2. Rekoleksi: Mengasah Kapak
• Apakah “kapak”-ku
sebagai seorang
murid Kristus?
• Apakah “kapak”-ku
sebagai seorang
imam yang
tertahbis?
• Apakah “kapak”-ku
sebagai seorang
imam Gereja Papa
miskin?
3. Soal KETAATAN, …, ketika “saya
ditugaskan ke pedalaman ya saya
budhal ke pedalaman Kalimantan
tanpa pikir panjang. … Di
pedalaman, selain faktor alam yang
tidak ramah, untuk makan harus
masak sendiri apa adanya. Kadang-
kadang tidur beralaskan kardus
bekas pembungkus kulkas. Tapi ada
kebahagiaan tersendiri bila kita
menyatu dengan masyarakat dan
alam di tempat itu.”
(Rm. Martinus ‘Jabrik’ Suharyanta, Pr, “Jelek
Sudah Pernah, Baik itu Rahmat”, UTUSAN,
NO. 03 TAHUN KE-65, Maret 2015, 9)
4. Peringatan:
• Kalau Anda bersungguh-sungguh untuk
mempersiapkan pembaruan janji imamat,
pakailah cara ini:
• Yakinkanlah diri Anda bahwa, Anda dengan tulus
ikhlas bermaksud “mengasah kapak” kemuridan,
pelayanan dan komitmen pada orang-orang miskin
Anda demi perwujudan Gereja Papa Miskin.
• Pakailah “gerinda” Seruan Apostolik Evangelii
Gaudium sebagai Buku Kesehatan – melihat apakah
Anda mempunyai salah satu gejala – dan bukan
sebagai Buku Psikologi – memikirkan rekan Anda
termasuk dalam kelompok orang yang macam apa.
• Kalau Anda menuruti godaan untuk menilai orang
lain, rekoleksi ini akan merugikan Anda.
5. “Setiap umat Kristiani adalah orang yang
diutus sejauh ia menjumpai Allah dalam Yesus
Kristus: kita tidak lagi mengatakan bahwa kita
adalah ‘para murid’ dan ‘orang-orang yang
diutus’, melainkan bahwa KITA SELALU
‘MURID-MURID YANG DIUTUS’.”
(EG 120)
6. Konteks Kemuridan
• Menurut Paus Fransiskus, seorang imam, sama seperti setiap umat
Kristiani, adalah pertama-tama dan terutama seorang murid yang
diutus. Seorang imam adalah “seorang misionaris sejati, yang tidak
pernah berhenti menjadi murid” (EG 266).
• Kitab Suci tentang Kemuridan : “Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit.
Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan merekapun
datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai
Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa
untuk mengusir setan” (Markus 3:13-15).
• Tiga unsur pokok kemuridan: (1) dipanggil, (2) untuk tinggal bersama
dan dalam, serta (3) diutus oleh Tuhan
8. • Sebagai seorang murid, IMAM ADALAH ORANG YANG DIPANGGIL DAN
DIPILIH TUHAN “Menjadi seorang kristiani bukanlah hasil dari
pilihan etis atau gagasan mulia, melainkan perjumpaan dengan suatu
kejadian, seseorang, yang memberikan cakrawala baru dan arah
yang menentukan dalam hidup” (EG 7).
• Sebagai seorang murid, IMAM ADALAH PRIBADI YANG TINGGAL
BERSAMA DAN TINGGAL DALAM TUHAN “Tetapi keyakinan ini
ditopang oleh pengalaman pribadi yang terus dibarui untuk
mengecap persahabatan Kristus dan pesan-Nya. … Bersatu dengan
Yesus, kita mencari apa yang Dia cari serta mengasihi apa yang Dia
kasihi” (EG 266-267).
• Sebagai seorang murid, IMAM ADALAH UTUSAN “Menjadi seorang
murid berarti terus-menerus siap membawa kasih Yesus kepada
sesama, dan hal ini bisa terjadi tanpa diduga dan di mana pun: di
jalan, di lapangan kota, selama bekerja, dalam perjalanan” (EG 127).
