Dokumen tersebut membahas kasus pelanggaran hak konsumen oleh produsen Ajinomoto. YLKI menuntut Ajinomoto karena menggunakan label halal padahal produknya belum dinyatakan halal oleh MUI, sehingga melanggar hak konsumen atas informasi yang benar. YLKI hanya ingin menegakkan UU Perlindungan Konsumen tanpa bermaksud menghancurkan perusahaan.
1. Pelanggaran Hak
Konsumen
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Kelompok : Gustine Fransiska Putri (23212222)
Sani Marida (26212824)
Sri Wulandari Emiliza (27212134)
2. Definisi YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
merupakan sebuah organisasi masyarakat yang bersifat
nirlaba dan independen yang didirikan pada tanggal 11
Mei 1973. Keberadaan YLKI diarahkan pada usaha
meningkatkan kepedulian kritis konsumen atas hak dan
kewajibannya, dalam upaya melindungi dirinya sendiri,
keluarga, serta lingkungannya. Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasi
non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada
tanggal 11 Mei 1973. Tujuan berdirinya YLKI adalah
untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang
hak dan tanggung jawabnya sehingga dapat melindungi
dirinya sendiri dan lingkungannya.
4. Hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak
Konsumen adalah :
• Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa
• Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
• Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa
• Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
• Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
• Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
• Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
• Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
• Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
5. Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen,
Kewajiban Konsumen adalah :
• Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan
• Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa
• Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
• Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
6. Contoh, Pelanggaran Hak Konsumen
Agus Pambagio
Ajinomoto Dan Kepentingan Konsumen
Tahun 2001 diawali dengan kegemparan luar biasa, dengan antiklimaks kebingunan
masyarakat muslim, 9 Januari lalu. Yakni, ketika Presiden Abdurrahman Wahid melalui
Juru Bicara Kepresidenan Wimar Witoelar menyatakan bahwa Ajinomoto itu halal.
Bersamaan dengan itu, para peneliti juga menyatakan bahwa produk Ajinomoto tidak
mengandung babi.
Sebagian masyarakat muslim yang awam ilmu pengetahuan, tentunya bertanya-tanya,
siapa yang benar? Perlu diingat, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 tahun
1999, satu-satunya lembaga resmi yang berhak menyatakan halal atau haram suatu
produk hanyalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), bukan presiden, apalagi seorang juru
bicara kepresidenan, kecuali jika PP tersebut telah dicabut atau diubah.
Kewenangan instansi di Indonesia, apalagi di masa sekarang, memang sangat rancu.
Dan ini membuat masyarakat bertambah bingung. Sebagai organisasi perlindungan
konsumen yang juga ikut manangani kasus Ajinomoto, Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) tidak ingin menambah kebingungan konsumen. YLKI harus
mendudukkan kasus tersebut pada porsi dan kewenangan YLKI sesuai dengan UU
yang berlaku, dalam hal ini adalah UU Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun
1999.
7. . Untuk itulah, YLKI belum pernah, dan tidak akan pernah
menyatakan bahwa Ajinomoto itu halal atau haram. Dalam kasus
Ajinomoto ini --sesuai dengan UUPK No. 8/99-- YLKI mempunyai
hak untuk melakukan tuntutan hukum kepada pelaku usaha jika
pelaku usaha terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Dalam kasus Ajinomoto, alasan YLKI mengadukan Ajinomoto ke
Polda Metro Jaya adalah karena: Ajinomoto telah melanggar UUPK
No. 8/99 Bab IV Pasal 8 poin f dan h mengenai Perbuatan yang
Dilarang bagi Pelaku Usaha. Ajinomoto telah memberikan informasi
yang menyesatkan kepada konsumen karena dalam setiap
kemasannya tercantum label halal tetapi pada kenyataannya produk
tersebut haram. YLKI tidak mempersoalkan produk itu haram atau
halal, sebab yang menjadi fokus YLKI hanya karena adanya
pelanggaran pada label.
