SlideShare a Scribd company logo
1 of 51
Download to read offline
TEKNIK TRANSPLANTASI LAMUN
DI BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
(BTNKpS) JAKARTA
LAPORAN HASIL MAGANG
OLEH
MUHAMMAD HALIM
NIM : 120254241031
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
TEKNIK TRANSPLANTASI LAMUN
DI BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
(BTNKpS) JAKARTA
LAPORAN HASIL MAGANG
Diajukan sebagai laporan kegiatan selama magang dalam rangka melaksanakan
salah satu tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
OLEH
MUHAMMAD HALIM
NIM : 120254241031
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Teknik Transplantasi Lamun
Nama : Muhammad Halim
NIM : 120254241031
Program Studi : Ilmu Kelautan ( IKL )
Tanjungpinang, 17 November 2014
Mengetahui, Menyetujui,
Ka. Jurusan IKL Dosen pembimbing
Arief Pratomo, ST,M.Si Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc
NIDN. 0416047008 NIDN. 1004840303
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc
NIP. 196111011987031002
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Segala puji syukur penulis ucapkan kehaderat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal laporan
hasil magang dengan judul Teknik Transplantasi Lamun di Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu (BTNKpS), DKI Jakarta.
Laporan hasil magang ini merupakan salah satu syarat untuk dapat
menyelesaikan studi Strata 1 (S1), di jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga yang lain karena telah
memberikan semangat moril maupun materil. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc sebagai dosen
pembimbing magang, yang telah banyak memberi bimbingan dalam proses
pembuatan proposal hasil magang.
Proposal laporan hasil magang ini belumlah sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan
dapat lebih baik lagi.
Tanjungpinang, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tumbuhan Lamun 3
2.2. Pertumbuhan Tumbuhan Lamun 5
2.3. Fungsi Tumbuhan Lamun 8
2.4. Profil Padang Lamun di BTNKpS 10
2.5. Rehabilitasi Lamun 12
III. METODE
3.1. Waktu dan Tempat 15
3.2. Alat dan Bahan 16
3.3. Prosedur Kerja 17
A. Pemilihan Lokasi Penanaman 17
B. Pemilihan Jenis Lamun 18
C. Metode Transplantasi Lamun 19
D. Pengambilan Bibit Lamun 20
E. Teknik Penanaman dengan Metode TERFs 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan 29
4.2. Teknik Pemilihan Lokasi Transplantasi 30
4.3. Teknik Pemilihan Metode Transplantasi 32
4.4. Pengamatan Lamun Hasil Transplantasi 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 36
5.2. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.Tabel Alat dan Bahan 16
2.Tabel Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan Kondisi
Fisik Lingkungan pada Lokasi Transplantasi. 29
3.Tabel Nilai Parameter Fisik Lingkungan yang Optimum
Bagi Pertumbuhan Lamun. 30
4.Tabel Nilai (Score) Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman
(PTSI),Preminary Transplant Suitability Index Lokasi
Transplantasi Lamun. 31
5.Tabel Hasil Pengamatan Pertama 33
6.Tabel Hasil Pengamatan Kedua 34
Daftar Gambar
Gambar Halaman
1.Gambar Morfologi Tumbuhan Lamun. 4
2.Gambar Jenis Lamun yang Terdapat di BTNKpS. 12
3.Gambar Lokasi Pengambilan Bibit Lamun. 15
4.Gambar Lokasi Transplantasi Lamun. 16
5.Gambar Contoh Bibit Lamun Cymodocea rotundata
dan Thallasia hemprichi yang Akan di Transplantasi. 18
6. Gambar Tahap Pengambilan Bibit dengan Linggis 21
7.Gambar Tahap Pengambilan Bibit dengan Kipas Plastik 23
8.Gambar Tahap Penanaman dengan Metode TERFs 25
9.Gambar Pola Penanaman Metode TEFRs. 27
10. Gambar Contoh Pengikatan Tunas (Bibit Lamun) dengan
Kertas Tisu pada Frame. 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat
produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia,
dan biologi secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun.
Padang lamun menyediakan habitat bagi banyak hewan laut dan bertindak sebagai
penyeimbang substrat, (McKenzie, 2008; Wulandari, dkk, 2013).
McKenzie, 2008; Wulandari, 2013, hampir 54 % padang lamun di seluruh
dunia telah hilang. Hilangnya padang lamun secara global terjadi sejak tahun
1980, atau bisa dikatakan setiap jamnya lamun seluas 2 lapangan bola hilang.
Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2
(Nontji, Trismades). Namun di Indonesia ekosistem lamun sudah banyak
terancam baik oleh aktivitas alami maupun oleh aktivitas manusia. Penyebab
utama hilangnya padang lamun adalah kegiatan manusia termasuk kerusakan
secara mekanis (pengerukan dan jangkar), pengendapan, dan pengaruh
pembangunan konstruksi daerah pesisir. Hilangnya padang lamun diduga akan
terus bertambah akibat tekanan pertumbuhan penduduk di daerah pesisir
(Koswara, 2009; Wulandari, dkk, 2013).
Melihat kerusakan yang terus terjadi pada padang lamun baik karena
aktivitas alami maupun karena aktvitas manusia, maka perlu dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi padang lamun menjadi lebih baik.
Salah satu usaha rehabilitasi padang lamun adalah kegiatan transplantasi lamun.
Transplantasi lamun belum banyak berkembang di Indonesia, namun telah
berkembang di luar negeri dengan metode dan jenis yang berbeda.
Pulau Bintan termasuk salah satu kawasan di Indonesia yang mempunyai
keanekaragaman tumbuhan lamun yang tinggi. Di kawasan perairan Pulau Bintan
bagian timur ditemukan 10 jenis lamun dari 14 jenis lamun yang terdapat di
perairan Indonesia. Jenis lamun tersebut adalah Halodule pinifolia, H. uninervis,
Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium,
Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila
ovalis, Halophila Spinulosa. (BAPEDDA, 2010; Suhud, 2013). Untuk tetap
menjaga kelestarian tumbuhan lamun maka perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi
lamun di Pulau Bintan dengan salah satu teknik yaitu transplantasi lamun.
1.2. Tujuan
Tujuan dari magang ini untuk mempelajari teknik transplantasi lamun
yang dilakukan di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) DKI
Jakarta.
1.3. Manfaat
Manfaat dari magang ini adalah menguasai kemampuan untuk melakukan
rehabilitasi lamun dengan salah satu teknik yaitu transplantasi lamun untuk
memperbaiki kondisi padang lamun yang mengalami kerusakan atau menciptakan
padang lamun baru di lokasi yang belum ditumbuhi lamun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tumbuhan Lamun
Lamun merupakan tumbuhan laut yang berbentuk seperti rumput namun
memiliki akar, rhizoma dan daun sejati. Kelebihan inilah yang dimiliki lamun
yang tidak dimiliki oleh rumput laut sebagai tumbuhan yang ada di laut. Lamun
biasanya tumbuh terbenam di laut dan umumnya membentuk sebuah padang atau
hamparan yang luas sehingga di sebut padang lamun (Febriyantoro, 2013).
Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai
padang lamun (seagrass bads). Lamun dapat tumbuh membentuk padang lamun
dengan kepadatan mencapai 4.000 tumbuhan per m2 dan mempunyai biomassa
tetap sebesar 2 kg/m2 (Nybakken, 1988; Kordi, 2011).
Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut atau yar, adalah satu
satunya kelompok tumbuhan laut yang berbunga yang ada di lingkungan laut,
lamun tumbuh pada perairan yang agak berpasir dan dangkal, sering pula
dijumpai di terumbu karang dan mangrove. Lamun termasuk tumbuhan berbiji
tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Tumbuhan lamun telah
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun terdiri dari
rhizome atau rhizoma (batang terbenam atau akar rimpang), daun dan berakar
(Kordi, 2011).
Gambar 1. Morfologi tumbuhan lamun
Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya
hidup di laut, yaitu : (1). Mampu hidup di media air asin; (2). Mampu
berfungsi normal dalam kondisi normal; (3). Mempunyai sistem perakaran
jangkar yang berkembang biak; (4). Mampu melakukan penyerbukan dan
daun generatif dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970; Kordi 2011).
Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem
transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata, yang berfungsi
dalam pertukaran gas, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di
perairan, tumbuhan lamun dilengkapi dengan ruang udara (Dahuri, 2003;
Kordi, 2011).
Lamun tumbuh subur pada daerah terbuka pasang surut dan perairan
pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang
mati dengan kedalaman sampai 4 meter (Dahuri 2003; Kordi 2011). Dalam
perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh
sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter (Den Hartog, 1970; Kordi 2011).
2.2. Pertumbuhan Tumbuhan Lamun
Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai
atau goba yang dasarnya berlumpur, pasir, dan patahan karang mati, dengan
kedalaman sampai 4 meter (Dahuri, 2003; Kordi, 2011).
Pertumbuhan lamun diduga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal
seperti kondisi fisologis dan metabolisme, serta faktor eksternal seperti zat-zat
hara (nutrien) dan tingkat kesuburan perairan (Dahuri, 2003; Kordi 2011).
Penelitian dari Azkab, dkk (1994) menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh
dari daun lamun Enhalus ocoroides rata-rata adalah 16,9 mm / hari untuk daun
baru (muda) dan 6,5 mm / hari untuk daun lama (tua). Sedangkan kecepatan
tumbuh daun lamun jenis Thalassia hemprichii adalah 4,51 mm / hari untuk daun
baru dan daun lama. Jenis Syringodium isoetifolium dan Cymodoceaa rotundata
masing-masing adalah 9,0 dan 8,7 mm / hari baik pada daun baru dan daun lama.
Berikut adalah beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi dan
pertumbuhan lamun :
1. Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
lamun, tumbuhan lamun tumbuh di perairan yang dangkal karena membutuhkan
sinar matahari untuk proses fotosintesis. Menurut Hillman et all, (1989);
Supriharyono, (2007); Kordi, (2011) bahwa, daya jangkau atau kemampuan
tumbuh tumbuhan lamun untuk sampai kedalaman tertentu sangat dipengaruhi
oleh saturasi cahaya setiap individu lamun. Kebanyakan tumbuhan lamun saturasi
pada level 200 umol/m2/detik atau lebih rendah. Pertumbuhan lamun juga
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, yang disebabkan oleh
pertumbuhan epyphytic algae dan fitoplankton yang pesat, limbah domestik atau
limbah organik, juga bisa menurunkan pasokan energi cahaya dan berakibat
terhadap pertumbuhan lamun.
2. Suhu
Tumbuhan lamun yang hidup di perairan tropis umumnya tumbuh pada
daerah dengan kisaran suhu 20-30 o
C, sedangkan suhu optimumnya adalah 28-30
o
C. Menurut Glynn (1968); Kordi (2011) bahwa, daun Thalasia akan mati pada
suhu 35-40 o
C, walaupun rhizomanya tidak berpengaruh, demikian pula pada suhu
yang terlampau rendah juga dapat mematikan tumbuhan lamun di daerah sub
tropis.
3. Salinitas
Spesies tumbuhan lamun memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap
salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 10 – 40
permil. Nilai salinitas optimum pada lamun yaitu 35 permil (Dahuri, 2003; Kordi
2011).
4. Arus
Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Arus
dan pergerakan air sangat penting dalam karena terkait dengan suplai unsur hara,
sediaan gas-gas terlarut, dan menghalau sisa-sisa metabolisme atau limbah. Pada
ekosistem padang lamun arus menentukan tingginya produktivitas primer, melalui
pencampuran dan penyebaran unsur hara dan gas-gas, serta memindahkan limbah
(Kordi, 2011).
5. Subtrat
Padang lamun tumbuh pada berbagai tipe subtrat, mulai dari lumpur
sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%.
Kedalamn subtrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup dua
hal, yaitu pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan serta pemasok
nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk
pertumbuhan perkembangan habitat lamun (Dahuri, 2003; Kordi, 2011).
6. Nutrien
Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan
dominan rute tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Lamun
tumbuh pada sedimen hasil bawaan dari daratan (terigenous sediments) dan di
daerah beriklim dingin (temperate) biasanya dibatasi oleh nitrogen, sehingga
lamun cenderung memanfaatkan fosfor. Sedangkan lamun yang tumbuh di
sedimen hasil pengikisan batu karang ( carbonate sediments), dimana fosfor
terikat kuat dengan besi (iron oxyhydroxides) dan di daerah tropis, dimana
kandungan fosfornya sangat rendah, tumbuhan lamun biasanya dibatasi oleh
fosfor (Short, 1978; Kordi, 2011).
2.3. Fungsi Tumbuhan Lamun
Padang lamun dengan tumbuhan lamunnya merupakan salah satu
ekosistem yang sangat penting, baik secara fisik maupun biologis. Selain sebagai
stabilisator sedimen dan penahan endapan, padang lamun berperan sebagai