9.
10. Bahaya:
ImamattanpaKemuridan
• Imam-imam yang punya “perhatian berlebihan akan kebebasan
pribadi dan hidup santai, yang menjadikan mereka melihat karya
mereka sebagai suatu tambahan belaka pada hidup mereka,
seolah-olah karya itu bukanlah bagian dari identitas mereka” (EG
78).
• Imam-imam yang “mengidap semacam rasa rendah diri yang
membuat mereka menisbikan atau menyembunyikan identitas
Kristiani dan keyakinan mereka. … Mereka menjadi tak bahagia
dengan siapa diri mereka dan apa yang mereka lakukan.” (EG 79).
• Imam-imam yang jatuh dalam “relativisme praktis” yang “tampak
dalam bertindak seolah-olah Allah tidak ada, dengan membuat
keputusan-keputusan seolah-olah kaum papa tidak ada,
menetapkan tujuan-tujuan seolah-olah orang lain tidak ada,
bekerja seolah-olah tak ada orang yang belum menerima Injil”
dan yang “jatuh ke dalam gaya hidup yang mengarah pada
kelekatan pada keamanan finansial, atau keinginan untuk
berkuasa atau kemuliaan manusiawi dengan cara apa pun,
daripada memberikan diri mereka bagi sesama dalam
perutusan.” (EG 80).
11.
12. “IMAMAT PELAYANAN ADALAH SALAH
SATU SARANA YANG DIGUNAKAN YESUS
UNTUK MELAYANI UMAT-NYA, namun
martabat kita yang agung berasal dari
Pembaptisan, yang bisa diperoleh semua
orang. Kesatuan gambaran imamat
dengan Kristus Sang Kepala … tidak
mengandung arti suatu pengagungan
yang akan menempatkannya di atas
orang-orang lain. Di dalam Gereja,
fungsi-fungsi ‘tidak memberi tempat
bagi superioritas seorang di atas orang
lain.”
(EG 104)
13. Imam: Bukan Tuan tetapi Pelayan
• Seorang imam, oleh tahbisan suci yang diterimanya, meski berbeda
hakekatnya namun tidak berada di atas dan terpisah dari kaum awam
melainkan BERADA BERSAMA DI TENGAH-TENGAH UMAT ALLAH.
• “Imamat umum kaum beriman dan imamat jabatan atau hierarkis, kendati
berbeda hakekatnya dan bukan hanya tingkatnya, SALING TERARAHKAN. …
Dengan kekuasaan kudus yang ada padanya, imam pejabat membentuk
dan memimpin Umat keimaman. Ia menyelenggarakan kurban Ekaristi atas
nama Kristus, dan mempersembahkannya kepada Allah atas nama segenap
Umat” (Lumen Gentium 10b).
• “Supaya Umat Beriman makin berpadu menjadi satu tubuh, … Tuhan juga
mengangkat di tengah mereka beberapa anggota MENJADI PELAYAN, yang
dalam persekutuan Umat Beriman mempunyai kuasa Tahbisan Suci untuk
mempersembahkan kurban dan mengampuni dosa-dosa, dan demi nama
Kristus secara resmi menunaikan tugas imamat bagi orang-orang”
(Presbyterorum Ordinis 2b).
14. Imam Pelayan Injil
• Menurut Paus Fransiskus, sebagai pelayan Injil, seorang imam mestinya
“tidak terbelenggu oleh penyampaian banyak ajaran” tetapi lebih “memilih
tujuan pastoral dan gaya perutusan yang benar-benar menjangkau setiap
orang tanpa pengecualian atau pengucilan, pesan harus terpusat pada hal-
hal mendasar, pada apa yang paling indah, paling besar, paling menarik
dan sekaligus paling diperlukan” (EG 35).
