Buku ini membahas strategi pengembangan diri seorang Muslim visioner berdasarkan perspektif Surah Al-Fatihah. Terdiri dari kata pengantar, metodologi tadabbur, analisis Surah Al-Fatihah, dan tujuh agenda untuk membangun Muslim visioner."
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Muslim Visioner dalam Surah Al-Fatihah.
1. 1
Kajian Tafsir Tadabbur
The Grand Design of
Oleh
Amang Syafrudin
Agenda Strategis Pengembangan Diri Muslim Visioner
• Membangun Perencanaan Strategis Dalam Da’wah
• Mengembangkan Da’wah Profesi
• Membangun Motivasi Diri
• Mengembangkan Tiga Kecerdasan (IIIQ)
• Rekonstruksi Pemikiran Islam
• Membangun Kepribadian dan Peradaban
• Membangun Masyarakat Madani
IDRIS
Institute for Development and Research
in Islamic Studies
Muslim Visioner
(Mengembangkan Visi Seorang Muslim
dalam Perspektif Surah al-Fatihah)
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar
• Penulis
• Pakar Tafsir
• Tokoh Da’wah
Metodologi Tadabbur
• Urgensi dan Keterpentingan Tadabbur
• Metodologi Tadabbur
• Paradigma Qur’an
Surah al-Fatihah
A. Terjemahan
B. Kandungan
C. Waktu dan Sebab Turun
D. Tadabbur:
• Perspektif dan Gagasan
• Analisa Kandungan
• Paradigma Qur’ani
• Bagan dan Kesimpulan
Agenda Muslim Visioner
1. Membangun Perencanaan Strategis Dalam Da’wah
2. Mengembangkan Da’wah Profesi
3. Membangun Motivasi Diri
4. Mengembangkan Tiga Aspek kecerdasan (IIIQ)
5. Rekonstruksi Pemikiran Islam
6. Membangun Kepribadian dan Peradaban
7. Strategi Pendidikan Islam Masa Depan
8. Membangun Masyarakat Madani
3
4. Lampiran:
1. Pedoman Perencanaan Strategis
2. Model Masyarakat Pendidikan
3. Prroposal Sekolah Riset Islam (Islamic Research
School)
4
5. Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al
Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.
(Surah: 4. Nisaa : 82 diturunkan di: Madinah)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al
Quraan ataukah hati mereka terkunci?
(Surah: 47. Muhammed: 24 diturunkan di: Madinah)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan
(Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa
yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka
dahulu?
(Surah: 23. Mu'minuun: 68 diturunkan di: Makkah)
ولقديسرناالقرانللذكرفهلمنمدكر: )القمر15(
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an
untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil
pelajaran.”
(Al-Qomar:17)
5
6. The Grand Design of
Muslim Visioner
(Membangun dan Mengembangkan
Visi Seorang Muslim dalam
Perspektif Surah al-Fatihah)
Kata Pengantar
• Penulis
• Pakar Tafsir
• Tokoh Da’wah
6
7. Kata Pengantar
Segala puji dan syukur hamba-Mu panjatkan ke hadlirat-Mu, ya
Allah Maha Pembuka (Al-Fattaah). Engkau turunkan dan
ajarkan kepada kami satu surah pembuka (al-Faatihah) hati,
pikiran, jiwa dan kehidupan kami. Pembuka kesempatan
menikmati indahnya rahmat-Mu yang tersebar dan terhampar
pada ayat-ayat-Mu dalam diri dan alam semesta ini.
Yaa Allah, Ar-Rahmaan (Maha Pemurah dan Pengasih) dan Ar-
Rahiim (Maha Penyayang), dengan nama-Mu, hamba-Mu
goreskan pena yang telah Engkau ajarkan ini. Maha suci
Engkau, tiada ilmu sedikit pun yang kami miliki kecuali yang
telah Engkau ajarkan. Sesungguhnya hanya Engkau Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijak. Jadikan tulisan ini bagian dari
kebijakan-Mu, ya Allah, agar menjadi pembuka pikiran yang
tidak bervisi sehingga memiliki visi qur’ani, pembuka hati yang
tidak bermisi agar meraih misi hidup menjadi duta rakmat-Mu
di bumi, pembuka jiwa yang tiada bermakna agar mampu
memahami hakikat ridla-Mu, dan pembuka seluruh kehidupan
yang tersia-siakan agar sarat dengan kenikmatan-Mu.
Shalawat dan salam sejahtera kami, keluarga dan ummat ini,
semoga Engkau berkenan mencurahkannya bagi Rasul-Mu,
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga untuk keluarganya, para
shahabat, setiap orang yang mencintainya dan setia kepada
sunnahnya. Perkenankan dan bimbing kami agar selalu
konsisten (istiqamah) menjadi pewaris beliau tercinta, mewarisi
risalah-Mu yang Engkau utus dia sebagai rahmat-Mu di alam ini.
Ya Allah, jadikan kami pewaris kepribadiannya yang kuat dan
cerdas yang telah mengantar ummatnya kepada peradaban yang
7
8. agung, pewaris pemikirannya yang bervisi ke depan memimpin
(qiyadah) manusia dan dunia ke jalan-Mu, ibadahnya yang tekun
sampai kedua kakinya bengkak hanya mendamba menjadi
hamba-Mu yang banyak bersyukur, da’wahnya yang membuat
seluruh kehidupan menjadi bermakna, ukhuwwahnya yang
menyentuh setiap shahabat atau musuhnya dengan penuh
rahmat, dan keikhlashannya yang menjadikan seluruh peristiwa
dan permasalahan hidup menjadi kenikmatan-Mu dan
kehendak-Mu yang penuh arti.
Puji-Mu (al-hamdu) adalah kenikmatan tersendiri bagi hamba-
Mu. Kenikmatan tiada akhir dan henti, ya Rabbal ‘alamin. Inilah
kenikmatan syukur yang tiada terukur. Rahmat-Mu (Ar-
Rahmah) terasa halus menyentuh setiap sisi kehidupan hamba-
Mu. Tiada ruang dan waktu dalam hidup ini tanpa peran
rahmat-Mu. Kerajaan-Mu (Al-Maalik) membentangkan betapa
luasnya kekuasaan-Mu di alam semesta sampai hari kepastian
dan keabadian bagi hamba-Mu tiba. Saat tiada balasan yang
dirindukan hamba-hamba-Mu yang ikhlash selain rahmat-Mu.
’Ibadah (al-’Ibaadah) ikhlash hanya untuk-Mu adalah dambaan
setiap hamba-Mu. Pertolongan-Mu (al-Isti’aanah) adalah
kekuatan hamba-Mu yang sesungguhnya dalam beribadah,
berda’wah dan menjalani kehidupan. Hidayah-Mu (al-
Hidaayah) adalah kenikmatan yang membuat seluruh kehidupan
menjadi ni’mat. Konsisten dan lurus untuk-Mu (al-istiqaamah)
adalah arah perjalanan hamba-Mu menuju puncak ridla-Mu.
Inilah tujuh konsep hidup, yang hamba-Mu pelajari dan
temukan dari surah-Mu yang teragung dalam al-Qur’an. Bantu
kami untuk setantiasa memeliharanya dalam setiap detik,
langkah dan nafas hidup kami.
Setelah puji dan syukur ini, perkenankan hamba-Mu mengantar
tulisan sederhana ini kepada hamba-hamba-Mu yang sedang
melaksanakan salah satu perintah-Mu ”Iqra’ (bacalah)”, seraya
merindukan rahmat-Mu khususnya saat berinteraksi dengan al-
8
9. Qur’an. Kitab-Mu yang abadi dan selalu aktual, dengan nilai
pemberiannya yang selalu baru dan tak kenal ragu atau layu.
Lautan, siapa pun yang menyelami kedalamannya maka semakin
menemukan mutiara yang tiada terhingga. Cerahkan pikiran dan
cerdaskan hati kami ya Rabbal ’aalamiin.
Ikhwah fillah para pembaca, semoga Allah merahmati kita
senantiasa, buku ini bukan kitab tafsir al-Qur’an, sekalipun
pendekan yang digunakan adalah tafsir tadabbur. Mengingat tafsir
merupakan salah satu cara bertadabbur yang paling efektif.
Tadabbur adalah inti dari tulisan ini. Tujuannya seperti tertera
dalam tiga ayat tadabbur: QS. 4 (an-Nisaa) ayat 82, QS. 38
(Shaad) ayat 29, dan QS. 47 (Muhammad) ayat 24. Yaitu
menemukan keserasian dan keharmonisan seluruh dimensi dan
berbagai peristiwa kehidupan dalam al-Qur’an, mendapat
pencerahan pemikiran dan jiwa agar menjadi ulul albaab (orang-
orang yang berakal), dan mengontrol hati agar terhindar dari
sikap ketertutupan dan terkunci yang mengakibatkan stagnasi,
kebuntuan berpikir, tidak kreatif, tidak inovatif, dan akhirnya
tidak proaktif apalagi produktif.
Hudan (petunjuk) adalah fungsi dan kedudukan al-quran yang
pertama kali Allah perkenalkan kepada kita dalam ayat 2 surah
al-Baqarah. Sekaligus menjawab permohonon yang kita baca
minimal 17 kali sehari semalam pada setiap raka’at shalat,
tercantum pada dua ayat terakhir surah al-Fatihah. Selayaknya
sebuah petunjuk, sesungguhnya tidak perlu didiskusikan apalagi
diperdebatkan, karena petunjuk adalah ”cara” yang harus
dilaksanakan. Namun al-qur’an tidak pernah mengabaikan
peran pemikiran dan akal yang Allah anugerahkan. Bahkan
orang berakal (’Aaqil) adalah syarat seseorang mendapat beban
tanggungjawab dalam setiap titah dan perintah Allah ’Azza wa
Jalla. Mendudukan al-qur’an sebagai hudan (guidance) adalah salah
satu metodologi berfikir yang bervisi qur’ani, jelas dan jauh ke
depan menembus batas kehidupan duniawi.
9
10. Paradigma qur’ani adalah salah satu bentuk hudan yang
dirumuskan sebagai ”cara”. Cara melihat, cara mendengar, cara
merasakan, cara berpikir, cara memahami, cara menyikapi, cara
menikmati dan cara hidup (way of life). Cukup lama umat ini
kehilangan paradigma hidupnya yang unik sebagai dampak
”keberhasilan” pendidikan yang tidak Islami dan jauh dari al-
qur’an. Akibatnya mereka melihat, memahami dan merasakan
berbagai peristiwa kehidupan dengan paradigma materialistik,
atomistik (tersekat-sekat), pragmatis (ingin selalu cepat dan
instan) dan hedonis (mencari kenikmatan sesaat).
The grand design (Desain besar) hidup seorang muslim juga
merupakan barang langka. Hampir mayoritas umat Islam tidak
memiliki rencana dan desain yang jelas dalam hidup ini, apalagi
untuk keislamannya. Jika para pembaca mencoba menuliskan
rencana hidup Anda baik sebagai muslim, hamba Allah, atau
perannya sebagai bagian dari umat terbaik ini, atau sekedar
mimpi sebagai manusia, maka tidak sedikit yang mengalami
kesulitan. Padahal al-Qur’an adalah pedoman kita dalam
merencanakan (planning) hidup ini. Seperti dapat dipahami
dalam surah al-Fatihah ini, khususnya ayat 4: ”Maaliki yaumid
Diin” (Raja di hari pembalasan). Ayat ini menginspirasikan salah
satu tingkat kecerdasan seorang muslim dengan visi dan
rencana hidupnya ke depan sampai kelak di akhirat.
Visi adalah esensi dari sebuah ide besar seorang muslim. Seperti
mimpi, visi terkesan hanya angan-angan. Yang membedakannya
adalah pada tataran misi, strategi dan agenda aksi yang jelas,
terencana dan terukur. Visi tanpa aksi adalah angan-angan dan
mimpi, sementara aksi tanpa visi akan membuat pekerjaan
menjadi sekedar rutinitas dan kurang berarti. Visi muslim adalah
bagaimana ia melihat dirinya di masa depan. Menjadi seorang
apa dan memposisikan diri di mana, seorang da’i, pemikir,
pengusaha, atau pemimpin yang sukses. Selanjutnya ia
10
11. merencanakan agenda strategi dan aksinya yang menunjang ke
arah visi tersebut. Lihat Rasulullah, shallallahu ’alaihi wa sallam,
saat pertama memperkenalkan da’wahnya, beliau telah memiliki
ide dengan visi besar yaitu meguasai, memimpin dan membuat
dunia selalu beruntung, tiada kata rugi bagi kehidupan di
dalamnya dalam kondisi apa pun.
”Katakan oleh kalian Laa ilaaha illallaah niscaya dunia akan
beruntung”, adalah kalimat yang beliau tawarkan kepada para
calon muslim saat itu. ”Kalian adalah ummat terbaik (the best
nation)” (QS. 3: 110), ”... dan kalian adalah orang-orang tertinggi
(the highest nation) jika kalian orang-orang beriman” (QS.3: 139)
adalah dua ayat yang menggambarkan kualitas muslim dengan
visi terdepan, yaitu sebagai pemimpin dan penyelamat manusia.
”Dan demikianlan kami menjadikan kalian sebagai ummatan
wasatha (ummat paling tengah dan adil atau the just nation)” (QS.
2: 143), adalah ayat yang merencanakan ummat Islam sebagai
umat yang menjadi muara tempat mencari keadilan, tempat
bertanya dan menjadi guru dunia (ustaadziyyatul ’aalam). Bukan
seperti saat ini menjadi ummat yang termarjinalkan atau
terpinggirkan dan bahkan sering tersingkirkan peran dan
eksistensinya dalam percaturan dunia. Akhirnya baik individu,
negara maupun dunia Islam sering menjadi budak bangsa lain.
Tulisan ini lahir, dan hanya dengan kehendak dan izin Allah,
diharapkan mengisi kekosongan dan kesenjangan ini.
Membantu mengingatkan setiap muslim agar memiliki visi yang
jelas dalam hidupnya (muslim visioner). Ide ini lahir dan
terispirasi dari renungan (tadabbur) panjang akan surah yang
mewakili seluruh al-Qur’an untuk di baca dalam setiap raka’at
shalat. Sehingga menjadi rukun yang menentukan sah dan
tidaknya shalat seseorang. Seharusnya, pengulangan sampai
minimal 17 kali sehari semalam, menginspirasikan dan
mengingatkan sesuatu yang sangat diperlukan dalam reorientasi
perjalanan hidup setiap muslim. Seperti laiknya visi sebuah
11
12. perusahan, yang ditulis, dipamerkaan di setiap ruang dan
diulang-ulang di berbagai kesempatan, untuk mengingatkan
seluruh komponen perusahaan akan tujuan yang harus dicapai.
