
3.3. Makna Kata “Hari”
Selanjutnya, kita akan memahami makna kata ‘hari’ yang disebutkan dalam
berbagai ayat di atas. Ar-Raghib al-Asfahani mengatakan,
َوه َِْ-ُّه ُّه َم ه ُّ ْ- ن َّق ،أم ََّّْي ي َه لأس ُّه ْوع َ ت َّق َم ل َّ ِْ َ َ
ت َّم ك منة َُ زممأ ُّه مم منة َم ل َّ ِْ َ َ
29. 23
Kata ‘hari’ – dalam bahasa arab –, bisa digunakan untuk menyebut rentang
waktu antara terbit matahari hingga terbenamnya. Bisa juga untuk menyebut
rentang waktu tertentu. (al-Mufradat, hlm. 553).
Karena itulah, ulama berbeda pendapat dalam memahami kata ‘hari’ terkait proses
penciptaan alam semesta.
Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa anNihayah menyebutkan perbedaan
pendapat ulama tentang makna ‘hari’ dalam ayat di atas. Beliau menyatakan ada
dua pendapat ulama tentang makna kata ‘hari’ terkait penciptaan langit dan bumi,
Pendapat Pertama, maknanya sebagaimana makna hari yang dikenal
manusia, dimulai sejak terbit matahari hingga terbenamnya matahari. Ini
merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat Kedua, bahwa satu hari dalam proses penciptaan alam semesta
itu seperti 1000 tahun dalam perhitungan manusia. Ini merupakan pendapat yang
diriwayatkan dari Ibn Abbas, Mujahid, ad-Dhahak, Ka’b al-Ahbar, dan pendapat
yang dipilih oleh Imam Ahmad sebagaimana keteragan beliau dalam ar-Rad ‘ala al-
Jahmiyah. Pendapat ini pula yang dinilai kuat oleh Ibnu Jarir at-Thabari. (al-
Bidayah wa an-Nihayah, 1/15).
Diantara ulama yang berpendapat bahwa satu hari sama dengan seribu tahun
adalah al-Qurthubi. Beliau mengatakan dalam tafsirnya,
30. 24
Dalam waktu 6 hari, maksudnya adalah hari di akhirat, bahwa satu hari sama
dengan 1000 tahun, karena besarnya penciptaan langit dan bumi. (Tafsir al-
Qurthubi, 7/219)
Ada dua hal yang perlu dibedakan terkait proses penciptaan langit dan bumi,
pertama, mengawali penciptaan (Ibtida al-Khalqi) dan kedua, penyempurnaan
penciptaan (Taswiyah al-Khlqi).
Di surat Fushilat ayat 9 hingga 12 di atas, Allah menyebutkan bahwa Dia
menciptakan bumi terlebih dahulu sebelum langit. Sehingga, secara Ibtida al-
Khalqi, bumi lebih awal dibandingkan langit. Namun penyempurnaan bumi
(Taswiyah al-Khlqi), baru dilakukan setelah Allah menciptakan langit. Ketika
menafsirkan surat Fushilat di atas, Ibnu Katsir mengatakan,
أَ :قمأ كأم ،َّمهشقأل ََّنم ىا ،مس ََّم اُانَِأَ ُأ َُّْأَّ ،مس َكم ََّأم ََُّ َُّسا ْْخ َُّل ْْتك َتِهُّ او
ايَ ُّ ِاأى منََأا ا ََُّس ُّْ مام َاأْاه ْااْاخعُِّ اواأا اسَِا ِمأَُّ ِواشاْ ماأِشُّه ياهَ ث او
Allah menyebutkan bahwa Dia menciptakan bumi terlebih dahulu, karena
bumi ibarat pondasi. Dan pertama kali, harusnya dimulai dengan pondasi.
Kemudian setelahnya adalah atap. Sebagaimana yang Allah firmankan,
عُِّ اواأا اسَِا ِمأَُّ ِواشاْ ماأِشُّه ياهَ ث اوايَ ُّ ِاأى منََأا ا ََُّس ُّْ مام َاأْاه ْااْاخ َتِهُّ اوأَ
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian,
kemudian Dia berkehendak (beristiwa) menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit (al-Baqarah: 29)
31. 25
Allah menciptakan bumi dalam 2 hari, kemudian Dia menciptakan langit.
Kemudian dia beristiwa ke atas langit, lalu Allah sempurnakan langit dalam 2 hari
yang lain. Kemudian Allah daha al-Ardha (menyempurnakan bumi). Bentuk
penyempurnaan bumi adalah dengan Dia keluarkan dari bumi mata air, tumbuh-
tumbuhan, Allah ciptakan gunung, benda mati, dataran tinggi, dan segala yang ada
di antara langit dan bumi, dalam 2 hari. Itulah makna firman Allah, “Bumi
dihamparkannya.” Sementara firman Allah, “Dia menciptakan bumi dalam 2 hari.”
Diciptakanlah bumi dan segala isinya dalam 4 hari dan diciptakan semua langit
dalam 2 hari. (HR. Bukhari secara Muallaq sampai al-Minhal, 16/85).
Allah menciptakan bumi 2 hari belum sempurna dan belum ada isinya.
Kemudian menciptakan semua langit dalam 2 hari, dan terakhir Allah mengisi bumi
dengan tumbuhan, gunung, benda-benda dalam 2 hari.
Allahu a’lam.
3.4. Sain Tauhidullah Dari Hermawan Soewardi
Herman Soewardi mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan yang selama
ini digunakan di kalangan masyarakat atau yang disebut Sains Barat Sekuler (SBS)
telah menimbulkan resah, renggut, dan rusak untuk lingkungan dan manusia. SBS
telah mengelola dunia berlandaskan pada nilai-nilai mereka yang individualistik,
liberal, sekuler, dan hedonistic sehingga alam telah mereka eksploitasi secara
berlebihan. Hal ini dikarenakan SBS hanya mengandakan rasio dan menolak
eksistensi Tuhan YME.
32. 26
Allah SWT menciptakan alam semesta dan isinya adalah untuk
memberitahukan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW mana yang benar
dan mana yang salah. Ilmu adalah ciptaan Tuhan dan manusia tidak menciptakan
ilmu melainkan mengungkapkan ilmu atau mencari ilmu. Manusia dituntut
mengembangkan ilmu untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam
kehidupan manusia dalam rangka pengabdian manusia (sebagai makhluk) kepada
Pencipta-Nya (Khaliq).
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka Herman Soewardi
mengemukakan konsep Sains Tauhidullah sebagai solusi untuk menggantikan SBS
yang telah menyebabkan resah, renggut, dan rusak. Sains Tauhidullah merupakan
sains yang dipandu oleh wahyu dari Allah yang berupa Al-Qur’an dan hadits
sebagai premis-premis trasendental bagi sains empirikal. Premis ini adalah suatu
kebenaran yang terhadapnya kita tidak usah ragu lagi atas kebenarannya dan hasil
deduksi daripadanya pasti benar pula. Hal ini dijelaskan pada Al-Qur’an Surat Al-
Imran ayat 90 - 91.