• Kata dan perbuatan imam mestinya menyatakan terutama Intisari Injil,
yakni “keindahan kasih Allah yang menyelamatkan yang dinyatakan dalam
Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dari mati” (EG 36) yang harus ia
dengarkan dan wartakan lagi dan lagi secara baru (bdk. EG 164).
• Karena alasan itu juga “imam – seperti setiap anggota Gereja lainnya –
hendaknya bertumbuh dalam kesadaran bahwa ia sendiri senantiasa juga
perlu dievangelisasi” (EG 164; bdk. Pastores Dabo Vobis 26).
15. Imam Diurapi dengan Minyak Kegembiraan
(Kotbah Paus Fransiskus pada Misa Krisma 17 April 2014)
• “Sukacita imami adalah harta tak ternilai tidak hanya bagi imam
sendiri tetapi bagi seluruh umat beriman Allah.
• Sukacita imami bersumber dari kasih Bapa dan Tuhan ingin sukacita
kasih ini menjadi “milik kita” dan menjadi “penuh” (Yoh 15:11).
• Imam adalah laki-laki yang termiskin jika Yesus tidak memperkaya dia
dengan kemiskinan-Nya, hamba yang tak paling berguna jika Yesus
tidak memanggil dia sahabat-Nya, laki-laki yang paling bebal jika
Yesus tidak dengan sabar mengajarkan dia seperti Ia mengajar Petrus,
orang Kristiani yang paling rapuh jika Sang Gembala yang Baik tidak
memperkuat dia di tengah-tengah kawanan domba.”
16. “Bagi saya, ada tiga
keistimewaan penting dari
sukacita imami kita. Itu
merupakan sukacita yang
mengurapi kita (bukan sukacita
yang ‘menggemukkan’ kita,
membuat kita bermanis-manis,
mewah dan sombong), itu
merupakan sukacita yang
langgeng dan itu merupakan
sukacita perutusan yang
menyebar dan memikat,
dimulai terbalik – dengan
orang-orang yang paling jauh
dari kita.”
(Paus Fransiskus)
17. Bahaya:
ImamattanpaPelayanan
• Imam yang “terobsesi dengan melindungi waktu
senggang mereka, … seolah-olah tugas mewartakan
Injil adalah racun yang berbahaya, bukan tanggapan
sukacita atas kasih Allah yang mengutus” (EG 81).
• Imam yang pesimis, “yang suka mengeluh dan
kecewa, ‘orang bermuka muram’” (EG 85).
• Imam yang terjangkiti “neo-pelagianisme” yang
“mengandalkan diri sendiri sehingga … akhirnya
hanya percaya pada kekuatan … sendiri dan merasa
lebih unggul daripada yang lain, karena … mematuhi
aturan-aturan tertentu atau tetap setia dengan teguh
pada gaya Katolik tertentu masa lalu” (EG 94).
18. • Imam elite yang sakit “keduniawian rohani”, yakni imam “yang
bersembunyi di balik kesalehan … (namun) mencari bukan kemuliaan
Allah, melainkan kemuliaan manusia dan kesejahteraan pribadi” (EG
93). Keduniawian yang berbahaya ini tampak dalam sejumlah sikap
yang memiliki pretensi yang sama untuk “menguasai ruang Gereja”
(EG 95):
• Imam yang “melihat perhatian yang berlebihan akan liturgi, doktrin,
dan akan gengsi Gereja, tetapi tanpa kepedulian apa pun agar Injil
memiliki dampak nyata pada umat Allah dan kebutuhan konkret masa
kini”.
• Imam yang mengandalkan “pesona pencapaian sosial dan politik, atau
kebanggaan pada kemampuan … untuk mengatur hal-hal praktis, atau
obsesi dengan program-program kemandirian dan realisasi diri”.
• Imam yang mengagungkan “fungsi managerial, yang sibuk dengan
manajemen, statistik, rencana dan evaluasi di mana penerima
manfaatnya bukan umat Allah, melainkan Gereja sebagai institusi”.