Untuk melengkapi inti tulisan ini, penulis kemudian menyajikan
beberapa agenda dan lampiran penting dan cukup prioritas
dalam merencanakan aksi untuk seorang muslim visioner.
Mulai dengan:
• membangun visi da’wah dan mengembangkan
persepsi da’wah profesi sebagai sarana mengoptimalkan
da’wah di berbagai kondisi,
• mengembangkan diri (tarbiah dzatiah) dengan
mengoptimalkan kecerdasan dan rekonstruksi pemikiran,
sampai kepada
• agenda bina’ul ummah, dengan membangun
kepribadian dan peradaban menuju terbentuknya kembali
masyarakat madinah dalam kerangka pendidikan masyarakat
madani.
Hanya untuk-Mu ya Allah, hamba-Mu persembahkan tulisan
ini, sebagai kontribusi untuk mengembalikan umat ini kepada
visi dan perannya sebagai pemimpin dunia dengan petunjuk-
Mu. Semoga Engkau berkenan mencatat kami, hamba-hamba-
Mu yang telah menulis, guru-guru dan shahabat penulis, dan
mereka yang tengah membaca tulisan sederhana ini, sebagai
amal sholeh yang dapat menyebarkan keshalehan dan menjadi
bagian dan duta rahma-Mu bagi segenap manusia. Terakhir
ampuni kami ya Allah, atas seluruh kekeliruan, kesalahan dan
dosa kami khsususnya saat menulis, membaca dan
mengamalkan ilmu yang Engkau ajarkan kepada kami, terutama
dalam keikhlasan hati nurani dalam seluruh ’ibadah kami.
Depok, Rajab 1424 H/September 2003 M.
Akhukum Fillah,
12
13. Amang Syafrudin.
The Grand Design of
Muslim Visioner
(Membangun dan Mengembangkan
Visi Seorang Muslim dalam Perspektif
Surah al-Fatihah)
Metodologi Tadabbur
• Urgensi dan Keterpentingan Tadabbur
• Metodologi Tadabbur
• Paradigma Qur’an
Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al
Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya.
(Surah: 4. Nisaa : 82 diturunkan di: Madinah)
13
14. Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al
Quraan ataukah hati mereka terkunci?
(Surah: 47. Muhammed: 24 diturunkan di: Madinah)
Tadabbur al-Qurán
☻ Tadabbur, merupakan salah satu
model metodologi pemikiran Islam
☻ Tadabbur mengandung sejumlah
filosofi ma’na; refleksi (reflection),
meditasi (meditation), berfikir
(thinking), pertimbangan
(consideration) dan perenungan
(contemplation).
☻ Ma’na ini menginspirasikan cara
berfikir Islami dengan integritas yang
kuat antara tiga aspek kecerdasan
kontemporer; kecerdasan intelektual
(IQ), kecerdasan emosional-Spiritual
(ESQ) dan kecerdasan moral atau
Adversity Quotient untuk mengukur
tingkat kesuksesan (AQ) terpadu di
dalamnya.
☻ Al-Qurán memilih kalimat
tersebut sebagai wujud komitmen
seorang muslim. “Apakah mereka
tidak men-tadabbur-kan al-Qurán,
14
15. ataukah hati mereka yang telah
terkunci” (QS. 47 Muhammad, 24).
Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Qur'an ?
Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
(Surah: 4. Nisaa : 82 diturunkan di: Madinah)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan (tadabbur) Al Quraan
ataukah hati mereka terkunci?
(Surah: 47. Muhammad: 24 diturunkan di: Madinah)
ولقديسرناالقرانللذكرفهلمنمدكر: )القمر15(
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran
maka adakah orang yang mengambil pelajaran.”
(Al-Qomar:17)
عنابن،عمر:قال قالرسولا» :لخيرفيقراءةإل
بتدبرولعبادةإل،بفقهومجلسفقهخيرمنعبادةستين
.»سنة
Dari Ibnu Umar radliallahu ánhuma, ia berkata: telah bersabda
Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam: “tidak ada (kesempurnaan)
kebaikan dalam qiraáh (bacaan al-Qurán) kecuali dengan tadabbur, dan
tidak ada íbadah (yang sempurna) kecuali dengan fiqh, dan majlis fiqh
lebih baik dari íbadah enam puluh tahun”.
• Tadabbur, merupakan wacana dan salah satu model
metodologi pemikiran Islam yang sangat signifikan dan
efektif untuk pengembangan diri seseorang.
• Secara bahasa tadabbur mengandung sejumlah filosofi
ma’na yang jauh dan dalam, antara lain; refleksi
(reflection), meditasi (meditation), berfikir (thinking),
15
16. pertimbangan (consideration) dan perenungan
(contemplation).
• Ma’na ini menginspirasikan cara berfikir Islami dengan
integritas yang kuat. Tiga aspek kecerdasan kontemporer;
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan spiritual dan emosional
(SEQ) dan kecerdasan moral atau Adversity Quotient untuk
mengukur tingkat kesuksesan (AQ) terpadu di dalamnya.
• Demikian berarti ma’na tadabbur ini, sehingga Al-
Qurán memilih kalimat tersebut sebagai wujud komitmen
seorang muslim. “Apakah mereka tidak men-tadabbur-kan
al-Qurán, ataukah hati mereka yang telah terkunci” (QS. 47
Muhammad, 24).
Urgensi Tadabbur
Tadabbur merupakan kewajiban setiap muslim, khususnya para
da’i Allah swt, sebab tadabbur memiliki urgensi yang sangat
dalam bagi hidup dan kehidupan. Di antaranya:
1. Tadabbur berfungsi sebagai media menghidupkan
hati ( إحياءالقلب ), sebagaimana firman Allah dalam surat
47: 14. Al Qur’an itu sendiri berfungsi sebagai pemberi
peringatan bagi orang yang hidup, baik hidup jasmani atau
hidup rohani (Yasin: 24), yaitu mereka yang melakukan
tadabbur ayat-ayatnya secara benar.
2. Mendekatkan diri kepada minhaj ( التقريبإلى
المنهاج ), sebagaimana firman-Nya dalam surat Shaad: 29.
3. Menjadikan diri berdaya guna ( حسنالبركة ),
seperti penjelasan Allah swt dalam surat Al Anbiya: 50. Al
Barakah dalam ayat ini berarti menetapnya kebaikan dari
Allah pada sesuatu, dinamakan berkah seperti menetapnya
air di dalam birkah (kolam). Jadi, makna ayat tersebut
adalah: Dihiasi dengan kebaikan-kebaikan ilahiah (Al
Mufrodat: 44).
16
17. Tiga Macam Wirid Al Qur’an
1. Wirid Tilawah ( وردالتلوة ), yaitu membaca Al
Qur’an dengan tajwid secara benar.
2. Wirid Hafalan ( وردالحفظ ), yaitu menghafal ayat-
ayat Al Qur’an semampunya.
3. Wirid Tadabbur ( وردالتدبر ), yaitu upaya
berinteraksi dengan Al Qur’an dengan dhawabit sebagai
berikut:
• Memperhatikan adab-adab tilawah Al
Qur’an ( مراعاةأدابالتلوة ).
• Tilawah secara perlahan dan khusyu’ (
التلوةبتأنوخشوع ).
• Berhenti lama pada setiap ayat untu meneliti
dan berulang-ulang ( الوقوفأماماليةوقفةفاحصة
متكررة ).
• Memperhatikan secara rinci dan teliti pada
struktur ayat ( النظرةالتفصيلية
فيصياغالية ).
• Mengamati hubungan dimensi realita
dengan ayat ( ملحظةالبعدالواقعي
للية ).
• Kembali pada pemahaman salaf ( العودة
إلىفهمالسلف ).
• Memahami ayat dari kitab tafsir
( الطلععلىأراءبعضالمفسرينفيالية ).
Faktor Pendukung Keberhasilan Dalam Tadabbur Al-Qur’an
1. Pandangan integral terhadap Al
Qur’an ( النظرةالكليةالشاملة
للقرآن ). Artinya: lebih dahulu kita harus memandang Al
Qur’an secara integral, bahwa Al Qurán adalah pedoman
hidup (hudan) untuk kebahagiaan ummat manusia.
17
18. 2. Perhatian terhadap tujuan-tujuan
Qur’an yang pokok ( اللتفاتإلىالهداف
الساسيةللقران ), antara lain:
o Memberi petunjuk kepada manusia (QS. Al Isra:
9, Asy Syura: 52).
o Mewujudkan pribadi-pribadi Islami, terpadu dan
seimbang (QS. Al An’am: 122).
o Mewujudkan kepemimpinan masyarakat qur’ani
(Ummah) dalam pertarungannya dengan kejahiliahan
( قيادةالمةفيمعركتهامعالجاهلية ).
3. Mencermati peran Al Qur’an yang
praktis dan dinamis dalam kehidupan ( ملحظةالمهمة
العمليةالحركيةللقران ).
4. Perasaan pembaca bahwa ayat yang
dibaca ditujukan kepada dirinya ( الشعوربأناليةموجهة
إليه ), sebagaimana firman Allah swt. (QS. Al An’am: 19).
Muhammad bin Ka’ab Al Qarazhi berkata: “Siapa yang
sampai kepadanya Al Qur’an, maka seakan dia yang sedang
diajak berkomunikasi dengan Allah swt”.
5. Talaqi Al Qur’an dengan ihsan ( حسن
التلقيعنالقران ), yaitu memenuhi syarat-syarat talaqi
sebagai berikut:
o Memiliki aqidah yang bersih.
o Menjauhi hawa nafsu.
o Mendahulukan pola tafsir Al Qur’an dengan
Al Qur’an.
o Menggunakan pola tafsir Al Qur’an dengan
Al Hadits (QS. Al Nahl: 44).
o Menggunakan pola tafsir Al Qur’an dengan
atsar sahabat.
o Menggunakan pola tafsir Al Qur’an dengan
atsar tabi’in.
o Memahami bahasa Arab dengan benar dan
baik.
18
19. o Menguasai ilmu-ilmu Al Qur’an (ushulut
tafsir, qiroat, dll).
6. Perhatian terhadap makna Al Qur’an
sebagaimana interaksi para sahabat ( العتناءبمعاني
القرانالتيعاشهاالصحابة )
o Ibnu Mas’ud berkata:
)إناصعبعليناحفظألفاظالقرانوسهلعليناالعمل
بهاوإنمنبعدنايسهلعليهمحفظالقرانويصعب
عليهمالعملبه(
Sesungguhnya kami sulit menghafal lafad-lafad al-Qurán
dan mudah mengamalkannya, sementara orang-orang
sesudah kami mudah menghafal al-Qurán dan sulit
mengamalkannya.
o Ibnu ‘Umar pun berkata:
)لقدعشنادهراطويلواحدنايؤتىاليمانقبل
القرانفتنزلالسورةعلىمحمدفيتعلمحللها
وحرامهاوامرهاوزاجرهاوماينبغيأنيقفعندهاثم
لقدرأيتيؤتىأحدهمالقرانقبلاليمانفيقرأما
بفاتحةالكتابإلىخاتمتهليدريماأمرهولزاجره
ومالينبغيأنيقفعنده.(
Kami hidup cukup lama dan salah seorang kami diberi iman
sebelum al-Qurán, lalu turunlah kepada Muhammad satu
surah, ia mempelajari halal, haram, perintah dan
larangannya serta apa yang seharusnya berhenti (untuk
merenungkan dan mengamalkan) di hadapan surah itu.
Sementara saya melihat salah seorang di antara mereka
diberi al-Qurán sebelum iman, lalu ia membaca dari mulai
pembuka (Fatihah) al-Qurán sampai penutupnya, ia tidak
memahami apa yang diperintahkan dan tidak pula yang
dilarangnya, serta apa-apa yang tidak semestinya berhenti di
hadap (huku, nilai dan aturan)-nya.
19
20. 7. Mencatat / menulis hasil renungan dari
makna ayat yang dibaca ( تسجيلالخواطروالمعاني
لحظةورودها ).
8. Mempelajari ushul tafsir ( التمكنمن
أساسياتعلومالتفسير ) seperti sebab turun yata, nasikh
mansukh, dan lain-lain.
9. Mempelajari ilmu pengetahuan dan wawasan
kontemporer ( الستعانةبالمعارفوالثقافاتالحديثة
). Baca QS. Ali ‘Imran: 137, Al Hajj: 46. Seperti ayat-ayat
kauniyah (6:97), ayat medis (17:12), psikologi (2:228).
10. Langkah-langkah interaksi dengan Al-
Qur’an ( خطواتالتعاملمعالقران ):
• Menghadirkan suasana imani dengan cara
memperhatikan kepada adab-adab tilawah.
• Menghadapi Al Qur’an dan bersiap untuk
membacanya.
• Bacalah kitab tafsir yang ringkas (seperti, kalimat
Al Qur’an, tafsir wa bayan, mukhtashar Ibnu Katsir, dan
sebagainya).
• Baca kitab tafsir besar (Al Alusi, Ath Thabari,
dan sebagainya).
Manhaj Tadabbur Yang Benar.
1. Tadabbur pola tafsir Qur’an dengan Qur’an,
dengan contoh-contoh sebagai berikut:
o Ayat-ayat yang global ditafsirkan dengan
ayat-ayat yang lebih rinci, seperti: Al-Baqarah: 37
dengan Al A’raf: 23.
o Ayat yang mutlak (umum/tidak terikat) ditafsir
dengan ayat muqayyad (terikat), seperti: ayat yang
menjelaskan dua buah hukum berbeda karena alasan
yang sama, yakni wudhu dan tayammum (QS. Al
Maidah:6).
20
21. o Ayat yang berkonotasi umum ditafsirkan dengan
yang khusus, seperti: ayat 254 dengan 67 surat Az
Zuhruf.
o Menjamak (menghimpun) ayat-ayat yang diduga
berbeda, seperti ayat tentang ciptaan Adam dari “turab”,
“thin” dan “hamaim masnun”, yang sebenarnya bukan
kontradiksi tetapi ayat-ayat tersebut menjelaskan
tentang fase-fase penciptaan Adam.
o Penafsiran ayat dengan qiroat yang lain, seperti
ayat ( فاسعواإلىذكرا ) dengan qiroat (
فامضوا ), yang berarti pergi tanpa berlari-lari.
