SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
Download to read offline
COREMAP-CTI
Pusat Penelitian Oseanograi – LIPI
Penulis:
Udhi Eko Hernawan
Nurul D. M. Sjafrie
Indarto H. Supriyadi
Suyarso
Marindah Yulia Iswari
Kasih Anggraini
Rahmat
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
2017
STATUS PADANG LAMUN INDONESIA 2017
© 2017 Pusat Penelitian Oseanograi
PENULIS
Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Marindah Yulia Iswari,
Kasih Anggraini, Rahmat
DESAIN & ILUSTRASI
Dudy Ramdhana, Raditya Pratama
Daftar Isi
1. Wali Data Lamun
2. Sekilas Tentang Lamun
3. Manfaat Lamun
4. Luasan Lamun Di Indonesia
5. Kondisi Lamun Di Indonesia
6. Ancaman Kerusakan Lamun
7. Daftar Pustaka
5
7
12
15
17
23
19
FOTO: UDHI EkO HERNAwAN
Udhi Eko Hernawan
Status Padang Lamun Indonesia 2017/ Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso,
Marindah Yulia Iswari, Kasih Anggraini, Rahmat -- Jakarta : Puslit Oseanograi - LIPI.
24 hlm.; 25 cm x 17 cm
Bibliograi : hlm. 23
ISBN 978-602-6504-06-7
Padang lamun memberikan manfaat besar baik
secara ekologi maupun bagi kehidupan manusia.
Ekosistem ini sangat menunjang keberlangsungan
sumber daya perikanan di Indonesia. Agar padang
lamun tetap memberikan manfaat bagi masyarakat
secara berkelanjutan, kebijakan pengelolaan yang
tepat harus sesuai dengan perubahan kondisi yang
terjadidiekosistemini.Olehkarenaitu,ketersediaan
informasi berkala yang dapat dipertanggugjawabkan
secara ilmiah tentang kondisi padang lamun
di Indonesia sangat diperlukan sebagai dasar
kebijakan pengelolaan padang lamun.
Sampai dengan tahun 2015, informasi mengenai
kondisi dan potensi padang lamun secara
menyeluruh di Indonesia belum terkelola dengan
baik dalam satu sistem basis data yang mapan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai
pemegang otoritas keilmuan (scientific authority)
memiliki tanggung jawab moral untuk akses dan
pengelolaan data dan informasi (Walidata) tentang
status padang lamun di Indonesia.
Sebagai bagian dari luaran tugas Walidata Lamun
Indonesia, buku ini disusun dengan tujuan untuk
memberikan informasi kepada mengenai kondisi
padang lamun di Indonesia pada tahun 2017.
Buku ini dipersembahkan kepada para pengambil
kebijakan dan masyarakat secara umum yang
berkepentingan dengan padang lamun di Indonesia.
Buku ini tersusun atas dukungan dari berbagai
pihak. Data yang diolah dalam buku ini merupakan
kontribusi dari berbagai institusi di Indonesia. Oleh
karena itu, penyusun menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang ikut
berkontribusi dalam penyusunan buku ini.
Penyusun berharap semoga kehadiran buku ini
dapat mengisi kekosongan informasi mengenai
kondisi padang lamun di Indonesia. Akhirnya, kami
mengundang kritik dan saran dari pembaca untuk
perbaikan buku ini.
Jakarta, Mei 2017
Penyusun
PENGANTAR
Informasi mengenai kondisi padang lamun
menjadi kebutuhan yang mendasar dalam
pengelolaan ekosistem pesisir di Indonesia.
Padang lamun merupakan ekosistem penting
yang menunjang kehidupan beragam jenis mahluk
hidup, sekaligus sebagai lumbung protein bagi
masyarakat. Namun demikian, ekosistem tersebut
rentan terhadap ancaman kerusakan baik akibat
manusia maupun faktor alam.
Agar padang lamun tetap mampu memberikan
manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan,
program pengelolaan yang tepat harus
menyesuaikan dengan perubahan kondisi yang
terjadi di ekosistem ini, baik berupa peningkatan
maupun penurunan. Oleh karena itu, penelitian
yang bersifat rutin tentang kondisi padang lamun
perlu dilakukan. Penelitian ini dapat memberikan
informasi tentang kondisi padang lamun secara
akurat.
Penelitian tentang padang lamun memang
telah banyak dilakukan oleh berbagai institusi
di Indonesia. Waktu, lokasi, metode serta fokus
penelitian yang beragam membentuk variasi
yang besar pada hasil data dan informasi tentang
status/kondisi padang lamun. Selain itu, data
dan informasi mengenai status padang lamun di
Indonesia tersebar dan tidak terkelola dengan
baik. Sebelum tahun 2015, tidak ada lembaga
yang secara khusus bertugas sebagai pengelola
hasil penelitian (walidata) padang lamun di
Indonesia.
Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (P2O–LIPI), sebagai
institusi riset milik pemerintah yang telah lama
melakukan penelitian tentang padang lamun di
berbagai wilayah di Indonesia, mendapatkan
mandat sebagai walidata lamun Indonesia sesuai
dengan Keputusan Kepala Badan Informasi
Geospasial No. 54 tahun 2015 pada tanggal 22
Desember 2105. Tugas ini merupakan kontribusi
nyata P2O LIPI dalam kebijakan One Map Policy
dalam Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011.
WAliDATA
lAmuN
1
5
SEKilAS
TENTANG
lAmuN
2
Tumbuhan lamun yang membentuk
hamparang padang lamun di daerah
laut dangkal
Dalam Kamus Merriem Webster (2003) lamun
atau seagrass definisikan sebagai: “any of various
grass like plants that inhabit coastal areas”. Lamun
merupakan tumbuhan tingkat tinggi (Antophyta)
yang hidup dan terbenam di lingkungan laut;
berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome),
berakar dan berkembang biak secara generatif
(biji) dan vegetatif (tunas).
Kata seagrass sendiri di benua Amerika baru
muncul di tahun 60-an dan di Eropa di tahun 70-an
dengan terbitnya publikasi hasil-hasil penelitian
yang menggunakan kata seagrass. Sebenarnya
puluhan bahkan ratusan tahun sebelumnya
telah muncul nama-nama Inggris (common
name) dari jenis-jenis lamun yang disesuaikan
dengan bentuk luar (morfologi) atau sebagai
makanan dari binatang tertentu, misal; eelgrass
(Zostera marina), turtle/dugonggrass (Thallassia
testudinum), manatee grass (Halodule wrightii),
spoongrass (Halophila spp.)
Di Indonesia, seagrass memiliki berbagai nama
daerah. Di Teluk Banten seagrass dikenal sebagai
lamun; di Kepulauan Seribu disebut ’rumput pama’,
’oseng’, ’samo-samo’; di Kepulauan Riau disebut
rumput setu atau setu laut; di Sulawesi Selatan
disebut rumput ’samo-samo’, ’rumput anang’; di
Maluku disebut ’lalamong’, ’samo-samo’, ’pama’,
’ilalang laut’; di Maluku Utara disebut ’rumput
gussumi’, ’guhungiri’, ’alinumang’; di Pulau
Kabaena, Muna, Buton dan Sulawesi Tenggara
FOTO: UDHI EkO HERNAwAN
7
I S T I L A H L A M U N
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan tingkat
tinggi (Anthophyta) yang hidup dan tumbuh
terbenam di lingkungan laut; berpembuluh,
berimpang (rhizome), berakar, dan berkembang
biak secara generatif (biji) dan vegetatif.
Rimpangnya merupakan batang yang beruas-
ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar
dalam substrat pasir, lumpur dan pecahan
karang.
Padang Lamun (seagrass bed) adalah
hamparan tumbuhan lamun yang menutupi
suatu area pesisir/laut dangkal yang dapat
terbentuk oleh satu jenis lamun (monospeciic)
atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan
tanaman yang padat (dense) sedang (medium)
atau jarang (sparse).
Ekosistem lamun (seagrass
ecosystem) adalah satu sistem (organisasi)
ekologi padang lamun, di dalamnya terjadi
hubungan timbal balik antara komponen
abiotik dan komponen biotik hewan dan
tumbuhan.
8
disebut sebagai ’rumput lelamong’ atau ’rumpat lela’.
Di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, lamun jenis
Enhalus acoroides dikenal sebagai ’rumput unas’.
JUMLAH JENIS DAN SEBARAN
Lamun dapat tumbuh di daerah pesisir dan
lingkungan laut wilayah tropis dan ugahari, kecuali
pantai perairan kutub karena banyak tertutup es.
Lamun tumbuh mulai dari mintakat intertidal sampai
