SlideShare a Scribd company logo
MEMBANGUN PERADABAN
ISLAM
YANG BERMARTABAT

INSISTS
Committed to the Truth

Oleh :

Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi

0
Pengantar

Buku kecil ini asalnya adalah makalah sederhana ini merupakan hasil dari
kuliah umum saya yang telah saya sampaikan pada beberapa kesempatan, di
pada ulang Tahun INSISTS yang ke 5, di Jakarta, para pembukaan Kuliah
Peradaban bersama para dosen Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, di
Institut Pemikiran Islam (Inpas) Surabaya, dan lain sebagainya antara tahun
2007-2008.
Buku yang berasal dari sebuah makalah ini sedang saya kembangkan menjadi
kajian yang lebih serius dan mendalam bertema besar Membangun Peradaban
Islam. Untuk itu masukan-masukan untuk itu sangat saya perlukan.
Semoga, tulisan sederhana ini bermanfaat bagi umat Islam dan kebangkitan
Islam.

Gontor, 10 November 2009
Penulis

1
Daftar Isi

1. Makna Peradaban Islam
a. Islam sebagai Peradaban
b. Substansi Peradaban Islam
c. Tradisi intelektual Islam
2. Sumbangan Islam kepada Barat
3. Kemunduran peradaban Islam
4. Membangun kembali peradaban Islam
a. Kondisi Ummat Islam
b. Identifikasi Masalah Umat
c. Problem Pembaharuan Pemikiran T
d. Problem pendidikan Islam (Sistem pendidikan pesantren,
madrasah dan perguruan tinggi)
2
5. Membangkitkan tradisi intelektual
6. Membangun individu melalui universitas
7. Sinergi Pembangunan Peradaban
Penutup

Pendahuluan

Suatu tugas atau proyek besar yang telah lama diemban dan dirintis oleh para tokoh pemikir
dan pembaharu Muslim baik di Timur Tengah mapun di belahan bumi seperti di anak benua IndoPakistan, di dunia Melayu, dan di dunia Barat adalah Membangun Kembali Peradaban Islam.
Banyak jalan yang telah ditempuh, baik melalui bidang pendidikan, ekonomi, politik dan lain
sebagianya. Banyak pula rintangan yang menghalangi baik dari sebab kondisi internal umat Islam
maupun dari sebab-sebab eksternal yang berupa serangan pemikiran yang sistimatis, kondisi global
dan terkadang juga gabungan dari politik, pemikiran dan ekonomi. Dengan segala kekurangan dan
kelebihan, kegagalan dan keberhasilan yang dicapai oleh para pendahulu kita, kita berkewajiban
untuk mengambil pelajaran dari mereka dan menyusun strategi baru bagi kelanjutan proyek tersebut.
3
Proyek ini semakin penting untuk dibahas kembali dan perlu terus direalisasikan secara
perlahan-lahan. Sebab di era globalisasi yang didominasi oleh arus pemikiran dan kebudayaan Barat
saat ini, Islam perlu meneguhkan identitasnya bukan hanya sebagai agama yang cenderung dianggap
penebar benih-benih terorisme dan tindak kekerasan, tapi sebagai peradaban yang bermatabat yang
menjadi rahmat bagi dunia. Fakta sejarah membuktikan bahwa Islam bukan hanya agama dalam
pengertian yang sempit, tapi telah berkembang menjadi peradaban yang bermartabat yang kaya
dengan konsep dan sistim kehidupan yang teratur selama berabad-abad lamanya, bersikap toleran
dan mengayomi peradaban lain.
Oleh sebab itu menghadapkan Islam sebagai agama dengan Barat sebagai peradaban
merupakan tindakan yang sungguh tidak adil. Sebab agama dalam hal ini atau lebih khusus lagi
dalam perspektif Barat cenderung difahami hanya sebagai elemen peradaban yang sewaktu-waktu
dapat dipinggirkan dari urusan publik. Dalam kondisi seperti ini Islam perlu berbicara kepada dan
berdialog dengan peradaban lain sebagai peradaban juga, meskipun hakekat Islam itu adalah agama
dan peradaban (din wa al-tamaddun). Masyarakat dunia kini memerlukan dialog dalam bahasa
peradaban, bukan dalam bahasa agama. Di sini identitas masing-masing peradaban perlu
diperkenalkan kembali, untuk kemudian ditemukan sisi perbedaan dan persamaan agar dapat
ditentukan bentuk kerjasama dan batas-batas toleransi yang dapat dan harus dipegang.
Secara internal proyek pembangunan peradaban Islam merupakan jawaban komprehensif bagi
berbagai persoalan yang menggelayuti kehidupan umat Islam dewasa ini. Sebab kesadaran akan
proyek ini bagi masyarakat Islam - yang terbagi kedalam berbagai kelompok, kultur, mazhab, partai
politik, ormas dsb - akan menyatukan visi dan kebersamaan langkah. Oleh karena itu diperlukan
pembahasan yang agak radikal (dari radiksnya), yaitu dengan mengkaji bagaimana sejarah
bangunnya peradaban Islam sehingga kita tahu bentuk bangunan peradaban yang pernah wujud
dalam sejarah, baik dalam bentuk warisan keilmuan maupun bangunan konsepnya. Selain itu kajian
mengenai bagaimana ia mengalami kajatuhan dan kemerosotan dalam berbagai bidang dan faktorfaktor apa penyebabnya menjadi prasyarat penting untuk mencanangkan pembangunan kembali
peradaban Islam. Akhirnya, kita perlu mengemukakan apa yang sangat mendesak untuk dilakukan
dan langkah apa yang perlu diambil dalam kondisi seperti sekarang ini. Sudah tentu setelah kita
mengidentifikasi secara cermat dan fundamental tentang apa persoalan yang mengelayuti umat
dewasa ini.

1. Makna Peradaban Islam
Islam yang diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya
sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa makna keberhutangan,
susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk

4
masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil.1 Artinya dalam
istilah dÊn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika dÊn (agama)
Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat,
maka tempat itu diberi nama MadÊnah.2 Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu
dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan,
memurnikan dan memartabatkan.3
Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti
peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base
culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Di kalangan penulis Arab, perkataan
tamaddun digunakan – kalau tidak salah – untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam
sebuah judul buku TÉrÊkh al-Tamaddun al-IslÉmÊ (Sejarah Peradaban Islam), terbit
1902-1906. Sejak itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam.
Di dunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan
sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun di Turkey orang
dengan menggunakan akar madÊnah atau madana atau madaniyyah menggunakan istilah
medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini
menggunakan kata haÌÉrah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima
ummat Islam non-Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua
Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan peradaban
menggunakan istilah tahdhÊb.

a. Islam sebagai Peradaban
Konon, ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar Romawi,
Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun sawÉ') ditolak dengan
halus, nabi hanya berkomentar pendek "sa uhÉjim al-rËm min uqri baitÊ" (Akan saya
perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi ini bukan genderang perang, ia hanya
berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik dan juga tidak menyakitkan pihak lawan. Ucapan
itu justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas
kecil di jazirah Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi peradaban
yang kelak akan mengalahkan Romawi.
Dan Nabi benar, pada tahun 700 an, tidak lebih dari setengah abad sesudah wafatnya
Nabi Muhammad (632 M), ummat Islam telah tersebar ke kawasan Asia Barat dan Afrika
Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh ketangan Alexander the Great. Selanjutnya,
Muslim memasuki kawasan yang telah lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa
perlawanan yang berarti. Menurut William R Cook pada tahun 711 M – 713 M kerajaan
Kristen di kawasan Laut Tengah jatuh ketangan Muslim dengan tanpa pertempuran,
meskipun pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300
tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Baru pada abad ke sebelas

1

Al-Attas, Islam, Religion and Morality, dalam Prolegomena to the Metaphysics of Islam, ISTAC, 1995, hal. 43-4

2

Sebelumnya kota Madinah dikenal dengan nama Yathrib.

3

Ibn ManÐËr. LisÉn al-‘Arab al-MuÍÊÏ. (Beirut: DÉr al-Jayl & DÉr LisÉn al-'Arab, 1988) jilid13; hal. 402

5
kerajaan Kristen di kawasan itu mulai melawan Muslim.4 Demitri Gutas dengan jelas
mengakui:
…..pada tahun 732 M kekuasaan dan peradaban baru didirikan dan disusun sesuai
dengan agama yang diwahyukan kepada Muhammad, Islam, yang berkembang
seluas Asia Tengah dan anak benua India hingga Spanyol dan Pyrennes.5
Gutas bahkan menyatakan bahwa dengan munculnya peradaban Islam, Mesir untuk
pertama kalinya, sejak penaklukan Alexander the Great, dapat dipersatukan secara politis,
administratif dan ekonomis dengan Persia dan India dalam jangka waktu yang cukup lama.
Perbedaan ekonomi dan kultural yang memisahkan dua dunia yang berperadaban, Timur
dan Barat, sebelum Islam datang yang dibatasi oleh dua sungai besar dengan mudahnya
lenyap begitu saja.
Sudah tentu proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Edward
Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire menyatakan bahwa periode
kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran Romawi disebabkan oleh lima faktor:
pertama di era kekuasaan Justinian banyak wewenang memberi kepada Imperium
Romawi di Timur; kedua adanya invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan beberapa
provinsi Asia dan Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat pemberontakan
rakyat Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah; dan terakhir
munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran Jerman di Barat.
6

Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti
problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan
di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam.
Pernyataan Nabi yang diplomatis itu nampaknya terbukti. Nabi tidak pernah pergi
menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam
telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti
bahwa Islam sebagai dÊn yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsabangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang teratur dan
bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Jadi Islam diterima oleh bangsa-bangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias
kekuatan pancaran pandangan hidupnya.
Ketika Kaisar Persia Ebrewez, cucu Kaisar Khosru I, merobek-robek surat Nabi
sambil berkata :”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku sedangkan ia adalah
budakku”, Nabi pun berkomentar pendek “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya”.
Dan Sabda Nabi kembali terbukti bahwa sesudah itu putera Kaisar yang bernama Qabaz
merebut kekuasaan dengan membunuh Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun
kemudian hanya berkuasa empat bulan saja lamanya. Selanjutnya kekaisaran Persia itu

4

William R Cook dan Ronald B Herzman, The Medieval Worldview, New York – Oxford, Oxford University
Press, 1983, hal. 119-120

5

Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, London, Routledge, 1988, hal. 13

6

Edward Gibbon, The Decline and The Fall of Roman Impire, Abridged and Illustrated London, United
Kingdom, Bison Books Ltd. 1979, hal. 1.

6
berganti-ganti hingga sepuluh kali dalam masa empat tahun. Ia benar-benar porak
poranda. Akhirnya, rakyat mengangkat kaisar Yazdajir dan pada masa inilah Persia tidak
berdaya ketika tentara Islam datang. Sejak itu kekaisaran Persia benar-benar runtuh.
Sebagaimana sikapnya terhadap kekaisaran Romawi, Nabi tidak keluar rumah untuk
menjatuhkan (merobek-robek) kekaisaran Persia. Nabi hanya menyerbarkan Islam yang
memang merupakan peradaban yang memiliki konsep ketuhanan, kemanusiaan dan
kehidupan yang jelas dan teratur. Di Indonesia, Islam masuk tanpa peperangan. Islam
masuk dan diterima oleh masyarakat yang telah memiliki kepercayaan Hindu yang kuat.
Namun karena kekuatan konsepnya Islam mudah merasuk kedalam pandangan hidup
masyarakat nusantara waktu itu, maka dalam kehidupan secara menyeluruh. Ini bukti
bahwa Islam tersebar bukan melulu karena pedang. Islam tersebar, menguasai dan
menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya. Tidak
ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal. Tidak ada
pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim
ke kawasan yang didudukinya. Daerah-daerah yang dikuasai atau diselamatkan ummat
Islam justru menjadi kaya dan makmur. Itulah watak peradaban Islam yang sangat berbeda
dari peradaban Barat yang eksploitatif.

b) Substansi Peradaban Islam
Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu
pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb.
Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju
mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori Ibn
Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa
adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban atau suatu
umrÉn harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu membesar
maka akan lahir umrÉn besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau bahkan
membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki
berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya timbul suatu sistem kemasyarakat dan
akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota Samara,
kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari komunitas yang
kemudian melahirkan Negara. Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu umrÉn bagi Ibn
Khaldun di antaranya adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan /
arsitektur), kegiatan eknomi, tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian (kaligrafi, musik,
sastra dsb). Di balik tanda-tanda lahirnya suatu peradaban itu terdapat komunitas yang
aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan.
Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat faktor lain
yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim kontemporer umumnya
menerima pendapat bahwa agama adalah asas peradaban, menolak agama adalah
kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban.
Meskipun dalam paradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material
berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent.
Prinsip-prinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan
Tuhan (tawÍÊd), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material,
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani,
7
penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi
berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat).7
Sejalan dengan Sayyid Qutb, Syeikh Muhammad Abduh menekankan bahwa agama
atau keyakinan adalah asas segala peradaban. Bangsa-bangsa purbakala seperti Yunani,
Mesir, India, dll, membangun peradaban mereka dari sebuah agama, keyakinan atau
kepercayaan. Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (batiniyah) adalah
kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah (outward
manifestation) yang kemudian disebut sebagai peradaban itu.8
Jika agama atau kepercayaan merupakan asas peradaban, dan jika agama serta
kepercayaan itu membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi tindakan nyatanya atau manifestasi lahiriyahnya, maka
sejalan dengan teori modern bahwa pandangan hidup (worldview) merupakan asas bagi
setiap peradaban dunia.
Para pengkaji peradaban, filsafat, sains dan agama kini telah banyak yang
menggunakan worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart menggunakannya
untuk mengkaji agama, S.M. Naquib al-Attas, al-Mawdudi, Sayyid Qutb, memakainya
untuk menjelaskan bangunan konsep dalam Islam, Alparslan Acikgence untuk mengkaji
sains, Atif Zayn, memakainya untuk perbandingan ideologi, Thomas F Wall untuk kajian
filsafat, Thomas S Kuhn dengan konsep paradigmanya sejatinya sama dengan
menggunakan worldview bagi kajian sains.
Meski mereka berbeda pendapat tentang makna worldview, mereka pada umumnya
mengaitkan worldview dengan peradaban atau seluruh aktivitas ilmiyah,sosial dan
keagamaan seseorang. Ninian Smart, pakar kajian perbandingan agama, memberi makna
worldview sebagai “kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang
yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.” 9
Penekanannya pada fungsi worldview sebagai motor perubahan sosial dan moral. Secara
filosofis Thomas F Wall, memaknai worldview sebagai “sistem kepercayaan asas yang
integral tentang hakekat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi”.10 Dalam
kaitannya dengan aktivitas ilmiyah Alparslan Acikgence memaknai worldview sebagai asas
bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiyah dan teknologi. Setiap
aktivitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, artinya aktivitas
manusia dapat direduksi kedalam pandangan hidup itu.11 Dalam konteks sains, hakekat

7

Seperti dikutip oleh Muhammad Abdul Jabbar Beg, dalam The Muslim World League Journal, edisi
November-Desember, 1983, hal. 38-42.

8

Ibid

9

Ninian Smart, Worldview, Crosscultural Explorations of Human Belief, (New York: Charles Sribner's sons,
n.d). 1-2.
10

Aslinya: An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of
existence, Lihat Thomas F Wall, Thinking Critically About Philosophical Problem, A Modern Introduction,
Wadsworth, Thomson Learning, Australia, 2001, hal. 532.

11

Aslinya: The foundation of all human conduct, including scientific and technological activities. Every
human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview. Lihat

8
worldview juga dapat dikaitkan dengan konsep “paradigma” Thomas S Kuhn12. Istilah
Kuhn “perubahan paradigma” (paradigm shift) menurut Edwin Hung sebenarnya dapat
dianggap sebagai weltanschauung Revolution (revolusi pandangan hidup). Sebab,
paradigma mengandung konsep nilai, standar-standar dan metodologi-metodologi, yang
merupakan worldview dan framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains.13
Singkatnya, worldview berkaitan erat secara konseptual dengan segala aktivitas manusia
secara sosial, intelektual dan religius. Dan yang terpenting adalah bahwa worldcview
sebagai sistem kepercayaan, pemikiran, tata pikir, dan tata nilai memiliki kekuatan untuk
merobah. Maka dari itu, aktivitas manusia dari yang sekecil-kecilnya hingga yang sebesarbesarnya yang kemudian menjadi peradaban bersumber dari worldview.
Jika makna worldview adalah konsep nilai, motor bagi perubahan sosial, asas bagi
pemahaman realitas dan asas bagi aktivitas ilmiah, maka Islam mengandung itu semua.
Islam bahkan memiliki pandangan terhadap realitas fisik dan non fisik secara integral.
Ayat-ayat al-Qur‟an jelas-jelas adalah konsep seminal yang memproyeksikan pandangan
Islam tentang alam semesta dan kehidupan yang disebut pandangan hidup atau pandangan
alam Islam (worldview, al-taÎawwur al-IslÉmÊ, al-mabda al-IslÉmÊ) itu.14 Bukan hanya
itu, konsep-konsep itu diberi medium pelaksanaannya yang berupa institusi yang disebut
dÊn, yang di dalamnya terkandung konsep peradaban (Tamaddun).
Oleh sebab itu dalam Islam worldview memiliki istilahnya sendiri. Bagi al-Mawdudi
worldview Islam adalah Islami NazariyÉt (Islamic Vision) yang berarti “pandangan hidup
yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahÉdah) yang berimplikasi pada keseluruhan
kegiatan kehidupan manusia di dunia....secara menyeluruh”.15 Menurut Sayyid Qutb
worldview Islam adalah al-taÎawwur al-IslÉmÊ, yang berarti “akumulasi dari keyakinan
asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran
khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat dibalik itu.”16 Worldview dalam istilah
Shaykh Atif al-Zayn adalah al-Mabda’ al-IslÉmÊ yang lebih cenderung merupakan
kesatuan iman dan akal dan karena itu ia mengartikan mabda’ sebagai aqidah fikriyyah
yaitu kepercayaan yang berdasarkan pada akal. Sebab baginya iman didahului dengan
akal.17 Namun Shaykh Atif juga menggunakan kata-kata mabda untuk ideologi non-

Alparslan Acikgence, "The Framework for A history of Islamic Philosophy", Al-Shajarah, Journal of The
International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), 1996, jilid1. Nomor 1&2, 6.
12

Kuhn menyatakan:”penelitian ilmiyah diarahkan kepada artikulasi fenomena-fenomea dan teori-teori yang
paradigmanya telah tersedia” Lihat Thomas S Kuhn, The Structure of Scientific Revolution, International
Encyclopedia of Unified Science, jilid2, no 2 (Chicago: Univerity of Chicago Press, 1970, hal. 24.

13

Lihat Edwin Hung, The Nature of Science: Problem and Perspectives (Belmont, California, Wardsworth,
1997) hal. 340, 355, 368, 370.

14

Prof. Alparslan menyimpulkan bahwa suatu pandangan hidup umumnya memiliki 5 struktur konsep atau
pandangan yang terdiri dari 1) struktur konsep tentang ilmu, 2) tentang alam semesta, 3) tentang manusia, 4)
tentang kehidupan, dan 5) tentang nilai moralitas. Alparslan Acikgence, Scientific Thought And Its Burdens,
An Essay in the History and Philosophy of Science, Fatih University Publications, 2000, hal. 78.

15

Al-MawdËdÊ, The Process of Islamic Revolution, (Lahore, 1967) hal. 14, 41.

16

M.Sayyid Qutb, MuqawwamÉt al-TaÎawwur al-IslÉmÊ, DÉr al-ShurËq, tt. Hal. 41

17

Shaykh ÓÏif al-Zayn, al-IslÉm wa Idulujiyyat al-InsÉn, Beirut, DÉr al- KitÉb al-LubnÉnÊ, 1989, hal. 13.

9
Muslim. Ini berarti bahwa tidak selamanya berarti aqÊdah fikriyyah. S.M.Naquib al-Attas
mengartikan worldview Islam sebagai pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran
yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa
yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total, maka worldview Islam berarti
pandangan Islam tentang wujud (ru’yat al-IslÉm li al-wujËd).18
Jadi sebagaimana peradaban lainnya, substansi peradaban Islam adalah pokokpokok ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata pikir, dan tata nilai,
tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan pandangan tentang wujud,
terutamanya pandangan tentang Tuhan. Oleh sebab itu teologi (aqÊdah) dalam Islam
merupakan fondasi bagi tata pikir, tata nilai dan seluruh kegiatan kehidupan Muslim.
Itulah pandangan hidup Islam. Jika pandangan hidup itu berakumulasi dalam tata pikiran
seseorang ia akan memancar dalam keseluruhan kegiatan kehidupannya dan akan
menghasilkan etos kerja dan termanifestasikan dalam bentuk karya nyata. Dan jika ia
memancar dari pikiran masyarakat atau bangsa maka ia akan menghasilkan falsafah hidup
bangsa dan sistem kehidupan bangsa tersebut. Jadi substansi peradaban Islam adalah
pandangan hidup Islam. Namun elemen pandangan hidup yang terpenting adalah
pemikiran dan kepercayaan.
Menurut Ibn Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi
tiga elemen penting yaitu 1) kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains
dan teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer dan
3) kesanggupan berjuang untuk hidup.19 Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas
suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah
mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan
oleh ketinggian pemikirannya. Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di
dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf
kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan
prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini
pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih
mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari
pandangan hidup. Untuk menjelaskan bagaimana pemikiran dalam peradaban Islam
merupakan faktor terpenting bagi tumbuh berkembangnya peradaban Islam, kita rujuk
tradisi intelektual Islam.

c). Tradisi intelektual Islam

18

S.M.N, al-Attas dalam Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of the Fundamental
Element of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur, ISTAC, 1995, hal. 2

19

Ibn KhaldËn, 'Abd al-RaÍmÉn Ibn MuÍammad, The Muqaddimah: an Introduction to history, Penerjemah
Franz Rosenthal, 3 jilid, editor N.J. Dawood. (London, Routledge & Kegan Paul, 1978), hal. 54-57.

10
Bagaimanakah pandangan alam Islam itu tumbuh dan berkembang dalam pikiran
seseorang dan kemudian menjadi motor bagi perubahan sosial umat Islam merupakan
proses yang panjang. Secara historis tradisi intelektual dalam Islam dimulai dari
pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
saw, secara berturut-turut dari periode Makkah awal, Makkah akhir dan periode Madinah.
Kesemuanya itu menandai lahirnya pandangan alam Islam. Di dalam al-Qur'an ini
terkandung konsep-konsep seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan
dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang
kemudian. Konsep 'ilm yang dalam al-Qur'an bersifat umum, misalnya dipahami dan
ditafsirkan para ulama sehingga memiliki berbagai definisi.20 Cikal bakal konsep Ilmu
pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang ditafsirkan
kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban
yang kokoh. Jadi Islam adalah suatu peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan teks
wahyu yang didukung oleh tradisi intelektual.
Perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium
tranformasi dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-Suffah dan komunitas
intelektualnya disebut AsÍÉb al-Suffah.21 Di lembaga pendidikan pertama dalam Islam ini
kandungan wahyu dan hadith-hadith Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang
efektif.22 Meski materinya masih sederhana tapi karena obyek kajiannya23 tetap berpusat
pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan
dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat
kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western
civilization). Yang jelas, AÎÍÉb al-Øuffah, adalah gambaran terbaik institusionalisasi
kegiatan belajar-mengajar dalam Islam dan merupakan tonggak awal tradisi intelektual
dalam Islam.24 Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya, katakan, alumni-alumni yang
menjadi pakar dalam hadith Nabi, seperti misalnya AbË Hurayrah, AbË Dharr al-GhiffÉri,

20

Rosenthal mencatat lebih dari seratus definisi 'ilm dalam tradisi intelektual Islam, dan mengkategorikannya
menjadi dua belas kategori, Rosenthal, F, Knowledge the Triumphant, Leiden, E.J.Brill, 1970, hal. 52-69.

21

Khalifah melaporkan catatan orang lain menyatakan bahwa Suffah didirikan antara 10, 17, atau 19 bulan
sesudah Hijrah atau 2 tahun setelah Hijrah. Dalam SaÍih BukhÉri disebutkan pula bahwa ia didirikan 16 or
17 bulan setelah Hijrah. Lihat Khalifah ibn Khayyat (d.240 A.H) al-Tarikh, dengan komentar oleh Akram
Diya' al-'Umari (Najaf: al-Adab Press 1967, jilid1 / 321. Cf, al-Bukhari, Muhammad ibn Isma'il (d.256 A.H)
al-Sahih, 9 Parts in 3 vols (Egypt: Muhammad Ali al-Subayh, tt. Lihat Kitab al-Salah Bab al-Tawajjuh Nahw
al-Qiblah, 1/104.; lihat juga al-Hujwiri, Kashf al-Mahjub, hal. 81.

22

Mengenai jumlah peserta dalam komunitas ilmuan dan materi yang dikaji, Lihat AbË Nuaym Abu Nu'aym,
Ahmad ibn 'Abd Allah al-Asbahani (d.430 A.H.) Hilyat al-Auliya', 10 jilid, Mesir: al-Sa'adah Press, 1357,
1/339, hal. 341.