“Sesungguhnya alam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal yaitu,
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri duduk atau dalam keadaan
berbaring dan ereka memikirkan tentang penciptaan angit dan bumi (seraya
berkata), “Ya, Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia,
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.
Sains Tauhidullah berpedoman pada garis susu yang merupakan ibadah
kepada Allah SWT dengan menjunjung tinggi kehendak-Nya yaitu, menjalani
33. 27
perintahnya dan menjauhi larangannya. Ibadah pada Allah akan menghasi lkan
serangkaian tempat berpijak para muslim yaitu, aqidah, syari’ah, akhlaq, dan
muamalah. Aqidah, syari’ah, akhlaq akan membantu muslim untuk melaksanakan
tugasnya sebagai abidullah atau abdi Allah sebagai Sang Maha Pencipta dan
muamalah akan membantu muslim untuk melaksanakan tugasnya sebagai
khalifatullah fil ardie atau pengelola alam semesta ini. Melalui peran manusia
sebagai khalifatullah fil ardie yang dijalankan sesuai dengan panduan normatif dari
Allah SWT akan mengarahkan manusia untuk melakukan pengelolaan lingkungan
dengan bijaksana.
Karateristik utama dari Sains Tauhidullah adalah naqilah memandu aqilah
dan naqilah memandu indrawi. Naqilah memandu aqilah adalah dimana dalam
pengembangan ilmu terjadi peralihan dari premis-premis empirikal dari
pemahaman barat yang salah menuju ke premis-premis trasendental yang dipandu
langsung oleh Tuhan. Naqilah memandu aqilah ini digunakan dalam semua bidang
ilmu. Premis trasendental sebagai pemandu manusia ini telah dijelaskan dalam Al-
Qur’an Surat Al-Alaq ayat 5 yaitu,“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Naqilah memandu indrawi adalah penyempurnaan penginderaan manusia
yang memiliki keterbatasan melalui bimbingan dari Tuhan. Apa yang dinyatakan
benar oleh indera dapat dipertanggungjawabkan secara universal. Penerapan Sains
Tauhidullah dalam kehidupan manusia di alam semesta ini harus segera diwujudkan
agar kerusakan alam semesta akibat SBS tidak semakin meluas.
34. 28
BAB IV
AYAT TANZILIAH
4.1. Peranan Al-Qur’an Bagi Kehidupan Manusia
Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang fungsi dan peranan
dirinya bagi kehidupan umat manusia di dunia ini. Untuk mengetahui fungsi dan
peranan tersebut, seorang mukmin dan muslim dituntut memahami isi kandungan
Al-Quran. Apabila ingin memahaminya dengan baik dan benar,
1. Al-Qur’an sebagai hudan.
Kata “hudan “ di dalam Al-Qur’an memiliki berbagai pengertian. Hudan
bisa berarti petunjuk, pedoman, peraturan dan juga bisa bermakna undang-undang.
Allah swt telah menciptakan langit, bumi dan berbagai macam jenis makhluk
lainnya. Diantara berbagai macam makhluk tersebut ada yang bisa dilihat dengan
panca indra dan ada juga yang tidak bisa dilihat. Dan diantara mereka ada yang
bergerak secara dinamis dan ada juga yang tidak bergerak, statis.
Seperti gunung, batu, pohon, rumput, sungai, laut bisa dikatagorikan sebagai
makhluk yang tidak bergerak, statis. Sedangkan manusia dan binatang ternasuk
jenis makhluk yang bergerak dan dinamis. Untuk menjaga keseimbangan dan
kelangsungan kehidupan mereka, khususnya manusia dan makhluk hidup lainnya,
maka diperlukan adanya petunjuk, pedoman, peraturan, atau undang-undang yang
mengatur kehidupan mereka. Untuk inilah, maka Al-Qur’an diturunkan sebagai
hudan (petujuk).
35. 29
2. Al-Qur’an sebagai mukjizat.
Al-Qur’an disamping sebagai petunjuk juga berfungsi sebagai mukjizat.
Mukjizat berasal dari kata ‘ajaza – yu’jizu – mu’jizatun yang berarti yang
melemahkan. Dengan kata lain bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk melemahkan
kafir Quraiys, khususnya para pembesar dan para ahli syi’ir yang telah
membanggakan diri mereka dengan syi’ir-syi’irnya dan
juga kehadirannya sebagai bukti kebenaran Muhammad saw sebagai Rasulullah.
Diantara ayat-ayat yang menunjukan kemukjizatan Al-Qur’an adalah :
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kami wahyukan
kepadpa hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-
Qur’an itu dan ajaklalh ajaklah penolongmu selain Allah, jika kamu orang yang
benar.” (QS Al-Baqarah : 23).
Saat ini, ada sebagian kelompok yang meragukan kebenaran isi Al-Qur’an.
Jika anda berjumpa dengan seseorang atau sekelompok manusia yang meragukan
kebenaran dan keontentikan Al-Qur’an, sebaiknya anda tanyakan kepada orang
tersebut dan suruhlah mereka untuk membuat satu ayat atau satu surat semisal Al-
Qur’an.
36. 30
4.2. Kelebihan Membaca Al-Qur’an
Sebagian orang malas membaca Al Quran padahal di dalam terdapat
petunjuk untuk hidup di dunia. Sebagian orang merasa tidak punya waktu untuk
membaca Al Quran padahal di dalamnya terdapat pahala yang besar. Sebagian
orang merasa tidak sanggup belajar Al Quran karena sulit katanya, padahal
membacanya sangat mudah dan sangat mendatangkan kebaikan. Mari perhatikan
hal-hal berikut:
1. Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi
َماتِهُّ اهنة امساكأ وأاأ َْاَ نماََّ اُاَ اَّ َُّّْ َاأَاملَقُااس مِأم ُّوأقاهََّاُ اَّاة اُِاُّه ُّوأمماقاُ اَّ ُِّأ اِمايك وأاأَْياَ اأوسِاأ َ)م 29) َاأأاَْ اأوَه
ُوسأْاس ُوسأهاي ألََِّ لَْْاْ َمم َاأَانَزاَ اَّ َاأَاوسأ أُ (30)
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada
mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-
30).
2. Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan
ُِّأ أأوأ اس اأماق َتاهماق َلأم هللا ساي امالمواَ َماَ -ْا َّ ََْل هللا -أْي « اهِشُّه اسام ْأَْأقَهمَّ أَْماأَهُّ ُّهاَْْهُّ ة اْ
ُّأاَْ اُ ألاه َّامذس َلَاْاَ اوأَ اَّ َلْ أسايََاياياَ اَّ ْأاَْأقَهُّ أُاَْقاَ ثتِهُّ اَّ ة اساْاَِهُّ ».
37. 31
“Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para
malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang
membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan
tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).
3. Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
ُِّأ اأوأ اس أتََأا اأماق َلل هللا ساي ليَْماَِهُّ اماممامأُ َُّّاُ َماَ-ْا َّ ََْل هللا -أْي أأوأقاَ« َُّّأ اَْقُّ ْأاَْأقَهُّ
لَّماََأاَ منََاهس مامماَقَهُّ اه َواَ يأَناَ ألَِّهاْ…
“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena
sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada
orang yang membacanya” (HR. Muslim).
Masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang memotivasi seseorang untuk
memperbanyak bacaan Al Quran terutama di bulan membaca Al Quran.
Dan ternyata generasi yang diridhai Allah itu, adalah mereka orang-orang
yang giat dan semangat membaca Al Quran bahkan mereka mempunyai jadwal
tersendiri untuk baca Al Quran.
ُِّأ أأوأ اس اأماق اأماق َلل هللا ساي يا وأم يَّاُ َماَ-ْا َّ ََْل هللا -أْي « َْأس ُِّا اوَأاُ أَََْاَ يََّ ماق
أأاهُاملام أَََْاُ اَّ ََِْْمهَّ وأاأْأخَناَ َماأل ْأَْأقَهمَّ َماَْاََساَُّأتَلأك َأَ اَّ ََِْْمهَّ ْأَْأقَهمَّ َاأُّأ اوَأاُ َمم َا َاأأاهُاملام اساُ َااه
مساأِلمهَّ ُّوأهازاَّ َما.»…أل
38. 32
“Abu Musa Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suara kelompok
orang-orang keturunan Asy’ary dengan bacaan Al Quran, jika mereka memasuki
waktu malam dan aku mengenal rumah-rumah mereka dari suara-suara mereka
membaca Al Quran pada waktu malam, meskipun sebenarnya aku belum melihat
rumah-rumah mereka ketika mereka berdiam (disana) pada siang hari…” (HR.
Muslim).
4. Salah satu ibadah paling agung adalah membaca Al Quran
اقَلاَ اَ اَّ ، ماَََّلنُّه ُّْ ِْْاَ اَ َأاُ ْأاَْأقَهُّ اساِِأُّ مااأه أ ُِّأ ماأاا : َلأأم هللا ساي عِمسِاَ َمَُّّ ماَْ ياُّْرخ ُّ ِاأى ، ة
ياقَلاَ اَ اَّ لْْاَ اُاْ اَُّانأَ اساِِأُّ مااأاَْ اُاأ
“Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Allah telah menjamin bagi siapa
yang mengikuti Al Quran, tidak akan sesat di dunia dan tidak akan merugi di akhirat.
“Khabbab bin Al Arat radhiyallahu ‘anhu berkata: “Beribadah kepada
Allah semampumu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan pernah
beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang lebih dicintai-Nya dibandingkan
(membaca) firman-Nya.” (Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Syu’ab Al Iman,
karya Al Baihaqi).
4.3. Kewajiban Mematuhi Al-Qur’an
Allah Swt pada ayat-ayat ini menyeru seluruh manusia khususnya orang-
orang beriman untuk menaati Allah Swt dan Rasulullah Saw. Ketaatan kepada
39. 33
Allah Swt bermakna mengamalkan hukum-hukum agama yang disebutkan dalam
al-Quran atau sunnah Rasulullah Saw.
Terkait dengan syariat dan hukum-hukum, ketaatan kepada Rasulullah Saw
adalah bermakna ketaatan kepada Allah Swt. Dalam hal ini, Rasulullah Saw
berkedudukan sebagai penjelas hukum-hukum global yang tidak disebutkan secara
rinci dalam al-Quran.
Salah satu tipologi masyarakat Islam adalah masyarakat dimana hanya
kehendak Ilahi yang memerintah dan apabila orang-orang seperti nabi dan para
pemimpin agama memiliki pemerintahan maka pemerintahan mereka berada pada
jajaran vertikal di bawah pemerintahan Ilahi bukan pada jajaran horizontal. Ayat-
ayat yang menegaskan ketaatan kepada Rasulullah dalam hal ini berkaitan dengan
pemerintahan Ilahi.
Pada ayat 59 surah al-Nisa, Allah Swt berfirman:“Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kamu.”
Demikian juga pada ayat 80 surah yang sama disebutkan: “Barang siapa
yang menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.”
Karena apa pun yang disampaikan Rasulullah Saw maka hal itu bersumber
dari Allah Swt dan beliau tidak dapat berkata-kata sesuatu sebagai hukum Allah
Swt dari dirinya kemudian menyandarkannya kepada Allah Swt. Perintah-perintah
Allah Swt semuanya sampai kepada Rasululllah Saw melalui wahyu dan Rasulullah
Saw hanya penyampai pesan-pesan Ilahi; karena al-Quran menyatakan : “Dan dia
40. 34
tidak berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Qs. Al-Najm [53]:3-4)
Dengan demikian, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa yang
dimaksud sebagai ketaatan kepada Allah Swt adalah menjalankan hukum-hukum
Allah Swt entah itu bersumber secara langung dari al-Quran atau melalui sunnah
Rasulullah Saw; dan mengingat sabda Rasulullah Saw itu adalah firman Allah Swt
dan perintahnya adalah perintah Allah Swt, maka ketaatan kepadanya sejatinya
bermakna ketaatan kepada Allah Swt.
Demikian juga disebutkan bahwa Allah Swt tidak mengutus seorang nabi
pun kecuali untuk ditaati; karena apabila nabi tidak ditaati maka hal itu bermakna
Allah Swt tidak ditaati. Manusia pembangkan dan tidak mematuhi perintah Allah
Swt dan rasul-Nya telah menjauhkan dirinya dari jalur kebenaran dan keadilan yang
menjadi pijakan alam semesta; karena seluruh entitas dan makhluk di alam semesta
menaati Allah Swt dan tiada satu pun makhluk mengikut hukum penciptaan tidak
dapat tidak menaati Allah Swt dann bertentangan dengan aturan-aturan yang
berlaku di alam semesta.
Manusia juga yang juga merupakan bagian dari keluarga alam semesta tidak
boleh melanggar keataan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah Swt. Manusia
semuanya harus seiring sejalan dengan seluruh entitas di alam semesta dalam
ketaatan kepada Allah Swt dan ketaatan kepada Allah Swt tidak akan terealisir
tanpa ketaatan kepada Rasulullah Saw; karena itulah Allah Swt berfirman, “Barang
siapa yang menaati Rasul maka sesungguhnya ia telah menaati Allah Swt.”
41. 35
BAB V
PERSPEKTIF TAUHIDULLAH
5.1. Tuhan Kita Itu Bernama Allah
Shakespeare bilang “apalah artinya sebuah nama”. Tetapi ternyata segala
sesuatu ada namanya. Bahkan jika sesuatu itu belum ada namanya pasti akan diberi
nama. Lalu apakah Tuhan perlu nama?.
Sebelum manusia diciptakan, sebelum Jin dan Malaikat diciptakan siapa
nama Tuhan?. Tuhan menyebut diri-Nya dengan nama apa?. Apakah nama yang
disebut-Nya pertama kali tetap digunakan oleh ciptaan-Nya dalam menyebut-Nya?.