kedalaman lebih kurang 90 m (Duarte, 1991). Di
perairan Indonesia lamun umumnya tumbuh di daerah
pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang (Nienhuis
et al., 1989). Tumbuh pada substrat dengan dasar
lumpur, pasir berlumpur, pasir dan pecahan karang.
Jumlah jenis lamun di dunia adalah 60 jenis,
yang terdiri atas 2 suku dan 12 marga (Kuo &
McComb, 1989). Di perairan Indonesia terdapat
15 jenis, yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga.
Jenis lamun yang dapat dijumpai adalah 12 jenis,
yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C.
serrulata, Halophila decipiens, H. ovalis, H. minor,
H. spinulosa, Haludole pinifolia, Halodule uninervis,
Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, dan
Thalassodendron ciliatum. Tiga jenis lainnya, yaitu
Halophila sulawesii merupakan jenis lamun baru
yang ditemukan oleh Kuo (2007), Halophila becarii
yang ditemukan herbariumnya tanpa keterangan yang
jelas, dan Ruppia maritima yang dijumpai koleksi
herbariumnya dari Ancol-Jakarta dan Pasir Putih-
Jawa Timur.
Ciri khusus:
- Tepi daun tidak bergerigi
- Seludang daun menutup
sempurna
Cymodocea rotundata
9
Ciri khusus:
- Berukuran paling
besar (daun bisa
mencapai 1 meter)
- Rambut pada rhizoma
Ciri khusus:
- Daun pita, terkumpul
membentuk cluster
- Satu cluster daun terbentuk
dari ‘tangkai’ daun yang
panjang dari rhizoma
Ciri khusus:
- Daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil
- Satu urat tengah daun jelas
- Rhizome halus dengan bekas
daun jelas menghitam
- Ujung daun agak membulat
Ciri khusus:
- Daun oval, berpasangan
dengan tangkai pada tiap
ruas dari rimpang
- Tulang daun 8 atau lebih
- Permukaan daun tidak
berambut
Enhalus acoroides
Thalassodendron
ciliatum Halophila ovalis
Halodule pinifolia
10
Ciri khusus:
- Daun lebih cenderung
oval-lonjong, ukuran kecil
- 6-8 tulang daun
- Permukaan daun
berambut
Ciri khusus:
- Mirip Cymodocea
rotundata, tapi
rhizoma beruas-ruas
dan tebal
- Garis/bercak coklat
pada helaian daun
Ciri khusus:
- Tepi daun, bulat
bergerigi
- Seludang daun
membentuk segitiga,
tidak menutup
sempurna
Ciri khusus:
- Daun pipih panjang, tapi
berukuran kecil
- Satu urat tengah daun jelas
- Rhizome halus dengan
bekas daun jelas
menghitam
- Ujung daun seperti trisula
Halophila decipiens
Thalassia hemprichii
Cymodocea serulata
Halodule uninervis
11
Ciri khusus:
- Daun berbentuk silindris
Ciri khusus:
- Daun oval, ukuran kecil,
berpasangan dengan
tangkai pada setiap ruas
dari rimpang
- Tulang daun kurang dari 8
Ciri khusus:
- Satu tangkai daun yang
keluar dari rhizome terdiri
dari beberapa pasang
daun yang tersusun
berseri
Syringodium isoetifolium
Halophila minor
Halophila spinulosa
Gambar : Seagrass Watch
Makroalga
Mangrove
padang laMun
91 - 552
394-1000
394-449
1000
0
Produktivitas Primer
(netto; g C m-2
yr-1
)
Satuan: gram karbon, per
meter persegi per tahun
sumber: Duarte, 2017,
doi:10.5194/bg-14-301-2017)
Foto: istimewa
Fungsi dan manfaat padang lamun di ekosistem perairan dangkal adalah sebagai produsen primer,
habitat biota, stabilisator dasar perairan, penangkap sedimen dan pendaur hara. Berikut penjelasan lebih
lanjut dari peran-peran tersebut:
a SEBAGAI PRODUSEN PRIMER
Sebagai tumbuhan autotrofik, lamun mengikat
karbondioksida (CO2
) dan mengubahnya men-
jadi energi yang sebagian besar memasuki
rantai makanan, baik melalui pemangsaan
langsung oleh herbivora maupun melalui
dekomposisi sebagai serasah. Produktivitas
primer padang lamun relatif tinggi di pesisir.
FuNGSi &
mANFAAT
lAmuN
3
12
Padang lamun sebagai habitat beragam jenis ikan
FOTO: UDHI EkO HERNAwAN
b SEBAGAI HABITAT BIOTA
Lamun memberikan tempat perlindungan dan
tempat menempel berbagai macam organisme.
Selain itu, padang lamun dapat juga berfungsi
sebagai daerah asuhan, padang penggembalaan
danmakanandariberbagaijenisikanherbivoradan
ikan-ikan karang. Sejumlah jenis biota tergantung
pada padang lamun, walaupun mereka tidak
mempunyai hubungan dengan lamun itu sendiri.
Banyak dari organisme tersebut mempunyai
kontribusi terhadap keragaman pada komunitas
lamun. Lamun juga penting bagi beberapa biota
terancam punah (endangered species) seperti
dugong dan penyu karena mereka memanfaatkan
lamun sebagai makanan utamanya.
13
Padang lamun menangkap dan menstabilkan sedimen, sehingga air menjadi lebih jernih. Ketika gelombang air mengenai
padang lamun, energinya menjadi turun, sehingga sedimen yang terlarut di air bisa mengendap ke dasar laut. Ketika
sedimen terendapkan di dasar, sistem perakaran padang lamun menjebak dan menstabilkan sedimen tersebut.
c SEBAGAI PENANGKAP
SEDIMEN SERTA PENAHAN
ARUS DAN GELOMBANG
Daun lamun yang lebat akan memperlambat
aliran air yang disebabkan oleh arus dan ombak,
sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang.
Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat
menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat
menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan.
Daun lamun yang berfungsi sebagai penangkap
sedimen serta penahan arus dan gelombang yang
berperan dalam mencegah erosi pantai.
d SEBAGAI PENDAUR ZAT HARA
Lamun memegang fungsi yang utama dalam daur
berbagai zat hara dan elemen-elemen langka
(mikro nutrien) di lingkungan laut. Fosfat yang
diambil oleh daun-daun lamun dapat bergerak
sepanjang helai daun dan masuk ke dalam algae
epifitik. Akar lamun dapat menyerap fosfat yang
keluar dari daun yang membusuk yang terdapat
pada celah-celah sedimen. Zat hara tersebut
secara potensial dapat digunakan oleh epifit
apabila mereka berada dalam medium yang
miskin fosfat.
14
luASAN
lAmuN
Di iNDONESiA
4
Ekosistem lamun bersifat dinamis, dimana
kondisi-nya tidak selalu sama setiap saat.
Perubahan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi
pertumbuhan lamun, menjadi naik atau turun,
sehingga luasan padang lamun di suatu lokasi bisa
berubah setiap saat. Informasi luasan padang lamun
dapat memberikan indikasi status lamun secara
menyeluruh. Jika terjadi penurunan, ini menunjukkan
adanya tekanan atau ancaman pada ekosistem
tersebut. Sebaliknya jika luasannya stabil atau naik,
ini menunjukkan tingginya peluang padang lamun
untuk lestari.
Penghitungan luasan lamun dilakukan dengan
dua cara. Pertama, melalui analisis citra satelit
LandsatETM+, Landsat 8 OLI, SPOT-5 yang sudah
diverifikasi di lapangan (ground truth) pada 22
lokasi monitoring lamun di Indonesia. Kedua,
mengumpulkan data luasan lamun yang dihasilkan
dari kegiatan pemetaan yang dilakukan oleh berbagai
instansi seperti Badan Informasi Geospasial(BIG),
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan juga
oleh The Nature Concervancy
Hasil analisis menunjukkan bahwa luasan
lamun Indonesia adalah 150.693,16 ha. Di Indonesia
Barat, luas lamun yang dihitung adalah 4.409.48
ha, sedangkan di wilayah Indonesia Timur adalah
146.283,68 ha.
SEBARAN JENIS LAMUN
Secara umum, Enhalus acoroides dan Thalassia
hemprichii adalah jenis-jenis lamun yang sering
ditemukan di perairan Indonesia. Dari informasi
yang dikumpulkan dari 423 lokasi, diketahui bahwa
Thallasia hemprichii memiliki sebaran yang lebih
luas, T. hemprichii dijumpai di 371 lokasi, sementara
Enhalus acoroides dijumpai di 357 lokasi.
JENIS
Jumlah
lokasi
Jumlah lokasi
yang dijumpai
Enhalus acoroides 423 357
Thallasia hemprichii 423 371
Cymodocea rotundata 423 311
Cymodocea serrulata 423 141
Halodule pinnifolia 423 85
Halodule uninervis 423 201
Halophila ovalis 423 247
