Naskah tersebut merupakan karya tulis untuk simposium Guru 2016 yang membahas mengenai pengurangan frekuensi bullying antar siswa tunagrahita di SLBN 1 Gunungkidul dengan memanfaatkan jam istirahat untuk kegiatan bermain musik. Tulisan ini membahas latar belakang masalah, permasalahan, dan solusi yang diajukan yaitu menggunakan kegiatan bermain musik selama istirahat sekolah untuk mengurangi bullying.
PELATIHAN PENANGANAN ANAK USIA DINI YANG MENGALAMI DISLEXIA BAGI GURU-GURU TKEvaniaYafie
Based on the results of field visits and interviews with some kindergarten teachers in
the VIII cluster in Lowokwaru District, Malang, the following conditions and findings were
obtained. Most kindergarten teachers have never received information and training on handling
early childhood who experience language development barriers (dyslexia). The objectives of
this training are: (1) teachers can get to know in advance about the condition of their students
who are suspected of experiencing developmental barriers (2) teachers will gain theoretical and
practical scientific insights about handling early childhood who are suspected of experiencing
speech development barriers (3 ) teachers can make early detection of the condition of their
students who experience language development obstacles. This training took place at TK Lab
State University of Malang in April 2018. Participants were followed by 20 teachers from
several institutions in the Group 8 cluster Lowokwaru, Malang City. The training is conducted
using discussion, brainstorming, drill, and assignment methods. The result of dedication is an
increase in the knowledge and skills of teachers in dealing with early childhood children who
experience dyslexia. It can be concluded that community service in the form of training on how
to handle children who suffer from dyslexia for group 8 Kindergarten teachers in Lowokwaru
District, Malang City has been well and successful. It is recommended, for Kindergarten 8
Kindergarten teachers in Malang Lowokwaru District who have participated in the training can
apply it in learning, disseminating the knowledge and skills they have to other teachers around
their assignments.
Komunikasi Sekolah dan Keluarga(Komunikasi Pendidikan)2210130210003
Komunikasi Sekolah dan Keluarga merupakan hal yang penting dalam pendidikan peserta didik.Pada kesempatan ini kami akan menguraikan mengenai pentingnya komunikasi sekolah dan keluarga, media yang dapat mewadahinya, serta proses komunikasi sekolah dan keluarga
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH UNTUK KEGIATAN BERMAIN MUSIK
1.
2. KARYA TULIS SIMPOSIUM GURU 2016
MENGURANGI FREKUENSI BULLYING ANTAR SISWA TUNAGRAHITA
DENGAN MEMANFAATKAN JAM ISTIRAHAT SEKOLAH UNTUK
KEGIATAN BERMAIN MUSIK
MAUNGGUH KASMAWAN, S.Pd
NIP. 19810115 2011 01 1 008
SLBN 1 GUNUNGKIDUL
DINAS PENDIDIKAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2016
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya
kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “Mengurangi frekuensi
bullying antar siswa Tunagrahita dengan memanfaatkan jam istirahat sekolah
untuk kegiatan bermain musik”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami
dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini
tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada Kepala Sekolah, rekan-rekan
Guru dan Karyawan serta seluruh siswa yang ikut membentu dalam pembuatan
karya ilmiah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga yang juga
sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan karya ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga
karya tulis ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Gunungkidul, November 2016
Penyusun
4. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................. i
BAB I PENGANTAR ............................................................... 1
BAB II PERMASALAHAN …………………………………. 3
BAB III PEMBAHASAN DAN SOLUSI…………………….. 5
BAB IV KESIMPULAN DAN HARAPAN………………….. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 16
5. Naskah berikut merupakan karya tulis untuk simposium Guru 2016 :
Judul : Mengurangi frekuensi bullying antar siswa Tunagrahita
dengan memanfaatkan jam istirahat sekolah untuk
kegiatan bermain musik
Penulis : Maungguh Kasmawan, S.Pd
Jabatan : Guru Mata Pelajaran Seni Musik
Kabupaten : Gunungkidul
Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta
Benar-benar merupakan karya asli saya dan tidak merupakan plagiasi. Apabila di
kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiasi, maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Meyetujui dan mengesahkan:
Kepala Sekolah,
SUNARTA, S.Pd
NIP.19581201 198602 1 001
Gunungkidul, 9 November 2016
Penulis,
MAUNGGUH KASMAWAN, S.Pd
NIP.19810115 201101 1 008
6. BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Slogan “school is fun” banyak terpampang di halaman muka sekolah-
sekolah beberapa tahun terakhir ini. Slogan yang menjelaskan bahwa sekolah
merupakan “rumah ke2” dimana siswa dapat bermain, belajar, bersosialisasi,
berinteraksi dengan lingkungan yang aman dan nyaman untuk tumbuh
kembang mereka. Berangkat sekolah menjadi hal yang menyenangkan.