“innanii anaa allaahu laa ilaaha illaa anaa fau‘budnii wa-aqimi alshshalaata
lidzikrii”[QS 20:14]
Artinya :
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku,
maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
42. 36
Ayat diatas merupakan ayat yang diucapkan dalam bahasa Arab. Sekiranya AL-
Quran diturunkan dalam bahasa lain, apakah tetap menggunakan nama “Allah”
sebagai nama Tuhan?.
Berdasarkan beberapa sumber akar kata Allah bisa ditemukan dalam agama
lain. Misalnya di agama Yahudi ditemukan kata “Elohim”, atau “Alaha” dalam
bahasa Aramic. Bahkan menurut dr Zakir di Agama Hindhu juga terdapat kata
“Allah”.
Dalam Islam nama “Allah” adalah nama yang paling istimewa dan populer
diantara sekian banyak nama-NYA.Maka nama Tuhan sebagai “Allah” memiliki
keunggulan dibandingkan nama Tuhan yang lain semisal “OM, Yahweh, Sang
Hyang Widhi, atau lainnya”. Karena nama Allah memiliki keterikatan yang kuat
dengan kitab sucinya (Al-Quran). Bahwa jika kitab suci menyebutkan nama Tuhan
maka nama Tuhan tersebut harus mempunyai hubungan yang kuat dengan isi kitab
suci tersebut.
Banyak ulama berbeda pendapat mengenai asal kata Allah. Ada yang
beranggapan nama “Allah” tidak berasal dari akar kata apapun alias kesatuan.
Tetapi ada juga yang berpendapat nama Allah berasal dari akar kata “Ilah” yang di
bubuhi huruf alif dan lam.
Sehingga Allah merupakan nama Khusus sedangkan “Ilah” merupakan
nama Umum. Kata “Allah” tidak bisa berbentuk jamak, sedangkan kata “Ilah” bisa
berubah menjadi jamak yaitu “Alihah”.
Dalam bahasa Inggris atau Indonesia kata Tuhan yang bermakna umum atau
khusus adalah sama yaitu “God/Tuhan”. Bedanya yang bermakna umum ditulis
43. 37
dengan huruf kecil “god/tuhan” sedangkan yang bermakna khusus ditulis dengan
huruf besar “God/Tuhan”. Dan inilah yang membuat kerancuan pemahaman dalam
ayat Bible Yohanes 1:1, dimana nama Tuhan yang bersifat umum dan khusus ditulis
tanpa perbedaan sehingga menimbulkan pemahaman yang keliru.
Sedangkan di dalam Al-Quran kata Tuhan yang khusus (Allah) dan yang
umum (Ilah) ditulis berbeda, sehingga tidak menimbulkan salah pemahaman. Selain
itu segala ungkapan/penyebutan nama Tuhan sebagai nama umum dalam Al-Quran
untuk konteks menyembah dan bersyukur ditujukan untuk nama Tuhan dalam arti
khusus (Allah), bukan Tuhan yang lain (Tuhan Palsu). Seperti yang anda lihat pada
ayat Al-Quran diatas, disana ada kata Allah dan Ilah.
Ke-khas-an nama Allah adalah jika huruf awalnya dihapus (Alif), maka
bunyinya menjadi “Lillah” yang berarti “Milik/Bagi Allah”. Jika huruf depan Lillah
dihapus (Lam), maka bunyinya menjadi “Lahu” yang berarti “bagi-NYA”. Dari
kata “Lahu” jika huruf awalnya dihapus (Lam), maka bunyinya menjadi “Hu” yang
berarti “Dia (menunjuk ke Tuhan)”.
Jadi pada dasarnya nama Allah dipahami sebagai sesuatu yang selalu
dianggap manusia sebagai yang dituju sebagai Tuhan yang sebenarnya Tuhan.
Bahwa pada dasarnya manusia itu selalu membutuhkan Tuhan dan selalu
memperTuhankan meski ada sebagian yang menganggap sesuatu yang bukan
Tuhan yang sejati sebagai Tuhan.
44. 38
5.2. Nama-nama Baik Allah
99 Asmaul Husna adalah nama-nama Allah yang baik, mulia dan agung
sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu
merupakan kebesaran dan kekuasaan Allah, sebagai pencipta dan pemelihara alam
semesta beserta segala isinya. Bagi umat muslim, mengenal Allah adalah dengan
mempelajari sifat-sifat Allah dan 99 nama Allah. Rugi sekali yang belajar ilmu
dunia mati-matian sampai sarjana bahkan doktoral sekalipun, tapi tidak mau
sekedar mengenal Allah pencipta dirinya dan pemberi rezekinya.
No. Nama Arab Artinya
Allah هللا Allah
1 Ar Rahman ْألأم ُّه Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim َا ْأل ُّه Yang Maha Penyayang
3 Al Malik ْل أ ُّه
Yang Maha Merajai (bisa di artikan Raja dari semua
Raja)
4 Al Quddus قنَّس ُّه Yang Maha Suci
5 As Salaam شُه ُّه Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min أؤمم ُّه Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin َأم أأ ُّه Yang Maha Mengatur
8 Al `Aziiz ز ََز ُّه Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar ِمس ك ُّه Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir ِْ ْ ي أ ُّه Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq ْ خمه ُّه Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` ِمسئ ُّه
Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk,
Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir اوس أ ُّه Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar همس َ ُّه Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar قأمس ُّه Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab ِمَو ُّه Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq ُُّْذ ُّه Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah يمح ه ُّه Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim َا ْ َ ُّه Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh ض َّقم ُّه Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith ط ِم ُّه Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh ض ْخم ُّه Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` س ُّْْ ُّه Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
45. 39
24 Al Mu`izz َز أ ُّه Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil أتأ ُّه Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` سَ شأ ُّه Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir َْ ا ِ ُّه Yang Maha Melihat
28 Al Hakam ْا َ ُّه Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl َنأ ُّه Yang Maha Adil
30 Al Lathiif َأل ْط ُّه Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir َْ ِ خ ُّه Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim َا ْ َ ُّه Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim َا َظ ُّه Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur هوس َ ُّه Yang Maha Memberi Pengampunan
35 As Syakuur ْوس ل ُّه Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy ْي َ ُّه Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir َْ ِ ْ ُّه Yang Maha Besar
38 Al Hafizh َظ ه َ ُّه Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit َت ق أ ُّه Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib َل ش َ ُّه Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil َْ ْ ك ُّه Yang Maha Luhur
42 Al Kariim ا َْْ ُّه Yang Maha Pemurah
43 Ar Raqiib َل ْق ُّه Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib َل أك ُّه Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` س ُّو ُّه Yang Maha Luas
46 Al Hakiim َا ْ َ ُّه Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud َِِّو ُّه Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid َن أك ُّه Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its ِمَث ُّه Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid َن لأ ُّه Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq َْ ُّه Yang Maha Benar
52 Al Wakiil َْ وك ُّه Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu قوث ُّه Yang Maha Kuat
54 Al Matiin َم ي أ ُّه Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy ي وه ُّه Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid َن َأ ُّه Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii اي َأ ُّه
Yang Maha Mengalkulasi (Menghitung Segala
Sesuatu)
58 Al Mubdi` ِنئ أ ُّه Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid َن َ أ ُّه Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii َي َأ ُّه Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu َت أأ ُّه Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu َُّ ُّه Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum َوه ق ُّه Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid ن ُّو ُّه Yang Maha Penemu
