2. A. KONSEP DASAR TASAWUF
1. Al-Ghazali di dalam kitabnya, al-Munqidz min ad-Dhalal, menulis bahwa para
sufi adalah mereka yang menempuh (suluk) jalan Allah, yang berakhlak tinggi
nan bersih, bahkan juga berjiwa cemerlang lagi bijaksana.
2. Radim bin Ahmad al-Baghdadi berpendapat, tasawuf memiliki tiga elemen
penting, yaitu faqr, rela berkorban, dan meninggalkan kebatilan (ghurur).
3. Al-Junaid mendefinisikan bahwa tasawuf sebagai “an-Takuna ma’a Allah bi-la
‘alaqah”, hendaknya engkau bersama-sama dengan Allah tanpa adanya hijab.
4. Samnun berpendirian bahwa tasawuf adalah an-tamlika syaian wa la yamlikuka
syaiun, hendaknya engkau merasa tidak memiliki sesuatu dan sesuatu itu pun
tidak menguasaimu.
5. Ma‟ruf al-Kharkhi, mengemukakan tasawuf dengan kalimat “mengambil yang
hakikat dengan mengabaikan segala kenyataan yang ada pada selain Allah, dan
barang siapa yang belum mampu merealisasikan hidup miskin maka ia belum
mampu dalam bertasawuf.
Definisi-definisi tasawuf yang dituturkan oleh para sufi ataupun pakar tasawuf
adalah sebagai berikut:
2
3. LANJUTAN SLIDE 2
6. Amin al-Kurdi, mengatakan bahwa tasawuf adalah suatu ilmu yang mempelajari
tentang kebaikan dan keburukan jiwa, bagaimana cara membersihkan sifat-sifat
buruk dan menggantinya dengan sifat-sifat terpuji, serta bagaimana jalan
menuju keridhaan Allah.
7. Dzun Nun al-Misri berpendapat bahwa sufi adalah orang yang di dalam
hidupnya tidak disusahkan dengan permintaan dan tidak pula dicemaskan
dengan terampasnya barang. Selanjutnya, al-Misri juga mengatakan bahwa
mereka itu merupakan komunitas yang mendahulukan Allah di atas segalanya,
sehingga Allah pun mendahulukan mereka diatas segalanya.
8. Abu Yazid al-Bustami menjelaskan tasawuf dengan perumpamaan suatu kondisi
dimana seseorang mengencangkan ikat pinggangnya (karena menahan lapar)
dan pengekangan terhadap syahwat duniawi sesaat. Al-Bustami juga
menambahkan, yaitu ungkapan “melemparkan kepentingan pribadi kepada Allah
dengan mencurahkan secara totalitas kepada-Nya”.
9. Ibnu Jala‟ berpandangan bahwa tasawuf adalah apa yang menjadi esensi, dan
tidak ada suatu formalitas apapun baginya.
3
4. LANJUTAN SLIDE 3
10.Abu al-Wafa‟ at Taftazani menjelaskan definisi tasawuf secara substansi, yakni
tasawuf adalah sebuah pandangan filosofis kehidupan yang bertujuan
mengembangkan moralitas jiwa manusia yang dapat direalisasikan melalui
latihan-latihan praktis tertentu yang mengakibatkan larutnya perasaan dalam
hakikat transidental. Pendekatan yang digunakan adalah dzauq (intuisi) yang
menghasilkan kebahagiaan spiritual. Pengalaman yang tak kuasa diekspresikan
melalui bahasa biasa karena bersifat emosional dan individual.
4
5. B. ASAL-USUL KATA TASAWUF
1. Shafa berarti suci
2. Ahl ash-Shuffah, yaitu para sahabat yang ikut hijrah bersama Rasulullah SAW.
ke Madinah dengan meninggalkan seluruh kekayaannya di Makkah.
3. Shaf artinya baris.
4. Theosophy (Theo=Tuhan, Shopos=hikmah), berasal dari bahasa Yunani yang
masuk ke dalam terma filsafat Islam.
5. Shuf (kain yang terbuat dari wol).
6. Shafwah (yang terpilih atau yang terbaik).
5
6. C. MAQAMAT DAN AHWAL
a. Taubat
Pengertian taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala
dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan sungguh-
sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi
dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah.
b. Zuhud
Menurut pandangan para sufi, zuhud secara umum diartikan sebagai
suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan
duniawi dengan mengutamakan kehidupan ukhrawi.
c. Sabar
Sabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekwen
dalam pendirian.
1. Pengertian Maqamat
Maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh
seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Maqam dilalui oleh
seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sunggguh dalam melakukan
sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang
hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan
maqam sebelumnya. Penejelasan semua tingkatan tersebut adalah sebagai
berikut:
6
7. LANJUTAN SLIDE 6
d. Wara‟
Wara‟ dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang
tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun
persoalan lainnya.
e. Faqr
Dalam pandangan para sufi, faqr diartikan tidak menuntut lebih banyak
dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yang dimiliki
sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
f. Tawakkal
Pengertian umumnya adalah pasrah dan menyerahkan semuanya kepada
Allah setelah melakukan suatu rencana atau usaha.
g. Ridha
Pengertiannya secara umum adalah tidak menentang qadha dan qadar
Allah, menerima qadha dan qadar dengan hati senang. Mengeluarkan
perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya
perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka
sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga
dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka.