Halophila minor 423 21
Halophila spinulosa 423 3
Halophila decipiens 423 2
Thalassodendron
cyliatum 423 37
Siringodium
isoetifolium 423 200
15
Peta sebaran jenis lamun indonesia
16
KONDiSi
lAmuN
Di iNDONESiA
5
Di Indonesia, kondisi padang lamun telah
dikategorikan dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup nomor 200 tahun 2004. Dalam
Kepmen tersebut, kondisi padang lamun terbagi
menjadi 3 kategori, yaitu sehat, kurang sehat dan
miskin. Kategori sehat jika penutupan lamun di
suatu daerah > 60%, kurang sehat jika 30-59,9%
dan tidak sehat jika pentupan antara 0-29,9%.
Penghitungan kondisi lamun dilakukan dengan
menggunakan beberapa sumber data. Sumber
data pertama berasal dari data monitoring kondisi
lamun yang dilakukan oleh P2O-LIPI melalui proyek
COREMAP-CTI. Sumber data kedua, berasal dari
hasil-hasil penelitian oleh berbagai institusi,
universitas, LSM dan sebagainya. Secara umum
persentase tutupan lamun di Indonesia yang dihitung
dari 166 stasiun pengamatan adalah 41,79%.
Apabila nilai tersebut digolongkan mengikuti
Kepmen LH 200 tahun 2004, maka status padang
lamun di Indonesia termasuk dalam kondisi ’kurang
sehat”. Dibawah ini memperlihatkan fluktuasi
kondisi lamun selama kurun waktu 2015-2016.
Kondisi padang lamun indonesia dari data monitoring tahun 2015 – 2016.
17
Peta status padang lamun indonesia 2017
Peta status padang lamun indonesia 2017
18
Permasalahan utama yang mempengaruhi
ekosistem lamun di seluruh dunia adalah
kerusakan ekosistem lamun akibat kegiatan
pengerukan dan penimbunan yang terus menerus
dan pencemaran air termasuk pembuangan limbah
garam dari kegiatan desalinisasi dan fasilitas-
fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran
di sekitar fasilitas industri, dan limbah air panas
dari pembangkit tenaga listrik. Sampai saat ini
kerusakan lamun dunia telah mencapai 58% dan
sejak tahun 1980 setiap 30 menit, dunia kehilangan
lamun sebesar lapangan sepak bola (Dennison
2009). Menurut Waycott, et al., (2009), sebaran
padang lamun global telah hilang sekitar 29% sejak
abad ke-19. Penyebab utama hilangnya padang
lamun secara global adalah penurunan kecerahan
air, baik karena peningkatan kekeruhan air maupun
kenaikan masukan zat hara ke perairan. Pada
daerah sub tropis (temperate), kehilangan padang
lamun disebabkan oleh alih fungsi wilayah pesisir
menjadi kawasan industri, pemukiman penduduk
dan banjir dari daratan. Sementara itu, penyebab
utama hilangnya padang lamun di daerah tropis
adalah peningkatan masukan sedimen ke perairan
pesisir akibat pembalakan hutan di daratan dan
penebangan mangrove di pesisir yang bersamaan
dengan pengaruh langsung dari kegiatan budi daya
perikanan.
Aktivitas manusia dalam pemanfaatan
ekosistem lamun memberikan ancaman tersendiri
bagi keberlanjutan ekositem tersebut. Pengaruh
limbah domestik berupa amonium dengan
konsentrasi sebesar 158.3 – 663.4 µM akan
mengurangi biomasa dari Zostera noltii di Ria
Formosa, bagian selatan Portugis. Cabaco et
al. (2008). Taylor dan Raheed (2011) meneliti
pengaruh tumpahan minyak terhadap padang
lamun di Gladstone Australia. Mereka melakukan
perbandingan biomasa di lokasi yang terkena
tumpahan minyak dan lokasi kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 1 bulan pasca
tumpahan terjadi penurunan biomasa di kedua
lokasi. Delapan bulan kemudian terjadi kenaikan
biomasa lamun. Dikatakan bahwa penurunan
biomasa kemungkinan disebabkan oleh variasi
musim alami dan dampak antropogenik
Penurunan luas padang lamun di Indonesia
dapat disebabkan oleh faktor alami dan hasil
aktivitas manusia terutama di lingkungan pesisir.
Faktor alami tersebut antara lain gelombang dan
arus yang kuat, badai, gempa bumi, dan tsunami.
Sementara itu, kegiatan manusia yang berkontribusi
terhadap penurunan area padang lamun adalah
reklamasi pantai, pengerukan dan penambangan
pasir, serta pencemaran. Sebagai contoh tutupan
lamun di Pulau Pari (Kepulauan Seribu) telah
berkurang sebesar 25 % dari tahun 1999 hingga
2004 diduga akibat maraknya pembangunan di
pulau tersebut.
anCaMan
keruSakan
laMun
6
19
REkLAMASI
- Menghilangkan mangrove dan tumbuhan pantai yang
berfungsi sebagai penyaring sediment
- Sedimen yang berlebihan menyebabkan kekeruhan
dan menghambat pertumbuhan lamun
LIMBAH
Pemberian pakan
yang berlebihan
akan menimbulkan
blomming algae
dan menyebabkan
kondisi kurang
cahaya dan oksigen.
BUDIDAyA
RUN-OFF
- Limbah organik dan
kimia mengganggu
pertumbuhan lamun
- Menimbulkan penyakit
bagi organism yang ada di
lamun
- Limbah organik
dan kimia dapat
menimbukan eutroikasi
dan mengganggu
pertumbuhan lamunn
- Berasal dari
penebangan hutan,
tambang dan pertanian
- Meningkatkan jumlah
polutan ke badan air
yang berbahaya untuk
kehidupan lamun
- Meningkatkan
sedimentasi
BEBERAPA DAMPAK
ANTROPOGENIK TERHADAP
EKOSISTEM LAMUN
2
3
4
1
20
PENGGUNAAN
ALAT TANGkAP yANG
MERUSAk
kURANGNyA ALAT &
INFORMASI
kESADARAN TENTANG
LAMUN RENDAH
PENGEMBANGAN PANTAI
Manager dan
pengambil
keputusan
memerlukan alat
dan informasi
untuk menjalankan
konservasi
Pada level masyarakat,
manager, aparat
pemerintah, sehingga
sulit untuk membuat
aturan baru dan
mentaati aturan lama
- Menyebabkan
kerusakan isik
dari lamun
- Mengganggu
komunitas biota
yang ada di lamun
- Jika lamun hilang
makaikan dan
invertebrata juga
menghilang
- Konstruksi dan pembangunan infrastruktur merusak
lamun, meningkatkan sedimentasi, polusi, yang berakibat
pada kondisi lamun dan perikanan
- Buangan minyak dari perahu menghambat pertumbuhan
lamun
5
6
8
7
21
Cabaco, S., R. Machas, V. Vieira and R. Santos. 2008. Impacts urban wastewater
discharge on seagrass meadow (Zostera noltii). Estuarine, Coastal and Shelf
Science 78: 1-13.
Dennison, W.C. 2009. Global Trajectories of Seagrass, the Biological Sentinels
of Coastal Ecosystem. In Global Loss of Coastal Habitat Rates, Causes and
Consequencies (Duarte C.M. ed.): 91-107.
Duarte, C. 2017. Reviews and syntheses: Hidden forests, the role of vegetated
coastal habitats in the ocean carbon budget. Biogeosciences, 14, 301–310. www.
biogeosciences.net/14/301/2017/ doi:10.5194/bg-14-301-2017
Duarte, C., 1991. Seagrass depth limits. Aquatic Botany, 40(4), pp. 366-377.
Kamus Merriam Webster 2003
Kuo, J. 2007. New monoecious seagrass of Halophilla sulawesii (Hydrocharitaceae)
from Indonesia. Aquatic Botany 87: 171-175.
Nienhuis, P., Coosen, J. & Kiswara, W., 1989. Community structure and biomass
distributionof seagrass and macrofauna in the Flores Sea, Indonesia. Neth. J. of
Sea Res., 23(3), pp. 197-214.
Taylor, H.A. and M.A. Rasheed. 2011. Impacts of a fuel oil spill on seagrass meadows
in a subtropical port, Gladstone, Australia. Marine Pollution Bulletin 63: 431-437.
Waycott, M., C.M. Duarte, T.J.B. Carruthers, S. Olyamik, A. Calladine, J.W. Fourqurean,
K.L.Heck Jr., A.R.Hughes, G.A. Kendrick, W.J. Kenworthy, F.T.Short and S.L.
Williams. 2009. Accelerating loss of seagrass across the globe threaten coastal
ecosystems. PNAS, 106(30), pp. 12377-12381.
www.Seagrass-watch.com
daftar
puStaka
7
23
tIM
walIdata
Udhi Eko Hernawan
(Ekologi, Genetic Population)
ketua
suyarso
(GIS spesialist)
(GIS spesialist)
(GIS spesialist, pengelolaan
sumber daya pesisir dan Laut)
(ekologi, pengelolaan
sumber daya pesisir)
(Database spesialist)
(GIS operator)
anggota
anggota
anggota
Kasih Anggraini
Indarto Happy Supriyadi
Nurul Dhewani Mirah Sjafrie Marindah Yulia Iswari
Rahmat
anggota
anggota
anggota
ISBN 978-602-6504-06-7
9 786026 504067

