Tiga kalimat:
1. Penelitian ini menguji pengaruh tiga jenis substrat (pasir laut, pasir kuarsa, dan pecahan karang) terhadap pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides dari biji.
2. Hasilnya menunjukkan bahwa semaian tumbuh paling cepat di atas pasir laut dibandingkan dua substrat lainnya.
3. Kandungan nutrien berbeda pada ketiga substrat sebelum dan sesudah penelitian, yang
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamunmuhammad halim
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun. Padang lamun menyediakan habitat bagi banyak hewan laut dan bertindak sebagai penyeimbang substrat, (McKenzie, 2008; Wulandari, dkk, 2013).
McKenzie, 2008; Wulandari, 2013, hampir 54 % padang lamun di seluruh dunia telah hilang. Hilangnya padang lamun secara global terjadi sejak tahun 1980, atau bisa dikatakan setiap jamnya lamun seluas 2 lapangan bola hilang.
Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 (Nontji, Trismades). Namun di Indonesia ekosistem lamun sudah banyak terancam baik oleh aktivitas alami maupun oleh aktivitas manusia. Penyebab utama hilangnya padang lamun adalah kegiatan manusia termasuk kerusakan secara mekanis (pengerukan dan jangkar), pengendapan, dan pengaruh pembangunan konstruksi daerah pesisir. Hilangnya padang lamun diduga akan terus bertambah akibat tekanan pertumbuhan penduduk di daerah pesisir (Koswara, 2009; Wulandari, dkk, 2013).
Melihat kerusakan yang terus terjadi pada padang lamun baik karena aktivitas alami maupun karena aktvitas manusia, maka perlu dilakukan usaha rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi padang lamun menjadi lebih baik. Salah satu usaha rehabilitasi padang lamun adalah kegiatan transplantasi lamun. Transplantasi lamun belum banyak berkembang di Indonesia, namun telah berkembang di luar negeri dengan metode dan jenis yang berbeda.
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...UNESA
Bee Jay Bakau Resort merupakan kawasan mangrove yang menjadi habitat ikan gelodok. Ikan gelodok (Mudskipper) merupakan salah satu jenis biota lokal yang mendiami kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi Mudskipper berdasarkan karakter morfologi dan peranannya di Bee Jay Bakau Resort. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui evaluasi karakter morfologi, morfometrik, dan meristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu spesies ikan gelodok, yaitu Periopthalmus modestus. Jumlah ikan yang ditemukan sedikit yaitu 4 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gelodok di Bee Jay Bakau Resort tidak melimpah. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekologi mangrove yang kurang sesuai dengan habitat Mudskipper. Peran ikan gelodok sebagai filter feeder diketahui dari kemampuan memompa air melalui rongga mantel sehingga dapat menyaring bahan organik yang ada di dasar pantai berlumpur yang ada di hutan mangrove.
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamunmuhammad halim
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun. Padang lamun menyediakan habitat bagi banyak hewan laut dan bertindak sebagai penyeimbang substrat, (McKenzie, 2008; Wulandari, dkk, 2013).
McKenzie, 2008; Wulandari, 2013, hampir 54 % padang lamun di seluruh dunia telah hilang. Hilangnya padang lamun secara global terjadi sejak tahun 1980, atau bisa dikatakan setiap jamnya lamun seluas 2 lapangan bola hilang.
Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 (Nontji, Trismades). Namun di Indonesia ekosistem lamun sudah banyak terancam baik oleh aktivitas alami maupun oleh aktivitas manusia. Penyebab utama hilangnya padang lamun adalah kegiatan manusia termasuk kerusakan secara mekanis (pengerukan dan jangkar), pengendapan, dan pengaruh pembangunan konstruksi daerah pesisir. Hilangnya padang lamun diduga akan terus bertambah akibat tekanan pertumbuhan penduduk di daerah pesisir (Koswara, 2009; Wulandari, dkk, 2013).
Melihat kerusakan yang terus terjadi pada padang lamun baik karena aktivitas alami maupun karena aktvitas manusia, maka perlu dilakukan usaha rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi padang lamun menjadi lebih baik. Salah satu usaha rehabilitasi padang lamun adalah kegiatan transplantasi lamun. Transplantasi lamun belum banyak berkembang di Indonesia, namun telah berkembang di luar negeri dengan metode dan jenis yang berbeda.
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...UNESA
Bee Jay Bakau Resort merupakan kawasan mangrove yang menjadi habitat ikan gelodok. Ikan gelodok (Mudskipper) merupakan salah satu jenis biota lokal yang mendiami kawasan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi Mudskipper berdasarkan karakter morfologi dan peranannya di Bee Jay Bakau Resort. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui evaluasi karakter morfologi, morfometrik, dan meristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu spesies ikan gelodok, yaitu Periopthalmus modestus. Jumlah ikan yang ditemukan sedikit yaitu 4 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ikan gelodok di Bee Jay Bakau Resort tidak melimpah. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekologi mangrove yang kurang sesuai dengan habitat Mudskipper. Peran ikan gelodok sebagai filter feeder diketahui dari kemampuan memompa air melalui rongga mantel sehingga dapat menyaring bahan organik yang ada di dasar pantai berlumpur yang ada di hutan mangrove.
Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut. Istilah lamun untuk seagrass, pertama-tama diperkenalkan oleh Hutomo dimana merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan hidup di perairan laut dangkal. Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai padang lamun (seagrass beds).
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
COVER SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMA...Mustain Adinugroho
Musta’in Adinugroho. K2A005049. Beban Kerja Osmotik, Perubahan Osmoefektor dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang Dikulltivasi pada Media Isoosmotik, Hipoosmotik dan Hiperosmotik Intermolt (Pembimbing : Sutrisno Anggoro dan Mustofa Niti Suparjo)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang komersial untuk budidaya sejak usaha budidaya udang di Indonesia lesu akibat serangan virus WSS. Udang ini adalah udang introduksi yang berasal dari perairan Meksiko dan Amerika Latin. Kehidupan udang ini bergantung pada kelancaran proses molting dan beban kerja osmotik dimana salinitas sangat berperan sebagai masking faktor. Selain itu perubahan osmoefektor juga akan mempengaruhi proses metabolisme udang sehingga daya pemanfaatan pakan tidak optimal.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah mengkaji beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan udang Litopenaeus vannamei yang dikultivasi pada media dengan isoosmotik yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Jepara. Materi yang digunakan adalah udang vannamei dengan metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan acak sistematis dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Lama pemeliharaan adalah 60 hari. Perlakuan yang diterapkan adalah menggunakan media isoosmotik yang berbeda. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah beban kerja osmotik, kandungan ion-ion (osmoefektor) dan daya pemanfaatan pakan. Hasil data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Duncan dengan bantuan progam SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat salinitas media (larutan osmotik) yang berbeda (hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik) memberikan pengaruh yang nyata terhadap beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan (p<0.05). Salinitas yang terbaik diantara beberapa perlakuan yang dicobakan untuk beban kerja osmotik adalah 20+1 ppt dengan beban kerja osmotik 43.65 mOsm/l H2O. Nisbah ion (osmoefektor) terendah terdapat pada salinitas 20+1 ppt. Sedangkan daya pemanfaatan pakan terbaik adalah pada salinitas 26+1 ppt dengan nilai FCR 1,34 dan PER 1,79. Rentang salinitas isoosmotik molt pada salinitas 26+1 ppt memberikan lingkungan media yang ideal bagi kultivasi udang vannamei.