2. Tadabbur pola tafsir Qur’an dengan
Hadits Nabi saw., seperti:
o Tafsir ayat 82 surat Al An’am (kata dzulm)
ditafsir dengan hadits nabi: “dzulm disini adalah syirik”
sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman: 13.
o Tafsir surat Al Ikhlash dan Al Kafirun yang
ditafsirkan dengan sikap Rasulullah saw. sebagaimana
riwayat Ibnu ‘Umar, katanya: “Aku perhatikan Nabi
selama 40 hari dalam perang Tabuk, membaca pada
setiap shalat sunnah Shubuh surat Al Kafirun dan Al
Ikhlash, beliaupun bersabda: “Alangkah indahnya dua
surat tersebut, yang satu sama halnya seperempat Al
Qurán , sedang yang lainnya sama seperti sepertiga
Qur’an (Ad Durar Mantsur 6/693). Sayyid Quthb
berkata: “Suatu pembuka lembaran hidup yang
mempunyai arti yang dalam (Fi Dzilalil Qur’an: 6/4005)
3. Tadabbur pola tafsir Al Qur’an dengan
atsar sahabat, seperti:
o Tafsiran Abu Bakar Ash Shiddiq terhadap
ayat ( …... لضيضركممنضلإذااهتدضيتم )
o Tafsiran ayat ( وثيابكفطهر ) oleh Ibnu
‘Abbas: Yaitu tidak memakainya untuk maksiat dan tipu
daya. Al Maraghi menjelaskan lebih lanjut, katanya:
21
22. “Sosiolog barat memiliki hipotesa, bahwa orang yang
kotor cenderung suka berbuat kesalahan, karenanya
mereka menasehati agar para napi sering diminta mandi
dengan bersih. Prof. Bantam berkata: “Karena ajaran
kebersihan dalam Islam, umat Islam memiliki akhlak
yang mulia”(tafsir Al Maraghi 10/125-126).
4. Tadabbur dengan pola pemahaman
bahasa Arab yang benar dan tepat, contoh:
o Ayat 116-120 surat Al Maidah.
"إنكنتقلتهفقدو "علمته"إنتغفرلهم...العزضيز"الحكيم
o Ayat 58 surat Maryam, yaitu “Idhofat kata
aayaat kepada Ar Rahmaan”.
o Ayat 111 surat At Taubah, yaitu bacaan
(yuqtalun) dan (yaqtulun).
o Ayat perumpamaan iman dengan pohon yang
mengandung makna yang sangat dalam tentang iman.
Fakhrur Razi: Iman seperti pohon yang memiliki tiga
unsur, yakni akar yang kuat, batang yang kokoh dan
dahan yang bercabang-cabang. Demikian iman
mengandung tiga aspek yaitu: hati peneguh keyakinan,
lisan yang mendeklasikan keyakinan, dan jasad/anggota
badan yang membuktikan dengan sikap dan prilaku (At
Tafsir Al Kabir 19/119).
Konsep Dasar Metodologi Tadabbur:
Metodologi yang digunakan dan dikembangkan dalam kajian ini
mengacu kepada firman Allah, ‘Azza wa Jalla: “Sebagaimana
Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu, yang membacakan
(yatluu, atau men-tilawah-kan) kepada kamu sekalian ayat-ayat
Kami, membersihkan (yuzakkii, men-tazkiah) kamu, mengajarkan
(yu’allimu, men-ta’lim) kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-
Sunnah), dan megajarkan (ta’lim) kepadamu apa-apa yang belum
pernah kamu ketahui. “ (QS. 2: 151).
22
23. Ayat ini memformulasikan sistematika pembentukan manusia
qur’ani dalam tiga tahapan dan proses yang dapat dilakukan
secara simultan:
Pertama: Tilawah “Yatluu ‘alaikum”, sebagai Proses
pembacaan (Penguasaan Rumusan berbagai Informasi
dan Pengetahuan). Ini adalah langkah pertama proses
pembelajaran. Tanpa simpanan sejumlah informasi yang telah
terumuskan, seperti paradigma, perspektif dan teori-teori ilmu
pengetahuan, seseorang tidak mungkin dapat berfikir apalagi
untuk menyimpulkan dan merumuskan sesuatu yang dihadapi
dan dialaminya. Untuk itu “membacakan ayat-ayat” (tilawah)
mengisyaratkan kepada penguasaan informasi yang sudah
terumuskan dan mudah dicerna. Ini sangat diperlukan terutama
dalam pembentukan mind set (tatanan pemikiran) sebagai awal
pengembangan kecerdasan seseorang.
Ayat-ayat, baik qauliah (wahyu) maupun kauniah (sains), secara
bahasa dapat diartikan dengan tanda-tanda, seperti nama yang
merupakan tanda, rumusan dan identitas seseorang atau
sesuatu. Penguasaan nama-nama: benda, sifat dan pekerjaan,
berarti penguasaan terhadap rumusan-rumusan dan tanda-tanda
dari segala bentuk dan jenis kehidupan. Inilah yang pertama kali
diajarkan Allah kepada manusia pertama “Dan Dia telah
mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya”. (QS.2:31).
Kedua: Tazkiyah “yuzakkii-kum”, sebagai proses
penyucian (Purifikasi). Langkah ini jarang ditemukan dalam
proses pembelajaran dalam sistem pendidikan selain Islam.
Padahal proses pembersihan yang diisyaratkan dalam ungkapan
ayat “dan membersihkan kamu” ini sangat diperlukan dalam
menetralisir pemikiran, perasaan dan moral dari muatan-muatan
negatif yang akan mengganggu dan merusak jaringan hidup
manusia. Dengan demikian maka potensi-potensi manusia akan
teroptimalkan ke arah dan tujuan yang lebih efektif dan efisien.
23
24. Karena pemikiran, perasaan dan prilaku yang sia-sia dan negatif
seringkali mengacaukan aktifitas fikir, rasa dan aksi seseorang
yang lebih jauh lagi akan membawa kepada cacat
kepribadiannya. Namun demikian langkah ini tidak berarti
bahwa seseorang tidak perlu memahami hal-hal negatif atau
buruk. Justeru proses ini mendorong agar seseorang
mengetahuinya agar ia terhindar dari bahaya keburukan itu.
Ke tiga: Ta’lim “yu’allimu-kum” sebagai proses pengajaran
(Penguasaan Sumber-sumber ilmu dan berbagai
informasi). Informasi yang belum diketahui baik Ilmu
Pengetahuan “sciences” maupun Kebijaksanaan
“wisdom”. Langkah ketiga ini merupakan langkah jauh dari
proses pembentukan generasi manusia agar lebih siap dalam
menghadapi dan menjalani kehidupannya. Penguasaan Sumber-
sumber ilmu dan informasi ini dapat dibagi kepada dua bidang:
1. Aspek Epistemologi dan Methodologinya. Memahami
ilmu tentang asal-usul (epistemolosi) Ilmu Pengetahuan
diperlukan untuk mengetahui sources “sumber-umber” murni
dan dapat dipertanggungjawabkan sisi kebenarannya secara
ilmiah dan argumen-argumen yang mendukungnya. Dan
penguasaan methodologi Ilmu diperlukan dalam upaya
memahami cara bagaimana ilmu pengetahuan itu
dirumuskan menjadi formula kehidupan yang dapat
dipelajari dan diterapkan.
Ungkapan “dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah”
menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran harus
memperhatikan penguasaan kedua sisi ini. Al-Kitab (al-
Qur’an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) merupakan sumber dan
asal usul ilmu pengetahuan yang membekali seseorang dalam
proses berfikir secara deduktif dan induktif. Di samping
mengajarkan methodologi (bagaimana cara) ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Sementara ilmu Pengetahuan lain
24
25. seperti Sejarah, terutama sirah nabawiyyah (sejarah hidup
Rasulullah, shallallahu alaihi wa sallam), yang juga termasuk
dalam kedua sumber di atas, menggambarkan bagaimana
suatu ilmu itu diterapkan dalam kehidupan yang kongkret
dan lebih pragmatis.
2. Aspek informasi dan Masalah-masalah Baru yang
Dinamis. Ini diisyaratkan dalam ungkapan “dan mengajakan
kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui”. Proses ini
merupakan langkah antisipatif terhadap masa depan dan
dinamika kehidupan yang terus berkembang. Penguasaan
informasi dan masalah-masalah yang belum pernah
diketahui terutama oleh bangsa lain adalah cara terbaik
dalam mengungguli dan mendahului seseorang dan bangsa
tersebut sehingga siap berkompetisi dalam meraih peluang
masa depan. Dukungan dan pengembangan ilmu
pengetahuan lain warisan pengalaman seseorang atau suatu
bangsa mendapat perhatian dalam proses pendidikan Islam.
Karena “Al-Hikmah (wisdom) adalah sesuatu yang hilang dari
seorang mu’min. Kapan dan di mana saja ia menemukannya maka
ia lebih berhak (mengambilnya).” (al-Hadits). Dengan demikian
kriteria “hamba-hamba Allah yang sholeh” pewaris bumi ini
(QS. 21:105) dapat terpenuhi oleh generasi qur’ani.
25
26. Penjelasan:
1. Manusia diciptakan dengan dianugrahi 3 komponen dasar:
•Akal yang berfungsi untuk berfikir atau berkhayal
sehingga menghasilkan produk berupa pemikiran atau
khayalan
•Hati yang berfungsi merasakan; cinta, takut, sayang,
benci dan sebagainya atau meyakini untuk menghasilkan
produk berupa perasaan dan keyakinan. Dan
•Jasad atau Fisik yang berfungsi untuk berbuat atau
bertindak (sebagi pelaksanaan atau eksekusi dari hasil
keputusan akal dan hati), sehingga melahikan produk
berupa perilaku atau perbuatan.
26
Skema Proses Pengembangan Informasi Islam
ISLAMISLAM
I. AQIDAH
Hati
Merasakan-
Meyakini
Otak
Berfikir
Fisik
Kerja
Prilaku
Fisik
Kerja
Prilaku
Masyarakat (Society):
Peradaban:
Ideologi-Pemikiran
Sains-Teknologi
Adat-Budaya-Tradisi
Politik
Ekonomi
Pendidikan
Kehidupan
C. Pendukung
(al-Muáyyidat):
Da’wah& Jihad
Hukum (Pidana & Perdata)
AmarMa’ruf & NahyiMunkan
B.Struktur (al-Binaa’):
1. Primer (Ibadah, Arkan Islam)
2. Sekunder:
Muámalah, SistemHidup,(Politik,
Ekonomi, sosial,
Pendidikan& Keluarga)
3. Tersier:
Etika (Adab & Moral
Estetika
A. Fondasi (al-Asaas):Arkan Iman
II. SYARIÁH Individu:
Kepribadian:
Pemikiran
Keyakinan-Perasaan
Prilaku
27. 2. Ketiga produk inilah yang menjadi dasar terbentuknya
kepribadian manusia dengan susunan lapis terluar adalah
perilaku kemudian pemikiran dan yang terdalam adalah
keyakinan.
3. Kepribadian sebagai Output sangat bergantung kepada
Input yang terdiri dari Apa seperti informasi dan siapa
yang merupakan informan atau pembawa berita.
4. Seluruh Input ini diproses dengan Sistem/Prosesor yang
terdiri dari 3 komponen penting di atas sehingga
menghasilkan Output berupa kepribadian di tingkat
pribadi dan peradaban di tingkat sosial dan international.
5. Jika yang menjadi sumber informasi tentang kehidupan
adalah Islam sebagaimana tersruktur pada gambar di atas,
mulai dari fondasi berupa aqidah sampai struktur
bangunan itu sendiri berupa syari’ah, lengkap, integral dan
universal (mencakup berbagai aspek kehidupan), maka
kepribadian seseorang dan peradaban suatu bangsa juga
demikian, jelas, integral dan universal.
Pendekatan Metododologi Tadabbur:
Dari kerangka ini dapat dirumuskan metodologi tadabbur yang
dapat dikembangkan dengan lima pendekatan:
• Integratif (Memahami struktur
pemahaman integral secara korelatif antara ayat atau surah
atau realitas kehidupan: politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
budaya, seni dan sebagainya).
Pendekatan ini, membantu kita memahami struktur suatu
ayat atau surah secara terpadu. Tidak ada kesan dikotomi di
dalamnya. Sehingga pesan dan gagasan utama ayat atau
surah tersebut dapat ditangkap dengan baik. Kita akan
menemukan hubungan satu konsep dengan konsep lain
secara interaktif dan saling terkait. Sehingga mengerucut
pada satu titik kesimpulan, yaitu berupa konsep, teori,
27
28. paradigma atau cara tertentu tentang suatu permasalahan
dalam kehidupan yang dibimbing al-Qur’an.
Contoh, pemahaman tentang kata hudan (petunjuk) dalam
ayat 2 surah al-Baqarah. Konsep tentang petunjuk ini, jika
diperhatikan kata dan ayat-ayat selanjutnya, maka memiliki
hubungan kuat dengan keperluan manusia (orang-orang
beriman) yang baru saja membentuk masyarakat baru yaitu
masyarakat Madihah Munawwarah. Antara lain petunjuk
untuk memahami tipologi masyarakat dengan masing-
masing karakteristiknya. Ayat 2-5, menggambarkan tipe
masyarakat muttaqin dengan karakteristik utama sebagai
masyarakat beriman kepada keghaiban (Allah), menegakkan
sholat, menunaikan zakat, beriman kepada kitab-kitab-Nya,
dan begitu yakin pada kehidupan akhirat yang lebih pasti
dan abadi. Ayat 6-7 (dua ayat) menggambarkan tipe
masyarakat kafirin (orang-orang kafir) yang karakteristik
utamanya adalah ketertutupan telinga, mata dan hati mereka
terhadap petunjuk Allah. Selanjutnya dalam 13 ayat (ayat 8-
20) al-Qur’an memberikan petunjuk cara memahami dan
menyikapi tipe dan karakteristik munafiqin (orang-orang
munafik, hipokrit dan ambivalen) secara lebih rinci karena
sulit mengidentifikasi mereka. Antara lain mereka
mengklaim sebagai kelompok reformis padahal
sesungguhnya perusak.
• Tematik (Menemukan dan
merumuskan topik dan tema utama: seperti aqidah, ibadah,
sains dan ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, manajemen,
pendidikan, dari setiap pembahasan dalam setiap ayat, surah
atau juz ).
Pendekatan ini membimbing kita memiliki kemampuan
merumuskan sebuah tema tertentu, sebagai salah satu
28
29. mutiara dari sekian banyak mutiara al-Qur’an, yang terkait
dengan permasalahan hidup. Dengan demikian kita akan
selalu mendapat bimbingan untuk selanjutnya memiliki
kemampuan baru dan terus berkembang dalam menjalani
kehidupan sesuai dengan tema-tema permasalahan yang kita
hadapi.
