SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
Download to read offline
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed
Tissue-Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-
District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
RIASNI AUDIN
I1A2 14 019
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed
Tissue-Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-
District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
RIASNI AUDIN
I1A2 14 019
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG
MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed
Tissue-Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-
District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut
OLEH :
RIASNI AUDIN
I1A2 14 019
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
Judul
IIALAMAN PENGES{.IIAN
"Budidaya Rumput Lartt K slvarezii Menggunakan Bibit
Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa
Bungin Permai Kecamatan Tinangge4 Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara, (Monitoring Tatmn ke II)'.
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata
Kuliah Manajemen Akuakultur l.auj
Riasni Audin
I1A2 14 019
V (Lima)
Budidaya Perairan
Laporanlengkag :
Nama
Stambuk
Kelompok
Jrrrusan
Laporan Lengkap ini
Te1ah Diperiksa dan Disetujui Oleh :
Dosen Koordinator Mata Kuliah
Manaj emen Akuakultur Laut
il
A
lV) e/ot/2qg
/ /w -//
Prof, Dr. k. LaOde Muh. Asla+. M.Sc
NIP. 19661210199103 1 0{r5
Kendari,t9Juli 2018
Tanggal Pengesahan
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama lengkap Riasni Audin, lahir di Tanjung
Una, Kabupaten Taliabo Barat, Provinsi Maluku Utara.
Tanggal 10 Agustus 1995. Penulis adalah anak kelima
dari delapan bersaudara dari pasangan Audin dan
Masria. Pada Tahun 2008 penulis menamatkan
pendidikan dasar SD Impres Tanjung Una, Kabupaten
Taliabo Utara. Pada Tahun 2011 menamatkan
pendidikan menengah pertama SMP Negeri 1 Kulisusu Utara, Kabupaten Buton
Utara dan pada tahun 2014 penulis menyelesaikan pendidikan menengah kejuruan
SMK Negeri 1 Kulisusu Utara, serta tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN dan diterima Universitas
Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Budidaya
Perairan. Pada periode 2016-2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis
kedua setelah terjemahan dengan judul Pengaruh suhu dan cahaya terhadap
fotosintesis yang diukur dengan Fluoresensi Clorofil pada budidaya Eucheuma
denticulatum dan Kappaphycus sp (Strain sumba) dari Indonesia “Effect of
Temperatur and Light on the Photosynthesis as Measured by Cholorophyll
Fluorescence of Cultured Eucheuma denticulatum dan Kappaphycus sp. (Sumba
strain) from Indonesia” dan diterbitkan pada tahun 2012. DOI 10.1007/s 10811-
012-9874-5
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut berjudul
“Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan bibit hasil kultur
Jaringan dengan metode longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap praktek kerja lapang yang
telah dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan di Perairan Desa Bungin Permai.
Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Koordinator Dosen Mata Kuliah
Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc dengan
penuh keikhlasan membimbing dalam pembuatan blog dan pemostingan laporan
PKL di blog dan slideshare. Penulis tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada
asisten Praktikum Armin, S.Pi serta teman-teman Citra Utami, Nova Indriana,
Santi, Salbia, Sri Kumala, Sitti Aryati Sekar Wangi, dan Iriani yang sudah banyak
membantu dalam penyusunan laporan lengkap. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dari laporan ini, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan.
Kendari, Juli 2018
Penulis
v
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae)
Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa
Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
ABSTRAK
Rumput laut merupakan salah satu sumber daya pesisir yang memiliki nilai
ekonomis cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor di sektor budidaya
perikanan Indonesia karena permintaannya tinggi di pasar dunia. Praktek kerja
lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea. PKL dilaksanakan selama bulan April- Juni 2018.
PKL ini dimulai dari tahap asistensi praktikum, tahap persiapan, mengikat bibit,
proses penanaman, monitoring rumput laut, panen dan pasca panen serta
pemasaran. Metode yang digunakan pada PKL ini yaitu menggunakan metode
longline dan menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan berat bibit 10 g dan
jarak tanam antara rumput satu dengan lainnya yaitu 10 cm. Monitoring dilakukan
untuk membersihkan rumput laut dari hama dan penyakit seperti Sargassum
polycystum dan penyakit Ice ice. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut
K. alvarezii yang diamati selama PKL yaitu 5,56±0,42%/hari. Parameter kualitas
air seperti suhu berkisar 21-31 ºC sedangkan salinitas berkisar antara 24-31 ppt di
Perairan Bungin Permai. Hasil pasca panen didapatkan kualitas rumput laut yang
baik. Harga pasar rumput laut K. alvarezii sekarang yaitu Rp. 18.000/kg.
Kata Kunci : K. alvarezii, Kultur jaringan, Metode Longline, LPH
5,56±0,42%/hari
vi
Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed
Tissue Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea
Sub-District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi
(Monitoring of the Second Year)
ABSTRACT
Seaweed was one of the coastal resources that has a high economic value and was
an export commodity in Indonesia's fishery cultivation sector due to high demand
in the world market. The field practice was carried out in Bungin Permai Village,
Tinanggea District. The field work practice was conducted from April to June
2018. This practice was startsted from the practical phase of preparation,
preparation stage, binding of seeds, planting process, monitoring seaweed, harvest
and post harvest and monitoring was done to seaweed from epiphyte such
Sargassum polycystum and disease Ice-ice. The rate of growth of the daily (DGR)
of K. alvarezii seaweed observed during practice was 5.56 ±3,05%/day. Water
quality parameters such as temperature range from 21-31 ºC while salinity ranges
from 24-31 ppt in Bungin Permai Waters. Post harvest results obtained seaweed
quality was good. The market price of K. alvarezii seaweed was now Rp 18.000 /
kg.
Keywoards : K. alvarezii Tissue-cultured, Longline Method, DGR
5.56±0.42%/day
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
ABSTRAK.................................................................................................. v
ABSTRACT ……………………………………………………………... vi
DAFTAR ISI............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 3
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat....................................................................... 4
2.2. Prosedur Praktikum…………………………………………...... 3
2.3 Alat dan Bahan............................................................................. 5
2.2.4 Parameter yang Diamati............................................................ 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) ...................... 15
2. Parameter Kualitas Air........................................................... 15
3. Monitoring Rumput Laut ....................................................... 16
4. Pasca Panen............................................................................ 16
B. Pembahasan
1. Laju Pertumbuhan Harian ...................................................... 17
2. Parameter Kualitas Air........................................................... 18
3. Pasca Panen............................................................................ 19
4 PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 20
B. Saran............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Persiapan ........ 3
2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya Uji Lapangan ..................... 6
3. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama Praktek Lapang......... 12
4. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii..................................................................... 12
5. Hasil Parameter Kualitas Air ........................................................... 13
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Alat dan Bahan yang digunakan untuk Persiapan Tali PE............. 5
2. Proses Pembuatan Tali Ris ............................................................ 6
3. Jarak tali pengikat rumput laut 10 cm.............................................. 6
4. Lokasi budidaya rumput laut.......................................................... 7
5. Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan ...................................... 7
6. Sel Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur Jaringan............ 8
7 Penimbangan Awal Bibit Rumput Laut......................................... 8
8. Proses Pengikatan Rumput Laut .................................................... 9
9. Proses Penanam Rumput Laut ....................................................... 9
10. Proses Monitoring Rumput Laut.................................................... 10
11. Proses Pemanenan .......................................................................... 11
12. Kegiatan Penimbangan Hasil Keseluruhan Panen Kelompok ....... 11
13. Proses Penjemuran Rumput Laut................................................... 12
14. Proses Penimbangan Rumput Laut Kering .................................... 13
15. Epifit (Sargassum. polycystum) .................................................... 16
16. Rumput Laut Kering ...................................................................... 17
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara (Sultra) banyak memiliki aktivitas
budidaya laut yang telah berkembang. Budidaya rumput laut merupakan aktivitas
budidaya laut yang telah berkembang pada hampir diseluruh Kabupaten/kota se
provinsi Sultra (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015). Produksi utama sampai
saat ini (˃85%) didominasi produksi hasil budidaya rumput laut jenis (Kappaphycus
alvarezii dan Eucheuma denticulatum), yang sebagian besar menyuplai permintaan
pasar global untuk bahan baku (Sahrir et al., 2014).
Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu di wilayah Indonesia
dengan potensi perairan laut yang luas areanya mencapai kurang lebih 114.879 km2
dengan panjang garis pantai 1.740 km (DKP Sultra. 2004). Sampai saat ini Sultra
memproduksi rumput laut utamanya jenis K. alvarezii dan Eucheuma denticulatum
yang menyuplai sebagian besar kebutuhan pasar global sebagai bahan baku (Sahrir et
al, 2014).
Desa Bungin Permai merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten
Konawe Selatan, Provinsi Sultra yang memiliki perairan yang sangat potensial
sebagai tempat untuk melakukan aktivitas budidaya rumput laut. Pada umumnya di
perairan desa Bungin Permai menggunakan sistem budidaya longline. Menurut
Albasri et.al (2010) menyatakan bahwa, budidaya rumput laut di Muna dan Kendari
sebagian besar menggunakan sistem budidaya rumput laut dengan metode longline.
Rumput laut merupakan salah satu jenis tanaman tingkat rendah dalam
golongan ganggang yang hidup di air laut (Miyashita et al, 2013). Rumput laut
bereproduksi secara generatif dan vegetatif namun ada juga yang di kembangbiakan
melalui proses kultur jaringan. Rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia
perdagangan dan merupakan tumbuhan laut yang bernilai ekonomis penting. Melihat
kenyataan tingginya permintaan rumput laut untuk kebutuhan industri dalam negeri
2
maupun untuk memenuhi permintaan terhadap bahan ekspor laut, maka penyediaan
bahan baku berkualitas dan berkesinambungan menjadi hal yang sangat penting.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan rumput laut ialah metode
penanamannya (Ponggarang dkk, 2013). Metode penanaman adalah salah satu faktor
yang sangat penting dalam hal melakukan budidaya rumput laut.
B. Rumusan Masalah
Kendala dan permasalahan dalam memproduksi rumput laut ternyata cukup
banyak, diantaranya adalah adanya serangan penyakit, biofouling, hama, dan kualitas
bibit yang rendah. Penyediaan bibit rumput laut secara konvensional tergolong
mudah dan murah, karena untuk memperolehnya dapat berasal dari alam atau kebun
bibit (Amini, et al. 2007). Salah satu tujuan dari teknik kultur jaringan adalah
memperbanyak jumlah tanaman yang berkualitas. Selain itu permasalahannya adanya
tumbuhan epifit yang menempel pada budidaya rumput laut sehingga dapat
mengganggu pertumbuhannya. Salah satu solusi untuk menghasilkan bibit rumput
laut berkualitas tinggi adalah seleksi kultur jaringan. Beberapa manfaat menggunakan