Kata kunci: salinitas, beban kerja osmotik, osmoefektor, daya pemanfaatan pakan, Litopenaeus vannamei
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...Mustain Adinugroho
Musta’in Adinugroho. K2A005049. Beban Kerja Osmotik, Perubahan Osmoefektor dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang Dikulltivasi pada Media Isoosmotik, Hipoosmotik dan Hiperosmotik Intermolt (Pembimbing : Sutrisno Anggoro dan Mustofa Niti Suparjo)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang komersial untuk budidaya sejak usaha budidaya udang di Indonesia lesu akibat serangan virus WSS. Udang ini adalah udang introduksi yang berasal dari perairan Meksiko dan Amerika Latin. Kehidupan udang ini bergantung pada kelancaran proses molting dan beban kerja osmotik dimana salinitas sangat berperan sebagai masking faktor. Selain itu perubahan osmoefektor juga akan mempengaruhi proses metabolisme udang sehingga daya pemanfaatan pakan tidak optimal.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah mengkaji beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan udang Litopenaeus vannamei yang dikultivasi pada media dengan isoosmotik yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Jepara. Materi yang digunakan adalah udang vannamei dengan metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan acak sistematis dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Lama pemeliharaan adalah 60 hari. Perlakuan yang diterapkan adalah menggunakan media isoosmotik yang berbeda. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah beban kerja osmotik, kandungan ion-ion (osmoefektor) dan daya pemanfaatan pakan. Hasil data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Duncan dengan bantuan progam SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat salinitas media (larutan osmotik) yang berbeda (hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik) memberikan pengaruh yang nyata terhadap beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan (p<0.05). Salinitas yang terbaik diantara beberapa perlakuan yang dicobakan untuk beban kerja osmotik adalah 20+1 ppt dengan beban kerja osmotik 43.65 mOsm/l H2O. Nisbah ion (osmoefektor) terendah terdapat pada salinitas 20+1 ppt. Sedangkan daya pemanfaatan pakan terbaik adalah pada salinitas 26+1 ppt dengan nilai FCR 1,34 dan PER 1,79. Rentang salinitas isoosmotik molt pada salinitas 26+1 ppt memberikan lingkungan media yang ideal bagi kultivasi udang vannamei.
Kata kunci: salinitas, beban kerja osmotik, osmoefektor, daya pemanfaatan pakan, Litopenaeus vannamei
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Mujiyanto -
Echinodermata memiliki peran penting dalam ekologi laut yang hidup di dasar perairan yang berperan dalam menjaga tingkat kesuburan sedimen dan merupakan deposit feeder. Larva dan biota dewasa dari echinodermata juga merupakan bahan pasokan makanan bagi biota lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji populasi echinodermata di daerah perairan padang lamun pulau Parang, Karimunjawa dimana sampel diidentifikasi secara visual langsung dengan bantuan transek 5x5 meter menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Laganum laganum dan Holothuria atra merupakan spesies yang mendominasi di setiap stasiun pengamatan diduga karena cocok dengan kondisi lingkungan. Spesies yang ditemukan pada lokasi Pulau Kembar, Pulau Kumbang, Legon Boyo, Batu Merah cukup bervariasi dengan jumlah spesies tinggi, sedangkan pada Pulau Nyamuk hanya ditemukan sedikit.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut. Istilah lamun untuk seagrass, pertama-tama diperkenalkan oleh Hutomo dimana merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan hidup di perairan laut dangkal. Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai padang lamun (seagrass beds).
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
COVER SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMA...Mustain Adinugroho
Musta’in Adinugroho. K2A005049. Beban Kerja Osmotik, Perubahan Osmoefektor dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang Dikulltivasi pada Media Isoosmotik, Hipoosmotik dan Hiperosmotik Intermolt (Pembimbing : Sutrisno Anggoro dan Mustofa Niti Suparjo)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang komersial untuk budidaya sejak usaha budidaya udang di Indonesia lesu akibat serangan virus WSS. Udang ini adalah udang introduksi yang berasal dari perairan Meksiko dan Amerika Latin. Kehidupan udang ini bergantung pada kelancaran proses molting dan beban kerja osmotik dimana salinitas sangat berperan sebagai masking faktor. Selain itu perubahan osmoefektor juga akan mempengaruhi proses metabolisme udang sehingga daya pemanfaatan pakan tidak optimal.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah mengkaji beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan udang Litopenaeus vannamei yang dikultivasi pada media dengan isoosmotik yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Jepara. Materi yang digunakan adalah udang vannamei dengan metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan acak sistematis dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Lama pemeliharaan adalah 60 hari. Perlakuan yang diterapkan adalah menggunakan media isoosmotik yang berbeda. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah beban kerja osmotik, kandungan ion-ion (osmoefektor) dan daya pemanfaatan pakan. Hasil data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Duncan dengan bantuan progam SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat salinitas media (larutan osmotik) yang berbeda (hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik) memberikan pengaruh yang nyata terhadap beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan (p<0.05). Salinitas yang terbaik diantara beberapa perlakuan yang dicobakan untuk beban kerja osmotik adalah 20+1 ppt dengan beban kerja osmotik 43.65 mOsm/l H2O. Nisbah ion (osmoefektor) terendah terdapat pada salinitas 20+1 ppt. Sedangkan daya pemanfaatan pakan terbaik adalah pada salinitas 26+1 ppt dengan nilai FCR 1,34 dan PER 1,79. Rentang salinitas isoosmotik molt pada salinitas 26+1 ppt memberikan lingkungan media yang ideal bagi kultivasi udang vannamei.
Kata kunci: salinitas, beban kerja osmotik, osmoefektor, daya pemanfaatan pakan, Litopenaeus vannamei
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
SKRIPSI - BEBAN KERJA OSMOTIK, PERUBAHAN OSMOEFEKTOR DAN EFISIENSI PEMANFAATA...Mustain Adinugroho
Musta’in Adinugroho. K2A005049. Beban Kerja Osmotik, Perubahan Osmoefektor dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang Dikulltivasi pada Media Isoosmotik, Hipoosmotik dan Hiperosmotik Intermolt (Pembimbing : Sutrisno Anggoro dan Mustofa Niti Suparjo)
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies yang komersial untuk budidaya sejak usaha budidaya udang di Indonesia lesu akibat serangan virus WSS. Udang ini adalah udang introduksi yang berasal dari perairan Meksiko dan Amerika Latin. Kehidupan udang ini bergantung pada kelancaran proses molting dan beban kerja osmotik dimana salinitas sangat berperan sebagai masking faktor. Selain itu perubahan osmoefektor juga akan mempengaruhi proses metabolisme udang sehingga daya pemanfaatan pakan tidak optimal.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah mengkaji beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan udang Litopenaeus vannamei yang dikultivasi pada media dengan isoosmotik yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010 di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai, Universitas Diponegoro, Jepara. Materi yang digunakan adalah udang vannamei dengan metode eksperimental laboratoris dengan menggunakan rancangan acak sistematis dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan. Lama pemeliharaan adalah 60 hari. Perlakuan yang diterapkan adalah menggunakan media isoosmotik yang berbeda. Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah beban kerja osmotik, kandungan ion-ion (osmoefektor) dan daya pemanfaatan pakan. Hasil data diolah dengan menggunakan analisis ragam dan perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Duncan dengan bantuan progam SPSS 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat salinitas media (larutan osmotik) yang berbeda (hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik) memberikan pengaruh yang nyata terhadap beban kerja osmotik, perubahan osmoefektor dan daya pemanfaatan pakan (p<0.05). Salinitas yang terbaik diantara beberapa perlakuan yang dicobakan untuk beban kerja osmotik adalah 20+1 ppt dengan beban kerja osmotik 43.65 mOsm/l H2O. Nisbah ion (osmoefektor) terendah terdapat pada salinitas 20+1 ppt. Sedangkan daya pemanfaatan pakan terbaik adalah pada salinitas 26+1 ppt dengan nilai FCR 1,34 dan PER 1,79. Rentang salinitas isoosmotik molt pada salinitas 26+1 ppt memberikan lingkungan media yang ideal bagi kultivasi udang vannamei.