7
8. LANJUTAN SLIDE 7
h. Mahabbah
Mahabbah pada tingkatan selanjutnya dapat diartikan suatu usaha
sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah
tertinggi dengan terwujudnya kecintaan mendalam kepada Allah.
i. Ma’rifat
Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-ya’rifu-irfan-ma’rifat yang berarti
pengetahuan atau pengalaman. Ma‟rifat dapat pula berarti pengetahuan
rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang
didapat pada umumnya, dan merupakan pengetahuan yang obyeknya
bukan hal-hal yang bersifat zhahir tetapi bersifat batin, yaitu pengetahuan
mengenai rahasia-rahasia Tuhan melalui pancaran cahaya Ilahi.
8
9. LANJUTAN SLIDE 8
a. Al-Muraqabah
Muraqabah adalah kesadaran diri bahwa kita selalu berhadapan dengan
Allah dalam keadaan apa pun dan Dialah yang selalu mengawasi segala
apa pun yang kita lakukan.
b. Al-Khauf
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena
kurang sempurna pengabdiannya.
2. Pengertian Ahwal
Secara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti
keadaan sesuatu (keadaan rohani). Menurut al-Ghozali, hal adalah kedudukan
atau situasi kejiwaan yang dianugrahkan Allah kepada seseorang hamba pada
suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau
sebagai pemberian semata.
Dalam penentuan hal juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sufi.
Adapun al-hal yang paling banyak disepakati adalah al-muraqabah, al-khauf, ar-
raja‟, ath-thuma’ninah, al-musyahadah, dan al-yaqin. Penejelasan tentang
ahwal tersebut adalah sebagai berikut:
9
10. LANJUTAN SLIDE 9
c. Raja’
Raja’ adalah berharap atau perasaan hati yang senang karena menanti
sesuatu yang diinginkan atau disenangi, sebagaimana al-Ghazali
mendefinisikannya dengan suatu keadaan dimana hati merasa nyaman
karena menanti sesuatu yang dicintai atau didambakan.
d. Thuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir,
tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah
mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi.
e. Al-Uns
Uns (suka cita) dalam pandangan sufi adalah sifat merasa selalu
berteman, tak pernah merasa sepi.
f. Musyahadah
Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala.
Secara terminologi, musyahadah adalah menyaksikan secara jelas dan
sadar apa yang dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan
dan keagungan Allah.
10
11. D. SYARI’AH, THARIQAH, HAQIQAH DAN
MA’RIFAH
1. Syari’ah
Secara istilah, syari’ah ( ) adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan
Allah SWT. yang tegak di atas dasar iman dan Islam, berupa seperangkat
hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan
wahyu Al-Qur’an dan hadits/as-Sunnah.
2. Thariqah
a. Amin al-Kurdi mendefinisikan bahwa:
Artinya: “Thariqah adalah pengamalan syari‟ah dan secara serius
mengamalkan ketentuan-ketentuannya, menjauhkan diri dari sikap
mempermudah yang memang seharusnya tidak diperbolehkan
mempermudahkannya.”
b. Secara operasional, thariqah berarti:
Artinya: “Menjauhi cegahan-cegahan agama secara zhahir dan batin, serta
11
12. LANJUTAN SLIDE 11
c. Lebih lengkap lagi, dijelaskan, bahwa thariqah adalah
Artinya: “Menjauhkan diri dari perbuatan haram dan makruh serta hal-hal
mubah yang berlebihan; menunaikan kewajiban/faraidh hingga
membiasakan melakukan hal-hal sunnah semampunya di bawah
pengawasan/bimbingan seorang guru sufi berpengalaman (berilmu
mendalam) dari kalangan pakar yang ahli di bidangnya.”
3. Haqiqah
a. Zainuddin bin „Ali al-Ma‟bary al-Malaybary menjelaskan sebagai berikut:
Artinya: “Haqiqah adalah sampainya seorang sufi yang menempuh (jalan
spiritual) tarekat pada tujuannya, yaitu mengenal Allah SWT. dan
menyaksikan cahaya penampakan Allah, yang mana menurut al-Qusyairy 12
13. LANJUTAN SLIDE 12
b. Sedangkan menurut asy-Syadzili adalah sebagai berikut:
Artinya: “Haqiqah adalah pemahaman yang menetap di hatimu bahwa tiada
yang dapat membahayakan, tiada yang berguna, tiada yang memberi
anugrah, dan tiada yang mencegah anugrah melainkan Allah SWT.. Setelah
itu, kamu tidak ragu-ragu lagi dan tidak merasa tenang dan tergantung pada
selain-Nya (yakni kepada makhluk) sekalipun kamu digergaji dengan gergaji
dan digunting”.
c. Hakikat merupakan pengetahuan tentang tujuan sesuatu, inti sesuatu,
realitas yang sebenarnya, serta menyatakan bahwa hakikat dalam
pembahasan ini terarah pada makna pengetahuan batin, kesadaran hati, dan
juga pengetahuan mendalam tentang sesuatu.