bibit yang dari kultur jaringan adalah ketersediaan dan pasokan yang konstan
sehingga pengadaan dapat dilakukan setiap saat dan tingkat pertumbuhannya lebih
tinggi dari pada bibit alami atau vegetatif (Aslan et al., 2014: Kumar et al., 2007).
Rama et al (2018) sebelumnya telah melakukan kegiatan budidaya rumput
laut yang menggunakan bibit dari hasil kultur jaringan di perairan Bungin Permai
pada bulan April-Juni 2017. Hasil LPH yang diperoleh yaitu 4,6±0,66%/hari. Oleh
karena itu, kegiatan PKL-MAL yang telah dilakukan pada (2017) sebelumnya dapat
dijadikan sebagai pembanding saat monitoring tahun ke-II (2018) dalam
memanfaatkan rumput laut hasil kultur jaringan.
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari PKL ini adalah untuk mengetahui tata cara budidaya rumput laut
K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan mulai dari tahap pesiapan, tahap
uji lapangan, panen, pasca panen dan pemasaran serta mengetahui laju pertumbuhan
3
harian rumput laut yang dibudidayakan di Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Kegunaan dari PKL ini adalah sebagai acuan untuk mengetahui teknik-teknik
dalam budidaya rumput laut yang digunakan dalam budidaya K. alvarezii
menggunakan bibit hasil kultur jaringan mulai dari tahap budidaya hingga
pemasaran. Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan
kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan tahun 2017, sekaligus menjadi gambaran
masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders)
4
II. METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum PKL-MAL dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018. PKL ini
terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan Pemasaran. Tahap
persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu
Oleo, Kendari. Tahap uji lapangan dilaksanakan di Desa Bungin Permai Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan. Tahap pemasaran dilaksanakan di Pengepul
(rumput laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
2.2 Prosedur Praktikum
2.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo, Kendari. Dimulai pada bulan April-Juni 2018 terdiri dari
persiapan alat berupa cutter/gunting, tali PE no 4 mm dan no 8 mm, Mistar, Korek
Api, dan Alat Pintar.
Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap persiapan budidaya rumput laut
(K. alvarezii) hasil kultur jaringan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Alat pintar Pemintal tali rumput laut
- Cutter/gunting Memotong tali
- Korek Api Membakar lilin
- Mistar Mengukur panjang tali PE
- Meteran Mengukur panjang tali PE
2. Bahan
- Tali PE no 4 mm Tali simpul rumput laut
- Lilin Merapikan ujung tali simpul
- Tali PE no 8 mm Tali utama rumput laut
5
Prosedur kerja dalam tahap persiapan pada proses pelaksanaan pembuatan tali
yaitu :
1. Persiapan tali, tali yang digunakan dalam praktikum rumput laut yaitu tali PE
berukuran 8 mm dan tali PE berukuran 4 mm. Tali berukuran 8 mm sebagai tali
utama rumput laut t, sedangkan tali PE no 4 mm sebagai tempat mengikat rumput
laut dan alat pemintal tali rumput laut (pintar) untuk membuat tali ris
(Gambar 1).
Gambar 1. Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan Tali PE; A) Tali
PE ukuran 8 mm; B,C) Tali PE no 4 mm; D) lilin, cutter dan gunting; E)
Alat pemital tali rumput laut (pintar)
2. Pembagian tali PE no 4 mm dan tali no 8 mm sebagai media tanam rumput laut
dengan panjang 21 meter perindividu.
3. Pemotongan tali PE no 4 mm menggunakan gunting dan kedua ujung tali diikat
agar tidak mudah lepas, kemudian ujung tali dibakar menggunakan lilin
selanjutnya tali tersebut diikat pada tali PE no 8 mm menggunakan bantuan
pemintal tali rumput laut (pintar).
D E
A B C
6
Gambar 2. Proses pembuatan tali Ris A) pembuatan tali simpul; B)
pembuatan tali ris menggunakan alat pemintal tali rumput
laut (pintar)
4. Mengukur jarak tali simpul antara satu dengan yang lainnya yaitu berjarak 10 cm
(Gambar 3 )
10 cm
Gambar 3. Jarak tali pengikat rumput laut
10 cm.
1.2.1 Tahap Uji Lapang
Tahap uji lapang dilaksanakan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan pada bulan April-Juni 2018.
Desa Bungin Permai adalah salah satu desa di Kecamatan Tinanggea yang
merupakan pemukiman suku Bajo bugis dengan jumlah penduduk 1.360 jiwa dengan
jumlah 30 KK, mayoritas penduduknya 100% bermata pencaharian di laut sebagai
nelayan dan pembudidaya rumput laut dimulai pada tahun 2003 oleh delapan
keluarga pada tahun 2010 hampir 99% dari 264 KK sebagai pembudidaya rumput
laut.
A B
7
Kabupaten Konsel secara geografis terletak dibagian Selatan khatulistiwa,
antara 4°29'24.03 Lintang Selatan dan 122°13'26.60 Lintang Timur, berbatasan
dengan sebelah Utara yaitu kabupaten Konawe dan kota Kendari sebelah Selatan
yaitu Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana, sebelah Barat Kabupaten Kolaka
dan sebelah Timur laut banda dan laut Maluku (Gambar 4).
Gambar 4. Lokasi budidaya rumput laut, A) Desa Bungin Permai (GPS); B) Kondisi
disekitar pemukiman penduduk.
Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap uji lapang budidaya rumput laut
kultur jaringan.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan Beserta Kegunaannya.
No. Alat dan bahan Kegunaan
1 Alat
- Timbangan digital
- Cutter/gunting
- Botol aqua 600 ml
- Map plastik
- Hand Rafraktometer
- Thermometer
- Perahu
- Kamera
Menimbangan berat rumput laut
Menyeleksi bibit rumput laut
Pelampung tali rumput laut
Label nama
Mengukur salinitas
Mengukur suhu
Transportasi ke lokasi budidaya
Dokumentasi
2 Bahan
- Bibit rumput laut (K. alvarezii)
hasil kultur jaringan
Objek budidaya
A B
8
Prosedur yang dilakukan pada tahap uji lapang dalam proses budidaya rumput
laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Bibit Rumput Laut
Persiapan tali rumput laut dengan menggunakan hasil kultur jaringan,
dimana bibit tersebut diperoleh dari nelayan/petani rumput laut di Desa Bungin
Permai (Gambar 5).
Gambar 5. Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur
Jaringan
2. Penimbangan Bibit Rumput Laut
Setelah persiapan bibit rumput laut, dilanjutkan memotong bibit
tersebut menggunakan pisau/cutter dan menimbang bibit dengan berat 10 g
menggunakan timbangan digital (Gambar 6).
Gambar 6. Penimbangan bibit awal menggunakan timbangan
digital
1 cm
9
3. Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut
Setelah menyeleksi bibit rumput laut dan melakukan penimbangan, lalu
dilanjutkan dengan proses pengikatan bibit rumput larut (Gambar 7). Proses
pengikatan rumput laut, selanjutnya rumput laut disiram/direndam pada air laut yang
bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stress atau rusak karena
kering/kekurangan air. Setelah itu maka bibit rumput laut siap untuk ditanam
Gambar 7. Proses pengikatan rumput laut
4. Proses Penanaman Bibit Rumput Laut
Proses penanaman yang dilakukan yaitu dengan menggunakan perahu atau
sampan untuk memudahkan proses penanaman rumput laut ke lokasi budidaya dan
setibanya di lokasi budidaya maka bibit siap untuk dibentang ke perairan (Gambar 8)
Gambar 8. (A;B) Proses penanam rumput laut
BA
10
5. Monitoring
Monitoring dilakukan untuk membersihkan kondisi rumput laut dari hama dan
penyakit sehingga tidak menghambat pertumbuhan rumput laut. Monitoring
dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu hari Kamis dan Minggu. Hal ini bertujuan
agar rumput laut bersih dari kotoran yang berada di lokasi budidaya dan hama epifit
(Sargassum. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dan penyakit Ice-ice
pada bagian thallus rumput laut sehingga tidak menghambat pertumbuhan rumput
laut.
- Pengukuran Parameter Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air yang diperoleh pada saat pengukuran suhu
mencapai 30ºC dan salinitas yang diperoleh mencapai 26 ppt (Gambar 9). Setelah itu,
membersihkan epifit yang menempel pada tali ris atau tali rumput laut.
Gambar 9. Proses pengukuran suhu menggunakan Thermometer; A) Pengukuran
salinitas menggunakan Hand Refraktometer; B)
- Pembersihan Hama dan Penyakit
Pembersihan epifit ini dilakukan dengan cara melepaskan epifit (S. polycystum)
dari tali rumput laut kemudian dimasukkan ke dalam perahu dan dibawa ke darat.
Hal ini dilakukan karena jika epifit dibuang ke laut lagi memungkinkan menempel
kembali ke tali ris atau di rumput laut (Gambar 9). Penyakit ice-ice ditandai dengan
warna putih pucat pada bagian thallus rumput laut (Gambar C). Pembersihan
penyakit ice-ice pada rumput laut yaitu dengan cara pemotongan thallus yang
terserang penyakit tersebut menggunakan Cutter.
11
Gambar 10. Proses pembersihan hama dan penyakit; A) Kondisi tali rumput laut; B)
Epifit (S. polycystum); Penyakit Ice-ice (C)
2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen
2.2.3 Tahap Pemanenan
1. Pemanenan rumput laut dilakukan setelah 35 hari pemeliharaan. Pemanenan
dilakukan dengan cara menarik tali bentangan ke dalam perahu (Gambar 10 A)
kemudian selanjutnya dibawa ke darat (Gambar 10 B). Panen dilakukan pada
pagi hari agar rumput laut tidak terkena cahaya matahari langsung agar rumput
laut langsung dikeringkan. Hal yang penting perlu diperhatikan pada saat panen
yaitu kondisi cuaca seperti panen pada saat hujan dapat menurunkan kualitas
rumput laut (Gambar 10)
A B
Gambar 10. Proses pemanenan; A) Penarikan tali bentang rumput laut secara
perlahan; B) Pengangkutan hasil rumput hasil panen rumput laut.
2. Rumput laut hasil panen kemudian ditimbang menggunakan timbangan, tujuan
penimbangan yaitu untuk mengetahui berat bobot rumput laut setelah dipanen.
A B C
12
Adapun hasil total penimbangan kelompok memperoleh nilai rata-rata yaitu 7,78
(Gambar 11)
Gambar 11. Kegiatan Penimbangan hasil keseluruhan panen kelompok
3. Penimbangan individu yaitu dengan mengambil 15 rumput laut yang ditimbang
masing-masig menggunakan timbangan digital, dimana berat basah diperoleh nilai
rata-rata yaitu 67,28 ton
4. Rumput laut yang sudah panen selanjutnya dikemas ke dalam karung untuk
dilakukan proses penjemuran atau pengeringan.
2.2.3.2 Tahap Pasca Panen
1. Proses penjemuran rumput laut dilakukan dengan metode gantung. Rumput laut
digantung menggunakan balok dengan panjang 2 m, dengan ketinggian 50-60 cm
dari permukaan tanah. Metode ini lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan
metode lain, dari segi kualitas rumput laut yang dihasilkan. Pengeringan dapat
dilakukan dengan sinar matahari (Gambar 12)
13
Gambar 12. Proses penjemuran rumput laut menggunakan metode gantung (hanging
method).
2. Penimbangan pasca panen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat kering
rumput laut setelah dijemur. Adapun tahap yang dilakukan dalam proses
penimbangan akhir yaitu menimbang kembali 15 bibit rumput laut yang kering
sehingga dapat diketahui LPH standar sampel dan rasio perbandingan berat
kering:berat basah pada pertumbuhan rumput laut. Penimbangan plastik dan tali
dengan tujuan untuk menghitung rasio pertumbuhan rumput laut basah maupun
kering sebagai data kelompok maupun individu (Gambar 13)
A B C
Gambar 13. Proses penimbangan rumput laut kering; A) Penimbangan akhir rumput
bibit rumput laut; B) Penimbangan plastik; C) Penimbangan tali rumput
laut
14
3. Tahap Pemasaran
Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian di pasarkan pada bulan Juni
2018 di pengepul rumput laut yang berlokasi di kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Harga pasar pada pengepul rumput laut yaitu Rp. 18.000/kg
2.2.4 Parameter yang Diamati
2.2.4.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian (LPH) dapat dilihat
berdasarkan pernyataan (Yong et al. 2013) sebagai berikut:
=
0
− 1 × 100%/hari
Keterangan:
LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari)
Wt =Bobot rumput laut pada waktu akhir (g)
Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g)
t = Periode pengamatan (hari)
2. 2. 4. 2. Hama dan Penyakit Rumput Laut
Hama dan penyakit yag ditemukan selama proses budidaya rumput laut
K. alvarezii selama 35 hari yaitu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hama dan Penyakit yang Terdapat pada Rumput Laut K. alvarezii
No Hama dan Penyakit Status
1 Sargassum polycystum Hama
2 Ice-ice Penyakit
2. 2. 4. 3 Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur sebagai data penunjang budidaya rumput
laut dapat dilihat pada Tabel 4.
15
Tabel 4. Parameter kualitas air
No Parameter Alat Waktu pengukuran
1. Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu
2. Salinitas Hand Rafraktometer 1 kali dalam seminggu
16
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan Rasio Berat Kering: Berat Basah
. Setelah rumput laut dipelihara selama 35 hari, hasil yang diperoleh rata-rata
LPH 5,56±0,42%/hari dan berat rumput laut yang diperoleh naik menjadi 7 (tujuh)
kali lipat dari 10 g menjadi 67,28 g. Rasio berat kering yang dibagi dengan berat
basah diperoleh hasil perbandingan 1 : 9. LPH rumput laut K. alvarezii yang