Kata kunci: salinitas, beban kerja osmotik, osmoefektor, daya pemanfaatan pakan, Litopenaeus vannamei
Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Mujiyanto -
Echinodermata memiliki peran penting dalam ekologi laut yang hidup di dasar perairan yang berperan dalam menjaga tingkat kesuburan sedimen dan merupakan deposit feeder. Larva dan biota dewasa dari echinodermata juga merupakan bahan pasokan makanan bagi biota lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji populasi echinodermata di daerah perairan padang lamun pulau Parang, Karimunjawa dimana sampel diidentifikasi secara visual langsung dengan bantuan transek 5x5 meter menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Laganum laganum dan Holothuria atra merupakan spesies yang mendominasi di setiap stasiun pengamatan diduga karena cocok dengan kondisi lingkungan. Spesies yang ditemukan pada lokasi Pulau Kembar, Pulau Kumbang, Legon Boyo, Batu Merah cukup bervariasi dengan jumlah spesies tinggi, sedangkan pada Pulau Nyamuk hanya ditemukan sedikit.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstract: Semarang bay is a bay that stretches from Kendal to Demak. This bay has some vital habitats such as estuaries and mangroves that very importance for nursery ground of aquatic organisms such as fish larvae. Fish larvae is dependent by the environment, especially their movement and migration. However human factors such as industrial activities, harbours, residential area, farms and ponds disembogue in this bay. Sampling was conducted between September and October 2014 at 15 stations. Sampling was carried out every two weeks using bongo net (mesh size of 0.2 mm) which was drawn by boat with average speeds of 0.5 m/s for 10 minutes. Identification of fish larvae carried out in Environmental dan Fisheries Resources Management Laboratory, Diponegoro University. 5890 fish larvaes from 22 family were caught and were dominated by Lactarius (36.01%), Stoleporus (28.30%), Atherinomorus (9.80%), Engraulis (7.22%) and Mugil (4.96 %). A small number of fish larvae caught (below 1%) were identified as Gobiopterus, Paramoncanthus, Tylosurus, Leiognathus, Strongylura and Dinematichthyini. Lactarius, Atherinomorus, Stolephorus, Engraulis and Mugil were found in almost every stations. An abundance of fish larvae was found in station E1, C1, D1 and A1, stations that were close to estuaries and mangrove vegetation. The type and number of fish larvae was quite varied, this is related to the migration of fish and having appropriate environmental conditions for growth. The existence of fish larvae are also influenced by the currents that distribute them. PCA analysis results indicate that the total variance explained was 63.56% with an abundance of fish larvae being related to depth, salinity, abundance of zooplankton and phytoplankton and current speed.
Keywords: pelagic fish larvae, composition, distribution, bay
Variasi kandungan Karagenan dan Bahan Gel yang Berasal dari Budidaya Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty yang Dipengaruhi Oleh Parameter Lingkungan di Perairan Teluk Palk, Tamil Nadu, Pantai India Tenggara.
Lamun (Sea grass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae).
Beberapa ahli mendefinisikan lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas. Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (sea grass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari suatu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang
Karang keras (Ordo Scleractinia) termasuk hewan yang tercatat dalam CITES (Convention of International Trade in Endangered Species) sebagai hewan yang diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan aquarium rumah tangga di negara-negara maju. Sulawesi Selatan merupakan salah satu sumber karang hias bagi eksportir Jakarta dan Bali. Ada 11 middleman (supplier) yang tergabung dalam anggota Asosiasi Koral dan Ikan Hias Sulawesi (AKIS) yang memiliki penampungan karang hias dan bermukim di Makassar. Perairan pulau Spermonde Makassar dan Pangkep sebagai konsentrasi penangkapan karang hias di Sulsel. Masalah yang dihadapi dalam perdagangan karang hias adalah penentuan kuota untuk ekspor belum memiliki standar yang lestari bagi kelangsungan populasi, khususnya di kawasan perairan pulau Spermonde Pangkep. Tujuan penelitian adalah mengestimasi dan menganalisis kelimpahan jenis karang hidup dan kondisi tutupan karang sebagai salah satu komponen terpenting dalam penentuan kuota perdagangan untuk dijadikan model penentuan kuota ekspor karang hias dari alam. Metode penelitian observasi dan wawancara terhadap responden dan pengambilan data di instansi atau perusahaan terkait. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan jenis dan jumlah yang telah terdaftar dalam kuota koral Sulsel lima tahun terakhir masih layak dimanfaatkan dengan pemanfaatan 2,5% dari jumlah stok karang di alam. Pemanfaatan karang hias di kawasan konsentrasi penangkapan karang hias tutupan karang umumnya masih baik dan jenis-jenis karang hias yang dimanfaatkan umumnya masih diperoleh di ketiga zona reef (flat, cress, dan slope).
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun Ketiga)
Laporan Manajemen Akuakultur Laut ini merupakan salah satu bentuk dari hasil kegiatan praktikum budidaya rumput laut tahun ke III yang dilakukan selama 35 hari di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provensi Sulawesi Tenggara. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex Silva (Rhodophyta, Solieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun Ketiga) ini menghasilkan pertumbuhan yang cukup baik. Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat keluusan mata kuliah Manajemen Akuakultur Laut dan sebagai referensi untuk budidaya rumput laut hasil kultur jaringan di tahun ke IV dan seterusnya.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan
1. PENGARUH PERBEDAAN SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN
SEMAIAN DARI BIJI LAMUN Enhalus acoroides
Steven, Rohani Ambo Rappe, Inayah Yasir
*Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin, 2013
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar 90245, Indonesia
Abstract
The research was conducted in November 2012 until February 2013. To
determine the effect of different substrates on the growth of seedlings of
seagrass seeds Enhalus acoroides. This study is limited to a few parameters
such as different substrates, growth, water quality and nutrient content in the
substrate.
Measurement of seedling growth of seagrass Enhalus acoroides made at
intervals of 2 days of observation. For water quality (nitrate and phosphate)
conducted over 3 times (baseline, mid and end of the study). For the
measurement of nutrient content in substrate performed for 2 times (before the
study and after the study).
Results of this study showed that the growth of long-leaf seedlings
Enhalus acoroides seagrass on sand substrates faster is 2, 634 mm / day, quartz
sand substrate 1.796 mm / day and fractional substrate (rubble) coral is 2.065
mm / day. Concentration of nutrients in the water column nitrate at the beginning,
middle and end of the study consecutively is ± 2.08 mg / L, ± >3.5 mg / L and ±
2.09 mg / L. While successive Phosphate is 1.61 mg / L, 1.18 mg / L and 1.44 mg
/ L. While the content of nitrate and phosphate on the substrate prior to study
nitrate on sea sand substrate is ± 13.91 mg / L, susbtrat quartz ± 13.36 mg / L
and rubble substrate ± 10.25 mg / L. Meanwhile, after the study consecutively ie
± 12.6 mg / L, ± 16.1 mg / L and ± 10.39 mg / L. Phosphate content prior to the
study consecutively ie ± 14.12 mg / L, ± 15.29 mg / L and ± 13.83 mg / L. After
research content of phosphate in the substrate is sand that is ± 17.7 mg / L,
18.56 ± quartz sand ie mg / L, and the fractional substrate (rubble) that coral ±
17.87 mg / L. Significantly faster seagrass seedlings growing on sea sand type
substrate particle size finer than the quartz sand substrate and rubble.