produsen utama dalam jaring-jaring makanan. Padang lamun juga menjadi habitat
(tempat hidup), naungan, berkembang biak, dan mencari makan berbagai biota
laut,baik vertebarata maupun avertebrata (Kordi 2011).
Menurut Wood ett all (1969) dan Dawes (1981), dalam Kordi 2011
manfaat dari tumbuhan lamun adalah sebagai berikut : (a). Seagrass mempunyai
daya untuk memperangkap sedimen. (b). Sebagai sistem tumbuhan merupakan
sumber produktivitas primer, yang mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi;
(c). Sumber makanan langsung bagi biota laut; (d). Merupakan habitat bagi biota
hewan air; (e). Merupakan subtrat bagi organisme fitoplankton yang menempel;
(f). Mempunyai kemampuan yang baik untuk memindahkan unsur-unsur hara
terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen; (g). Akar-akar dan rhizome
sea grass mampu mengikat sedimen sehingga terhindar dari bahaya erosi.
Potensi lain yang dimiliki oleh tumbuhan lamun bermanfaat dalam
berbagai hal, yaitu : (a). Penyaring limbah dan penstabil sedimen; (b). Tumbuhan
lamun mengandung lignin yang rendah dan cellusa yang cukup tinggi, maka dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas; (c). Rhizoma muda dari jenis
tertentu, seperti Zostera, dapat dimasak, dan buah dari beberapa jenis lamun
lainnya dapat dimakan langsung; (d). Daun-daun kering dapat digunakan sebagai
makanan ternak ( McRoy dan Helffrich, 1980; Kordi, 2011).
Tumbuhan lamun juga dapat digunakan sebagai indikator biologis di
perairan yang tercemar logam berat, dari hasil penelitian kandungan logam berat
Cd, Cu, Pb, dan Zn lebih tinggi pada lamun yang hidup pada lingkungan tercemar
dari pada yang tumbuh di lingkungan tercemar (Dahuri, 2003; Kordi, 2011).
Secara ekologi, lamun memiliki peranan yang penting dalam ekosistem di
perairan laut, lamun berfungsi sebagai penyedia makanan, penangkap sedimen,
tempat berlindung, berpijah dan tempat mencari makanan bagi biota-biota laut
yang berasosiasi dengan dengan lamun itu sendiri. Karena fungsi dari lamun
belum banyak diketahui oleh masyarakat banyak maka keberadaan lamun sering
diabaikan. Kerusakan lamun biasanya diakibatkan kegiatan manusia seperti
pembuangan limbah organik maupun on organik langsung ke laut, aktivitas
nelayan,dll.
2.4. Profil Padang Lamun di BTNKpS
Padang lamun (seagrass bed) dapat ditemukan di sebagian besar perairan
pulau dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seperti Pulau
Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Secara ekologis
ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan habitat,
tempat mencari makan dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang, teripang,
cumi-cumi serta biota laut lainnya. Di perairan sebelah barat Pulau Kaliage Kecil
dijumpai jenis cumi-cumi meletakkan telur-telurnya di daun-daun lamun sampai
menetas padang lamun di sebelah barat. Di samping itu, keberadaan padang
lamun di TNKpS dapat menstabilkan substrat dasar, daun-daun lamun akan
menangkap sedimen dan mengendapkannya ke dasar sehingga perairan menjadi
jernih (BTNKpS).
Lamun di Taman Nasional Kepulauan Seribu tumbuh dalam kelompok
rumpun yang kecil-kecil dan tersebar tidak merata, namun kadang juga
membentuk suatu padang yang luas dengan jenis homogen ataupun heterogen.
Hal ini terkait dengan kondisi fisik substrat dasar perairan Kepulauan Seribu yang
tidak stabil karena pengaruh arus dan gelombang.
Di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20 jenis diantaranya
ditemukan di perairan di Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis lamun (7 genus)
yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000; Hutomo et al., 1988;
Fortes, 1988; Dahuri, 2003; Kordi, 2011). Dari 12 jenis lamun yang dapat tumbuh
di perairan Indonesia, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS, 2005).
Tujuh (7) Jenis lamun tersebut adalah, Thalassia hemprichii, Cymodocea
rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis,
Sryngodium isoetifolium, dan Halodule uninervis.
Gambar 2. Jenis-jenis lamun yang terdapat di BTNKps.
2.5. Rehabilitasi Tumbuhan Lamun
Dibandingkan dengan fungsinya perhatian terhadap ekosistem lamun
masih sangat kurang dibandingkan dengan dua ekosistem pesisir lainnnya, yaitu
ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang, di sisi lain masih kurang
upaya yang kita berikan untuk menyelamatkan ekosistem ini. Meskipun data
mengenai kerusakan ekosistem padang lamun tidak tersedia tetapi faktanya sudah
banyak mengalami degradasi akibat aktivitas di darat. Kerusakan lamun di
Indonesia biasanya banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti
pembuangan limbah organik maupun non organik langsung ke laut, aktivitas
perahu nelayan, penangkapan ikan yang tidak menggunakan alat yang ramah
lingkungan, dan lain-lain (Bengen, 2001).
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan
gangguan utama dari aktivitas manusia perlu dilakukan rehabilitasi tumbuhan
lamun, menurut (Nontji, Trismades) rehabilitasi dapat dilaksanakan melalui dua
pendekatan menurut, yaitu:
1) Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation)
2) Rehabilitasi keras (hard rehabilitation).
1). Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation)
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,
dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai
kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak
lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
2). Rehabilitasi keras (hard rehabilitation).
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau
dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi.
Upaya pemulihan terhadap kerusakan padang lamun masih jarang
dilakukan. Salah satu alternatif dalam upaya konservasi ekosistem lamun adalah
melalui tranplantasi lamun. Metode ini dapat mengimbangi tingkat kerusakan
lamun baik fisik ataupun fisiologi yang terjadi begitu cepat. Jika tingkat kerusakan
ini dapat diimbangi, maka secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan
perekonomian masyarakat pesisir. Berbagai biota ekonomis penting yang
berasosiasi, seperti teripang, bintang laut, bulu babi, kerang, udang, ikan karang,
dan kepiting dapat dijadikan komoditi tangkapan unggulan (Bengen, 2001).
BAB III
METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan transplantasi lamun ini dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2014
pukul 10.00 – 16.00, dengan lokasi; pengambilan bibit dilakukan Pulau Panggang
bagian selatan dengan titik koordinat S 05 0
44 ’48.88” E 106 0
36 ‘ 05. 72” dan
Pulau Pramuka bagian Utara dengan titik koordinat S 05 0
44’27.98” E106 0
36 ‘
55. 34” , sedangkan penanaman lamun di lakukan di Pulau Pramuka bagian Timur
dengan titik koordinat S 05 0
44’ 41.61 dan E 106 0
36 ‘ 00.72.
Gambar 3 . Lokasi pengambilan bibit lamun.
Keterangan : Kotak bewarna hijau yang ditunjukkan anak panah lokasi
pengambilan bibit di Pulau Panggang bagian Selatan dan Kotak bewarna kuning
yang ditunjukkan anak panah lokasi pengambilan bibit di Pulau Pramuka bagian
Utara.
Gambar 4. Lokasi transplantasi lamun.
Keterangan : Kotak bewarna merah yang ditunjukkan anak panah adalah lokasi
transplantasi lamun di Pulau Pramuka bagian Timur.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan transplantasi lamun :
Tabel 1. Alat dan Bahan
NO NAMA ALAT JUMLAH KETERANGAN
1 Alat Snorkling 5 set Digunakan untuk mengambil bibit
dan mengembalikan bibit di perairan
2 Kapal 1 unit Alat transportasi
3 Kamera under
water
1 unit Untuk dokumentasi selama kegiatan
transplantasi lamun
4 GPS 1 unit Untuk menentukan titik koordinat
5 Frame 5 unit Media untuk transplantasi lamun
6 pH meter 1 buah Alat ukur pH dan suhu
7 Refraktometer 1 buah Alat ukur salinitas
8 Linggis 1 buah Digunakan untuk mengambil bibit
9 Sepatu boot 2 buah
10 Box 1 buah Untuk meletakkan bibit lamun yang
baru diambil
11 Kertas tisu 125
lembar
Untuk mengikat bibit lamun ke
frame
12 Gunting 2 buah Untuk memotong benih
13 Alat tulis 1 set Mencatat proses selama kegiatan
14 Bibit lamun 125 bibit Objek penanaman
3.3. Prosedur Kerja
A. Pemilihan Lokasi Penanaman
Pemilihan lokasi kegiatan untuk melakukan transplantasi lamun mengikuti
cara yang di jelaskan oleh F.T. Short et all, (2002); BTNKpS (2006) dengan
sedikit perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi yang akan di
lakukan transplantasi. Informasi tentang karakteristik padang lamun yang ada /
sumber bibit (reference sites) pada lokasi yang akan dilakukan transplantasi
diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman atau preliminary
transplant suitability index (PTSI) dan memilih proritasnya.
B. Pemilihan Jenis Lamun
Pemilihan jenis lamun yang akan dijadikan bibit dalam kegiatan transplantasi
lamun didasarkan pada jenis-jenis yang secara alami tumbuh dominan dan
merupakan jenis pioner di lokasi yang akan dilakukan transplantasi. Penggunaan
jenis pioner dalam kegiatan rehabilitasi akan membuat tingkat keberhasilannya
menjadi tinggi (BTNKpS, 2006).
Pada kegiatan transplantasi yang dilakukan dipilih jenis lamun Thalassia
hemprichii dan Cymodocea sp. Kedua jenis lamun ini merupakan jenis pioner
yang secara alami banyak tumbuh pada daerah terbuka pasang surut dan
merupakan jenis yang dominan yang tersebar di lokasi transplantasi.
Gambar 5. Contoh bibit lamun jenis Cymodocea rotundata dan Thalassia
hemprichii yang akan di transplantasi.
C. Metode Transplantasi Lamun
Metode yang digunakan pada kegiatan magang yaitu :
1. Metode TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame System)
merupakan metode transplantasi lamun yang dikembangkan oleh F. T.
Short di Universitas of New Hampshire, USA (Short et al. 2001 dalam
Taurusman, et.al (2009). Metode TERFs ini menggunakan media frame
besi/kawat berukuran 60 x 60 cm, dimana bibit lamun yang diambil dari
padang lamun donor diikat pada frame dengan menggunakan pengikat
yang mudah larut seperti kertas tisu. Jarak taman pada metode TERFs
yaitu 15 cm. Tiap frame diisi oleh 25 bibit lamun.
2. Metode Plug, pada saat kegiatan magang metode plug hanya dilakukan
simulasi karena kondisi alam tidak mendukung untuk dilakukan
dilapangan. Metode plug biasa dilakukan pada saat surut terendah. Metode
plug ini menggunakan dengan pipa PVC yang dibentuk sedemikian rupa.
Bibit lamun dipindahkan dengan substratnya pada lokasi rehabilitasi yang
terlebih dahulu dipersiapkan lobangnya dengan PVC corer. Pada kegiatan
ini corer yang digunakan adalah sebuah pipa paralon yang dapat diatur
tingkat kevakumannya dengan sebuah valve kontrol udara di ujung atas
tabung tersebut. Penggunaan alat ini adalah untuk mengambil tanaman
lamun secara lengkap dari lokasi donor beserta sekaligus substrat
dasarnya.
D. Pengambilan Bibit Lamun
Pengambilan bibit lamun untuk kegiatan transplantasi dilakukan di lokasi
yang terdekat dan memiliki populasi lamun yang tinggi ( BTNKpS, 2006). Syarat
bibit untuk kegiatan transplantasi adalah, lamun yang bertunas muda yang ciri-
cirinya rimpang bewarna putih dan memiliki minimal dua batang tunas baru.
Adapun teknik pengambilan bibit lamun untuk transplantasi adalah sebagai
berikut :
 Pengambilan Bibit Lamun dengan Menggunakan Linggis.
Dalam pengambilan bibit lamun linggis difungsikan sebagai pembuat cekungan
pada subtrat disekitar bibit lamun, adapun caranya sebagai berikut :
1. Pilih lokasi yang memiliki tingkat populasi lamun yang tinggi ( banyak ).
2. Linggis yang telah disiapkan ditusuk kedalam subtrat disekitar bibit lamun
sampai subtrat disekitar bibit lamun membentuk cekungan dan kelihatan
akar-akarnya.
3. Bersihkan pasir (subtrat) yang melekat di akar-akar lamun dengan cara
dikipas.
4. Pilih lamun yang akan dijadikan cikal bakal bibit.
5. Masukkan bibit yang telah dipilih kedalam box berisi air dan hindari kontak
langsung dengan matahari agar bibit lamun tidak mudah layu (waktu toleransi
dari bibit lamun di dalam box yang berisi air asin paling lama 2 jam dengan
keadaan terlindung dari sinar matahari langsung).
Pilih lokasi dengan populasi lamun yang tinggi (banyak).
Linggis yang disediakan ditusuk-tusuk ke dalam subtrat di sekitar bibit lamun.
Bersihkan pasir (subtrat) yang melekat diakar lamun dengan cara dikipas.
Pilih lamun yang akan dijadikan bibit. Masukkan bibit kedalam box plastik.
Gambar 6. Tahap Pengambilan Bibit dengan Linggis.
 Pengambilan Bibit Lamun dengan Menggunakan Kipas Plastik
Dalam pengambilan bibit lamun kipas plastik difungsikan untuk menyingkirkan
subtrat disekitar bibit lamun, adapun caranya sebagai berikut :
1. Pilih lokasi yang memiliki tingkat populasi lamun yang tinggi ( banyak ).