23

Tujuan utama AsÍÉb al-Øuffah adalah belajar dan mengamalkan Islam, seperti shalat, membaca al-Qur‟an,
memahami ayat-ayat bersama-sama, berzikir serta belajar menulis. Alumni, sebut saja begitu, dari sekolah
masyarakat (learning society) ini juga menunjukkan kemampuan mereka dalam menghapal hadith-hadith
Nabi. Lihat AbË Daud al-Sijistani, Sulayman ibn al-Asha'ath, (d.275 A.H) al-Sunan, 2 jilid (Egypt, Mustafa
al-Babi al-Halabi, 1371) 2/237; and Ibn Majah, Muhammad Ibn Yazid (d.273), al-Sunan, dengan komentar
dari Muhammad Fu'ad 'Abd al-BÉqÊ, (Kairo: DÉr IÍyÉ' al-Kutub al-„Arabiyyah, 1953, jilid 2, hal. 70.

24

AbË Nu'aym mencatat bahwa Sa'Êd ibn 'Ubadah sendiri biasa memberikan akomodasi kepada 80 orang di
rumahnya untuk tujuan belajar mengajar. Ibid, jilid 1, hal. 341.

11
SalmÉn al-FÉrisi, 'Abd AllÉh ibn Mas'Ëd dan lain-lain. Ribuan hadith telah berhasil
direkam oleh anggota sekolah ini.
Kegiatan awal pengkajian wahyu dan hadith ini dilanjutkan oleh generasi berikutnya
dalam bentuk yang lain. Dan tidak lebih dari dua abad lamanya telah muncul ilmuwanilmuwan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti misalnya Qadi Surayh
(w.80H/ 699M), Muhammad ibn al-×anafiyyah (w.81/700), Umar ibn 'Abd al-'AzÊz
(w.102/720) Wahb ibn Munabbih (w.110,114/719,723), ×asan al-BaÎri (w.110/728), Ja'far
al-ØÉdiq (w.148/765), AbË ×anÊfah (w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), AbË YËsuf
(w.182/799), al-ShÉfi'i (w.204/819), dan lain-lain.
Perlu dicatat bahwa kegiatan keilmuan tersebut di atas, secara epistemologis wujud
karena adanya pandangan alam (worldview), yaitu pandangan alam yang memiliki konsepkonsep yang canggih yang menjadi asas epistemologi untuk aktivitas keilmuan tersebut.
Dengan adanya konsep yang canggih para ilmuwan anggota masyarakat yang terlibat
akhirnya dapat mengembangkan istilah-istilah teknis dan bahasa khusus untuk itu. Bahkan
konsep tersebut berkembang menjadi struktur konsep keilmuan atau scientific conceptual
scheme.25 Dari konsep 'Ilm ini pula kemudian lahir berbagai disiplin ilmu pengetahuan
seperti Ilmu Fiqih, Tafsir, Hadith, Falak, Hisab, Mawarith, Kalam, tasawwuf dsb.
Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan dalam Islam dirasakan oleh
masyarakat Eropa pada zaman Bani Umayyah di Andalus Spanyol. Oliver Leaman
menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:
….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin
mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak
sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika
seseorang pergi ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu
menyelesaikan masalah-masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi
selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat,
sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana
beberapa universtias penting berada.26
Di zaman kekhalifahan Bani Umayyah, misalnya Muslim telah banyak
mentransmisikan pemikiran Yunani. Karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir Plotinus
Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen,
Euclid, Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi.27
Puncak kegiatan transmisi terjadi pada era kekhalifahan Abbasiyyah. Menurut Demitri
Gutas proses transmisi (penterjemahan) di zaman Abbasiyah didorong oleh motif
sosial,politik dan intelektual.28 Ini berarti bahwa seluruh komponen masyarakat dari elit

25

Alparslan Acikgence, Scientific Thought, hal. 87

26

Oliver Leaman, "Scientif and Philosophical Enquiry: Achievement and Reaction in Muslim History", dalam
Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, London-New York in association with The
Institute of Ismaili Studies, 2000, hal. 34.

27

Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy, jilid. II, Low Price Publication, Delhi, 1995, hal.1349.

28

Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and
Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries), Routledge, London-New York, 1998, hal.191.

12
penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya
secara kultural sangat besar.
Jadi Muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka
mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan
ajaran Islam.29 Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Artinya
ummat Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketika peradaban Islam telah mencapai
kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Di situ sains, filsafat dan
kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup
Islam.30 Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari
pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani. Bandingkan
misalnya konsep jawhar para mutakallimun dengan konsep atom Democritus. Jadi, tidak
benar, kesimpulan Alfred Gullimaune yang menyatakan bahwa framework, ruang lingkup
dan materi Filsafat Arab dapat ditelusuri dari bidang-bidang dimana Filsafat Yunani
mendominasi sistem ummat Islam.31 Sejatinya pemikiran Yunani tidak dominan, sebab jika
demikian maka Muslim tidak mampu melakukan proses transmisi. Oleh karena itu Muslim
lebih berani memodifikasi pemikiran Yunani ketimbang masyarakat Kristen Barat Abad
Pertengahan. Muslim bahkan mampu mengharmonisasikan dengan Islam sehingga akal
dan wahyu dapat berjalan seiring sejalan dan pemikiran Yunani tidak lagi menampakkan
wajah aslinya. Berbeda dari Muslim, masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan yang
mengaku mengetahui karya-karya Yunani, ternyata tidak mampu mengharmoniskan
filsafat, sains dengan agama. Kondisi ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen
menggunakan tangan pemikir Muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani.
Terpecahnya kalangan teologi Kristen kedalam aliran Averoesm dan Avicennian merupakan
bukti bahwa Kristen memahami Yunani melalui pandangan hidup Muslim.
Jika benar asumsi orientalis selama ini bahwa pemikiran Muslim didominasi
pemikiran Yunani, maka wajah peradaban Islam di Spanyol mestinya adalah wajah Yunani.
Tapi realitanya, Spanyol adalah satu-satunya lingkungan kultural Muslim yang dominan,
padahal kawasan itu merupakan tempat pertemuan kebudayaan Kristen, Islam dan Yahudi.
Yang pasti karakteristik penting peradaban Islam baik ketika di Andalusia maupun di
Baghdad adalah semaraknya kegiatan keilmuan. Oleh karena itu dalam menggambarkan
peradaban Islam Ibn Khaldun membahas secara panjang lebar ilmu-ilmu yang berkembang
dan dikembangkan di kedua pusat kebudayaan Islam itu, seperti misalnya ilmu bahasa dan
agama, aritmatika, aljabar, ilmu hitung dagang (bussiness arithmetic), ilmu hukum waris

29

Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge University Press, Cambridge,
1985, hal. 6.

30

Thomas Brown, The Transformation of the Roman Mediterranean, 400-900, dalam George Holmes, The
Oxford History of Medieval Europe, hal.50-51. He also noted that the remarkable success and the strength of
Islam was due mainly to their ability "to evolve an original and durable synthesis". They took over the more
effective and appealing tenets of other faiths and retained viable elements of Graeco-Roman administration
and urban culture while maintaining the distinctiveness and vitality of their own culture. Lihat Ibid., hal. 11.

31

Alfred Gullimaune, “Philosophy and Theology” dalam The Legacy of Islam, Oxford University Press, 1948,
hal.239.

13
(farÉ’Ì), geometri, mekanik, penelitian, optik, astronomi, dan logika. Termasuk juga ilmu
fisika, kedokteran, pertanian, metafisika, ramalan, ilmu kimia dan sebagainya.32
Namun, seperti yang diteorikan oleh Ibn Khaldun di atas, pemikiran yang
berkembangan menjadi tradisi intelektual bukanlah satu-satunya faktor tumbuh
berkembangnya suatu peradaban. Kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan
politik dan militer serta kesanggupan berjuang untuk meningkatkan kehidupan merupakan
faktor lain yang mendukung tumbuhnya pemikiran dan peradaban. Selain itu Ibn Khaldun
juga mensinyalir adan hubungan kausalitas antara peradaban dan sains. Artinya semakin
besar volume urbanisasi ('umrÉn) semakin tumbuh pula peradaban dan sains, demikian
pula sebaliknya. Ilmu akan berkembang hanya dalam peradaban (haÌÉrah) menjadi besar
yang penduduk perkotaannya meningkat.

2. Sumbangan Islam kepada Barat
Untuk melihat watak atau karakteristik peradaban Islam, ada baiknya jika dilihat dari
apa yang disumbangkan Islam kepada peradaban lain, khususnya Barat. Atau dengan
perkataan lain apa yang dimanfaatkan peradaban lain dari Islam telah menunjukkan
karakter peradaban Islam itu sendiri. Fakta sejarah membuktikan bahwa di Spanyol orangorang Kristen tenggelam kedalam apa yang disebut sebagai Mozarabic Culture.33 Kultur
Islam yang dominan inilah mungkin yang memberi sumbangan besar bagi lahirnya
pandangan hidup baru di Barat. Morris menggambarkan bahwa kontak dan konflik antara
Kristen-Yahudi dan Muslim memberi stimulus tidak saja kepada bangkitnya ideologi dan
intelektualitas Eropa Abad Pertengahan, tapi juga imaginasinya.34 Maksudnya
keingintahuan orang-orang Barat tumbuh ketika menyadari bahwa Muslim memiliki
pandangan hidup yang canggih (sophisticated) dan ilmu pengetahuan yang kaya lebih dari
apa yang terdapat di dunia Latin. Inilah yang sebenarnya terjadi.
Dari perspektif teori terbentuknya pandangan hidup35 kita dapat menyatakan bahwa
Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap aspirasi dari Muslim bagi pengembangan

32

Ibn KhaldËn, Muqaddimah, hal. 343-400

33

Mozarab asal katanya dari bahasa Sepanyol yang diambil dari Bahasa Arab musta'rab yang berarti
terarabkan ('arabized'), or menjadi ke Arab-Araban, tapi istilah ini dipakai untuk mengecap seseorang
yang mengaku-ngaku sebagai Arab tanpa menjadi Arab betulan. Menurut Mikel istilah ini adalah aslinya
dalah kata pejoratif yang diarahkan kepada orang Kristen Arab yang hidup pada kekaisaran Kristen
Abad Pertengahan, khususnya di Toledo. Namun istilah ini juga merujuk kepada peserta kebaktian
Kristen di Spanyol yang masih mempertahankan bentuk agama mereka yang telah dimodifikasi setelah
datangnya Muslim. Lihat Mikel De Eplaza, “Mozarab, An Emblematic Christian Minority in Islamic
Andalus”, dalam Salma Khadra Jayyusi, "The legacy of Muslim Spain", E.J.Brill, Leiden, 1992, 149-170.
Bandingkan Webster Comprehensive Dictionary, Trident Press International, 1996, hal. 833

34

Morris, Rosemary, Northern Europe invades the Mediterranean, 900-1200, dalam George
The Oxford, Ibid., hal. 194-195

Holmes,

35

Alparsalan menyatakan bahwa worldview itu terbentuk dalam pikiran manusia menurut ide-ide cultural,
saintifik, keagamaan dan spekulatif, melalui pendidikan, atau upaya-upya-upaya yang sadar untuk
memperoleh ilmu atau keduanya sekaligus. Alparslan Acikgenc, Islamic Science, hal. 15

14
pandangan hidup mereka. Atau setidak-tidaknya, Barat memanfaatkan pertemuan mereka
dengan Muslim untuk memperkaya pandangan hidup mereka. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa Barat menempuh berbagai macam cara untuk mentransfer aspek-aspek penting
pandangan hidup Islam yang berupa konsep-konsep itu. Jayusi mengkaji dan menemukan
bahwa model transformasi kultur Islam ke dalam kebudayaan Barat ada lima: pertama,
melalui cerita-cerita dan syair-syair yang ditransmisikan secara oral oleh orang-orang
Barat. Kedua, dengan cara kunjungan atau turisme, pada abad ke 7 M, Cordoba adalah
ibukota negara Islam yang menonjol dan merupakan kota yang paling berperadaban di
Eropa, dan karena itu orang Eropa berduyun-duyun mengunjungi tempat ini untuk belajar
dari peradaban Islam. Ketiga, waktu itu terdapat hubungan perdagangan dan politik resmi
melalui utusan yang dikirim dari kerajaan-kerajaan di Eropa. Keempat, dengan cara
menterjemahkan karya-karya ilmiyah orang Islam. Faktanya, monastri-monastri Eropa,
khususnya Santa Marie de Rippol, pada abad 12 dan 13 M memiliki ruangan penyimpan
manuskrip bagi sejumlah besar karya-karya ilmiyah orang Islam untuk mereka
terjemahkan. Kelima, untuk kelancaran proses penterjemahan raja-raja Eropa mendirikan
sekolah untuk para penterjemah di Toledo, tepat sesudah pasukan Kristen merebut
kembali kota tersebut pada tahun 1085. tujuannya adalah untuk menggali ilmu
pengetahuan Islam yang terdapat pada perpustakaan-perpustakaan bekas jajahan Muslim
itu.36
Namun, kebangkitan Barat tidak terjadi langsung sesudah proses tranformasi
tersebut di atas. Sebab tidak ada peradaban yang bangkit secara mendadak dan tiba-tiba,
sekurang-kurangnya diperlukan waktu satu abad lamanya bagi suatu peradaban untuk
bangkit. Islam sendiri bangkit menjadi sebuah peradaban yang memiliki konsep-konsep
kepercayaan, kehidupan, keilmuan dan lain sebagainya sesudah beberapa abad lamanya.
Dari awal kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru dapat dianggap sebagai
peradaban yang kuat pada abad ke 10 M, di saat mana para cendekiawannya mampu
menguasai ilmu pengetahuan Yunani, Persia dan India, dan kemudian menghasilkan ilmu
pengetahuan baru yang telah disesuaikan dengan konsep-konsep penting dalam pandangan
hidup Islam. Ilmu-ilmu yang dihasilkan di antaranya adalah matematika, kedokteran,
farmasi, optik dan lain-lain. Ini bukan sekedar sistematisasi ilmu pengetahuan Yunani,
seperti yang diduga para orientalis,37 tapi menyangkut hal-hal yang detail dan bahkan
menghasilkan prinsip-prinsip baru dalam bidang sains, sehingga hasilnya sains dalam
Islam yang - dalam bahasa Willian McNeil - "went beyond anything known to these
ancient preceptors".38
Dengan datangnya Islam yang menyatukan kawasan-kawasan Timur Dekat kedalam
kekhalifahan Islam, kepeloporan di bidang sains berpindah ketangan orang-orang Islam
dan bertahan hingga abad ke 12. Namun, menurut Ahmad Y al-Hassan, professor sains di
36

Salma Khadra Jayyusi, The Legacy of Muslim Spain, Ibid, hal.1059-1060; Toledo adalah tempat aktifitas
terpenting tapi dalam skala yang lebih kecil dilakukan di Salerno, Salamanca dan Venice. Lihat William
McNeill, Ibid., 548-550; Untuk lebih detail tentang proses transformasi melalui kegiatan penterjemahan lihat
Myers, Eugene A, Arabic Thought and The Western World, (New York: Frederick Ungar Publishing co.,
1964), hal. 78-130.

37

Lihat misalnya, O‟Leary, De Lacy, Arabic Thought and Its Place in History, Routledge & Kegan Paul Ltd,
London, 1963. hal. viii.

38

William McNeill, Ibid., hal. 418

15
Universitas Toronto, sains Islam masih berkembang dan Muslim masih menjadi pelopor
sains pada abad ke 13 hingga ke 16, khususnya di negara-negara Islam bagian Timur.39
Sebab pada tahun 1259 di Maragha didirikan Observatorium astronomi dan terus
beroperasi hingga tahun 1304. Observatorium ini memiliki perpustakaan dengan 400.000
judul buku, dan didukung oleh para saintis yang mumpuni di bawah pimpinan NaÎr al-DÊn
al-TËsÊ. Mereka itu adalah QuÏb al-DÊn al-ShirÉzÊ, Mu‟ayyid al-DÊn al-UrdÊ, MuÍyi alDÊn al-MaghribÊ dan lain-lain. Lembaga ini bukan hanya institusi pengkajian dalam
bidang astronomi, tapi juga merupakan sebuah akademi yang memberi kesempatan untuk
kerjasama dengan lembaga lain dan bertukar pikiran dengan saintis lain.
Lebih canggih dari Maragha adalah observatorium yang didirikan di Samarqand.
Sponsornya adalah Ulugh Beg putra mahkota yang juga saintis. Observatorium ini selesai
dibangun pada tahun 1420 dan terus beroperasi hingga tahun 1470 an. Yang terlibat dalam
pusat sains ini adalah ahli astronomi matematika terkenal GiyÉth al-DÊn JamshÊd alKÉshÊ, QÉdizada al-RËmÊ dan „AlÊ ibn Muhammad al-QËshjÊ. Observatorium yang
terakhir dalam Islam dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan Sultan Murad
III (1574-1595). Pendiri dan Direkturnya adalah TaqÊ al-DÊn Muhammad ibn Ma‟rËf alRashÊd al-DimashqÊ.
Pusat-pusat kajian sains tersebut tidak bertahan lama karena pada abad-abad ke 12
hingga ke 15 keadaan ekonomi dan politik ummat Islam mulai melemah sehingga kerja
saintifik kehilangan momentumnya. Dukungan moral dari masyarakat pun semakin
mengecil. Al-Hassan berasumsi bahwa jika ummat Islam tidak kehilangan kekuatannya,
dan jika ekonomi ummat Islam tidak rusak dan jika stabilitas politik tidak terganggu dan
jika para ilmuwan itu diberi waktu lebih lama lagi untuk berkreasi, maka mereka akan
berhasil melebihi apa yang dicapai Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton. Sebab model
planetarium Ibn ShÉÏir dan astronomer Muslim lainnya ternyata telah membuktikan
adanya sistem heliosentris lebih dulu 200 tahun dari Cipernicus.
Sebaliknya Eropa yang pada waktu itu secara ekonomis mulai naik, bergiat
mentransfer dan mengasimiliasi buku-buku filsafat dan sain dalam Islam. Oleh karena itu
tidak heran jika karya-karya ilmuwan Eropa Abad Pertengahan tidak lepas dari karya-karya
terjemahan dari bahasa Arab. Maka dari itu sejarawan mencatat bahwa perkembangan
Eropa Barat yang terjadi pada pertengahan abad ke 13 merupakan kombinasi elemen yang
dinamakan Greco-Arabic-Latin. Meskipun begitu di Eropa nama-nama saintis Muslim
tidak menonjol bahkan tidak banyak mereka sebut secara eksplisit. Yang pasti setelah
mereka mentransfer filsafat dan sains dari Islam Eropa pada akhir abad ke 15 konsepkonsep mereka tentang alam semesta dan ilmu pengetahuan menjadi matang dan
melapangkan jalan bagi perkembangan filsafat dan sains di Barat. Kristen di Barat menjadi
kekuatan kultural yang menonjol,40 dan Eropa mencatat peristiwa sejarah yang disebut
Revolusi Sains (Scientific Revolution). Itulah sumbangan penting peradaban Islam
terhadap peradaban Barat.

39

Ahmad Y al-Hassan, “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The Sixteenth Century” dalam
Sharifah Shifa al-Attas, Islam and The Challenge of Modernity, ISTAC, Kuala Lumpur, 1996, hal. 351

40

Myers, Eugene A, Arabic Thought, hal.132.

16
Meskipun demikian kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa karena konsepkonsep penting di dalam kebudayaan Barat itu hasil adapsi dari peradaban Islam, maka
kita dapat mengambil kembali begitu saja konsep-konsep itu langsung dari Barat, tanpa
proses. Sebab orang-orang Barat mengambil konsep-konsep itu dengan proses
epistemologis yang panjang yang pada akhirnya menghasilkan konsep-konsep yang sudah
tidak lagi dapat dikenali konsep aslinya, yaitu Islam. Hal yang sama dilakukan orang Islam
ketika mengadapsi warisan Yunani. Professor Cemil Akdogan memberi contoh bahwa
David Hume, yang meniru konsep dan pandangan al-GhazzÉlÊ tentang hubungan
kausalitas, ternyata memodifikasinya sehingga menjadi sekuler, dan hasilnya berbeda dari
konsep al-Ghazzali sendiri.41
3. Kemunduran Peradaban Islam

Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu mengkaji
sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil
pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan, kemungkinan dan tantangan
(SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor
saja. Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya
suatu perdaban juga bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau
elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor
dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan
kemudian faktor internalnya.
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita
rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey
Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20.42 Faktor-faktor tersebut
adalah sbb:
1. Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada
adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada
suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung
kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi
ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi
pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama,
Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai
bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan)

41

Cemil Akdogan, “Ghazzzali, Descartes, and Hume: The Geneology of Some Philosophical Ideas” dalam
Islamic Studies, vol. 42, Autumn 2003, Nomer: 3, hal. 498; David Humes (1711-1776) bersentuhan dengan
konsep kausalitas al-Ghazzali melalui Malebranche (1638-1715) yang membaca TahÉfut TahÉfut Ibn Rushd
melalui tulisan Fonseca, Ruvio dan Suarez. Lihat J.F.Naify, Arabic and European Occasionalism: A
Comparison of al-GhazzÉlÊ’s Occasionalism and its critique by Averroes with Malebranche’s
Occasionalism and its critique in the Cartesian Tradition, Ph.D. Diss., University of California, San Diego,
1975, hal. 196-198.

42

Ahmad Y al-Hassan, “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The Sixteenth Century”, hal.
366-384.

17
disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi
wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang
rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar
yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan
sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.
2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam
adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari
tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya
merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang
dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium
psikologisnya.”43 Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur
seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada
tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria
dan Mesir.44 Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir.
3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan
Barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai
petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang
melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke
Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik
di laut maupun di darat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu
dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis
telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan. Selain itu, ternyata
hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan melampaui
jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk
Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi
274 juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah
inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.

Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah
peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban
Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap
sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah
negara-negara Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881
masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari
jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan negaranegara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula kebanyakan
negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negaranegara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus
bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil
mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan

43

Bernard Lewis, The Arab in History, London, 1977, hal.150.

44

Catatan sejarah tentang serangan Hulagu ke Mesir Lihat Ibn Kathir, al-BidÉyah wa al-NihÉyah, Beirut,
1982, jilid 13, hal. 200.

18
cara adu domba dan tehnik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak
terhindarkan dan akibatnya negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri
kecil.45
Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati. Namun analisa al-Hassan
di atas berbeda dari analisa Ibn Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak geografis dan
kondisi ekologis negara-negara Islam merupakan kawasan yang berada di tengah-tengah
antara zone panas dan dingin sangat menguntungkan. Di dalam zone inilah peradaban
besar lahir dan bertahan lama, termasuk Islam yang bertahan hingga 700 tahun, India,
China, Mesir dll. Menurut Ibn Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah
peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena
timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya
hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga
mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun menyatakan:

Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari nafkah
meningkat dikalangan mereka. Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir dan
mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk menggunakan segala bentuk
penipuan untuk tujuan tersebut. Masyarakat lebih suka berbohong, berjudi,
menipu, menggelapkan, mencuri, melanggar sumpah dan memakan riba.46

Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di masyarakat
yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem politik. Kerusakan moral dan
penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya Sumber Daya Manusia (SDM)
ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya pekerja terampil karena mekanimse

45

Intervensi Barat kedalam rumah tangga umat Islam bukan hal baru. Ketika itu Muhammad Ali berkuasa di
Mesir (tahun 1805) menyadari bahwa kelemahan Muslim adalah ketergantungannya kepada bangsa Eropah
ia mencanangkan modernisasi ekonomi Mesir, dengan meningkatkan ekspor kapas, dan menetapkan ekspor
menjadi memonopoli negara. Ia juga menolak regulasi perdagangan yang diterapkan Barat ke Turkey
Uthmani. Dari situ ia mengembangkan industri tekstil, pakaian, kertas, gula, kimia, kulit, kaca, alat-alat
industri, pompa, senjata, amunisi dan lain sebagainya. Ia bahkan mendirikan industri kapal laut setelah ia
mengirimkan kader-kadernya belajar ke Eropah dan bahkan menyewa teknisi asing untuk industri tertentu.
Sekolah dan perguruan tinggi untuk bidang kedokteran, kedokteran hewan, tehnik, bahasa, sekolah
administrasi, sekolah dinas ketentaraan dan lain-lain didirikan. Lebih dari 10.000 mahasiswa yang terdafdar
disitu mendapatkan biasiswa, tempat tinggal dan makan. Muhammad Ali kemudian mendirikan persatuan
negara-negara Arab yang terdiri dari Mesir Syria, Saudi dan Sudan. Barat ternyata tidak tahan melihat sepak
terjang Muhammad Ali ini. Inggeris khususnya menganggap Muhammad Ali sebagai ancaman yang
berbahaya. Pimpinan negara Perancis waktu itu, Palmerston, menulis kepada duta besarnya:” Saya
membenci Muhammad Ali yang bagi saya tidak lebih baik dari barbarian. Saya yakin dia adalah tiran dan
penindas yang besar.” Negara-negara Barat seperti Inggeris, Perancis, Prussia, Austria dan Russia bersatu
menekan Muhammad Ali. Itulah cara-cara Barat menghadapi kekuatan Islam yang akan bangkit. Dikutip
oleh Ahmad Y al-Hassan, dalam “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The Sixteenth
Century”, hal. 383-384.