Kehadiran Guru juga menjadi hal yang ditunggu setiap harinya.
Guru berperan lebih dari hanya sebagai profil pengajar. Guru hadir
sebagai orang tua atau bahkan sebagai “teman” bagi siswa, dimana siswa bisa
bercerita hal apapun tanpa merasa sungkan karena komunikasi yang
dihasilkan adalah komunikasi yang terbuka antara siswa dan guru.
Problematika siswa baik dari rumah, pergaulan diluar ataupun masalah yang
ditimbulkan saat di sekolah, semua hal itu bisa dibicarakan dengan guru
secara terbuka. Tidak harus guru Bimbingan dan Konseling untuk menangani
hal ini, tetapi Guru Kelas (Wali Kelas) ataupun Guru bidang studi juga
mempunyai kewajiban yang sama dalam menampung permasalahan yang
dialami siswa.
Selain Guru yang berintegritas, sarana prasarana sekolah yang tiap
tahun semakin meningkat juga mempunyai andil penting dalam mewujudkan
konsep “school is fun”. Semakin tertata, semakin lengkap sarana dan
prasarana sekolah membawa dampak yang besar bagi siswa. Sebagai contoh :
Kegiatan ekstra kulikuler yang bervariasi, Kegiatan Belajar Mengajar yang
memaksimalkan media IT sehingga proses belajar menjadi lebih
menyenangkan, lingkungan sekolah yang tertata rapi, sejuk, nyaman dan
kondusif untuk siswa menerima pelajaran dan lain sebagainya.
Setelah guru, sarana dan prasarana, hal berikutnya adalah bentuk
komunikasi antara pihak sekolah dengan komite yang sehat juga dirasa
mempunyai peran yang signifikan. Sosialisasi setiap program sekolah, visi
7. misi, agenda kegiatan sekolah, dan hal pembiayaan yang transparan
merupakan kunci utama untuk membangun komunikasi yang sehat.
Keterlibatan peran komite dalam perkembangan dunia pendidikan masih
sangat diperlukan, karena sekolah bukan merupakan hanya sekedar tempat
penitipan bagi orang tua pada saat orang tua bekerja. Bentuk komunikasi bisa
diwujudkan dengan buku komunikasi siswa atau jika memungkinkan bisa
menggunakan teknologi whats app pada aplikasi smart phone yang
diprioritaskan untuk lalulintas komunikasi antara pihak sekolah dan wali
siswa.
Konsep “school is fun” tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi
sekolah regular saja, tetapi berlaku untuk setiap instansi pendidikan formal.
Tidak terkecuali untuk Sekolah Luar Biasa dimana merupakan instansi
pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Penyelenggaraan
pendidikan luar biasa pada dasarnya bertujuan untuk membantu peserta didik
yang menyandang kelainan fisik, mental dan atau perilaku agar mampu
mengembangkan sikap pengetahuan sebagai pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
dalam dunia kerja atau terjun ke masyarakat.
Secara sederhana dan umum, makna pendidikan adalah usaha untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani
maupun rohani manusia sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
dan suatu kebudayaan. Bagi umat manusia pendidikan merupakan kebutuhan
mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.
Pengembangan berbagai potensi/bakat inilah yang menjadi kata kunci
dalam dunia pendidikan. Karena bimbingan yang sesuai dengan bakat dan
minat anak akan membawa dampak kemajuan yang signifikan bagi dunia
pendidikan luar biasa.
Tunagrahita merupakan salah satu jenis ketunaan yang terdapat di
Sekolah Luar Biasa, selain Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa, Autis dll. Tuna
Grahita dengan karakteristik anak dengan tingkat kecerdasan dibawah
8. standar, lambat belajar dan beberapa juga termasuk dalam kategori
“DownSyndrome” di dalamnya. Siswa tuna grahita dengan keterbatasan yang
dimiliki menjadikan mereka “terbatas” juga dalam mengembangkan potensi
yang dimiliki. Selain kendala pada tingkat kecerdasan, beberapa juga
terkendala dalam hal lain seperti : motorik kasar, motorik halus, kemampuan
berbahasa dan komunikasi, serta bentuk-bentuk kenakalan/penyimpangan
perilaku akibat kurangnya pemahaman siswa Tunagrahita.