2. Kipas plastik yang telah disiapkan selanjutnya dikipas di sekitar akar lamun,
sampai subtrat disekitar tunas baru tersingkir dan akar dari tunas baru lamun
muncul atau kelihatan.
3. Tunas baru yang muncul atau kelihatan selanjutnya di ambil.
4. Masukkan bibit yang telah diambil kedalam box berisi air dan hindari
kontak langsung dengan matahari agar bibit lamun tidak mudah layu (waktu
toleransi dari bibit lamun di dalam box yang berisi air asin paling lama 2
jam dengan keadaan terlindung dari sinar matahari langsung).
Pilih lokasi dengan populasi lamun yang tinggi (banyak).
Kipas yang disediakan dikipas disekitar akar lamun, sampai tunas baru muncul.
Tunas baru yang muncul selanjutnya diambil.
Pilih lamun yang akan dijadikan bibit. Masukkan bibit kedalam box plastik.
Gambar 7. Tahap Pengambilan Bibit dengan Kipas Plastik.
E. Teknik Penanaman dengan Metode TERFs.
Langkah-langkah penanaman lamun dengan menggunakan metode TERFs (
Transplanting Eelgrass Remotely with Frame system ), adalah sebagai berikut :
1. Siapkan frame besi / kawat ukuran 60 cm X 60 cm dan tisu pengikat yang
telah digulung usahakan kedua alat ini jangan sampai basah.
2. Benih yang telah ada, dipotong pada rimpangnya minimal memilki dua tunas
muda.
3. Benih yang telah dipotong diikat pada frame dengan menggunakan tisu
dengan cara ikat simpul.
4. Jumlah bibit lamun 5 buah tiap barisnya jadi, satu frame diisi 25 bibit lamun.
5. Setelah proses pengikatan selesai frame dan bibit siap untuk ditanam dengan
cara membalikkan frame dan selanjutnya diletakkan diatas subtrat dengan
sedikit tekanan sehingga frame besi/kawat bagian bawah dapat masuk
beberapa centimeter ke dalam subtrat.
Siapkan frame besi/kawat ukuran 60x60 cm.
Benih yang telah ada, dipotong pada rimpangnya minimal 2 tunas muda.
Benih diikat pada frame dengan menggunakan kertas tisu.
Jumlah benih tiap frame adalah 25 bibit.
Setelah proses pengikatan selesai frame dan bibit siap untuk ditanam dengan cara membalikkan
frame dan selanjutnya diletakkan diatas subtrat dengan sedikit tekanan sehingga frame besi/kawat
bagian bawah dapat masuk beberapa centimeter ke dalam subtrat.
.
Posisi bibit lamun setelah kegiatan transplantasi dengan metode TERFs.
Gambar 8. Teknik Penanaman Metode TERFs
Bata merah (pemberat).
Gambar 6. Pola penanaman TERFs, dimana ada 2 tunas yang diikatkan pada 25
unit penanaman setiap Frame sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 100
tunas lamun per 1 m2.
Pengikatan tunas dengan tissue pada TERFs Frame.
Gambar 7. Contoh pengikatan tunas (bibit lamun) dengan tisu pada frame.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan.
Sebelum melakukan kegiatan transplantasi lamun harus dilakukan
pengukuran parameter lingkungan di lokasi yang akan dilakukan kegiatan
transplantasi lamun, parameter lingkungan tersebut antara lain; suhu, salinitas, pH
(derajat keasaman), arus, serta mengidentifikasi jenis subtrat di lokasi
transplantasi lamun. Hasil pengukuran dan pengamatan kondisi fisik lingkungan
pada lokasi transplantasi lamun dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan kondisi fisik lingkungan pada lokasi transplantasi
lamun.
No Lokasi Suhu
(o
C)
Salinitas
(0
/00)
pH Jenis Subtrat Arus
(m/s)
1 Pulau
Pramuka
bagian Timur
28,7 35 7,6 Pasir kasar 0,5
Melihat dari data hasil pengukuran parameter fisik lingkungan diatas maka
bisa dikatakan lokasi Pulau Pramuka bagian Timur sangat baik untuk dilakukan
kegiatan transplantasi lamun karena kondisi fisik perairannya sangat mendukung
untuk pertumbuhan lamun. Nilai parameter fisik lingkungan yang optimum bagi
pertumbuhan lamun dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai parameter fisik lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan
lamun.
No Parameter Lingkungan Nilai Optimum untuk Pertumbuhan Lamun
1 Suhu 28-30 0
C
2 Salinitas 35 permil
3 pH 6,5-8
4 Arus 0,5 – 1 m/s
4.2. Teknik Pemilihan Lokasi Transplantasi
Pemilihan lokasi untuk kegiatan transplantasi lamun menjadi penting karena
akan berpengaruh terhadap keberhasilan transplantasi lamun. Pengukuran
terhadap kondisi biologi, fisika, dan kimia di lokasi transplantasi akan
memaksimalkan keberhasilan kegiatan transplantasi lamun.
Informasi tentang karakteristik padang lamun yang ada / sumber bibit
(reference sites) dan lokasi transplantasi lamun (recipient sites) pada lokasi
transplantasi diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman
(PTSI) dan memilih proritasnya. Hasil pengukuran parameter lingkungan
dilakukan pada masing-masing lokasi dan diberikan score. Nilai 0, 1, dan 2
menunjukkan kualitas dari setiap parameter yang di ukur. Score PTSI
dijumlahkan pada seluruh parameter. Nilai 0 untuk beberapa parameter membuat
score keseluruhan menjadi 0 dan mengeliminasi lokasi tersebut dari proritas. Nilai
score yang tinggi menunjukkan kemungkinan sangat besar untuk keberhasilan
transplantasi lamun (BTNKpS, 2006).
Tabel 4. Nilai / score Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI, Preliminary
Transplant Suitability Index) lokasi transplantasi lamun.
No Parameter Score
1 Keberadaan lamun 2 (dua)
2 Jarak dengan padang lamun yang ada 2 (dua)
3 Kejernihan perairan 1 (satu)
4 Ukuran partikel dasar 1 (satu)
5 Kedalaman 1 (satu)
6 Sedimen 1 (satu)
7 Salinitas 2 (dua)
8 Suhu 2 (dua)
9 Derajat keasaman (pH) 2 (dua)
10 Arus / Gelombang 1 (satu)
Jumlah 15 (lima belas)
Tabel diatas menunjukkan lokasi yang dipilih sangat baik , karena parameter
– parameter lingkungan yang diukur sangat mendukung untuk dilakukan kegiatan
transplantasi lamun.
Selain nilai Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI, Preliminary
Transplant Suitability Index) lokasi transplantasi lamun, ada beberapa
pertimbangan dalam pemilihan lokasi transplantasi lamun menurut BTNKps,
yaitu :
1. Lokasi yang akan di transplantasi mengalami penurunan potensi padang
lamun dan disinyalir rawan terhadap kerusakan ekosistem padang lamun.
2. Transplantasi lamun dilakukan di lokasi yang sebaran lamunnya kurang /
sedikit.
3. Lokasi transplantasi lamun berkonfigurasi datar dan terhindar dari
pengaruh arus dan gelombang yang kuat dengan kondisi fisika lingkungan
optimal.
4. Transplantasi lamun akan sukses dilakukan pada lokasi yang mempunyai
kedalaman sama dengan padang lamun yang ada, dekat dengan lamun
yang ada / sumber bibit (Fonseca, M.S., 1997; BTNKpS, 2006).
4.3. Teknik Pemilihan Metode Transplantasi
Dalam menentukan metode transplantasi hal yang paling utama di
perhatikan adalah kondisi alam seperti arus, gelombang, dan pasang surut air laut.
Sebelum menentukan metode harus ditentukan jenis lamun yang akan
ditransplantasi karena metode yang digunakan disesuaikan dengan jenis lamun
yang di transplantasi. Sebagai contoh untuk metode TERFs digunakan untuk jenis
lamun yang berkuran kecil seperti Thallasia hemprichi, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, dan lain-lain. Untuk lamun jenis Enhalus acoroides
transplantasi digunakan metode Plug.
4.4. Pengamatan Lamun Hasil Transplantasi
Setelah melakukan kegiatan transplantasi, dilakukan pula pengamatan
terhadap kondisi lamun hasil transplantasi, tujuannya untuk melihat tingkat
keberhasilan dan pertumbuhan, serta mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan lamun yang ditransplantasi. Pengamatan dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali, adapun hasilnya sebagai berikut :
 Pengamatan Pertama
Lokasi : Pulau Pramuka
Tanggal Pengamatan : 25/08/2014 (Pengamatan pertama)
Koordinat : S 05 0
44’ 41.61 dan E 106 0
36 ‘ 00.72.
Suhu : 29,9 o
C
pH : 7,6
Salinitas : 35 0
/00
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pertama.
Frame Jenis Lamun Kondisi
1 Hidup Mati Tingkat
Sedimentasi
Thalassia hemprichii 15 X Rendah
Cymodocea rotundata 10 X
2
Thalassia hemprichii
17 X Rendah
Cymodocea rotundata 8 X
3 Cymodocea rotundata 11 X Rendah
Thalassia hemprichii 9 X
Sryngodium isoetifolium 5 X
4 Thalassia hemprichii 8 X Sedang
Sryngodium isoetifolium 4 X
Cymodocea rotundata 13 X
5 Thalassia hemprichii 11 X Sangat Rendah
Cymodocea rotundata 13 X
Sryngodium isoetifolium 1 X
 Pengamatan Kedua
Lokasi : Pulau Pramuka
Tanggal Pengamatan : 01/09/2014 (Pengamatan kedua)
Koordinat : S 05 0
44’ 41.61 dan E 106 0
36 ‘ 00.72.
Suhu : 27,5 o
C
pH : 7,58
Salinitas : 36 o
/oo
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kedua
Frame Jenis Lamun Kondisi
1 Hidup Mati Tingkat
Sedimentasi
Thalassia hemprichii 13 2 Tinggi
Cymodocea rotundata 2 8
2
Thalassia hemprichii
14 3 Sedang
Cymodocea rotundata 6 2
3 Cymodocea rotundata 6 2 Rendah
Thalassia hemprichii 11 1
Sryngodium isoetifolium 4 1
4 Thalassia hemprichii 8 X Rendah
Sryngodium isoetifolium 4 X
Cymodocea rotundata 8 5
5 Thalassia hemprichii 11 X Sangat Rendah
Cymodocea rotundata 13 X
Sryngodium isoetifolium 1 X
Dari tabel pengamatan di atas dapat dilihat bahwa tingkat keberhasilan dan
tingkat pertumbuhan lamun hasil transplantasi di pengaruhi oleh faktor-faktor
fisik dalam hal ini sedimentasi berpengaruh langsung terhadap keberhasilan
transplantasi lamun. Perbandingan tingkat keberhasilan transplantasi lamun dapat
dilihat di tabel 5 dan 6.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Transplantasi lamun yang dilakukan merupakan salah satu usaha
rehabilitasi ekosistem lamun, yang bertujuan untuk memperbaiki atau
mengembalikan habitat lamun yang mengalami kerusakan.
2. Salah satu metode dalam transplantasi lamun adalah metode TERFs, yaitu
dengan menggunakan frame besi ukuran 60 x 60 cm dan bibit lamun
diikatkan pada frame besi dengan kertas tissue yang sudah digulung.
3. Metode TERFs bisa digunakan untuk jenis lamun yang berukuran kecil,
seperti Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Sryngodium
isoetifolium, Cymodocea serrulata, dan lain-lain.
4. Untuk lamun jenis Enhalus acoroides, metode yang digunakan adalah
metode Plug.
5. Tingkat keberhasilan dalam kegiatan transplantasi lamun dapat
ditingkatkan dengan pemilihan jenis lamun dan lokasi yang sesuai secara
ilmiah (science-based criteria).
5.2. Saran
1. Dalam menentukan lokasi transplantasi lamun hendaknya memperhatikan
parameter lingkungan baik fisika, kimia dan biologi.
2. Dalam menentukan metode harus diperhatikan jenis lamun yang di
transplantasi, dan kondisi alam tempat melakukan transplantasi.
3. Untuk wilayah pulau Bintan yang memiliki spesies lamun yang banyak
perlu dilakukan rehabilitasi untuk menjaga kondisi padang lamun agar
tetap baik.
4. Setelah melakukan kegiatan transplantasi lamun, sebaiknya dilakukan
pemeliharaan dan pengamatan untuk mengetahui tingkat keberhasilannya.
Selain itu kondisi sumber bibit (padang lamun donor), diharapkan dapat
pulih kembali.
5. Berbagai pihak yang berkepentingan di wilayah yang memiliki ekosistem
lamun, harus memperhatikan dan menjaga kondisi ekosistem lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Oseana. XXIV (nomor 3).
http://www.google.co.id/url.www.oseanografi.lipi.go.id 26 Mei 2014.
Bengen, D. 2001. Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan laut. IPB. Bogor.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Laporan Penanaman Lamun di
Kepulauan Seribu. BTNKpS. Jakarta.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Metode Penanaman Lamun.
BTNKpS. Jakarta.
Febriyantoro, dkk. 2013. Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun (Enhalus
acoroides) di Kawasan Padang Lamun Perairan Prawean Bandengan
Jepara.http://www.google.co.id/urldjelamunindonesiafiles.wordpress.com
26 Mei 2014.
Kawaroe, M, dkk. 2011. Perubahan Luas Penutupan Padang Lamun Di
Kepulauan Seribu. DKI Jakarta. http://repository.ipb.ac.id/handle/123
456789/27689. 26 Mei 2014.
Kholiq, Nur. 2007. Profil Ekosistem dan Rehabilitasi Padang Lamun di TNKpS.
BTNKpS. 2007
Kordi K, M Ghufran H & Bancung. A Baso. 2011. Padang Lamun. Rineka Cipta.
Jakarta.
Nontji, A. 2011. Pengelolaan Dan Rehabilitasi Lamun. Program Trismades.
Anugerah_Nontji@yahoo.com. 1 Juni 2014.
Suhud, M, Aris. 2012. Struktur Komunitas Lamun di Perairan Pulau Nikoi.
http://www.google.co.id/url?jurnal.umrah.ac.id%2Fwp-
content%2Fuploads%2F2013%2F08%2FM.-Aris-Suhud-
080210450054.pdf. 10 Juli 2014
Wulandari, Dwi,dkk. 2013. Transplantasi Lamun Thalassia hemprichii dengan
Metode Jangkar di Perairan Teluk Awur dan Bandengan. Jepara. Journal
Of Marine Research. Volume 2. (Nomor 2). Halaman 30-38,
http://ejournal.s-1undip.ac.id/index.php/jmr. 1 Juni 2014.
LAMPIRAN
FOTO ALAT DAN BAHAN
KAPAL BOX PLASTIK
KAMERA UNDERWATER ALAT SNORKLING
FRAME BESI GPS
LINGGIS SEPATU BOOT
GUNTING REFRAKTOMETER
pH METER BIBIT LAMUN
FOTO SELAMA KEGIATAN
Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun

More Related Content

What's hot

HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANHUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANEDIS BLOG
 
Unsur hara makro
Unsur hara makroUnsur hara makro
Unsur hara makroEva Nugraha
 
[PPT] power point tentang jagung. Lengkap!!
[PPT] power point tentang jagung. Lengkap!![PPT] power point tentang jagung. Lengkap!!
[PPT] power point tentang jagung. Lengkap!!pingg0501
 
Materi Bimtek Pembuatan Biopestisida
Materi Bimtek Pembuatan BiopestisidaMateri Bimtek Pembuatan Biopestisida
Materi Bimtek Pembuatan BiopestisidaNike Triwahyuningsih
 
Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)Putri Nadhilah
 
Pengembangan Hotikultura Indonesia
Pengembangan Hotikultura IndonesiaPengembangan Hotikultura Indonesia
Pengembangan Hotikultura Indonesialodzi
 
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12Ziemen G. Sasmita
 
Organisme laut dalam
Organisme laut dalamOrganisme laut dalam
Organisme laut dalamfariz90
 
Ekosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveEkosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveamalia
 
Laporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihLaporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihTidar University
 
5 panca usaha tani
5 panca usaha tani5 panca usaha tani
5 panca usaha taniWarnet Raha
 
Faktor Pembatas
Faktor PembatasFaktor Pembatas
Faktor PembatasNur Aini
 
Presentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nilaPresentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nilaIbnu Sahidhir
 

What's hot (20)

Buku Flora Mangrove
Buku Flora MangroveBuku Flora Mangrove
Buku Flora Mangrove
 
PENDEDERAN IKAN PATIN
PENDEDERAN IKAN PATINPENDEDERAN IKAN PATIN
PENDEDERAN IKAN PATIN
 
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANANHUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
HUTAN, KEHUTANAN,DAN ILMU KEHUTANAN
 
Unsur hara makro
Unsur hara makroUnsur hara makro
Unsur hara makro
 
Talas
TalasTalas
Talas
 
[PPT] power point tentang jagung. Lengkap!!
[PPT] power point tentang jagung. Lengkap!![PPT] power point tentang jagung. Lengkap!!
[PPT] power point tentang jagung. Lengkap!!
 