46

Lihat Economic of Ibn Khaldun,: Revisited, www.Uwplatt.edu/-Soofi/Khaldun2, hal 16

19
rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara pada turunnya produktifitas pekerja dan
di sisi lain menurunnya sistem pengembangan ilmu pengertahuan dan ketrampilan.47
Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada
pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak benar. Sikap malas
masyarakat yang telah diwarnai oleh materialisme pada akhirnya mendorong orang
mencari harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn Khaldun menyatakan:

…..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang, ….jika ini terjadi terus
menerus, maka semua sarana untuk membangun peradaban akan rusak,dan
akhirnya mereka benar-benar akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan
destruksi dan kehancuran peradaban.48

Lebih lanjut ia menyatakan:

Jika kekuatan manusia, sifat-sifatnya serta agamanya telah rusak, kemanusiaannya
juga akan rusak, akhirnya ia akan berubah menjadi seperti hewan.49

Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban disebabkan
oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik secara intelektual maupun moral.
Contoh yang nyata adalah pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia. Disana
merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan
keperdulian masyarakat terhadap ilmu, dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan
keilmuan. Di Baghdad keperdulian al-Ma‟mun, pendukung Mu‟tazilah dan al-Mutawakkil
pendukung Ash‟ariyyah merupakan kunci bagi keberhasilan pengembangan ilmu
pengetahuan saat itu. Secara ringkas jatuhnya suatu peradaban dalam pandangan Ibn
Khaldun ada 10, yaitu: 1) rusaknya moralitas penguasa, 2) penindasan penguasa dan
ketidak adilan 3) Despotisme atau kezaliman 4) orientasi kemewahan masyarakat 5)
Egoisme 6) Opportunisme 7) Penarikan pajak secara berlebihan 8) Keikutsertaan penguasa
dalam kegiatan ekonomi rakyat 9) Rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama dan
10) Penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat.50
Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas masyarakat
khususnya penguasa. Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang pada asumsi bahwa karena

47

Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terjm. F.Rosenthal hal. 238-239

48

Ibid, hal. 286

49

Ibid, 289.

50

Mehdi, Soltanzadeh, “Factor Affecting a Siciety‟s Life Span, According to Ibn Khaldun”, a paper
disampaikan pada International Conference:Ibn Khaldun’s Legacy and Its Contemporary Significance, 20th22th November, 2006, ITAC-IIUM, Kuala Lumpur, hal.3-7

20
kondisi moral di atas itulah maka kekuatan politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur
dan pada gilirannya membawa dampak terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian
keislaman, khususnya sains. Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran
sains di kawasan Barat kekhalifahan Islam tidak berjalan.”51 Namun dalam kasus jatuhnya
Baghdad, Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains dan kegiatan saintifik berhenti
atau menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu Khurasan dan
Transoxania atau ke Barat yaitu Cairo.52
Itulah sebagian pelajaran yang dapat dipetik dari apa yang disampaikan oleh para
sejarawan Muslim tentang kemunduran peradaban Islam. Jika al-Hassan memfokuskan
pengamatannya pada masa-masa terakhir kejatuhan kekuasaan Islam pada abad ke 16
hingga abad ke 20, Ibn Khaldun mengamati peristiwa-peristiwa sejarah pada abad ke 15
dan sebelumnya. Kini masih diperlukan redifinisi tentang kemunduran ummat Islam
secara umum dan mendasar, agar kita dapat memberikan solusi yang tepat.

4. Membangun Kembali peradaban Islam

Membangun kembali peradaban Islam memerlukan beberapa prasyarat konseptual.
Pertama, memahami sejarah jatuh bangunnya peradaban Islam dimasa lalu, kedua,
memahami kondisi ummat Islam masa kini dan mengidentifikasi masalah atau
problematika yang sedang dihadapi ummat Islam masa kini. Dan ketiga, sebagai prasyarat
bagi poin kedua, adalah memahami kembali konsep-konsep kunci dalam Islam. Yang
pertama telah kita bahas di atas, dimana telah digambarkan mengenai cara-cara bagaimana
kejayaan peradaban Islam itu dicapai dan bagaimana kejatuhannya itu terjadi. Sedangkan
yang kedua akan kita bahas khususnya untuk mencari solusi yang berupa langkah-langkah
strategis dan juga praktis. Pada saat yang sama kita perlu memahami Islam dengan
menggali konsep baru dalam berbagai bidang sehingga dapat membentuk bangunan baru
peradaban Islam yang mampu menghadapi tantangan zaman. Artinya dengan konsepkonsep Islam kita dapat bersikap kritis ataupun apresiatif terhadap konsep-konsep yang
datang dari luar Islam.

a. Kondisi Ummat Islam
Setelah perang dunia kedua banyak negara Islam yang telah merdeka dan kemudian
mengembangkan kembali ekonomi mereka yang telah hancur. Dengan keterbatasan yang
ada sejatinya ekonomi ummat Islam dewasa ini masih berpotensi untuk bangkit. Dengan
letak geografis yang menurut Ibn Khaldun ideal, kini negara-negara Islam menduduki
daerah-daerah yang kaya minyak dan sumber alam lainnya. Selain itu, ummat Islam masih
mampu melahirkan figur-figur pemimpin politik yang handal, pakar-pakar dalam berbagai
bidang sains seperti pakar nuklir, pakar industri pesawat terbang, pakar bedah syaraf
dunia, peraih hadiah noble bidang fisika dan lain sebagainya. Yang lebih penting lagi
51

Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terjm. F.Rosenthal, jld. 2, hal. 431.

52

Ibid, hal. 434

21
adalah bahwa peradaban Islam memiliki sumber rujukan, al-Qur‟an dan Hadith yang dapat
berfungsi sebagai kekuatan pemersatu (unifying force) yang tidak dimiliki peradaban lain.
Von Grunebaum dengan nada heran menulis:
Bangsa-bangsa datang dan pergi. Kerajaan-kerajaan bangun dan jatuh. Tapi Islam
bertahan dan dapat terus mengayomi pengembara (nomads) dan penghuni tetap
(settlers), pembangun peradaban dalam Islam dan perusaknya. Jadi apa faktor-faktor
yang mempersatukan mereka menjadi satu ummah; yaitu mereka yang secara sadar
atau tidak cenderung untuk mempertahankan individualitas mereka, sedangkan di sisi
lain berupaya untuk mengikat diri mereka dengan Islam yang universal sebagai
kekayaan spiritual mereka yang sangat berharga? 53

Jadi, secara optimistik sejatinya kondisi ummat Islam secara umum pada dekade ini
tidaklah seburuk kondisi ummat Islam pada saat kekhalifahan Islam jatuh ke tangan
musuh. Namun, jika kita lebih bersikap introspektif maka akan kita temui bahwa umat
Islam kini belum mampu berprestasi seperti, apalagi mengungguli, prestasi ummat Islam
di zaman dulu. Muslim kini lebih banyak menguasai ilmu-ilmu yang dihasilkan oleh
kebudayaan dan pandangan hidup Barat. Berikut ini akan diidentifikasi apa akar masalah
yang menggelayuti ummat Islam saat ini dan apa langkah-langkah yang perlu
diprioritaskan untuk segera diambil dalam rangka membangun peradaban Islam.

b. Identifikasi Masalah Umat
Salah satu ciri terpenting peradaban Islam adalah perhatiannya terhadap ilmu
pengetahuan.54 Dan ini telah terbukti bahwa perjalanan panjang peradaban Islam diwarnai
oleh lahirnya ilmuwan Muslim dalam berbagai bidang dengan prestasi dalam bidang
masing-masing. Salah satu pertanda kemunduran ummat Islam yang banyak disoroti
adalah merosotnya prestasi cendekiawan Muslim dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan Islam. Meskipun ada pula yang menyoroti kemunduran dalam bidang
ekonomi, politik dan budaya. Oleh karena itu, pada dekade ini banyak tokoh cendekiawan
dan pemimpin Muslim yang perduli akan kemunduran ummat Islam yang mencoba
menawarkan pemikiran pembaharuan atau strategi pembenahan kondisi ummat.
Jika digambarkan secara umum pemikiran pembaharuan atau pembenahan ummat
Islam maka akan kita dapati beberapa kelompok. Pertama Kelompok cendekiawan yang
berusaha memperbaharui bidang sosial dan politik, seperti misalnya Jamaluddin alAfghani (1838-1897), Mohammad Rasyid Ridha (1865-1935), Dr. Abdurrazzaq Sanhuri
Pasha (1895-1971), [ketiganya dari Mesir], Abu al-A‟la al-Maududi dan sebagainya;

53

Grunbaum, G.E. von, “Pluralism in the Islamic World” dalam Islamic Studies, jilid 5, hal. 2:37-59.

54

Lihat, misalnya, Franz Rosenthal, Knowledge Triumphant: The Concept of Knowledge in Medieval Islam
(Leiden: E. J. Brill, 1970); A. L. Tibawi, “Philosophy of Muslim Education,” Islamic Quarterly, jilid 10, no.
2, Juli 1957, hal. 82.; Gustave von Grunebaum, Medieval Islam: A Vital Study of Islam at its Zenith, edisi ke
2 (Chicago: Phoenix Books/Univ. of Chicago Press, 1962), hal. 234-250.

22
Kedua kelompok cendekiawan yang menitikberatkan pada pendidikan dan
pemahaman ulang ajaran Islam agar sesuai dengan tantangan modern. Termasuk dalam
kelompok ini adalah Muhammad Abduh (1849-1905), Sir Syed Ahmad Khan, Muhammad
Iqbal dan sebagainya. Di antara kelompok ini (Ahmad Khan, Abduh) berkesimpulan bahwa
kelemahan umat Islam adalah di bidang sains dan teknologi. Untuk mengatasi masalah ini
mereka tidak hanya menempuh jalur pendidikan, tapi menyarankan agar Muslim melakukan
interpretasi ulang agama Islam dengan menekankan aspek intelektual agar ummat bisa
menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perkembangan-perkembangan baru yang ada di
Barat.
Ketiga kelompok cendekiawan yang berusaha membenahi ilmu pengetahuan dan
pendidikan Islam. Mereka itu adalah Sultan Selim III (1789-1807), Sultan Mahmud II
(1807-1839) hingga ke Pasha Muhammad „Ali di Mesir (1803-1849) dan sebagainya.
Mereka menyadari pentingnya pendidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan Islam
dan karena itu reformasi pendidikan adalah cara yang terbaik untuk membangkitkan
ummat Islam. Mereka malah menekankan bidang militer dan ilmu teknik, yang kemudian
diikuti oleh cabang-cabang ilmu yang lain.55
Keempat, adalah kelompok cendekiawan yang bergiat mencari konsep-ekonomi
Islam dan bahkan di antaranya mendirikan lembaga-lembaga ekonomi ummat, seperti
lembaga keuangan Islam, bank Islam, ekonomi syariah dsb. di antara tokohnya adalah
Umer Chapra, Khursyid Ahmad dsb.
Keempat trend pembaharuan tersebut tidak dapat dipahami secara rigid, artinya
kelompok yang menekankan politik dipastikan tidak memperhatikan pendidikan, dan
kelompok yang menekankan pembenahan ekonomi tidak memperhatikan pengembangan
ilmu pengetahuan. Muhammad Ali misalnya, selain membenahi pendidikan ia juga
mengembangkan ekonomi dan juga bergerak dalam bidang politik. Pengelompokan di atas
hanya sekedar untuk menggambarkan bahwa masing-masing kelompok memberi prioritas
kepada bidang tertentu yang menjadi andalannya. Implikasinya akan dapat dilihat dari
langkah-langkah yang diambil dari masing-masing kelompok. Ada yang bersifat praktis
dengan target jangka pendek, ada pula yang strategis yang dampaknya baru akan dirasakan
dalam jangka panjang.
Tidak sepenuhnya berbeda dari kelompok-kelompok di atas, al-Attas dalam Risalah
Untuk Kaum Muslimin yang selesai ditulisnya pada awal tahun 1973, melihat bahwa
kebanyakan pemimpin ummat Islam hanya memperhatikan kulit luar dari inti
permasalahan yang menggiring ummat kedalam kancah ketidakberuntungan ini. Ia
menyatakan :

Kini sudah jelas bagi kita kaum Muslimin bahwa akar masalah yang sedang kita
hadapi ini sesungguhnya terletak pada masalah di sekitar pengertian ilmu. Akal
pikiran kita telah diliputi oleh masalah sifat dan tujuan ilmu yang salah…orang Islam
telah terpedaya dan secara tidak sadar telah menerima pengertian ilmu yang

55

Bernard Lewis, Emergence of Modern Turkey, edisi ke 2 (London: Oxford University Press, 1968), bab. 3
dan 4; Ghulam Nabi Saqib, Modernization of Muslim Education in Egypt, Pakistan, and Turkey: A
Comparative Study (Lahore: Islamic Urdu Service, 1983), hal. 79-80.

23
dianggap sama dengan pengertian kebudayaan Barat. Mereka telah memberi
pengertian ilmu sesuai dengan sifat dan tabiat kepribadian mereka. Sedangkan
makna ilmu itu berbeda-beda sesuai dengan agama dan kebudayaan berdasarkan
pandangan hidup masing-masing. Islam pun mempunyai pandangan hidup
tersendiri yang mencerminkan sifat dan tabiat kepribadiannya sendiri yang berbeda
dari pandangan hidup agama dan kebudayaan lain.56

Apa yang disimpulkan oleh al-Attas di atas adalah benar adanya. Kalau di zaman
dulu problem yang dihadapi ummat Islam adalah tantangan ekstern dan intern seperti
agresi militer, instabilitias politik, keterpurukan ekonomi, kerusakan moralitas masyarakat
dan pemimpin, maka di zaman kita sekarang ini tantangan ekstern dan internnya lebih
kompleks dan bermuara pada masalah ilmu pengetahuan.
Di sini al-Attas sangat menyadari bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang
memperhatikan ilmu pengetahuan dan bahkan dibangun atas dasar ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan Islam dan pandangan hidup Islam berkaitan sangat erat sekali. Sebab,
menurutnya ilmu itu “mempengaruhi sikap hidup manusia”. Jadi kesimpulan di atas
bahwa pandangan hidup adalah asas peradaban tentulah benar adanya. Dan tidak salah
pula jika disimpulkan bahwa hancurnya peradaban Islam adalah karena hancurnya ilmu
pengetahuan Islam.
Jadi tantangan eksternal ummat Islam dewasa ini yang berbentuk ilmu pengetahuan
itu adalah derasnya arus pemikiran Barat yang masuk kedalam pemikiran Muslim dalam
bentuk konsep-konsep kunci yang sarat dengan nilai-nalai Barat. Berikut akan dijelaskan
problem ekternal dan internal sekaligus.

c. Tantangan Pemikiran dan Dampaknya
Berpegang pada prinsip bahwa ilmu pengetahuan dan pandangan hidup adalah
ujung tombak dan soko guru suatu peradaban, maka tantangan ekternal yang dihadapi
Muslim dewasa ini adalah ilmu pengetahuan yang bersumber dari kebudayaan Barat. Barat
sendiri adalah peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur
yaitu filsafat dan nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, serta agama Yahudi dan Kristen
yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa.57 Sedangkan Islam adalah peradaban yang lahir dan
tumbuh berdasarkan pada wahyu yang memproyeksikan sebuah pandangan hidup yang
sempurna, yang dipahami, ditafsiri, dijelaskan dan dipraktekkan sehingga membentuk
tradisi intelektual dimana ilmu pengetahuan religius dan rasional diintegrasikan dalam
bangunan ilmu yang mengandung nilai-nilai dan konsep-konsep yang berguna bagi
pemnbentukan kehidupan yang aman, tenteram dan damai.

56

Al-Attas, SMN, Risalah Untuk Kaum Muslimin, ISTAC, Kuala Lumpur, 2001, para. 51, hal. 129. Cf. Surat
kepada Sekretariat Islam tanggal 15 Mei 1973, berbunyi “permasalahan inti yang menjadi penyebab semua
permasalahan yang lain adalah permasalahan ilmu.” seperti dikutip Wan Mohd Nur Wan Daud, The Educational
Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas, ISTAC, Kuala Lumpur, 1998, 71.

57

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam and Secularism, ISTAC, 1993, hlm 134.

24
Identitas peradaban Barat dapat dilihat dari dua periode penting yaitu modernisme
dan postmodernisme. Modernisme adalah aliran pemikiran Barat modern yang timbul dari
pengalaman sejarah mereka sejak empat abad terakhir. Ringkasnya modernisme adalah
paham yang muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada
abad pencerahan, abad industri dan abad ilmu pengetahuan. Ciri-ciri zaman modern
adalah berkembangnya pandangan hidup saintifik yang diwarnai oleh paham sekularisme,
rasionalisme, empirisisme, cara berfikir dikhotomis, desakralisasi, pragamatisme dan
penafian kebenaran metafisis (baca: Agama). Selain itu modernisme yang terkadang
disebut Westernisme membawa serta paham nasionalisme, kapitalisme, humanisme
liberalisme, sekularisme dan sebagainya.58 John Lock, salah seorang filosof Barat modern
menegaskan bahwa liberalisme rasionalisme, kebebasan, dan pluralisme agama adalah inti
modernisme. Tapi yang dianggap cukup menonjol dalam modernisme adalah sekularisme,
baik bersifat moderat dan ekstrim.59 Sedangkan postmodernisme adalah gerakan
pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutannya.
Postmodernisme berbeda dari modernisme karena ia telah bergeser kepada paham-paham
baru seperti nihilisme, 60 relativisme, pluralisme dan persamaan gender (gender equality),
dan umumnya anti-worldview. Namun ia dapat dikatakan sebagai kelanjutan modernisme
karena masih mempertahankan paham liberalisme, rasionalisme dan pluralismenya. Itulah
sekurang-kurangnya elemen penting peradaban Barat yang kini sedang menguasai dunia.

58

Lihat Troger Garaudy, Janji-Janji Islam, terjemahan (Jakarta, Bulan Bintang, 1982, 222-223; juga Maryam
Jemeelah, Islam and Modernism, (Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1975), hal. 15.

59

Sekularisme moderat menganggap agama sebagai urusan pribadi dan rohani manusia dan karena itu tidak
boleh dicampur aduk dengan urusan keduniaan yang berupa ilmu, politik, pertanian dll., sedangkan
sekularisme ekstrim menganggap agama sebagai musuh masyarakat, tapi yang jelas keduanya menolak
agama dalam kehidupan. Muhammad al-Bahi, Penentangan Islam terhadap Aliran Pemikiran Perosak,
terjemahan bahasa Malaysia (kuala Lumpur, Penerbit Hizbi, 1985) hal.52.

60

Relativisme dan nihilisme adalah doktrin tentang nilai yang dipergunakan para pemikir post-modern untuk
menggugat agama. Programnya adalah penghapusan nilai (dissolution of value) dan penggusuran tendensi
yang mengagungkan otoritas. Hal ini dilakukan dengan merduksi makna nilai yang dijunjung tinggi dan
dinilai sebagai absolute oleh agama dan masyarakat. Menurut Heidegger (1889-1976) nihilisme adalah “suatu
proses dimana pada akhirnya tidak ada lagi [kebenaran] yang tersisa. Bagi Nietzsche proses nihilisme adalah
devaluasi nilai tertinggi, yang membawa pada kesimpulan doktrin “kematian Tuhan”. Keduanya menuju
suatu titik dimana manusia tidak lagi berpegang pada struktur nilai, nilai tidak lagi mempunyai makna. Suatu
konsep tentang apapun tidak lagi berdasarkan pada sesuatu yang metafisis, religious ataupun mengandung
unsur ketuhanan (divine). Ini berarti bahwa filsafat nihilism bertujuan untuk mengkaji dan kemudian
menghapuskan segala klaim yang dilontarkan oleh pemikiran metafisika tradisional. Metafisika, dimana
konsep Tuhan merupakan foundasi pemikiran dan nilai, dihilangkan atau disingkirkan. Sebab, kata Nietzsche,
ketika metafisika telah mencapai suatu poin dimana kebenaran telah dianggap seperti Tuhan, sebenarnya itu
tidak lebih dari nilai-nilai yang subyektif yang boleh jadi salah sepertimana kepercayaan dan opini manusia
yang lain. Baginya tidak ada perbedaan antara benar dan salah, keduanya hanyalah kepercayaan yang salah
(delusory) yang keduanya tidak dapat diandalkan. Maka dari itu, kalau kita menolak kesalahan kita juga harus
menolah kebenaran. Membuang yang satu berarti juga harus membuang yang lain (to do away with one is to
do away with other too). Serangan doktrin nihilisme terhadap metafisika ini menunjukkan dengan jelas
sebagai serangan agama sebagai asas bagi moralitas. Lihat Gianni Vattimo, The End of Modernity, 19, 167;
Friedrich Nietzsche, Twilight of the Idol, terjemahan. R.J. Hollingdale (Harmondsworth: Penguin, 1968), hal.
41. dalam karyanya Will To Power, ia menyatakan bahwa “Truth is the kind of error”, lihat Nietzsche,
Friedrich, The Will To Power, lihat section 493.

25
Untuk mempermudah gambaran tentang peradaban Barat modern dan postmodern berikut
diagram tentang modernisme dan postmodernisme.

Worldview Barat
RASIONALISASI
EMPIRIS
SEKULARISASI
BARAT
MODERN

DESAKRALISASI
NON-METAFISIS
DICHOTOMY
PRAGMATIS

Worldview Barat
Postmodern
NIHILISME
RELATIVISME
ANTI-OTORITAS
BARAT
POST-MODERN

ANTI-WORLDVIEW
PERSAMAAN / EQUALITY
FEMINISME / GENDER
PLURALISME
LIBERALISME

Dampak dari paham, aliran dan pemikiran yang dibawa modernisme dan
postmodernisme terhadap paham ilmu pengetahuan Islam (epistemologi) cukup besar.
Secara etimologis istilah modernisasi telah menggantikan istilah tajdid dalam Islam. Secara
epistemologis modernisme dengan rasionalismenya telah mempengaruhi cendekiawan
26
Muslim untuk menekankan penggunaan rasio - dalam pengertian reason bukan ‘aql –
dalam memahami masalah-masalah keagamaan. Fazlur Rahman misalnya mengakui
bahwa kaum modernis menekankan penggunaan akal dalam memahami agama, masalah
demokrasi dan masalah wanita; dan mengakui adanya pengaruh Barat dalam pemikiran
modernis.61
Apa yang disinyalir Rahman terjadi pada tokoh cendekiawan
Nurcholish Madjid. Dengan tanpa menggunakan terminologi Islam
bahwa inti modernisasi adalah ilmu pengetahuan, dan rasionalisasi
mutlak sebagai perintah Tuhan, maka. Maka dari itu modernitas
pendekatan (taqarrub) kepada Tuhan Yang Maha Esa.62

Muslim Indonesia
ia berargumentasi
adalah keharusan
membawa kepada

Istilah-istilah yang digunakan adalah murrni Barat, sehingga pengaruh pemikiran
Barat didalamnya sudah bisa diduga. Banyak persoalan yang perlu dijelaskan. Jika yang ia
maksud modernisasi adalah tajdid, tentu membawa banyak persoalan. Jika yang ia maksud
adalah sekedar peningkatan taraf hidup Muslim maka ia tidak serta merta berarti taqarrub
kepada Allah. Demikian pula dalam memahami makna rasionalisasi. Ia pisahkan
rasionalisasi dari rasionalisme, yang berarti penggunaan akal. Jika demikian maka dalam
pendapat ini tidak ada yang baru. Al-Qur‟an telah memerintahkan penggunaan akal dalam
berbagai ayatnya. Yang diperlukan sekarang bukan hanya sekedar menggunakan akal, tapi
bagaimana konstruk epistemologi Islam yang harus dibangun. Sebab konsep akal dalam
Islam tidak sama dengan rasio dalam pengertian Barat, dan menggunakan akal atau
berfikir (yatafakkar) dalam al-Qur‟an harus dibarengi dengan berzikir menggunakan qalb
(yadhkuru). 63
Pengaruh paham modernisme dalam pemikiran Nurcholish lebih jelas lagi ketika ia
mengambil unsur utama modernisasi, yaitu sekularisasi untuk memahami agama.
Sekularisasi menurutnya adalah "menduniawikan masalah-masalah yang mestinya bersifat
duniawi, dan melepaskan ummat Islam untuk mengukhrawikannya" kemudian diperkuat
dengan idenya tentang "liberalisasi pandangan terhadap ajaran-ajaran Islam" dengan
memandang negatif tradisi dan kaum tradisionalis.64 Gagasan ini mengadopsi pemikiran
Harvey Cox dan Robert N. Bellah, pencetus gagasan sekularisasi dalam Kristen, dan tidak
ada modifikasi yang berarti. Ia hanya mencarikan justifikasinya dalam ajaran Islam.
Menurut Nurcholish, konsep tentang dunia sebagai tempat hidup yang bernilai
rendah dan hina bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, umat Islam tidak
diperbolehkan curiga kepada kehidupan duniawi ini, apalagi lari dari realitas kehidupan
duniawi. Sehingga, sekularisasi adalah proses penduniawian.65 Disini Nurcholish seakan

61

Fazlur Rahman, "Islam:Legacy and Comtemporary Challenge" seperti yang dikutip oleh Abdul Rahman
Haji Abdullah dalam Pemikiran Islam di Malaysia, sejarah dan aliran, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan
Pustaka & USM, Pinang, 1988, hal. 11.

62

Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan,Bandung , Penerbit Mizan, cetakan ke VIII,
1995, hal. 172.

63

Libat, Muhammad „Ali al-Juzu, Shaykh, MafhËm al-‘Aql wa al-Qalb, DÉral-„Ilm Lil-Malayin, Beirut, 1983,
khususnya Bab 2, hal. 55-78

64

Ibid, hal 207.

65

Ibid., hal. 217-218.

