Etika Kristen Alkitabiah didasarkan pada karakter Tuhan yang kudus sebagaimana diungkapkan dalam Alkitab. Ia mengajarkan bahwa tindakan benar adalah mengikuti teladan Yesus dan mematuhi perintah-perintah Allah, sementara menolak dosa. Etika ini menekankan pentingnya melayani sesama, bukan hanya rohani tetapi juga jasmani.
2. KASIHILAH DENGAN IKHLAS. BENCILAH
YANG JAHAT, DAN BERPEGANGLAH KEPADA
APA YANG BAIK.”
Roma 12:9
ETIKA KRISTEN
ALKITABIAH
3. Tugas dari etika Kristen adalah menentukan
apa yang sesuai dengan karakter Tuhan dan
apa yang tidak.
Etika Kristen tidak dapat
dipisahkan dari
teologinya, karena etika
Kristen didasarkan pada
karakter Allah. “Salah
satu perbedaan Allah
Yudea-Kristen,” kata
Francis Schaeffer
Etika Kristen
Alkitabiah
4. Orang Kristen mengenal tatanan etika ini
sebagai satu-satunya sumber moralitas.
“Akal budi manusia,” kata C.S.Lewis,
“tidak mampu menciptakan suatu nilai baru
sama seperti ia tak mampu mengkhayalkan
suatu warna primer baru, atau memang
menciptakan suatu matahari yang baru dan
suatu langit yang baru agar matahari itu
dapat bergerak di dalamnya
Clive Staples Lewis was a British writer and lay theologian.
He held academic positions in English literature at both
Oxford University and Cambridge University.
Etika Kristen
Alkitabiah
5. “When a man is getting better he understands
more and more clearly the evil that is still left in
him. When a man is getting worse he
understands his own badness less and less.”
Etika Kristen Alkitabiah
6. Hal seperti membunuh, menipu, berzinah, kekecutan hati, misalnya, hampir selalu dikutuk. Keuniversalan dari
rasa etika itu sendiri (‘wajibnya’ suatu perilaku) dan kemiripan dalam kode-kode di berbagai budaya yang
berbeda-beda, merupakan indikasi adanya suatu warisan moral yang sama bagi seluruh umat manusia yang
tak dapat dijelaskan oleh materialisme dan naturalisme
ETIKA KRISTEN ALKITABIAH
7. Moralitas Kristen didasarkan pada
keyakinan ini yang tersusun dalam suatu
tatanan moral absolut yang ada di luar
namun juga terpatrikan di dalam jiwa
manusia. Ia adalah suatu moralitas yang
mengalir dari sifat alami Sang Pencipta
melalui hal-hal yang diciptakan secara
alami, bukan suatu konstruksi hasil
pemikiran manusia. Ini adalah bagian
dari pewahyuan umum Tuhan kepada
manusia.
Etika Kristen
Alkitabiah
8. Etika Kristen
Alkitabiah
Moralitas ini tidak dengan
sewenang-wenang
diturunkan oleh Tuhan untuk
menciptakan kesulitan bagi
umat manusia. Tuhan tidak
membuat nilai-nilai baru demi
kehendak yang mendadak.
Melainkan, karakter Tuhan
adalah kudus, dan tidak
dapat menolerir kejahatan
atau kelalaian moral–apa
yang disebut dosa oleh
Alkitab.
9. Etika Kristen
Alkitabiah
Karakter Yesus tidak
hanya merupakan pola
tertinggi dari kebajikan,
tetapi dorongan yang
paling kuat untuk
mempraktekkannya …”
W.E.H.Lecky
William Edward Hartpole Lecky OM PC FBA was an Irish
historian, essayist, and political theorist with Whig
proclivities. His major work was an eight-volume History of
England during the Eighteenth Century.
11. Etika Kristen
Alkitabiah
Bagi orang Kristen, Tuhan adalah
sumber tertinggi bagi moralitas dan hampir
mendekati hujatan bila kita menempatkan
diri kita sendiri dalam peran-Nya. Namun,
jika sifat alami seseorang tidak seluruhnya
tunduk di bawah moralitas mutlak yang
didasarkan pada karakter Tuhan, maka
secara logis otoritas etika satu-satunya yan
berdomisili atas umat manusia adalah
desakan kita sendiri.
12. Hal wajib yang paling jelas
tentunya adalah Sepuluh Perintah
Allah. Ia berperan sebagai ‘hukum
dasar’ bagi umat manusia, tetapi ia
bukan satu-satunya hukum yang
dinyatakan dalam Alkitab.
Banyak dari Perjanjian Lama yang
didedikasikan untuk menguraikan
tatanan moral Tuhan.