Keywords: Substrates, Seagrass Enhalus acoroides seedlings, growth rate,
nutrient.
2. Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November tahun 2012 sampai dengan
bulan Februari 2013. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan substrat terhadap
pertumbuhan semaian bibit dari biji lamun Enhalus acoroides. Penelitian ini
dibatasi pada beberapa parameter diantaranya substrat yang berbeda,
pertumbuhan, kualitas air dan kandungan nutrien dalam substrat.
Pengukuran pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides dilakukan
dengan interval 2 hari pengamatan. Untuk kualitas air (nitrat dan fosfat) dilakukan
selama 3 kali (awal penelitian, pertengahan dan di akhir penelitian). Untuk
pengukuran kandungan nutrien dalam substrat dilakukan selama 2 kali (sebelum
penelitian dan setelah penelitian).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang daun
semaian bibit lamun Enhalus acoroides pada substrat pasir laut lebih cepat yaitu
2, 634 mm/hari, substrat pasir kuarsa 1,796 mm/hari dan substrat pecahan
(rubble) karang yaitu 2,065 mm/hari. Konsentrasi nutrien dalam kolom air yaitu
nitrat pada awal, pertengahan dan akhir penelitian secara berturut-turut adalah
±2,08 mg/L, ±>3,5 mg/L dan ±2,09 mg/L. Sedangkan Fosfat secara berturut-turut
adalah 1,61 mg/L, 1,18 mg/L dan 1,44 mg/L. Sedangkan kandungan nitrat dan
fosfat pada substrat yakni sebelum penelitian kandungan nitrat pada substrat
pasir laut adalah ±13,91 mg/L, susbtrat pasir kuarsa ±13,36 mg/L dan substrat
rubble karang ±10,25 mg/L. Sedangkan setelah penelitian secara berturut-turut
yaitu ±12,6 mg/L, ±16,1 mg/L dan ±10,39 mg/L. Untuk kandungan Fosfat
sebelum penelitian secara berturut-turut yaitu ±14,12 mg/L, ±15,29 mg/L dan
±13,83 mg/L. Setelah penelitian kandungan fosfat dalam substrat yaitu pasir laut
yakni ±17,7 mg/L, pasir kuarsa yakni ±18,56 mg/L dan pada substrat pecahan
(rubble) karang yakni ±17,87 mg/L. Secara signifikan semaian lamun lebih cepat
tumbuh pada tipe substrat pasir laut yang ukuran partikelnya halus dibandingkan
dengan substrat pasir kuarsa dan pecahan karang.
Kata Kunci : Substrat, semaian Lamun Enhalus acoroides, laju pertumbuhan,
nutrien.
3. 1. PENDAHULUAN
Lamun merupakan tumbuhan laut berbunga (Angiospermae) yang
tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan pantai (den Hartog, 1970).
Tumbuhan ini memiliki banyak manfaat terhadap fungsi-fungsi biologis dan fisik
di lingkungan pantai (Azkab, 1999). Padang lamun dikenal sebagai daerah
asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah
pemijahan (spawning ground) bermacam biota laut (Bengen, 2004).
Sejak dahulu daerah sekitar perairan laut dangkal atau daerah pesisir
pantai telah dimanfaatkan sebagai tempat pengembangan budidaya dan
penangkapan ikan, sebagian juga sebagai daerah pembuangan sampah dari
daratan. Meningkatnya aktivitas ini, menyebabkan menurunnya persentase
penutupan areal padang lamun sehingga fungsinya juga menurun. Padahal salah
satu cara untuk mengatasi atau mengurangi dampak dari pemanasan global
(global warming) dan perubahan iklim (climate change) yang disarankan oleh
IUCN (The International Union for the Concervation of Nature) adalah dengan
pemeliharaan ekosistem padang lamun dalam skala yang luas (Bjork et al, 2008;
Tri, 2008). Untuk memperbaiki fungsi suatu ekosistem padang lamun, diawali
dengan mengembalikan kondisi padang lamunnya. Restorasi merupakan salah
satu strategi pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan untuk membantu
pemulihan kerusakan padang lamun.
Kegiatan restorasi yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan
transplantasi vegetatif. Upaya ini telah banyak dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode penanaman dan dengan menggunakan jenis lamun yang
berbeda. Seperti yang dilakukan oleh Addy tahun 1947 pada jenis Zostera
marina, Fuss dan Kelly tahun 1974 pada jenis Thalassia testudinum (Azkab,
1999), dan Halodule wrightii oleh Thorhaug (1974). Di Indonesia dilakukan pula
transplantasi vegetatif pada beberapa jenis seperti Enhalus acoroides yang
pernah dilakukan oleh Irwanto 2010 dan jenis Cymodocea rotundata serta
Thalassia hemprichii oleh Azkab (1987,1988) (Tangke, 2010; Lanuru, 2011).
Namun untuk restorasi dengan menggunakan metode transplantasi secara
vegetatif dalam skala besar akan membutuhkan lamun donor dalam jumlah yang
besar pula yang dapat berpengaruh negatif terhadap habitat lamun donor
tersebut.
Untuk menghindari resiko ini, beberapa negara telah melakukan kegiatan
restorasi dengan menggunakan tumbuhan lamun yang berasal dari biji (secara
generatif). Sebagai contoh di daerah selatan Florida pada jenis Thalassia
testudinum, Halodule wrigthii dan Ruppia maritima, dan di Teluk Cam Ranh,
Vietnam pada jenis Zostera marina dan Enhalus acoroides (Tangke, 2010;
Marion and Orth 2010; Tri, 2008). Di Indonesia upaya restorasi dengan
menggunakan bibit (restorasi generatif) masih belum dicoba.
Di daerah tropis seperti di Indonesia, penyebaran Enhalus acoroides
sangat luas. E. acoroides dapat ditemukan di semua tipe substrat, misalnya
substrat berlumpur, pasir, pasir bercampur pecahan karang sampai substrat
berbatu yang selalu tergenang air (Kiswara, 1992 dalam Parada 2002; Bengen,
2004). Meskipun semua tipe substrat dapat ditumbuhi E. acoroides, tingkat
4. pertumbuhannya berbeda-beda. Tingkat pertumbuhan E. acoroides berbeda-
beda berdasarkan tipe substratnya (Badria, 2007).
Berdasakan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana pertumbuhan semaian lamun dari biji di laboratorium
dengan menggunakan substrat yang berbeda, khususnya pada semaian lamun
jenis E. acoroides.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan substrat
terhadap pertumbuhan bibit lamun Enhalus acoroides. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi informasi dasar untuk pihak terkait maupun
masyarakat mengenai substrat terbaik untuk pembibitan lamun E. acoroides
dalam rangka penyediaan bibit lamun untuk kegiatan restorasi habitat dalam
skala luas. Ruanng lingkup penelitian ini dibatasi pada beberapa parameter,
yaitu: substrat yang berbeda, yaitu pasir kuarsa (pasir daratan), pasir dari habitat
alami (pasir laut) dan pecahan karang, pertumbuhan bibit lamun dari biji meliputi:
panjang daun, lebar daun dan jumlah daun, parameter kualitas air meliputi: suhu,
salinitas, fosfat (PO4) dan nitrat (NO3), kandungan nutrien dalam substrat yaitu
nitrat (NO3) dan fosfat (PO4).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai Februari
2013 yang meliputi studi literatur dan persiapan alat, pengumpulan buah lamun
Enhalus acoroides, pengambilan data pertumbuhan, analisis data dan
penyusunan laporan akhir.