Klasifikasi anak Tunagrahita sesuai dengan kurikulum Pendidikan
Luar Biasa Tahun 1994, klasifikasi anak Tunagrahita dikelompokan menjadi
tiga golongan yaitu:
a. Anak Tunagrahita ringan atau mampu didik
b. Anak Tunagrahita sedang atau mampu latih
c. Anak Tunagrahita berat atau mampu rawat.
Dalam penanganan pendidikan, dari ketiga golongan tersebut hanya
dua golongan yang mendapat penanganan pendidikan, yaitu golongan anak
Tunagrahita ringan dan anak Tunagrahita sedang Sedangkan untuk anak
tunagrahita berat dimasukan dalam bidang perawatan seumur hidup dan
menjadi tanggungjawab bidang sosial.
Kompleksitas kendala yang dialami Tunagrahita, salah satunya
disebabkan oleh kegandaan jenis ketunaan. Sebagai contoh : Tunagrahita plus
Tunalaras, Tunagrahita plus Down Syndrome, Tunagrahita plus Tuna Rungu,
dll. Jika proses assesmen yang dilakukan pihak sekolah menyebutkan bahwa
anak tersebut masuk dalam kategori Tunagrahita, maka meskipun terdapat
jenis ketunaan lain, tapi siswa tersebut termasuk dalam kategori Tunagrahita.
Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor Ujian Sekolah atau
Ujian Nasional yang akan dijalani siswa. Karena siswa Tunagrahita tidak
mengikuti Ujian Nasional, melainkan Ujian Sekolah. Selain itu juga untuk
memberikan keterampilan dan pengembangan bakat dan potensi siswa secara
akurat dengan mendeteksi dini jenis ketunaannya.
9. BAB II
PERMASALAHAN
Siswa Tunagrahita adalah siswa yang mengalami keterlambatan dalam
berfikir, memiliki intelegensi di bawah rata-rata serta mengalami kesulitan
dalam bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tunagrahita
berkaitan erat dengan masalah perkembangan, kemampuan, kecerdasan yang
rendah, dan merupakan kondisi yang sifatnya menetap. Berikut ini pengertian
Tunagrahita sebagaimana dikemukakan astati (201:2) sebagai berikut:
“Ketunagrahitaan mengacu kepada fungsi intelektual yang secara jelas berada
di bawah rata-rata/normal disertai dengan kekurangan dalam tingkah laku
penyesuaian dan terjadi dalam masa perkembangan”.
Kendala tingkat kecerdasan yang dibawah standar pada Tunagrahita
membuat mereka sulit diberikan pemahaman mengenai bagaimana bergaul,
berinteraksi sosial dengan sehat sebagaimana siswa umumnya. Tata bahasa
yang terbatas, sikap berbicara hingga sopan santun masih merupakan hal yang
abstrak bagi penyandang Tunagrahita. Selain itu, DoubleHandycap atau
ketunaan ganda yang dialami beberapa siswa Tunagrahita memerlukan
bentuk penanganan yang kompleks. Penanganan yang intens, frekuentif dan
pendekatan persuasif kepada siswa masih dirasa sebagai solusi yang efektif
hingga sekarang. Tunagrahita dengan keterbatasan tingkat kecerdasan
berpengaruh terhadap bentuk komunikasi yang terjadi. Pemahaman tentang
tata bahasa dan perilaku yang kurang, sering membuat mereka berprilaku
menyimpang (nakal). Mulai dari bentuk suara / tata bahasa yang tidak baik
(makian atau umpatan) hingga dalam bentuk bullying fisik atar siswa.
Bentuk bullying antar siswa pada umumnya terjadi saat diluar jam
pelajaran. Hal ini dikarenakan padaa saat proses pembelajaran, siswa diawasi
oleh guru saat belajar. Ketika terjadi bullying pada saat itu, guru bisa secara
langsung mengambil sikap untuk melerai dan mengatasinya. Hanya saja pada
saat jam istirahat kadang beberapa siswa terlepas dari pengamatan guru
10. sehingga timbulah bullying antar siswa tersebut. Jam istirahat antara pukul
09:00 – 09:30, sebagian guru berada di kantor untuk istirahat dan menyiapkan
materi pelajaran jam berikutnya, dan beberapa guru piket berada di tempat
penjagaan. Sementara siswa pada saat istirahat berada tersebar dipenjuru
sekolah. Hal ini menyulitkan untuk guru mengawasi.