Etika Kristen
Alkitabiah
13. Etika Kristen
Alkitabiah
Sebenarnya, panggilan untuk ikut Yesus adalah
ringkasan yang paling sederhana dari etika Kristen
dan pada saat yang sama, hal yang paling sulit
untuk dilaksanakan manusia. Dietrich Bonhoeffer,
seorang martir Kristen, mencatat, “Pada dua
peristiwa yang berbeda Petrus mendapat
panggilan, “Ikutlah Aku.” Itu adalah kata yang
pertama dan yang terakhir yang dikatakan Yesus
kepada murid-Nya (Markus 1:17, Yohanes
21:22).”7 Kristus sebenarnya hanya meminta satu
hal dari orang Kristen: ikutlah Aku!
14. The Christian does not live in a
vacuum, says the author, but in
a world of government, politics,
labor, and marriage. Hence,
Christian ethics cannot exist in a
vacuum; what the Christian
needs, claims Dietrich
Bonhoeffer, is concrete
instruction in a concrete
situation. Although the author
died before completing his work,
this book is recognized as a
major contribution to Christian
Etika Kristen
Alkitabiah
15. Bonhoeefer menjelaskan bahwa akar dan
dasar etika Kristen, adalah realitas Allah
sebagaimana diungkapkan dalam Yesus
Kristus. Realitas ini tidak dimanifestasikan
dalam Gereja sebagai sesuatu yang
berbeda dari dunia sekuler; penjajaran dua
bidang yang terpisah seperti itu, tegas
Bonhoeffer, adalah penyangkalan bahwa
Allah telah mendamaikan seluruh dunia
dengan diri-Nya di dalam Kristus.
Sebaliknya, perintah Allah dapat ditemukan
dan diketahui di dalam Gereja, keluarga,
pekerjaan, dan pemerintahan. Perintah-Nya
mengizinkan manusia untuk hidup sebagai
manusia di hadapan Allah, di dunia yang
Etika Kristen
Alkitabiah
16. Bonhoeffer akan menekankan empat hal dalam
apakah etika Kristen.
Pertama, bahwa etika adalah konstruksi
asal-usul manusia, bahwa akarnya adalah sejarah
dan bukan ketuhanan.
Kedua, bahwa etika memperhatikan
dinamika tindakan manusia, sedangkan proklamasi
Kristen menggambarkan tindakan Tuhan.
Ketiga, bahwa karakter moral Perjanjian
Baru, dan dengan demikian Kekristenan sebagai
realitas sejarah, adalah turunan dan tidak unik dari
wahyu yang diungkapkan oleh Kristus.
Akhirnya, etika itu secara khusus ditandai
oleh berbagai macam norma dan perintah yang
diabstraksikan dari tindakan manusia yang asli, dan
karena itu tidak cukup untuk memotivasi atau
mendefinisikan tindakan manusia.
Keempat klaim ini menjadi pendukung
kesimpulannya bahwa gereja harus meninggalkan
anggapannya bahwa dia dapat membuat etika
Kristen.
Etika Kristen
Alkitabiah
18. Kewajiban terhadap sesama kita ini
membutuhkan lebih dari sekedar melayani
kebutuhan rohaninya. “Manusia lebih dari
sekedar suatu jiwa yang bertujuan akhir di
dunia lain;” kata Norman Geisler, “ia juga
merupakan tubuh yang hidup di dunia ini.
Dan sebagai seorang warga dari rangkaian
kesatuan waktu dan ruang, manusia
memiliki kebutuhan jasmani dan sosial
yang tidak dapat dipisahkan dari
kebutuhan rohani. Karena itu, agar dapat
mengasihi manusia sebagaimana adanya –
secara keseluruhan – seseorang harus
melatih suatu kepedulian akan kebutuhan
sosialnya dan juga kebutuhan rohaninya
Etika Kristen
Alkitabiah
19. Dalam hukum Allah, kita
menemukan sebuah hukum yang
akan menghancurkan kebenaran
diri kita sendiri, melenyapkan
segala keyakinan pada kebaikan
diri kita sendiri dan menyadarkan
kita bahwa kita ini orang berdosa.
Hukum Allah membuat kita
tercengang dan malu hati. Kita
merendahkan diri di hadapan
Tuhan dan menyadari bahwa kita
bersalah melanggar hukum-Nya
Etika Kristen
Alkitabiah
20. Seperti yang dikatakan oleh Lewis,
“Tidak ada satu tempat pun di dunia ini di
mana seseorang dapat dengan aman
meletakkan kendali di leher kuda. Tidak
akan pernah sah menuruti hukum untuk
‘menjadi diri kita sendiri’ sampai ‘diri
kita’ menjadi anak-anak Allah.” Etika
Kristen membutuhkan komitmen yang
teguh dan semangat yang tidak kunjung
padam tentang apa yang benar dan baik di
pandangan Allah. Seperti dikatakan
Paulus, orang Kristen harus “bencilah
yang jahat, dan berpeganglah kepada apa
yang baik” (Roma 12:9).
Etika Kristen
Alkitabiah