Contoh, kata hudan (petunjuk) dalam ayat 2 surah al-
Baqarah di atas, juga dapat dirumuskan dan dikembangkan
menjadi tema utama ”urgensi petunjuk dalam memetakan
kehidupan”. ”Keumuman” kata petunjuk ini
menginspirasikan keseluruhan jenis petunjuk yang
diperlukan manusia. Di antaranya petunjuk
mengembangkan pemikiran dan kecerdasan, petunjuk
menyelesaikan masalah-masalah penting; seperti
kebodohan, kemiskinan dan kezaliman, kepada kecerdasan,
kesejahteraan dan keadilan, petunjuk membangun
kepribadian, atau petunjuk membangun manusia yang
berperadaban tinggi dan agung. Seperti generasi qur’ani
tedahulu yang berhasil memposisikan diri sebagai agent of
change (agen perubahan) karena memiliki kemampuan tinggi
merubah setiap bangsa yang dipimpinnya ke kehidupan
yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
• Komparatif (Memformulasikan setiap
tema dan topik melalui analisa perbandingan dengan ayat,
surah, realitas, fakta, dan ilmu pengetahuan, masa lalu dan
masa kontemporer lainnya ).
Pendekatan ini diperlukan untuk melihat perbedaan atau
persamaan yang signifikan antara konsep dan realitas
kehidupan yang digambarkan dalam ayat atau surah dengan
realitas lainnya. Seperti saat memahami sejarah suatu
bangsa, apa yang sesungguhnya merupakan faktor esensial
29
30. kebangkitan atau kehancuran suatu bangsa. Demikian
halnya dengan cara memahami masyarakat muslim saat ini,
jika dibandingkan dengan masyarakat muslim di masa
Rasulullah, shallallahu ’alaihi wa sallam, para shahabat atau
khulafa’ur rasyidin (para khalifah dan negarawan yang
mendapat petunjuk Allah).
• Paradigmatik (Merumuskan sejumlah
paradigma (cara pandang) aktual dari setiap topik dan tema
sebagai kerangka membangun teori, konsep dan pisau
analisis terhadap permasalahan yang berkembang )
Pendekatan ini bertujuan untuk merumuskan sebuah
paradigma. Apa yang dimaksud dengan "paradigma" di sini
adalah seperti yang dipahami oleh Thomas Kuhn bahwa
pada dasarnya realitas sosial itu dikonstruksi oleh mode of
thought (model pemikiran) atau mode of inquiry (model
penyelidikan) tertentu, yang pada gilirannya akan
menghasilkan mode of knowing (model atau cara mengetahui)
tertentu pula. Immanuel Kant, misalnya menganggap
"cara-mengetahui" itu sebagai apa yang disebut skema
konseptual; Marx menamakannya sebagai ideologi; dan
Wittgenstein melihatnya sebagai cagar bahasa.
Dalam pengertian ini, menurut Kuntowijoyo, paradigma
Al-Quran berarti suatu konstruksi pengetahuan yang
memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Al-
Quran memahaminya. Konstruksi pengetahuan itu
dibangun oleh Al-Quran pertama-tama dengan tujuan
agar kita memiliki "hikmah" yang atas dasar itu dapat
dibentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai normatif
Al-Quran, baik pada level moral maupun sosial
30
31. • Empirik (Mengaktualisasikan cara
pandang (paradigma) qur’ani terhadap permasalahan
kontemporer yang lebih ril, empirik dan nyata sesuai pesan
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin ).
Pendekatan ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap
tuntutan sekelompok kalangan intelektual yang cenderung
melihat Islam sebagai konsep langitan atau kurang
membumi. Padahal Islam dan al-Qur’an sebagai sumber
utamanya merupakan kitab petunjuk manusia di bumi.
Permasalahannya adalah terletak pada kemampuan
membahasakan sebagian konsep atau kata, karena memang
tidak seluruhnya, dalam suatu ayat atau surah dengan bahasa
yang lebih menyentuh dan tersentuh dalam kehidupan
keseharian.
Al-Qur’an sendiri sering mengajak para pembacanya
mengamati hal-hal empirik seperti pengamatan (observasi)
terhadap bumi, langit, gunung, atau binatang seperti onta.
Perbedaaanya dengan pendekatan filsafat adalah terletak
pada cara mengambil kesimpulan atau pelajaran. Dalam
paradigma qur’an, fakta empirik bukan standar untuk
mengukur kebenaran, tetapi untuk mengamati hasil yang
disebabkan oleh sebuah nilai, prinsip atau keyakinan yang
melatarbelakanginya. Atau sebaliknya, yaitu untuk melihat
pengaruh empirik terhadap nilai, sikap dan keyakinan
seseorang.
31
32. Pendekatan Metodologi Tadabbur
☻ Integratif (Memahami struktur
pemahaman integral secara korelatif
antara ayat atau surah)
☻ Tematik (Menemukan dan
merumuskan topik dan tema utama
setiap pembahasan dalam setiap
ayat, surah atau juz ).
☻ Komparatif (Memformulasikan
setiap tema dan topik melalui analisa
perbandingan dengan ilmu
pengetahuan kontemporer ).
☻ Paradigmatik (Merumuskan
sejumlah paradigma aktual dari
setiap topik dan tema sebagai
kerangka membangun teori, konsep
dan pisau analisis terhadap
permasalahan yang berkembang )
☻ Empirik (Mengaktualisasikan cara
pandang (paradigma) qur’ani
terhadap permasalahan kontemporer
yang lebih ril, empirik dan nyata
sesuai pesan Islam sebagai rahmatan
lil ‘alamin ).
32
33. Penjelasan:
Pemahaman merupakan faktor yang sangat ditekankan dalam
tadabbur. Dalam pemahaman suatu ayat atau surah hendaknya
diperhatikan aspek munasaban (hubungan atau korelasi) antara
konsep dengan konsep, teori dengan teori, atau kata dengan
kata sesuai dengan maudlu’at (tema-tema) yang diangkat.
Selanjutnya tema-tema tersebut juga dihubungkan dengan tema-
tema, konsep-konsep, atau konstruk teori ang sama atau yang
terkait dalam ayat, surah, sunnah (Hadits Rasulullah,
shallallahu ’alaihi wa sallam) lainnya dan juga waqi’ (realitas) yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari). Di antara tema-tema
atau konsep dan teori yang sering dijumpai adalah i’tiqadiah
(keyakinan atau ideologi), fikriah (pemikiran), ruhiah
(spiritualitas atau korohanian), khuluqiah (moralitas atau
akhlaq), a’iliah (keluarga), ijtima’iah (sosial), iqtishadiah
(ekonomi), siasiah (politik), tarbawiah (pendidikan) dan
’askariah (militer dan jihad).
Sistematika Tadabbur:
Tadabbur yang disajikan dalam buku ini menggunakan
sistematika sebagai berikut:
Skema Metodologi Tadabbur
Pemahaman
Ayat
Surah
Maudlu’at
(Tema-tema)
Munasabah
(Hubungan)
Ayat
Surah
Sunnah
Waqi
(Realita)
•I’Tiqadiah (Keyakinan)
•Fikriah (Pemikiran)
•Ruhiah (Kerohanian)
•Khuluqiah (Akhlaq)
•A’iliah(Keluarga)
•Ijtima’iah (Sosial)
•Iqtishodiah (Ekonomi)
•Siasiah (Politik)
•Tarbawiah (Pendidikan)
•‘Askariah (Militer)
33
34. A. Terjemahan:
Terjemahan merupakan kerangka pemahaman yang sangat
global dari suatu kata, ayat, atau surah dari al-Qur’an. Dengan
terjemahan ini pembaca dapat memahami kerangka utama yang
dimaksudkan dengan firman Allah tersebut. Terjemahan
sebenarnya merupakan tafsir (interpretasi) yang paling
sederhana dari al-Qur’an. Karena sesungguhnya tidak ada
terjemahan kata demi kata. Jika hal itu dilakukan maka akan
membiaskan arti yang sesungguhnya dimaksudkan sebuah kata
dalam al-Qur’an.
Seperti bias kata al-Islaam (dalam QS. 3:19) yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata
penyerahan diri. Yang dimaksud dengan al-Islaam dalam ayat
tersebut adalah Islam sebagai terminologi (nama) agama. Islam
memang merupakan agama yang menekankan penyerahan diri
seseorang kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-
Nya. Tetapi tidak setiap bentuk penyerahan diri apalagi kepada
selain Allah dapat dikategorikan sebagai orang beragama Islam.
Maka terjemahan ayat terbebut adalah: ”Sesungguhnya agama di
sisi Allah itu adalah al-Islaam.” Tidak perlu diterjemahkan dengan
kalimat : ”Sesungguhnya agama di sisi Allah itu adalah
penyerahan diri.
B. Kandungan:
Kandungan yang dimaksudkan adalah proses kategorisasi atau
pengelompokan pokok bahasan setiap ayat atau kata ke dalam
tema-tema atau konsep-konsep, bahkan berupa konstruk teori
seperti yang dikemukakan dalam metodologi tadabbur.
Misalkan ayat pertama surah al-Fatihah yang artinya ”Dengan
nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
dikategorikan ke dalam tema atau konsep aqidah. Demikian
dengan ayat ke duanya yaitu ”Segala puji milik Allah Tuhan (Rabb)
semesta Allah”, dikategorikan ke dalam konstruk teori aqidah
34
35. yang sangat mendasar yaitu pengakuan kepada milkiah (hak
milik) dan mulkiah (kerajaan) Allah atas alam semesta ini.
C. Waktu dan sebab turun:
Waktu dan sebab turun suatu ayat atau surah, juga disinggung
untuk memberikan kerangka kontekstual atau latar belakang
diturunkannya ayat atau surah tersebut. Tetapi tidak setiap ayat
atau surah diturunkan dengan suatu sebab tertentu. Pemahaman
kontekstual yang terpadu dengan pernyataan tekstual adalah
cara yang sangat diperlukan dalam memahami al-Qur’an.
Dengan demikian pesan-pesan al-Qur’an akan selalu tetap
aktual dan mampu mengantisipasi perkembangan dan dinamika
kehidupan manusia di setiang ruang (tempat) dan waktu
(zaman). Cara ini akan menghindarkan siapa pun yang mencoba
memahami al-Qur’an dari jebakan pemahaman secara ”ekstirm
tekstual” yang terkesan kaku atau ”ekstrim kontekstual” yang
bisa menimbulkan bias.
D. Tadabbur:
Tadabbur adalah proses selanjutnya yang menjadi inti
pembahasan. Tadabbur pada langkah ini dimaksudkan untuk
mengajak pembaca terlibat bersama-sama memikirkan,
memahami, merenungkan dan mempelajari kata demi kata,
konsep demi konsep, ayat demi ayat, dengan cara berulang-
ulang mengikuti pendekatan dan saran-saran yang telah
dikemukakan di atas.
1. Paradigma, Perspektif dan Gagasan:
Tesis untuk mengembangkan gagasan mengenai niscayanya
perumusan teori -dalam hal ini teori sosial — yang
didasarkan kepada Al-Quran, menurut Kuntowijoyo,
pertama-tama adalah bahwa kita perlu memahami Al-Quran
sebagai paradigma.
35
36. Tetapi rupanya, konstruksi pengetahuan itu juga
memungkinkan kita merumuskan desain besar mengenai
sistem Islam, termasuk dalam hal sisten ilmu
pengetahuannya. Jadi, di samping memberikan gambaran
aksiologis, paradigma Al-Quran juga dapat berfungsi untuk
memberikan wawasan epistemologis. ...Fungsi paradigma
Al-Quran pada dasarnya adalah untuk membangun
perspektif Al-Quran dalam rangka memahami realitas. (Dr.
Kuntowidjoyo, Paradigma Islam, Interaksi untuk Aksi,
halaman 327)
2. Analisa Kandungan:
Langkah ini dimaksudkan untuk mengajak pembaca terlibat
secara aktif dan bersama-sama menganalisa dan mengurai
ayat demi ayat. Dengan cara mengkonsentrasikan
pemikiran, perasaan dan seluruh perhatian pada setiap tema
dan pokok bahasan. Beri kesempatan sejenak kepada akal
pikiran dan hati nurani untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari, dan usahakan untuk menghayati dan
merasakan setiap pesan dan firman Allah seakan-akan
ditujukan untuk diri anda sendiri, bukan untuk orang lain.
Nikmati setiap sentuhan kalimat dan suara yang dilantunkan
saat membacanya.
Bukalah pikiran dan hati seluas-luasnya untuk menerima
curahan ni’mat dan rahmat Allah saat tadabbur ini. Terakhir
konsentrasikan seluruh pikiran dan perasaan untuk menyatu
dalam do’a seraya memohon bimbingan, petunjuk dan
taufiq-Nya agar selalu menjaga pesan-pesan setiap kalimat
dan ayat yang dibaca dalam aktifitas sehari-hari. Bacalah
do’a:
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah
Engkau memberikan petunjuk kepada kami, dan anugerahkan
36
37. kepada kami rahmat (kasih sayang) dari sisi-Mu, sesungguhnya
Engkau Maha Pemberi”.
3. Rumusan Bagan dan Kesimpulan
Untuk membantu mengingat kandungan dan pokok-pokok
pikiran yang terdapat dalam setiap surah atau suatu ayat,
pada bagian akhir tadabbur ini dirumuskan dan disimpulkan
tema-tema penting dalam bentuk suatu bagan atau skema.
Dengan demikian pembaca diharapkan tetap dapat menjaga
dan memelihara struktur pemakahaman yang sistematis dan
bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Sehingga perilaku
kita selalu dikontrol dengan paradigma qur’ani yang lebih
menjanjikan masa depan hidup cemerlang dan suci dengan
kepribadian dan peradabannya yang agung.
37
38. The Grand Design of
Muslim Visioner
(Membangun dan Mengembangkan
Visi Seorang Muslim dalam Perspektif
Surah al-Fatihah)
Surah al-Fatihah
E. Terjemahan
F. Kandungan
G. Waktu dan Sebab Turun
H. Tadabbur:
• Perspektif dan Gagasan
• Analisa Kandungan
• Paradigma Qur’ani
• Rumusan Bagan dan Kesimpulan
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-
orang yang mempunyai fikiran.
(Surah: 38. Shaad: 29 diturunkan di: Makkah)
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an
untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil
pelajaran.”
(Al-Qomar:17)
38
39. Visi diri adalah seperti apakah
penampilan diri di masa depan. Visi
merupakan representasi dari keyakinan
bagaimanakah seharusnya diri itu di
masa depan dalam pandangan orang-
orang yang terkait (Orang tua,
masyarakat, organisasi dan lingkungan),
langsung atau tidak, terhadap
kepribadian diri anda.
Misi diri adalah konsep keseluruhan diri.
Dibandingkan dengan visi, misi lebih
komprehensif.
Hal-hal yang tercakup dalam misi:
1. Konsep diri
2. Sifat pengembangan diri
3. Alasan keberadaan pribadi
4. Pihak-pihak yang dilayani
5. Prinsip dan nilai yang dijadikan
pegangan saat kita menjalankan diri.