dibudidayakan selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii
Penimbangan W0 (g)
(berat
awal)
Wt (g)
(berat
basah)
Wt (g)
(berat
kering)
LPH
(%/hari
±SD)
Rasio Berat
Kering :
Berat Basah
Rumpun 1 2 3 4 5
1 10 84 7 6.26 1:12
2 10 72 9 5.80 1:8
3 10 75 8 5.92 1:9,375
4 10 66 7 5.53 1:9,42
5 10 62 7 5.35 1:8,85
6 10 57 6 5.09 1:9,5
7 10 55 9 4.99 1:6,11
Jumlah 10 67,28 7,57 5,56±0,42 1:9
3.1. 2. Kualitas Air
Suhu yang berada di lokasi PKL budidaya rumput laut K. alvarezii berkisar
antara 24 - 31ºC dan salinitas berkisar antara 24-31 ppt. Data parameter kualitas air
yang diambil selama praktek lapang dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Hasil Parameter kualitas air
Waktu Monitoring Suhu (0
C) Salinitas (ppt)
26/04/2018 1 30 24
29/04/2018 2 24 26
03/05/2018 3 31 26
13/05/2018 4 27 31
20/05/2018 Pemanenan 29 29
17
3.1.3 Hama dan Penyakit Rumput Laut
Pada kegiatan pemeliharaan rumput laut selama 35 hari ditemukan beberapa
kendala yang dapat mengganggu pertumbuhan dari rumput laut yang dibudidayakan
seperti serangan hama dan penyakit. Hama yang ditemukan epifit (Sargassum
polycystum) yaitu penyakit Ice-ice yang ditemukan. Terdapatnya hama dan penyakit
pada rumput laut diduga dipengaruhi oleh cuaca yang cukup ekstrim akibat curah
hujan yang cukup tinggi (Gambar 14)
Gambar 14. Epifit (S. polycystum)
3.1.4. Hasil Pasca Panen
Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai
dengan hasil pengeringan rumput laut yang baik dan rumput laut yang kurang baik
dilihat pada (Gambar 18).
1 cm
18
A B
Gambar 15. Rumput laut kering; A) Kualitas kurang baik; B)
Kualitas baik
Kualitas Rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kecoklatan dan
rumput laut benar-benar kering, sedangkan rumput laut yang proses pegeringan tidak
sempurna dicirikan dengan warna putih pucat. Hal ini disebabkan karena rumput laut
tidak dijemur dengan cara digantung sehingga proses pengerin yang tidak sempurna.
Rumput laut yang telah dikeringkan maka selanjutnya dipasarkan pada
pengupul rumput laut Kendari kemudian rumput laut ditimbang untuk mengetahui
berat akhir kering (Wt)
3.2. Pembahasan
3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
LPH yang diperoleh pada praktikum yaitu 5,56±0,42%/hari, dimana bibit
rumput laut yang digunakan pada praktek lapang merupakan bibit hasil kultur
jaringan yang diperoleh dari nelayan di Besa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea.
Berat bibit awal (W0) yang digunakan seberat 10 g. Hal ini tidak sebanding dengan
nilai LPH yang diperoleh Rama et al (2018) dimana nilai LPH lebih rendah yaitu
4,6±0,66%/hari. Perbedaan LPH pada lokasi budidaya yang sama diduga adanya
perbedaan kondisi nutrisi atau unsur hara diperairan dan penetrasi cahaya matahari.
Hal ini sesuai pernyataan Novalina, dkk (2010) bahwa, peningkatan fotosintesis dapat
meningkatkan kemampuan rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrien.
1 cm1 cm
19
LPH yang diperoleh pada PKL ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
LPH yang didapatkan oleh Santi (2018), yaitu dengan nilai LPH 9,17±0,50%/hari.
Diduga karena adanya penambahan pelampung sehingga penetrasi cahaya lebih
banyak dan memudahkan proses fotosintesis sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Rama (2017) sebesar 4,6±0,66%/hari pada lokasi budidaya yang sama diduga
karena adanya perbedaan kondisi nutrisi di perairan. Menurut Gusrina (2006)
pencapaian produksi maksimal budidaya rumput laut dapat terpenuhi jika didukung
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya, substrat, cahaya, unsur nutrien dan
gerakan air.
3.2.2. Hama dan Penyakit
Penyakit yang ditemukan yaitu berupa Ice-ice sedangkan hama yang
menyerang rumput laut yaitu S. polycystum. Adanya tanaman ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut karena tanaman ini menempel dalam
jumlah yang banyak sehingga bersifat pesaing bagi rumput laut K. alvarezii dan
adanya persaingan untuk mendapatkan unsur hara di perairan sehingga dapat
menghambat pertumbuhan rumput laut serta hal ini menjadi masalah utama yang
harus diperhatikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vairappan (2014), bahwa
budidaya K. alvarezii adalah kegiatan rutin, dan hasilnya sangat tergantung pada
kondisi budidaya dan wabah penyakit. Dua masalah utama yang dihadapi dalam
budidaya komersial berkepadatan tinggi adalah penyakit ‘Ice-ice” dan wabah epifit.
3.2.3. Parameter Kualitas Air
Suhu media pada praktikum berkisar antara 24-31ºC. Secara umum suhu air
masih cukup baik dan dapat di telorir oleh rumput laut. Ambas (2006) menyatakan
bahwa suhu perairan sangat penting dalam proses fotosintesis rumput laut. Suhu yang
optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 24-30o
C. Suhu erat kaitannya
dengan intensitas cahaya matahari, karena semakin tinggi intensitas cahaya matahari
yang masuk, maka semakin tinggi suhu perairan. Hal ini juga didukung oleh
kedalaman dan volume air pada saat pemeliharaan atau saat terpapar cahaya matahari.
20
Kisaran suhu air dalam kegiatan PKL ini masih dalam kisaran layak untuk
pertumbuhan K. alvarezii. Sedangkan menurut Anggadiredja (2011) bahwa suhu
yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut yaitu berkisar antara 26-30o
C. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Alam (2011) bahwa suhu rumput laut dapat hidup
tumbuh di perairan dengan kisaran suhu air antara 20-28 o
C, namun masih ditemukan
tumbuh pada suhu 31o
C.
Menurut Effendi (2003) suhu air dipengaruhi oleh musim, lintang ketinggian
dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta
kedalaman air. Oleh sebab, itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman,
suhu air untuk budidaya rumput laut berkisar antara 20-33o
C dan perubahan suhu
tidak lebih dari 4o
C setiap hari. Kenaikan temperatur yang akan mengakibatkan
thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat, untuk
budidaya dimana suhu air laut yang baik berkisar antara 27 -30o
C. Suhu berpengaruh
langsung terhadap kehidupan rumput laut terutama dalam proses fotosintesis, proses
metabolisme dan siklus reproduksi (Pong dkk, 2008).
Pemeliharaan rumput laut Pada salinitasnya berkisar antara 29-31 ppt. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sudradja (2008) bahwa perubahan salinitas lebih terjadi
pada perairan dekat pantai. Perubahan salinitas diluar jangkauan kisaran optimum
akan berpengaruh jelek terhadap pertumbuhan rumput laut. Salinitas untuk
pertumbuhan K. alvarezii adalah 28-35 ppt. Jenis K. alvarezii merupakan rumput laut
yang relatif tidak tahan terhadap salinitas yang tinggi (stenohalin), penurunan kualitas
akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan menjadi tidak normal,
dimana salinitas untuk pertumbuhan optimal berkisar 28-35ppt (Sudradjat. 2008).
Salinitas sangat berperan dalam pertumbuhan rumput laut K. alvarezii,
salinitas yang berkisar 28-33 ppt. Budidaya rumput laut diusahakan harus jauh dari
sumber air tawar seperti dekat muara sungai karena dapat menurunkan salinitas
(Anggadiredja. 2011)
3. 2.3 Pasca Panen dan Pemasaran
Pada praktikum yang dilakukan rumput laut K. alvarezii di panen setelah 35
hari masa pemeliharaan dengan pertumbuhan yang cukup baik. Menurut SNI (2010)
21
bahwa rumput laut K. alvarezii di panen dalam lima periode yang berbeda yaitu: 35,
40, 45, 50 dan 55 hari. Proses pemanenan rumput laut dilakukan dengan cara tali ris
bentang dilepas dari tali utama, kemudian rumput laut dilepas dari tali ris dengan cara
ikatan dibuka sebelum dan sesudah dijemur total. Ukuran hasil panen minimal
500g/rumpun.
Kualitas rumput laut yang dipanen dipengaruhi oleh bibit. Bibit yang baik
akan menghasilkan rumput laut yang baik pula. Faktor lain yang mempengaruhi baik
buruk suatu mutu rumput laut adalah lingkungan budidaya, perawatan pada saat
budidaya dan penanganan pasca panen (Clenia, 2008).
Rumput laut yang sudah kering selanjutnya dipasarkan di Pengepul rumput
laut yang berlokasi di kota Kendari. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat
dari rumput laut kering. Harga pasar rumput laut kering yaitu Rp.18.000/kg
meningkat dua kali lipat jika dibandingkan Tahun (2017) diperoleh yaitu Rp.
9.000/kg. Sedangkan menurut Hamid (2012) bahwa, rumput laut yang dihasilkan
petani dalam bentuk rumput laut kering, dengan harga rata-rata Rp. 6.363/kg dengan
kadar air berkisar antara 35-40 %. Dengan rendeman rumput laut berkisar 20-25 %
yakni 5 kg rumput laut basah menjadi 1 kg rumput laut kering.
22
IV. Simpulan dan Saran
4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil PKL-MAL yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
rumpul laut hasil kultur jaringan yang dibudidayakan menggunakan metode longline
selama 35 hari, diperoleh pertumbuhan yang baik yaitu LPH 5,56±0,42%/hari
dengan berat kering yaitu 1:9. Hal ini menunjukan LPH yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan hasil yang diperoleh dari penanaman tahun ke-I oleh Rama et al (2017)
dengan LPH 4,6±0,66%/hari. Hama dan penyakit yang ditemukan selama
pemeliharaan rumput laut yaitu S. polycystum dan penyakit Ice-ice. Parameter
kualitas air yang diperoleh yaitu suhu berkisar antara 26-290
C dan salinitas berkisar
antara 29-31 ppt. Harga rumput laut kering tahun ini yaitu Rp. 18.000/kg.
4.2 Saran
Saran yang dapat saya sampaikan yaitu perlu adanya praktikum lebih lanjut
mengenai respon pertumbuhan dari rumput laut hasil kultur jaringan dan seleksi klon
dilokasi budidaya yang berbeda.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alam, A, A. 2011. Kualitas Karagenan Rumput Laut Jenis Eucheuma Spinosum di
Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar (Skripsi). Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Makassar. 40 Hal.
Albasri, H IBA, W., Aslan, L.O.M., Geolery, G, Silva, D.S. 2010. Mapping of
Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “ Potential,
Current and Future Status”. Indonesia Aquakultured Journal. 5:173185.
Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015.
Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practices and the
Socioeconomic Aspects of the Major Commodities. Ocean & Coastal
Management: 116 : 44-57.
Ambas, I. 2006. Budidaya Rumput Laut. Pelatihan Budidaya Laut (Coremap fase II
Kab Selayar). Yayasan Mattirotasi. Makassar.
Amini, S. dan Parenrengi, A. 1994. Kultur Jaringan Rumput Laut, Gracilaria
verrucosa dengan Variasi Media Conwy dalam Menunjang Agro-
Industri di Sulawesi Selatan.
Anggdiredja, J, Purwoto A dan Istini, S. 2011. Seri Rumput Laut. Penyebar Swadaya.
Bank Indonesia. 2015. Potensi Rumput Laut. Kondisi Usaha Rumput Laut di Provinsi
Sulawesi Tenggara. BI-Sultra.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 Hal.
Hamid, S, K. 2012. Analisis Efisiensi Pemasaran Rumput Laut Eucheuma. cottoni di
Kota Tual Provinsi Maluku. 5(1).
Gusrina. 2006. Budidaya Rumput Laut. Sinergi Pustaka. Bandung. Hal 11-37.
Miyashita, K., Mikami, N., & Hosokawa, M., 2013. Chemical and Nutritional
Characeristics of Brown Seaweed Lipids A Review. Jurnal of Functional
Foods. 5(4):1507-1674.
Novalina, S. Widiastuti. M.i., 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut
Eucheuma. cottoni Pada Kedalaman Penanaman yang Berbeda. Jurnal
Media Litbang Sulteng III.
Pong-Masak, P, R. Pantjara B, Dan Syah, R. 2008. Musim Tanam Rumput Laut di
Perairan Anggrek, Pantai Utara Gorontalo. Balai Riset Perikanan Air
Payau. Maros.
Ponggarang, D. B., A., & Iba, W. 2013. Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot Bibit
Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus. alvarezii)
Menggunakan Metode Vertikultur. Jurnal Mina Laut Indonesia.
3(12):94-112.
Rama, Aslan, L.O.M., Iba W.,Rahman Abdul., Armin dan Yusnaeni. 2018. Seaweed
Cultivation of Micropropagated Seaweed (K. alvarezii) in Bungin Permai
Coastal Waters Tinanggea, Sub-District South Konawe Regency, South
East Sulawesi.
24
Santi. 2018. Budidaya rumput laut K. alvarezii (Doty) ex silva (Rhodophyta,
Soilieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Dengan Metode
Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Sulawesi Tenggara. Universitas Halu Oleo
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
SNI (Standar Nasional Indonesia), 2010. Produksi Rumput Laut Kottoni (Eucheuma
cottoni) Bagian 1: Metode Lepas Dasar. Badan Standarisasi
Indonesia. Jakarta.
Vairappan. C.S., Sim C.C., Matsunaga S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on
Fhysical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by
Kappaphycus. Alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodopyta). J
APPL Phycol. 26:923-931.
Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and Semi-
refined Carrageenan Properties of Tissue-cultured Kappaphycus alvarezii
(Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research: 62 : 316-321.