65 Al Maajid ن أم ُّه Yang Maha Mulia
66 Al Wahid وُّألن ُّه Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad نَُّأل Yang Maha Esa
46. 40
68 As Shamad اأن ُّه Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir قمِس ُّه Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir ينس ق أ ُّه Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim قنه أ ُّه Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir ْأؤخ ُّه Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal أََُّّ Yang Maha Awal
74 Al Aakhir ْ َُّخ Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir َْظم ُّه Yang Maha Nyata
76 Al Baathin ِمَم ُّه Yang Maha Ghaib
77 Al Waali ُّ وُّه ُّه Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii ُّ َمه ي أ ُّه Yang Maha Tinggi
79 Al Barru ِْ ُّه Yang Maha Penderma (Maha Pemberi Kebajikan)
80 At Tawwaab ُِّيو ُّه Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim قا ي ل أ ُّه Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww هو َ ُّه Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf ََّْؤ ُّه Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk
ل ممه
ْل أ ُّه
Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85
Dzul Jalaali Wal
Ikraam
كُأ ُّه ََّ
ُّْه ُّإلك َّ
Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith شط ق أ ُّه Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` كممس ُّه Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy لي َ ُّه Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii لي َ أ ُّه Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani س َّأم ُّه Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar ْمس ُّه Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` س ْلم ُّه Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur لوس ُّه Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii أمِئ ُّه Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Badii’ س َِن ُّه Yang Maha Pencipta Yang Tiada Bandingannya
96 Al Baaqii ُّ ِمق ُّه Yang Maha Kekal
97 Al Waarits وُّسث ُّه Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid َن س ْ ُّه Yang Maha Pandai
99 As Shabuur ِوس ا ُّه Yang Maha Sabar
47. 41
BAB VI
HAKIKAT MANUSIA
6.1. Hakekat Manusia
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia tidaklah muncul
dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Al-Quran surat al-‘Alaq ayat 2
menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan Tuhan dari segumpal darah; Al-Quran
surat al-Thariq ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah; Al-Quran
surat al-Rahman ayat 3 menjelaskan bahwa Al-Rahman (Allah) itulah yang
menciptakan manusia. Masih banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa
yang menjadikan manusia adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan
Allah.
Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia adalah makhluk yan
perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Dalam teori yang
dikembangkan di dunia Barat, dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya
dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya berkembang pula
teori yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh
lingkungannya (empirisme). Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang
mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan
lingkungannya (konvergensi).
Dalam Alqur’an ada 3 kata yang digunakan untuk menunjukan arti manusia,
yaitu
1. insan / ins / annas
48. 42
2. basyar
3. bani adam / dzurriyat adam
Sedangkan yang paling banyak di jelaskan dalam alquran adalah Basyar dan
insan. Kata Basyar menunjukan manusia dari sudut lahiriyahnya ( fisik) serta
persamaanya dengan manusia seluruhnya , sepeti firman Allah dalam surat Al-
Anbiya “kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum
kamu ( Muhamad ) maka apabila kamu mati apakah mereka akan kekal ? tiap – tiap
yang berjiwa akan mati. kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada kami kamu
dikembalikan ” (Al-Anbiya : 34-35)
Kata Insan digunakan untuk menunjuk manusia dengan segala totalitasnya
fisik psikis, jasmani dan rohani. di dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan
yang sangat potensial untuk membentuk struktur kerohaniahan , yaitu nafsu , akal
dan rasa.
Nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan untuk berbuat
kreatif dan dinamis yang yang dapat berkembang kepada dua arah , yaitu kebaikan
dan kejahatan.
Akal sebagai potensi intelegensi berfungsi sebagai filter yang menyeleksi
mana yang benar dan mana yang salah yang didorong oleh nafsu akal akan
membawa manusia untuk memahami , meneliti dan menghayati alam dalam rangka
memperoleh ilmu pengetahuandan kesejahteraan .
Rasa merupakan potensi yang mengarah kepada nilai – nilai etika, estetika
dan agama.
49. 43
“Sesungguhnya orang yang mengatakan : tuhan kami adalah Allah,
kemudian mereka berIstiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tiada pula berduka” (Qs Al Ahqaf : 13)
Ketiga potensi Dasar diatas membentuk Struktur kerohaniahan yang berada
Di dalam diri manusia yang kemudian akan membentuk manusia sebagai insan.
Konsep basyar dan insan merupakan konsep islam tentang manusia sebagai
individu . Sedangkan dalam Hubungan social Alqur’an memberikan istilah Annas
yang merupakan jamak dari kata insane dan perwujudan kualitas keinsanian
manusia ini tidak terlepas dari konteks sosialnya dengan lingkungan. Menurut al-
Toumy al- Syaibani definisi manusia adalah:
1. Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia di muka bumi.
2. Manusia sebagai khalifah di muka bumi.
3. Insan makhluk sosial yang berbahasa.
4. Insan mempunyai tiga dimensi yaitu: badan, akal dan ruh
5. Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil
pencapaian 2 faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan
6. Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan dan kebutuhan awal baik yang
diwarisi mauun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
7. Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.
8. Insan mempunyai sifat luwes, lentur, bisa dibentuk , bisa diubah
Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang dimuliakan, dibebani
tugas, bebas memilih dan bertanggung jawab.
50. 44
6.2. Tujuan penciptaan manusia
Tujuan Umum Adanya Manusia di Dunia, Dalam al-qur‘an Q.S. Al-Anbiya
ayat 107 yang artinya, “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
Rahmat bagi semesta alam”
Ayat ini menerangkan tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT dan
berada di dunia ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Arti kata
rahmat adalah karunia, kasih sayang dan belas kasih. Jadi manusia sebagai rahmah
adalah manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk menebar dan memberikan kasih
saying kepada alam semesta. Manusia juga dibebankan menjadi Khalifah Allah,
Khalifah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk memakmurkan bumi.
Dengan berpedoman pada QSAl Baqarah:30-36, maka status dasar manusia
adalah sebagai khalifah (makhluk penerus ajaran Allah) sehingga manusia harus :
Belajar. Obyek belajar nya adalah ilmu Allah yang berwujud Al Quran dan
ciptaanNya.Hal ini tercantum juga di dalam QS An Naml: 15-16 dan QS Al
Mukmin: 54.
Mengajarkan Ilmu. Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib untuk
mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu Allah adalah
Al Quran dan juga Al Bayan.