More Related Content

Similar to Staus_padang_lamun_di_Indonesia_COREMAP.pdf

Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia
Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia
Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia Afifah Khoirunnisa
 
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombok
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombokInventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombok
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombokEci Oktaviani
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1agus narto
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Dikduff Aj
 
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman HayatiMateri Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman HayatiKhaysanGibranFirzana
 
Makalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalasMakalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalasmoe2l
 
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...Jessy Damayanti
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Syeahdean123
 
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptxppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptxSudarminSudarmin3
 
PPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptx
PPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptxPPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptx
PPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptxGalaxyyA24
 
Padang lamun
Padang lamunPadang lamun
Padang lamunIU IU
 
05 ni putu rahayuni, x mia sks
05 ni putu rahayuni, x mia sks05 ni putu rahayuni, x mia sks
05 ni putu rahayuni, x mia sksRahayuni1999
 
Pulau moti maluku utara
Pulau moti maluku utaraPulau moti maluku utara
Pulau moti maluku utaraidnalk
 
Kelompok 6 biosfer
Kelompok 6 biosferKelompok 6 biosfer
Kelompok 6 biosfernoviyulia2
 

Similar to Staus_padang_lamun_di_Indonesia_COREMAP.pdf (20)

Pengenalan padang lamun
Pengenalan padang lamunPengenalan padang lamun
Pengenalan padang lamun
 
Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia
Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia
Contoh proposal penelitian untuk tugas bahasa indonesia
 
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombok
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombokInventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombok
Inventarisasi dan identifikasi makroalga di teluk lombok
 
Makalah Geografi
Makalah GeografiMakalah Geografi
Makalah Geografi
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1
 
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman HayatiMateri Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
Materi Praktik Mengajar PI-4 (2). Keragaman Hayati
 
Makalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalasMakalahbudidaya ttalas
Makalahbudidaya ttalas
 
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...
Laporan Praktikum Lapangan Botani Tingkat Rendah - Identifikasi Tumbuhan Ting...
 
Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1Ppt keanekaragaman-hayati1
Ppt keanekaragaman-hayati1
 
Laporan kjt
Laporan kjtLaporan kjt
Laporan kjt
 
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptxppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
ppt-keanekaragaman-hayati1-140414212804-phpapp01.pptx
 
PPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptx
PPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptxPPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptx
PPT KELOMPOK 1 BIOLOGI.pptx
 
Padang lamun
Padang lamunPadang lamun
Padang lamun
 
05 ni putu rahayuni, x mia sks
05 ni putu rahayuni, x mia sks05 ni putu rahayuni, x mia sks
05 ni putu rahayuni, x mia sks
 
TIK LINA.pptx
TIK LINA.pptxTIK LINA.pptx
TIK LINA.pptx
 
Flora indonesia
Flora indonesiaFlora indonesia
Flora indonesia
 
keanekaragaman2.ppt
keanekaragaman2.pptkeanekaragaman2.ppt
keanekaragaman2.ppt
 
Pulau moti maluku utara
Pulau moti maluku utaraPulau moti maluku utara
Pulau moti maluku utara
 
Kelompok 6 biosfer
Kelompok 6 biosferKelompok 6 biosfer
Kelompok 6 biosfer
 

More from rahmamustafa9

Pedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdf
Pedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdfPedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdf
Pedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdfrahmamustafa9
 
life history of invertebrate animals.ppt
life history of invertebrate animals.pptlife history of invertebrate animals.ppt
life history of invertebrate animals.pptrahmamustafa9
 
History of Marine Invertebrate Notes.ppt
History of Marine Invertebrate Notes.pptHistory of Marine Invertebrate Notes.ppt
History of Marine Invertebrate Notes.pptrahmamustafa9
 
7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt
7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt
7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.pptrahmamustafa9
 
Field-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdf
Field-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdfField-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdf
Field-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdfrahmamustafa9
 
estuarine seagrass ecology in north caroline .ppt
estuarine seagrass ecology in north caroline .pptestuarine seagrass ecology in north caroline .ppt
estuarine seagrass ecology in north caroline .pptrahmamustafa9
 
chapter4: biodiversity and evolution.ppt
chapter4: biodiversity and evolution.pptchapter4: biodiversity and evolution.ppt
chapter4: biodiversity and evolution.pptrahmamustafa9
 
seagrass plant in seagrass ecosystem.ppt
seagrass plant in seagrass ecosystem.pptseagrass plant in seagrass ecosystem.ppt
seagrass plant in seagrass ecosystem.pptrahmamustafa9
 
BUKU AJAR BIOREPRO.pdf
BUKU AJAR BIOREPRO.pdfBUKU AJAR BIOREPRO.pdf
BUKU AJAR BIOREPRO.pdfrahmamustafa9
 

More from rahmamustafa9 (9)

Pedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdf
Pedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdfPedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdf
Pedoman Pendaftaran Literasi Digital-1.pdf
 
life history of invertebrate animals.ppt
life history of invertebrate animals.pptlife history of invertebrate animals.ppt
life history of invertebrate animals.ppt
 
History of Marine Invertebrate Notes.ppt
History of Marine Invertebrate Notes.pptHistory of Marine Invertebrate Notes.ppt
History of Marine Invertebrate Notes.ppt
 
7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt
7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt
7C_Threats_to_Coral_Reefs by global warming.ppt
 
Field-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdf
Field-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdfField-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdf
Field-Guide-on-Seagrass sampling methods.pdf
 
estuarine seagrass ecology in north caroline .ppt
estuarine seagrass ecology in north caroline .pptestuarine seagrass ecology in north caroline .ppt
estuarine seagrass ecology in north caroline .ppt
 
chapter4: biodiversity and evolution.ppt
chapter4: biodiversity and evolution.pptchapter4: biodiversity and evolution.ppt
chapter4: biodiversity and evolution.ppt
 
seagrass plant in seagrass ecosystem.ppt
seagrass plant in seagrass ecosystem.pptseagrass plant in seagrass ecosystem.ppt
seagrass plant in seagrass ecosystem.ppt
 
BUKU AJAR BIOREPRO.pdf
BUKU AJAR BIOREPRO.pdfBUKU AJAR BIOREPRO.pdf
BUKU AJAR BIOREPRO.pdf
 

Recently uploaded

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 

Recently uploaded (20)

Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 

Staus_padang_lamun_di_Indonesia_COREMAP.pdf

  • 2. Penulis: Udhi Eko Hernawan Nurul D. M. Sjafrie Indarto H. Supriyadi Suyarso Marindah Yulia Iswari Kasih Anggraini Rahmat PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2017
  • 3. STATUS PADANG LAMUN INDONESIA 2017 © 2017 Pusat Penelitian Oseanograi PENULIS Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Marindah Yulia Iswari, Kasih Anggraini, Rahmat DESAIN & ILUSTRASI Dudy Ramdhana, Raditya Pratama Daftar Isi 1. Wali Data Lamun 2. Sekilas Tentang Lamun 3. Manfaat Lamun 4. Luasan Lamun Di Indonesia 5. Kondisi Lamun Di Indonesia 6. Ancaman Kerusakan Lamun 7. Daftar Pustaka 5 7 12 15 17 23 19 FOTO: UDHI EkO HERNAwAN Udhi Eko Hernawan Status Padang Lamun Indonesia 2017/ Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Marindah Yulia Iswari, Kasih Anggraini, Rahmat -- Jakarta : Puslit Oseanograi - LIPI. 24 hlm.; 25 cm x 17 cm Bibliograi : hlm. 23 ISBN 978-602-6504-06-7
  • 4. Padang lamun memberikan manfaat besar baik secara ekologi maupun bagi kehidupan manusia. Ekosistem ini sangat menunjang keberlangsungan sumber daya perikanan di Indonesia. Agar padang lamun tetap memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan, kebijakan pengelolaan yang tepat harus sesuai dengan perubahan kondisi yang terjadidiekosistemini.Olehkarenaitu,ketersediaan informasi berkala yang dapat dipertanggugjawabkan secara ilmiah tentang kondisi padang lamun di Indonesia sangat diperlukan sebagai dasar kebijakan pengelolaan padang lamun. Sampai dengan tahun 2015, informasi mengenai kondisi dan potensi padang lamun secara menyeluruh di Indonesia belum terkelola dengan baik dalam satu sistem basis data yang mapan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pemegang otoritas keilmuan (scientific authority) memiliki tanggung jawab moral untuk akses dan pengelolaan data dan informasi (Walidata) tentang status padang lamun di Indonesia. Sebagai bagian dari luaran tugas Walidata Lamun Indonesia, buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada mengenai kondisi padang lamun di Indonesia pada tahun 2017. Buku ini dipersembahkan kepada para pengambil kebijakan dan masyarakat secara umum yang berkepentingan dengan padang lamun di Indonesia. Buku ini tersusun atas dukungan dari berbagai pihak. Data yang diolah dalam buku ini merupakan kontribusi dari berbagai institusi di Indonesia. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang ikut berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Penyusun berharap semoga kehadiran buku ini dapat mengisi kekosongan informasi mengenai kondisi padang lamun di Indonesia. Akhirnya, kami mengundang kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan buku ini. Jakarta, Mei 2017 Penyusun PENGANTAR
  • 5.
  • 6. Informasi mengenai kondisi padang lamun menjadi kebutuhan yang mendasar dalam pengelolaan ekosistem pesisir di Indonesia. Padang lamun merupakan ekosistem penting yang menunjang kehidupan beragam jenis mahluk hidup, sekaligus sebagai lumbung protein bagi masyarakat. Namun demikian, ekosistem tersebut rentan terhadap ancaman kerusakan baik akibat manusia maupun faktor alam. Agar padang lamun tetap mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan, program pengelolaan yang tepat harus menyesuaikan dengan perubahan kondisi yang terjadi di ekosistem ini, baik berupa peningkatan maupun penurunan. Oleh karena itu, penelitian yang bersifat rutin tentang kondisi padang lamun perlu dilakukan. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kondisi padang lamun secara akurat. Penelitian tentang padang lamun memang telah banyak dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia. Waktu, lokasi, metode serta fokus penelitian yang beragam membentuk variasi yang besar pada hasil data dan informasi tentang status/kondisi padang lamun. Selain itu, data dan informasi mengenai status padang lamun di Indonesia tersebar dan tidak terkelola dengan baik. Sebelum tahun 2015, tidak ada lembaga yang secara khusus bertugas sebagai pengelola hasil penelitian (walidata) padang lamun di Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O–LIPI), sebagai institusi riset milik pemerintah yang telah lama melakukan penelitian tentang padang lamun di berbagai wilayah di Indonesia, mendapatkan mandat sebagai walidata lamun Indonesia sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 54 tahun 2015 pada tanggal 22 Desember 2105. Tugas ini merupakan kontribusi nyata P2O LIPI dalam kebijakan One Map Policy dalam Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011. WAliDATA lAmuN 1 5
  • 7.
  • 8. SEKilAS TENTANG lAmuN 2 Tumbuhan lamun yang membentuk hamparang padang lamun di daerah laut dangkal Dalam Kamus Merriem Webster (2003) lamun atau seagrass definisikan sebagai: “any of various grass like plants that inhabit coastal areas”. Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi (Antophyta) yang hidup dan terbenam di lingkungan laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar dan berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (tunas). Kata seagrass sendiri di benua Amerika baru muncul di tahun 60-an dan di Eropa di tahun 70-an dengan terbitnya publikasi hasil-hasil penelitian yang menggunakan kata seagrass. Sebenarnya puluhan bahkan ratusan tahun sebelumnya telah muncul nama-nama Inggris (common name) dari jenis-jenis lamun yang disesuaikan dengan bentuk luar (morfologi) atau sebagai makanan dari binatang tertentu, misal; eelgrass (Zostera marina), turtle/dugonggrass (Thallassia testudinum), manatee grass (Halodule wrightii), spoongrass (Halophila spp.) Di Indonesia, seagrass memiliki berbagai nama daerah. Di Teluk Banten seagrass dikenal sebagai lamun; di Kepulauan Seribu disebut ’rumput pama’, ’oseng’, ’samo-samo’; di Kepulauan Riau disebut rumput setu atau setu laut; di Sulawesi Selatan disebut rumput ’samo-samo’, ’rumput anang’; di Maluku disebut ’lalamong’, ’samo-samo’, ’pama’, ’ilalang laut’; di Maluku Utara disebut ’rumput gussumi’, ’guhungiri’, ’alinumang’; di Pulau Kabaena, Muna, Buton dan Sulawesi Tenggara FOTO: UDHI EkO HERNAwAN 7
  • 9. I S T I L A H L A M U N Lamun (seagrass) adalah tumbuhan tingkat tinggi (Anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut; berpembuluh, berimpang (rhizome), berakar, dan berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas- ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam substrat pasir, lumpur dan pecahan karang. Padang Lamun (seagrass bed) adalah hamparan tumbuhan lamun yang menutupi suatu area pesisir/laut dangkal yang dapat terbentuk oleh satu jenis lamun (monospeciic) atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman yang padat (dense) sedang (medium) atau jarang (sparse). Ekosistem lamun (seagrass ecosystem) adalah satu sistem (organisasi) ekologi padang lamun, di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen abiotik dan komponen biotik hewan dan tumbuhan. 