Pemicu permasalahan sebenarnya hal yang sepele, seperti : diawali
dengan berebut benda mainan/makanan, atau kadang juga bercanda dan
saling mengejek. Tetapi karena tingkat pemahaman yang kurang, membuat
mereka tidak memahami batasan-batasan bercanda saat bersama teman.
Ketika melewati batas dan membuat tersinggung, maka salah satu akan
memulai pertengkaran. Dan seperti bentuk pertengkaran anak kecil pada
umumnya, teman-teman yang berada disekitarpun juga mulai ikut memicu
pertengkaran. Maka terjadilah bullying atar siswa saat jam istirahat sekolah.
Dampak dari terjadinya bullying tidak hanya mempengaruhi pada
siswa, tetapi juga berpengaruh pada lingkungan sekitar. Properti sekolah
seperti : penghapus, papan tulis, kursi, meja dan berbagai fasilitas lain kerap
menjadi pelampiasan kejadian tersebut. Rusaknya beberapa tanaman, papan
penyekat yang berlobang, hingga berserakannya tanah dan batu merupakan
hal yang sering terjadi.
Selama ini tindakan yang diambil biasanya bersifat kuratif (pembinaan
oleh guru BK ataupun Guru kelas kepada siswa saat kejadian sudah selesai
dan biasanya disertai sanksi/hukuman). Pada awalnya (pasca hukuman) siswa
akan merasa jera. Tetapi tidak untuk waktu yang lama. Sekali lagi, hal ini
disebabkan oleh keterbatasan pemahaman siswa dalam konsep jera karena
hukuman. Hingga akhirnya setelah selang beberapa hari, bullying ini akan
terulang lagi. Hal ini yang membuat khawatir akan tumbuh kembang anak
selama di sekolah. Selain itu juga menjadi perhatian sekolah atas timbulnya
kerusakan-kerusakan fasilitas yang ditimbulkan olehnya.
11. BAB III
PEMBAHASAN DAN SOLUSI
A. Pembahasan
Sekolah sebagai problemsolver dirasa perlu untuk mengambil
tindakan dalam permasalahan bullying ini. Tindakan kuratif yang diambil
dirasa belum menjadi solusi yang ideal karena masih sering terulang bentuk-
bentuk bullying antar siswa Tunagrahita. Hal ini membuat kami pihak
sekolah harus dapat menemukan strategi baru untuk mensiasati permasalahan
yang terjadi. Diperlukan komitmen dan dedikasi dari guru untuk menemukan
solusi permasalahan tersebut. Solusi yang dimaksud adalah mengusahakan
penanganan yang bersifat preventif (pra kejadian). Karena apapun alasannya,
pencegahan lebih baik daripada “pengobatan”.
Sebelum mengambil sikap sebagai bentuk solusi, kami harus
memahami faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya bentuk bullying
antar siswa Tunagrahita tersebut. Berikut antara lain :
1. Keterbatasan tingkat kecerdasan
Telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahwa, karakteristik
siswa Tunagrahita memang terletak pada tingkat kecerdasan di
bawah normal. Hal ini membuat mereka sulit untuk memahami
hal-hal abstrak. Bagaimana berbahasa yang baik, bagaimana
komunikasi yang sehat, bercanda tanpa harus menyinggung
perasaan dan lain sebagainya. Perlu diketahui bahwa keterbatasan
tingkat kecerdasan ini merupakan sebuah kondisi yang bersifat
menetap, bukan seperti penyakit yang bisa disembuhkan. Karena
masih ada beberapa orang tua yang memahami jika siswa yang
bersekolah di SLB maka setelah lulus akan sembuh dari
ketunaannya.
2. Siswa memasuki usia puberitas
Siswa Tunagrahita pada umumnya berusia lebih tua daripada
tingkatan kelas yang seharusnya. Biasanya hal ini disebabkan
12. mereka berasal dari SD regular, tidak naik kelas sehingga
membuat mereka pindah ke Sekolah Luar Biasa. Selain itu juga
bisa dikarenakan kesadaran orang tua untuk menyekolahkan
anaknya di SLB terlambat. Sehingga mereka masuk saat usianya
lebih tua dari anak pada umumnya.