Membudayakan Ilmu. Ilmu Allah tidak hanya untuk disampaikan kepada
manusia lain tetapi juga untuk diamalkan sehingga ilmu yang terus diamalkan
akan membudaya. Hal ini tercantum pula di dalam QS Al Mu‘min:35
51. 45
Tujuan Khusus Adanya Manusia di Dunia “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara mainmain (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembali-kan kepada Kami?”
(Al-Mukminun: 115). “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu
saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (Al-Qiyamah: 36).
Jadi berdasarkan ayat diatas tujuan penciptaan dari manusia tak lain adalah
untuk ibadah. Ibadah sendiri artinya tunduk dan patuh kepada allah ta‘ala dengan
penuh kecintaan dan pengagungan dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi segala laranganlarangan-Nya sesuai dengan tuntutan yang ditetapkan
dalam syarita-syariat-Nya.
Tujuan Individu Dalam Keluarga Tujuan manusia berkelurga menurut Q.S.
Al-Ruum ayat 21 yang artinya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa
tentram, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang . Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaaum yang mau berfikir."
Tujuan hidup berkeluarga dari setiap manusia adalh supaya tentram. Untuk menjadi
keluarga yang tentram, Allah SWT memberikan rasa kasih sayang. Oleh sebab itu,
dalam kelurga harus dibangun rasa kasih sayang satu sama lain. Allah berfirman :
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS Al-
Araaf : 96). Pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
52. 46
Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya yaitu
masyarakat
Keinginan untuk menjadi satu dengan suasan alam di sekelilingnya
Tujuan Individu Dalam Bernegara Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin
berkembang menemukan jati diri sebagai pribadi yang utuh, maka manusia harus
hidup bermasyarakat/bersentuhan dengan dunia sosial. Lebih dari itu manusia
sebagai individu dari masyarakat memiliki jangkauan yang lebih luas lagi yakni
dalam kehidupan bernegara. Maka, tujuan individu dalam bernegara adalah menjadi
warganegara yang baik di dalam lingkungan negara yang baik yaitu negara yang
aman, nyaman serta makmur.
Tujuan Individu Dalam Pergaulan Internasional Setelah kehidupan
bernegara, tidak dapat terlepas dari kehidupan internasional / dunia luar. Dengan
era globalisasi kita sebagai makhluk hidup yang ingin tetap eksis, maka kita harus
bersaing dengan ketat untuk menemukan jati diri serta pengembangan kepribadian.
Jadi tujuan individu dalam pergaulan internasional adalah menjadi individu yang
saling membantu dalam kebaikan dan individu yang dapat membedakan mana yang
baik dan buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah dan tersesat dalam
percaturan dunia.
6.3. Kedudukan dan Fungsi Manusia
Status/kedudukan manusia dibumi ini selalu di kaitkan dengan ke
khalifahan. Misalnya, Quraisy Shihab (1992) telah membahas masalah
kekhalifahan ini. Menurut hasil penelitiannya, bahwa didalam al-Qur’an terdapat
kata khalifah dalam bentuk tunggal sebanyak dua kali, yaitu dalam surat al-Baqarah
53. 47
ayat 30 dan shad ayat 26; dan dalam bentuk plural (jamak), yaitu khalaif dan khulafa’
yang masing-masing sebanyak empat kali dan tiga kali. Keseluruihan kata tersebut
menurutnya berakar pada kata “khulafa” yang pada mulanya berarti “dibelakang”.
Dari sini, kata khalifah menurutnya seringkali diartikan sebagai”pengganti”.
Dalam uraian selanjutnya Quraish Shihab menyatakan segi penggunaan
istilah-istilah tersebut. Dengan mengacu kepada ayat yang artinya: “Dan Daud
membunuh Jalut, Allah memberinya kekuasaan/kerajaan dan hikmah serta
mengajarkannya apa yang Dia kehendaki”. Quraish Shihab menyatakan bahwa
kekhalifahan yang dianugerahkan kepada Daud as, bertalian dengan kekuasaan
mengolah wilayah tertentu. Hal ini diperolehnya berkat anugerah illahi yang
mengajarkan kepadanya al-Hikmah dan ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan
itu memberikan petunjuk yang jelas tentang adanya kaitan yang erat antara
pelaksanaan fungsi kekhalifahan dengan pendidikan dan pengajaran, yaitu untuk
dapat melaksanakan fungsi kekhalifahan itu sebagai khalifah (wakil Tuhan), untuk
melaksanakan segala yang diridhai Allah SWT.
Sebagai khalifah diatas bumi ini manusia memiliki peranan untuk
mengkulturkan natur dan dalam waktu yang sama untuk meng-Islamkan kultur.
Untuk memainkan perannya manusia diperlengkapi Allah dengan berbagai
macam hidayat (insting, indera, akal, agama, dan hidayat taufiq). Kepada manusia
dianugerahkan beberapa kebebasan memiliki (limited free-will), dengan
konsekuensi tanggung jawab yang ditanggung secara individual pada hari Akhirat,
dimana segala indera dan alat badani lainnya dijadikan sebagai saksi. Baik yang
berbuat kebajikan maupun yang berbuat kejahatan, bagaimana kecilpun, niscaya
54. 48
bakal dinampakkan. Disamping kedudukan sebagai khalifah (wakil Allah), dalam
waktu yang sama manusia itu sebagai Abdullah (Hamba/Pengabdi Allah), dengan
tugas melaksanakan ibadah (pengabdian) dalam arti yang seluas-luasnya kepada
Allah. Beribadah itu pada hakikatnya adalah dalam rangka melaksanakan fungsi
kekhalifahan dan kehambaannya. Sementara itu, Musa Asy’ari menyatakan bahwa
esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan yang semuanya itu layak
diberikan kepada Tuhan.
Ketika pengertian ibadah ini dihubungkan dengan pengertian khalifah,
dapat diperoleh pemahaman bahwakedudukan sebagi khalifah adalah sebagai
pengganti, ia memegang kepemimpinan dan kekuasaan yang ada. Oleh karena itu,
esensi seorang khalifah adalah kreatifitas. Sedangkan seorang ‘abd adalah ketaatan
dan kepatuhan. Dengan demikian kedudukan manusia dialam raya ini disamping
sebagai khalifah yang memiliki kekuasaan untuk mengolah alam, dengan
menggunakan segenap daya potensi yang dimilikinya, juga sekaligus sebagai ‘abd
yang keseluruhan usaha dan kreatifitasnya itu harus dilaksanakan dalam rangka
mengabdi kepada Allah.
Orang yang beriman memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dan
terhormat disisi Allah. Manusia diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya
setelah kedalam jasadnya ditiupkan ruh ketuhanan maka para malaikat
diperintahkan untuk bersujud, menghormat, kepadanya, diberi ilmu dan kehendak,
dijadikan khalifah di atas bumi yang merupakan central aktivitas alam raya semua
yang dilangit dan di bumi bekerja untuk kepentingan manusia. Seluruh makhluk
55. 49
alam raya berhidmat kepada manusia, sedangkan Allah menciptakan manusia untuk
berhidmat kepada Allah SWT.