Materi Bimtek Pembuatan Biopestisida
Materi Bimtek Pembuatan BiopestisidaMateri Bimtek Pembuatan Biopestisida
Materi Bimtek Pembuatan Biopestisida
 
Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
Praktek Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)
 
Pengembangan Hotikultura Indonesia
Pengembangan Hotikultura IndonesiaPengembangan Hotikultura Indonesia
Pengembangan Hotikultura Indonesia
 
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
Presentasi Budidaya Jagung BISI-12
 
Organisme laut dalam
Organisme laut dalamOrganisme laut dalam
Organisme laut dalam
 
Plankton net
Plankton netPlankton net
Plankton net
 
Lokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambakLokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambak
 
Ekosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangroveEkosistem hutan mangrove
Ekosistem hutan mangrove
 
Tambak tradisional
Tambak tradisionalTambak tradisional
Tambak tradisional
 
Laporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benihLaporan praktikum besar benih
Laporan praktikum besar benih
 
5 panca usaha tani
5 panca usaha tani5 panca usaha tani
5 panca usaha tani
 
Pola kemitraan
Pola kemitraan Pola kemitraan
Pola kemitraan
 
Faktor Pembatas
Faktor PembatasFaktor Pembatas
Faktor Pembatas
 
Presentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nilaPresentasi pembesaran ikan nila
Presentasi pembesaran ikan nila
 

Similar to Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun

Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...KasimMansyur1
 
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Luhur Moekti Prayogo
 
Laporan ekoper padang pasir dan berbatu
Laporan ekoper padang pasir dan berbatuLaporan ekoper padang pasir dan berbatu
Laporan ekoper padang pasir dan berbatuDeden Reinaldi
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
 
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhanPengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhanSteven Steven
 
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUNPANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUNAmos Pangkatana
 
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docx
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docxEkosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docx
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docxDian631634
 
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataManfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataDendhy Nugraha
 
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdf
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdfEkosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdf
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdfDian631634
 
Paper Geologi Sedimentologi Laut (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut  (Universitas Maritim Raja Ali Haji)Paper Geologi Sedimentologi Laut  (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut (Universitas Maritim Raja Ali Haji)Universitas Maritim Raja Ali Haji
 
Pendahuluan Pencela
Pendahuluan PencelaPendahuluan Pencela
Pendahuluan PencelaHapsari Titi
 
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxNina909058
 
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...bramantiyo marjuki
 
Artikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputerArtikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputerRody Gusnantoro
 
Mengetahui persebaran flora dan fauna di Indonesia
Mengetahui persebaran flora dan fauna di IndonesiaMengetahui persebaran flora dan fauna di Indonesia
Mengetahui persebaran flora dan fauna di IndonesiaAMariaChristinASihom
 
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...f' yagami
 
Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)
Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)
Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)afifsalim12
 
Budidaya Rumput Laut.ppt
Budidaya Rumput Laut.pptBudidaya Rumput Laut.ppt
Budidaya Rumput Laut.pptcsxman
 

Similar to Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun (20)

Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
 
Lamun
Lamun Lamun
Lamun
 
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
Pemodelan Sebaran Habitat Dugong Dugon Kawasan Pesisir Pulau Bintan Kepulauan...
 
Laporan ekoper padang pasir dan berbatu
Laporan ekoper padang pasir dan berbatuLaporan ekoper padang pasir dan berbatu
Laporan ekoper padang pasir dan berbatu
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhanPengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan
Pengaruh perbedaan substrat terhadap pertumbuhan
 
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUNPANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
 
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docx
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docxEkosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docx
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili-converted (3).docx
 
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisataManfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
Manfaat mangrove sebagai pelestarian lingkungan hidup dan objek pariwisata
 
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdf
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdfEkosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdf
Ekosistem_padang_lamun_Manfaat_Fungsi_dan_Rehabili.pdf
 
Paper Geologi Sedimentologi Laut (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut  (Universitas Maritim Raja Ali Haji)Paper Geologi Sedimentologi Laut  (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
 
Pendahuluan Pencela
Pendahuluan PencelaPendahuluan Pencela
Pendahuluan Pencela
 
Laporan krl
Laporan krlLaporan krl
Laporan krl
 
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docxMAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
MAKALAH PRODUKTIVITAS.docx
 
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
 
Artikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputerArtikel aplikasi komputer
Artikel aplikasi komputer
 
Mengetahui persebaran flora dan fauna di Indonesia
Mengetahui persebaran flora dan fauna di IndonesiaMengetahui persebaran flora dan fauna di Indonesia
Mengetahui persebaran flora dan fauna di Indonesia
 
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
Laporan tetap praktikum fisiologi tumbuhan ii pengaruh pemberian pupuk kandan...
 
Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)
Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)
Pengukuran Hidrografi (Alam sugeng)
 
Budidaya Rumput Laut.ppt
Budidaya Rumput Laut.pptBudidaya Rumput Laut.ppt
Budidaya Rumput Laut.ppt
 