27
akan ingin agar kehidupan dunia ini tidak dianggap hina dan rendah oleh ummat Islam
sehingga lari dari padanya. Implikasinya tentu ia berharap agar kehidupan dunia ini
dianggap mulia dan tinggi serta harus dihadapi. Tapi ternyata ia justru memisahkan nilainilai spiritual yang sebenarnya memuliakan dan mennggikan kehidupan dunia itu. Disini
sekularisasi masih berarti pengosongan nilai-nilai ruhani dari alam materi
(disenchantment of nature). Al-Quran menegaskan bahwa alam semesta adalah ayat (kata,
kalimat, tanda symbol) yang merupakan manifestasi lahir ataupun batin dari Tuhan. Alam
memiliki makna keteraturan dan harus dihormati dikarenakan ia memiliki hubungan
simbolis dengan Tuhan.
Sekularisasi justru mendorong orang untuk tidak menghormati alam dan kehidupan
dunia. telah mengikis dan menghilangkan hubungan simbolis ini. Hasilnya, alam tidak
perlu dihormati. Hubungan harmonis antara manusia dan alam telah diceraikan dan
dihancurkan. Hasilnya, manusia akan terdorong untuk melakukan segala macam
kezaliman, kemusnahan, kerusakan di atas muka bumi. Hasilnya, alam menjadi korban
eksploitasi yang hanya berharga demi sekedar kajian saintifik dan penelitian ilmiah.
Sekularisasi telah menjadikan manusia „menuhankan dirinya‟ untuk kemudian berlaku
tidak adil terhadap alam.66
Nurcholish juga membatasi makna sekularisasi agar tidak berarti sekularisme.
Pembatasan diberikan dengan adanya kepercayaan akan adanya Hari Kemudian dan
prinsip Ketuhanan.67 Pembatasan ini tetap saja bersifat memisahkan secara dichotomis.
Orang-orang sekuler di dalam Kristen adalah orang-orang yang percaya pada Hari Akhir
dan pada Tuhan, hanya saja mereka, karena sejarah mereka, tidak ingin agama
mencampuri kehidupan dunia mereka, agama adalah properti pribadi dan bukan publik.
Dalam Islam agama adalah urusan dunia dan akherat, urusan pribadi dan urusan publik
sekaligus. Jadi secara epistemologis akhirnya sekularisasi ini juga akan menjadi
sekularisisme (secularizationism).68
Sejalan dengan gagasan rasionalisasi dan sekularisasi Nurcholish Madjid, Dr.Harun
Nasution mencanangkan gagasan rasionalisasi. Gagasan ini dikembangkan dalam studi
Islam di seluruh IAIN. Berbeda dari Nurcholish, Harun mencanangkan gagasannya itu
setelah ia menyelesaikan doktornya di Institute of Islamic Studies McGill, Canada dengan
thesis berjudul "Posisi Akal dalam Pemikiran Teologi Muhammad Abduh". Latar belakang
pendidikannya dan pergaulannya dengan ulama-ulama di Mesir memperluas
pengetahuannya tentang tradisi pemikiran Islam. Karya-karyanya 69 yang ia tulis setelah
kepulangannya dari Canada dijadikan buku teks terutama dilingkungan IAIN.

66

Al-Attas, Islam, hal. 38-40.

67

Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, hal. 219-220.

68

Al-Attas, Islam, hal. 48. Sekalipun judul buku al-Attas adalah Islam dan Sekularisme, namun makna
Sekularisme bukan sekedar idiologi secular seperti komunisme, sosialisme dan bentuknya yang beragam,
namun juga termasuk pandangan hidup sekular yang diproyeksikan oleh sekularisasi, yang intinya adalah
relativisme historis sekular, dan inilah makna dari sekularisisme.

69

Seperti misalnya Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (1974), Teologi Islam (1977), Filsafat Agama
(1978), Filsafat dan Mistik dalam Islam (1978), Aliran modern dalam Islam (1980), Muhammad Abduh dan
Teologi Mu'tazilah (1987)

28
Hanya sayangnya ia mengangkat kembali doktrin teologis Mu'tazilah dan
mengecilkan doktrin teologi Ash'ariyyah. Asumsinya bahwa teologi ummat Islam yang
dipakai ummat Islam pada kejayaannya di zaman Abbasiya adalah teologi rasional
Mu'tazilah. Ia bahkan mengatakan bahwa selama ummat Islam mempertahankan
kepercayaan pada pandangan hidup fatalistik berdasarkan doktrin Ash'ariyyah, maka
hampir mustahil untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan negara. Untuk itu teologi
Ash'ariyyah perlu diganti dengan teologi Mu'tazilah.70
Tapi pemikirannya baru pada tingkat gagasan dan tidak berupa konsep-konsep baru.
Asumsinya bahwa Mu'tazilah adalah teologi yang berhasil membawa Islam ketingkat
peradaban yang tinggi masih perlu pembuktian lebih jauh. Sebab setelah al-Mutawakkil,
yang bukan Mu‟tazilah berkuasa, peradaban Islam masih terus eksis dan prestasinya lebih
baikdari al-Ma‟mun pendukung Mu‟tazilah. Al-Hassan menyatakan:
But with his ortodoxy and fanaticism….al-Mutawakkil like al-Ma’mun was patron
of science and scholarship and re-opened the Dar al-Hikmah, granting fresh
endowment. The best work of translation was done during his regn. He was
generous patron of scientific research. The best work of Dar al-Hikmah was done
under alk-Mutawakkil.71
Kritiknya terhadap teologi Ash'ari yang hanya difokuskan pada qada dan qadar
hanya menunjukkan pembelaan terhadap teologi Mu'tazilah saja. Dan ini lebih cenderung
membatasi pemikiran Islam hanya pada diskursus yang terjadi dalam Kalam. Ini justru
mempersempit Islam itu sendiri. Selain itu gagasan Islam Rasional tidak mendalam sampai
kepada pembahasa tentang arti, peranan dan kedudukan akal dalam Islam dalam
kaitannya dengan wahyu. Dalam salah sub bab dalam bukunya Islam Rasional yang
berjudul :"Masalah Akal dan Akhlak" ia tidak menjelaskan masalah secara mendalam.
Demikian pula dalam bukunya Akal dan Wahyu dalam Islam, ia banyak mengutip ayatayat tentang pentingnya berfikir rasional dan mengungkapkan berbagai pandangan ulama
terdahulu dan kita hampir tidak dapat menemukan konsep Harun sendiri tentang
hubungan keduanya secara teoritis dan konseptual. Jadi teologi rasionalnya Harun masih
dalam tingkat gagasan dan belum berupa konsep baru apalagi untuk disebut sebagai NeoMu'tazilah.
Gagasan yag lebih vulgar dan bahkan secara eksplisit merupakan kepanjangan dari
Westernisasi adalah trend pemikiran yang kini dikenal dengan liberalisasi. Jika gagasan
Nurcholish dan Harun Nasution cenderung mengadapsi paham-paham dalam
modernisme, liberalisasi lebih condong menerapkan paham-paham yang dibawa oleh
postmodernisme. Relativisme, pluralisme, equality (persmaaan), dekonstruksi dan lain
sebagainya adalah terma-terma pemikiran postmodern. Karena bermuatan Westernisasi
maka trend pemikiran ini menjadi sebuah gerakan sosial. Meski ia di perkotaan dan
perguruan tinggi, namun secara perlahan-lahan berpengaruh dalam pembentukan opini
dan jika dibiarkan maka akan berkembang menjadi framework pemikiran. Lebih-lebih
trend pemikiran ini juga diminati oleh para dosen yang pernah belajar dengan orientalis di
Barat.

70

Harun Nasution , Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Penerbit Mizan, ed. Saiful Muzani, Bandung,
Penerbit Mizan 1996, cetakan ke IV, hal 154-155.

71

Al-Hassan, “Factor”, hal. 363-364

29
Cara berfikir dichotomis yang melihat Islam dengan pandangan ganda Islam
historis-Islam normatif, Islam liberal dan Islam literal, kebenaran obyektif dan kebenaran
subyektif, berfikir tekstual dan kontekstual adalah cara pandang yang berdasarkan
pandangan hidup manusia Barat.72 Pendekatan seperti ini pada gilirannya akan
mempersulit kita dalam mengkonseptualisasikan epistemologi Islam dan konsep otoritas
dalam Islam. Terbukti dengan berfikir dichotomis seperti itu para cendekiawan justru
semakin kritis terhadap tradisi dan khazanah pemikiran Islam daripada mengapresiasi
secara kreatif dan sikap kritisnya terhadap Barat menghilang. Tuduhan Nurcholish bahwa
ummat Islam memahami tradisi seperti dogma, misalnya, bukan alasan yang tepat untuk
meninggalkannya. Dalam setiap agama selalu ada unsur-unsur dogmatisnya, bahkan dalam
dunia sains yang rasional sekalipun aksioma-aksioma itu dipegang melebihi agama.
Walhasil, Upaya-upaya pembaharuan pemikiran di dunia Islam, ternyata masih
bersifat seporadis, artinya pemikiran dan gagasannya tidak didukung oleh komunitas yang
memang menekuni khusus dalam mengkaji, mengevaluasi dan mengembangkan pemikiran
Islam. Terkadang merupakan gerakan yang dipaksakan dan dipopulerkan, khususnya oleh
media. Jika pun ada komunitas itu, kualitas keilmuannya masih belum memadahi untuk
suatu proyek pembangunan konsep-konsep keislaman. Kelemahan yang lain, pemikiran
yang konon merupakan pembaharuan itu ternyata lebih cenderung mengkopi konsepkonsep Barat modern dan postmodern. Kerancuan di sana sini tidak dapat dihindarkan.
Sebab makna dan tujuan ilmu serta beberapa konsep ilmu yang di miliki umat Islam itu
tercampur oleh pendekatan kebudayaan dan pandangan hidup Barat. Paham, ide, nilai dan
filsafat ilmu Barat modern dan postmodern kini bercampur baur dalam pemikiran Islam.
Akibatnya, Muslim berbicara ilmu pengetahuan Islam, sejarah Islam, dan bahkan ajaran
Islam dengan menggunakan pemahaman, nilai, ide, pendekatan dan bahkan terminologi
Barat. Konsep yang dihasilkan, boleh jadi tidak lagi compatible dengan pandangan hidup
Islam. Mulanya memang sekedar pemikiran atau konsep tapi implikasnya akan masuk ke
sistem pendidikan dan akhirnya akan membentuk pandangan hidup. Jika pemikiran
Muslim sudah terbaratkan, maka bidang-bidang lain akan ikut dengan sendirinya.
Untuk itu apa yang diperlukan dalam kajian Islam di Indonesia adalah menggali
kembali khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menguasai pemikiran dan kebudayaan
asing terutama Barat khususnya tentang pandangan hidupnya, filsafatnya,
epistemologinya, sains dan teknologinya agar ummat Islam melahirkan konsep-konsep
Islam dalam berbagai bidang dan dalam konteks kekinian atau kontemporer. Namun
masalahnya ummat Islam sendiri masih menghadapi problem internalnya.
d. Problem pendidikan Islam
Selain problem keilmuan yang berasal dari masuknya konsep-konsep, ide-ide
dan paham-paham asing, secara internal ummat Islam juga memiliki problem yang tidak
kalah seriusnya. Problem yang pertama adalah lemahnya tradisi pengkajian ilmu-ilmu
pengetahuan doktrinal maupun pengetahuan spekulatif. Kelemahan ini mengakibatkan
miskinnya konsep-konsep baru yang rasional sehingga isu-isu yang dibawa oleh kelompok
modernis ataupun rasionalis yang sebenarnya tidak berasal dari tradisi intelektual Islam
dianggap sebagai sesuatu yang baru dan dianggap menyegarkan. Padahal ia lebih

72

Bandingkan misalnya Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 1996; dan juga Atho Mudzhar, H.M,. Pendekatan Studi Islam, Dalam Teori dan Praktek,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.

30
merupakan adopsi dari pandangan Barat ataupun Orientalis yang masih perlu dikritisi.
Tapi lagi-lagi tradisi kritik (naqd) belum menjadi mekanisme intelektual yang mapan.
Masalah ini menjadi lebih serius lagi jika dikaitkan dengan pembentukan
disiplin ilmu baru dalam Islam. Tradisi mengadakan kajian dalam satu bidang pemikiran
Islam belum bisa tumbuh sebagaimana kajian dalam bidang ilmu-ilmu sekuler, karena
kekurangan sumber daya manusia ataupun belum wujudnya komunitas untuk itu. Ini
berarti keahlian cendekiawan kita masih belum terklassifikasikan dalam disiplin ilmu
tersendiri. Satu konsep dalam satu bidang kajian masih bercampur campur dengan konsepkonsep dalam bidang lain dan bahkan konsep-konsep yang diambil dari konsep asing
masih belum sempurna diasimilasikan kedalam pandangan hidup Islam. Nampaknya
semua cendekiawan dapat berbicara tentang semua masalah karena dianggap mengerti
semua masalah, sehingga kita sulit menemukan seorang cendekiawan yang menekuni satu
bidang khusus dan menghasilkan konsep-konsep Baru. Dalam perkembangan selanjutnya
ketika masyarakat ilmiah semakin dewasa dalam memahami Islam spesialisasi dalam suatu
bidang ilmu agama menjadi tuntutan masyarakat yang tidak dapat dihindarkan dan dari
situ akan muncul disiplin ilmu Baru dalam Islam yang lahir dari pandangan hidup Islam.
Oleh sebab itu, klassifikasi ilmu yang dicanangkan al-Ghazzali yang berupa farÌu
'ayn dan farÌu kifÉyah dapat dikembangkan dalam konteks kekinian. Ilmu farÌu 'ain dapat
diartikan sebagai compulsory subject bagi mahasiswa atau pelajar Muslim yang berupa
ilmu-ilmu agama yang asasi tergantung tingkat pendidikannya. Tingkat universitas
misalnya TafsÊr, hadÊth, syarÊ’ah, teologi (ilmu Kalam), metafisika dapat dimasukkan
kedalam ilmu farÌu 'ain. Ilmu FarÌu KifÉyah adalah ilmu yang tidak mesti dituntut oleh
semua Muslim, termasuk di dalamnya ilmu manusia, ilmu alam, ilmu terapan,
perbandingan agama, kebudayaan Islam dan Barat, ilmu bahasa dan sastra, sejarah Islam
dsb.73 Pembagian ilmu faÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah ini tidak perlu difahami secara
dikhotomis, karena ia hanyalah pembagian hirarki ilmu pengetahuan berdasarkan kepada
tingkat kebenarannya. Ia harus dilihat dalam perspektif kesatuan integral atau tawÍÊdi, di
mana yang pertama merupakan asas dan rujukan bagi yang kedua.
Tapi masalahnya dalam kurikulum pendidikan Islam, pengajaran ilmu-ilmu farÌu
'ayn yang berhubungan dengan keimanan dan kewajiban-kewajiban individu berhenti pada
jenjang pendidikan rendah atau menengah dan tidak dilanjutkan pada tingkat universitas.
Konsep hirarki ilmu pengetahuan ilmu farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah itu belum banyak
dikenal di kalangan lembaga pendidikan Islam, jikapun dikenal ia masih banyak
disalahpahami atau masih belum dikonseptualisasikan serta dipraktekkan secara
akademis. Pembagian ini perlu ditekankan pada jenjang perguruan tinggi. Sebab
masalahnya berkaitan dengan konsep ilmu (epistemologi).
Untuk mengidentifikasi problem ilmu pengetahuan pada lembaga pendidikan
Islam, khususnya di Indonesia, ada baiknya dibahas situasi pada 3 institusi pendidikan
Islam, yaitu pesantren, madrasah dan perguruan tinggi Islam.

Sistem pendidikan pesantren
Pesantren di Indonesia terdiri dari dua sistem yaitu tradisional dan modern.
Keduanya mempunyai missi tafaqquh fÊ al-dÊn, artinya lembaga pendidikan yang

73

Untuk pemabahsan lebih detail lihat Wan Mohd Nur Wan Daud, The Educational Philosophy, hal. 71.

31
bertujuan khusus mempelajari agama. Pada pesantren tradisional missi ini dijabarkan
secara kurikuler dalam bentuk kajian kitab kuning yang terbatas pada Fiqih, Aqidah, Tata
Bahasa Arab, Hadith, Tasawwuf dan Tarekat, Akhlak, dan Sirah. Sementara itu bagi
pesantren modern missi ini diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang diorganisir dengan
menyederhanakan kandungan kitab kuning sehingga bersifat madrasi dan melengkapinya
dengan mata pelajaran ilmu-ilmu yang biasa disebut "ilmu pengetahuan umum". Pesantren
tradisional yang mengkhususkan diri pada kajian ilmu farÌu 'ayn terpaksan mengorbankan
ilmu farÌu kifÉyah dalam pengertian 'ulËm al-naqliyyah. Bahkan kajian ilmu farÌu 'ayn
dengan kekayaan kitabnya itu belum dapat memainkan perannya yang berarti terhadap
kajian disiplin ilmu farÌu kifÉyah di lembaga pendidikan Islam lainnya atau pendidikan
sekuler. Selain itu karena kelemahan metodologis pesantren tradisional takhaÎÎuÎ pada
satu bidang ilmu tertentu terlalu kaku, sehingga menyulitkan kerja-kerja integrasi ilmu
fardu ayn dan farÌu kifayah. Di pesantren ini sangat sedikit sekali, atau bahkan mungkin
tidak ada, kajian 'ulËm al-'aqliyyah seperti logika, filsafat, metafisika, kalÉm, kedokteran
dan lain-lain. Ringkasnya, secara umum pembagian hirarki ilmu farÌu 'ayn dan farÌu
kifÉyah tidak nampak jelas, bahkan ilmu farÌu kifÉyah yang melibatkan kajian tentang
alam dan hakekat manusia hampir tidak mendapat tempat dalam kurikulum pesantren
tradisional itu sendiri.
Pesantren modern yang memahami tafaqquh fi al-dÊn dalam bentuk gabungan
ilmu farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah memang berhasil memberikan wawasan yang lebih luas
dibanding pesantren tradisional, namun sesungguhnya gabungan itu bukan merupakan
hasil integrasi 'ulËm al-naqliyyah dan 'ulËm al-'aqilyyah yang didesain secara konseptual.
Mata pelajaran Fisika misalnya masih belum dikaitkan dengan mata pelajaran Usuluddin,
mata pelajaran Sejarah Dunia tidak mengandung Sejarah Islam atau peranan ummat Islam
dalam sejarah dunia dan sebagainya. Jadi kurikulum pesantren modern bukan merupakan
hasil dari konsep ilmu yang integral, tapi lebih merupakan kajian serempak ilmu farÌu 'ayn
dan farÌu kifÉyah. Jadi, masih terbuka kemungkinan akan adanya pandangan dikhotomis
para santrinya. Meskipun begitu sebenarnya dengan sistem madrasi-nya yang
mengharuskan pengajaran banyak materi mabÉdi' al-'ulËm (ilmu-ilmu kunci) pesantren
modern berpotensi untuk memproduk generalis dan lebih kondusif untuk menanamkan
pandangan hidup Islam dibanding pesantren tradisional. Kedua sistem pendidikan
pesantren ini sebenarnya sama-sama memiliki potensi untuk diarahkan mengkaji ilmu
pengetahuan Islam secara integral. Namun hal itu tergantung kepada kapasitas kyai, ulama
dan asÉtidhah-nya.
Sistem Pendidikan Madrasah
Sistem pendidikan madrasah yang dikembangkan pemerintah sebenarnya
diharapkan mampu menciptakan pelajar-pelajar yang mengetahui dan menguasai ilmuilmu agama dan ilmu-ilmu umum sekaligus.74 Sistem pendidikan madrasah mulanya
didesain sebagai konvergensi kurikulum pendidikan pondok dan sekolah umum yang
sedikit banyak serupa dengan kurikulum pesantren modern. Namun pengembangan
program-program khusus atau jurusan tertentu yang memisahkan ilmu farÌu 'ayn dan ilmu

74

Dalam konteks Islam, sebenarnya tidak ada istilah „ilmu-ilmu umum,‟ sebab Islam menjadikan semua aspek,
keperluan dan aktifitas kehidupan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dipakainya istilah ilmu-ilmu
umum dalam tulisan ini adalah semata-mata merujuk kepada penggunaannya yang sudah begitu populer di
Indonesia.

32
farÌu kifÉyah dengan tanpa konsep yang jelas, peran madrasah dalam mengeliminir
dikhotomi ilmu dalam pendidikan Islam semakin tidak nampak. Di sisi lain kegagalan
sistem madrasah juga dapat dilihat dari fakta dimana prestasi kebanyakan murid-murid
madrasah dalam bidang "ilmu-ilmu agama" masih tertinggal jauh dari prestasi santri-santri
pondok pesantren dan dalam bidang "ilmu-ilmu umum" pula mereka tidak bisa
mengimbangi prestasi murid-murid sekolah umum. Selain itu, sejauh ini nampaknya ilmu
pengetahuan umum (sekuler) tidak diajarkan dalam perspektif ilmu agama.

Sistem Perguruan tinggi Islam
Terlepas dari peran kemasyarakat yang dimainkan oleh sistem pesantren,
kekurangan yang paling menonjol adalah ketidakmampuan keduanya dalam
mengembangkan tingkat tingginya atau perguruan tingginya. Yakni perguruan tinggi yang
khas dibangun sebagai kelanjutan tradisi intelektual Islam atau sekurang-kurangnya
dibangun berdasarkan pada tradisi keilmuan di pesantren. Padahal dulu hampir semua
pesantren memiliki program tingkat tingginya, yang di pesantren tradisional disebut
khawÉÎ dan di pesantren modern disebut pesantren tinggi, meskipun tidak dilembagakan
secara formal. Program itu kini sudah sangat jarang, kalaupun tidak boleh dikatakan tidak
ada. Kini di beberapa pesantren program itu telah diganti dengan sekolah tinggi atau
institut yang mengikuti kurikulum Departemen Agama yang sebenarnya bukan sepenuhnya
merupakan kelanjutan dari kurikulum pesantren. Ada pula pesantren yang mendirikan
universitas dengan fakultas yang mengikuti kurikulum Departmen Pendidikan dan
Kebudayaan. Isi dan produknya tentu yang tidak jauh beda dengan universitas umum.
Gagasan dan usaha untuk menghidupkan program Ma'had 'Óly sebagai lanjutan
pendidikan pesantren ternyata terhalang oleh kemiskinan konsep dan sumber daya
manusia.
Jenjang pendidikan tinggi dalam bentuk institut atau universitas yang merupakan
lanjutan bagi kajian ilmu-ilmu keislaman di pesantren nampaknya belum terwujud.
Akibatnya khazanah ilmu pengetahuan Islam tidak dikaji secara intensif, apalagi dikaji dan
difahami dalam konteks kekinian. Di Universitas-universitas Islam fakultas-fakultas agama
(farÌu 'ayn) tidak berperan menjadi rujukan atau menjadi asas bagi fakultas-fakultas
umum (farÌu kifÉyah), ia justru dimarjinalkan.