Pengaruh usia ini yang menjadi salah satu faktor penting
permasalahan. Siswa Tunahgrahita yang memasuki masa puberitas
mengalami pertumbuhan fisik yang tidak seimbang dengan
pertumbuhan tingkat kecerdasan. Fisik mereka yang besar tidak
berbanding lurus dengan pemahaman pikir, sehingga mewujudkan
perilaku-perilaku yang menyimpang berupa bentuk kenakalan.
Energi anak usia belasan yang sangat besar dan emosi yang masih
labil menjadikan mereka rentan dengan hal-hal negatif. Emosi
yang tidak tersalurkan pada kegiatan-kegiatan positif ini membuat
mereka melampiaskan pada kegiatan yang tidak semestinya.
3. Ketunaan Ganda
Terdapat 2 orang siswa yang menunjukan perkembangan
menyandang Tuna Ganda, yaitu Tunagrahita dan Tunalaras.
Tunalaras dikenal sebagai anak dengan penyimpangan perilaku
(nakal) yang pada umumnya dibentuk dari lingkungan asal yang
tidak mendukung perkembangan anak. Anak sering mendengar
atau melihat perilaku negatif di lingkungan sekitar yang mudah
sekali untuk ditirukan. Tidak dipungkiri juga bahwa bentuk
bullying siswa di sekolah salah satu faktor eksternalnya karena
pada saat dirumah juga menerima perlakuan yang sama. Sehingga
siswa melakukan pembalasan saat disekolah.
4. Pengawasan yang kurang
Baik orang tua maupun guru, masing-masing mempunyai
tanggungjawab terhadap pengawasan siswa. Pada saat di sekolah,
jam istirahat merupakan waktu yang rentan terjadinya bullying
antar siswa. Saat guru masuk ke kantor, hanya beberapa guru piket
13. yang mengawasi di pos-pos tertentu membuat sulitnya
pengawasan dilakukan. Sementara saat dirumah, orang tua jarang
berkomunikasi dengan anak mengenai perihal yang dilakukan di
sekolah. Apa yang dialami, apa yang dirasakan, bagaimana
pergaulan dilingkungan rumah, dan hal-hal yang membutuhkan
pantauan dari orang tua lainnya.
Setelah menganalisa faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya
bentuk kekerasan di atas, maka kami dari pihak sekolah segera menyikapi
secara bersama-sama untuk mencarikan solusi bagi permasalahan
tersebut.Data yang didapatkan dari Guru Bimbingan dan Konseling menjadi
acuan data tentang seberapa sering kejadian yang dialami siswa. Selain itu
juga tercatat sejauh mana proses penanganan konseling yang diberikan dan
perkembangan selama proses konseling. Hanya saja sejauh ini belum terlihat
adanya perkembangan yang signifikan atas permasalahan tersebut.
Koordinasi Guru-guru dan Kepala Sekolah dalam rangka
mengatasi permasalahan ini menghasilkan telaah data antara lain :
1. Faktor keterbatasan siswa memang sudah menjadi
karakteristik. Suatu kondisi yang bersifat menetap. Sehingga
kami tidak berencana untuk mengubah situasi tersebut.
2. Faktor Puberitas
Siswa yang mengalami permasalahan tersebut pada umumnya
siswa yang sudah memasuki masa puber. Dengan fisik yang
semakin besar tetapi tidak diimbangi pertumbuhan nalar dan
kecerdasan. Enegi yang dimiliki sangat besar, tetapi siswa
tidak tahu bagaimana untuk memanfaatkannya. Maka disini
sekolah mengambil inisiatif untuk mencoba membrikan
kegiatan pada siswa yang akan dilaksanakan pada saat jam
istirahat berlangsung. Jenis kegiatan yang dilakukan masih
menjadi bahan pertimbangan bagi pihak sekolah, agar bentuk
kegiatan tersebut efektif untuk mengatasi pokok permasalahan.
Hal ini akan dijelaskan pada paragraph di bawah.
14. 3. Faktor Tuna Ganda
Setelah dianalisa, siswa yang memiliki ketunaan ganda
ternyata tidak banyak. Dan jika dianalisa lebih jauh, maka
dapat ditemukan bahwa sebenarnya pemicu tindakan bullying
ini hanya pada siswa tertentu saja. Siswa yang lain pada
umumnya hanya meniru atau sekedar duplikasi saja. Jika letak
pemicu telah diketahui, maka penanganan bisa lebih
“meruncing” kepada objek yang dituju. Fokus pada pemicu
permasalahan diharapkan mampu membuat penanganan
menjadi lebih efektif.