13
14. LANJUTAN SLIDE 13
4. Ma’rifat
a. Secara istilah, sebagaimana pakar ilmu haqiqah, dikatakan sebagai berikut:
Artinya: “Ma’rifat adalah mengerti dan memahami nama-nama Allah SWT.
dan sifat-sifat-Nya secara jujur dan tulus untuk berinteraksi dengan-Nya dan
serius dalam segala kondisinya, dan senantiasa berkoneksi dengan-Nya
dalam kondisi suasana sirri, serta berupaya kembali kepada-Nya dalam
segala sesuatunya dengan membersihkan dirinya dari sifat-sifat rendah dan
tercela”.
b. Selanjutnya, terdapat uraian tentang ma’rifat, yaitu:
Artinya: “Ma’rifat adalah kemantapan (ketetapan) hati untuk mempercayai
Dzat yang wajib wujudnya yang bersifat dengan segala kesempurnaan”.
c. Dalam ungkapan lain dinyatakan sebagai berikut:
14
15. E. DOKTRIN TASAWUF TENTANG FANA’, BAQA’,
ITTIHAD, DAN WIHDAT AL-WUJUD
1. Pengertian Fana’
a. Dalam istilah tasawuf, fana‟ adakalanya diartikan sebagai keadaan moral
yang luhur. Menurut Abu Bakar al-Kalabadzi, fana‟ adalah hilangnya semua
keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan
manusia, sehingga kehilangan segala perasaan dan dapat membedakan
sesuatu secara sadar, dan telah menghilangkan semua kepentingan ketika
berbuat sesuatu.
b. Al-Qusyairi mendefinisikan fana‟ menjadi tiga tingkatan maknanya. Pertama,
yaitu terlepasnya manusia dari jiwa dan sifat-sifatnya dengan kekalnya
dirinya dengan sifat-sifat al-Haqq. Kedua, terlepasnya diri dari sfat-sifat al-
Haqq (Allah) dengan menyaksikan al-Haqq. Ketiga, adalah terlepasnya diri
dari menyaksikan al-Haqq dengan tenggelam dalam wujud al-Haqq.
15
16. LANJUTAN SLIDE 15
c. Ibn Arabi yang mengartikan fana‟ dengan dua pengertian. Pertama, fana‟
dalam pengertian mistis, yaitu lenyapnya ketidaktahuan dan hanya tinggallah
pengetahuan sejati yang dihasilkan melalui intuisi tentang kesatuan esensial
keseluruhan. Seorang sufi tidak melenyapkan keberadaan dirinya, tetapi ia
menyadari non-eksistensi esensial sebagai bentuk. Kedua, fana‟ dalam
pengertian metafisika, yang berarti, hilangnya bentuk-bentuk dunia
fonomena dan berlangsungnya substansi universal yang satu. Jadi,
menurutnya, fana‟ yang benar adalah hilangnya diri dalam keadaan
pengetahuan intuitif dimana kesatuan esensial dari keseluruhan itu
diungkapkan.
2. Pengertian Baqa’
Berkenaan dengan keterkaitan antara fana‟ dan baqa‟, al-Qusyairy menyatakan
dalam kitabnya sebagai berikut: “Barang siapa meninggalkan perbuatan-
perbuatan tercela, maka ia sedang fana‟ dari syahwatnya. Tatkala fana‟ dari
syahwatnya, ia baqa‟ dalam niat dan keikhlasan ibadah. Barang siapa yang
hatinya zuhud dari keduniaan, maka ia sedang fana‟ dari keinginannya yang
berarti pula sedang baqa‟ dalam ketulusan inabah (kembali) kepada Allah.
16
17. LANJUTAN SLIDE 16
3. Pengertian Ittihad
Ittihad adalah salah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya
bersatu dengan Allah, salah satu tingkatan dimana yang mencintai dan yang
dicintai telah menjadi satu.
4. Pengertian Wihdat al-Wujud
Wihdat al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wihdat dan
al-wujud. Wihdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud
artinya ada. Dengan demikian Wihdat al-Wujud adalah berarti kesatuan wujud.
Kata wihdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di
kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wihdah sebagai sesuatu yang
zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu, kata al-
wihdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufisme sebagai satu kesatuan
antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang
tampak (lahir) dan batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi
hakikatnya itu qadim dan berasal dari Tuhan.
17
18. LANJUTAN SLIDE 17
Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa
dalam paham Wihdat al-Wujud, nasut (sifat kemanusiaan) yang ada diubah
menjadi khalk (makhluk), dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq
adalah dua aspek bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan
aspek sebelah dalam disebut haqq. Kata-kata khalq dan haqq ini merupakan
padanan kata al-’arad (accident) dan al-jauhar (subtance) dan az-zahir (lahir-
tampak-luar) dan al-batin (dalam).
18