Recently uploaded

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 

Laporan hasil magang muhammad halim 120254241031 tekn ik transplantasi lamun

  • 1. TEKNIK TRANSPLANTASI LAMUN DI BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU (BTNKpS) JAKARTA LAPORAN HASIL MAGANG OLEH MUHAMMAD HALIM NIM : 120254241031 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2014
  • 2. TEKNIK TRANSPLANTASI LAMUN DI BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU (BTNKpS) JAKARTA LAPORAN HASIL MAGANG Diajukan sebagai laporan kegiatan selama magang dalam rangka melaksanakan salah satu tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. OLEH MUHAMMAD HALIM NIM : 120254241031 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2014
  • 3. LEMBARAN PENGESAHAN Judul : Teknik Transplantasi Lamun Nama : Muhammad Halim NIM : 120254241031 Program Studi : Ilmu Kelautan ( IKL ) Tanjungpinang, 17 November 2014 Mengetahui, Menyetujui, Ka. Jurusan IKL Dosen pembimbing Arief Pratomo, ST,M.Si Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc NIDN. 0416047008 NIDN. 1004840303 Mengesahkan, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc NIP. 196111011987031002
  • 4. KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim. Segala puji syukur penulis ucapkan kehaderat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal laporan hasil magang dengan judul Teknik Transplantasi Lamun di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS), DKI Jakarta. Laporan hasil magang ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi Strata 1 (S1), di jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga yang lain karena telah memberikan semangat moril maupun materil. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc sebagai dosen pembimbing magang, yang telah banyak memberi bimbingan dalam proses pembuatan proposal hasil magang. Proposal laporan hasil magang ini belumlah sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan dapat lebih baik lagi. Tanjungpinang, September 2014 Penulis
  • 5. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 2 1.3. Manfaat 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tumbuhan Lamun 3 2.2. Pertumbuhan Tumbuhan Lamun 5 2.3. Fungsi Tumbuhan Lamun 8 2.4. Profil Padang Lamun di BTNKpS 10
  • 6. 2.5. Rehabilitasi Lamun 12 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 15 3.2. Alat dan Bahan 16 3.3. Prosedur Kerja 17 A. Pemilihan Lokasi Penanaman 17 B. Pemilihan Jenis Lamun 18 C. Metode Transplantasi Lamun 19 D. Pengambilan Bibit Lamun 20 E. Teknik Penanaman dengan Metode TERFs 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan 29 4.2. Teknik Pemilihan Lokasi Transplantasi 30 4.3. Teknik Pemilihan Metode Transplantasi 32 4.4. Pengamatan Lamun Hasil Transplantasi 33
  • 7. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 36 5.2. Saran 37 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
  • 8. DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.Tabel Alat dan Bahan 16 2.Tabel Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Lingkungan pada Lokasi Transplantasi. 29 3.Tabel Nilai Parameter Fisik Lingkungan yang Optimum Bagi Pertumbuhan Lamun. 30 4.Tabel Nilai (Score) Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI),Preminary Transplant Suitability Index Lokasi Transplantasi Lamun. 31 5.Tabel Hasil Pengamatan Pertama 33 6.Tabel Hasil Pengamatan Kedua 34
  • 9. Daftar Gambar Gambar Halaman 1.Gambar Morfologi Tumbuhan Lamun. 4 2.Gambar Jenis Lamun yang Terdapat di BTNKpS. 12 3.Gambar Lokasi Pengambilan Bibit Lamun. 15 4.Gambar Lokasi Transplantasi Lamun. 16 5.Gambar Contoh Bibit Lamun Cymodocea rotundata dan Thallasia hemprichi yang Akan di Transplantasi. 18 6. Gambar Tahap Pengambilan Bibit dengan Linggis 21 7.Gambar Tahap Pengambilan Bibit dengan Kipas Plastik 23 8.Gambar Tahap Penanaman dengan Metode TERFs 25 9.Gambar Pola Penanaman Metode TEFRs. 27 10. Gambar Contoh Pengikatan Tunas (Bibit Lamun) dengan Kertas Tisu pada Frame. 28
  • 10. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun. Padang lamun menyediakan habitat bagi banyak hewan laut dan bertindak sebagai penyeimbang substrat, (McKenzie, 2008; Wulandari, dkk, 2013). McKenzie, 2008; Wulandari, 2013, hampir 54 % padang lamun di seluruh dunia telah hilang. Hilangnya padang lamun secara global terjadi sejak tahun 1980, atau bisa dikatakan setiap jamnya lamun seluas 2 lapangan bola hilang. Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 (Nontji, Trismades). Namun di Indonesia ekosistem lamun sudah banyak terancam baik oleh aktivitas alami maupun oleh aktivitas manusia. Penyebab utama hilangnya padang lamun adalah kegiatan manusia termasuk kerusakan secara mekanis (pengerukan dan jangkar), pengendapan, dan pengaruh pembangunan konstruksi daerah pesisir. Hilangnya padang lamun diduga akan terus bertambah akibat tekanan pertumbuhan penduduk di daerah pesisir (Koswara, 2009; Wulandari, dkk, 2013). Melihat kerusakan yang terus terjadi pada padang lamun baik karena aktivitas alami maupun karena aktvitas manusia, maka perlu dilakukan usaha rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi padang lamun menjadi lebih baik.
  • 11. Salah satu usaha rehabilitasi padang lamun adalah kegiatan transplantasi lamun. Transplantasi lamun belum banyak berkembang di Indonesia, namun telah berkembang di luar negeri dengan metode dan jenis yang berbeda. Pulau Bintan termasuk salah satu kawasan di Indonesia yang mempunyai keanekaragaman tumbuhan lamun yang tinggi. Di kawasan perairan Pulau Bintan bagian timur ditemukan 10 jenis lamun dari 14 jenis lamun yang terdapat di perairan Indonesia. Jenis lamun tersebut adalah Halodule pinifolia, H. uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila Spinulosa. (BAPEDDA, 2010; Suhud, 2013). Untuk tetap menjaga kelestarian tumbuhan lamun maka perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi lamun di Pulau Bintan dengan salah satu teknik yaitu transplantasi lamun. 1.2. Tujuan Tujuan dari magang ini untuk mempelajari teknik transplantasi lamun yang dilakukan di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) DKI Jakarta. 1.3. Manfaat Manfaat dari magang ini adalah menguasai kemampuan untuk melakukan rehabilitasi lamun dengan salah satu teknik yaitu transplantasi lamun untuk memperbaiki kondisi padang lamun yang mengalami kerusakan atau menciptakan padang lamun baru di lokasi yang belum ditumbuhi lamun.
  • 12. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tumbuhan Lamun Lamun merupakan tumbuhan laut yang berbentuk seperti rumput namun memiliki akar, rhizoma dan daun sejati. Kelebihan inilah yang dimiliki lamun yang tidak dimiliki oleh rumput laut sebagai tumbuhan yang ada di laut. Lamun biasanya tumbuh terbenam di laut dan umumnya membentuk sebuah padang atau hamparan yang luas sehingga di sebut padang lamun (Febriyantoro, 2013). Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai padang lamun (seagrass bads). Lamun dapat tumbuh membentuk padang lamun dengan kepadatan mencapai 4.000 tumbuhan per m2 dan mempunyai biomassa tetap sebesar 2 kg/m2 (Nybakken, 1988; Kordi, 2011). Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut atau yar, adalah satu satunya kelompok tumbuhan laut yang berbunga yang ada di lingkungan laut, lamun tumbuh pada perairan yang agak berpasir dan dangkal, sering pula dijumpai di terumbu karang dan mangrove. Lamun termasuk tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Tumbuhan lamun telah menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun terdiri dari rhizome atau rhizoma (batang terbenam atau akar rimpang), daun dan berakar (Kordi, 2011).
  • 13. Gambar 1. Morfologi tumbuhan lamun Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di laut, yaitu : (1). Mampu hidup di media air asin; (2). Mampu berfungsi normal dalam kondisi normal; (3). Mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang biak; (4). Mampu melakukan penyerbukan dan daun generatif dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970; Kordi 2011). Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem
  • 14. transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata, yang berfungsi dalam pertukaran gas, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di perairan, tumbuhan lamun dilengkapi dengan ruang udara (Dahuri, 2003; Kordi, 2011). Lamun tumbuh subur pada daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai 4 meter (Dahuri 2003; Kordi 2011). Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter (Den Hartog, 1970; Kordi 2011). 2.2. Pertumbuhan Tumbuhan Lamun Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berlumpur, pasir, dan patahan karang mati, dengan kedalaman sampai 4 meter (Dahuri, 2003; Kordi, 2011). Pertumbuhan lamun diduga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisologis dan metabolisme, serta faktor eksternal seperti zat-zat hara (nutrien) dan tingkat kesuburan perairan (Dahuri, 2003; Kordi 2011). Penelitian dari Azkab, dkk (1994) menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh dari daun lamun Enhalus ocoroides rata-rata adalah 16,9 mm / hari untuk daun baru (muda) dan 6,5 mm / hari untuk daun lama (tua). Sedangkan kecepatan tumbuh daun lamun jenis Thalassia hemprichii adalah 4,51 mm / hari untuk daun baru dan daun lama. Jenis Syringodium isoetifolium dan Cymodoceaa rotundata masing-masing adalah 9,0 dan 8,7 mm / hari baik pada daun baru dan daun lama.
  • 15. Berikut adalah beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan lamun : 1. Kecerahan Penetrasi cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun, tumbuhan lamun tumbuh di perairan yang dangkal karena membutuhkan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Menurut Hillman et all, (1989); Supriharyono, (2007); Kordi, (2011) bahwa, daya jangkau atau kemampuan tumbuh tumbuhan lamun untuk sampai kedalaman tertentu sangat dipengaruhi oleh saturasi cahaya setiap individu lamun. Kebanyakan tumbuhan lamun saturasi pada level 200 umol/m2/detik atau lebih rendah. Pertumbuhan lamun juga dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, yang disebabkan oleh pertumbuhan epyphytic algae dan fitoplankton yang pesat, limbah domestik atau limbah organik, juga bisa menurunkan pasokan energi cahaya dan berakibat terhadap pertumbuhan lamun. 2. Suhu Tumbuhan lamun yang hidup di perairan tropis umumnya tumbuh pada daerah dengan kisaran suhu 20-30 o C, sedangkan suhu optimumnya adalah 28-30 o C. Menurut Glynn (1968); Kordi (2011) bahwa, daun Thalasia akan mati pada suhu 35-40 o C, walaupun rhizomanya tidak berpengaruh, demikian pula pada suhu yang terlampau rendah juga dapat mematikan tumbuhan lamun di daerah sub tropis. 3. Salinitas
  • 16. Spesies tumbuhan lamun memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 10 – 40 permil. Nilai salinitas optimum pada lamun yaitu 35 permil (Dahuri, 2003; Kordi 2011). 4. Arus Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Arus dan pergerakan air sangat penting dalam karena terkait dengan suplai unsur hara, sediaan gas-gas terlarut, dan menghalau sisa-sisa metabolisme atau limbah. Pada ekosistem padang lamun arus menentukan tingginya produktivitas primer, melalui pencampuran dan penyebaran unsur hara dan gas-gas, serta memindahkan limbah (Kordi, 2011). 5. Subtrat Padang lamun tumbuh pada berbagai tipe subtrat, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%. Kedalamn subtrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup dua hal, yaitu pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan perkembangan habitat lamun (Dahuri, 2003; Kordi, 2011). 6. Nutrien Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan dominan rute tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Lamun
  • 17. tumbuh pada sedimen hasil bawaan dari daratan (terigenous sediments) dan di daerah beriklim dingin (temperate) biasanya dibatasi oleh nitrogen, sehingga lamun cenderung memanfaatkan fosfor. Sedangkan lamun yang tumbuh di sedimen hasil pengikisan batu karang ( carbonate sediments), dimana fosfor terikat kuat dengan besi (iron oxyhydroxides) dan di daerah tropis, dimana kandungan fosfornya sangat rendah, tumbuhan lamun biasanya dibatasi oleh fosfor (Short, 1978; Kordi, 2011). 2.3. Fungsi Tumbuhan Lamun Padang lamun dengan tumbuhan lamunnya merupakan salah satu ekosistem yang sangat penting, baik secara fisik maupun biologis. Selain sebagai stabilisator sedimen dan penahan endapan, padang lamun berperan sebagai produsen utama dalam jaring-jaring makanan. Padang lamun juga menjadi habitat (tempat hidup), naungan, berkembang biak, dan mencari makan berbagai biota laut,baik vertebarata maupun avertebrata (Kordi 2011). Menurut Wood ett all (1969) dan Dawes (1981), dalam Kordi 2011 manfaat dari tumbuhan lamun adalah sebagai berikut : (a). Seagrass mempunyai daya untuk memperangkap sedimen. (b). Sebagai sistem tumbuhan merupakan sumber produktivitas primer, yang mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi; (c). Sumber makanan langsung bagi biota laut; (d). Merupakan habitat bagi biota hewan air; (e). Merupakan subtrat bagi organisme fitoplankton yang menempel; (f). Mempunyai kemampuan yang baik untuk memindahkan unsur-unsur hara