20. “GEREJA PERTAMA-TAMA DAN TERUTAMA ADALAH UMAT YANG SEDANG
BERGERAK MAJU DALAM PERJALANAN ZIARAHNYA MENUJU ALLAH. Tentu saja
Gereja adalah misteri yang berakar dalam Trinitas, namun berada secara nyata
dalam sejarah sebagai suatu bangsa peziarah dan pewarta Injil, yang melampaui
ungkapan kelembagaan mana pun, betapapun diperlukan.”
(EG 111)
21. Gereja: Umat Allah Peziarah
• Menurut Paus Fransiskus, Gereja mesti memahami identitasnya bukan lagi
sebagai koinonia/communio yang eksklusif melainkan sebagai UMAT ALLAH
YANG BERZIARAH.
• Eklesiologi Paus ini berbeda dengan pandangan eklesiologis yang dominan
selama ini tentang persekutuan yang punya tendensi untuk mengistimewa-
kan karakter Gereja yang hirarkis, prioritas Gereja Universal atas Gereja-
gereja Lokal, Ekaristi daripada Baptis, succesio apostolica daripada imamat
umum, dan kesatuan sakramental Gereja atas misi Gereja di dunia.
• Kembali kepada Konsili Vatikan II (Lumen Gentium + Ad gentes),
dipengaruhi CELAM 2007, Paus menekankan GAMBARAN GEREJA YANG
LEBIH BIBLIS dan DINAMIS: prioritas pada kualitas kemuridan, imamat
umum, imamat jabatan sebagai pelayan komunitas, realitas Gereja yang
historis dan hakekat Gereja yang bersifat misioner.
22. “Saya memimpikan ‘OPSI PERUTUSAN’, yakni,
dorongan perutusan yang mampu mengubah
segala sesuatu sehingga kebiasaan-kebiasaan
Gereja, cara-cara melakukan segala sesuatu, waktu
dan agenda, bahasa dan struktur dapat disalurkan
dengan tepat untuk evangelisasi dunia masa kini
daripada untuk pertahanan diri. Pembaruan
struktur-struktur yang dituntut oleh pertobatan
pastoral hanya dapat dimengerti dalam terang ini:
sebagai bagian dari usaha untuk membuat
struktur-struktur tersebut berorientasi pada
perutusan, untuk menjadikan kegiatan pastoral
pada setiap tingkat bisa lebih inklusif dan terbuka,
untuk mengilhami para pekerja pastoral selalu
ingin keluar dan dengan demikian mendapatkan
tanggapan positif dari semua yang dipanggil Yesus
untuk bersahabat dengan-Nya” (EG 27).
23. Imam dari Gereja Sentrifugal (Richard Gaillardetz)
• Imam adalah pelopor “Gereja yang bergerak keluar” (EG 24).:
• “Komunitas para murid yang diutus mengambil langkah pertama, yang
terlibat dan mendukung, yang berbuah dan bersukacita.”
• Komunitas yang percaya bahwa “Tuhan telah mengambil prakarsa, Dia telah
terlebih dahulu mengasihi,” sehingga terdorong untuk “bergerak maju, berani
mengambil prakarsa, keluar kepada yang lain, mencari mereka yang telah
menjauh; berdiri di persimpangan-persimpangan jalan dan menyambut yang
tersingkir.”
• “Komunitas yang “terlibat dengan kata dan perbuatan dalam hidup orang
sehari-hari; komunitas ini menjembatani jarak, mau menghambakan diri jika
perlu, serta merangkul hidup manusia, dengan menyentuh kemanusiaan
Kristus yang menderita dalam diri sesamanya.”
24. Kepada siapa imam pertama-tama harus pergi?
• “Ketika membaca Injil, kita menemukan petunjuk yang jelas: tidak
terbatas pada teman-teman dan tetangga-tetangga kita yang kaya,
tetapi terutama pada orang-orang miskin dan orang-orang sakit,
mereka yang biasanya dihina dan diabaikan, ‘mereka yang tidak bias
membalas’ (Luk 14:14). Tidak mungkin ada keraguan atau penjelasan
yang melemahkan pesan yang sangat jelas itu. Hari ini dan selalu
‘kaum miskin adalah para penerima Injil yang memiliki hak istimewa’,
dan pewartaan Injil yang disampaikan kepada mereka dengan cuma-
cuma adalah tanda Kerajaan yang dibawa oleh kedatangan Yesus.