More Related Content

What's hot

LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTLAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTSalbiaBia
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Ariskanti
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)AzukaYuukanna1
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Putri Didyawati
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...hamzan wadify
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...rama bdpuho
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraAndi Asfian
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017rama BDP
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018restii_sulaida
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...Jeslin Jes
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Azlan Azlan
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Saniati Goa
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautkumala11
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017Jeslin Jes
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT lala arf
 
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...UNESA
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Nova Ainayah Prity
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019Rahmawati
 

What's hot (20)

LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUTLAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) Menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
Laporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputraLaporan pkl ari saputra
Laporan pkl ari saputra
 
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
Budidaya Kappaphycus alvarezii menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan...
 
Laporan mal 2018
Laporan mal 2018Laporan mal 2018
Laporan mal 2018
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT
 
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...
PKM AI: Potensi Jenis Ikan Gelodok (Mudskipper) dan PerannyaSebagai Filter Fe...
 
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
Laporan Praktikum Manajemen Akuakultur Laut 2019
 
Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...
Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...
Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
 

Similar to Judul

Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018ThityRZ
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Hartina Iyen
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNovaIndriana
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...sadaria bdp
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018sukmawati024
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...BdpWinarti
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...Sahira dila
 
Budidaya Rumput Laut K. alvarezii
Budidaya Rumput Laut K. alvareziiBudidaya Rumput Laut K. alvarezii
Budidaya Rumput Laut K. alvareziiesri yanti
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...enda ganteng
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineUniversitas Halu Oleo
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Iriani
 
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Ariskanti
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019hasni
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018yulina096
 

Similar to Judul (15)

Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
Laporan lengkap manajemen akuakultur laut 2018
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunakan...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae)  menggun...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliriaceae) menggun...
 