Pengambilan biji lamun Enhalus acoroides dilakukan di Pulau
Barranglompo, sedangkan pembibitan dan pengamatan dilakukan di
Laboratorium Biologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Untuk analisis nitrat dan fosfat air dilakukan di Laboratorium
Oseanografi Kimia Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Untuk analisis nitrat dan fosfat sedimen dilakukan di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin.
Alat-alat yang digunakan pada saat pengambilan buah lamun di lapangan
adalah kantong sampel untuk tempat penyimpanan buah lamun. Alat yang
digunakan pada saat pembibitan lamun di laboratorium adalah botol bekas air
mineral digunakan sebagai wadah media tumbuh, akuarium dengan sistim
tersirkulasi dengan volume total air ±246 liter, mistar skala 1 mm digunakan
untuk mengukur pertumbuhan lamun, thermometer untuk mengukur suhu,
handrefractometer untuk mengukur salinitas dan jangka sorong untuk mengukur
diameter biji lamun. Bahan-bahan yang digunakan adalah air tawar untuk
membersihkan wadah, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sedimen
yang diambil dari pulau Barranglompo. Sedimen meliputi pasir laut (pasir
karbonat dengan ukuran butir ±0,125 mm), rubble yang terdiri dari berbagai
bentuk pecahan karang (umumnya dari karang bercabang, berukuran butir
±>2,00 mm) dan pasir kuarsa (pasir bahan bangunan dengan ukuran butir ±0,50
mm) yang digunakan sebagai substrat. Buah lamun Enhalus acoroides yang
5. sudah matang yang ditandai dengan buah yang terasa padat bila digenggam,
dan bulu-bulu buah yang memendek dan tidak kaku.
2.1 Tahap Persiapan dan Tahap Observasi
Tahap pertama adalah studi literatur, yang dilakukan untuk mempertajam
fokus penelitian dan untuk penguatan kerangka teoritis, perumusan masalah,
serta penyusunan metodologi penelitian. Tahap observasi dilakukan untuk
mengetahui kondisi lapangan yang sesungguhnya, mengidentifikasi permasalah-
an sebagai hipotesa awal dalam perencanaan penelitian. Tahap observasi ini
juga dilakukan untuk mengetahui secara pasti lokasi pengambilan buah lamun.
2.2 Persiapan Media dan Substrat untuk Pembibitan Lamun Enhalus
acoroides
Salah satu parameter pembatas pertumbuhan lamun adalah tingkat
kekeruhan. Air yang keruh akan menghambat proses fotosintesis daun lamun.
Oleh karena itu, pada penelitian ini substrat lumpur tidak digunakan walaupun
substrat lumpur pada beberapa tulisan dianggap media terbaik untuk
pertumbuhan lamun (Faiqoh, 2006; Badria, 2007; Hasanuddin, 2013).
Pembibitan biji lamun pada penelitian ini menggunakan pasir pantai, pecahan
karang serta pasir kuarsa (Lampiran 8). Bila usaha pembibitan dapat dilakukan
dengan menggunakan pasir yang mudah diperoleh, seperti pasir kuarsa, maka
akan sangat memudahkan proses pembibitan.
Akuarium dan wadah plastik berupa botol bekas air mineral ukuran 330 ml
berdiameter 54 mm, tinggi 10 cm. Botol dibersihkan terlebih dahulu, lalu
kemudian diangin-anginkan hingga kering. Wadah plastik yang sudah bersih lalu
dilubangi semua sisinya dengan menggunakan potongan besi berujung runcing,
berdiameter 1mm. Wadah substrat siap untuk digunakan.
Pasir kuarsa, pecahan karang dan pasir laut (pasir CaCO3 halus), yang akan
menjadi media tumbuh lamun, dicuci dengan air tawar beberapa kali hingga
bersih, kemudian dijemur di bawah matahari dengan harapan mikroorganisme
dan senyawa organik yang masih tersisa di sedimen akan berkurang atau
bahkan hilang setelah proses pencucian dan pengeringan.
Gambar: Biji lamun dalam wadah dengan substrat beragam
2.3 Pengambilan Buah Lamun Enhalus acoroides
Buah lamun Enhalus acoroides yang dianggap sudah matang, dipetik
pada tangkai buahnya 5 cm dari buah lalu dibersihkan hingga tidak ada lagi
butiran pasir yang melekat pada kulit buah. Setelah bersih, buah lamun
dimasukkan ke dalam kantong sampel untuk dibawa ke laboratorium.
6. Gambar: Buah (A), dan biji (B) dari lamun Enhalus acoroides
2.4 Penandaan Wadah Substrat
Sebelum digunakan, wadah yang sudah dibersihkan, diberi label atau
kode. Wadah substrat pasir kuarsa (PK) dengan jumlah ulangan 20 (PK1, PK2,
sampai PK20), substrat pasir dari habitat alami (pasir laut) (PA) dengan jumlah
ulangan 20 (PA1, PA2, sampai PA20), substrat pecahan (rubble) karang (RK)
dengan jumlah ulangan 20 (RK1, RK2 sampai RK20). Wadah kemudian diisi
substrat yang sesuai setinggi 6 cm, lalu diletakkan secara acak di dalam
akuarium (Gambar 4), yang airnya tersirkulasi dalam suatu sistem (volume ± 246
liter). Wadah berisi substrat kemudian dibiarkan selama 3 hari dalam sistim
tersirkulasi tadi, sebelum ditanami biji.
Buah lamun yang telah terkumpul dibuka dan dikeluarkan bijinya dengan
hati-hati agar selubung pembungkus biji tidak rusak. Sebanyak 60 biji lamun
berdiameter relatif sama (± 16 mm) dipilih untuk kemudian diambil secara acak
untuk ditanam pada media tumbuh yang telah dipersiapkan dan berada dalam
akuarium yang telah terisi air laut dan tersirkulasi.
BA
7. 2.5 Pengukuran Kualitas Air
a. Suhu
Pengambilan data suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer
pada setiap akuarium dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam
akuarium kemudian suhu yang ditunjukkan pada thermometer dicatat.
b. Salinitas
Pengukuran parameter salinitas dilakukan dengan menggunakan
handrefractometer. Air yang terdapat dalam akuarium, diambil secukupnya
kemudian diteteskan pada kaca handrefractometer, lalu dengan bantuan cahaya
dilihat dan dicatat nilai salinitasnya.
c. Nitrat
Air sampel disaring dengan menggunakan kertas Whatman, kemudian air
yang sudah disaring dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi yang selanjutnya di
tambahkan dengan larutan brucin sebanyak 0,5 ml lalu diaduk. Kemudian
ditambahkan 5ml asam sulfat pekat kemudian diaduk dan didiamkan beberapa
menit sampai dingin. Larutan blanko dibuat dari 5 ml akuades. Kadar nitrat diukur
dengan menggunakan spektrofotometer (pembacaan sampel maksimal 3,5 mg/L
dan minimum 0,001 mg/L) DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang
gelombang 420 nm. Nilai nitrat yang tertera di layar spektrofotometer DREL 2800
kemudian dicatat.
d. Fosfat
Sebanyak 25-50 ml air sampel disaring dengan menggunakan kertas
saring millipore 0,45 μm atau yang setara. Kemudian 2,0 ml air sampel yang
telah disaring dipipet, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 2,0 ml H3BO3 1%, dan diaduk, lalu ditambahkan 3,0 ml larutan
pengoksida fosfat (campuran antara Asam sulfat 2,5 M, asam ascorbic dan
ammonium mlybdate) lalu diaduk. Dibiarkan selama satu jam, agar terjadi reaksi
yang sempurna. Kadar fosfat diukur dengan menggunakan spektrofotometer
DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Nilai fosfat yg
tertera di layar Spektrofotometer DREL 2800 kemudian dicatat.