39
40. • Surah al-Fatihah sangat diperlukan
untuk membangun, mempertajam dan
memperkokoh keimanan sebagai
sumber pembentukan visi dan misi
dalam menyelamatkan kehidupan
• Surah ini adalah “The Grand
Design”, rancangan dan pola besar,
untuk membangun sebuah peradaban
manusia yang baru.
40
41. Keagungan surah al-Fatihah:
• Pilihan yang mewakili seluruh al-
Qur’an untuk dibaca setiap hari
minimal 17 kali
• Surah yang paling agung di dalam
al-Qur’an
• Ummul Kitab ( yang artinya: Induk
al-Kitab atau al-Qur’an) adalah nama
yang merepresentasikan seluruh inti
ajaran Islam yang terkandung dalam
al-Qur’an
• al-Fatihah (yang artinya pembuka)
adalah nama yang menggambarkan
dan mempelopori sistematika
penyusunan cukup modern dan baru
dikenal dalam sistem pembuatan
konstitusi.
• Al-Fatihah (pembuka)
dapat menjadi filosofi pembuka
berbagai aspek kehidupan manusia;
wawasan yang dangkal, jiwa dan
spiritualitas yang sesak dan lelah, visi
dan misi hidup yang sempit dan
sebagainya.
• Sepuluh (10) Rumusan isi
dan kandungan al-Fatihah, adalah
induk dan pokok-pokok pemikiran
41
42. ajaran Islam, yang secara global terdiri
dari aqidah dan sayari’ah.
• Pendidikan qur’ani
mengoptimasikan kecerdasan yang
integral dan integratif (terpadu);
antara kecerdasan intelektual (IQ)
dengan metode fikirnya, kecerdasan
spiritual (atau kecerdasan emosi,
Emotional Intelligence-EQ) dengan
metode zikirnya dan kecerdasan pisik
atau moral dengan metode amal
sholehnya.
• Gagasan besar (The grand
Idea) surah ini menawarkan konsep
universal dan holistik bagi
pengembangan diri, kepribadian, visi
dan misi seorang manusia dan
peradaban masyarakatnya.
• Sadar, karena sesungguhnya tidak
ada upaya dan kekuatan kecuali oleh-
Nya “Laa haula wa laa quwwata illaa
bil-Laah”.
• Kebersamaan (ma’iyyah) Allah jauh
lebih berarti dari kesertaan seorang
manusia, kawan atau pengawas.
Kebersamaan-Nya adalah anugerah
dan ni’mat bagi kita, saat itulah kita
42
43. dapat berkomunikasi dan berkonsultasi
dengan-Nya lewat dzikr, aspek yang
senantiasa perlu kita tingkatkan
karena inilah bagian dari kecerdasan
seorang mu’min. Ya’ni kecerdasan
emosi (emotional intelligence).
• Tidak sepantasnya kita “suu-udz
dzann (berburuk sangka, negative
thinking)” kepada-Nya. Karena
ternyata semua (Islam) itu semata-
mata merupakan kasih dan sayang-
Nya kepada ummat manusia,
“rahmatan lil-‘aalamiin”.
• Pengalaman ruhani ini begitu
penting dalam proses membentuk diri
dan jiwa ikhlash. Pikiran dan perasaan
kita dibimbing oleh-Nya agar cita-cita
dan harapan akan imbalan
(kompensasi) itu terpusat pada-Nya.
• Tiada aturan yang paling tepat,
benar dan pas selain aturan Maha
Pencipta yang Maha Tahu akan seluruh
aspek ciptaan-Nya.
• Kasih dan sayang-Nya tidak pernah
sirna atau terhenti diberikan dan
dianugerahkan, sebesar apapun dosa
manusia.
43
44. • Berbagai pintu kesempatan dan
peluang memperbaiki diri dan taubat
dibuka demikian luas dan banyak.
• Pengalaman aqidah ketiga ini pun
segera menyadarkan kita pada hakikat
penciptaan manusia. Sebahagian besar
manusia mengira bahwa mereka
diciptakan dengan berbagai fasilitas
rahmat dan ni’mat-Nya sia-sia tanpa
pertanggungan jawab.
• Ayat ini membangun kesadaran
aqidah selanjutnya dalam proses
pembentukan cara pandang, misi dan
visi kita dalam kehidupan. Mengubah
wacana dan kepribadian kita dengan
integritas diri yang kokoh dan kuat
sesuai dengan visi dan misi hidup yang
jauh ke depan melampaui batas
kehidupan duniawi yang sesaat
menuju kehidupan ukhrawi yang serba
pasti dan abadi.
• Sadar bahwa seluruh tindakan dan
perbuatan akan mendapat balasan;
baik atau buruk membuat kita selalu
memiliki pertimbangan yang matang
dalam mengambil keputusan.
44
45. Kesadaran ini demikian penting untuk
mengontrol kualitas diri kita
• Dalam cara pandang Islam, seluruh
perbuatan dan aktifitas manusia
adalah ‘ibadah. Perkataan dan
pebuatan, baik akal dengan
berpikirnya, hati dengan perasaan dan
keyakinannya, dan pisik (jasad)
dengan prilakunya, adalah ‘ibadah
manakala dilakukan dalam kerangka
tha’ah kepada Allah.
• Demikian besar dan luas aspek-
aspek ‘ibadah ini, mengaharuskan kita
untuk selalu memohon pertolongan
kepada Allah, satu-satunya yang Maha
berkemampuan mewujudkan apa saja
yang diminta manusia.
• Pertolangan yang paling berarti bagi
manusia adalah petunjuk, guidance-
Nya. Ibarat peta kehidupan yang
sangat diperlukan bagi seseorang yang
tengah menempuh perjalanan jauh ke
wilayah dan tempat yang sama sekali
baru diinjaknya. Itulah perjalanan
hidup manusia di dunia.
• Jalan lurus yang selalu menjadi
pilihan orang-orang terbaik, dari
45
46. kalangan para Nabi dan Rasul, orang-
orang sholih, syuhada (para syahid di
jalan Allah) dan shiddiqin (orang-orang
jujur).
• Pengalaman sejarah ini menasehati
kita agar konsisten “istiqamah” dalam
menempuh perjalanan hidup sesuai
dengan jalan lurus yang digariskan
Pencipta Yang Maha Bijak. Dia
senantiasa mengingatkan kita, minimal
sehari tujuh belas kali dalam tujuh
belas rakaat sholat lima waktu ini,
untuk selalu berada di titik sadar agar
tidak tersesat atau disesatkan orang
lain.
• Nilai universal sejarah inilah yang
perlu diingat, jangat mengganggu,
membahayakan, merugikan dan
menyesatkan orang lain (seperti
Yahudi yang dimurkai Allah) dan
jangan mau atau tidak sadar
diganggu, dibahayakan dan disesatkan
orang lain.
46
48. Surah: 1. Al-Fatihah
Diturunkan di Makkah
A. Terjemahan:
1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai di Hari Pembalasan
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan.
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
B. Kandungan:
Surah ini mengandung rumusan induk dan pokok-pokok
pemikiran dan ajaran Islam (Ushulud Din) yang merumuskan
seluruh muatan inti tujuan-tujuan esensial ajaran Islam dalam al-
Qur’an, yaitu:
1. Aqidah,
2. ‘Ibadah,
3. Tasyri’ (perundang-undangan syari’ah),
4. Iman kepada hari akhir,
5. Iman kepada nama-nama Allah yang terbaik (Al-
Asmaa’ul Husnaa),
6. Meng-esa-kan-Nya dalam ber’ibadah, isti’anah (memohon
pertolongan), dan do’a.
48
49. 7. Permohonan hidayah ke jalan yang benar dan lurus
(konsisten),
8. Permohonan agar selalu teguh atas keimanan dan
konsisten menempuh jalan para Nabi dan Rasul, orang-
orang shaleh, orang-orang jujur (shiddiqin), dan para syahid
(syuhada).
9. Menjauhi sikap dan jalan yang ditempuh orang-orang
yang dimurkai Allah (Yahudi) dan orang-orang sesat
(Nashrani),
10. Sejarah tentang kisah orang-orang terdahulu.
C. Waktu dan sebab turun:
Surah ini merupakan surah yang pertama turun secara
sempurna sebagai satu surah. Diturunkan di Makkan sebelum
Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah.
Melihat waktu dan tempat turunnya, surah ini sangat diperlukan
ummat Islam dalam membangun, mempertajam dan
memperkokoh keimanan sebagai sumber pembentukan visi dan
misinya dalam menyelamatkan kehidupan. Tidak berlebihan
jika kita melihatnya sebagai “The Grand Design” rancangan dan
pola besar untuk membangun sebuah peradaban manusia yang
baru.
D. Tadabbur:
1. Perspektif dan Gagasan:
1. Demikian agung surah ini, sebagai bukti keagungannya
antara lain:
• Surah ini menjadi pilihan yang mewakili seluruh
al-Qur’an untuk dibaca setiap hari minimal 17 kali di
setiap rakaat shalat, sekaligus menjadi salah satu
49
50. rukunnya. Pemilihan ini dapat dipahami dan
dimengerti jika kita memahami dan mengerti
kandungannya.
• Abu Sa’id Rafi’ bin Mu’alla berkata: Rasulullah,
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda kepadaku:
“Tidakkah Aku ajarkan kepadamu satu surah yang
paling agung di dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar
dari Mesjid?”, lalu beliau mengambil kedua tanganku,
maka ketika kami hendak keluar, Aku berkata: Wahai
Rasulullah sesungguhnya Engkau bersabda: Sungguh
akan Aku ajarkan kepadamu surah yang paling agung
dalam al-Qur’an? Beliau menjawab: “Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam (yakni al-Fatihah), yaitu
tujuh (ayat) yang diulang-ulang dan al-Qur’anul ‘adzim
yang telah dianugrahkan kepadaku”. (Hadits riwayat
Bukhari).
• Diantara nama surah ini adalah Ummul Kitab
( yang artinya: Induk al-Kitab atau al-Qur’an). Nama
ini merepresentasikan dan memuat seluruh inti ajaran
Islam yang terkandung dalam al-Qur’an. Sehingga
cukup beralasan jika manusia dapat dan harus
mengingatnya sebanyak 17 kali. Ini diperlukan sebagai
kontrol kualitas dirinya yang sangat rentan dengan
berbagai penyimpangan dan deviasi. Khususnya
orientasi hidup yang sering berada di persimpangan
jalan akibat kuatnya pengaruh kepentingan hidup
duniawi yang pragmatis dan hedonis.
• Nama yang sudah dikenal luas adalah al-Fatihah
(yang artinya pembuka). Nama ini menggambarkan
bahwa sekalipun al-Qur’an bukan merupakan Kitab
Undang-Undang atau konstitusi, tetapi ia memiliki
50
51. dan mepelopori sistematika penyusunan yang cukup
modern dan baru dikenal dalam sistem pembuatan
konstitusi. Surah al-Fatihah adalah preambule dari
keseluruhan batang tubuh al-Qur’an yang cukup
terinci.
2. Ditinjau dari muatan dan isinya, nama ini (al-Fatihah
atau pembuka) dapat menjadi inspirasi ”pembuka”
berbagai aspek kehidupan manusia. Pembuka wawasan
yang sempit, misalkan wawasan yang duniawi oriented
dibuka seluas-luasnya agar juga mengakui dan memiliki
wawasan ukhrawi oriented yang jauh lebih menjanjikan.
Pembuka jiwa dan spiritualitas yang sesak dengan
berbagai kesempitan visi dan misi hidup; kemiskinan,
kezaliman dan konflik sosial akibat persaingan
kepentingan, ke arah jiwa yang lapang, dewasa dan
dapat menikmati hidup karena visi dan misi hidupnya
yang lebih jauh dan lebih luas. Keluasan visi, misi dan
orientasi ini sangat berarti bagi seorang manusia. Karena
seringkali suatu masalah, seperti kemiskinan menjadi
benar-benar bermasalah ketika wawasan dan jiwa serta
emosi (spiritualitas)-nya sempit. Akhirnya ia tidak
mampu mengubah masalah tersebut ke suasana dan
nuansa hidup yang lebih prospektif, produktif, ni’mat
dan indah. (Lihat QS. 26 asy-Syu’ara 61-68, ketika nabi
Musa, ‘alaihis salaam, didesak kaumnya untuk mencari
solusi saat hampir terkejar Fir’aun dan pasukannya).
3. Sepuluh (10) Rumusan isi dan kandungan di atas, adalah
induk dan pokok-pokok pemikiran dan ajaran Islam,
yang secara global terdiri dari aqidah dan sayari’ah.
(Lihat bagan struktur bangunan Islam). Kesepuluh
rumusan ini menjadi sangat signifikan (berarti) dan
begitu penting sekali dipahami, diingat bahkan
diingatkan dalam setiap saat dan kesempatan. Karena
51
52. manusia sebagai makhluq yang memiliki watak pelupa
dan cepat berubah terutama mengenai permasalahan
hidup yang tujuan dan hasilnya tidak langsung dirasakan
atau dipetik dalam waktu cepat, pragmatis dan hedonis.
Seperti aktifitas yang berorientasi ukhrawi di antaranya
shabar dan shalat. Kedua aktifitas ini sangat abstrak dan
cenderung sulit dirasakan hasil dan mafaatnya dalam
waktu cepat. Berbeda dengan pekerjaan yang
berorientasi duniawi yang lebih pragmatis (langsung
terasa, dapat disentuh dengan panca indera dan dapat
dini’mati secara cepat) seperti seorang karyawan yang
bekerja di sebuah perusahaan, sekalipun harus
mengorbankan waktunya delapan jam sehari dan
minimal lima hari setiap pekan, ia rela melakukannya
dengan penuh motivasi karena kompensasi
(imbalan)nya bisa langsung dini’mati di akhir bulan.
Konflik dua kepentingan ini (ukhrawi dan duniawi)
sering memunculkan dilemma (kesulitan memilih) bagi
seorang muslim.
4. Konsep surah al-Fatihah dengan sepuluh rumusan
induknya menawarkan dan sekaligus membuka
wawasan baru. Surah ini memberikan formula untuk
menjembatani dua kepentingan yang sering berbenturan
tersebut. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika
manusia cukup cerdas memahami, mendudukakkan dan
menyikapi setiap permasalahan masing-masing. Di sini
pendidikan qur’ani menawarkan untuk mengoptimalkan
kecerdasan secara integral dan integrated (terpadu);
antara kecerdasan intelektual dengan metode fikirnya,
kecerdasan spiritual (atau kecerdasan emosi, Emotional
Intelligence) dengan metode zikirnya dan kecerdasan pisik
dengan metode amal sholehnya.