  • 18. terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen; (g). Akar-akar dan rhizome sea grass mampu mengikat sedimen sehingga terhindar dari bahaya erosi. Potensi lain yang dimiliki oleh tumbuhan lamun bermanfaat dalam berbagai hal, yaitu : (a). Penyaring limbah dan penstabil sedimen; (b). Tumbuhan lamun mengandung lignin yang rendah dan cellusa yang cukup tinggi, maka dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas; (c). Rhizoma muda dari jenis tertentu, seperti Zostera, dapat dimasak, dan buah dari beberapa jenis lamun lainnya dapat dimakan langsung; (d). Daun-daun kering dapat digunakan sebagai makanan ternak ( McRoy dan Helffrich, 1980; Kordi, 2011). Tumbuhan lamun juga dapat digunakan sebagai indikator biologis di perairan yang tercemar logam berat, dari hasil penelitian kandungan logam berat Cd, Cu, Pb, dan Zn lebih tinggi pada lamun yang hidup pada lingkungan tercemar dari pada yang tumbuh di lingkungan tercemar (Dahuri, 2003; Kordi, 2011). Secara ekologi, lamun memiliki peranan yang penting dalam ekosistem di perairan laut, lamun berfungsi sebagai penyedia makanan, penangkap sedimen, tempat berlindung, berpijah dan tempat mencari makanan bagi biota-biota laut yang berasosiasi dengan dengan lamun itu sendiri. Karena fungsi dari lamun belum banyak diketahui oleh masyarakat banyak maka keberadaan lamun sering diabaikan. Kerusakan lamun biasanya diakibatkan kegiatan manusia seperti pembuangan limbah organik maupun on organik langsung ke laut, aktivitas nelayan,dll.
  • 19. 2.4. Profil Padang Lamun di BTNKpS Padang lamun (seagrass bed) dapat ditemukan di sebagian besar perairan pulau dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seperti Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Secara ekologis ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan habitat, tempat mencari makan dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang, teripang, cumi-cumi serta biota laut lainnya. Di perairan sebelah barat Pulau Kaliage Kecil dijumpai jenis cumi-cumi meletakkan telur-telurnya di daun-daun lamun sampai menetas padang lamun di sebelah barat. Di samping itu, keberadaan padang lamun di TNKpS dapat menstabilkan substrat dasar, daun-daun lamun akan menangkap sedimen dan mengendapkannya ke dasar sehingga perairan menjadi jernih (BTNKpS). Lamun di Taman Nasional Kepulauan Seribu tumbuh dalam kelompok rumpun yang kecil-kecil dan tersebar tidak merata, namun kadang juga membentuk suatu padang yang luas dengan jenis homogen ataupun heterogen. Hal ini terkait dengan kondisi fisik substrat dasar perairan Kepulauan Seribu yang tidak stabil karena pengaruh arus dan gelombang. Di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20 jenis diantaranya ditemukan di perairan di Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis lamun (7 genus) yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000; Hutomo et al., 1988; Fortes, 1988; Dahuri, 2003; Kordi, 2011). Dari 12 jenis lamun yang dapat tumbuh di perairan Indonesia, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS, 2005).
  • 20. Tujuh (7) Jenis lamun tersebut adalah, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Sryngodium isoetifolium, dan Halodule uninervis.
  • 21. Gambar 2. Jenis-jenis lamun yang terdapat di BTNKps. 2.5. Rehabilitasi Tumbuhan Lamun Dibandingkan dengan fungsinya perhatian terhadap ekosistem lamun masih sangat kurang dibandingkan dengan dua ekosistem pesisir lainnnya, yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang, di sisi lain masih kurang upaya yang kita berikan untuk menyelamatkan ekosistem ini. Meskipun data mengenai kerusakan ekosistem padang lamun tidak tersedia tetapi faktanya sudah banyak mengalami degradasi akibat aktivitas di darat. Kerusakan lamun di Indonesia biasanya banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pembuangan limbah organik maupun non organik langsung ke laut, aktivitas perahu nelayan, penangkapan ikan yang tidak menggunakan alat yang ramah lingkungan, dan lain-lain (Bengen, 2001). Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguan utama dari aktivitas manusia perlu dilakukan rehabilitasi tumbuhan
  • 22. lamun, menurut (Nontji, Trismades) rehabilitasi dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan menurut, yaitu: 1) Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) 2) Rehabilitasi keras (hard rehabilitation). 1). Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah, dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia. 2). Rehabilitasi keras (hard rehabilitation). Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Upaya pemulihan terhadap kerusakan padang lamun masih jarang dilakukan. Salah satu alternatif dalam upaya konservasi ekosistem lamun adalah melalui tranplantasi lamun. Metode ini dapat mengimbangi tingkat kerusakan lamun baik fisik ataupun fisiologi yang terjadi begitu cepat. Jika tingkat kerusakan ini dapat diimbangi, maka secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Berbagai biota ekonomis penting yang berasosiasi, seperti teripang, bintang laut, bulu babi, kerang, udang, ikan karang, dan kepiting dapat dijadikan komoditi tangkapan unggulan (Bengen, 2001).
  • 23. BAB III METODE 3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan transplantasi lamun ini dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2014 pukul 10.00 – 16.00, dengan lokasi; pengambilan bibit dilakukan Pulau Panggang bagian selatan dengan titik koordinat S 05 0 44 ’48.88” E 106 0 36 ‘ 05. 72” dan Pulau Pramuka bagian Utara dengan titik koordinat S 05 0 44’27.98” E106 0 36 ‘ 55. 34” , sedangkan penanaman lamun di lakukan di Pulau Pramuka bagian Timur dengan titik koordinat S 05 0 44’ 41.61 dan E 106 0 36 ‘ 00.72. Gambar 3 . Lokasi pengambilan bibit lamun. Keterangan : Kotak bewarna hijau yang ditunjukkan anak panah lokasi pengambilan bibit di Pulau Panggang bagian Selatan dan Kotak bewarna kuning yang ditunjukkan anak panah lokasi pengambilan bibit di Pulau Pramuka bagian Utara.
  • 24. Gambar 4. Lokasi transplantasi lamun. Keterangan : Kotak bewarna merah yang ditunjukkan anak panah adalah lokasi transplantasi lamun di Pulau Pramuka bagian Timur. 3.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam kegiatan transplantasi lamun : Tabel 1. Alat dan Bahan NO NAMA ALAT JUMLAH KETERANGAN 1 Alat Snorkling 5 set Digunakan untuk mengambil bibit dan mengembalikan bibit di perairan 2 Kapal 1 unit Alat transportasi 3 Kamera under water 1 unit Untuk dokumentasi selama kegiatan transplantasi lamun
  • 25. 4 GPS 1 unit Untuk menentukan titik koordinat 5 Frame 5 unit Media untuk transplantasi lamun 6 pH meter 1 buah Alat ukur pH dan suhu 7 Refraktometer 1 buah Alat ukur salinitas 8 Linggis 1 buah Digunakan untuk mengambil bibit 9 Sepatu boot 2 buah 10 Box 1 buah Untuk meletakkan bibit lamun yang baru diambil 11 Kertas tisu 125 lembar Untuk mengikat bibit lamun ke frame 12 Gunting 2 buah Untuk memotong benih 13 Alat tulis 1 set Mencatat proses selama kegiatan 14 Bibit lamun 125 bibit Objek penanaman 3.3. Prosedur Kerja A. Pemilihan Lokasi Penanaman Pemilihan lokasi kegiatan untuk melakukan transplantasi lamun mengikuti cara yang di jelaskan oleh F.T. Short et all, (2002); BTNKpS (2006) dengan sedikit perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi yang akan di lakukan transplantasi. Informasi tentang karakteristik padang lamun yang ada /
  • 26. sumber bibit (reference sites) pada lokasi yang akan dilakukan transplantasi diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman atau preliminary transplant suitability index (PTSI) dan memilih proritasnya. B. Pemilihan Jenis Lamun Pemilihan jenis lamun yang akan dijadikan bibit dalam kegiatan transplantasi lamun didasarkan pada jenis-jenis yang secara alami tumbuh dominan dan merupakan jenis pioner di lokasi yang akan dilakukan transplantasi. Penggunaan jenis pioner dalam kegiatan rehabilitasi akan membuat tingkat keberhasilannya menjadi tinggi (BTNKpS, 2006). Pada kegiatan transplantasi yang dilakukan dipilih jenis lamun Thalassia hemprichii dan Cymodocea sp. Kedua jenis lamun ini merupakan jenis pioner yang secara alami banyak tumbuh pada daerah terbuka pasang surut dan merupakan jenis yang dominan yang tersebar di lokasi transplantasi. Gambar 5. Contoh bibit lamun jenis Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii yang akan di transplantasi.
  • 27. C. Metode Transplantasi Lamun Metode yang digunakan pada kegiatan magang yaitu : 1. Metode TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame System) merupakan metode transplantasi lamun yang dikembangkan oleh F. T. Short di Universitas of New Hampshire, USA (Short et al. 2001 dalam Taurusman, et.al (2009). Metode TERFs ini menggunakan media frame besi/kawat berukuran 60 x 60 cm, dimana bibit lamun yang diambil dari padang lamun donor diikat pada frame dengan menggunakan pengikat yang mudah larut seperti kertas tisu. Jarak taman pada metode TERFs yaitu 15 cm. Tiap frame diisi oleh 25 bibit lamun. 2. Metode Plug, pada saat kegiatan magang metode plug hanya dilakukan simulasi karena kondisi alam tidak mendukung untuk dilakukan dilapangan. Metode plug biasa dilakukan pada saat surut terendah. Metode plug ini menggunakan dengan pipa PVC yang dibentuk sedemikian rupa. Bibit lamun dipindahkan dengan substratnya pada lokasi rehabilitasi yang terlebih dahulu dipersiapkan lobangnya dengan PVC corer. Pada kegiatan ini corer yang digunakan adalah sebuah pipa paralon yang dapat diatur tingkat kevakumannya dengan sebuah valve kontrol udara di ujung atas tabung tersebut. Penggunaan alat ini adalah untuk mengambil tanaman lamun secara lengkap dari lokasi donor beserta sekaligus substrat dasarnya.
  • 28. D. Pengambilan Bibit Lamun Pengambilan bibit lamun untuk kegiatan transplantasi dilakukan di lokasi yang terdekat dan memiliki populasi lamun yang tinggi ( BTNKpS, 2006). Syarat bibit untuk kegiatan transplantasi adalah, lamun yang bertunas muda yang ciri- cirinya rimpang bewarna putih dan memiliki minimal dua batang tunas baru. Adapun teknik pengambilan bibit lamun untuk transplantasi adalah sebagai berikut :  Pengambilan Bibit Lamun dengan Menggunakan Linggis. Dalam pengambilan bibit lamun linggis difungsikan sebagai pembuat cekungan pada subtrat disekitar bibit lamun, adapun caranya sebagai berikut : 1. Pilih lokasi yang memiliki tingkat populasi lamun yang tinggi ( banyak ). 2. Linggis yang telah disiapkan ditusuk kedalam subtrat disekitar bibit lamun sampai subtrat disekitar bibit lamun membentuk cekungan dan kelihatan akar-akarnya. 3. Bersihkan pasir (subtrat) yang melekat di akar-akar lamun dengan cara dikipas. 4. Pilih lamun yang akan dijadikan cikal bakal bibit. 5. Masukkan bibit yang telah dipilih kedalam box berisi air dan hindari kontak langsung dengan matahari agar bibit lamun tidak mudah layu (waktu toleransi dari bibit lamun di dalam box yang berisi air asin paling lama 2 jam dengan keadaan terlindung dari sinar matahari langsung).
  • 29. Pilih lokasi dengan populasi lamun yang tinggi (banyak). Linggis yang disediakan ditusuk-tusuk ke dalam subtrat di sekitar bibit lamun. Bersihkan pasir (subtrat) yang melekat diakar lamun dengan cara dikipas. Pilih lamun yang akan dijadikan bibit. Masukkan bibit kedalam box plastik. Gambar 6. Tahap Pengambilan Bibit dengan Linggis.
  • 30.  Pengambilan Bibit Lamun dengan Menggunakan Kipas Plastik Dalam pengambilan bibit lamun kipas plastik difungsikan untuk menyingkirkan subtrat disekitar bibit lamun, adapun caranya sebagai berikut : 1. Pilih lokasi yang memiliki tingkat populasi lamun yang tinggi ( banyak ). 2. Kipas plastik yang telah disiapkan selanjutnya dikipas di sekitar akar lamun, sampai subtrat disekitar tunas baru tersingkir dan akar dari tunas baru lamun muncul atau kelihatan. 3. Tunas baru yang muncul atau kelihatan selanjutnya di ambil. 4. Masukkan bibit yang telah diambil kedalam box berisi air dan hindari kontak langsung dengan matahari agar bibit lamun tidak mudah layu (waktu toleransi dari bibit lamun di dalam box yang berisi air asin paling lama 2 jam dengan keadaan terlindung dari sinar matahari langsung).