Jelas-jelas dinyatakan dalam Pasal 8 poin f (Pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa) dan
poin h (Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal"
yang dicantumkan dalam label). Karena sudah terbukti, sesuai
dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahwa produk
Ajinomoto itu haram, maka YLKI melakukan tuntutan hukum
melalui pengaduan ke aparat penegak hukum yang sah
8. Jika dalam kenyataannya terjadi tindakan-tindakan yang tidak adil
terhadap Ajinomoto, seperti: penutupan pabrik, penangkapan beberapa
eksekutif perusahaan, dan penyitaan produk Ajinomoto secara membabi
buta oleh aparat, dan terjadinya berbagai pemerasan, baik langsung maupun
tidak terhadap Ajinomoto, itu di luar maksud dan tujuan YLKI dalam
menuntut secara hukum pelaku usaha yang melanggar UUPK No. 8/99.
Kalau pun pihak kepolisian harus memenjarakan penanggungjawab PT
Ajinomoto Indonesia, orang yang paling bertanggungjawab hanya direktur
utama dan direktur produksi, bukan direktur atau manajer pabrik, manajer
general affairs, atau manajer-manajer lain.
Perlu juga diketahui, tindakan penutupan pabrik selama proses hukum
berjalan, tidak terdapat dalam UUPK No. 8/99. Jika pada akhirnya
Ajinomoto dinyatakan bersalah oleh pengadilan, berdasarkan UUPK No.
8/99 pasal 62, Ajinomoto hanya diancam dengan kurungan maksimum 5
tahun bagi eksekutifnya yang paling bertanggungjawab (direktur utama dan
direktur atau manajer produksi) atau denda maksimum Rp 2 milyar. Sama
sekali tidak ada pasal yang menyatakan pabrik harus ditutup.
9. Jelas bahwa maksud YLKI menuntut Ajinomoto hanya semata-mata
ingin menegakkan UUPK No. 8/99 yang sudah diperjuangkan oleh YLKI
selama kurang lebih duapuluh tahun, bukan untuk menghancurkan pelaku
usaha atau memeras pelaku usaha, atau menyebabkan pegawai Ajinomoto
kehilangan pekerjaan. YLKI berharap agar UUPK No. 8/99 dapat menjadi
pelopor pelaksanaan hukum secara benar di republik ini. Memang, dalam
menegakkan hukum harus ada korban, dan kebetulan saat ini harus
Ajinomoto. Sekali lagi, YLKI berharap agar tidak ada lagi tindakan
permisif yang kontroversial dalam penyelesaian kasus Ajinomoto. Jika hal
ini sampai terjadi, dapat dipastikan bahwa hukum belum berjalan di
Indonesia.
Untuk itu, YLKI berharap agar berbagai pihak jangan memperkeruh
permasalahan tersebut dengan berbagai pendapat yang membingungkan
masyarakat. Yang terpenting, aparat hukum dapat secepatnya
menyelesaikan kasus ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, untuk
menghindari tekanan-tekanan politik-ekonomi yang tidak perlu, karena
ujung-ujungnya konsumen juga yang akan menderita. Semoga!
Agus Pambagio, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
[Gatra Nomor 09 Beredar 15 Januari 2001]
10. Analisis
Dalam kasus ajinomoto tersebut dapat disimpulkan
bahwa produsen tidak mementingkan hak konsumen.
Dengan menggunakan label halal pada produk yang
belum disepakati oleh MUI, maka telah melanggar hak
keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang.
Sehingga YLKI dapat menuntut ajinomoto untuk
menegakkan UUPK No. 8/99. tercantum label halal
tetapi pada kenyataannya produk tersebut haram. YLKI
tidak mempersoalkan produk itu haram atau halal,
sebab yang menjadi fokus YLKI hanya karena adanya
pelanggaran pada label.