52
53. 5. Atas dasar persepektif dan paradigma di atas, dapat
disimpulkan bahwa surah ini memuat gagasan dan
desain besar (Grand Design) yang sangat diperlukan
manusia dalam upaya menunaikan tugasnya sebagai
hamba Allah dan perannnya sebagai khalifah; pengelola,
penata dan manajer dunia (bumi). Gagasan besar (The
grand Idea) surah ini menawarkan konsep universal dan
holistik bagi pengembangan diri, kepribadian, visi dan
misi seorang manusia dan peradaban masyarakatnya.
Berbagai landasan dirumuskannya demikian singkat dan
padat. Hal ini sangat berguna untuk selalu diingat
dengan mudah dalam proses mengontrol kualitas hidup
seorang muslim dalam proses pembentukan integritas
kepribadiannya yang kokoh. Tidak bias atau terjebak
oleh berbagai fenomena hidup yang terkesan lebih
menjanjikan dan sering begitu kuat mempengaruhi arah
atau orientasi hidup. Dari yang seharusnya, sesugguhnya
dan sebenarnya mesti ditempuh karena serba abadi dan
pasti (ukhrawi), berubah arah dan tersesat menempuh
jalan yang serba sementara dan tidak pasti (duniawi).
2. Analisa Kandungan:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. (Ayat 1).
Suatu permulaan yang sangat indah, untuk memulai setiap
aktifitas dengan ucapan dan ungkapan “basmalah
(Bismillaahirrahmanirrahim)” . Ayat yang menyentuh dasar
kesadaran, agar mengembalikan segala usaha dan
kemampuan yang dimiliki dalam setiap kegiatan manusia
kepada Allah. Sadar, karena sesungguhnya tidak ada upaya
dan kekuatan kecuali oleh-Nya “Laa haula wa laa quwwata
illaa bil-Laah”.
53
54. Ungkapan ini merupakan pendidikan (tarbiah dan ta’dib)
Allah yang pertama dibaca seorang mu’min dalam al-Qur’an.
Suatu pernyataan aqidah yang kerap harus menyertai setiap
detik kehidupan. Sekaligus pengalaman yang luar biasa
menarik dan indah dalam menata berbagai aspek yang
memerlukan inspirasi dan bimbingan Allah Yang Maha
ber’ilmu dan Maha mengawasi setiap kegiatan hidup.
Kebersamaan (ma’iyyah) Allah jauh lebih berarti dari
kesertaan seorang manusia, kawan atau pengawas lain.
Kebersamaan-Nya adalah anugerah dan ni’mat bagi kita, saat
itulah kita dapat berkomunikasi dan berkonsultasi dengan-
Nya lewat dzikr dan fikr. Dua aspek yang senantiasa perlu
kita tingkatkan, karena inilah komponen dari tiga kecerdasan
seorang mu’min. Ya’ni kecerdasan spiritual (spiritual
intelligence), emosional (emotional intelligence), dan intelektual
(intellectual intelligence).
Dia adalah Allah yang Maha Pemurah “Ar-Rahmaan” dan
Maha Penyayang “Ar-Rahiim”. Dua sifat-Nya yang pertama
diangkat dan diperkenalkan kepada manusia dalam
membuka Kitab suci-Nya ini sangat berarti bagi
pembentukan persepsi, paradigma, dan cara pandang kita.
Tidak sepantasnya kita “suu-udz dzann (berburuk sangka atau
negative thinking)” kepada-Nya. Terutama saat memasuki ayat-
ayat berikut yang memuat perintah atau larangan yang bagi
sebagian orang terkesan menyulitkan dan memberatkan.
Karena ternyata semua (Islam) itu semata-mata merupakan
kasih dan sayang-Nya kepada ummat manusia, “rahmatan
lil-‘aalamiin”.
Saat kita menyadari sisi terpenting ini, maka semakin sadar
betapa sesungguhnya rahmat “kasih-sayang” Allah jauh
lebih luas, lebih banyak dan sangat dominan daripada
mushibah, “siksa”, atau kesulitan yang pernah ditimpakan-
Nya kepada kita. Kesempatan dan peluang memperbaiki dan
54
55. meningkatkan diri senantiasa terbuka, baik lewat taubat
(kembali kepa-Nya), dzikr atau do’a. Seraya dengan tulus
mengakui segala kesalahan, kekeliruan dan dosa di hadapan-
Nya, terutama saat kita shalat dan membaca ayat pertama ini.
Dengan pandangan dan kecerdasan nurani ini maka hanya
pujian dan syukur yang terucap dan terungkap dari mulut
kita selanjutnya. Al-Hamdu lil-Laahi Rabbil-‘aalamiin.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Ayat 2).
Hanya kalimat ini yang paling laik terucap dan paling tulus
tersimpan mulia dalam hati. Mengingat, tidak ada sedikitpun
yang terkesan cacat apalagi tercela dari setiap kebijakan;
perintah atau larangan maupun keputusan-Nya. Allah,
Rabb; Pencipta, Pengatur, Penata, dan Penguasa semesta
Yang maha Bijak. Sebagai Pencipta manusia, alam, dan
kehidupan, Dia Maha mengetahui dan mengerti betul
keinginan dan keperluan manusia. Seperti kata sebuah
aksioma Arab: “Sang Pencipta adalah Yang Maha
Mengetahui ciptaa-Nya”.
Yang Maha terpuji hanyalah Dia Yang Maha Berjasa,
Pencipta, Mengetahui dan Bijak, Rabb alam semesta. Tidak
laik seorangpun di antara kita menerima pujian apalagi
mengharapkannya, untuk sesuatu yang sebenarnya tidak
pernah kita perbuat kalau bukan karena anugerah-Nya.
Konsep aqidah kedua ini sangat berarti untuk kita ingat
minimalnya tujuh belas kali dalam putaran 24 jam, di setiap
raka’at shalat. Pengalaman ini juga demikian kita perlukan
untuk mengendalikan dan mengawasi diri (self control) dari
kemungkinan dan gejala kesombongan akibat sanjungan atau
pujian apalagi gila penghargaan.
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang
gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka
55
56. supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan
janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan
bagi mereka siksa yang pedih. kepunyaan Allah-lah kerajaan langit
dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu”. (Surah: 3.
Al.'Imran: 188-189, diturunkan di Madinah).
Pengalaman ruhani ini begitu penting dalam proses
membentuk diri dan jiwa yang ikhlash. Pikiran dan perasaan
kita dibimbing oleh-Nya agar cita-cita dan harapan akan
imbalan (kompensasi) itu terpusat pada-Nya. Karena Dia
Maha pasti janji-Nya, persoalannya hanya masalah waktu,
cepat atau lambat, yang juga tidak terlepas dari ke-Maha
Bijaksana-an-Nya. Sebagai Pencipta alam, kehidupan dan
manusia, Dia-lah Yang berhak mengatur seluruhnya. Pada
akhirnya, aqidah ini demikiran signifikan (sangat berarti)
bagi terbentuknya kesadaran kedua, yaitu sadar dan siap
hidup teratur, terarah dan tertata khususnya oleh Allah ‘Azza
wa Jalla. Tiada aturan yang paling tepat, benar, dan pas selain
aturan Maha Pencipta yang Maha Tahu akan seluruh aspek
ciptaan-Nya. Seluruh aturan itu dapat kita pahami dalam
setiap kehendak-Nya, baik sebagai qadla dan qadar-Nya,
sunnah atau hukum-Nya di alam semesta (hukum alam),
maupun hukum dan aturan-Nya dalam Syari’ah seperti yang
terpetakan dalam setiap kitab suci-Nya.
56
57. Penjelasan:
Kehendah Allah (Iradah dan Masyiah Allah) bisa berbentuk;
• Pertama, qadla dan qadar (keputusan dan ketetan) Allah
terhadap kita, tanpa sedikitpun campur tangan manusia
di dalamnya seperti seseorang diputuskan menjadi laki-
laki atau perempuan. Untuk menyikapinya manusia
dituntut cerdas untuk menyingkap hikmah dan rahasia
terbaik di balik kebijaksanaan Allah ini. Hikmah adalah
hasil manfaat atau kemashlahatan, berupa pengetahuan
berdasarkan pengalaman yang dipetik seseorang dari suatu
perbuatan. Maka hikmah adalah kebaikan terbanyak yang
dianugerahkan Allah kepada manusia (QS.2 al-Baqarah,
269).
• Ke dua, dapat berupa sunnah-sunnah Allah (hukum
alam yang ditetapkan dan diputuskan Allah) seperti
keputusan Allah untuk menjadikan api panas dan besi
memuai jika dipanaskan, siapa berbuat dan giat maka ia
akan dapat, siapa berobat maka ia akan sehat. Manusia
dituntut menguji coba pengalaman ini (tajribah atau
eksperimen dan khibrah atau pengalaman) untuk
memanfaatkannya dalam upaya memahami kehendaknya.
Kehendak
Allah
Qadla Qadar Allah
Keputusan / Kehendak
Allah atas Manusia
Sunnah-Sunnah Allah
Hukum / Kehendak
Allah di Alam
Syari'ah Allah Hukum /
Kehendak Allah Dalam
Islam
Hikmah
Tajribah /
Eksperimen
Khibrah /
Pengalaman
Tha'ah /
Keta'atan
57
58. Dengan bantuan sains dan teknologi manusia akhirnya
mampuh memahami kehendak Allah tersebut.
• Ke tiga, berupa syari’ah (keputusan dan ketentuan atau
hukum) Allah dalam agama-Nya (Islam), seperti hukum
halal dan haram makanan dan perbuatan, wajib dan
sunnah shalat. Manusia dituntut untuk mentaati (tha’ah)
kepada setiap kehendak Allah dalam syari’ah-Nya.
Dengan keta’atan ini ia dapat memahami rahasia dan
manfaat setiap ketetapan Allah bagi dirinya yang
demikian bijak dan adil.
Seluruh kesadaran diri yang penuh dengan kepuasan ruhani
ini selanjutnya kembali mengingatkan bahwa semua itu
karena semata kasih-sayang Allah Yang Maha Ar-Rahmaan
dan Ar-Rahiim.
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Ayat 3).
Kasih dan sayang-Nya tidak pernah sirna atau terhenti
diberikan dan dianugerahkan, sebesar apapun dosa manusia.
Sekalipun dosa itu telah tertumpuk mencapai puncak langit.
Berbagai pintu kesempatan dan peluang memperbaiki diri
dan taubat dibuka demikian luas dan banyak. Sampai ruh
manusia mencapai tenggorokannya saat menjelang kematian
tiba. Seluruh kasih dan sayang-Nya menyentuh berbagai
aspek kehidupan kita. Hanya tinggal kecerdasan kita yang
menyadari kenyataan ini, apakah sempat terenungkan dan
menangkapnya sebagai kenikmatan ataukah tidak.
Dua sifat dan jati diri Allah ini kembali diulang dalam surah
al-Fatihah, untuk membuka kedewasaan kita dalam berpikir
dan bertindak. Di saat seluruh keni’matan selalu
mendominasi dan jauh lebih banyak sesungguhnya kita
58
59. rasakan dan ni’mati, maka tiada kata yang pantas melekat
pada diri Allah kecuali Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim ini.
Namun pengalaman aqidah ketiga ini pun segera
menyadarkan kita pada hakikat penciptaan manusia.
Sebahagian besar manusia mengira bahwa mereka diciptakan
dengan berbagai fasilitas rahmat dan ni’mat-Nya begitu saja
tanpa pertanggung jawaban. Demikian pula kita sering lupa
bahwa seorang mu’min pun tidak pernah dibiarkan mengira
dan menduga mereka berkata “kami telah beriman”
sementara mereka belum diuji. Akibat dugaan ini,
keni’matan dan rahmat-Nya tersia-siakan tanpa manfaat dan
produktivitas sekalipun untuk dirinya apalagi lingkungannya.
Pada akhirnya keni’matan itu dibelanjakan secara tidak
bertanggung jawab terhadap efek dan pengaruhnya yang
terjadi dalam kehidupan.
Untuk mengantisipasi kemungkian munculnya dugaan
seperti ini, sekaligus meluruskan cara pandang manusia
tentang hidup dan fasilitas rahmat-Nya, maka ayat berikut
perlu terus diingat dan diulang-ulang. “Maaliki yaumid diin
(Raja di hari pembalasan)”. Seraya membangun kesadaran
berikutnya bahwa kompensasi (imbalan dan balasan) atas
aktifitas dan perbuatan manusia yang hakiki dan abadi
hanyalah kelak di akhirat. Apapun balasan; baik atau buruk
selama masih di dunia hanyalah fenomena dan sementara
saja, yang di dalamnya terkandung nilai terhadap begaimana
cara manusia menyikapinya, untuk mendapatkan balasan
kelak di akhirat.
Yang Maha menguasai di Hari Pembalasan. (Ayat 4).
Dia-lah, Allah satu-satunya Raja pembalasan, di hari yang
tiada balasan berarti dari siapapun yang selama ini kita
harapkan. Balasan, imbalan atau kompensasi adalah faktor
59
60. yang sangat kuat mempengarungi terbentuknya motivasi kita
dalam bertindak dan berbuat.
Ayat ini membangun kesadaran aqidah selanjutnya dalam
proses pembentukan cara pandang, misi dan visi kita dalam
kehidupan. Mengubah wacana dan kepribadian kita dengan
integritas diri yang kokoh dan kuat sesuai dengan misi dan
visi hidup yang jauh ke depan melalmpaui batas kehidupan
duniawi yang sesaat. Visi dan misi ini demikian penting dan
sangat berarti untuk merancang dan membangun niat
(motivasi) dalam setiap aktifitas. Tanpa visi dan misi yang
jelas atau hanya sesaat dan cara pandang pragmatis dan
hedonis dalam menilai dan mengharapkan hasil dari suatu
pekerjaan, maka aktivistas hanya akan mengantarkan hidup
kepada pencapaian kepuasaan atau kekecewaan yang juga
sesaat.
Penejelasan:
Iman kepada Allah sebagai sumber kebenaran informasi
tentang apa sebenarnya tujuan kita diciptakan dan hidup di
planet Bumi ini, mengantarkan kita kepada sebuah niat
yang memotivasi setiap amal perbuatan dan aktivitas kita.
Ikhlas
h
N i a t
Tujuan
Amal
Amal
Amal
I
M
A
N
ALLAH
Kompensasi
60
61. Tujuan dengan kompensasinya yang jelas dan terjamin
juga sangat mempengaruhi tingkat ke”ikhlas”an kita dalam
beramal.