2.6 Pengukuran Pertumbuhan Semaian Biji Lamun Enhalus acoroides
Pengukuran pertumbuhan semaian lamun meliputi perhitungan jumlah
daun. Sedangkan panjang daun dan lebar daun diukur dengan menggunakan
mistar plastik 1 mm. Pengukuran pertama dilakukan pada hari kedua setelah
penanaman, dan selanjutnya dilakukan setiap dua hari selama 8 minggu
pemeliharaan. Untuk data tambahan dilakukan pula pengamatan pada
perubahan jumlah lamun yang mati, panjang akar, jumlah akar dan diameter akar
yang dilakukan di akhir penelitian.
Laju pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus
(Supriadi, 2003; Short and Duarte, 2001).
Keterangan:
P : Laju pertumbuhan panjang daun (mm) Lo : Panjang awal daun (mm)
Lt : Panjang akhir daun (mm) Λt : Lama/waktu pengamatan (hari)
P =
Lt − Lo
Λt
8. 2.7 Analisis Data
Untuk melihat efek substrat yang berbeda terhadap pertumbuhan semaian
lamun Enhalus acoroides, digunakan analisis varians satu arah (One Way
ANOVA). Jika hasil dari analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan
signifikan, maka dilanjutkan dengan analisis post hoc test untuk menentukan
perlakuan yang optimum.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides
a. Pertumbuhan Panjang Daun, Panjang Akar dan Jumlah Akar
Laju pertumbuhan daun dari semaian lamun Enhalus acoroides
memperlihatkan nilai yang berbeda pada substrat yang berbeda. Semaian di
substrat pasir laut secara signifikan tumbuh lebih cepat (P<0,05) dibandingkan
dengan yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang (Gambar
5).
Gambar 5. Rerata pertumbuhan panjang daun semaian Enhalus acoroides pada
substrat yang berbeda (berdasarkan ANOVA)
Dari pola pertumbuhan daun lamun E. acoroides selama 8 minggu
(Gambar 6) terlihat bahwa, semaian dengan substrat pasir laut tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan semaian yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa
dan pecahan karang (Gambar 6).
Gambar 6. Grafik pola pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides
Laju pertumbuhan panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides pada
substrat pasir laut dengan substrat pasir kuarsa dan substrat pasir alami dengan
substrat pecahan karang berbeda nyata (p<0.05) (Lampiran 3). Laju
pertumbuhan semaian Enhalus acoroides secara signifikan lebih tinggi pada
0
1
2
3
Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK)Pecahan Karang (RK)
RerataPertumbuhan
panjangDaun(mm)
Substrat
Pertumbuhan daun Semaian Enhalus acoroides pada
susbstrat berbeda
0
50
100
150
200
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60
Polapertumbuhan
panjangdaunEnhalus
acoroides(mm)
Waktu Pengamatan (hari)
Pasir Alami
Pasir Kuarsa
Pecahan Karang
9. pasir laut dibandingkan dengan yang tumbuh pada pasir kuarsa dan pecahan
karang (Gambar 5).
Pola pertumbuhan panjang daun semaian lamun E. acoroides di
laboratorium hingga hari ke 20 setelah penanaman tidak memperlihatkan pola
pertumbuhan yang berbeda (Gambar 6). Hal ini disebabkan karena sumber
energi yang digunakan untuk tumbuh hingga hari ke-20 masih memanfaatkan
cadangan makanan yang berasal dari biji. Semua biji yang berasal dari
tumbuhan berbiji tertutup (angiospermae) memiliki cadangan makanan yang
terdapat dalam putih lembaga dalam (endospermium). Lama penyimpanan
cadangan makanan dalam biji berbeda-beda pada setiap jenis (Tjitrosoepomo,
2000; Hidayat, 1995).
Semaian lamun E. acoroides yang tumbuh pada substrat berbeda setelah
hari ke 20 memperlihatkan pola pertumbuhan yang berbeda (Gambar 6), dan
secara signifikan pola pertumbuhan terlihat pada hari ke 26 keatas (P<0,05)
(Lampiran 4). Semaian yang tumbuh pada pasir laut lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tumbuh pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena semaian lamun E. acoroides sudah mulai
memanfaatkan nutrien dari lingkungan. Konsentrasi nitrat di kolom air pada awal
penelitian (penanaman biji) adalah sekitar 2,08 mg/L yang meningkat menjadi
>3,5 mg/L pada hari ke-30 (pertengahan penelitian), tetapi menurun kembali
menjadi sekitar 2,09 mg/L di akhir penelitian (±60 hari) (Tabel 1). Peningkatan
konsentrasi nitrat pada pertengahan penelitian kemungkinan disebabkan oleh
karena semaian belum memanfaatkan nutrien dari lingkungan, kenyataan
adanya penambahan air laut baru pada pertengahan waktu penelitian juga dapat
menjadi alasan meningkatnya konsentrasi nitrat serta adanya fiksasi nitrogen
yang berasal dari udara melalui sirkulasi air yang jatuh masuk ke dalam air (Fitter
and Hay, 1981).
Konsentrasi nitrat kembali menurun ketika akhir penelitian yang diduga
disebabkan karena semaian lamun E. acoroides telah memanfaatkan nutrien dari
lingkungannya untuk tumbuh.
Tabel 1. Konsentrasi Nutrien dalam kolom air
Pengukuran
Nutrien (mg/L)
Nitrat (NO3) Fosfat (PO4)
Awal 2,08 1,61
Tengah ± >3,5 1,18
Akhir 2,09 1,44
Pertambahan panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides yang
ditanam pada substrat pasir laut lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh
pada substrat pasir kuarsa dan pecahan karang. Hal ini pula disebabkan karena
tekstur sedimen pada pasir alami (PA) lebih halus. Tekstur substrat yang lebih
halus menyebabkan tumbuhan tidak perlu mengeluarkan energi yang lebih besar
agar akar bisa masuk ke dalam substrat. Berbeda dengan partikel sedimen yang
lebih kasar seperti substrat lainnya (PK dan RK), akar membutuhkan energi lebih
banyak untuk masuk ke dalam substrat kasar, sehingga energi yang akan
digunakan untuk pertumbuhan daun pada pasir laut (PA) relatif lebih banyak
10. dibandingkan dengan substrat pasir kuarsa (PK) dan substrat pecahan karang
(RK). Hal serupa juga didapatkan oleh Badria (2007), di Teluk Banten. Pada
substrat yang lebih halus, laju pertumbuhan Enhalus acoroides lebih cepat
dibandingkan dengan lamun yang tumbuh pada substrat yang kasar.
Hasil ini didukung pula oleh suhu dan salinitas yang masih dalam batas
toleransi pertumbuhan untuk lamun. Menurut Dahuri (2001), batas toleransi
optimum suhu dan salinitas untuk pertumbuhan lamun yaitu 30 0
C dengan
salinitas 35 ‰ . Kisaran suhu air pada dua akuarium yang digunakan adalah
antara 27– 29 0
C, dengan kisaran salinitas 30-31 ‰.
Substrat merupakan medium dari mana tumbuhan secara normal
memperoleh nutrien. Substrat dapat didefinisikan pula sebagai medium alami
untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan
organisme hidup. Air dan udara berada dalam pori-pori substrat. Distribusi dan
ukuran rongga pori-pori tergantung pada struktur dan tekstur substrat.