5. Membangkitkan tradisi keilmuan

Jika substansi peradaban Islam adalah pandangan hidupnya, maka membangun
kembali peradaban Islam adalah memperkuat pandangan hidup Islam. Hal ini dilakukan
dengan menggali konsep-konsep penting khazanah ilmu pengetahuan Islam dan
menyebarkannya agar dimiliki oleh kaum terpelajarnya yang secara sosial berperan sebagai
agen perubahan dan yang secara individual akan menjadi decision maker.
Memperkuat pandangan hidup Muslim artinya memberi solusi terhadap persoalan
ummat secara fundamental dan integral. Pentingnya pandangan hidup Islam ditekankan
al-Attas dalam berbagai tulisannya, dan bahkan dalam kontek pengembangan sains telah
33
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam
Membangun Peradaban Islam

More Related Content

What's hot

TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
arfian kurniawan
 
Makalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqhMakalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqhindah pertiwi
 
Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2
Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2
Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2
Pristiyanto SS
 
Makalah Masa Keemasan dan Kemunduran Fiqh
Makalah Masa Keemasan dan Kemunduran FiqhMakalah Masa Keemasan dan Kemunduran Fiqh
Makalah Masa Keemasan dan Kemunduran Fiqh
friskacaca
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Suya Yahya
 
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnyaMakalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Robet Saputra
 
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamPertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamIsa Ansori
 
Materi akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawufMateri akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawuf
SukrinTaib
 
Makalah ijtihad
Makalah ijtihadMakalah ijtihad
Makalah ijtihad
Dodyk Fallen
 
Gerakan Pembaharuan Islam
Gerakan Pembaharuan IslamGerakan Pembaharuan Islam
Gerakan Pembaharuan Islam
Arvina Frida Karela
 
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsKedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsFakhri Cool
 
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahPengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Ade Pratama
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Dodyk Fallen
 
Makalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidahMakalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidah
Warnet Raha
 
1. pengertian hadits khabar dan atsar
1. pengertian hadits khabar dan atsar1. pengertian hadits khabar dan atsar
1. pengertian hadits khabar dan atsarFakhri Cool
 

What's hot (20)

TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
Makalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqhMakalah sejarah perkembangan fiqh
Makalah sejarah perkembangan fiqh
 
Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2
Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2
Pcc Pengantar Koperasi Syariah 2
 
Makalah Masa Keemasan dan Kemunduran Fiqh
Makalah Masa Keemasan dan Kemunduran FiqhMakalah Masa Keemasan dan Kemunduran Fiqh
Makalah Masa Keemasan dan Kemunduran Fiqh
 
Peradaban islam pada masa Nabi Muhammad SAW
Peradaban islam pada masa Nabi Muhammad SAWPeradaban islam pada masa Nabi Muhammad SAW
Peradaban islam pada masa Nabi Muhammad SAW
 
Hadits manajemen
Hadits manajemenHadits manajemen
Hadits manajemen
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnyaMakalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
 
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalamPertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
Pertemuan i dasar dan sejarah timbulnya ilmu kalam
 
Materi akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawufMateri akhlak tasawuf
Materi akhlak tasawuf
 
Makalah ijtihad
Makalah ijtihadMakalah ijtihad
Makalah ijtihad
 
Addharuroh yujalu
Addharuroh yujaluAddharuroh yujalu
Addharuroh yujalu
 
Gerakan Pembaharuan Islam
Gerakan Pembaharuan IslamGerakan Pembaharuan Islam
Gerakan Pembaharuan Islam
 
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsKedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi Hadits
 
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ahPengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidihaKaidah cabang al umuru bi maqasidiha
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
 
Makalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidahMakalah tentang aqidah
Makalah tentang aqidah
 
Metode studi islam
Metode studi islamMetode studi islam
Metode studi islam
 
1. pengertian hadits khabar dan atsar
1. pengertian hadits khabar dan atsar1. pengertian hadits khabar dan atsar
1. pengertian hadits khabar dan atsar
 

Viewers also liked

Kontribusi cendekiawan muslim spe - slide
Kontribusi cendekiawan muslim spe - slideKontribusi cendekiawan muslim spe - slide
Kontribusi cendekiawan muslim spe - slide
Daryono Soebagyo
 
Materi kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh Sukiman
Materi kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh SukimanMateri kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh Sukiman
Materi kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh Sukiman
sadirun
 
pengembangan kurikulum pai
pengembangan kurikulum paipengembangan kurikulum pai
pengembangan kurikulum pai
RoisMansur
 
Masa kejayaan islam ppt
Masa kejayaan islam  pptMasa kejayaan islam  ppt
Masa kejayaan islam ppt
Mya Miranda
 
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSIContoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Ahmad Said
 
Power Point Skripsi Ari Puspita Rahayu
Power Point Skripsi Ari Puspita RahayuPower Point Skripsi Ari Puspita Rahayu
Power Point Skripsi Ari Puspita Rahayu
Universitas Sriwijaya
 

Viewers also liked (8)

Kontribusi cendekiawan muslim spe - slide
Kontribusi cendekiawan muslim spe - slideKontribusi cendekiawan muslim spe - slide
Kontribusi cendekiawan muslim spe - slide
 
Materi kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh Sukiman
Materi kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh SukimanMateri kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh Sukiman
Materi kuliah 2 Pengembangan Kurik 2015_Jur PAI FITK UIN Suka oleh Sukiman
 
Makalah al quran hadist
Makalah al quran hadistMakalah al quran hadist
Makalah al quran hadist
 
Makalah pmdi
Makalah pmdiMakalah pmdi
Makalah pmdi
 
pengembangan kurikulum pai
pengembangan kurikulum paipengembangan kurikulum pai
pengembangan kurikulum pai
 
Masa kejayaan islam ppt
Masa kejayaan islam  pptMasa kejayaan islam  ppt
Masa kejayaan islam ppt
 
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSIContoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
Contoh Powerpoint ppt PRESENTASI SIDANG UJIAN SKRIPSI
 
Power Point Skripsi Ari Puspita Rahayu
Power Point Skripsi Ari Puspita RahayuPower Point Skripsi Ari Puspita Rahayu
Power Point Skripsi Ari Puspita Rahayu
 

Similar to Membangun Peradaban Islam

NOTA CTU151 UiTM
NOTA CTU151 UiTMNOTA CTU151 UiTM
NOTA CTU151 UiTM
Azfar Zakaria
 
Sejarah peradaban islam
Sejarah peradaban islamSejarah peradaban islam
Sejarah peradaban islam
Andi Uli
 
Makalah ke 2.docx
Makalah ke 2.docxMakalah ke 2.docx
Makalah ke 2.docx
MuhammadHaikal958714
 
Assignment ti tas
Assignment ti tasAssignment ti tas
Assignment ti tasfaizah12
 
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptxBab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Universitas Muhammadiyah Berau
 
PPT_Islam_dan_peradaban.pdf
PPT_Islam_dan_peradaban.pdfPPT_Islam_dan_peradaban.pdf
PPT_Islam_dan_peradaban.pdf
ssuser7de599
 
PPT Islam dan peradaban.pptx
PPT Islam dan peradaban.pptxPPT Islam dan peradaban.pptx
PPT Islam dan peradaban.pptx
FatnawatiAisyah1
 
m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...
m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...
m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...
MuhammadRamdi3
 
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
PutriDamayanti55
 
artikel sejarah peradaban islam
artikel sejarah peradaban islamartikel sejarah peradaban islam
artikel sejarah peradaban islam
ghozali27
 
Kebudayaan dalam islam
Kebudayaan dalam islamKebudayaan dalam islam
Kebudayaan dalam islam
NUR DIANA
 
TITAS - Tamadun Islam
TITAS - Tamadun IslamTITAS - Tamadun Islam
TITAS - Tamadun Islam
Amirah Basir
 
PERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docx
PERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docxPERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docx
PERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docx
SatyaWati3
 
Sejarah peradaban islam 1
Sejarah peradaban islam 1Sejarah peradaban islam 1
Sejarah peradaban islam 1Chaerul Uman
 
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptxPEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
udin100
 
Iran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan Sejarah
Iran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan SejarahIran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan Sejarah
Iran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan Sejarah
estoreportal
 
Konsep Ketamadunan Islam
Konsep Ketamadunan IslamKonsep Ketamadunan Islam
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
ssuser50800a
 
Presentasi Agama
Presentasi Agama Presentasi Agama
Presentasi Agama
Sucii Ucii Ciik
 

Similar to Membangun Peradaban Islam (20)

NOTA CTU151 UiTM
NOTA CTU151 UiTMNOTA CTU151 UiTM
NOTA CTU151 UiTM
 
Sejarah peradaban islam
Sejarah peradaban islamSejarah peradaban islam
Sejarah peradaban islam
 
Makalah ke 2.docx
Makalah ke 2.docxMakalah ke 2.docx
Makalah ke 2.docx
 
Assignment ti tas
Assignment ti tasAssignment ti tas
Assignment ti tas
 
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptxBab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
Bab I Pemurnian dan pembaharuan di dunia muslim.pptx
 
PPT_Islam_dan_peradaban.pdf
PPT_Islam_dan_peradaban.pdfPPT_Islam_dan_peradaban.pdf
PPT_Islam_dan_peradaban.pdf
 
PPT Islam dan peradaban.pptx
PPT Islam dan peradaban.pptxPPT Islam dan peradaban.pptx
PPT Islam dan peradaban.pptx
 
m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...
m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...
m25kylklgzl1qzs6f33n06cd47AA93sjkr6ywcqn8kgfg62h0x0qkq74Axl0thz4d6n7whc5vvby5...
 
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
325098361-kontribusi-islam-dalam-perkembangan-peradaban-dunia.pptx
 
artikel sejarah peradaban islam
artikel sejarah peradaban islamartikel sejarah peradaban islam
artikel sejarah peradaban islam
 
Kebudayaan dalam islam
Kebudayaan dalam islamKebudayaan dalam islam
Kebudayaan dalam islam
 
TITAS - Tamadun Islam
TITAS - Tamadun IslamTITAS - Tamadun Islam
TITAS - Tamadun Islam
 
Tamadun islam
Tamadun islamTamadun islam
Tamadun islam
 
PERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docx
PERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docxPERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docx
PERANG BARATA YUDHA DIGITAL ANTAR BUDAYA.docx
 
Sejarah peradaban islam 1
Sejarah peradaban islam 1Sejarah peradaban islam 1
Sejarah peradaban islam 1
 
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptxPEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
PEMURNIAN_DAN_PEMBAHARUAN_DI_DUNIA_MUSLI.pptx
 
Iran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan Sejarah
Iran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan SejarahIran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan Sejarah
Iran - Penukaran Dari Sunni Menjadi Syiah: Ringkasan Sejarah
 
Konsep Ketamadunan Islam
Konsep Ketamadunan IslamKonsep Ketamadunan Islam
Konsep Ketamadunan Islam
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Presentasi Agama
Presentasi Agama Presentasi Agama
Presentasi Agama
 

More from Suardi Al-Bukhari

Apa Hukum Merayakan Maulid Nabi
Apa Hukum Merayakan Maulid NabiApa Hukum Merayakan Maulid Nabi
Apa Hukum Merayakan Maulid NabiSuardi Al-Bukhari
 
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Hamid  Worldview Sebagai  Asas IslamisasiHamid  Worldview Sebagai  Asas Islamisasi
Hamid Worldview Sebagai Asas IslamisasiSuardi Al-Bukhari
 
Sekalirsme, Liberalilsme, Pluralisme
Sekalirsme, Liberalilsme, PluralismeSekalirsme, Liberalilsme, Pluralisme
Sekalirsme, Liberalilsme, PluralismeSuardi Al-Bukhari
 
Metode Penulisan Karya Ilmiyah
Metode Penulisan Karya IlmiyahMetode Penulisan Karya Ilmiyah
Metode Penulisan Karya IlmiyahSuardi Al-Bukhari
 
Mengapa Barat Liberal
Mengapa Barat LiberalMengapa Barat Liberal
Mengapa Barat Liberal
Suardi Al-Bukhari
 
Konsep ilmu
Konsep ilmuKonsep ilmu
Konsep ilmu
Suardi Al-Bukhari
 
Urutan Peristiwa Kiamat Besar
Urutan Peristiwa Kiamat BesarUrutan Peristiwa Kiamat Besar
Urutan Peristiwa Kiamat BesarSuardi Al-Bukhari
 

More from Suardi Al-Bukhari (19)

Apa Hukum Merayakan Maulid Nabi
Apa Hukum Merayakan Maulid NabiApa Hukum Merayakan Maulid Nabi
Apa Hukum Merayakan Maulid Nabi
 
Berpacaran Secara Islami
Berpacaran Secara IslamiBerpacaran Secara Islami
Berpacaran Secara Islami
 
Kerangka Sains
Kerangka SainsKerangka Sains
Kerangka Sains
 
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
Hamid  Worldview Sebagai  Asas IslamisasiHamid  Worldview Sebagai  Asas Islamisasi
Hamid Worldview Sebagai Asas Islamisasi
 
Worldview Slide Lengkap
Worldview Slide LengkapWorldview Slide Lengkap
Worldview Slide Lengkap
 
Westernisasi
WesternisasiWesternisasi
Westernisasi
 
Sekularisasi Agama
Sekularisasi AgamaSekularisasi Agama
Sekularisasi Agama
 
Sekalirsme, Liberalilsme, Pluralisme
Sekalirsme, Liberalilsme, PluralismeSekalirsme, Liberalilsme, Pluralisme
Sekalirsme, Liberalilsme, Pluralisme
 
Pemikir arab sekular
Pemikir arab sekularPemikir arab sekular
Pemikir arab sekular
 
Pluralisme Agama
Pluralisme AgamaPluralisme Agama
Pluralisme Agama
 
Pemikir Indonesia Sekular
Pemikir Indonesia SekularPemikir Indonesia Sekular
Pemikir Indonesia Sekular
 
Metode Penulisan Karya Ilmiyah
Metode Penulisan Karya IlmiyahMetode Penulisan Karya Ilmiyah
Metode Penulisan Karya Ilmiyah
 
Mengapa Barat Liberal
Mengapa Barat LiberalMengapa Barat Liberal
Mengapa Barat Liberal
 
Konsep ilmu
Konsep ilmuKonsep ilmu
Konsep ilmu
 
Kata katabijak
Kata katabijakKata katabijak
Kata katabijak
 
Biografi nabi muhammad
Biografi nabi muhammadBiografi nabi muhammad
Biografi nabi muhammad
 
Urutan Peristiwa Kiamat Besar
Urutan Peristiwa Kiamat BesarUrutan Peristiwa Kiamat Besar
Urutan Peristiwa Kiamat Besar
 
Tahajjud & Kesehatan
Tahajjud & KesehatanTahajjud & Kesehatan
Tahajjud & Kesehatan
 
Tugas usul fiqh
Tugas usul fiqhTugas usul fiqh
Tugas usul fiqh
 

Recently uploaded

SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
ozijaya
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
AdePutraTunggali
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
bobobodo693
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
erlita3
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 

Recently uploaded (20)

SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
SOAL SBDP KELAS 3 SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2023 2024
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi KomunikasiKarakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
Karakteristik Manusia Komunikan dalam Bingkai Psikologi Komunikasi
 
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptxSEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
SEMINAR PPG DAN PPL ppg prajabatan 2024.pptx
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 