Penjelasan:
Informasi dan informan (si pembawa berita) sangat kuat
mempengaruhi kemunculan kehendak dan keinginan
seseorang untuk melakukan amal, kerja, aktivitas dan
prilaku lainnya. Jika informasi bersumber dari manusia
maka visi dan misi hidup seseorang akan sangat dipengaruhi
oleh kompensasi yang ditawarkan dan dijanjikannya.
Selanjutnya visi dan misi inilah yang menjadi dasar
terbentuknya motivasi (niat) untuk melakukakn sesuatu.
Apa? (Informasi)
Siapa? (Informan)
Motivasi
Amal
Kerja
Aktivitas
Tindakan
Prilaku
Perbuatan
Kehendak
Keinginan
Visi
Misi KompensasiManusia
ALLA
H
Niat
Maksu
d
Tujuan
Cita-cita
IMA
N
Visi
Misi
61
62. Demikian pula ketika Allah yang menjadi dasar
terbentuknya visi dan misi seseorang sebagai hasil
pemahaman dan interaksinya dengan ke”iman”an yang
benar, terutama akan tujuan hakiki dari kehidupan dengan
seluruh kompensasi (imbalan) yang dicita-citakannya, akan
membentuk suatu niat (motivasi) dan maksud yang kuat
dalam beramal.
Sadar bahwa seluruh tindakan dan perbuatan akan mendapat
balasan; baik atau buruk membuat kita selalu memiliki
pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.
Kesadaran ini demikian signifikan untuk mengontrol kualitas
diri kita. Suatu pengawasan melekat sesungguhnya dan
kendali yang luar biasa dalam menata kepribadian seseorang.
Saat itulah ia memohon bantuan Allah dalam ber’ibadah dan
mengatasi berbagai probelmatikanya. ”Iyyaaka na’budu wa
iyyaaka nasta’iin”.
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah kami meminta pertolongan. (Ayat 5).
Di sinilah puncak pengakuan kita kepada Allah sebagai
Tuhan yang Maha berhak di’ibadahi (disembah). Dalam
cara pandang Islam, seluruh perbuatan dan aktifitas
manusia adalah ‘ibadah. Perkataan dan pebuatan, baik akal
dengan berpikirnya, hati dengan perasaan dan keyakinannya, dan
pisik (jasad) dengan prilakunya, adalah ‘ibadah manakala
dilakukan dalam kerangka tha’ah kepada Allah.
Demikian luas, besar dan luasnya aspek-aspek ‘ibadah ini,
mengaharuskan kita untuk selalu memohon pertolongan
kepada Allah, satu-satunya yang Maha berkemampuan
mewujudkan apa saja yang diminta manusia. Namun Dia
juga satu-satunya Yang Maha mengetahui apa yang
bermanfaat dan merusak dari setiap rahasia dibalik apa
62
63. yang diminta. Maka logis dan rasional jika kita
menyerahkan keputusan akhir kepada kehendak-Nya.
Kita dituntut sadar dan seimbang dalam memahami
seluruh sifat-sifat Allah yang terbaik. Benar bahwa Dia
Maha berkuasa dan berkemampuan, namun kita juga
harus sadar akan ke-Maha-tahuan Allah dalam mengambil
keputusan yang terbaik bagi manusia terutama hamba-
Nya. Saat-saat seperti inilah selanjutnya Allah mendidik
kita agar selalu bermohon kepada-Nya. Terutama
petunjuk atas segala keputusan yang kita buat dan
aktivitas yang kita lakukan. ”Ihdinash shiraathal mustaqiim”.
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Ayat 6).
Pertolangan yang paling berarti (signifikan) bagi manusia
adalah petunjuk (guidance)-Nya. Ibarat peta kehidupan yang
sangat diperlukan bagi seseorang yang tengah menempuh
perjalanan jauh ke wilayah dan tempat yang samasekali baru
diinjaknya. Itulah perjalanan hidup manusia di dunia, setiap
detik dan langkah yang dimasukinya adalah baru. Sekalipun
terdapat sejumlah kemiripan dalam bentuk dan tujuan
perbuatannya sehari-hari, namun sebenarnya ia memasuki
kehidupan yang baru. Aktivitas dari mulai bangun tidur,
mandi, sarapan pagi, kerja, dan tidur adalah aktivitas rutin
setiap hari yang selalu mirip. Namun sekali lagi
sesungguhnya setiap detik semua itu adalah pengalaman baru
dengan nilai yang senantiasa baru dan dinamis.
Inilah barangkali ma’na hadits Rasulullah saw, “barangsiapa
yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia beruntung”.
Petunjuk seperti peta merupakan bekal utama suatu
perjalanan demi menjaga si pejalan kaki dari segala bentuk
kesesatan dan akhirnya mencapai tujuan. Itulah jalan yang
lurus, konsisten, dan mustaqim (lurus) yang menuntut
istiqamah atau konsistensi para pemakainya, jalan yang
63
64. mengantarkan anda kepada tujuan sebenarnya dari
perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan ini dengan
hasil yang memuaskan.
Peta perjalanan nampaknya tidak cukup jika tidak disertai
dengan seorang guide (penunjuk jalan), contoh atau bukti
orang-orang yang telah menempuh perjalanan tersebut.
Sejarah merupakan salah satu bukti empirik keterandalan
peta dalam mengantarkan para pelaku dan pembuat sejarah
dalam mencapai tujuan hidupnya menuju peradaban yang
agung. Sejarah para nabi dan rasul, orang-orang shalih, jujur,
dan syuhada menunjukkan kehidupan menembus batas
duniawi dan melampaui kepentingan pribadi. Mereka,
dengan kitab-kitab Allah dan petunjuk yang terdapat di
dalamnya, adalah para pembuat sejarah keagungan dan
kemulian yang dicitakan setiap manusia. ”Shiraathal ladziina
an’amta ’alaihim, gairil maghdluubi ’alaihim wa ladldloolliin”.
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Ayat 7).
Jalan lurus yang selalu menjadi pilihan orang-orang terbaik,
dari kalangan para Nabi dan Rasul, orang-orang sholih,
syuhada (para syahid di jalan Allah) dan shiddiqin (orang-orang
jujur). Mereka adalah contoh dan model terbaik orang-orang
yang sukses mengarungi perjalanan hidup. Orang-orang yang
mampu menikmati kehidupan dalam kondisi dan situasi apa
pun. Seperti para Rasulullah, adalah mereka yang menikmati
kelelahan dan penderitaan saat berda’wah dan ber’ibadah.
Syuhada, mereka adalah orang yang mampu merindukan dan
menikmati kematian di jalan Allah. Shiddiqin adalah mereka
yang sukses menebar dan menikmati kejujuran sebagai kunci
kesuksesan. Sementara shalihin adalah orang-orang yang
berhasil membangun keshalehan untuk diri dan orang lain.
64
65. Yang perlu dan senantiasa diingat, tentunya bukan karena
mereka hebat dan prima secara pisik, gen (keturunan) dan
kemampuan kemanusiannya. Mereka sukses karena sistem
dan konsep hidup yang bersumber dari petunjuk Pencipta
alam, kehidupan dan seluruh manusia. Mereka cerdas dan
mampu berpikir logis dan rasional untuk menerima setiap
kebijakan yang Maha mengerti dan mengetahui segala aspek
ciptaan-Nya.
Bukan jalan yang ditempuh orang-orang yang dimurkai
Allah, seperti Yahudi dengan seluruh penyimpangan yang
pernah dilakukannya terhadap petunjuk Allah (Taurat).
Mereka lebih memilih kemampuan akal dan perasaannya
dalam menentukan arah dan kebijakan hidup. Lebih jauh
lagi, mereka tidak hanya tersesat sendirian. Salah satu prilaku
dan karakter Yahudi adalah menyesatkan, membahayakan
dan merugikan orang lain. Di antara orang-orang dan bangsa
yang menjadi korban mereka adalah Nashrani. Mereka
tersesat oleh rekayasa intelektual Yahudi yang telah
mengubah petunjuk hidup “Taurat” (perjanjian lama), kitab
suci mereka sendiri, dan “Injil” (perjanjian) baru, kitab suci
Nashrani.
Mereka semua menjadi seperti itu juga bukan karena faktor
gen (keturunan), seperti persepsi bahwa semua yahudi (Bani
Israel) atau Nashrani diciptakan dengan garis keturunan
berbahaya. Tidak, semua terjadi karena mereka
meninggalkan dan merubah garis pedoman dan peta yang
telah diberikan Allah, Pencipta mereka. Sampai membunuh
para pembimbing hidup (Para nabi dan Rasul) yang pernah
diutus kepada mereka sebagai Guide (Pembimbing). Selama
hal ini menjadi bagian dari kebiasaan (habit)-nya, maka
mereka menjadi bagian dari masyarakat yang dimurkai Allah.
65
66. Pengalaman sejarah ini menasehati kita agar konsisten
“istiqamah” dalam menempuh perjalanan hidup sesuai
dengan jalan lurus yang digariskan Pencipta yang Maha
Bijak. Dia senantiasa mengingatkan kita, minimal sehari
tujuh belas kali dalam tujuh belas rakaat sholat lima waktu,
untuk selalu berada di titik sadar agar tidak tersesat atau
disesatkan orang lain. Nilai universal sejarah inilah yang
perlu diingat, jangat mengganggu, membahayakan, merugikan,
mengkhianati dan menyesatkan oranglain (seperti orang-orang Yahudi
yang dimurkai Allah) dan jangan mau atau tidak sadar diganggu,
dibahayakan, dikhianati dan disesatkan orang lain (seperti orang-
orang Nashrani).
Pelajaran terakhir ini menyimpulkan bahwa manusia terbagi
ke dalam tiga tipe (model) masyarakat:
Pertama: Model masyarakat mu’min, dengan karakternya
istiqamah (konsisten) dalam memahami dan
menapaki perjalanan hidupnya.
Ke dua: Model masyarakat yahudi, dengan ciri khasnya
membahayakan, merugikan dan menyesatkan
orang lain, selama berpedoman dengan selain
petunjuk Allah yang juga diakuinya sebagai
Tuhan mereka.
Ke tiga: Model masyarakat nashrani, dengan sifatnya
yang menjadi korban kesesatan dan bulan-
bulanan orang lain (Yahudi).
Amiin (terimalah permohonan kami)
Ya Allah, gabungkan, kumpulkan, dan satukan kami bersama
orang-orang yang senantiasa Engkau anugerahi ni’mat,
orang-orang mu’min dari kalangan Anbiyaa’ (para Nabi), Ar-
Rusul (para Rasul), Shalihin (orang-orang sholih), Syuhada
(para Syahid) dan Shiddiqiin (orang-orang Jujur).
66
67. “Paradigma Qur’an adalah suatu
konstruksi pengetahuan yang
memungkinkan kita memahami realitas
sebagaimana Al-Quran memahaminya.”
Fungsi paradigma Al-Quran pada
dasarnya adalah untuk membangun
perspektif Al-Quran dalam rangka
memahami realitas.” (Dr. Kuntowijoyo).
Paradigma Surah al-Fatihah:
• Setiap manusia
membutuhkan Grand Design (desain
dan pola besar) dalam membangun
visi dan misinya dalam menata
kehidupan.
• Al-Fatihah adalah The
Grand Design muslim dalam
membangun visi dan misi.
67
68. • Rahmat Allah meliputi
segala sesuatu. Termasuk dosa
manusia.
• Pencipta alam, manusia
dan kehidupan adalah Allah. Pencipta
adalah Sang Maha tahu dan mengerti
segala aspek ciptaaannya.
• Visi dan misi mu’min
adalah akhirat dengan segala
kompensasi (imbalan dan balasan)-
nya. Akhirat adalah hakikat kehidupan
yang pasti dan abadi.
• Dunia adalah ladang
menyemai seluruh kegiatan dan
aktifitas muslim dengan hasil yang
akan dituai di akhirat. Seseorang tidak
akan sukses memanen dan menuai di
akhirat jika tidak sukses menanam dan
menyemai di dunia.
• Manusia adalah makhluk
lemah, selalu bergantung dan
bersandar, kekuatan manusia terletak
pada apa dan siapa yang menjadi
tempat sandarannya.
• Hanya Allah yang laik
di’ibadahi; dicintai, ditakuti, dita’ati
dan dimengerti setiap kebijakannya.
68
69. • Hanya Allah Yang Maha
kuat untuk menjadi tempat bergantung
dan bersandar (Ash-Shomad) serta
Maha Mampuh dan Bijak dalam
mewujudkan setiap permohonan
manusia.
• Hidayah (petunjuk,
pedoman dan guidance) adalah peta
kehidupan yang paling berarti dalam
menempuh perjalanan hidup.
• Jalan dan Petunjuk Allah
adalah desain perjalanan yang
konsisten, mewariskan dan
membentuk jiwa konsistensi
(istiqamah) dalam kehidupan.
• Sejarah adalah model dan
potret nyata (empirik) pengalaman
hidup dan peradaban suatu bangsa.
• Sejarah memuat nilai-nilai
universal dan transendental yang berisi
faktor-faktor yang mungkin diulangi
dan ditiru dalam kejayaan atau
kehancuran suatu bangsa.
• Jadilah bangsa dan orang
yang paling bermanfaat untuk orang
lain. Jangan menjadi bangsa dan orang
69
70. yang membahayakan dan merugikan
atau dirugikan orang lain.
E. Paradigma:
1. Setiap manusia membutuhkan Grand Design
(desain dan pola besar) dalam membangun visi dan
misinya dalam menata kehidupan.
Al-Qur’an memandang bahwa setiap manusia memerlukan
desain hidup yang jelas dan terarah. Seperti sebuah peta
yang sangat dibutuhkan dalam mengarungi perjalanan jauh
dan baru ditempuh. Demikian halnya dengan kehidupan
bagai hutan belantara yang baru dijamah manusia yang lahir
ke muka bumi. Untuk itu Allah telah menciptakan mereka
dan membekalinya dengan desain yang sangat jelas. Dia
menjelaskan rencana hisup manusia mulai dari asal usul
manusia, tugas dan fungsi, sampai kepada puncak tujuan
kehidupannya.
2. Al-Fatihah adalah The Grand Design muslim
dalam membangun visi dan misi.
Inilah salah satu cara memandang surah al-Fatihah. Dengan
cara pandang ini setiap muslim dapat membangun,
mengembangkan dan merencanakan kembali kehidupan
dan keberadaanya di bumi dengan visi dan misi yang jelas.
Setiap kali membaca surah ini setiap muslim dibimbing agar
memiliki dan mengingat desain hidupnya yang terencana
sampai kepada tujuan kehidupan yang sebenarnya dengan
prestasi yang memuaskan khsusnya kelak di akhirat.
70
71. 3. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu.
Termasuk dosa manusia.