Budidaya Rumput Laut K. alvarezii
Budidaya Rumput Laut K. alvareziiBudidaya Rumput Laut K. alvarezii
Budidaya Rumput Laut K. alvarezii
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
Laporan Manajemen Akuakultur laut 2019
 
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019Laporan manajemen akuakultur laut 2019
Laporan manajemen akuakultur laut 2019
 
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018
 

Judul

  • 1. LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed Tissue-Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub- District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi (Monitoring of the Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : RIASNI AUDIN I1A2 14 019 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed Tissue-Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub- District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi (Monitoring of the Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : RIASNI AUDIN I1A2 14 019 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed Tissue-Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub- District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi (Monitoring of the Second Year) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut OLEH : RIASNI AUDIN I1A2 14 019 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018
  • 2. Judul IIALAMAN PENGES{.IIAN "Budidaya Rumput Lartt K slvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinangge4 Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, (Monitoring Tatmn ke II)'. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan pada Mata Kuliah Manajemen Akuakultur l.auj Riasni Audin I1A2 14 019 V (Lima) Budidaya Perairan Laporanlengkag : Nama Stambuk Kelompok Jrrrusan Laporan Lengkap ini Te1ah Diperiksa dan Disetujui Oleh : Dosen Koordinator Mata Kuliah Manaj emen Akuakultur Laut il A lV) e/ot/2qg / /w -// Prof, Dr. k. LaOde Muh. Asla+. M.Sc NIP. 19661210199103 1 0{r5 Kendari,t9Juli 2018 Tanggal Pengesahan
  • 3. iii RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis bernama lengkap Riasni Audin, lahir di Tanjung Una, Kabupaten Taliabo Barat, Provinsi Maluku Utara. Tanggal 10 Agustus 1995. Penulis adalah anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan Audin dan Masria. Pada Tahun 2008 penulis menamatkan pendidikan dasar SD Impres Tanjung Una, Kabupaten Taliabo Utara. Pada Tahun 2011 menamatkan pendidikan menengah pertama SMP Negeri 1 Kulisusu Utara, Kabupaten Buton Utara dan pada tahun 2014 penulis menyelesaikan pendidikan menengah kejuruan SMK Negeri 1 Kulisusu Utara, serta tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN dan diterima Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jurusan Budidaya Perairan. Pada periode 2016-2017. Laporan PKL-MAL ini merupakan karya tulis kedua setelah terjemahan dengan judul Pengaruh suhu dan cahaya terhadap fotosintesis yang diukur dengan Fluoresensi Clorofil pada budidaya Eucheuma denticulatum dan Kappaphycus sp (Strain sumba) dari Indonesia “Effect of Temperatur and Light on the Photosynthesis as Measured by Cholorophyll Fluorescence of Cultured Eucheuma denticulatum dan Kappaphycus sp. (Sumba strain) from Indonesia” dan diterbitkan pada tahun 2012. DOI 10.1007/s 10811- 012-9874-5
  • 4. iv KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut berjudul “Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan bibit hasil kultur Jaringan dengan metode longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) Laporan PKL ini disusun sebagai pelengkap praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan di Perairan Desa Bungin Permai. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Koordinator Dosen Mata Kuliah Manajemen Akuakultur Laut Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc dengan penuh keikhlasan membimbing dalam pembuatan blog dan pemostingan laporan PKL di blog dan slideshare. Penulis tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada asisten Praktikum Armin, S.Pi serta teman-teman Citra Utami, Nova Indriana, Santi, Salbia, Sri Kumala, Sitti Aryati Sekar Wangi, dan Iriani yang sudah banyak membantu dalam penyusunan laporan lengkap. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Kendari, Juli 2018 Penulis
  • 5. v Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II) ABSTRAK Rumput laut merupakan salah satu sumber daya pesisir yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor di sektor budidaya perikanan Indonesia karena permintaannya tinggi di pasar dunia. Praktek kerja lapang (PKL) Manajemen Akuakultur Laut ini dilaksanakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea. PKL dilaksanakan selama bulan April- Juni 2018. PKL ini dimulai dari tahap asistensi praktikum, tahap persiapan, mengikat bibit, proses penanaman, monitoring rumput laut, panen dan pasca panen serta pemasaran. Metode yang digunakan pada PKL ini yaitu menggunakan metode longline dan menggunakan bibit hasil kultur jaringan dengan berat bibit 10 g dan jarak tanam antara rumput satu dengan lainnya yaitu 10 cm. Monitoring dilakukan untuk membersihkan rumput laut dari hama dan penyakit seperti Sargassum polycystum dan penyakit Ice ice. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) rumput laut K. alvarezii yang diamati selama PKL yaitu 5,56±0,42%/hari. Parameter kualitas air seperti suhu berkisar 21-31 ºC sedangkan salinitas berkisar antara 24-31 ppt di Perairan Bungin Permai. Hasil pasca panen didapatkan kualitas rumput laut yang baik. Harga pasar rumput laut K. alvarezii sekarang yaitu Rp. 18.000/kg. Kata Kunci : K. alvarezii, Kultur jaringan, Metode Longline, LPH 5,56±0,42%/hari
  • 6. vi Cultivation of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Using Seed Tissue Cultured by Longline Method in Bungin Permai Village Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, South East (SE) Sulawesi (Monitoring of the Second Year) ABSTRACT Seaweed was one of the coastal resources that has a high economic value and was an export commodity in Indonesia's fishery cultivation sector due to high demand in the world market. The field practice was carried out in Bungin Permai Village, Tinanggea District. The field work practice was conducted from April to June 2018. This practice was startsted from the practical phase of preparation, preparation stage, binding of seeds, planting process, monitoring seaweed, harvest and post harvest and monitoring was done to seaweed from epiphyte such Sargassum polycystum and disease Ice-ice. The rate of growth of the daily (DGR) of K. alvarezii seaweed observed during practice was 5.56 ±3,05%/day. Water quality parameters such as temperature range from 21-31 ºC while salinity ranges from 24-31 ppt in Bungin Permai Waters. Post harvest results obtained seaweed quality was good. The market price of K. alvarezii seaweed was now Rp 18.000 / kg. Keywoards : K. alvarezii Tissue-cultured, Longline Method, DGR 5.56±0.42%/day
  • 7. vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii RIWAYAT HIDUP..................................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv ABSTRAK.................................................................................................. v ABSTRACT ……………………………………………………………... vi DAFTAR ISI............................................................................................... vii DAFTAR TABEL....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah........................................................................ 2 C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 3 II. METODE PRAKTIKUM 2.1 Waktu dan Tempat....................................................................... 4 2.2. Prosedur Praktikum…………………………………………...... 3 2.3 Alat dan Bahan............................................................................. 5 2.2.4 Parameter yang Diamati............................................................ 10 3 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pengamatan Laju Pertumbuhan Harian (LPH) ...................... 15 2. Parameter Kualitas Air........................................................... 15 3. Monitoring Rumput Laut ....................................................... 16 4. Pasca Panen............................................................................ 16 B. Pembahasan 1. Laju Pertumbuhan Harian ...................................................... 17 2. Parameter Kualitas Air........................................................... 18 3. Pasca Panen............................................................................ 19 4 PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 20 B. Saran............................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA
  • 8. viii DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1 Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya pada Tahap Persiapan ........ 3 2. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya Uji Lapangan ..................... 6 3. Parameter Kualitas Air yang Diukur Selama Praktek Lapang......... 12 4. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumput Laut Kappaphycus alvarezii..................................................................... 12 5. Hasil Parameter Kualitas Air ........................................................... 13