Membangun Peradaban Islam

  • 1. MEMBANGUN PERADABAN ISLAM YANG BERMARTABAT INSISTS Committed to the Truth Oleh : Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi 0
  • 2. Pengantar Buku kecil ini asalnya adalah makalah sederhana ini merupakan hasil dari kuliah umum saya yang telah saya sampaikan pada beberapa kesempatan, di pada ulang Tahun INSISTS yang ke 5, di Jakarta, para pembukaan Kuliah Peradaban bersama para dosen Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, di Institut Pemikiran Islam (Inpas) Surabaya, dan lain sebagainya antara tahun 2007-2008. Buku yang berasal dari sebuah makalah ini sedang saya kembangkan menjadi kajian yang lebih serius dan mendalam bertema besar Membangun Peradaban Islam. Untuk itu masukan-masukan untuk itu sangat saya perlukan. Semoga, tulisan sederhana ini bermanfaat bagi umat Islam dan kebangkitan Islam. Gontor, 10 November 2009 Penulis 1
  • 3. Daftar Isi 1. Makna Peradaban Islam a. Islam sebagai Peradaban b. Substansi Peradaban Islam c. Tradisi intelektual Islam 2. Sumbangan Islam kepada Barat 3. Kemunduran peradaban Islam 4. Membangun kembali peradaban Islam a. Kondisi Ummat Islam b. Identifikasi Masalah Umat c. Problem Pembaharuan Pemikiran T d. Problem pendidikan Islam (Sistem pendidikan pesantren, madrasah dan perguruan tinggi) 2
  • 4. 5. Membangkitkan tradisi intelektual 6. Membangun individu melalui universitas 7. Sinergi Pembangunan Peradaban Penutup Pendahuluan Suatu tugas atau proyek besar yang telah lama diemban dan dirintis oleh para tokoh pemikir dan pembaharu Muslim baik di Timur Tengah mapun di belahan bumi seperti di anak benua IndoPakistan, di dunia Melayu, dan di dunia Barat adalah Membangun Kembali Peradaban Islam. Banyak jalan yang telah ditempuh, baik melalui bidang pendidikan, ekonomi, politik dan lain sebagianya. Banyak pula rintangan yang menghalangi baik dari sebab kondisi internal umat Islam maupun dari sebab-sebab eksternal yang berupa serangan pemikiran yang sistimatis, kondisi global dan terkadang juga gabungan dari politik, pemikiran dan ekonomi. Dengan segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan dan keberhasilan yang dicapai oleh para pendahulu kita, kita berkewajiban untuk mengambil pelajaran dari mereka dan menyusun strategi baru bagi kelanjutan proyek tersebut. 3
  • 5. Proyek ini semakin penting untuk dibahas kembali dan perlu terus direalisasikan secara perlahan-lahan. Sebab di era globalisasi yang didominasi oleh arus pemikiran dan kebudayaan Barat saat ini, Islam perlu meneguhkan identitasnya bukan hanya sebagai agama yang cenderung dianggap penebar benih-benih terorisme dan tindak kekerasan, tapi sebagai peradaban yang bermatabat yang menjadi rahmat bagi dunia. Fakta sejarah membuktikan bahwa Islam bukan hanya agama dalam pengertian yang sempit, tapi telah berkembang menjadi peradaban yang bermartabat yang kaya dengan konsep dan sistim kehidupan yang teratur selama berabad-abad lamanya, bersikap toleran dan mengayomi peradaban lain. Oleh sebab itu menghadapkan Islam sebagai agama dengan Barat sebagai peradaban merupakan tindakan yang sungguh tidak adil. Sebab agama dalam hal ini atau lebih khusus lagi dalam perspektif Barat cenderung difahami hanya sebagai elemen peradaban yang sewaktu-waktu dapat dipinggirkan dari urusan publik. Dalam kondisi seperti ini Islam perlu berbicara kepada dan berdialog dengan peradaban lain sebagai peradaban juga, meskipun hakekat Islam itu adalah agama dan peradaban (din wa al-tamaddun). Masyarakat dunia kini memerlukan dialog dalam bahasa peradaban, bukan dalam bahasa agama. Di sini identitas masing-masing peradaban perlu diperkenalkan kembali, untuk kemudian ditemukan sisi perbedaan dan persamaan agar dapat ditentukan bentuk kerjasama dan batas-batas toleransi yang dapat dan harus dipegang. Secara internal proyek pembangunan peradaban Islam merupakan jawaban komprehensif bagi berbagai persoalan yang menggelayuti kehidupan umat Islam dewasa ini. Sebab kesadaran akan proyek ini bagi masyarakat Islam - yang terbagi kedalam berbagai kelompok, kultur, mazhab, partai politik, ormas dsb - akan menyatukan visi dan kebersamaan langkah. Oleh karena itu diperlukan pembahasan yang agak radikal (dari radiksnya), yaitu dengan mengkaji bagaimana sejarah bangunnya peradaban Islam sehingga kita tahu bentuk bangunan peradaban yang pernah wujud dalam sejarah, baik dalam bentuk warisan keilmuan maupun bangunan konsepnya. Selain itu kajian mengenai bagaimana ia mengalami kajatuhan dan kemerosotan dalam berbagai bidang dan faktorfaktor apa penyebabnya menjadi prasyarat penting untuk mencanangkan pembangunan kembali peradaban Islam. Akhirnya, kita perlu mengemukakan apa yang sangat mendesak untuk dilakukan dan langkah apa yang perlu diambil dalam kondisi seperti sekarang ini. Sudah tentu setelah kita mengidentifikasi secara cermat dan fundamental tentang apa persoalan yang mengelayuti umat dewasa ini. 1. Makna Peradaban Islam Islam yang diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa makna keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk 4
  • 6. masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil.1 Artinya dalam istilah dÊn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika dÊn (agama) Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama MadÊnah.2 Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan.3 Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Di kalangan penulis Arab, perkataan tamaddun digunakan – kalau tidak salah – untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku TÉrÊkh al-Tamaddun al-IslÉmÊ (Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906. Sejak itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam. Di dunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun di Turkey orang dengan menggunakan akar madÊnah atau madana atau madaniyyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini menggunakan kata haÌÉrah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima ummat Islam non-Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan peradaban menggunakan istilah tahdhÊb. a. Islam sebagai Peradaban Konon, ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar Romawi, Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun sawÉ') ditolak dengan halus, nabi hanya berkomentar pendek "sa uhÉjim al-rËm min uqri baitÊ" (Akan saya perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi ini bukan genderang perang, ia hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik dan juga tidak menyakitkan pihak lawan. Ucapan itu justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas kecil di jazirah Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi peradaban yang kelak akan mengalahkan Romawi. Dan Nabi benar, pada tahun 700 an, tidak lebih dari setengah abad sesudah wafatnya Nabi Muhammad (632 M), ummat Islam telah tersebar ke kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh ketangan Alexander the Great. Selanjutnya, Muslim memasuki kawasan yang telah lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa perlawanan yang berarti. Menurut William R Cook pada tahun 711 M – 713 M kerajaan Kristen di kawasan Laut Tengah jatuh ketangan Muslim dengan tanpa pertempuran, meskipun pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300 tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Baru pada abad ke sebelas 1 Al-Attas, Islam, Religion and Morality, dalam Prolegomena to the Metaphysics of Islam, ISTAC, 1995, hal. 43-4 2 Sebelumnya kota Madinah dikenal dengan nama Yathrib. 3 Ibn ManÐËr. LisÉn al-‘Arab al-MuÍÊÏ. (Beirut: DÉr al-Jayl & DÉr LisÉn al-'Arab, 1988) jilid13; hal. 402 5
  • 7. kerajaan Kristen di kawasan itu mulai melawan Muslim.4 Demitri Gutas dengan jelas mengakui: …..pada tahun 732 M kekuasaan dan peradaban baru didirikan dan disusun sesuai dengan agama yang diwahyukan kepada Muhammad, Islam, yang berkembang seluas Asia Tengah dan anak benua India hingga Spanyol dan Pyrennes.5 Gutas bahkan menyatakan bahwa dengan munculnya peradaban Islam, Mesir untuk pertama kalinya, sejak penaklukan Alexander the Great, dapat dipersatukan secara politis, administratif dan ekonomis dengan Persia dan India dalam jangka waktu yang cukup lama. Perbedaan ekonomi dan kultural yang memisahkan dua dunia yang berperadaban, Timur dan Barat, sebelum Islam datang yang dibatasi oleh dua sungai besar dengan mudahnya lenyap begitu saja. Sudah tentu proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Edward Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire menyatakan bahwa periode kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran Romawi disebabkan oleh lima faktor: pertama di era kekuasaan Justinian banyak wewenang memberi kepada Imperium Romawi di Timur; kedua adanya invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan beberapa provinsi Asia dan Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat pemberontakan rakyat Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah; dan terakhir munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran Jerman di Barat. 6 Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam. Pernyataan Nabi yang diplomatis itu nampaknya terbukti. Nabi tidak pernah pergi menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti bahwa Islam sebagai dÊn yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsabangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang teratur dan bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jadi Islam diterima oleh bangsa-bangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias kekuatan pancaran pandangan hidupnya. Ketika Kaisar Persia Ebrewez, cucu Kaisar Khosru I, merobek-robek surat Nabi sambil berkata :”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku sedangkan ia adalah budakku”, Nabi pun berkomentar pendek “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya”. Dan Sabda Nabi kembali terbukti bahwa sesudah itu putera Kaisar yang bernama Qabaz merebut kekuasaan dengan membunuh Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun kemudian hanya berkuasa empat bulan saja lamanya. Selanjutnya kekaisaran Persia itu 4 William R Cook dan Ronald B Herzman, The Medieval Worldview, New York – Oxford, Oxford University Press, 1983, hal. 119-120 5 Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, London, Routledge, 1988, hal. 13 6 Edward Gibbon, The Decline and The Fall of Roman Impire, Abridged and Illustrated London, United Kingdom, Bison Books Ltd. 1979, hal. 1. 6
  • 8. berganti-ganti hingga sepuluh kali dalam masa empat tahun. Ia benar-benar porak poranda. Akhirnya, rakyat mengangkat kaisar Yazdajir dan pada masa inilah Persia tidak berdaya ketika tentara Islam datang. Sejak itu kekaisaran Persia benar-benar runtuh. Sebagaimana sikapnya terhadap kekaisaran Romawi, Nabi tidak keluar rumah untuk menjatuhkan (merobek-robek) kekaisaran Persia. Nabi hanya menyerbarkan Islam yang memang merupakan peradaban yang memiliki konsep ketuhanan, kemanusiaan dan kehidupan yang jelas dan teratur. Di Indonesia, Islam masuk tanpa peperangan. Islam masuk dan diterima oleh masyarakat yang telah memiliki kepercayaan Hindu yang kuat. Namun karena kekuatan konsepnya Islam mudah merasuk kedalam pandangan hidup masyarakat nusantara waktu itu, maka dalam kehidupan secara menyeluruh. Ini bukti bahwa Islam tersebar bukan melulu karena pedang. Islam tersebar, menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke kawasan yang didudukinya. Daerah-daerah yang dikuasai atau diselamatkan ummat Islam justru menjadi kaya dan makmur. Itulah watak peradaban Islam yang sangat berbeda dari peradaban Barat yang eksploitatif. b) Substansi Peradaban Islam Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori Ibn Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban atau suatu umrÉn harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu membesar maka akan lahir umrÉn besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya timbul suatu sistem kemasyarakat dan akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota Samara, kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari komunitas yang kemudian melahirkan Negara. Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu umrÉn bagi Ibn Khaldun di antaranya adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan / arsitektur), kegiatan eknomi, tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian (kaligrafi, musik, sastra dsb). Di balik tanda-tanda lahirnya suatu peradaban itu terdapat komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan. Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat faktor lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas peradaban, menolak agama adalah kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban. Meskipun dalam paradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent. Prinsip-prinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan Tuhan (tawÍÊd), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani, 7
  • 9. penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat).7 Sejalan dengan Sayyid Qutb, Syeikh Muhammad Abduh menekankan bahwa agama atau keyakinan adalah asas segala peradaban. Bangsa-bangsa purbakala seperti Yunani, Mesir, India, dll, membangun peradaban mereka dari sebuah agama, keyakinan atau kepercayaan. Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (batiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah (outward manifestation) yang kemudian disebut sebagai peradaban itu.8 Jika agama atau kepercayaan merupakan asas peradaban, dan jika agama serta kepercayaan itu membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu yang pada gilirannya dapat mempengaruhi tindakan nyatanya atau manifestasi lahiriyahnya, maka sejalan dengan teori modern bahwa pandangan hidup (worldview) merupakan asas bagi setiap peradaban dunia. Para pengkaji peradaban, filsafat, sains dan agama kini telah banyak yang menggunakan worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart menggunakannya untuk mengkaji agama, S.M. Naquib al-Attas, al-Mawdudi, Sayyid Qutb, memakainya untuk menjelaskan bangunan konsep dalam Islam, Alparslan Acikgence untuk mengkaji sains, Atif Zayn, memakainya untuk perbandingan ideologi, Thomas F Wall untuk kajian filsafat, Thomas S Kuhn dengan konsep paradigmanya sejatinya sama dengan menggunakan worldview bagi kajian sains. Meski mereka berbeda pendapat tentang makna worldview, mereka pada umumnya mengaitkan worldview dengan peradaban atau seluruh aktivitas ilmiyah,sosial dan keagamaan seseorang. Ninian Smart, pakar kajian perbandingan agama, memberi makna worldview sebagai “kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.” 9 Penekanannya pada fungsi worldview sebagai motor perubahan sosial dan moral. Secara filosofis Thomas F Wall, memaknai worldview sebagai “sistem kepercayaan asas yang integral tentang hakekat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi”.10 Dalam kaitannya dengan aktivitas ilmiyah Alparslan Acikgence memaknai worldview sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktivitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, artinya aktivitas manusia dapat direduksi kedalam pandangan hidup itu.11 Dalam konteks sains, hakekat 7 Seperti dikutip oleh Muhammad Abdul Jabbar Beg, dalam The Muslim World League Journal, edisi November-Desember, 1983, hal. 38-42. 8 Ibid 9 Ninian Smart, Worldview, Crosscultural Explorations of Human Belief, (New York: Charles Sribner's sons, n.d). 1-2. 10 Aslinya: An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of existence, Lihat Thomas F Wall, Thinking Critically About Philosophical Problem, A Modern Introduction, Wadsworth, Thomson Learning, Australia, 2001, hal. 532. 11 Aslinya: The foundation of all human conduct, including scientific and technological activities. Every human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview. Lihat 8
  • 10. worldview juga dapat dikaitkan dengan konsep “paradigma” Thomas S Kuhn12. Istilah Kuhn “perubahan paradigma” (paradigm shift) menurut Edwin Hung sebenarnya dapat dianggap sebagai weltanschauung Revolution (revolusi pandangan hidup). Sebab, paradigma mengandung konsep nilai, standar-standar dan metodologi-metodologi, yang merupakan worldview dan framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains.13 Singkatnya, worldview berkaitan erat secara konseptual dengan segala aktivitas manusia secara sosial, intelektual dan religius. Dan yang terpenting adalah bahwa worldcview sebagai sistem kepercayaan, pemikiran, tata pikir, dan tata nilai memiliki kekuatan untuk merobah. Maka dari itu, aktivitas manusia dari yang sekecil-kecilnya hingga yang sebesarbesarnya yang kemudian menjadi peradaban bersumber dari worldview. Jika makna worldview adalah konsep nilai, motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas dan asas bagi aktivitas ilmiah, maka Islam mengandung itu semua. Islam bahkan memiliki pandangan terhadap realitas fisik dan non fisik secara integral. Ayat-ayat al-Qur‟an jelas-jelas adalah konsep seminal yang memproyeksikan pandangan Islam tentang alam semesta dan kehidupan yang disebut pandangan hidup atau pandangan alam Islam (worldview, al-taÎawwur al-IslÉmÊ, al-mabda al-IslÉmÊ) itu.14 Bukan hanya itu, konsep-konsep itu diberi medium pelaksanaannya yang berupa institusi yang disebut dÊn, yang di dalamnya terkandung konsep peradaban (Tamaddun). Oleh sebab itu dalam Islam worldview memiliki istilahnya sendiri. Bagi al-Mawdudi worldview Islam adalah Islami NazariyÉt (Islamic Vision) yang berarti “pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahÉdah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia....secara menyeluruh”.15 Menurut Sayyid Qutb worldview Islam adalah al-taÎawwur al-IslÉmÊ, yang berarti “akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat dibalik itu.”16 Worldview dalam istilah Shaykh Atif al-Zayn adalah al-Mabda’ al-IslÉmÊ yang lebih cenderung merupakan kesatuan iman dan akal dan karena itu ia mengartikan mabda’ sebagai aqidah fikriyyah yaitu kepercayaan yang berdasarkan pada akal. Sebab baginya iman didahului dengan akal.17 Namun Shaykh Atif juga menggunakan kata-kata mabda untuk ideologi non- Alparslan Acikgence, "The Framework for A history of Islamic Philosophy", Al-Shajarah, Journal of The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), 1996, jilid1. Nomor 1&2, 6. 12 Kuhn menyatakan:”penelitian ilmiyah diarahkan kepada artikulasi fenomena-fenomea dan teori-teori yang paradigmanya telah tersedia” Lihat Thomas S Kuhn, The Structure of Scientific Revolution, International Encyclopedia of Unified Science, jilid2, no 2 (Chicago: Univerity of Chicago Press, 1970, hal. 24. 13 Lihat Edwin Hung, The Nature of Science: Problem and Perspectives (Belmont, California, Wardsworth, 1997) hal. 340, 355, 368, 370. 14 Prof. Alparslan menyimpulkan bahwa suatu pandangan hidup umumnya memiliki 5 struktur konsep atau pandangan yang terdiri dari 1) struktur konsep tentang ilmu, 2) tentang alam semesta, 3) tentang manusia, 4) tentang kehidupan, dan 5) tentang nilai moralitas. Alparslan Acikgence, Scientific Thought And Its Burdens, An Essay in the History and Philosophy of Science, Fatih University Publications, 2000, hal. 78. 15 Al-MawdËdÊ, The Process of Islamic Revolution, (Lahore, 1967) hal. 14, 41. 16 M.Sayyid Qutb, MuqawwamÉt al-TaÎawwur al-IslÉmÊ, DÉr al-ShurËq, tt. Hal. 41 17 Shaykh ÓÏif al-Zayn, al-IslÉm wa Idulujiyyat al-InsÉn, Beirut, DÉr al- KitÉb al-LubnÉnÊ, 1989, hal. 13. 9
  • 11. Muslim. Ini berarti bahwa tidak selamanya berarti aqÊdah fikriyyah. S.M.Naquib al-Attas mengartikan worldview Islam sebagai pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yat al-IslÉm li al-wujËd).18 Jadi sebagaimana peradaban lainnya, substansi peradaban Islam adalah pokokpokok ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata pikir, dan tata nilai, tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan pandangan tentang wujud, terutamanya pandangan tentang Tuhan. Oleh sebab itu teologi (aqÊdah) dalam Islam merupakan fondasi bagi tata pikir, tata nilai dan seluruh kegiatan kehidupan Muslim. Itulah pandangan hidup Islam. Jika pandangan hidup itu berakumulasi dalam tata pikiran seseorang ia akan memancar dalam keseluruhan kegiatan kehidupannya dan akan menghasilkan etos kerja dan termanifestasikan dalam bentuk karya nyata. Dan jika ia memancar dari pikiran masyarakat atau bangsa maka ia akan menghasilkan falsafah hidup bangsa dan sistem kehidupan bangsa tersebut. Jadi substansi peradaban Islam adalah pandangan hidup Islam. Namun elemen pandangan hidup yang terpenting adalah pemikiran dan kepercayaan. Menurut Ibn Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu 1) kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup.19 Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya. Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Untuk menjelaskan bagaimana pemikiran dalam peradaban Islam merupakan faktor terpenting bagi tumbuh berkembangnya peradaban Islam, kita rujuk tradisi intelektual Islam. c). Tradisi intelektual Islam 18 S.M.N, al-Attas dalam Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of the Fundamental Element of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur, ISTAC, 1995, hal. 2 19 Ibn KhaldËn, 'Abd al-RaÍmÉn Ibn MuÍammad, The Muqaddimah: an Introduction to history, Penerjemah Franz Rosenthal, 3 jilid, editor N.J. Dawood. (London, Routledge & Kegan Paul, 1978), hal. 54-57. 10
  • 12. Bagaimanakah pandangan alam Islam itu tumbuh dan berkembang dalam pikiran seseorang dan kemudian menjadi motor bagi perubahan sosial umat Islam merupakan proses yang panjang. Secara historis tradisi intelektual dalam Islam dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, secara berturut-turut dari periode Makkah awal, Makkah akhir dan periode Madinah. Kesemuanya itu menandai lahirnya pandangan alam Islam. Di dalam al-Qur'an ini terkandung konsep-konsep seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian. Konsep 'ilm yang dalam al-Qur'an bersifat umum, misalnya dipahami dan ditafsirkan para ulama sehingga memiliki berbagai definisi.20 Cikal bakal konsep Ilmu pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang ditafsirkan kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban yang kokoh. Jadi Islam adalah suatu peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan teks wahyu yang didukung oleh tradisi intelektual. Perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium tranformasi dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-Suffah dan komunitas intelektualnya disebut AsÍÉb al-Suffah.21 Di lembaga pendidikan pertama dalam Islam ini kandungan wahyu dan hadith-hadith Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif.22 Meski materinya masih sederhana tapi karena obyek kajiannya23 tetap berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization). Yang jelas, AÎÍÉb al-Øuffah, adalah gambaran terbaik institusionalisasi kegiatan belajar-mengajar dalam Islam dan merupakan tonggak awal tradisi intelektual dalam Islam.24 Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya, katakan, alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadith Nabi, seperti misalnya AbË Hurayrah, AbË Dharr al-GhiffÉri, 20 Rosenthal mencatat lebih dari seratus definisi 'ilm dalam tradisi intelektual Islam, dan mengkategorikannya menjadi dua belas kategori, Rosenthal, F, Knowledge the Triumphant, Leiden, E.J.Brill, 1970, hal. 52-69. 21 Khalifah melaporkan catatan orang lain menyatakan bahwa Suffah didirikan antara 10, 17, atau 19 bulan sesudah Hijrah atau 2 tahun setelah Hijrah. Dalam SaÍih BukhÉri disebutkan pula bahwa ia didirikan 16 or 17 bulan setelah Hijrah. Lihat Khalifah ibn Khayyat (d.240 A.H) al-Tarikh, dengan komentar oleh Akram Diya' al-'Umari (Najaf: al-Adab Press 1967, jilid1 / 321. Cf, al-Bukhari, Muhammad ibn Isma'il (d.256 A.H) al-Sahih, 9 Parts in 3 vols (Egypt: Muhammad Ali al-Subayh, tt. Lihat Kitab al-Salah Bab al-Tawajjuh Nahw al-Qiblah, 1/104.; lihat juga al-Hujwiri, Kashf al-Mahjub, hal. 81. 22 Mengenai jumlah peserta dalam komunitas ilmuan dan materi yang dikaji, Lihat AbË Nuaym Abu Nu'aym, Ahmad ibn 'Abd Allah al-Asbahani (d.430 A.H.) Hilyat al-Auliya', 10 jilid, Mesir: al-Sa'adah Press, 1357, 1/339, hal. 341. 23 Tujuan utama AsÍÉb al-Øuffah adalah belajar dan mengamalkan Islam, seperti shalat, membaca al-Qur‟an, memahami ayat-ayat bersama-sama, berzikir serta belajar menulis. Alumni, sebut saja begitu, dari sekolah masyarakat (learning society) ini juga menunjukkan kemampuan mereka dalam menghapal hadith-hadith Nabi. Lihat AbË Daud al-Sijistani, Sulayman ibn al-Asha'ath, (d.275 A.H) al-Sunan, 2 jilid (Egypt, Mustafa al-Babi al-Halabi, 1371) 2/237; and Ibn Majah, Muhammad Ibn Yazid (d.273), al-Sunan, dengan komentar dari Muhammad Fu'ad 'Abd al-BÉqÊ, (Kairo: DÉr IÍyÉ' al-Kutub al-„Arabiyyah, 1953, jilid 2, hal. 70. 24 AbË Nu'aym mencatat bahwa Sa'Êd ibn 'Ubadah sendiri biasa memberikan akomodasi kepada 80 orang di rumahnya untuk tujuan belajar mengajar. Ibid, jilid 1, hal. 341. 11
  • 13. SalmÉn al-FÉrisi, 'Abd AllÉh ibn Mas'Ëd dan lain-lain. Ribuan hadith telah berhasil direkam oleh anggota sekolah ini. Kegiatan awal pengkajian wahyu dan hadith ini dilanjutkan oleh generasi berikutnya dalam bentuk yang lain. Dan tidak lebih dari dua abad lamanya telah muncul ilmuwanilmuwan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti misalnya Qadi Surayh (w.80H/ 699M), Muhammad ibn al-×anafiyyah (w.81/700), Umar ibn 'Abd al-'AzÊz (w.102/720) Wahb ibn Munabbih (w.110,114/719,723), ×asan al-BaÎri (w.110/728), Ja'far al-ØÉdiq (w.148/765), AbË ×anÊfah (w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), AbË YËsuf (w.182/799), al-ShÉfi'i (w.204/819), dan lain-lain. Perlu dicatat bahwa kegiatan keilmuan tersebut di atas, secara epistemologis wujud karena adanya pandangan alam (worldview), yaitu pandangan alam yang memiliki konsepkonsep yang canggih yang menjadi asas epistemologi untuk aktivitas keilmuan tersebut. Dengan adanya konsep yang canggih para ilmuwan anggota masyarakat yang terlibat akhirnya dapat mengembangkan istilah-istilah teknis dan bahasa khusus untuk itu. Bahkan konsep tersebut berkembang menjadi struktur konsep keilmuan atau scientific conceptual scheme.25 Dari konsep 'Ilm ini pula kemudian lahir berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti Ilmu Fiqih, Tafsir, Hadith, Falak, Hisab, Mawarith, Kalam, tasawwuf dsb. Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan dalam Islam dirasakan oleh masyarakat Eropa pada zaman Bani Umayyah di Andalus Spanyol. Oliver Leaman menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut: ….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universtias penting berada.26 Di zaman kekhalifahan Bani Umayyah, misalnya Muslim telah banyak mentransmisikan pemikiran Yunani. Karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi.27 Puncak kegiatan transmisi terjadi pada era kekhalifahan Abbasiyyah. Menurut Demitri Gutas proses transmisi (penterjemahan) di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial,politik dan intelektual.28 Ini berarti bahwa seluruh komponen masyarakat dari elit 25 Alparslan Acikgence, Scientific Thought, hal. 87 26 Oliver Leaman, "Scientif and Philosophical Enquiry: Achievement and Reaction in Muslim History", dalam Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, London-New York in association with The Institute of Ismaili Studies, 2000, hal. 34. 27 Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy, jilid. II, Low Price Publication, Delhi, 1995, hal.1349. 28 Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries), Routledge, London-New York, 1998, hal.191. 12