Cara pandang ini juga sangat diperlukan oleh manusia yang
kerap kali salah, keliru dan berdosa. Dengan demikian
seorang muslim tidak akan pesimis apalagi putus asa dalam
menghadapi berbagai permasalahan yang muncul akibat
kesalahan yang di lakukannya. Sekaligus membuka peluang
yang tetap membentang di hadapannya sampai akhir
kehidupan dunia dan memulai kehidupan barunya di akhirat
kelak.
4. Pencipta alam, manusia dan kehidupan
adalah Allah. Pencipta adalah Sang Maha tahu dan
mengerti segala aspek ciptaaannya.
Paradigma ini begitu mendasar. Kesalahan dalam
memandang siapa yang paling berjasa, terutama dalam
menciptakan dan memfasilitasi kehidupan, akan
mengakibatkan kesalahan mendasar dalam memahami dan
menyikapi kehidupan itu sendiri. Kesalahan ini selanjutnya
akan sangat berpengaruh dalam menentukan sumber
informasi, pengetahuan dan siapa sebenarnya yang berhak
memastikan suatu kebenaran. Karena itu sudah menjadi
aksioma bahwa pencipta sesuatu adalah yang paling
memahami dan mengetahui setiap keperluan, kekuatan dan
permasalahan yang diciptakannya.
5. Visi dan misi mu’min adalah akhirat dengan
segala kompensasi (imbalan dan balasan)-nya. Akhirat
adalah hakikat kehidupan yang pasti dan abadi.
Paradigma ini adalah juga diperlukan dalam menentukan
visi dan misi kehidupan yang jauh ke depan. Bagi seorang
muslim, visi ini juga akan lebih meningkatkan dan
71
72. mengoptimalkan kecerdasan yang dianugerahkan Allah
kepadanya. Seperti sabda Rasulullah, shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bahwa “Orang cerdas adalah orang yang mampu
mengendalikan dirinya dan bekerja untuk sesuatu (yaitu balasan,
kompensasi dan kehidupan) sesudah kematian”.
6. Dunia adalah ladang menyemai seluruh
kegiatan dan aktivitas muslim dengan hasilnya yang
akan dipetik di akhirat. Seseorang tidak akan sukses
memanen di akhirat jika tidak sukses menanam di dunia.
Paradigma ini memandang dan memposisikan dunia sebagai
kehidupan sementara dalam segala konsekuensinya. Senang
dan sedih, suka dan duka, menderita dan bahagia, selama
masih di dunia semuanya semetara. Yang serba pasti dan
abadi hanyalah kehidupan akhirat. Namun dengan cara
pandang ini diingatkan bahwa manusia (seorang muslim)
tidak akan sukses di akhirat jika tidak sukses di dunia.
Karena dunia adalah ladang tempat menyemai benih dan
bercocok tanam, sedang akhirat adalah ladang menuai dan
memanen hasil.
7. Manusia adalah makhluk lemah, selalu
bergantung dan bersandar, kekuatan manusia terletak
pada apa dan siapa yang menjadi pusat sandarannya.
Dengan karakteristik ini manusia berpotensi menjadi
hamba.
Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk yang
diciptakan serba lemah (QS. 4: 28). Coba lihat saat kita
menjadi janin dan bayi. Sifat ini memaksa manusia memiliki
ketergantungan kepada yang lebih kuat baik fisik, harta,
kekuasaan atau keilmuan. Logis, jika selanjutnya ia akan
bergantung kepada yang lebih kuat, bahkan cenderung siap
patuh, tunduk dan sampai ke tingkat diperbudak sekali pun.
72
73. Kondisi ini menuntut manusia agar memiliki cara pandang
yang tepat tentang siapa yang patut ia jadikan sandaran.
Logikanya adalah tentu Yang Maha dalam segala
sesuatunya.
8. Hanya Allah yang laik di’ibadahi; dicintai,
ditakuti, dita’ati dan dimengerti setiap kebijakannya.
Inilah paradigma yang ditawarkan untuk menyelamatkan
manusia dari ketergantungan dan perhambahan yang salah.
Karena Allah adalah yang Maha Berjasa mulai dari
menciptakan, memfasilitasi kehidupan dan mengatur
semesta alam. Dia-lah yang Maha Besar perhatian-Nya
kepada manusia, sehingga logis jika Dia yang Maha
Disembah, Dicintai karena Dia Maha Tahu dan Bijak.
9. Hanya Allah Yang Maha kuat untuk menjadi
tempat bergantung dan bersandar (Ash-Shomad) serta
Maha Mampu dan Bijak dalam mewujudkan setiap
permohonan manusia.
Dengan paradigma ini seorang muslim terselamatkan dari
ketergantungan (dependensi) yang salah dan merugikan. Ini
juga merupakan kekuatan yang akan memperkokoh dirinya
dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi berbagai
percaturan. Karena ia sadar dan yakin selalu didampingi
Allah Yang Maha Kuat. Namun sebagai bagian dari
masyarakat manusia, ia juga tidak mungkin terhindar dari
ketergantungan kepada sesamanya. Solusinya adalah al-
Qur’an memposisikan manusia pada sikap saling
bergantung, saling memerlukan dan saling menghargai
(interdependensi) yang cukup adil.
73
74. 10. Hidayah (petunjuk, pedoman dan guidance)
adalah peta kehidupan yang paling berarti dalam
menempuh perjalanan hidup.
Paradigma ini memberikan kejelasan lebih lanjut bahwa peta
kehidupan adalah bentuk pertolongan Allah yang sangat
diperlukan dalam menempuh perjalanan hidup. Seperti
seorang pengawai atau karyawan yang baru diterima bekerja
pada suatu perusahaan. Ia akan mengalami kesulitan
mengerjakan apa saja yang diperlukan dan menjadi
kebijakan perusahan tersebut. Bagaimana halnya dengan
manusia yang lahir ke bumi dengan berbagai sisi
kehidupannya yang serba baru.
11. Jalan dan Petunjuk Allah adalah desain
perjalanan yang konsisten, mewariskan dan membentuk
jiwa konsistensi (istiqamah) dalam kehidupan.
Konsistensi (al-Istiqomah), sikap lurus, akurat, tepat dan
teguh pendirian merupakan kebutuhan manusia yang lain
dalam merambah kehidupan. Paradigma ini memudahkan
manusia dalam pencariannya akan kebenaran dalam
menentukan arah tujuan kehidupan. Peta perjalanan hidup
yang bersumber dari sang Pencipta tentunya tidak perlu
disangsikan.
12. Sejarah adalah model dan potret nyata
(empirik) pengalaman hidup dan peradaban suatu
bangsa.
Al-Qur’an juga mengingatkan pentingnya sejarah bagi
pembentukan karakter manusia dan suatu bangsa. Sejarah
adalah model dan contoh kongkrit bagaimana suatu bangsa
membangun atau meruntuhkan peradabannya. Cara
74
75. pandang ini sangat diperlukan dalam mengembangkan
sistem pendidikan. Karena manusia adalah makhluk peniru.
13. Sejarah memuat nilai-nilai universal dan
transendental yang berisi faktor-faktor yang mungkin
diulang dan ditiru dalam kejayaan atau kehancuran suatu
bangsa.
Ini paradigma qur’ani dalam cara memandang dan
mempelajari sejarah. Memahami dan mempelajari sejarah
bukan hanya sekedar menghapal tempat dan waktu suatu
kejadian dan peristiwa, atau hanya mengenal tokoh-
tokohnya. Tetapi yang paling signifikan adalah memahami
nilai-nilai universal yang dimiliki suatu bangsa atau
kepribadian para tokoh itu sendiri. Karena nilai-nilai inilah
yang dapat dulang kembali dalam membangun atau
memperbaiki nasib bangsa selanjutnya.
14. Jadilah bangsa dan orang yang paling
bermanfaat untuk orang lain. Jangan menjadi bangsa
dan orang yang membahayakan dan merugikan atau
dirugikan orang lain.
Ini paradigma qur’ani dalam menempatkan setiap muslim
dalam interaksinya dengan kehidupan orang lain dan
masyarakat. Paradigma yang membentuk falsafah hidup
yang cukup adil ini membedakan setiap muslim dari bangsa
lain seperti Yahudi yang cenderung merugikan orang lain
sehingga mereka dimurkai Allah (Al-Maghdluubi ’alaihim),
atau Nashrani yang sering menerima sikap untuk dirugikan
yang dikategorikan oleh Allah sebagai kelompok yang
tersesat (Adl-Doolliin).
75
76. F. Rumusan, bagan dan kesimpulan:
Bagan: STRUKTUR BANGUNAN ISLAM
I. Fondasi: Rukun Iman (6)
II. Struktur:
Primer (Ibadah): Rukun Islam
Skunder (Muamalah) : Sistem Hidup :
Sosial
Ekonomi
Politik
Pendidikan
Keluarga (Munakahah)
Tersier (Akhlaq):
Etika
Estetika
Sarana Hidup (Sandang, Pangan & Papan)
A. AQIDAH
B. SYARI’AH
Atap
(Pelindung):
Jihad dan Dakwah
Hukum Pidana
(Jinayah & Hudud)
Hukum Perdata
Amr Ma'ruf dan Nahyi Munkar
76
77. Penjelasan:
Penjelasan, Fungsi dan Tahapan Pembangunan:
Secara garis besar bangunan Islam terdiri dari dua konstruksi
utama. Yaitu konstruksi “Aqidah” sebagai fondasi, dan
konstruksi “Syari’ah” sebagai struktur dan ornamen bangunan
itu sendiri. Keduanya berfungsi saling mendukung sehingga
terbentuk dan berdiri sebuah bangunan. Sekalipun masing-
masing memiliki fungsi yang berbeda tetapi perbedaan itu
mampu ditata sehingga menjadi sinergi bangunan yang utuh,
kokoh, indah dan berdayaguna. Inilah kesan pertama Islam
sebagai way of life yang mampuh menyentuh berbagai aspek
kehidupan dengan tingkat keperluannya yang beragam. Untuk
selanjutnya ditata dan dimanage menjadi sebuah bangunan
kehidupan yang indah, anggun dan nyaman mencerminkan
kalimat rahmatan lil’alamin (QS: 21:107).
Pertama: Fondasi (Aqidah).
Berfungsi sebagai land of building dengan konstruksi sangat
global tapi kokoh, bersih dan permanen. Keretakan di tingkat
dasar dan fundamental ini tidak bisa ditolelir sedikit pun apalagi
dimanipulasi. Karena akan berakibat fatal terhadap muatan dan
beban bangunan di atasnya. Oleh karena itu persoalan aqidah
sangatlah tegas dan jarang ditemukan toleransi. Seperti riya’ atau
tidak ikhlash dalam beramal merupakan penyakit aqidah yang
tidak pernah dibiarkan berkembang dalam hati nurani seorang
yang beriman.
Dalam frame aktualnya, aqidah dapat berfungsi sebagai vision
yang menjadi dasar “cara pandang” seseorang terhadap
kehidupan. Visi ini sangat diperlukan untuk mengarahkan
setiap orientasi dari setiap aksi dan prilaku yang diperbuatnya
77
78. sepanjang hidup. Dengan visi ini aktifitas manusia tidak akan
terkesan sebagai rutinitas yang membosankan tetapi lebih indah
dari mimpi indah yang memperindah nuansa rutinitas tidur
seseorang yang kadang melelahkan. Dengan demikian seorang
yang beriman dengan visinya yang aktual seperti ini senantiasa
memiliki muatan misi yang mulia dalam kehidupannya.
Aktualitas dan vitalitas dalam cara pandang Islam ini tidak
didasarkan pada penomena waktu dan ruang semata yang
mempengaruhinya sehingga lebih dianggap realistik dan
pragmatik. Tetapi lebih didasarkan pada esensi tuntutan
kebenaran yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap visi dan aksi
dalam Islam memiliki nuansa aktualitas yang mencerminkan ke-
realistik-an yang sesungguhnya karena dibangun di atas
konsistensi dan kesesuaian antara “teori visi” dan “aplikasi
aksi”nya.
Tahapan fondasi ini dalam proses pembangunannya tentu saja
harus selalu diprioritaskan (didahulukan dan diutamakan).
Ke dua: Struktur dan Atap Bangunan (Syari’ah).
Berfungsi sebagai eksistensi struktur dan pelindung utama
yang menampilkan adanya sosok dan performen suatu
bangunan. Kekuatan, kelengkapan dan keindahan struktur
bangunan sangat ditentukan oleh keahlian dalam penataan
ruangan berikut interiornya. Termasuk kemampuan
mengekspresikan seni bangunan berikut landscape-nya sesuai
dengan ornamen yang dikehendaki. Semua akan memberikan
nuansa ketenangan, keamanan dan kenyamanan bagi para
penghuninya baik dalam fungsi individual maupun fungsi
sosialnya.
Proses dan tahapan pembangunan struktur ini dilakukakan
pada tahap kedua sesudah siap dan kokohnya fondasi. Dimulai
78
79. dari hal-hal yang sangat primer dalam ‘ibadah dengan lima
struktur utamanya sebagaimana terbangun dalam kerangka
rukun Islam berikut kedudukan dan fungsinya masing-masing
yang sangat esensial.
Statemen syahadat, adalah pintu gerbang Islam yang berfungsi
untuk membuat kontrak dan komitmen (keterikatan dan
keterlibatan) seseorang dalam memiliki, menghuni atau/dan
meni’mati bangunan.
Shalat berfungsi sebagai tiang-tiang struktur yang menopang
kekuatan dan bentuk struktur bangunan. Struktur shalat
memiliki inti esensial menjalin hubungan dan ketergantungan
(dependensi) kepada Yang Maha Kuat dalam segala-galanya.
Simultan dengan upaya membangun kemandirian dari segala
bentuk ikatan yang akan berdampak pada kebebasan dirinya
dari perbudakan di antara manusia. Namun demikian ia juga
memiliki fungsi kultural dalam menjalin hubungan antar
manusia (inter-dependensi) yang saling menguntungkan (win-
win) apalagi jika dilakukan dalam konteks berjamaah.
Zakat berfungsi sebagai kemampuan dan kekuatan anggaran
(budget pembangunan) yang merupakan bagian dari struktur
utama Islam yang sangat penting. Tanpa anggaran maka gambar
bangunan akan kehilangan fungsi struktural maupun sosio-
kulturalnya, termasuk kelangsungan bangunan dan
penghuninya.
Shaum menempati bagian dari struktur bangunan yang lebih
tersembungi. Ia berfungsi bagaikan batu bata yang berfungsi
membentuk kerangka kepribadian bangunan sehingga memiliki
sosoknya yang lebih berbentuk dan berarti-fungsi. Sifat dan
karakter batu batu mewariskan atribut kesabaran, ketulusan dan
siap berkorban demi penataan dan kesempurnaan suatu
bangunan.
79