  • 9. ix DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1. Alat dan Bahan yang digunakan untuk Persiapan Tali PE............. 5 2. Proses Pembuatan Tali Ris ............................................................ 6 3. Jarak tali pengikat rumput laut 10 cm.............................................. 6 4. Lokasi budidaya rumput laut.......................................................... 7 5. Bibit Rumput Laut Hasil Kultur Jaringan ...................................... 7 6. Sel Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur Jaringan............ 8 7 Penimbangan Awal Bibit Rumput Laut......................................... 8 8. Proses Pengikatan Rumput Laut .................................................... 9 9. Proses Penanam Rumput Laut ....................................................... 9 10. Proses Monitoring Rumput Laut.................................................... 10 11. Proses Pemanenan .......................................................................... 11 12. Kegiatan Penimbangan Hasil Keseluruhan Panen Kelompok ....... 11 13. Proses Penjemuran Rumput Laut................................................... 12 14. Proses Penimbangan Rumput Laut Kering .................................... 13 15. Epifit (Sargassum. polycystum) .................................................... 16 16. Rumput Laut Kering ...................................................................... 17
  • 10. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia khususnya Sulawesi Tenggara (Sultra) banyak memiliki aktivitas budidaya laut yang telah berkembang. Budidaya rumput laut merupakan aktivitas budidaya laut yang telah berkembang pada hampir diseluruh Kabupaten/kota se provinsi Sultra (Aslan et al., 2015; Bank Indonesia, 2015). Produksi utama sampai saat ini (˃85%) didominasi produksi hasil budidaya rumput laut jenis (Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum), yang sebagian besar menyuplai permintaan pasar global untuk bahan baku (Sahrir et al., 2014). Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu di wilayah Indonesia dengan potensi perairan laut yang luas areanya mencapai kurang lebih 114.879 km2 dengan panjang garis pantai 1.740 km (DKP Sultra. 2004). Sampai saat ini Sultra memproduksi rumput laut utamanya jenis K. alvarezii dan Eucheuma denticulatum yang menyuplai sebagian besar kebutuhan pasar global sebagai bahan baku (Sahrir et al, 2014). Desa Bungin Permai merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sultra yang memiliki perairan yang sangat potensial sebagai tempat untuk melakukan aktivitas budidaya rumput laut. Pada umumnya di perairan desa Bungin Permai menggunakan sistem budidaya longline. Menurut Albasri et.al (2010) menyatakan bahwa, budidaya rumput laut di Muna dan Kendari sebagian besar menggunakan sistem budidaya rumput laut dengan metode longline. Rumput laut merupakan salah satu jenis tanaman tingkat rendah dalam golongan ganggang yang hidup di air laut (Miyashita et al, 2013). Rumput laut bereproduksi secara generatif dan vegetatif namun ada juga yang di kembangbiakan melalui proses kultur jaringan. Rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia perdagangan dan merupakan tumbuhan laut yang bernilai ekonomis penting. Melihat kenyataan tingginya permintaan rumput laut untuk kebutuhan industri dalam negeri
  • 11. 2 maupun untuk memenuhi permintaan terhadap bahan ekspor laut, maka penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan menjadi hal yang sangat penting. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan rumput laut ialah metode penanamannya (Ponggarang dkk, 2013). Metode penanaman adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam hal melakukan budidaya rumput laut. B. Rumusan Masalah Kendala dan permasalahan dalam memproduksi rumput laut ternyata cukup banyak, diantaranya adalah adanya serangan penyakit, biofouling, hama, dan kualitas bibit yang rendah. Penyediaan bibit rumput laut secara konvensional tergolong mudah dan murah, karena untuk memperolehnya dapat berasal dari alam atau kebun bibit (Amini, et al. 2007). Salah satu tujuan dari teknik kultur jaringan adalah memperbanyak jumlah tanaman yang berkualitas. Selain itu permasalahannya adanya tumbuhan epifit yang menempel pada budidaya rumput laut sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya. Salah satu solusi untuk menghasilkan bibit rumput laut berkualitas tinggi adalah seleksi kultur jaringan. Beberapa manfaat menggunakan bibit yang dari kultur jaringan adalah ketersediaan dan pasokan yang konstan sehingga pengadaan dapat dilakukan setiap saat dan tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari pada bibit alami atau vegetatif (Aslan et al., 2014: Kumar et al., 2007). Rama et al (2018) sebelumnya telah melakukan kegiatan budidaya rumput laut yang menggunakan bibit dari hasil kultur jaringan di perairan Bungin Permai pada bulan April-Juni 2017. Hasil LPH yang diperoleh yaitu 4,6±0,66%/hari. Oleh karena itu, kegiatan PKL-MAL yang telah dilakukan pada (2017) sebelumnya dapat dijadikan sebagai pembanding saat monitoring tahun ke-II (2018) dalam memanfaatkan rumput laut hasil kultur jaringan. C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari PKL ini adalah untuk mengetahui tata cara budidaya rumput laut K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan mulai dari tahap pesiapan, tahap uji lapangan, panen, pasca panen dan pemasaran serta mengetahui laju pertumbuhan
  • 12. 3 harian rumput laut yang dibudidayakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kegunaan dari PKL ini adalah sebagai acuan untuk mengetahui teknik-teknik dalam budidaya rumput laut yang digunakan dalam budidaya K. alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan mulai dari tahap budidaya hingga pemasaran. Kegiatan PKL-MAL ini diharapkan menjadi bahan pembanding dengan kegiatan PKL-MAL yang pernah dilakukan tahun 2017, sekaligus menjadi gambaran masalah bagi semua pihak terkait (stakeholders)
  • 13. 4 II. METODE 2.1 Waktu dan Tempat Praktikum PKL-MAL dilaksanakan pada bulan April-Juni 2018. PKL ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap uji lapangan dan Pemasaran. Tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Tahap uji lapangan dilaksanakan di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan. Tahap pemasaran dilaksanakan di Pengepul (rumput laut) yang berlokasi di Kendari, Sulawesi Tenggara. 2.2 Prosedur Praktikum 2.2.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari. Dimulai pada bulan April-Juni 2018 terdiri dari persiapan alat berupa cutter/gunting, tali PE no 4 mm dan no 8 mm, Mistar, Korek Api, dan Alat Pintar. Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap persiapan budidaya rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Beserta Kegunaanya No. Alat dan Bahan Kegunaan 1. Alat - Alat pintar Pemintal tali rumput laut - Cutter/gunting Memotong tali - Korek Api Membakar lilin - Mistar Mengukur panjang tali PE - Meteran Mengukur panjang tali PE 2. Bahan - Tali PE no 4 mm Tali simpul rumput laut - Lilin Merapikan ujung tali simpul - Tali PE no 8 mm Tali utama rumput laut
  • 14. 5 Prosedur kerja dalam tahap persiapan pada proses pelaksanaan pembuatan tali yaitu : 1. Persiapan tali, tali yang digunakan dalam praktikum rumput laut yaitu tali PE berukuran 8 mm dan tali PE berukuran 4 mm. Tali berukuran 8 mm sebagai tali utama rumput laut t, sedangkan tali PE no 4 mm sebagai tempat mengikat rumput laut dan alat pemintal tali rumput laut (pintar) untuk membuat tali ris (Gambar 1). Gambar 1. Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan Tali PE; A) Tali PE ukuran 8 mm; B,C) Tali PE no 4 mm; D) lilin, cutter dan gunting; E) Alat pemital tali rumput laut (pintar) 2. Pembagian tali PE no 4 mm dan tali no 8 mm sebagai media tanam rumput laut dengan panjang 21 meter perindividu. 3. Pemotongan tali PE no 4 mm menggunakan gunting dan kedua ujung tali diikat agar tidak mudah lepas, kemudian ujung tali dibakar menggunakan lilin selanjutnya tali tersebut diikat pada tali PE no 8 mm menggunakan bantuan pemintal tali rumput laut (pintar). D E A B C
  • 15. 6 Gambar 2. Proses pembuatan tali Ris A) pembuatan tali simpul; B) pembuatan tali ris menggunakan alat pemintal tali rumput laut (pintar) 4. Mengukur jarak tali simpul antara satu dengan yang lainnya yaitu berjarak 10 cm (Gambar 3 ) 10 cm Gambar 3. Jarak tali pengikat rumput laut 10 cm. 1.2.1 Tahap Uji Lapang Tahap uji lapang dilaksanakan di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan pada bulan April-Juni 2018. Desa Bungin Permai adalah salah satu desa di Kecamatan Tinanggea yang merupakan pemukiman suku Bajo bugis dengan jumlah penduduk 1.360 jiwa dengan jumlah 30 KK, mayoritas penduduknya 100% bermata pencaharian di laut sebagai nelayan dan pembudidaya rumput laut dimulai pada tahun 2003 oleh delapan keluarga pada tahun 2010 hampir 99% dari 264 KK sebagai pembudidaya rumput laut. A B
  • 16. 7 Kabupaten Konsel secara geografis terletak dibagian Selatan khatulistiwa, antara 4°29'24.03 Lintang Selatan dan 122°13'26.60 Lintang Timur, berbatasan dengan sebelah Utara yaitu kabupaten Konawe dan kota Kendari sebelah Selatan yaitu Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana, sebelah Barat Kabupaten Kolaka dan sebelah Timur laut banda dan laut Maluku (Gambar 4). Gambar 4. Lokasi budidaya rumput laut, A) Desa Bungin Permai (GPS); B) Kondisi disekitar pemukiman penduduk. Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap uji lapang budidaya rumput laut kultur jaringan. Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan Beserta Kegunaannya. No. Alat dan bahan Kegunaan 1 Alat - Timbangan digital - Cutter/gunting - Botol aqua 600 ml - Map plastik - Hand Rafraktometer - Thermometer - Perahu - Kamera Menimbangan berat rumput laut Menyeleksi bibit rumput laut Pelampung tali rumput laut Label nama Mengukur salinitas Mengukur suhu Transportasi ke lokasi budidaya Dokumentasi 2 Bahan - Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan Objek budidaya A B