4. Faktor pengawasan
Pengawasan oleh pihak sekolah secara otomatis akan
dilakukan oleh guru yang berkepentingan dengan jenis
kegiatan yang akan diberikan pada siswa saat jam istirahat
tersebut. Bagi guru akan sangat memudahkan dalam hal
pengawasan saat siswa berkumpul pada satu lokasi yang
ditentukan untuk diberikan kegiatan. Jumlah guru yang terlibat
saat kegiatan masih opsional, karena harus mempertimbangkan
situasi dan kondisi saat pelaksanaan bentuk kegiatan tersebut.
Sedangkan pengawasan dari pihak orang tua, dilakukan
dengan cara komunikasi lebih intensif antara pihak sekolah
dan orang tua siswa. Bisa melalui telepon ataupun secara
periodical dijadwalkan untuk bertemu langsung untuk saling
menyampaikan hasil perkembangan baik di sekolah ataupun di
rumah.
B. Solusi
Setelah beberapa saat berkoordinasi, pihak sekolah akhirnya
mengambil sikap untuk mengatasi pokok permasalahan tersebut. Berdasarkan
pertimbangan dari faktor-faktor di atas dan beberapa data yang dimiliki, pihak
sekolah menentukan kegiatan yang akan diambil adalah kegiatan musik, yaitu
memainkan alat musik pukul. Pertimbangan sebagai berikut :
15. 1. Penyaluran energi.
Siswa yang sebagian besar sudah memasuki masa puberitas
memiliki energi yang besar. Maka bentuk kegiatan yang
diperlukan sebagaimana mungkin melibatkan kegiatan fisik
sebagai penyaluran energi siswa. Kegiatan musik dengan
bermain alat musik pukul dinilai sesuai dengan pertimbangan
tersebut. Intinya adalah, energi yang biasanya digunakan untuk
bullying, diarahkan untuk kegiatan yang lebih positif dengan
bermain alat musik bersama-sama.
2. Kerja sama
Bermain musik bersama-sama akan melibatkan masing-masing
siswa yang biasanya saling bertengkar. Jika pada kegiatan ini
tiap siswa diberikan alat musik pukul, maka siswa akan
berusaha bermain musik secara bersama-sama. Sehingga mau
tidak mau mereka harus bekerja sama untuk membuat musik
yang harmonis dan enak didengar.
3. Nasihat yang disampaikan
Upaya yang selama ini dilakukan belum terlihat signifikan
dampaknya terhadap siswa. Kemungkinan siswa tidak
menanggapi secara serius karena merasa “dimarahi”. Hal ini
membuat nasihat yang diberikan tidak ditanggapi dengan
serius. Ketika pesan nasihat diberikan sambil bermain,
diharapkan siswa bisa menerima dengan sikap yang terbuka
dan segera diterapkan. Saat penyampaian nasihat kepada salah
satu siswa di depan teman-teman yang lain, diharapkan juga
pesan yang disampaikan ini didengar oleh siswa yang lain dan
secara tidak langsung bisa ikut memberikan motivasi kepada
siswa yang bermasalah.
4. Pengawasan lebih fokus
Siswa yang terkumpul dalam satu tempat dan bersama-sama
melakukan kegiatan akan sangat memudahkan guru dalam
16. mengawasi siswa. Apapun bentuk pemicu kejadian akan
segera terpantau dan guru bisa secara langsung mengambil
tindakan baik berupa penyampaian nasihat/pesan, ataupun
persuasif pencegahan atas pemicu kejadian. Sasarannya selain
siswa bisa dicegah untuk melakukan bullying, juga lebih jauh
untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan fasilitas
karena dampak dari bullying tersebut.
C. Teknis pelaksanaan kegiatan
Berikut penjelasan detil pelaksanaan kegiatan musik saat jam
istirahat sekolah dimulai :
1. Istirahat mulai jam 09:30.
Siswa mulai keluar dari kelas masing-masing untuk istirahat.
Beberapa siswa langsung menuju tempat yang ditentukan, dan
beberapa lainnya jajan makanan di kantin sekolah sebelum
menyusul ke tempat yang sama.
2. Pembagian alat
Berikut alat musik yang digunakan :
2 buah kendang jawa, 1 buah jimbe, 2 buah jimbe mika, 2
buah alat marawis, 2 buah kongga, 1 buah cajon, 1 buah
tamborin, 1 buah maracas, 1 buah guiro.