  • 31. Pilih lokasi dengan populasi lamun yang tinggi (banyak). Kipas yang disediakan dikipas disekitar akar lamun, sampai tunas baru muncul. Tunas baru yang muncul selanjutnya diambil. Pilih lamun yang akan dijadikan bibit. Masukkan bibit kedalam box plastik. Gambar 7. Tahap Pengambilan Bibit dengan Kipas Plastik.
  • 32. E. Teknik Penanaman dengan Metode TERFs. Langkah-langkah penanaman lamun dengan menggunakan metode TERFs ( Transplanting Eelgrass Remotely with Frame system ), adalah sebagai berikut : 1. Siapkan frame besi / kawat ukuran 60 cm X 60 cm dan tisu pengikat yang telah digulung usahakan kedua alat ini jangan sampai basah. 2. Benih yang telah ada, dipotong pada rimpangnya minimal memilki dua tunas muda. 3. Benih yang telah dipotong diikat pada frame dengan menggunakan tisu dengan cara ikat simpul. 4. Jumlah bibit lamun 5 buah tiap barisnya jadi, satu frame diisi 25 bibit lamun. 5. Setelah proses pengikatan selesai frame dan bibit siap untuk ditanam dengan cara membalikkan frame dan selanjutnya diletakkan diatas subtrat dengan sedikit tekanan sehingga frame besi/kawat bagian bawah dapat masuk beberapa centimeter ke dalam subtrat.
  • 33. Siapkan frame besi/kawat ukuran 60x60 cm. Benih yang telah ada, dipotong pada rimpangnya minimal 2 tunas muda. Benih diikat pada frame dengan menggunakan kertas tisu. Jumlah benih tiap frame adalah 25 bibit.
  • 34. Setelah proses pengikatan selesai frame dan bibit siap untuk ditanam dengan cara membalikkan frame dan selanjutnya diletakkan diatas subtrat dengan sedikit tekanan sehingga frame besi/kawat bagian bawah dapat masuk beberapa centimeter ke dalam subtrat. . Posisi bibit lamun setelah kegiatan transplantasi dengan metode TERFs. Gambar 8. Teknik Penanaman Metode TERFs
  • 35. Bata merah (pemberat). Gambar 6. Pola penanaman TERFs, dimana ada 2 tunas yang diikatkan pada 25 unit penanaman setiap Frame sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 100 tunas lamun per 1 m2.
  • 36. Pengikatan tunas dengan tissue pada TERFs Frame. Gambar 7. Contoh pengikatan tunas (bibit lamun) dengan tisu pada frame.
  • 37. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan. Sebelum melakukan kegiatan transplantasi lamun harus dilakukan pengukuran parameter lingkungan di lokasi yang akan dilakukan kegiatan transplantasi lamun, parameter lingkungan tersebut antara lain; suhu, salinitas, pH (derajat keasaman), arus, serta mengidentifikasi jenis subtrat di lokasi transplantasi lamun. Hasil pengukuran dan pengamatan kondisi fisik lingkungan pada lokasi transplantasi lamun dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil pengamatan kondisi fisik lingkungan pada lokasi transplantasi lamun. No Lokasi Suhu (o C) Salinitas (0 /00) pH Jenis Subtrat Arus (m/s) 1 Pulau Pramuka bagian Timur 28,7 35 7,6 Pasir kasar 0,5 Melihat dari data hasil pengukuran parameter fisik lingkungan diatas maka bisa dikatakan lokasi Pulau Pramuka bagian Timur sangat baik untuk dilakukan kegiatan transplantasi lamun karena kondisi fisik perairannya sangat mendukung untuk pertumbuhan lamun. Nilai parameter fisik lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan lamun dapat dilihat pada tabel 3.
  • 38. Tabel 3. Nilai parameter fisik lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan lamun. No Parameter Lingkungan Nilai Optimum untuk Pertumbuhan Lamun 1 Suhu 28-30 0 C 2 Salinitas 35 permil 3 pH 6,5-8 4 Arus 0,5 – 1 m/s 4.2. Teknik Pemilihan Lokasi Transplantasi Pemilihan lokasi untuk kegiatan transplantasi lamun menjadi penting karena akan berpengaruh terhadap keberhasilan transplantasi lamun. Pengukuran terhadap kondisi biologi, fisika, dan kimia di lokasi transplantasi akan memaksimalkan keberhasilan kegiatan transplantasi lamun. Informasi tentang karakteristik padang lamun yang ada / sumber bibit (reference sites) dan lokasi transplantasi lamun (recipient sites) pada lokasi transplantasi diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman (PTSI) dan memilih proritasnya. Hasil pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada masing-masing lokasi dan diberikan score. Nilai 0, 1, dan 2 menunjukkan kualitas dari setiap parameter yang di ukur. Score PTSI dijumlahkan pada seluruh parameter. Nilai 0 untuk beberapa parameter membuat score keseluruhan menjadi 0 dan mengeliminasi lokasi tersebut dari proritas. Nilai
  • 39. score yang tinggi menunjukkan kemungkinan sangat besar untuk keberhasilan transplantasi lamun (BTNKpS, 2006). Tabel 4. Nilai / score Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI, Preliminary Transplant Suitability Index) lokasi transplantasi lamun. No Parameter Score 1 Keberadaan lamun 2 (dua) 2 Jarak dengan padang lamun yang ada 2 (dua) 3 Kejernihan perairan 1 (satu) 4 Ukuran partikel dasar 1 (satu) 5 Kedalaman 1 (satu) 6 Sedimen 1 (satu) 7 Salinitas 2 (dua) 8 Suhu 2 (dua) 9 Derajat keasaman (pH) 2 (dua) 10 Arus / Gelombang 1 (satu) Jumlah 15 (lima belas) Tabel diatas menunjukkan lokasi yang dipilih sangat baik , karena parameter – parameter lingkungan yang diukur sangat mendukung untuk dilakukan kegiatan transplantasi lamun. Selain nilai Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI, Preliminary Transplant Suitability Index) lokasi transplantasi lamun, ada beberapa
  • 40. pertimbangan dalam pemilihan lokasi transplantasi lamun menurut BTNKps, yaitu : 1. Lokasi yang akan di transplantasi mengalami penurunan potensi padang lamun dan disinyalir rawan terhadap kerusakan ekosistem padang lamun. 2. Transplantasi lamun dilakukan di lokasi yang sebaran lamunnya kurang / sedikit. 3. Lokasi transplantasi lamun berkonfigurasi datar dan terhindar dari pengaruh arus dan gelombang yang kuat dengan kondisi fisika lingkungan optimal. 4. Transplantasi lamun akan sukses dilakukan pada lokasi yang mempunyai kedalaman sama dengan padang lamun yang ada, dekat dengan lamun yang ada / sumber bibit (Fonseca, M.S., 1997; BTNKpS, 2006). 4.3. Teknik Pemilihan Metode Transplantasi Dalam menentukan metode transplantasi hal yang paling utama di perhatikan adalah kondisi alam seperti arus, gelombang, dan pasang surut air laut. Sebelum menentukan metode harus ditentukan jenis lamun yang akan ditransplantasi karena metode yang digunakan disesuaikan dengan jenis lamun yang di transplantasi. Sebagai contoh untuk metode TERFs digunakan untuk jenis lamun yang berkuran kecil seperti Thallasia hemprichi, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, dan lain-lain. Untuk lamun jenis Enhalus acoroides transplantasi digunakan metode Plug.
  • 41. 4.4. Pengamatan Lamun Hasil Transplantasi Setelah melakukan kegiatan transplantasi, dilakukan pula pengamatan terhadap kondisi lamun hasil transplantasi, tujuannya untuk melihat tingkat keberhasilan dan pertumbuhan, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan lamun yang ditransplantasi. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, adapun hasilnya sebagai berikut :  Pengamatan Pertama Lokasi : Pulau Pramuka Tanggal Pengamatan : 25/08/2014 (Pengamatan pertama) Koordinat : S 05 0 44’ 41.61 dan E 106 0 36 ‘ 00.72. Suhu : 29,9 o C pH : 7,6 Salinitas : 35 0 /00 Tabel 5. Hasil Pengamatan Pertama. Frame Jenis Lamun Kondisi 1 Hidup Mati Tingkat Sedimentasi Thalassia hemprichii 15 X Rendah Cymodocea rotundata 10 X 2 Thalassia hemprichii 17 X Rendah Cymodocea rotundata 8 X 3 Cymodocea rotundata 11 X Rendah Thalassia hemprichii 9 X Sryngodium isoetifolium 5 X
  • 42. 4 Thalassia hemprichii 8 X Sedang Sryngodium isoetifolium 4 X Cymodocea rotundata 13 X 5 Thalassia hemprichii 11 X Sangat Rendah Cymodocea rotundata 13 X Sryngodium isoetifolium 1 X  Pengamatan Kedua Lokasi : Pulau Pramuka Tanggal Pengamatan : 01/09/2014 (Pengamatan kedua) Koordinat : S 05 0 44’ 41.61 dan E 106 0 36 ‘ 00.72. Suhu : 27,5 o C pH : 7,58 Salinitas : 36 o /oo Tabel 6. Hasil Pengamatan Kedua Frame Jenis Lamun Kondisi 1 Hidup Mati Tingkat Sedimentasi Thalassia hemprichii 13 2 Tinggi Cymodocea rotundata 2 8 2 Thalassia hemprichii 14 3 Sedang Cymodocea rotundata 6 2 3 Cymodocea rotundata 6 2 Rendah Thalassia hemprichii 11 1
  • 43. Sryngodium isoetifolium 4 1 4 Thalassia hemprichii 8 X Rendah Sryngodium isoetifolium 4 X Cymodocea rotundata 8 5 5 Thalassia hemprichii 11 X Sangat Rendah Cymodocea rotundata 13 X Sryngodium isoetifolium 1 X Dari tabel pengamatan di atas dapat dilihat bahwa tingkat keberhasilan dan tingkat pertumbuhan lamun hasil transplantasi di pengaruhi oleh faktor-faktor fisik dalam hal ini sedimentasi berpengaruh langsung terhadap keberhasilan transplantasi lamun. Perbandingan tingkat keberhasilan transplantasi lamun dapat dilihat di tabel 5 dan 6.
  • 44. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Transplantasi lamun yang dilakukan merupakan salah satu usaha rehabilitasi ekosistem lamun, yang bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan habitat lamun yang mengalami kerusakan. 2. Salah satu metode dalam transplantasi lamun adalah metode TERFs, yaitu dengan menggunakan frame besi ukuran 60 x 60 cm dan bibit lamun diikatkan pada frame besi dengan kertas tissue yang sudah digulung. 3. Metode TERFs bisa digunakan untuk jenis lamun yang berukuran kecil, seperti Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Sryngodium isoetifolium, Cymodocea serrulata, dan lain-lain. 4. Untuk lamun jenis Enhalus acoroides, metode yang digunakan adalah metode Plug. 5. Tingkat keberhasilan dalam kegiatan transplantasi lamun dapat ditingkatkan dengan pemilihan jenis lamun dan lokasi yang sesuai secara ilmiah (science-based criteria).
  • 45. 5.2. Saran 1. Dalam menentukan lokasi transplantasi lamun hendaknya memperhatikan parameter lingkungan baik fisika, kimia dan biologi. 2. Dalam menentukan metode harus diperhatikan jenis lamun yang di transplantasi, dan kondisi alam tempat melakukan transplantasi. 3. Untuk wilayah pulau Bintan yang memiliki spesies lamun yang banyak perlu dilakukan rehabilitasi untuk menjaga kondisi padang lamun agar tetap baik. 4. Setelah melakukan kegiatan transplantasi lamun, sebaiknya dilakukan pemeliharaan dan pengamatan untuk mengetahui tingkat keberhasilannya. Selain itu kondisi sumber bibit (padang lamun donor), diharapkan dapat pulih kembali. 5. Berbagai pihak yang berkepentingan di wilayah yang memiliki ekosistem lamun, harus memperhatikan dan menjaga kondisi ekosistem lamun.
  • 46. DAFTAR PUSTAKA Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Oseana. XXIV (nomor 3). http://www.google.co.id/url.www.oseanografi.lipi.go.id 26 Mei 2014. Bengen, D. 2001. Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan laut. IPB. Bogor. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Laporan Penanaman Lamun di Kepulauan Seribu. BTNKpS. Jakarta. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Metode Penanaman Lamun. BTNKpS. Jakarta. Febriyantoro, dkk. 2013. Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun (Enhalus acoroides) di Kawasan Padang Lamun Perairan Prawean Bandengan Jepara.http://www.google.co.id/urldjelamunindonesiafiles.wordpress.com 26 Mei 2014. Kawaroe, M, dkk. 2011. Perubahan Luas Penutupan Padang Lamun Di Kepulauan Seribu. DKI Jakarta. http://repository.ipb.ac.id/handle/123 456789/27689. 26 Mei 2014. Kholiq, Nur. 2007. Profil Ekosistem dan Rehabilitasi Padang Lamun di TNKpS. BTNKpS. 2007 Kordi K, M Ghufran H & Bancung. A Baso. 2011. Padang Lamun. Rineka Cipta. Jakarta.
  • 47. Nontji, A. 2011. Pengelolaan Dan Rehabilitasi Lamun. Program Trismades. Anugerah_Nontji@yahoo.com. 1 Juni 2014. Suhud, M, Aris. 2012. Struktur Komunitas Lamun di Perairan Pulau Nikoi. http://www.google.co.id/url?jurnal.umrah.ac.id%2Fwp- content%2Fuploads%2F2013%2F08%2FM.-Aris-Suhud- 080210450054.pdf. 10 Juli 2014 Wulandari, Dwi,dkk. 2013. Transplantasi Lamun Thalassia hemprichii dengan Metode Jangkar di Perairan Teluk Awur dan Bandengan. Jepara. Journal Of Marine Research. Volume 2. (Nomor 2). Halaman 30-38, http://ejournal.s-1undip.ac.id/index.php/jmr. 1 Juni 2014.
  • 48. LAMPIRAN FOTO ALAT DAN BAHAN KAPAL BOX PLASTIK KAMERA UNDERWATER ALAT SNORKLING FRAME BESI GPS LINGGIS SEPATU BOOT