  • 17. 8 Prosedur yang dilakukan pada tahap uji lapang dalam proses budidaya rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur jaringan adalah sebagai berikut: 1. Persiapan Bibit Rumput Laut Persiapan tali rumput laut dengan menggunakan hasil kultur jaringan, dimana bibit tersebut diperoleh dari nelayan/petani rumput laut di Desa Bungin Permai (Gambar 5). Gambar 5. Bibit rumput laut (K. alvarezii) hasil kultur Jaringan 2. Penimbangan Bibit Rumput Laut Setelah persiapan bibit rumput laut, dilanjutkan memotong bibit tersebut menggunakan pisau/cutter dan menimbang bibit dengan berat 10 g menggunakan timbangan digital (Gambar 6). Gambar 6. Penimbangan bibit awal menggunakan timbangan digital 1 cm
  • 18. 9 3. Proses Pengikatan Bibit Rumput Laut Setelah menyeleksi bibit rumput laut dan melakukan penimbangan, lalu dilanjutkan dengan proses pengikatan bibit rumput larut (Gambar 7). Proses pengikatan rumput laut, selanjutnya rumput laut disiram/direndam pada air laut yang bertujuan agar rumput laut tidak mengalami stress atau rusak karena kering/kekurangan air. Setelah itu maka bibit rumput laut siap untuk ditanam Gambar 7. Proses pengikatan rumput laut 4. Proses Penanaman Bibit Rumput Laut Proses penanaman yang dilakukan yaitu dengan menggunakan perahu atau sampan untuk memudahkan proses penanaman rumput laut ke lokasi budidaya dan setibanya di lokasi budidaya maka bibit siap untuk dibentang ke perairan (Gambar 8) Gambar 8. (A;B) Proses penanam rumput laut BA
  • 19. 10 5. Monitoring Monitoring dilakukan untuk membersihkan kondisi rumput laut dari hama dan penyakit sehingga tidak menghambat pertumbuhan rumput laut. Monitoring dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu hari Kamis dan Minggu. Hal ini bertujuan agar rumput laut bersih dari kotoran yang berada di lokasi budidaya dan hama epifit (Sargassum. polycystum) yang menempel pada tali rumput laut dan penyakit Ice-ice pada bagian thallus rumput laut sehingga tidak menghambat pertumbuhan rumput laut. - Pengukuran Parameter Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air yang diperoleh pada saat pengukuran suhu mencapai 30ºC dan salinitas yang diperoleh mencapai 26 ppt (Gambar 9). Setelah itu, membersihkan epifit yang menempel pada tali ris atau tali rumput laut. Gambar 9. Proses pengukuran suhu menggunakan Thermometer; A) Pengukuran salinitas menggunakan Hand Refraktometer; B) - Pembersihan Hama dan Penyakit Pembersihan epifit ini dilakukan dengan cara melepaskan epifit (S. polycystum) dari tali rumput laut kemudian dimasukkan ke dalam perahu dan dibawa ke darat. Hal ini dilakukan karena jika epifit dibuang ke laut lagi memungkinkan menempel kembali ke tali ris atau di rumput laut (Gambar 9). Penyakit ice-ice ditandai dengan warna putih pucat pada bagian thallus rumput laut (Gambar C). Pembersihan penyakit ice-ice pada rumput laut yaitu dengan cara pemotongan thallus yang terserang penyakit tersebut menggunakan Cutter.
  • 20. 11 Gambar 10. Proses pembersihan hama dan penyakit; A) Kondisi tali rumput laut; B) Epifit (S. polycystum); Penyakit Ice-ice (C) 2.2.3 Tahap Pemanenan dan Pasca Panen 2.2.3 Tahap Pemanenan 1. Pemanenan rumput laut dilakukan setelah 35 hari pemeliharaan. Pemanenan dilakukan dengan cara menarik tali bentangan ke dalam perahu (Gambar 10 A) kemudian selanjutnya dibawa ke darat (Gambar 10 B). Panen dilakukan pada pagi hari agar rumput laut tidak terkena cahaya matahari langsung agar rumput laut langsung dikeringkan. Hal yang penting perlu diperhatikan pada saat panen yaitu kondisi cuaca seperti panen pada saat hujan dapat menurunkan kualitas rumput laut (Gambar 10) A B Gambar 10. Proses pemanenan; A) Penarikan tali bentang rumput laut secara perlahan; B) Pengangkutan hasil rumput hasil panen rumput laut. 2. Rumput laut hasil panen kemudian ditimbang menggunakan timbangan, tujuan penimbangan yaitu untuk mengetahui berat bobot rumput laut setelah dipanen. A B C
  • 21. 12 Adapun hasil total penimbangan kelompok memperoleh nilai rata-rata yaitu 7,78 (Gambar 11) Gambar 11. Kegiatan Penimbangan hasil keseluruhan panen kelompok 3. Penimbangan individu yaitu dengan mengambil 15 rumput laut yang ditimbang masing-masig menggunakan timbangan digital, dimana berat basah diperoleh nilai rata-rata yaitu 67,28 ton 4. Rumput laut yang sudah panen selanjutnya dikemas ke dalam karung untuk dilakukan proses penjemuran atau pengeringan. 2.2.3.2 Tahap Pasca Panen 1. Proses penjemuran rumput laut dilakukan dengan metode gantung. Rumput laut digantung menggunakan balok dengan panjang 2 m, dengan ketinggian 50-60 cm dari permukaan tanah. Metode ini lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode lain, dari segi kualitas rumput laut yang dihasilkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari (Gambar 12)
  • 22. 13 Gambar 12. Proses penjemuran rumput laut menggunakan metode gantung (hanging method). 2. Penimbangan pasca panen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat kering rumput laut setelah dijemur. Adapun tahap yang dilakukan dalam proses penimbangan akhir yaitu menimbang kembali 15 bibit rumput laut yang kering sehingga dapat diketahui LPH standar sampel dan rasio perbandingan berat kering:berat basah pada pertumbuhan rumput laut. Penimbangan plastik dan tali dengan tujuan untuk menghitung rasio pertumbuhan rumput laut basah maupun kering sebagai data kelompok maupun individu (Gambar 13) A B C Gambar 13. Proses penimbangan rumput laut kering; A) Penimbangan akhir rumput bibit rumput laut; B) Penimbangan plastik; C) Penimbangan tali rumput laut
  • 23. 14 3. Tahap Pemasaran Rumput laut yang telah dikeringkan kemudian di pasarkan pada bulan Juni 2018 di pengepul rumput laut yang berlokasi di kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Harga pasar pada pengepul rumput laut yaitu Rp. 18.000/kg 2.2.4 Parameter yang Diamati 2.2.4.1. Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Rumus untuk menghitung laju pertumbuhan harian (LPH) dapat dilihat berdasarkan pernyataan (Yong et al. 2013) sebagai berikut: = 0 − 1 × 100%/hari Keterangan: LPH = Laju Pertumbuhan Harian (%/hari) Wt =Bobot rumput laut pada waktu akhir (g) Wo = Bobot rata-rata bibit pada waktu awal (g) t = Periode pengamatan (hari) 2. 2. 4. 2. Hama dan Penyakit Rumput Laut Hama dan penyakit yag ditemukan selama proses budidaya rumput laut K. alvarezii selama 35 hari yaitu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hama dan Penyakit yang Terdapat pada Rumput Laut K. alvarezii No Hama dan Penyakit Status 1 Sargassum polycystum Hama 2 Ice-ice Penyakit 2. 2. 4. 3 Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur sebagai data penunjang budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 4.
  • 24. 15 Tabel 4. Parameter kualitas air No Parameter Alat Waktu pengukuran 1. Suhu Thermometer 1 kali dalam seminggu 2. Salinitas Hand Rafraktometer 1 kali dalam seminggu
  • 25. 16 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) dan Rasio Berat Kering: Berat Basah . Setelah rumput laut dipelihara selama 35 hari, hasil yang diperoleh rata-rata LPH 5,56±0,42%/hari dan berat rumput laut yang diperoleh naik menjadi 7 (tujuh) kali lipat dari 10 g menjadi 67,28 g. Rasio berat kering yang dibagi dengan berat basah diperoleh hasil perbandingan 1 : 9. LPH rumput laut K. alvarezii yang dibudidayakan selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5 Tabel 5. Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut K. alvarezii Penimbangan W0 (g) (berat awal) Wt (g) (berat basah) Wt (g) (berat kering) LPH (%/hari ±SD) Rasio Berat Kering : Berat Basah Rumpun 1 2 3 4 5 1 10 84 7 6.26 1:12 2 10 72 9 5.80 1:8 3 10 75 8 5.92 1:9,375 4 10 66 7 5.53 1:9,42 5 10 62 7 5.35 1:8,85 6 10 57 6 5.09 1:9,5 7 10 55 9 4.99 1:6,11 Jumlah 10 67,28 7,57 5,56±0,42 1:9 3.1. 2. Kualitas Air Suhu yang berada di lokasi PKL budidaya rumput laut K. alvarezii berkisar antara 24 - 31ºC dan salinitas berkisar antara 24-31 ppt. Data parameter kualitas air yang diambil selama praktek lapang dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Hasil Parameter kualitas air Waktu Monitoring Suhu (0 C) Salinitas (ppt) 26/04/2018 1 30 24 29/04/2018 2 24 26 03/05/2018 3 31 26 13/05/2018 4 27 31 20/05/2018 Pemanenan 29 29
  • 26. 17 3.1.3 Hama dan Penyakit Rumput Laut Pada kegiatan pemeliharaan rumput laut selama 35 hari ditemukan beberapa kendala yang dapat mengganggu pertumbuhan dari rumput laut yang dibudidayakan seperti serangan hama dan penyakit. Hama yang ditemukan epifit (Sargassum polycystum) yaitu penyakit Ice-ice yang ditemukan. Terdapatnya hama dan penyakit pada rumput laut diduga dipengaruhi oleh cuaca yang cukup ekstrim akibat curah hujan yang cukup tinggi (Gambar 14) Gambar 14. Epifit (S. polycystum) 3.1.4. Hasil Pasca Panen Kualitas rumput laut yang telah dikeringkan dapat dibandingkan sesuai dengan hasil pengeringan rumput laut yang baik dan rumput laut yang kurang baik dilihat pada (Gambar 18). 1 cm
  • 27. 18 A B Gambar 15. Rumput laut kering; A) Kualitas kurang baik; B) Kualitas baik Kualitas Rumput laut yang baik ditandai dengan warna merah kecoklatan dan rumput laut benar-benar kering, sedangkan rumput laut yang proses pegeringan tidak sempurna dicirikan dengan warna putih pucat. Hal ini disebabkan karena rumput laut tidak dijemur dengan cara digantung sehingga proses pengerin yang tidak sempurna. Rumput laut yang telah dikeringkan maka selanjutnya dipasarkan pada pengupul rumput laut Kendari kemudian rumput laut ditimbang untuk mengetahui berat akhir kering (Wt) 3.2. Pembahasan 3.2.1 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) LPH yang diperoleh pada praktikum yaitu 5,56±0,42%/hari, dimana bibit rumput laut yang digunakan pada praktek lapang merupakan bibit hasil kultur jaringan yang diperoleh dari nelayan di Besa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea. Berat bibit awal (W0) yang digunakan seberat 10 g. Hal ini tidak sebanding dengan nilai LPH yang diperoleh Rama et al (2018) dimana nilai LPH lebih rendah yaitu 4,6±0,66%/hari. Perbedaan LPH pada lokasi budidaya yang sama diduga adanya perbedaan kondisi nutrisi atau unsur hara diperairan dan penetrasi cahaya matahari. Hal ini sesuai pernyataan Novalina, dkk (2010) bahwa, peningkatan fotosintesis dapat meningkatkan kemampuan rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrien. 1 cm1 cm