Substrat menentukan sejauh mana lamun tumbuh. Umumnya lamun tumbuh
pada substrat berlumpur sampai ke substrat berbatu. Perbedaan karakteristik
substrat dapat memengaruhi pertumbuhan dan penyebaran lamun. Hal ini sesuai
dengan penyataan Erftemeijer and Middelburg (1993) bahwa semakin kecil
ukuran sedimen maka semakin besar pula ketersediaan unsur hara N dan P di
substrat tersebut. Karena semakin kecil ukuran partikel substrat maka energi
yang digunakan akar untuk masuk ke dalam substrat untuk memperoleh nutrien
tidak banyak. Berbeda dengan substrat yang memiliki tekstur yang kasar.
Hal ini pula dukung dengan hasil penelitian yang didapatkan pada panjang
akar dan jumlah akar. Rerata panjang akar lamun Enhalus acoroides yang
ditumbuhkan pada substrat pasir laut (PA) dan substrat pasir kuarsa (PK) secara
signifikan lebih panjang (P<0,05) dibandingkan akar semaian yang ditumbuhkan
di substrat pecahan (rubble) karang (RK) (Gambar 7).
Gambar 7. Rerata panjang akar semaian lamun Enhalus acoroides pada substrat
berbeda (berdasarkan ANOVA)
Rerata panjang akar semaian lamun E. acoroides pada substrat pecahan
karang dengan substrat pasir kuarsa dan substrat pecahan karang dengan
substrat pasir laut berbeda nyata (P<0,05) (Lampiran 5). Salah satu fungsi akar
adalah untuk menyerap nutrien dari dalam substrat. Seperti penyataan
Erftemeijer and Middelburg (1993) yang menyatakan bahwa lamun lebih banyak
mengambil nutrien dari dalam substrat dibandingkan dengan nutrien di kolom air.
Semakin panjang suatu akar maka akan semakin optimal pengambilan nutrien
dari dalam substrat (Jumin, 1985). Hal ini didasari dengan asumsi bahwa
0
20
40
60
80
100
120
Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK)
RerataPanjangAkar
SemaianE.
acoroides(mm)
Substrat
11. semakin panjangnya akar maka bulu-bulu akar akan semakin banyak dan
pengambilan nutrien dari dalam substrat pun optimal.
Sedangkan dari segi jumlah akar, semaian yang ditumbuhkan pada
substrat pecahan (rubble) karang secara signifikan memiliki jumlah akar yang
lebih banyak dibandingkan dengan pasir laut dan pasir kuarsa (Gambar 8).
Gambar 8. Rerata jumlah akar semaian Enhalus acoroides yang ditumbuhkan
pada substrat yang berbeda (berdasarkan ANOVA)
Akar merupakan salah satu organ tumbuhan yang sangat penting untuk
pertumbuhan. Akar selain berfungsi untuk memperkuat berdirinya tumbuhan juga
bertindak sebagai penyerap nutrien dari dalam sedimen dan kadang-kadang
sebagai temapat penyimpanan cadangan makanan (Tjitrosoepomo, 2000).
Bentuk dan kedalaman serta penyebaran akar akan mempengaruhi jumlah
nutrien dan air yang diserap oleh akar tanaman. Akar yang panjang memiliki luas
permukaan yang lebih besar jika dibandingkan dengan akar yang pendek karena
dapat menjelajahi sejumlah volume yang sama (Jumin, 1985).
Rerata jumlah akar semaian E. acoroides yang tumbuh pada substrat
pecahan karang terhadap susbtrat pasir kuarsa dan substrat pecahan karang
dengan substrat pasir laut berbeda nyata (P<0,05) (lampiran 6). Hal ini
disebabkan karena tipe substrat yang berbeda. Substrat pecahan karang
memiliki tekstur lebih kasar sehingga akar semaian sangat sulit untuk menembus
substrat dalam memperoleh nutrien. Untuk tetap memperoleh nutrien yang cukup
untuk pertumbuhannya maka salah satu adaptasi yang dilakukan yaitu
memperbanyak akar.
b. Lebar Daun
Rata-rata pertambahan lebar daun Enhalus acoroides pada substrat pasir
laut dan pecahan karang adalah ±0.094 mm/hari, sedangkan pada pasir kuarsa
adalah ±0.092 mm/hari (Gambar 9).
Gambar 9. Rerata pertambahan lebar daun lamun Enhalus acoroides
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK)
JumlahAkar
SemaianEnhalus
acoroides
Substrat
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
Pasir laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK)
Rerata
Pertambahan
LebarDaun(mm)
Substrat
12. Uji statistik dengan analisis One Way ANOVA menunjukkan bahwa
pertambahan lebar daun dari semaian Enhalus acoroides yang tumbuh pada 3
substrat yang berbeda tidak berbeda nyata (p>0,05).
c. Jumlah Daun
Rata-rata pertambahan jumlah daun Enhalus acoroides selama 8 minggu
pemeliharaan dengan interval 2 hari pada substrat berbeda adalah Gambar 10.
Gambar 10. Rerata pertambahan jumlah daun Enhalus acoroides pada substrat
yang berbeda
Grafik di atas menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun Enhalus
acoroides yang disemaikan pada substrat pasir laut, pasir kuarsa dan pecahan
karang tidak berbeda jauh. Rata-rata pertambahan jumlah daun Enhalus
acoroides yang tumbuh pada tiga substrat berbeda selama 8 minggu
pemeliharaan adalah ±5,60 (sekitar 5-6 ) jumlah daun yang tumbuh.
3.2 Kandungan Nutrien dalam Sedimen
Lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, diantaranya pasir, lumpur,
pasir berlumpur dan batu karang. Kondisi ini menentukan penyebarannya di
perairan mulai dari pantai hingga ke daerah berbatasan dengan ekosistem
terumbu karang. Selain dalam kolom perairan, nutrien juga dapat dijumpai dalam
substrat.
a. Nitrat
Konsentrasi nitrat pada ketiga substrat yang berbeda memiliki nilai rata-rata
yang berbeda pada awal hingga akhir penelitian (Gambar 11). Kandungan nitrat
pada sedimen awal penelitian yaitu pada substrat pasir laut (PA) sebesar 13,91
ppm, substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 13,36 ppm dan pada pecahan karang
(RK) sebesar 10,25 ppm. Sedangkan setelah penelitian kandungan nitrat pada
sedimen yaitu substrat pasir laut (PA) sebesar 12,60 ppm, substrat pasir kuarsa
(PK) sebesar 16,10 ppm dan substrat pecahan karang (RK) sebesar 10,39 ppm.
Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Hamid (1996) di Teluk
Grenyang sebesar 17,94-51,38 ppm dan Suparno (1999) di Teluk Banten
sebesar 11,11-37,21 ppm. Perbedaan nilai konsentrasi nitrat pada ketiga substrat
pada penelitian ini masih tergolong baik untuk pertumbuhan lamun.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60
Reratapertambahan
JumlahDaunLamunE.
acoroides
Waktu Pengukuran (Hari)
Pasir Laut (PA)
Pasir Kuarsa (PK)
Pecahan Karang
(RK)
13. 0
5
10
15
20
25
Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang
(RK)
Rata-rataKandunganFosfat
(PO4)DalamSedimen(ppm)
Substrat
Awal Penelitian
Akhir Penelitian
Gambar 11. Rerata Kadungan Nitrat dalam sedimen
b. Fosfat
Konsentrasi kandungan fosfat dalam sedimen yang dilakukan pada awal
dan akhir penelitian didapatkan nilai yang berbeda (Gambar 12).