Kita harus menyatakan, dengan terus terang, bahwa ‘ADA IKATAN TAK
TERPISAHKAN ANTARA IMAN KITA DAN KAUM MISKIN’. Semoga kita
tidak pernah meninggalkan mereka” (EG 48).
25. Imam Gereja Papa Miskin
“Bagi Gereja, keberpihakan pada orang-orang miskin pada pokoknya adalah
kategori teologis daripada kategori budaya, sosiologis, politis atau filosofis. …
Inilah mengapa saya menginginkan Gereja yang miskin dan bagi orang-orang
miskin.” (EG 198)
26. Bahaya:Imammiskinyang
“Sentripetal”
• Imam yang berpusat pada diri sendiri, yang mempertahankan
“struktur-struktur tertentu dan seringkali adanya suasana yang
kadang kurang bersahabat … (dalam) paroki dan komunitas …, atau
pendekatan birokratis dalam menanggani permasalahan, entah yang
sederhana atau rumit, dalam kehidupan umat … Di banyak tempat
pendekatan administratif lebih ditekankan daripada pendekatan
pastoral, seperti juga penekanan pada pelayanan sakramen tanpa
bentuk-bentuk lain pewartaan Injil” (EG 63).
• Imam yang jatuh dalam “apatisme pastoral”, karena “menceburkan
diri … ke dalam proyek-proyek yang tidak realistis dan tidak puas
hanya dengan melakukan apa yang secara realistis dapat” dilakukan,
“kurang sabar terhadap proses perkembangan yang sulit”, … “lekat
dengan segelintir proyek atau impian kosong kesuksesan” … “memberi
perhatian lebih besar pada organisasi daripada orang-orang, sehingga
… lebih peduli pada peta jalan daripada dengan perjalanan itu sendiri”
(EG 82).
27. • Imam yang “mencoba menjauhkan diri dari orang lain dan berlindung
dalam kenyamanan pribadi … atau dalam lingkaran kecil teman-
teman dekat, dengan menyangkal realisme aspek sosial dari Injil, …
menginginkan Kristus yang murni spiritual, tanpa daging dan tanpa
salib, … ingin hubungan interpersonal (-nya) disediakan oleh
peralatan yang canggih, dengan layar dan sistem yang dapat
dihidupkan dan dimatikan menurut perintah” (EG 88).
• Imam yang “membenarkan bentuk permusuhan, perpecahan, fitnah,
pencemaran nama baik, dendam, iri hati dan keinginan untuk
memaksakan ide-idenya sendiri dengan cara apa pun, bahkan dengan
penganiayaan yang menyerupai perburuan tanpa henti si tukang
sihir” (EG 100).
28. • Imam yang tertarik kepada
“bentuk ‘spiritualitas
kesejahteraan’ yang terpisah
dari kehidupan komunitas
mana pun, atau kepada
‘teologi kemakmuran’ yang
lepas dari tanggung jawab
bagi saudara dan saudari”
(EG 90), khususnya yang
kecil, lemah, miskin,
tersingkir dan difabel.
29.
30. Gereja Papa Miskin
“Menjadi Gereja berarti
menjadi umat allah, sesuai
dengan rencana kasih
kebapaan-Nya. Hal ini berarti
bahwa kita menjadi ragi Allah
di tengah-tengah umat
manusia. … Gereja harus
menjadi tempat belas kasihan
yang diberikan secara bebas,
di mana setiap orang bisa
merasa diterima, dikasihani,
diampuni dan didukung untuk
menghayati hidup yang baik
dari Injil.” (EG 114)