Keadaan ini telah diatur dalam rencana Allahsebagai mana dinyatakan
dalam firman-Nya QS.Al-Baqoroh: 29 (Dialah Allah yang menjadikan segala yang
ada dibumi untuk kamu semuanya) dan QS adz-Dzariyat: 56 (Dan tidaklah Aku
menciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah-Ku). Dari ayat ini
dapat dipahami bahwa kemuliaan manusia itu bukan karena entitas atau keberadaan
wujud manusia tetapi karena fungsi atau relasi antar manusia dengan Allah,
manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya (hablum minallah,
wa hablim minannas, dan hablum minal alam).
Karena lingkungan diperuntukkan manusia maka relasi yang pokok
dinyatakan dua saja yaitu relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama manusia.
Bagi manusia yang tidak mampu menghubungkan kedua relasi ini mereka akan
berada dalam kehinaan dan kerendahan, karena mereka mendustakan ayat-ayat
Allah, mengingkari rencana Allah, melanggar program Allah. Allah menjelaska n
keadaan ini dalam firman-Nya (QS. Al-Baqarah 61).
“Ditimpakan kepada mereka kehinaan, kerendahan, kenistaan, dan
kemurkaan dari Allah, hal itu terjadi karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat
Allah, dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan".
Dan (QS Ali-Imran 112):
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan
56. 50
mereka kembali mendapat kemakmuran dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para
Nabi tanpa alasan yang benar.
Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”. Dari
ayat tersebut kita dapat memahami adanya tiga entitas yaitu Allah, manusia, dan
ayat-ayat Allah yang terdiri dari ayat tanziliyah (Al-Qur’an) dan
ayat kauniah (alam semesta). Manusia akan hina dan rendah apabila tidak mampu
menjalin hubungan yang harmonis dengan ketiga entitas tersebut. Semua bentuk
relasi manusia dengan ketiga entitas itu mempunyai dua kemungkinan, yaitu:
Khaerun (baik) sesuai dengan program Allah, dan Syarrun (jelek) tidak sesuai
dengan program Allah.
Bila relasi itu didasarkan diorientasikan terhadap Allah semata (berperilaku
sesuai dengan hukum-hukum Allah) ikhlas sepenuhnya mengabdi kepada Allah
(melaksanakan fungsi kehambaannya). Ini berarti sesuai dengan perintah Allah.
Sebagai mana dinyatakan-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah 5:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus”.
Perilaku yang demikian disebut beriman dan beramal shaleh yaitu amalnya
orang yang baik dan akan diberi hadiah (pahala) oleh Allah berupa jannah (syurga)
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai yang kekal didalamnya dan senantiasa
57. 51
ridla kepada Allah dan di ridla Allah, mereka itulah yang digolongkan orang yang
takut kepada Allah. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam QS Al-Bayinnah 7-8
sebagai berikut:
Inilah dua jalan yang ditunjukkan Allah sebagaimana Firman-Nya, dalam
QS Al-Balad 10:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”, Yang dimaksud
dengan dua jalan ialah jalan orang yang beriman (kebajikan) dan jalan orang kafir
(kejahatan). Manusia diberi kemerdekaan untuk memilihnya, mau
mempertahankan kemuliaannya atau mau hina, dua jalan itu sudah jelas akibatnya
dan Allah tidak akan memaksa manusia untuk memilih jalan agama-Nya
sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya QS Al-Baqarah 256.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang teguh pada buhul tali yang amat kuat tidak akan putus. Dan Allah maha
mendengar lagi maha mengetahui.
Dan Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan
yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”. Dengan memperhatikan
uraian diatas maka fungsi manusia adalah melaksanakan aturan-aturan Allah baik
ia sebagai Khalifah maupun sebagai hamba dengan seikhlas-ikhlasnya dengan
menghilangkan pamrih kepada yang lain, pamrih dari segala perbuatan hanya hanya
semata-mata kepada Allah.
58. 52
Orang yang hidupnya sesuai dengan agama Islam itu adalah orang yang
bersyukur dan orang yang meninggalkan aturan Islam disebut orang kufur
(menutupi ajaran Islam dengan yang lain) misalnya dengan materi, hawa nafsu,
jabatan dan lainnya. Hidup teratur ini merupakan suatu keutamaan manusia, karena
itu manusia harus memelihara keharmonian antara aturan dan perilaku.
6.4. Keutamaan Manusia
Pokok-pokok keutamaan hidup itu ada jima, yaitu:
1. Agama,
2. Akal,
3. Jiwa,
4. Harta,
5. Turunan.
Maka barangsiapa dapat memelihara dengan semestinya akan lima pokok
keutamaan hidup itu, niscaya berbahagialah hidupnya, dan ia telah
menyempurnakan sifat kemanusiaannya. Lima pokok kesempurnaan hidup itu,
sebahagiannya tidak terdapat pada makhluk-makhluk lainnya, seperti Agama, akal
dan harta.
Oleh karena tidak ada Agama di kalangan hewan untuk mengatur hidup dan
penghidupannya, maka keadaannya tidak teratur, tidak berketentuan dan tidak ada
hukum atau wet yang berlaku dan dijalankan di antara mereka. Umpamanya,
binatang buas menerkam binatang jinak dan lemah, itu memang telah menjadi
tabi’atnya, tidak ada satu wet atau hukum yang dapat dijalankan atasnya.
59. 53
Sungguhpun hewan ada juga berakal, tetapi akalnya tidak sempurna, karena
tidak dapat digunakan untuk berpikir. Karena itu dia dinamakan makhluk yang
tidak sempurna. Umpamanya kuda, bila dipacu mengertilah ia, bahwa dipacu itu
supaya ia berlari cepat. Anjing bisa diajar mengambil barang atau menangkap
binatang buruan, terjun ke sungai, duduk pada ekornya, atau menolong orang yang
jatuh ke dalam air.
Burungpun ada yang dapat diajar berkata-kata, misalnya burung tiung.
Tetapi mereka tidak mengetahui melainkan apa yang telah diajarkan kepadanya saja,
menambahkan pengetahuan tiada bisa. Karena itulah hewan dapat ditaklukkan oleh
manusia. Umpamanya harimau yang kuat dan gagah, dapat ditangkap. Gajah yang
besar tubuhnya, dapat dijinakkan dan digunakan untuk pembawa barang. Semuanya
itu menunjukkan ketiadaan akalnya yang sempurna. Juga harta tidak ada pada
hewan, yang boleh dijadikan alat untuk pengatur hidupnya. jual-beli, tukar-
menukar, pinjam meminjam, tidak ada di kalangan hewan. Kalau ia perlu kepada
sesuatu barang, maka diambilnya saja dengan tidak meminta lebih dahulu kepada
yang punya.
60. 54
BAB VII
DIIN DALAM ISLAM
7.1. Pengertian Agama
Para pakar memiliki beragama pengertian tentang agama. Secara etimologi,
kata “agama” bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan diambil dari istilah bahasa
Sansekerta yang menunjuk pada sistem kepercayaan dalam Hinduisme dan
Budhisme di India. Agama terdiri dari kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama”
berarti kacau. Dengan demikian, agama adalah sejenis peraturan yang
menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan menusia menuju
keteraturan dan ketertiban.