Gambar 10. Rerata kandungan fosfat (PO4) dalam sedimen
Kandungan fosfat pada awal penelitian yaitu untuk pasir laut (PA)
sebesar 14,12 ppm, untuk substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 15,29 ppm dan
untuk substrat pecahan karang (RK) sebesar 13,83 ppm. Sedangkan kandungan
fosfat setelah penelitian didapatkan untuk substrat pasir laut (PA) sebesar 17,70
ppm, untuk substrat pasir kuarsa (PK) sebesar 18,56 ppm dan untuk pecahan
karang (RK) sebesar 17,87 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil analisis fosfat yang
didapatkan oleh Hamid (1996) di Teluk Grenyang Banten yaitu sebesar 16,87-
34,24 ppm. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini masih dalam kategori baik
untuk pertumbuhan lamun berdasarkan data-data penelitian di lokasi lain.
4. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe substrat berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan semaian lamun Enhalus acoroides, dimana laju pertumbuhan
panjang daun semaian lamun Enhalus acoroides lebih signifikan pada substrat
pasir laut (pasir karbonat) dibandingkan dengan semaian yang tumbuh pada
substrat pasir kuarsa dan pecahan karang.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat tingkat kelangsungan
hidupnya di lapangan, sehingga bisa di bandingkan hasil antara restorasi secara
vegetatif dengan restorasi secara generatif. Dan untuk substrat sebaiknya
menggunakan pasir laut (pasir karbonat) jika melakukan persemaian di
laboratorium.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Pasir Laut (PA) Pasir Kuarsa (PK) Pecahan Karang (RK)
Rata-ratakandungan
Nitrat(NO3)dalam
Sedimen(ppm)
Substrat
Awal Penelitian
Akhir Penelitian
14. DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman lamun. Oseana, Volume XXIV, Nomor
3 :11 – 25.
Badria, S., 2007. Laju Pertumbuhan Daun Lamun Enhalus acoroides Pada Dua
Substrat Berbeda Di Teluk Banten. Skripsi. Program Studi Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor
Bengen,D.G. 2004. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Instititut Pertanian Bogor.
Bjork, M., Short, F., Mcleod, E. and Beer, S. 2008. Managing Seagrasses for
Resilience to Climate Change. IUCN Resilience Science Group Working
Paper Series No.3. IUCN, Gland, Switzerland, 55 pp.
Boyd, C.E. 1989. Water Quality Management in Ponds for Aquculture Alabama.
Agriculture Experiment Statiun Auburn. Universitas Alabama. USA.
Brouns, J.J.W.M and H.M.L. Heijs., 1986. Production and Biomass of the
Seagrass, Enhalus acoroides (L.f.) Aquatic Botany. 25:21-24.
Coles R, Mckenzie L, Campbell S, Mellors J, Waycott M and Goggin L. 2004.
Seagrasses in Queensland waters. Current State Of Knowledge. CRC
Reef Research Centre. Australia.
Dahuri, R, R Jacub, P.G Sapta, dan M. J . Sitepu. 2001. Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu. PT Pradnya
Paramita, Jakarta.
Den Hartog, 1970. The Seagrasses of The World. North Holland Publishing Co.,
Amsterdam.
Den Hartog 1977. Structure, Function and Clasification in Seagrasess
Communities. Marcell Dekker. New York.
Erftemeijer P I. A and Middelburg. J.J. 1993. Sediment-nutrient Interactions in
Tropical Seagrass Beds: a Comparison Between a Terrigenous and a
Carbonate Sedimentary Environment in South Sulawesi (Indonesia).
Marine Ecology Progress Series, Vol,102: 187-198. Netherlands Institute
of Ecology, Centre for Estuarine and Coastal Ecology. Netherland.
Faiqoh, E. 2006. Laju Pertumbuhan dan Produksi Daun Enhalus acoroides (L.f)
Royle di Pulau Burung, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Fitter,A.H dan Hay, R.K.M., 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Fakultas
Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hamid, A. 1996. Peranan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan
Enhalus acoroides (L.f) Royle di Teluk Grenyang-Bojongara Kabupaten
Serang, Jawa Barat. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Bogor.
Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara Kerapatan dan Morfometrik Lamun
Enhalus acoroides dengan Substrat dan Nutrien di Pulau Sarappo Lompo
Kab. Pangkep. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin.
Makassar
Hendra. 2011. Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Daun Lamun Halophila
ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis Pada Ekosistem
Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Hidayat, B.E., 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Jurusan Biologi, FMIPA. Institut
Teknologi Bandung (ITB). Bandung
15. Hutomo, M., 1999. Proses Peningkatan Nutrien Mempengaruhi
Kelangsungan Hidup Lamun. (Online). http://www.coremap.or.id/berita/arti
cle.php?id=160. (diakses pada hari Senin 09 Oktober 2012).
Irwanto, N. 2010. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus
acoroides Yang Ditransplantasi Dengan Metode Plug Di Pulau Barrang
Lompo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Jumin, H.B. 1985. Ekologi Tanaman; Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali
Press. Jakarta.
Kiswara W, 1995. Kandungan Hara dalam Air Antara dan Air Permukaan Padang
Lamun Pulau Barrang Lompo dan Gusung Talang, Sulawesi Selatan.
Balitbang, Biologi, Pustlitbang Oseanologi, LIPI. Jakarta Timur.
Kiswara, W and M. Hutomo,. 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun.
Oseana, Volume X, Nomor 1: 21-30. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
Lanuru M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of
Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South
Sulawesi (Indonesia). 3rd International Conference on Chemical,
Biological and Environmental Engineering IPCBEE. Vol. 20.
Marion S.R and Orth R.J. 2010. Factors Influencing Seedling Establishment
Rates in Zostera marina and Their Implications for Seagrass Restoration.
Restoration Ecology. Vol. 18, No. 4, pp. 549–559.
McRoy, C.P., Barsdate, R.J., Nebert, M. 1972. Phosphorus cycling in an eelgrass
(Z. marina L.) ecosystem. Limnol. Oceanogr. 17, 58–67.
Muchtar, M. 1999. Zat hara dan kondisi fisik Teluk Kuta, Lombok. Indonesia.
Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT.
Gramedia Jakarta.
Parada, M., 2002. Kepadatan dan Produksi Lamun Enhalus acoroides dan
Thalassia hemprichii. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Short, F. T., and Duarte, C. M. 2001. Methods for the Measurament of Seagrass
Growth and Production. Di dalam Short FT and Coles RG, editor. Global
Seagrass Research Methods. Amsterdam. Elsevier Science II.V Chapter
8. Hal 174-175.
Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun Enhalus acoroides (Linn. F) Royle dan
Thalassia hemprichii (Ehrenb.) Ascherson di Pulau Barranglompo
Makassar. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat dan Fungsi Rehabilitasi).
Faperta UMMU. Ternate.
Thorhaug, A. 1974. Transplantation of the seagrass Thalassia testudinum Konig.
Aquaculture 4 (2): 177-183).
Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan. Edisi Ke-12. Fakultas Biologi.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, dan M.K. Moosa. 1997. The Ecology of The
Indonesian Seas. Part Two. The Ecology of Indonesia Series. Volume
VIII. Periplus Edition (HK), Ltd, Singapore.
Tri PH. 2008. Rehabilitation and Conservation The Seagrass Meadows At Cam
Hai Dong, Cam Ranh Bay, Khanh Hoa Province, Central Vietnam.
Institute of Oceanography Nhatrang,Vietnam.
Waycott, M., McMahon, K., Mellors, J., Calladine, A., and Kleine, D., 2004. A
Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook
University, Townsville, 72 pp.