Semua alat tersebut adalah alat musik pukul (dengan tangan),
hal ini dikarenakan alat musik yang sesuai dengan kondisi
siswa tunagrahita. Siswa terkendala dalam hal baca tulis.
Sehingga mereka kesulitan untuk belajar alat ,musik selain
perkusi. Sedangkan alat musik perkusi/pukul, bisa disiasati
dengan menggunakan insting siswa atau bisa diberikan contoh
untuk ditirukan sebelum memainkan alatnya.
3. Memberi contoh pola pukulan sederhana
Dengan memahami keterbatasan siswa, maka contoh pola
pukulan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan
siswa. Semakin sederhana, maka siswa akan semakin mudah
17. untuk menirukan. Selain itu, bermain bersama-sama akan
membuat siswa jadi mampu membandingkan mana permainan
alat musik pukul yang sesuai dengan contoh yang diberikan
oleh guru. Siswa dapat bekerjasama, saling memotivasi dan
mendapatkan momen keceriaan bersama-sama.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat harus
mempertimbangkan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar,
fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Dengan kondisi siswa tunagrahita dan jenis pembelajaran
berupa ketrampilan sesuai dengan menggunkan metode model
Pembelajaran langsung (Direct Instruction).
Direct Instruction merupakan suatu pendekatan
mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari
keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini
sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,
2000 : 2)
4. Semakin sibuk siswa semakin baik.
Saat siswa mulai memainkan alat musik bersama, maka
otomatis pertengkaran yang biasa terjadi akan berkurang
karena sibuk memainkan alat. Pada umumnya siswa akan
memperhatikan arahan permainan alat yang diberikan oleh
guru yang juga mengawasi jalannya kegiatan.
5. Saat bullying terjadi
Perlu adanya penyikapan saat bentuk kekerasan/bullying antar
siswa terjadi pada saat kegiatan berlangsung. Hal ini disiasati
dengan memberhentikan secara spontan kegiatan bermusik.
Dan saat siswa berhenti bermain, pesan/nasihat guru bisa
disampaikan. “jika masih saja bertengkar, rusuh atau merusak,
maka kegiatan bermusik Pak Guru hentikan dan alat silahkan
disimpan kembali kedalam ruangan”. Hal ini diharapkan
18. mampu menjadi shock therapy pada siswa agar siswa mengerti
letak kesalahan dan jera untuk mengulanginya lagi. Karena
siswa sadar, atas perbuatan salah satu temannya, maka
kesenangan yang didapat saat bermain alat menjadi terganggu.
Maka secara spontan, siswa yang lain ikut memperingatkan
agar tidak melakukan bullying saat kegiatan berlangsung.
6. Selesai jam kegiatan
Kegiatan bermain alat musik selesai pukul 09:30 saat bunyi bel
selesai istirahat maka siswa akan beranjak untuk menyimpan
alat yang digunakan, untuk kemudian masuk ke kelas masing-
masing mengikuti pelajaran selanjutnya. Saat memasukan dan
merapikan alat inilah menjadi salah satu pesan kepada siswa
untuk menanamkan pembiasaan disiplin. Alat yang selesai
digunakan harus ditata rapi didekat pintu agar besok bisa
digunakan lagi.
7. Terus menerus
Metode kegiatan yang diterapkan ini hampir menyerupai terapi
perilaku, dimana harus ditanamkan secara terus menerus. Hal
ini mengingat akan keterbatasan siswa dalam hal tingkat
kecerdasan dimana berhubungan langsung dengan lemahnya
daya ingat (short therm memory), maka bentuk kegiatan yang
dilakukan harus dilaksanakan secara berulang-ulang untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
Setelah mempraktikan kegiatan tersebut, maka proses penting
berikutnya adalah dengan management control, dimana guru harus
mengevaluasi perkembangan yang terjadi pada jam-jam biasanya terjadi
bullying antar siswa. Jika data menunjukan penurunan, maka bentuk kegiatan
ini dapat dinilai sebagai solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan.
Tetapi jika data menunjukan angka naik, maka perlu dikaji ulang.