  • 28. 19 LPH yang diperoleh pada PKL ini lebih rendah jika dibandingkan dengan LPH yang didapatkan oleh Santi (2018), yaitu dengan nilai LPH 9,17±0,50%/hari. Diduga karena adanya penambahan pelampung sehingga penetrasi cahaya lebih banyak dan memudahkan proses fotosintesis sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rama (2017) sebesar 4,6±0,66%/hari pada lokasi budidaya yang sama diduga karena adanya perbedaan kondisi nutrisi di perairan. Menurut Gusrina (2006) pencapaian produksi maksimal budidaya rumput laut dapat terpenuhi jika didukung lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya, substrat, cahaya, unsur nutrien dan gerakan air. 3.2.2. Hama dan Penyakit Penyakit yang ditemukan yaitu berupa Ice-ice sedangkan hama yang menyerang rumput laut yaitu S. polycystum. Adanya tanaman ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dari rumput laut karena tanaman ini menempel dalam jumlah yang banyak sehingga bersifat pesaing bagi rumput laut K. alvarezii dan adanya persaingan untuk mendapatkan unsur hara di perairan sehingga dapat menghambat pertumbuhan rumput laut serta hal ini menjadi masalah utama yang harus diperhatikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vairappan (2014), bahwa budidaya K. alvarezii adalah kegiatan rutin, dan hasilnya sangat tergantung pada kondisi budidaya dan wabah penyakit. Dua masalah utama yang dihadapi dalam budidaya komersial berkepadatan tinggi adalah penyakit ‘Ice-ice” dan wabah epifit. 3.2.3. Parameter Kualitas Air Suhu media pada praktikum berkisar antara 24-31ºC. Secara umum suhu air masih cukup baik dan dapat di telorir oleh rumput laut. Ambas (2006) menyatakan bahwa suhu perairan sangat penting dalam proses fotosintesis rumput laut. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah berkisar 24-30o C. Suhu erat kaitannya dengan intensitas cahaya matahari, karena semakin tinggi intensitas cahaya matahari yang masuk, maka semakin tinggi suhu perairan. Hal ini juga didukung oleh kedalaman dan volume air pada saat pemeliharaan atau saat terpapar cahaya matahari.
  • 29. 20 Kisaran suhu air dalam kegiatan PKL ini masih dalam kisaran layak untuk pertumbuhan K. alvarezii. Sedangkan menurut Anggadiredja (2011) bahwa suhu yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut yaitu berkisar antara 26-30o C. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Alam (2011) bahwa suhu rumput laut dapat hidup tumbuh di perairan dengan kisaran suhu air antara 20-28 o C, namun masih ditemukan tumbuh pada suhu 31o C. Menurut Effendi (2003) suhu air dipengaruhi oleh musim, lintang ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta kedalaman air. Oleh sebab, itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman, suhu air untuk budidaya rumput laut berkisar antara 20-33o C dan perubahan suhu tidak lebih dari 4o C setiap hari. Kenaikan temperatur yang akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat, untuk budidaya dimana suhu air laut yang baik berkisar antara 27 -30o C. Suhu berpengaruh langsung terhadap kehidupan rumput laut terutama dalam proses fotosintesis, proses metabolisme dan siklus reproduksi (Pong dkk, 2008). Pemeliharaan rumput laut Pada salinitasnya berkisar antara 29-31 ppt. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudradja (2008) bahwa perubahan salinitas lebih terjadi pada perairan dekat pantai. Perubahan salinitas diluar jangkauan kisaran optimum akan berpengaruh jelek terhadap pertumbuhan rumput laut. Salinitas untuk pertumbuhan K. alvarezii adalah 28-35 ppt. Jenis K. alvarezii merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan terhadap salinitas yang tinggi (stenohalin), penurunan kualitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan menjadi tidak normal, dimana salinitas untuk pertumbuhan optimal berkisar 28-35ppt (Sudradjat. 2008). Salinitas sangat berperan dalam pertumbuhan rumput laut K. alvarezii, salinitas yang berkisar 28-33 ppt. Budidaya rumput laut diusahakan harus jauh dari sumber air tawar seperti dekat muara sungai karena dapat menurunkan salinitas (Anggadiredja. 2011) 3. 2.3 Pasca Panen dan Pemasaran Pada praktikum yang dilakukan rumput laut K. alvarezii di panen setelah 35 hari masa pemeliharaan dengan pertumbuhan yang cukup baik. Menurut SNI (2010)
  • 30. 21 bahwa rumput laut K. alvarezii di panen dalam lima periode yang berbeda yaitu: 35, 40, 45, 50 dan 55 hari. Proses pemanenan rumput laut dilakukan dengan cara tali ris bentang dilepas dari tali utama, kemudian rumput laut dilepas dari tali ris dengan cara ikatan dibuka sebelum dan sesudah dijemur total. Ukuran hasil panen minimal 500g/rumpun. Kualitas rumput laut yang dipanen dipengaruhi oleh bibit. Bibit yang baik akan menghasilkan rumput laut yang baik pula. Faktor lain yang mempengaruhi baik buruk suatu mutu rumput laut adalah lingkungan budidaya, perawatan pada saat budidaya dan penanganan pasca panen (Clenia, 2008). Rumput laut yang sudah kering selanjutnya dipasarkan di Pengepul rumput laut yang berlokasi di kota Kendari. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat dari rumput laut kering. Harga pasar rumput laut kering yaitu Rp.18.000/kg meningkat dua kali lipat jika dibandingkan Tahun (2017) diperoleh yaitu Rp. 9.000/kg. Sedangkan menurut Hamid (2012) bahwa, rumput laut yang dihasilkan petani dalam bentuk rumput laut kering, dengan harga rata-rata Rp. 6.363/kg dengan kadar air berkisar antara 35-40 %. Dengan rendeman rumput laut berkisar 20-25 % yakni 5 kg rumput laut basah menjadi 1 kg rumput laut kering.
  • 31. 22 IV. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil PKL-MAL yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rumpul laut hasil kultur jaringan yang dibudidayakan menggunakan metode longline selama 35 hari, diperoleh pertumbuhan yang baik yaitu LPH 5,56±0,42%/hari dengan berat kering yaitu 1:9. Hal ini menunjukan LPH yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh dari penanaman tahun ke-I oleh Rama et al (2017) dengan LPH 4,6±0,66%/hari. Hama dan penyakit yang ditemukan selama pemeliharaan rumput laut yaitu S. polycystum dan penyakit Ice-ice. Parameter kualitas air yang diperoleh yaitu suhu berkisar antara 26-290 C dan salinitas berkisar antara 29-31 ppt. Harga rumput laut kering tahun ini yaitu Rp. 18.000/kg. 4.2 Saran Saran yang dapat saya sampaikan yaitu perlu adanya praktikum lebih lanjut mengenai respon pertumbuhan dari rumput laut hasil kultur jaringan dan seleksi klon dilokasi budidaya yang berbeda.
  • 32. 23 DAFTAR PUSTAKA Alam, A, A. 2011. Kualitas Karagenan Rumput Laut Jenis Eucheuma Spinosum di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar (Skripsi). Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Makassar. 40 Hal. Albasri, H IBA, W., Aslan, L.O.M., Geolery, G, Silva, D.S. 2010. Mapping of Existing Mariculture Activitiesin South-East Sulawesi “ Potential, Current and Future Status”. Indonesia Aquakultured Journal. 5:173185. Aslan, L.O.M., Iba, W., Bolu, L.R., Ingram, B.A., Gooley, G.J., Silva, S.S.D. 2015. Mariculture in SE Sulawesi, Indonesia: Culture Practices and the Socioeconomic Aspects of the Major Commodities. Ocean & Coastal Management: 116 : 44-57. Ambas, I. 2006. Budidaya Rumput Laut. Pelatihan Budidaya Laut (Coremap fase II Kab Selayar). Yayasan Mattirotasi. Makassar. Amini, S. dan Parenrengi, A. 1994. Kultur Jaringan Rumput Laut, Gracilaria verrucosa dengan Variasi Media Conwy dalam Menunjang Agro- Industri di Sulawesi Selatan. Anggdiredja, J, Purwoto A dan Istini, S. 2011. Seri Rumput Laut. Penyebar Swadaya. Bank Indonesia. 2015. Potensi Rumput Laut. Kondisi Usaha Rumput Laut di Provinsi Sulawesi Tenggara. BI-Sultra. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 Hal. Hamid, S, K. 2012. Analisis Efisiensi Pemasaran Rumput Laut Eucheuma. cottoni di Kota Tual Provinsi Maluku. 5(1). Gusrina. 2006. Budidaya Rumput Laut. Sinergi Pustaka. Bandung. Hal 11-37. Miyashita, K., Mikami, N., & Hosokawa, M., 2013. Chemical and Nutritional Characeristics of Brown Seaweed Lipids A Review. Jurnal of Functional Foods. 5(4):1507-1674. Novalina, S. Widiastuti. M.i., 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Eucheuma. cottoni Pada Kedalaman Penanaman yang Berbeda. Jurnal Media Litbang Sulteng III. Pong-Masak, P, R. Pantjara B, Dan Syah, R. 2008. Musim Tanam Rumput Laut di Perairan Anggrek, Pantai Utara Gorontalo. Balai Riset Perikanan Air Payau. Maros. Ponggarang, D. B., A., & Iba, W. 2013. Pengaruh Jarak Tanam dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Kappaphycus. alvarezii) Menggunakan Metode Vertikultur. Jurnal Mina Laut Indonesia. 3(12):94-112. Rama, Aslan, L.O.M., Iba W.,Rahman Abdul., Armin dan Yusnaeni. 2018. Seaweed Cultivation of Micropropagated Seaweed (K. alvarezii) in Bungin Permai Coastal Waters Tinanggea, Sub-District South Konawe Regency, South East Sulawesi.
  • 33. 24 Santi. 2018. Budidaya rumput laut K. alvarezii (Doty) ex silva (Rhodophyta, Soilieriaceae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Sulawesi Tenggara. Universitas Halu Oleo Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta. SNI (Standar Nasional Indonesia), 2010. Produksi Rumput Laut Kottoni (Eucheuma cottoni) Bagian 1: Metode Lepas Dasar. Badan Standarisasi Indonesia. Jakarta. Vairappan. C.S., Sim C.C., Matsunaga S. 2014. Effect of Epiphyte Infection on Fhysical and Chemical Properties of Carrageenan Produced by Kappaphycus. Alvarezii Doty (Soliericeae, Gigartinales, Rhodopyta). J APPL Phycol. 26:923-931. Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Yasir, S. 2014. Evaluation of Growth Rate and Semi- refined Carrageenan Properties of Tissue-cultured Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological Research: 62 : 316-321.