  • 14. penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya secara kultural sangat besar. Jadi Muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam.29 Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Artinya ummat Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketika peradaban Islam telah mencapai kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Di situ sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam.30 Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani. Bandingkan misalnya konsep jawhar para mutakallimun dengan konsep atom Democritus. Jadi, tidak benar, kesimpulan Alfred Gullimaune yang menyatakan bahwa framework, ruang lingkup dan materi Filsafat Arab dapat ditelusuri dari bidang-bidang dimana Filsafat Yunani mendominasi sistem ummat Islam.31 Sejatinya pemikiran Yunani tidak dominan, sebab jika demikian maka Muslim tidak mampu melakukan proses transmisi. Oleh karena itu Muslim lebih berani memodifikasi pemikiran Yunani ketimbang masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan. Muslim bahkan mampu mengharmonisasikan dengan Islam sehingga akal dan wahyu dapat berjalan seiring sejalan dan pemikiran Yunani tidak lagi menampakkan wajah aslinya. Berbeda dari Muslim, masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan yang mengaku mengetahui karya-karya Yunani, ternyata tidak mampu mengharmoniskan filsafat, sains dengan agama. Kondisi ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen menggunakan tangan pemikir Muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani. Terpecahnya kalangan teologi Kristen kedalam aliran Averoesm dan Avicennian merupakan bukti bahwa Kristen memahami Yunani melalui pandangan hidup Muslim. Jika benar asumsi orientalis selama ini bahwa pemikiran Muslim didominasi pemikiran Yunani, maka wajah peradaban Islam di Spanyol mestinya adalah wajah Yunani. Tapi realitanya, Spanyol adalah satu-satunya lingkungan kultural Muslim yang dominan, padahal kawasan itu merupakan tempat pertemuan kebudayaan Kristen, Islam dan Yahudi. Yang pasti karakteristik penting peradaban Islam baik ketika di Andalusia maupun di Baghdad adalah semaraknya kegiatan keilmuan. Oleh karena itu dalam menggambarkan peradaban Islam Ibn Khaldun membahas secara panjang lebar ilmu-ilmu yang berkembang dan dikembangkan di kedua pusat kebudayaan Islam itu, seperti misalnya ilmu bahasa dan agama, aritmatika, aljabar, ilmu hitung dagang (bussiness arithmetic), ilmu hukum waris 29 Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge University Press, Cambridge, 1985, hal. 6. 30 Thomas Brown, The Transformation of the Roman Mediterranean, 400-900, dalam George Holmes, The Oxford History of Medieval Europe, hal.50-51. He also noted that the remarkable success and the strength of Islam was due mainly to their ability "to evolve an original and durable synthesis". They took over the more effective and appealing tenets of other faiths and retained viable elements of Graeco-Roman administration and urban culture while maintaining the distinctiveness and vitality of their own culture. Lihat Ibid., hal. 11. 31 Alfred Gullimaune, “Philosophy and Theology” dalam The Legacy of Islam, Oxford University Press, 1948, hal.239. 13
  • 15. (farÉ’Ì), geometri, mekanik, penelitian, optik, astronomi, dan logika. Termasuk juga ilmu fisika, kedokteran, pertanian, metafisika, ramalan, ilmu kimia dan sebagainya.32 Namun, seperti yang diteorikan oleh Ibn Khaldun di atas, pemikiran yang berkembangan menjadi tradisi intelektual bukanlah satu-satunya faktor tumbuh berkembangnya suatu peradaban. Kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer serta kesanggupan berjuang untuk meningkatkan kehidupan merupakan faktor lain yang mendukung tumbuhnya pemikiran dan peradaban. Selain itu Ibn Khaldun juga mensinyalir adan hubungan kausalitas antara peradaban dan sains. Artinya semakin besar volume urbanisasi ('umrÉn) semakin tumbuh pula peradaban dan sains, demikian pula sebaliknya. Ilmu akan berkembang hanya dalam peradaban (haÌÉrah) menjadi besar yang penduduk perkotaannya meningkat. 2. Sumbangan Islam kepada Barat Untuk melihat watak atau karakteristik peradaban Islam, ada baiknya jika dilihat dari apa yang disumbangkan Islam kepada peradaban lain, khususnya Barat. Atau dengan perkataan lain apa yang dimanfaatkan peradaban lain dari Islam telah menunjukkan karakter peradaban Islam itu sendiri. Fakta sejarah membuktikan bahwa di Spanyol orangorang Kristen tenggelam kedalam apa yang disebut sebagai Mozarabic Culture.33 Kultur Islam yang dominan inilah mungkin yang memberi sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru di Barat. Morris menggambarkan bahwa kontak dan konflik antara Kristen-Yahudi dan Muslim memberi stimulus tidak saja kepada bangkitnya ideologi dan intelektualitas Eropa Abad Pertengahan, tapi juga imaginasinya.34 Maksudnya keingintahuan orang-orang Barat tumbuh ketika menyadari bahwa Muslim memiliki pandangan hidup yang canggih (sophisticated) dan ilmu pengetahuan yang kaya lebih dari apa yang terdapat di dunia Latin. Inilah yang sebenarnya terjadi. Dari perspektif teori terbentuknya pandangan hidup35 kita dapat menyatakan bahwa Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap aspirasi dari Muslim bagi pengembangan 32 Ibn KhaldËn, Muqaddimah, hal. 343-400 33 Mozarab asal katanya dari bahasa Sepanyol yang diambil dari Bahasa Arab musta'rab yang berarti terarabkan ('arabized'), or menjadi ke Arab-Araban, tapi istilah ini dipakai untuk mengecap seseorang yang mengaku-ngaku sebagai Arab tanpa menjadi Arab betulan. Menurut Mikel istilah ini adalah aslinya dalah kata pejoratif yang diarahkan kepada orang Kristen Arab yang hidup pada kekaisaran Kristen Abad Pertengahan, khususnya di Toledo. Namun istilah ini juga merujuk kepada peserta kebaktian Kristen di Spanyol yang masih mempertahankan bentuk agama mereka yang telah dimodifikasi setelah datangnya Muslim. Lihat Mikel De Eplaza, “Mozarab, An Emblematic Christian Minority in Islamic Andalus”, dalam Salma Khadra Jayyusi, "The legacy of Muslim Spain", E.J.Brill, Leiden, 1992, 149-170. Bandingkan Webster Comprehensive Dictionary, Trident Press International, 1996, hal. 833 34 Morris, Rosemary, Northern Europe invades the Mediterranean, 900-1200, dalam George The Oxford, Ibid., hal. 194-195 Holmes, 35 Alparsalan menyatakan bahwa worldview itu terbentuk dalam pikiran manusia menurut ide-ide cultural, saintifik, keagamaan dan spekulatif, melalui pendidikan, atau upaya-upya-upaya yang sadar untuk memperoleh ilmu atau keduanya sekaligus. Alparslan Acikgenc, Islamic Science, hal. 15 14
  • 16. pandangan hidup mereka. Atau setidak-tidaknya, Barat memanfaatkan pertemuan mereka dengan Muslim untuk memperkaya pandangan hidup mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Barat menempuh berbagai macam cara untuk mentransfer aspek-aspek penting pandangan hidup Islam yang berupa konsep-konsep itu. Jayusi mengkaji dan menemukan bahwa model transformasi kultur Islam ke dalam kebudayaan Barat ada lima: pertama, melalui cerita-cerita dan syair-syair yang ditransmisikan secara oral oleh orang-orang Barat. Kedua, dengan cara kunjungan atau turisme, pada abad ke 7 M, Cordoba adalah ibukota negara Islam yang menonjol dan merupakan kota yang paling berperadaban di Eropa, dan karena itu orang Eropa berduyun-duyun mengunjungi tempat ini untuk belajar dari peradaban Islam. Ketiga, waktu itu terdapat hubungan perdagangan dan politik resmi melalui utusan yang dikirim dari kerajaan-kerajaan di Eropa. Keempat, dengan cara menterjemahkan karya-karya ilmiyah orang Islam. Faktanya, monastri-monastri Eropa, khususnya Santa Marie de Rippol, pada abad 12 dan 13 M memiliki ruangan penyimpan manuskrip bagi sejumlah besar karya-karya ilmiyah orang Islam untuk mereka terjemahkan. Kelima, untuk kelancaran proses penterjemahan raja-raja Eropa mendirikan sekolah untuk para penterjemah di Toledo, tepat sesudah pasukan Kristen merebut kembali kota tersebut pada tahun 1085. tujuannya adalah untuk menggali ilmu pengetahuan Islam yang terdapat pada perpustakaan-perpustakaan bekas jajahan Muslim itu.36 Namun, kebangkitan Barat tidak terjadi langsung sesudah proses tranformasi tersebut di atas. Sebab tidak ada peradaban yang bangkit secara mendadak dan tiba-tiba, sekurang-kurangnya diperlukan waktu satu abad lamanya bagi suatu peradaban untuk bangkit. Islam sendiri bangkit menjadi sebuah peradaban yang memiliki konsep-konsep kepercayaan, kehidupan, keilmuan dan lain sebagainya sesudah beberapa abad lamanya. Dari awal kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru dapat dianggap sebagai peradaban yang kuat pada abad ke 10 M, di saat mana para cendekiawannya mampu menguasai ilmu pengetahuan Yunani, Persia dan India, dan kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang telah disesuaikan dengan konsep-konsep penting dalam pandangan hidup Islam. Ilmu-ilmu yang dihasilkan di antaranya adalah matematika, kedokteran, farmasi, optik dan lain-lain. Ini bukan sekedar sistematisasi ilmu pengetahuan Yunani, seperti yang diduga para orientalis,37 tapi menyangkut hal-hal yang detail dan bahkan menghasilkan prinsip-prinsip baru dalam bidang sains, sehingga hasilnya sains dalam Islam yang - dalam bahasa Willian McNeil - "went beyond anything known to these ancient preceptors".38 Dengan datangnya Islam yang menyatukan kawasan-kawasan Timur Dekat kedalam kekhalifahan Islam, kepeloporan di bidang sains berpindah ketangan orang-orang Islam dan bertahan hingga abad ke 12. Namun, menurut Ahmad Y al-Hassan, professor sains di 36 Salma Khadra Jayyusi, The Legacy of Muslim Spain, Ibid, hal.1059-1060; Toledo adalah tempat aktifitas terpenting tapi dalam skala yang lebih kecil dilakukan di Salerno, Salamanca dan Venice. Lihat William McNeill, Ibid., 548-550; Untuk lebih detail tentang proses transformasi melalui kegiatan penterjemahan lihat Myers, Eugene A, Arabic Thought and The Western World, (New York: Frederick Ungar Publishing co., 1964), hal. 78-130. 37 Lihat misalnya, O‟Leary, De Lacy, Arabic Thought and Its Place in History, Routledge & Kegan Paul Ltd, London, 1963. hal. viii. 38 William McNeill, Ibid., hal. 418 15
  • 17. Universitas Toronto, sains Islam masih berkembang dan Muslim masih menjadi pelopor sains pada abad ke 13 hingga ke 16, khususnya di negara-negara Islam bagian Timur.39 Sebab pada tahun 1259 di Maragha didirikan Observatorium astronomi dan terus beroperasi hingga tahun 1304. Observatorium ini memiliki perpustakaan dengan 400.000 judul buku, dan didukung oleh para saintis yang mumpuni di bawah pimpinan NaÎr al-DÊn al-TËsÊ. Mereka itu adalah QuÏb al-DÊn al-ShirÉzÊ, Mu‟ayyid al-DÊn al-UrdÊ, MuÍyi alDÊn al-MaghribÊ dan lain-lain. Lembaga ini bukan hanya institusi pengkajian dalam bidang astronomi, tapi juga merupakan sebuah akademi yang memberi kesempatan untuk kerjasama dengan lembaga lain dan bertukar pikiran dengan saintis lain. Lebih canggih dari Maragha adalah observatorium yang didirikan di Samarqand. Sponsornya adalah Ulugh Beg putra mahkota yang juga saintis. Observatorium ini selesai dibangun pada tahun 1420 dan terus beroperasi hingga tahun 1470 an. Yang terlibat dalam pusat sains ini adalah ahli astronomi matematika terkenal GiyÉth al-DÊn JamshÊd alKÉshÊ, QÉdizada al-RËmÊ dan „AlÊ ibn Muhammad al-QËshjÊ. Observatorium yang terakhir dalam Islam dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan Sultan Murad III (1574-1595). Pendiri dan Direkturnya adalah TaqÊ al-DÊn Muhammad ibn Ma‟rËf alRashÊd al-DimashqÊ. Pusat-pusat kajian sains tersebut tidak bertahan lama karena pada abad-abad ke 12 hingga ke 15 keadaan ekonomi dan politik ummat Islam mulai melemah sehingga kerja saintifik kehilangan momentumnya. Dukungan moral dari masyarakat pun semakin mengecil. Al-Hassan berasumsi bahwa jika ummat Islam tidak kehilangan kekuatannya, dan jika ekonomi ummat Islam tidak rusak dan jika stabilitas politik tidak terganggu dan jika para ilmuwan itu diberi waktu lebih lama lagi untuk berkreasi, maka mereka akan berhasil melebihi apa yang dicapai Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton. Sebab model planetarium Ibn ShÉÏir dan astronomer Muslim lainnya ternyata telah membuktikan adanya sistem heliosentris lebih dulu 200 tahun dari Cipernicus. Sebaliknya Eropa yang pada waktu itu secara ekonomis mulai naik, bergiat mentransfer dan mengasimiliasi buku-buku filsafat dan sain dalam Islam. Oleh karena itu tidak heran jika karya-karya ilmuwan Eropa Abad Pertengahan tidak lepas dari karya-karya terjemahan dari bahasa Arab. Maka dari itu sejarawan mencatat bahwa perkembangan Eropa Barat yang terjadi pada pertengahan abad ke 13 merupakan kombinasi elemen yang dinamakan Greco-Arabic-Latin. Meskipun begitu di Eropa nama-nama saintis Muslim tidak menonjol bahkan tidak banyak mereka sebut secara eksplisit. Yang pasti setelah mereka mentransfer filsafat dan sains dari Islam Eropa pada akhir abad ke 15 konsepkonsep mereka tentang alam semesta dan ilmu pengetahuan menjadi matang dan melapangkan jalan bagi perkembangan filsafat dan sains di Barat. Kristen di Barat menjadi kekuatan kultural yang menonjol,40 dan Eropa mencatat peristiwa sejarah yang disebut Revolusi Sains (Scientific Revolution). Itulah sumbangan penting peradaban Islam terhadap peradaban Barat. 39 Ahmad Y al-Hassan, “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The Sixteenth Century” dalam Sharifah Shifa al-Attas, Islam and The Challenge of Modernity, ISTAC, Kuala Lumpur, 1996, hal. 351 40 Myers, Eugene A, Arabic Thought, hal.132. 16
  • 18. Meskipun demikian kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa karena konsepkonsep penting di dalam kebudayaan Barat itu hasil adapsi dari peradaban Islam, maka kita dapat mengambil kembali begitu saja konsep-konsep itu langsung dari Barat, tanpa proses. Sebab orang-orang Barat mengambil konsep-konsep itu dengan proses epistemologis yang panjang yang pada akhirnya menghasilkan konsep-konsep yang sudah tidak lagi dapat dikenali konsep aslinya, yaitu Islam. Hal yang sama dilakukan orang Islam ketika mengadapsi warisan Yunani. Professor Cemil Akdogan memberi contoh bahwa David Hume, yang meniru konsep dan pandangan al-GhazzÉlÊ tentang hubungan kausalitas, ternyata memodifikasinya sehingga menjadi sekuler, dan hasilnya berbeda dari konsep al-Ghazzali sendiri.41 3. Kemunduran Peradaban Islam Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan, kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya. Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20.42 Faktor-faktor tersebut adalah sbb: 1. Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) 41 Cemil Akdogan, “Ghazzzali, Descartes, and Hume: The Geneology of Some Philosophical Ideas” dalam Islamic Studies, vol. 42, Autumn 2003, Nomer: 3, hal. 498; David Humes (1711-1776) bersentuhan dengan konsep kausalitas al-Ghazzali melalui Malebranche (1638-1715) yang membaca TahÉfut TahÉfut Ibn Rushd melalui tulisan Fonseca, Ruvio dan Suarez. Lihat J.F.Naify, Arabic and European Occasionalism: A Comparison of al-GhazzÉlÊ’s Occasionalism and its critique by Averroes with Malebranche’s Occasionalism and its critique in the Cartesian Tradition, Ph.D. Diss., University of California, San Diego, 1975, hal. 196-198. 42 Ahmad Y al-Hassan, “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The Sixteenth Century”, hal. 366-384. 17
  • 19. disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar. 2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.”43 Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir.44 Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir. 3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi. Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan negaranegara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negaranegara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan 43 Bernard Lewis, The Arab in History, London, 1977, hal.150. 44 Catatan sejarah tentang serangan Hulagu ke Mesir Lihat Ibn Kathir, al-BidÉyah wa al-NihÉyah, Beirut, 1982, jilid 13, hal. 200. 18
  • 20. cara adu domba dan tehnik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.45 Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati. Namun analisa al-Hassan di atas berbeda dari analisa Ibn Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak geografis dan kondisi ekologis negara-negara Islam merupakan kawasan yang berada di tengah-tengah antara zone panas dan dingin sangat menguntungkan. Di dalam zone inilah peradaban besar lahir dan bertahan lama, termasuk Islam yang bertahan hingga 700 tahun, India, China, Mesir dll. Menurut Ibn Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun menyatakan: Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari nafkah meningkat dikalangan mereka. Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir dan mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk menggunakan segala bentuk penipuan untuk tujuan tersebut. Masyarakat lebih suka berbohong, berjudi, menipu, menggelapkan, mencuri, melanggar sumpah dan memakan riba.46 Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di masyarakat yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem politik. Kerusakan moral dan penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya Sumber Daya Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya pekerja terampil karena mekanimse 45 Intervensi Barat kedalam rumah tangga umat Islam bukan hal baru. Ketika itu Muhammad Ali berkuasa di Mesir (tahun 1805) menyadari bahwa kelemahan Muslim adalah ketergantungannya kepada bangsa Eropah ia mencanangkan modernisasi ekonomi Mesir, dengan meningkatkan ekspor kapas, dan menetapkan ekspor menjadi memonopoli negara. Ia juga menolak regulasi perdagangan yang diterapkan Barat ke Turkey Uthmani. Dari situ ia mengembangkan industri tekstil, pakaian, kertas, gula, kimia, kulit, kaca, alat-alat industri, pompa, senjata, amunisi dan lain sebagainya. Ia bahkan mendirikan industri kapal laut setelah ia mengirimkan kader-kadernya belajar ke Eropah dan bahkan menyewa teknisi asing untuk industri tertentu. Sekolah dan perguruan tinggi untuk bidang kedokteran, kedokteran hewan, tehnik, bahasa, sekolah administrasi, sekolah dinas ketentaraan dan lain-lain didirikan. Lebih dari 10.000 mahasiswa yang terdafdar disitu mendapatkan biasiswa, tempat tinggal dan makan. Muhammad Ali kemudian mendirikan persatuan negara-negara Arab yang terdiri dari Mesir Syria, Saudi dan Sudan. Barat ternyata tidak tahan melihat sepak terjang Muhammad Ali ini. Inggeris khususnya menganggap Muhammad Ali sebagai ancaman yang berbahaya. Pimpinan negara Perancis waktu itu, Palmerston, menulis kepada duta besarnya:” Saya membenci Muhammad Ali yang bagi saya tidak lebih baik dari barbarian. Saya yakin dia adalah tiran dan penindas yang besar.” Negara-negara Barat seperti Inggeris, Perancis, Prussia, Austria dan Russia bersatu menekan Muhammad Ali. Itulah cara-cara Barat menghadapi kekuatan Islam yang akan bangkit. Dikutip oleh Ahmad Y al-Hassan, dalam “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The Sixteenth Century”, hal. 383-384. 46 Lihat Economic of Ibn Khaldun,: Revisited, www.Uwplatt.edu/-Soofi/Khaldun2, hal 16 19
  • 21. rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara pada turunnya produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem pengembangan ilmu pengertahuan dan ketrampilan.47 Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak benar. Sikap malas masyarakat yang telah diwarnai oleh materialisme pada akhirnya mendorong orang mencari harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn Khaldun menyatakan: …..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang, ….jika ini terjadi terus menerus, maka semua sarana untuk membangun peradaban akan rusak,dan akhirnya mereka benar-benar akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan destruksi dan kehancuran peradaban.48 Lebih lanjut ia menyatakan: Jika kekuatan manusia, sifat-sifatnya serta agamanya telah rusak, kemanusiaannya juga akan rusak, akhirnya ia akan berubah menjadi seperti hewan.49 Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya manusia, baik secara intelektual maupun moral. Contoh yang nyata adalah pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia. Disana merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan keperdulian masyarakat terhadap ilmu, dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan keilmuan. Di Baghdad keperdulian al-Ma‟mun, pendukung Mu‟tazilah dan al-Mutawakkil pendukung Ash‟ariyyah merupakan kunci bagi keberhasilan pengembangan ilmu pengetahuan saat itu. Secara ringkas jatuhnya suatu peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu: 1) rusaknya moralitas penguasa, 2) penindasan penguasa dan ketidak adilan 3) Despotisme atau kezaliman 4) orientasi kemewahan masyarakat 5) Egoisme 6) Opportunisme 7) Penarikan pajak secara berlebihan 8) Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat 9) Rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama dan 10) Penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat.50 Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas masyarakat khususnya penguasa. Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang pada asumsi bahwa karena 47 Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terjm. F.Rosenthal hal. 238-239 48 Ibid, hal. 286 49 Ibid, 289. 50 Mehdi, Soltanzadeh, “Factor Affecting a Siciety‟s Life Span, According to Ibn Khaldun”, a paper disampaikan pada International Conference:Ibn Khaldun’s Legacy and Its Contemporary Significance, 20th22th November, 2006, ITAC-IIUM, Kuala Lumpur, hal.3-7 20
  • 22. kondisi moral di atas itulah maka kekuatan politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada gilirannya membawa dampak terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian keislaman, khususnya sains. Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di kawasan Barat kekhalifahan Islam tidak berjalan.”51 Namun dalam kasus jatuhnya Baghdad, Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains dan kegiatan saintifik berhenti atau menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu Khurasan dan Transoxania atau ke Barat yaitu Cairo.52 Itulah sebagian pelajaran yang dapat dipetik dari apa yang disampaikan oleh para sejarawan Muslim tentang kemunduran peradaban Islam. Jika al-Hassan memfokuskan pengamatannya pada masa-masa terakhir kejatuhan kekuasaan Islam pada abad ke 16 hingga abad ke 20, Ibn Khaldun mengamati peristiwa-peristiwa sejarah pada abad ke 15 dan sebelumnya. Kini masih diperlukan redifinisi tentang kemunduran ummat Islam secara umum dan mendasar, agar kita dapat memberikan solusi yang tepat. 4. Membangun Kembali peradaban Islam Membangun kembali peradaban Islam memerlukan beberapa prasyarat konseptual. Pertama, memahami sejarah jatuh bangunnya peradaban Islam dimasa lalu, kedua, memahami kondisi ummat Islam masa kini dan mengidentifikasi masalah atau problematika yang sedang dihadapi ummat Islam masa kini. Dan ketiga, sebagai prasyarat bagi poin kedua, adalah memahami kembali konsep-konsep kunci dalam Islam. Yang pertama telah kita bahas di atas, dimana telah digambarkan mengenai cara-cara bagaimana kejayaan peradaban Islam itu dicapai dan bagaimana kejatuhannya itu terjadi. Sedangkan yang kedua akan kita bahas khususnya untuk mencari solusi yang berupa langkah-langkah strategis dan juga praktis. Pada saat yang sama kita perlu memahami Islam dengan menggali konsep baru dalam berbagai bidang sehingga dapat membentuk bangunan baru peradaban Islam yang mampu menghadapi tantangan zaman. Artinya dengan konsepkonsep Islam kita dapat bersikap kritis ataupun apresiatif terhadap konsep-konsep yang datang dari luar Islam. a. Kondisi Ummat Islam Setelah perang dunia kedua banyak negara Islam yang telah merdeka dan kemudian mengembangkan kembali ekonomi mereka yang telah hancur. Dengan keterbatasan yang ada sejatinya ekonomi ummat Islam dewasa ini masih berpotensi untuk bangkit. Dengan letak geografis yang menurut Ibn Khaldun ideal, kini negara-negara Islam menduduki daerah-daerah yang kaya minyak dan sumber alam lainnya. Selain itu, ummat Islam masih mampu melahirkan figur-figur pemimpin politik yang handal, pakar-pakar dalam berbagai bidang sains seperti pakar nuklir, pakar industri pesawat terbang, pakar bedah syaraf dunia, peraih hadiah noble bidang fisika dan lain sebagainya. Yang lebih penting lagi 51 Ibn Khaldun, Muqaddimah, Terjm. F.Rosenthal, jld. 2, hal. 431. 52 Ibid, hal. 434 21
  • 23. adalah bahwa peradaban Islam memiliki sumber rujukan, al-Qur‟an dan Hadith yang dapat berfungsi sebagai kekuatan pemersatu (unifying force) yang tidak dimiliki peradaban lain. Von Grunebaum dengan nada heran menulis: Bangsa-bangsa datang dan pergi. Kerajaan-kerajaan bangun dan jatuh. Tapi Islam bertahan dan dapat terus mengayomi pengembara (nomads) dan penghuni tetap (settlers), pembangun peradaban dalam Islam dan perusaknya. Jadi apa faktor-faktor yang mempersatukan mereka menjadi satu ummah; yaitu mereka yang secara sadar atau tidak cenderung untuk mempertahankan individualitas mereka, sedangkan di sisi lain berupaya untuk mengikat diri mereka dengan Islam yang universal sebagai kekayaan spiritual mereka yang sangat berharga? 53 Jadi, secara optimistik sejatinya kondisi ummat Islam secara umum pada dekade ini tidaklah seburuk kondisi ummat Islam pada saat kekhalifahan Islam jatuh ke tangan musuh. Namun, jika kita lebih bersikap introspektif maka akan kita temui bahwa umat Islam kini belum mampu berprestasi seperti, apalagi mengungguli, prestasi ummat Islam di zaman dulu. Muslim kini lebih banyak menguasai ilmu-ilmu yang dihasilkan oleh kebudayaan dan pandangan hidup Barat. Berikut ini akan diidentifikasi apa akar masalah yang menggelayuti ummat Islam saat ini dan apa langkah-langkah yang perlu diprioritaskan untuk segera diambil dalam rangka membangun peradaban Islam. b. Identifikasi Masalah Umat Salah satu ciri terpenting peradaban Islam adalah perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan.54 Dan ini telah terbukti bahwa perjalanan panjang peradaban Islam diwarnai oleh lahirnya ilmuwan Muslim dalam berbagai bidang dengan prestasi dalam bidang masing-masing. Salah satu pertanda kemunduran ummat Islam yang banyak disoroti adalah merosotnya prestasi cendekiawan Muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam. Meskipun ada pula yang menyoroti kemunduran dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Oleh karena itu, pada dekade ini banyak tokoh cendekiawan dan pemimpin Muslim yang perduli akan kemunduran ummat Islam yang mencoba menawarkan pemikiran pembaharuan atau strategi pembenahan kondisi ummat. Jika digambarkan secara umum pemikiran pembaharuan atau pembenahan ummat Islam maka akan kita dapati beberapa kelompok. Pertama Kelompok cendekiawan yang berusaha memperbaharui bidang sosial dan politik, seperti misalnya Jamaluddin alAfghani (1838-1897), Mohammad Rasyid Ridha (1865-1935), Dr. Abdurrazzaq Sanhuri Pasha (1895-1971), [ketiganya dari Mesir], Abu al-A‟la al-Maududi dan sebagainya; 53 Grunbaum, G.E. von, “Pluralism in the Islamic World” dalam Islamic Studies, jilid 5, hal. 2:37-59. 54 Lihat, misalnya, Franz Rosenthal, Knowledge Triumphant: The Concept of Knowledge in Medieval Islam (Leiden: E. J. Brill, 1970); A. L. Tibawi, “Philosophy of Muslim Education,” Islamic Quarterly, jilid 10, no. 2, Juli 1957, hal. 82.; Gustave von Grunebaum, Medieval Islam: A Vital Study of Islam at its Zenith, edisi ke 2 (Chicago: Phoenix Books/Univ. of Chicago Press, 1962), hal. 234-250. 22