19. BAB IV
KESIMPULAN DAN HARAPAN
A. Kesimpulan
Sekolah telah memutuskan untuk berupaya menurunkan angka
bullying antar sesama siswa Tunagrahita pada saat jam istirahat berlangsung
telah disikapi dengan memberikan siswa kegiatan berupa bermain alat musik
bersama-sama. Dengan memberikan kegiatan yang melibatkan motorik kasar
diharapkan bisa menyalurkan energi yang dimiliki siswa yang memasuki usia
puberitas dengan cara yang positif.
Dari hal ini bisa ditarik kesimpulan bahwa bentuk bullying yang
terjadi antar siswa Tuna Grahita sebenarnya karena tidak adanya kegiatan
positif dan pengawasan yang kurang pada saat jam istirahat berlangsung. Hal
ini ditengarai dengan faktor penyebab pertengkaran yang pada umunya hanya
karena hal yang sepele, seperti : bercanda yang kelewatan, berebut makanan
jajan ataupun saling mengejek antar siswa yang berakhir dengan bullying.
Maka dengan diterapkannya kegiatan memainkan alat musik bersama-sama
siswa menjadi fokus dengan alat musik masing-masing. tidak terfokus dengan
pertengkaran seperti yang terjadi sebelumnya. Pengawasan guru juga
berperan penting, karena dengan adanya guru yang hadir ditengah-tengah
mereka, siswa merasa diperhatikan dan diarahkan. Sehingga seperti sekarang
ini, jam istirahat memiliki nilai lebih dari sekedar istirahat untuk jajan
makanan saja. Tetapi bisa sebagai jembatan untuk menumbuhkan kecintaan
siswa dalam memainkan alat musik.
Memang perubahan yang didapat tidak bersifat otomatis (serta
merta), tetapi tetap harus mengalami proses yang berkesinambungan.
Pengulangan tiap hari dan penekanan-penekanan pada pembiasaan
kedisiplinan, bentuk komunikasi antar siswa yang sehat, penyampaian pesan
saat siswa merasa dekat dengan guru, menjadi bentuk penanganan komples
yang harus dijalani secara frekuentif.
20. B. Harapan
Solusi yang dikembangkan dengan cara pendekatan secara persuasif,
memberikan bimbingan, pesan dan nasihat pada saat melakukan kegiatan
bermain alat musik diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada
siswa mengenai dampak bullying dengan lebih efektif. Meskipun bentuk
bullying belum bisa dihilangkan secara keseluruhan, tetapi penurunan angka
kejadian sudah signifikan.
Jenis kegiatan berupa memainkan alat music secara bersama-sama
juga diharapkan mampu menanamkan kecintaan siswa terhadap alat musik,
dimana pada tahap selanjutnya bisa dikembangkan pada taraf kegiatan ekstra
kulikuler musik untuk pengembangan bakat siswa.
Komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa lebih intens
untuk mengevaluasi perkembangan siswa dalam pergaulan sehari-hari. Apa
yang diterapkan disekolah diharapkan pihak orang tua siswa juga ikut
memantau perkembangannya di rumah.
Dengan berkurangnya angka kejadian bullying di sekolah, maka
program sekolah untuk mewujudkan slogan “school is fun” diharapkan bisa
terwujud secara optimal. Lingkungan yang nyaman dan aman untuk siswa
bermain, belajar, tumbuh dan berkembang. Kondisi sekolah yang kondusif
untuk belajar siswa dengan lengkapnya sarana dan prasarana sekolah yang
terjaga dengan baik.
21. DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat. (2011). Pengertian Makna Pendidikan Karakter Sekolah.
Posted on 29 Juni 2011
Banoe, Pono : Kamus Musik. Kanisius, Yogyakarta, 2003.
Hallahan, Daniel P & Kaufffman, James M, (1986). Exseptional children
introduction to special education, New Jersey : Prentice Hall International Inc,
Englewood Cliffs
Mumpuniarti. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental,
Yogyakarta : Kanwa Publiser.
Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Astati. (1996). Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tunagrahita
Dewasa. Bandung : Depdikbud.
Mack, Dieter : Sejarah Musik Jilid 4. Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2007
Nana Sudjana & Ibrahim. (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung:
Sinar Baru Algesindo.
Nasution. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Prier, Karl-Edmund : Kamus Musik. Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2011
Soemarjadi. dkk. (1996) Pendidikan Keterampilan. Jakarta: Depdikbud.
Suharsimi Arikunto. (2005). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
22. Sudjatmiko. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas
Supratiknya. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius
Suprayekti. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Sutjiharti Soemantri. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika
Aditama.
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
W.J S Poerwadarminta. (1976). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Zuchdi. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gramedia.