8 disebut sebagai ’rumput lelamong’ atau ’rumpat lela’. Di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, lamun jenis Enhalus acoroides dikenal sebagai ’rumput unas’. JUMLAH JENIS DAN SEBARAN Lamun dapat tumbuh di daerah pesisir dan lingkungan laut wilayah tropis dan ugahari, kecuali pantai perairan kutub karena banyak tertutup es. Lamun tumbuh mulai dari mintakat intertidal sampai kedalaman lebih kurang 90 m (Duarte, 1991). Di perairan Indonesia lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang (Nienhuis et al., 1989). Tumbuh pada substrat dengan dasar lumpur, pasir berlumpur, pasir dan pecahan karang. Jumlah jenis lamun di dunia adalah 60 jenis, yang terdiri atas 2 suku dan 12 marga (Kuo & McComb, 1989). Di perairan Indonesia terdapat 15 jenis, yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga. Jenis lamun yang dapat dijumpai adalah 12 jenis, yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halophila decipiens, H. ovalis, H. minor, H. spinulosa, Haludole pinifolia, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, dan Thalassodendron ciliatum. Tiga jenis lainnya, yaitu Halophila sulawesii merupakan jenis lamun baru yang ditemukan oleh Kuo (2007), Halophila becarii yang ditemukan herbariumnya tanpa keterangan yang jelas, dan Ruppia maritima yang dijumpai koleksi herbariumnya dari Ancol-Jakarta dan Pasir Putih- Jawa Timur. Ciri khusus: - Tepi daun tidak bergerigi - Seludang daun menutup sempurna Cymodocea rotundata
  • 10. 9 Ciri khusus: - Berukuran paling besar (daun bisa mencapai 1 meter) - Rambut pada rhizoma Ciri khusus: - Daun pita, terkumpul membentuk cluster - Satu cluster daun terbentuk dari ‘tangkai’ daun yang panjang dari rhizoma Ciri khusus: - Daun pipih panjang, tapi berukuran kecil - Satu urat tengah daun jelas - Rhizome halus dengan bekas daun jelas menghitam - Ujung daun agak membulat Ciri khusus: - Daun oval, berpasangan dengan tangkai pada tiap ruas dari rimpang - Tulang daun 8 atau lebih - Permukaan daun tidak berambut Enhalus acoroides Thalassodendron ciliatum Halophila ovalis Halodule pinifolia
  • 11. 10 Ciri khusus: - Daun lebih cenderung oval-lonjong, ukuran kecil - 6-8 tulang daun - Permukaan daun berambut Ciri khusus: - Mirip Cymodocea rotundata, tapi rhizoma beruas-ruas dan tebal - Garis/bercak coklat pada helaian daun Ciri khusus: - Tepi daun, bulat bergerigi - Seludang daun membentuk segitiga, tidak menutup sempurna Ciri khusus: - Daun pipih panjang, tapi berukuran kecil - Satu urat tengah daun jelas - Rhizome halus dengan bekas daun jelas menghitam - Ujung daun seperti trisula Halophila decipiens Thalassia hemprichii Cymodocea serulata Halodule uninervis
  • 12. 11 Ciri khusus: - Daun berbentuk silindris Ciri khusus: - Daun oval, ukuran kecil, berpasangan dengan tangkai pada setiap ruas dari rimpang - Tulang daun kurang dari 8 Ciri khusus: - Satu tangkai daun yang keluar dari rhizome terdiri dari beberapa pasang daun yang tersusun berseri Syringodium isoetifolium Halophila minor Halophila spinulosa Gambar : Seagrass Watch
  • 13. Makroalga Mangrove padang laMun 91 - 552 394-1000 394-449 1000 0 Produktivitas Primer (netto; g C m-2 yr-1 ) Satuan: gram karbon, per meter persegi per tahun sumber: Duarte, 2017, doi:10.5194/bg-14-301-2017) Foto: istimewa Fungsi dan manfaat padang lamun di ekosistem perairan dangkal adalah sebagai produsen primer, habitat biota, stabilisator dasar perairan, penangkap sedimen dan pendaur hara. Berikut penjelasan lebih lanjut dari peran-peran tersebut: a SEBAGAI PRODUSEN PRIMER Sebagai tumbuhan autotrofik, lamun mengikat karbondioksida (CO2 ) dan mengubahnya men- jadi energi yang sebagian besar memasuki rantai makanan, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi sebagai serasah. Produktivitas primer padang lamun relatif tinggi di pesisir. FuNGSi & mANFAAT lAmuN 3 12
  • 14. Padang lamun sebagai habitat beragam jenis ikan FOTO: UDHI EkO HERNAwAN b SEBAGAI HABITAT BIOTA Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai macam organisme. Selain itu, padang lamun dapat juga berfungsi sebagai daerah asuhan, padang penggembalaan danmakanandariberbagaijenisikanherbivoradan ikan-ikan karang. Sejumlah jenis biota tergantung pada padang lamun, walaupun mereka tidak mempunyai hubungan dengan lamun itu sendiri. Banyak dari organisme tersebut mempunyai kontribusi terhadap keragaman pada komunitas lamun. Lamun juga penting bagi beberapa biota terancam punah (endangered species) seperti dugong dan penyu karena mereka memanfaatkan lamun sebagai makanan utamanya. 13
  • 15. Padang lamun menangkap dan menstabilkan sedimen, sehingga air menjadi lebih jernih. Ketika gelombang air mengenai padang lamun, energinya menjadi turun, sehingga sedimen yang terlarut di air bisa mengendap ke dasar laut. Ketika sedimen terendapkan di dasar, sistem perakaran padang lamun menjebak dan menstabilkan sedimen tersebut. c SEBAGAI PENANGKAP SEDIMEN SERTA PENAHAN ARUS DAN GELOMBANG Daun lamun yang lebat akan memperlambat aliran air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Daun lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen serta penahan arus dan gelombang yang berperan dalam mencegah erosi pantai. d SEBAGAI PENDAUR ZAT HARA Lamun memegang fungsi yang utama dalam daur berbagai zat hara dan elemen-elemen langka (mikro nutrien) di lingkungan laut. Fosfat yang diambil oleh daun-daun lamun dapat bergerak sepanjang helai daun dan masuk ke dalam algae epifitik. Akar lamun dapat menyerap fosfat yang keluar dari daun yang membusuk yang terdapat pada celah-celah sedimen. Zat hara tersebut secara potensial dapat digunakan oleh epifit apabila mereka berada dalam medium yang miskin fosfat. 14
  • 16. luASAN lAmuN Di iNDONESiA 4 Ekosistem lamun bersifat dinamis, dimana kondisi-nya tidak selalu sama setiap saat. Perubahan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun, menjadi naik atau turun, sehingga luasan padang lamun di suatu lokasi bisa berubah setiap saat. Informasi luasan padang lamun dapat memberikan indikasi status lamun secara menyeluruh. Jika terjadi penurunan, ini menunjukkan adanya tekanan atau ancaman pada ekosistem tersebut. Sebaliknya jika luasannya stabil atau naik, ini menunjukkan tingginya peluang padang lamun untuk lestari. Penghitungan luasan lamun dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui analisis citra satelit LandsatETM+, Landsat 8 OLI, SPOT-5 yang sudah diverifikasi di lapangan (ground truth) pada 22 lokasi monitoring lamun di Indonesia. Kedua, mengumpulkan data luasan lamun yang dihasilkan dari kegiatan pemetaan yang dilakukan oleh berbagai instansi seperti Badan Informasi Geospasial(BIG), Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan juga oleh The Nature Concervancy Hasil analisis menunjukkan bahwa luasan lamun Indonesia adalah 150.693,16 ha. Di Indonesia Barat, luas lamun yang dihitung adalah 4.409.48 ha, sedangkan di wilayah Indonesia Timur adalah 146.283,68 ha. SEBARAN JENIS LAMUN Secara umum, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii adalah jenis-jenis lamun yang sering ditemukan di perairan Indonesia. Dari informasi yang dikumpulkan dari 423 lokasi, diketahui bahwa Thallasia hemprichii memiliki sebaran yang lebih luas, T. hemprichii dijumpai di 371 lokasi, sementara Enhalus acoroides dijumpai di 357 lokasi. JENIS Jumlah lokasi Jumlah lokasi yang dijumpai Enhalus acoroides 423 357 Thallasia hemprichii 423 371 Cymodocea rotundata 423 311 Cymodocea serrulata 423 141 Halodule pinnifolia 423 85 Halodule uninervis 423 201 Halophila ovalis 423 247 Halophila minor 423 21 Halophila spinulosa 423 3 Halophila decipiens 423 2 Thalassodendron cyliatum 423 37 Siringodium isoetifolium 423 200 15