Ada pula yang menyatakan bahwa agama terangkai dari dua kata,
yaitu a yang berarti “tidak”, dan gam yang berarti “pergi”, tetap di tempat, kekal-
eternal, terwariskan secara turun temurun. Pemaknaan seperti itu memang tidak
salah karena dala agama terkandung nilai-nilai universal yang abadi, tetap, dan
berlaku sepanjang masa. Sementara akhiran a hanya memberi sifat tentang
kekekalan dankarena itu merupakan bentuk keadaan yang kekal.
Ada juga yang menyatakan bahwa agama terdiri dari tiga suku kata, yaitu:
a-ga-ma. A berarti awang-awang , kosong atau hampa. Ga berarti tempat yang
dalam bahasa Bali disebut genah. Sementara ma berarti matahari, terang atau sinar.
Dari situ lalu diambil satu pengertian bahwa agama adalah pelajaran yang
menguraikan teta cara yang semuanya penuh misteri kareana Tuhan dianggap
bersifat rahasia.
61. 55
Kata tersebut juga kerap berawalan i dan atau u, dengan demikian masing-
masing berbunyi igama dan ugama. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama-
igama-ugama adalah koda kata yang telah lama dipraktikkan masyarakat Bali.
Orang Bali memaknai agama sebagai peraturan, tata cara, upacara hubungan
manusia denga raja. Sedangkan igama adalah tata cara yang mengatur hubungan
manusia denga dewa-dewa. Sementara ugama dipahami sebagai tata cara yang
mengatur hubungan antamanusia.
Selain itu, dikenal pula istilah religion bahasa
Inggris, religio atau religi dalam bahasa Latin, al-din dalam bahasa Arab,
dan dien dalam bahasa Semit. Kata-kata itu ditengarai memiliki kemiripan makna
dengan kata “agama” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu. Religious (Inggris)
berarti kesalehan, ketakwaan, atau sesuatu yang sangat mendalam dan berlebih-
lebihan. Yang lain menyatakan bahwa religion adalah: (1) keyakinan pada Tuhan
atau kekuatan supramanusia untuk disembah sebagai pencipta dean penguasa alam
semesta; (2) sistem kepercayaan dan peribadatan tertentu.
7.2. Penggolongan Agama
Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama
bukan wahyu. Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang menghendaki
iman kepada Tuhan, kepada para rasul-Nya dan kepada kitab-kitab-Nya serta
pesan-Nya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia.
Wahyu-wahyu dilestarikan melalui AL Kitab, suhuf (lembaran-lembaran
bertulis) atau ajaran lisan. Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan pemberi
62. 56
wahyu, kepada Rosul-rosul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan
wahyu serta pesannya di sebarkan kepada seluruh umat manusia.
Agama bukan wahyu (agama budaya/cultural religion) adalah semata-mata
kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang
kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha
yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang
berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu.
Perbedaan kedua jenis agama ini dikemukakan Al Masdoosi dalam bukunya
yang berjudul Living Religious of the World sebagai berikut:
1. Agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan sedangkan agama bukan
wahyu tidak demikian.
2. Agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan agama bukan wahyu tidak.
3. Dalam agama wahyu sumber utama tuntunan baik dan buruk adalah kitab suci
yang diwahyukan, sedangkan agama bukan wahyu kitab suci tidak penting.
4. Semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama bukan wahyu di
luar itu.
5. Agama wahyu lahir di daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh ras
semetik.
6. Agama wahyu dengan ajarannya adalah agama misionari, sedangkan bukan
agama wahyu agama non misionari.
7. Ajaran agama wahyu jelas dan tegas, sedangkan agama bukan wahyu kabur dan
elastis.
63. 57
8. Agama wahyu memberikan arah yang jelas dan lengkap baik aspek spiritual
maupun material, sedangkan agama bukan wahyu lebih menitik beratkan
kepada aspek spiritual saja, seperti pada Taoisme, atau pada aspek material saja
9. Agama wahyu disebut juga agama samawi (agama langit) dan agama bukan
wahyu disebut agama budaya (ardhi/bumi). Sedangkan yang termasuk dalam
kategori agama samawi hanyalah Agama Islam.
Adapun ciri-ciri agama wahyu (langit), adalah:
1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat,
melainkan diturunkan kepada masyarakat.
2. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu
bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
3. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan
kecerdasan dan kepekaan manusia.
5. Konsep ketuhanannya adalah monotheisme mutlak (tauhid).
6. Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa dan
keadaan.
7. System nilai agama wahyu ditentukan oleh Allah sendiri diselaraskan dengan
ukuran dan hakekat kemanusiaan.
8. Agama wahyu menyebut sesuatu tentang alam yang kemudia dibuktikan
kebenarannya oleh ilmu pengetahuan.
9. Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan dan
peringatan kepada manusia dalam pembentukan insan kamil, yaitu manusia
64. 58
sempurna, manusia baik yang bersih dari noda dan dosa. (Prof. H. Mohammad
Daud Ali, S.H, 2010: 69-71)
Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi/bumi) adalah:
1. Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya.
2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan (Rasul).
3. Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami
perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.
4. Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran
masyarakatnya (penganutnya).
5. Konsep ketuhanannya: dinamisme, animisme, politheisme, dan paling
tinggi adalah monotheisme nisbi.
6. Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap
manusia, masa, dan keadaan.
7. System nilai ditentukan oleh manusia sesuai dengan cita-cita pengalaman
serta penghayatan masyarakat yang menganutnya.
8. Hal-hal yang disebut dalam agama budaya tentang alam sering dibuktikan
kekeliruannya oleh sains.
Pada umumnya agama diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu agama
wahyu dan agama non wahyu.
Agama wahyu juga disebut dengan agama langit, agama samawi, agama
profetis, din-as samawi, revealed religion. Yang termasuk agama wahyu adalah :
65. 59
1. Agama Islam dengan kitab sucinya adalah Al Quran yang diturunkan Allah
kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril, untuk seluruh
manusia dan alam semesta.
2. Agama Kristen (Nasrani) dengan kitab sucinya Injil diturunkan kepada Nabi
Isa AS, melalui malaikat Jibril untuk kaum Bani Israil.
3. Agama Yahudi, dengan kitab sucinya Taurat diturunkan kepada Nabi Musa
AS, melalui malaikat Jibril untuk kaum Bani Israil. natural religion,
nonrevealed religion
Pada awalnya menurut historis, agama non wahyu diciptakan oleh filosuf-
filosuf masyarakat sebagai ahli pikir, atau oleh pemimpin-pemimpin dari
masyarakat atau oleh penganjur dan penyiar masyarakat itu. Agama non wahyu
mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan pemikiran atau
budaya masyarakat itu. Oleh karena itu agama non wahyu dinamakan juga agama
budaya agama bumi, agama filsafat,