  • 17. Peta sebaran jenis lamun indonesia 16
  • 18. KONDiSi lAmuN Di iNDONESiA 5 Di Indonesia, kondisi padang lamun telah dikategorikan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 200 tahun 2004. Dalam Kepmen tersebut, kondisi padang lamun terbagi menjadi 3 kategori, yaitu sehat, kurang sehat dan miskin. Kategori sehat jika penutupan lamun di suatu daerah > 60%, kurang sehat jika 30-59,9% dan tidak sehat jika pentupan antara 0-29,9%. Penghitungan kondisi lamun dilakukan dengan menggunakan beberapa sumber data. Sumber data pertama berasal dari data monitoring kondisi lamun yang dilakukan oleh P2O-LIPI melalui proyek COREMAP-CTI. Sumber data kedua, berasal dari hasil-hasil penelitian oleh berbagai institusi, universitas, LSM dan sebagainya. Secara umum persentase tutupan lamun di Indonesia yang dihitung dari 166 stasiun pengamatan adalah 41,79%. Apabila nilai tersebut digolongkan mengikuti Kepmen LH 200 tahun 2004, maka status padang lamun di Indonesia termasuk dalam kondisi ’kurang sehat”. Dibawah ini memperlihatkan fluktuasi kondisi lamun selama kurun waktu 2015-2016. Kondisi padang lamun indonesia dari data monitoring tahun 2015 – 2016. 17
  • 19. Peta status padang lamun indonesia 2017 Peta status padang lamun indonesia 2017 18
  • 20. Permasalahan utama yang mempengaruhi ekosistem lamun di seluruh dunia adalah kerusakan ekosistem lamun akibat kegiatan pengerukan dan penimbunan yang terus menerus dan pencemaran air termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan desalinisasi dan fasilitas- fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas industri, dan limbah air panas dari pembangkit tenaga listrik. Sampai saat ini kerusakan lamun dunia telah mencapai 58% dan sejak tahun 1980 setiap 30 menit, dunia kehilangan lamun sebesar lapangan sepak bola (Dennison 2009). Menurut Waycott, et al., (2009), sebaran padang lamun global telah hilang sekitar 29% sejak abad ke-19. Penyebab utama hilangnya padang lamun secara global adalah penurunan kecerahan air, baik karena peningkatan kekeruhan air maupun kenaikan masukan zat hara ke perairan. Pada daerah sub tropis (temperate), kehilangan padang lamun disebabkan oleh alih fungsi wilayah pesisir menjadi kawasan industri, pemukiman penduduk dan banjir dari daratan. Sementara itu, penyebab utama hilangnya padang lamun di daerah tropis adalah peningkatan masukan sedimen ke perairan pesisir akibat pembalakan hutan di daratan dan penebangan mangrove di pesisir yang bersamaan dengan pengaruh langsung dari kegiatan budi daya perikanan. Aktivitas manusia dalam pemanfaatan ekosistem lamun memberikan ancaman tersendiri bagi keberlanjutan ekositem tersebut. Pengaruh limbah domestik berupa amonium dengan konsentrasi sebesar 158.3 – 663.4 µM akan mengurangi biomasa dari Zostera noltii di Ria Formosa, bagian selatan Portugis. Cabaco et al. (2008). Taylor dan Raheed (2011) meneliti pengaruh tumpahan minyak terhadap padang lamun di Gladstone Australia. Mereka melakukan perbandingan biomasa di lokasi yang terkena tumpahan minyak dan lokasi kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 bulan pasca tumpahan terjadi penurunan biomasa di kedua lokasi. Delapan bulan kemudian terjadi kenaikan biomasa lamun. Dikatakan bahwa penurunan biomasa kemungkinan disebabkan oleh variasi musim alami dan dampak antropogenik Penurunan luas padang lamun di Indonesia dapat disebabkan oleh faktor alami dan hasil aktivitas manusia terutama di lingkungan pesisir. Faktor alami tersebut antara lain gelombang dan arus yang kuat, badai, gempa bumi, dan tsunami. Sementara itu, kegiatan manusia yang berkontribusi terhadap penurunan area padang lamun adalah reklamasi pantai, pengerukan dan penambangan pasir, serta pencemaran. Sebagai contoh tutupan lamun di Pulau Pari (Kepulauan Seribu) telah berkurang sebesar 25 % dari tahun 1999 hingga 2004 diduga akibat maraknya pembangunan di pulau tersebut. anCaMan keruSakan laMun 6 19
  • 21. REkLAMASI - Menghilangkan mangrove dan tumbuhan pantai yang berfungsi sebagai penyaring sediment - Sedimen yang berlebihan menyebabkan kekeruhan dan menghambat pertumbuhan lamun LIMBAH Pemberian pakan yang berlebihan akan menimbulkan blomming algae dan menyebabkan kondisi kurang cahaya dan oksigen. BUDIDAyA RUN-OFF - Limbah organik dan kimia mengganggu pertumbuhan lamun - Menimbulkan penyakit bagi organism yang ada di lamun - Limbah organik dan kimia dapat menimbukan eutroikasi dan mengganggu pertumbuhan lamunn - Berasal dari penebangan hutan, tambang dan pertanian - Meningkatkan jumlah polutan ke badan air yang berbahaya untuk kehidupan lamun - Meningkatkan sedimentasi BEBERAPA DAMPAK ANTROPOGENIK TERHADAP EKOSISTEM LAMUN 2 3 4 1 20
  • 22. PENGGUNAAN ALAT TANGkAP yANG MERUSAk kURANGNyA ALAT & INFORMASI kESADARAN TENTANG LAMUN RENDAH PENGEMBANGAN PANTAI Manager dan pengambil keputusan memerlukan alat dan informasi untuk menjalankan konservasi Pada level masyarakat, manager, aparat pemerintah, sehingga sulit untuk membuat aturan baru dan mentaati aturan lama - Menyebabkan kerusakan isik dari lamun - Mengganggu komunitas biota yang ada di lamun - Jika lamun hilang makaikan dan invertebrata juga menghilang - Konstruksi dan pembangunan infrastruktur merusak lamun, meningkatkan sedimentasi, polusi, yang berakibat pada kondisi lamun dan perikanan - Buangan minyak dari perahu menghambat pertumbuhan lamun 5 6 8 7 21
  • 23.
  • 24. Cabaco, S., R. Machas, V. Vieira and R. Santos. 2008. Impacts urban wastewater discharge on seagrass meadow (Zostera noltii). Estuarine, Coastal and Shelf Science 78: 1-13. Dennison, W.C. 2009. Global Trajectories of Seagrass, the Biological Sentinels of Coastal Ecosystem. In Global Loss of Coastal Habitat Rates, Causes and Consequencies (Duarte C.M. ed.): 91-107. Duarte, C. 2017. Reviews and syntheses: Hidden forests, the role of vegetated coastal habitats in the ocean carbon budget. Biogeosciences, 14, 301–310. www. biogeosciences.net/14/301/2017/ doi:10.5194/bg-14-301-2017 Duarte, C., 1991. Seagrass depth limits. Aquatic Botany, 40(4), pp. 366-377. Kamus Merriam Webster 2003 Kuo, J. 2007. New monoecious seagrass of Halophilla sulawesii (Hydrocharitaceae) from Indonesia. Aquatic Botany 87: 171-175. Nienhuis, P., Coosen, J. & Kiswara, W., 1989. Community structure and biomass distributionof seagrass and macrofauna in the Flores Sea, Indonesia. Neth. J. of Sea Res., 23(3), pp. 197-214. Taylor, H.A. and M.A. Rasheed. 2011. Impacts of a fuel oil spill on seagrass meadows in a subtropical port, Gladstone, Australia. Marine Pollution Bulletin 63: 431-437. Waycott, M., C.M. Duarte, T.J.B. Carruthers, S. Olyamik, A. Calladine, J.W. Fourqurean, K.L.Heck Jr., A.R.Hughes, G.A. Kendrick, W.J. Kenworthy, F.T.Short and S.L. Williams. 2009. Accelerating loss of seagrass across the globe threaten coastal ecosystems. PNAS, 106(30), pp. 12377-12381. www.Seagrass-watch.com daftar puStaka 7 23
  • 25.
  • 26. tIM walIdata Udhi Eko Hernawan (Ekologi, Genetic Population) ketua suyarso (GIS spesialist) (GIS spesialist) (GIS spesialist, pengelolaan sumber daya pesisir dan Laut) (ekologi, pengelolaan sumber daya pesisir) (Database spesialist) (GIS operator) anggota anggota anggota Kasih Anggraini Indarto Happy Supriyadi Nurul Dhewani Mirah Sjafrie Marindah Yulia Iswari Rahmat anggota anggota anggota ISBN 978-602-6504-06-7 9 786026 504067