  • 24. Kedua kelompok cendekiawan yang menitikberatkan pada pendidikan dan pemahaman ulang ajaran Islam agar sesuai dengan tantangan modern. Termasuk dalam kelompok ini adalah Muhammad Abduh (1849-1905), Sir Syed Ahmad Khan, Muhammad Iqbal dan sebagainya. Di antara kelompok ini (Ahmad Khan, Abduh) berkesimpulan bahwa kelemahan umat Islam adalah di bidang sains dan teknologi. Untuk mengatasi masalah ini mereka tidak hanya menempuh jalur pendidikan, tapi menyarankan agar Muslim melakukan interpretasi ulang agama Islam dengan menekankan aspek intelektual agar ummat bisa menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perkembangan-perkembangan baru yang ada di Barat. Ketiga kelompok cendekiawan yang berusaha membenahi ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam. Mereka itu adalah Sultan Selim III (1789-1807), Sultan Mahmud II (1807-1839) hingga ke Pasha Muhammad „Ali di Mesir (1803-1849) dan sebagainya. Mereka menyadari pentingnya pendidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan Islam dan karena itu reformasi pendidikan adalah cara yang terbaik untuk membangkitkan ummat Islam. Mereka malah menekankan bidang militer dan ilmu teknik, yang kemudian diikuti oleh cabang-cabang ilmu yang lain.55 Keempat, adalah kelompok cendekiawan yang bergiat mencari konsep-ekonomi Islam dan bahkan di antaranya mendirikan lembaga-lembaga ekonomi ummat, seperti lembaga keuangan Islam, bank Islam, ekonomi syariah dsb. di antara tokohnya adalah Umer Chapra, Khursyid Ahmad dsb. Keempat trend pembaharuan tersebut tidak dapat dipahami secara rigid, artinya kelompok yang menekankan politik dipastikan tidak memperhatikan pendidikan, dan kelompok yang menekankan pembenahan ekonomi tidak memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan. Muhammad Ali misalnya, selain membenahi pendidikan ia juga mengembangkan ekonomi dan juga bergerak dalam bidang politik. Pengelompokan di atas hanya sekedar untuk menggambarkan bahwa masing-masing kelompok memberi prioritas kepada bidang tertentu yang menjadi andalannya. Implikasinya akan dapat dilihat dari langkah-langkah yang diambil dari masing-masing kelompok. Ada yang bersifat praktis dengan target jangka pendek, ada pula yang strategis yang dampaknya baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Tidak sepenuhnya berbeda dari kelompok-kelompok di atas, al-Attas dalam Risalah Untuk Kaum Muslimin yang selesai ditulisnya pada awal tahun 1973, melihat bahwa kebanyakan pemimpin ummat Islam hanya memperhatikan kulit luar dari inti permasalahan yang menggiring ummat kedalam kancah ketidakberuntungan ini. Ia menyatakan : Kini sudah jelas bagi kita kaum Muslimin bahwa akar masalah yang sedang kita hadapi ini sesungguhnya terletak pada masalah di sekitar pengertian ilmu. Akal pikiran kita telah diliputi oleh masalah sifat dan tujuan ilmu yang salah…orang Islam telah terpedaya dan secara tidak sadar telah menerima pengertian ilmu yang 55 Bernard Lewis, Emergence of Modern Turkey, edisi ke 2 (London: Oxford University Press, 1968), bab. 3 dan 4; Ghulam Nabi Saqib, Modernization of Muslim Education in Egypt, Pakistan, and Turkey: A Comparative Study (Lahore: Islamic Urdu Service, 1983), hal. 79-80. 23
  • 25. dianggap sama dengan pengertian kebudayaan Barat. Mereka telah memberi pengertian ilmu sesuai dengan sifat dan tabiat kepribadian mereka. Sedangkan makna ilmu itu berbeda-beda sesuai dengan agama dan kebudayaan berdasarkan pandangan hidup masing-masing. Islam pun mempunyai pandangan hidup tersendiri yang mencerminkan sifat dan tabiat kepribadiannya sendiri yang berbeda dari pandangan hidup agama dan kebudayaan lain.56 Apa yang disimpulkan oleh al-Attas di atas adalah benar adanya. Kalau di zaman dulu problem yang dihadapi ummat Islam adalah tantangan ekstern dan intern seperti agresi militer, instabilitias politik, keterpurukan ekonomi, kerusakan moralitas masyarakat dan pemimpin, maka di zaman kita sekarang ini tantangan ekstern dan internnya lebih kompleks dan bermuara pada masalah ilmu pengetahuan. Di sini al-Attas sangat menyadari bahwa peradaban Islam adalah peradaban yang memperhatikan ilmu pengetahuan dan bahkan dibangun atas dasar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan Islam dan pandangan hidup Islam berkaitan sangat erat sekali. Sebab, menurutnya ilmu itu “mempengaruhi sikap hidup manusia”. Jadi kesimpulan di atas bahwa pandangan hidup adalah asas peradaban tentulah benar adanya. Dan tidak salah pula jika disimpulkan bahwa hancurnya peradaban Islam adalah karena hancurnya ilmu pengetahuan Islam. Jadi tantangan eksternal ummat Islam dewasa ini yang berbentuk ilmu pengetahuan itu adalah derasnya arus pemikiran Barat yang masuk kedalam pemikiran Muslim dalam bentuk konsep-konsep kunci yang sarat dengan nilai-nalai Barat. Berikut akan dijelaskan problem ekternal dan internal sekaligus. c. Tantangan Pemikiran dan Dampaknya Berpegang pada prinsip bahwa ilmu pengetahuan dan pandangan hidup adalah ujung tombak dan soko guru suatu peradaban, maka tantangan ekternal yang dihadapi Muslim dewasa ini adalah ilmu pengetahuan yang bersumber dari kebudayaan Barat. Barat sendiri adalah peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat dan nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, serta agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa.57 Sedangkan Islam adalah peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan pada wahyu yang memproyeksikan sebuah pandangan hidup yang sempurna, yang dipahami, ditafsiri, dijelaskan dan dipraktekkan sehingga membentuk tradisi intelektual dimana ilmu pengetahuan religius dan rasional diintegrasikan dalam bangunan ilmu yang mengandung nilai-nilai dan konsep-konsep yang berguna bagi pemnbentukan kehidupan yang aman, tenteram dan damai. 56 Al-Attas, SMN, Risalah Untuk Kaum Muslimin, ISTAC, Kuala Lumpur, 2001, para. 51, hal. 129. Cf. Surat kepada Sekretariat Islam tanggal 15 Mei 1973, berbunyi “permasalahan inti yang menjadi penyebab semua permasalahan yang lain adalah permasalahan ilmu.” seperti dikutip Wan Mohd Nur Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas, ISTAC, Kuala Lumpur, 1998, 71. 57 Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam and Secularism, ISTAC, 1993, hlm 134. 24
  • 26. Identitas peradaban Barat dapat dilihat dari dua periode penting yaitu modernisme dan postmodernisme. Modernisme adalah aliran pemikiran Barat modern yang timbul dari pengalaman sejarah mereka sejak empat abad terakhir. Ringkasnya modernisme adalah paham yang muncul menjelang kebangkitan masyarakat Barat dari abad kegelapan kepada abad pencerahan, abad industri dan abad ilmu pengetahuan. Ciri-ciri zaman modern adalah berkembangnya pandangan hidup saintifik yang diwarnai oleh paham sekularisme, rasionalisme, empirisisme, cara berfikir dikhotomis, desakralisasi, pragamatisme dan penafian kebenaran metafisis (baca: Agama). Selain itu modernisme yang terkadang disebut Westernisme membawa serta paham nasionalisme, kapitalisme, humanisme liberalisme, sekularisme dan sebagainya.58 John Lock, salah seorang filosof Barat modern menegaskan bahwa liberalisme rasionalisme, kebebasan, dan pluralisme agama adalah inti modernisme. Tapi yang dianggap cukup menonjol dalam modernisme adalah sekularisme, baik bersifat moderat dan ekstrim.59 Sedangkan postmodernisme adalah gerakan pemikiran yang lahir sebagai protes terhadap modernisme ataupun sebagai kelanjutannya. Postmodernisme berbeda dari modernisme karena ia telah bergeser kepada paham-paham baru seperti nihilisme, 60 relativisme, pluralisme dan persamaan gender (gender equality), dan umumnya anti-worldview. Namun ia dapat dikatakan sebagai kelanjutan modernisme karena masih mempertahankan paham liberalisme, rasionalisme dan pluralismenya. Itulah sekurang-kurangnya elemen penting peradaban Barat yang kini sedang menguasai dunia. 58 Lihat Troger Garaudy, Janji-Janji Islam, terjemahan (Jakarta, Bulan Bintang, 1982, 222-223; juga Maryam Jemeelah, Islam and Modernism, (Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1975), hal. 15. 59 Sekularisme moderat menganggap agama sebagai urusan pribadi dan rohani manusia dan karena itu tidak boleh dicampur aduk dengan urusan keduniaan yang berupa ilmu, politik, pertanian dll., sedangkan sekularisme ekstrim menganggap agama sebagai musuh masyarakat, tapi yang jelas keduanya menolak agama dalam kehidupan. Muhammad al-Bahi, Penentangan Islam terhadap Aliran Pemikiran Perosak, terjemahan bahasa Malaysia (kuala Lumpur, Penerbit Hizbi, 1985) hal.52. 60 Relativisme dan nihilisme adalah doktrin tentang nilai yang dipergunakan para pemikir post-modern untuk menggugat agama. Programnya adalah penghapusan nilai (dissolution of value) dan penggusuran tendensi yang mengagungkan otoritas. Hal ini dilakukan dengan merduksi makna nilai yang dijunjung tinggi dan dinilai sebagai absolute oleh agama dan masyarakat. Menurut Heidegger (1889-1976) nihilisme adalah “suatu proses dimana pada akhirnya tidak ada lagi [kebenaran] yang tersisa. Bagi Nietzsche proses nihilisme adalah devaluasi nilai tertinggi, yang membawa pada kesimpulan doktrin “kematian Tuhan”. Keduanya menuju suatu titik dimana manusia tidak lagi berpegang pada struktur nilai, nilai tidak lagi mempunyai makna. Suatu konsep tentang apapun tidak lagi berdasarkan pada sesuatu yang metafisis, religious ataupun mengandung unsur ketuhanan (divine). Ini berarti bahwa filsafat nihilism bertujuan untuk mengkaji dan kemudian menghapuskan segala klaim yang dilontarkan oleh pemikiran metafisika tradisional. Metafisika, dimana konsep Tuhan merupakan foundasi pemikiran dan nilai, dihilangkan atau disingkirkan. Sebab, kata Nietzsche, ketika metafisika telah mencapai suatu poin dimana kebenaran telah dianggap seperti Tuhan, sebenarnya itu tidak lebih dari nilai-nilai yang subyektif yang boleh jadi salah sepertimana kepercayaan dan opini manusia yang lain. Baginya tidak ada perbedaan antara benar dan salah, keduanya hanyalah kepercayaan yang salah (delusory) yang keduanya tidak dapat diandalkan. Maka dari itu, kalau kita menolak kesalahan kita juga harus menolah kebenaran. Membuang yang satu berarti juga harus membuang yang lain (to do away with one is to do away with other too). Serangan doktrin nihilisme terhadap metafisika ini menunjukkan dengan jelas sebagai serangan agama sebagai asas bagi moralitas. Lihat Gianni Vattimo, The End of Modernity, 19, 167; Friedrich Nietzsche, Twilight of the Idol, terjemahan. R.J. Hollingdale (Harmondsworth: Penguin, 1968), hal. 41. dalam karyanya Will To Power, ia menyatakan bahwa “Truth is the kind of error”, lihat Nietzsche, Friedrich, The Will To Power, lihat section 493. 25
  • 27. Untuk mempermudah gambaran tentang peradaban Barat modern dan postmodern berikut diagram tentang modernisme dan postmodernisme. Worldview Barat RASIONALISASI EMPIRIS SEKULARISASI BARAT MODERN DESAKRALISASI NON-METAFISIS DICHOTOMY PRAGMATIS Worldview Barat Postmodern NIHILISME RELATIVISME ANTI-OTORITAS BARAT POST-MODERN ANTI-WORLDVIEW PERSAMAAN / EQUALITY FEMINISME / GENDER PLURALISME LIBERALISME Dampak dari paham, aliran dan pemikiran yang dibawa modernisme dan postmodernisme terhadap paham ilmu pengetahuan Islam (epistemologi) cukup besar. Secara etimologis istilah modernisasi telah menggantikan istilah tajdid dalam Islam. Secara epistemologis modernisme dengan rasionalismenya telah mempengaruhi cendekiawan 26
  • 28. Muslim untuk menekankan penggunaan rasio - dalam pengertian reason bukan ‘aql – dalam memahami masalah-masalah keagamaan. Fazlur Rahman misalnya mengakui bahwa kaum modernis menekankan penggunaan akal dalam memahami agama, masalah demokrasi dan masalah wanita; dan mengakui adanya pengaruh Barat dalam pemikiran modernis.61 Apa yang disinyalir Rahman terjadi pada tokoh cendekiawan Nurcholish Madjid. Dengan tanpa menggunakan terminologi Islam bahwa inti modernisasi adalah ilmu pengetahuan, dan rasionalisasi mutlak sebagai perintah Tuhan, maka. Maka dari itu modernitas pendekatan (taqarrub) kepada Tuhan Yang Maha Esa.62 Muslim Indonesia ia berargumentasi adalah keharusan membawa kepada Istilah-istilah yang digunakan adalah murrni Barat, sehingga pengaruh pemikiran Barat didalamnya sudah bisa diduga. Banyak persoalan yang perlu dijelaskan. Jika yang ia maksud modernisasi adalah tajdid, tentu membawa banyak persoalan. Jika yang ia maksud adalah sekedar peningkatan taraf hidup Muslim maka ia tidak serta merta berarti taqarrub kepada Allah. Demikian pula dalam memahami makna rasionalisasi. Ia pisahkan rasionalisasi dari rasionalisme, yang berarti penggunaan akal. Jika demikian maka dalam pendapat ini tidak ada yang baru. Al-Qur‟an telah memerintahkan penggunaan akal dalam berbagai ayatnya. Yang diperlukan sekarang bukan hanya sekedar menggunakan akal, tapi bagaimana konstruk epistemologi Islam yang harus dibangun. Sebab konsep akal dalam Islam tidak sama dengan rasio dalam pengertian Barat, dan menggunakan akal atau berfikir (yatafakkar) dalam al-Qur‟an harus dibarengi dengan berzikir menggunakan qalb (yadhkuru). 63 Pengaruh paham modernisme dalam pemikiran Nurcholish lebih jelas lagi ketika ia mengambil unsur utama modernisasi, yaitu sekularisasi untuk memahami agama. Sekularisasi menurutnya adalah "menduniawikan masalah-masalah yang mestinya bersifat duniawi, dan melepaskan ummat Islam untuk mengukhrawikannya" kemudian diperkuat dengan idenya tentang "liberalisasi pandangan terhadap ajaran-ajaran Islam" dengan memandang negatif tradisi dan kaum tradisionalis.64 Gagasan ini mengadopsi pemikiran Harvey Cox dan Robert N. Bellah, pencetus gagasan sekularisasi dalam Kristen, dan tidak ada modifikasi yang berarti. Ia hanya mencarikan justifikasinya dalam ajaran Islam. Menurut Nurcholish, konsep tentang dunia sebagai tempat hidup yang bernilai rendah dan hina bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, umat Islam tidak diperbolehkan curiga kepada kehidupan duniawi ini, apalagi lari dari realitas kehidupan duniawi. Sehingga, sekularisasi adalah proses penduniawian.65 Disini Nurcholish seakan 61 Fazlur Rahman, "Islam:Legacy and Comtemporary Challenge" seperti yang dikutip oleh Abdul Rahman Haji Abdullah dalam Pemikiran Islam di Malaysia, sejarah dan aliran, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka & USM, Pinang, 1988, hal. 11. 62 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan,Bandung , Penerbit Mizan, cetakan ke VIII, 1995, hal. 172. 63 Libat, Muhammad „Ali al-Juzu, Shaykh, MafhËm al-‘Aql wa al-Qalb, DÉral-„Ilm Lil-Malayin, Beirut, 1983, khususnya Bab 2, hal. 55-78 64 Ibid, hal 207. 65 Ibid., hal. 217-218. 27
  • 29. akan ingin agar kehidupan dunia ini tidak dianggap hina dan rendah oleh ummat Islam sehingga lari dari padanya. Implikasinya tentu ia berharap agar kehidupan dunia ini dianggap mulia dan tinggi serta harus dihadapi. Tapi ternyata ia justru memisahkan nilainilai spiritual yang sebenarnya memuliakan dan mennggikan kehidupan dunia itu. Disini sekularisasi masih berarti pengosongan nilai-nilai ruhani dari alam materi (disenchantment of nature). Al-Quran menegaskan bahwa alam semesta adalah ayat (kata, kalimat, tanda symbol) yang merupakan manifestasi lahir ataupun batin dari Tuhan. Alam memiliki makna keteraturan dan harus dihormati dikarenakan ia memiliki hubungan simbolis dengan Tuhan. Sekularisasi justru mendorong orang untuk tidak menghormati alam dan kehidupan dunia. telah mengikis dan menghilangkan hubungan simbolis ini. Hasilnya, alam tidak perlu dihormati. Hubungan harmonis antara manusia dan alam telah diceraikan dan dihancurkan. Hasilnya, manusia akan terdorong untuk melakukan segala macam kezaliman, kemusnahan, kerusakan di atas muka bumi. Hasilnya, alam menjadi korban eksploitasi yang hanya berharga demi sekedar kajian saintifik dan penelitian ilmiah. Sekularisasi telah menjadikan manusia „menuhankan dirinya‟ untuk kemudian berlaku tidak adil terhadap alam.66 Nurcholish juga membatasi makna sekularisasi agar tidak berarti sekularisme. Pembatasan diberikan dengan adanya kepercayaan akan adanya Hari Kemudian dan prinsip Ketuhanan.67 Pembatasan ini tetap saja bersifat memisahkan secara dichotomis. Orang-orang sekuler di dalam Kristen adalah orang-orang yang percaya pada Hari Akhir dan pada Tuhan, hanya saja mereka, karena sejarah mereka, tidak ingin agama mencampuri kehidupan dunia mereka, agama adalah properti pribadi dan bukan publik. Dalam Islam agama adalah urusan dunia dan akherat, urusan pribadi dan urusan publik sekaligus. Jadi secara epistemologis akhirnya sekularisasi ini juga akan menjadi sekularisisme (secularizationism).68 Sejalan dengan gagasan rasionalisasi dan sekularisasi Nurcholish Madjid, Dr.Harun Nasution mencanangkan gagasan rasionalisasi. Gagasan ini dikembangkan dalam studi Islam di seluruh IAIN. Berbeda dari Nurcholish, Harun mencanangkan gagasannya itu setelah ia menyelesaikan doktornya di Institute of Islamic Studies McGill, Canada dengan thesis berjudul "Posisi Akal dalam Pemikiran Teologi Muhammad Abduh". Latar belakang pendidikannya dan pergaulannya dengan ulama-ulama di Mesir memperluas pengetahuannya tentang tradisi pemikiran Islam. Karya-karyanya 69 yang ia tulis setelah kepulangannya dari Canada dijadikan buku teks terutama dilingkungan IAIN. 66 Al-Attas, Islam, hal. 38-40. 67 Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, hal. 219-220. 68 Al-Attas, Islam, hal. 48. Sekalipun judul buku al-Attas adalah Islam dan Sekularisme, namun makna Sekularisme bukan sekedar idiologi secular seperti komunisme, sosialisme dan bentuknya yang beragam, namun juga termasuk pandangan hidup sekular yang diproyeksikan oleh sekularisasi, yang intinya adalah relativisme historis sekular, dan inilah makna dari sekularisisme. 69 Seperti misalnya Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (1974), Teologi Islam (1977), Filsafat Agama (1978), Filsafat dan Mistik dalam Islam (1978), Aliran modern dalam Islam (1980), Muhammad Abduh dan Teologi Mu'tazilah (1987) 28
  • 30. Hanya sayangnya ia mengangkat kembali doktrin teologis Mu'tazilah dan mengecilkan doktrin teologi Ash'ariyyah. Asumsinya bahwa teologi ummat Islam yang dipakai ummat Islam pada kejayaannya di zaman Abbasiya adalah teologi rasional Mu'tazilah. Ia bahkan mengatakan bahwa selama ummat Islam mempertahankan kepercayaan pada pandangan hidup fatalistik berdasarkan doktrin Ash'ariyyah, maka hampir mustahil untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan negara. Untuk itu teologi Ash'ariyyah perlu diganti dengan teologi Mu'tazilah.70 Tapi pemikirannya baru pada tingkat gagasan dan tidak berupa konsep-konsep baru. Asumsinya bahwa Mu'tazilah adalah teologi yang berhasil membawa Islam ketingkat peradaban yang tinggi masih perlu pembuktian lebih jauh. Sebab setelah al-Mutawakkil, yang bukan Mu‟tazilah berkuasa, peradaban Islam masih terus eksis dan prestasinya lebih baikdari al-Ma‟mun pendukung Mu‟tazilah. Al-Hassan menyatakan: But with his ortodoxy and fanaticism….al-Mutawakkil like al-Ma’mun was patron of science and scholarship and re-opened the Dar al-Hikmah, granting fresh endowment. The best work of translation was done during his regn. He was generous patron of scientific research. The best work of Dar al-Hikmah was done under alk-Mutawakkil.71 Kritiknya terhadap teologi Ash'ari yang hanya difokuskan pada qada dan qadar hanya menunjukkan pembelaan terhadap teologi Mu'tazilah saja. Dan ini lebih cenderung membatasi pemikiran Islam hanya pada diskursus yang terjadi dalam Kalam. Ini justru mempersempit Islam itu sendiri. Selain itu gagasan Islam Rasional tidak mendalam sampai kepada pembahasa tentang arti, peranan dan kedudukan akal dalam Islam dalam kaitannya dengan wahyu. Dalam salah sub bab dalam bukunya Islam Rasional yang berjudul :"Masalah Akal dan Akhlak" ia tidak menjelaskan masalah secara mendalam. Demikian pula dalam bukunya Akal dan Wahyu dalam Islam, ia banyak mengutip ayatayat tentang pentingnya berfikir rasional dan mengungkapkan berbagai pandangan ulama terdahulu dan kita hampir tidak dapat menemukan konsep Harun sendiri tentang hubungan keduanya secara teoritis dan konseptual. Jadi teologi rasionalnya Harun masih dalam tingkat gagasan dan belum berupa konsep baru apalagi untuk disebut sebagai NeoMu'tazilah. Gagasan yag lebih vulgar dan bahkan secara eksplisit merupakan kepanjangan dari Westernisasi adalah trend pemikiran yang kini dikenal dengan liberalisasi. Jika gagasan Nurcholish dan Harun Nasution cenderung mengadapsi paham-paham dalam modernisme, liberalisasi lebih condong menerapkan paham-paham yang dibawa oleh postmodernisme. Relativisme, pluralisme, equality (persmaaan), dekonstruksi dan lain sebagainya adalah terma-terma pemikiran postmodern. Karena bermuatan Westernisasi maka trend pemikiran ini menjadi sebuah gerakan sosial. Meski ia di perkotaan dan perguruan tinggi, namun secara perlahan-lahan berpengaruh dalam pembentukan opini dan jika dibiarkan maka akan berkembang menjadi framework pemikiran. Lebih-lebih trend pemikiran ini juga diminati oleh para dosen yang pernah belajar dengan orientalis di Barat. 70 Harun Nasution , Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Penerbit Mizan, ed. Saiful Muzani, Bandung, Penerbit Mizan 1996, cetakan ke IV, hal 154-155. 71 Al-Hassan, “Factor”, hal. 363-364 29
  • 31. Cara berfikir dichotomis yang melihat Islam dengan pandangan ganda Islam historis-Islam normatif, Islam liberal dan Islam literal, kebenaran obyektif dan kebenaran subyektif, berfikir tekstual dan kontekstual adalah cara pandang yang berdasarkan pandangan hidup manusia Barat.72 Pendekatan seperti ini pada gilirannya akan mempersulit kita dalam mengkonseptualisasikan epistemologi Islam dan konsep otoritas dalam Islam. Terbukti dengan berfikir dichotomis seperti itu para cendekiawan justru semakin kritis terhadap tradisi dan khazanah pemikiran Islam daripada mengapresiasi secara kreatif dan sikap kritisnya terhadap Barat menghilang. Tuduhan Nurcholish bahwa ummat Islam memahami tradisi seperti dogma, misalnya, bukan alasan yang tepat untuk meninggalkannya. Dalam setiap agama selalu ada unsur-unsur dogmatisnya, bahkan dalam dunia sains yang rasional sekalipun aksioma-aksioma itu dipegang melebihi agama. Walhasil, Upaya-upaya pembaharuan pemikiran di dunia Islam, ternyata masih bersifat seporadis, artinya pemikiran dan gagasannya tidak didukung oleh komunitas yang memang menekuni khusus dalam mengkaji, mengevaluasi dan mengembangkan pemikiran Islam. Terkadang merupakan gerakan yang dipaksakan dan dipopulerkan, khususnya oleh media. Jika pun ada komunitas itu, kualitas keilmuannya masih belum memadahi untuk suatu proyek pembangunan konsep-konsep keislaman. Kelemahan yang lain, pemikiran yang konon merupakan pembaharuan itu ternyata lebih cenderung mengkopi konsepkonsep Barat modern dan postmodern. Kerancuan di sana sini tidak dapat dihindarkan. Sebab makna dan tujuan ilmu serta beberapa konsep ilmu yang di miliki umat Islam itu tercampur oleh pendekatan kebudayaan dan pandangan hidup Barat. Paham, ide, nilai dan filsafat ilmu Barat modern dan postmodern kini bercampur baur dalam pemikiran Islam. Akibatnya, Muslim berbicara ilmu pengetahuan Islam, sejarah Islam, dan bahkan ajaran Islam dengan menggunakan pemahaman, nilai, ide, pendekatan dan bahkan terminologi Barat. Konsep yang dihasilkan, boleh jadi tidak lagi compatible dengan pandangan hidup Islam. Mulanya memang sekedar pemikiran atau konsep tapi implikasnya akan masuk ke sistem pendidikan dan akhirnya akan membentuk pandangan hidup. Jika pemikiran Muslim sudah terbaratkan, maka bidang-bidang lain akan ikut dengan sendirinya. Untuk itu apa yang diperlukan dalam kajian Islam di Indonesia adalah menggali kembali khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menguasai pemikiran dan kebudayaan asing terutama Barat khususnya tentang pandangan hidupnya, filsafatnya, epistemologinya, sains dan teknologinya agar ummat Islam melahirkan konsep-konsep Islam dalam berbagai bidang dan dalam konteks kekinian atau kontemporer. Namun masalahnya ummat Islam sendiri masih menghadapi problem internalnya. d. Problem pendidikan Islam Selain problem keilmuan yang berasal dari masuknya konsep-konsep, ide-ide dan paham-paham asing, secara internal ummat Islam juga memiliki problem yang tidak kalah seriusnya. Problem yang pertama adalah lemahnya tradisi pengkajian ilmu-ilmu pengetahuan doktrinal maupun pengetahuan spekulatif. Kelemahan ini mengakibatkan miskinnya konsep-konsep baru yang rasional sehingga isu-isu yang dibawa oleh kelompok modernis ataupun rasionalis yang sebenarnya tidak berasal dari tradisi intelektual Islam dianggap sebagai sesuatu yang baru dan dianggap menyegarkan. Padahal ia lebih 72 Bandingkan misalnya Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996; dan juga Atho Mudzhar, H.M,. Pendekatan Studi Islam, Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998. 30
  • 32. merupakan adopsi dari pandangan Barat ataupun Orientalis yang masih perlu dikritisi. Tapi lagi-lagi tradisi kritik (naqd) belum menjadi mekanisme intelektual yang mapan. Masalah ini menjadi lebih serius lagi jika dikaitkan dengan pembentukan disiplin ilmu baru dalam Islam. Tradisi mengadakan kajian dalam satu bidang pemikiran Islam belum bisa tumbuh sebagaimana kajian dalam bidang ilmu-ilmu sekuler, karena kekurangan sumber daya manusia ataupun belum wujudnya komunitas untuk itu. Ini berarti keahlian cendekiawan kita masih belum terklassifikasikan dalam disiplin ilmu tersendiri. Satu konsep dalam satu bidang kajian masih bercampur campur dengan konsepkonsep dalam bidang lain dan bahkan konsep-konsep yang diambil dari konsep asing masih belum sempurna diasimilasikan kedalam pandangan hidup Islam. Nampaknya semua cendekiawan dapat berbicara tentang semua masalah karena dianggap mengerti semua masalah, sehingga kita sulit menemukan seorang cendekiawan yang menekuni satu bidang khusus dan menghasilkan konsep-konsep Baru. Dalam perkembangan selanjutnya ketika masyarakat ilmiah semakin dewasa dalam memahami Islam spesialisasi dalam suatu bidang ilmu agama menjadi tuntutan masyarakat yang tidak dapat dihindarkan dan dari situ akan muncul disiplin ilmu Baru dalam Islam yang lahir dari pandangan hidup Islam. Oleh sebab itu, klassifikasi ilmu yang dicanangkan al-Ghazzali yang berupa farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah dapat dikembangkan dalam konteks kekinian. Ilmu farÌu 'ain dapat diartikan sebagai compulsory subject bagi mahasiswa atau pelajar Muslim yang berupa ilmu-ilmu agama yang asasi tergantung tingkat pendidikannya. Tingkat universitas misalnya TafsÊr, hadÊth, syarÊ’ah, teologi (ilmu Kalam), metafisika dapat dimasukkan kedalam ilmu farÌu 'ain. Ilmu FarÌu KifÉyah adalah ilmu yang tidak mesti dituntut oleh semua Muslim, termasuk di dalamnya ilmu manusia, ilmu alam, ilmu terapan, perbandingan agama, kebudayaan Islam dan Barat, ilmu bahasa dan sastra, sejarah Islam dsb.73 Pembagian ilmu faÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah ini tidak perlu difahami secara dikhotomis, karena ia hanyalah pembagian hirarki ilmu pengetahuan berdasarkan kepada tingkat kebenarannya. Ia harus dilihat dalam perspektif kesatuan integral atau tawÍÊdi, di mana yang pertama merupakan asas dan rujukan bagi yang kedua. Tapi masalahnya dalam kurikulum pendidikan Islam, pengajaran ilmu-ilmu farÌu 'ayn yang berhubungan dengan keimanan dan kewajiban-kewajiban individu berhenti pada jenjang pendidikan rendah atau menengah dan tidak dilanjutkan pada tingkat universitas. Konsep hirarki ilmu pengetahuan ilmu farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah itu belum banyak dikenal di kalangan lembaga pendidikan Islam, jikapun dikenal ia masih banyak disalahpahami atau masih belum dikonseptualisasikan serta dipraktekkan secara akademis. Pembagian ini perlu ditekankan pada jenjang perguruan tinggi. Sebab masalahnya berkaitan dengan konsep ilmu (epistemologi). Untuk mengidentifikasi problem ilmu pengetahuan pada lembaga pendidikan Islam, khususnya di Indonesia, ada baiknya dibahas situasi pada 3 institusi pendidikan Islam, yaitu pesantren, madrasah dan perguruan tinggi Islam. Sistem pendidikan pesantren Pesantren di Indonesia terdiri dari dua sistem yaitu tradisional dan modern. Keduanya mempunyai missi tafaqquh fÊ al-dÊn, artinya lembaga pendidikan yang 73 Untuk pemabahsan lebih detail lihat Wan Mohd Nur Wan Daud, The Educational Philosophy, hal. 71. 31
  • 33. bertujuan khusus mempelajari agama. Pada pesantren tradisional missi ini dijabarkan secara kurikuler dalam bentuk kajian kitab kuning yang terbatas pada Fiqih, Aqidah, Tata Bahasa Arab, Hadith, Tasawwuf dan Tarekat, Akhlak, dan Sirah. Sementara itu bagi pesantren modern missi ini diwujudkan dalam bentuk kurikulum yang diorganisir dengan menyederhanakan kandungan kitab kuning sehingga bersifat madrasi dan melengkapinya dengan mata pelajaran ilmu-ilmu yang biasa disebut "ilmu pengetahuan umum". Pesantren tradisional yang mengkhususkan diri pada kajian ilmu farÌu 'ayn terpaksan mengorbankan ilmu farÌu kifÉyah dalam pengertian 'ulËm al-naqliyyah. Bahkan kajian ilmu farÌu 'ayn dengan kekayaan kitabnya itu belum dapat memainkan perannya yang berarti terhadap kajian disiplin ilmu farÌu kifÉyah di lembaga pendidikan Islam lainnya atau pendidikan sekuler. Selain itu karena kelemahan metodologis pesantren tradisional takhaÎÎuÎ pada satu bidang ilmu tertentu terlalu kaku, sehingga menyulitkan kerja-kerja integrasi ilmu fardu ayn dan farÌu kifayah. Di pesantren ini sangat sedikit sekali, atau bahkan mungkin tidak ada, kajian 'ulËm al-'aqliyyah seperti logika, filsafat, metafisika, kalÉm, kedokteran dan lain-lain. Ringkasnya, secara umum pembagian hirarki ilmu farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah tidak nampak jelas, bahkan ilmu farÌu kifÉyah yang melibatkan kajian tentang alam dan hakekat manusia hampir tidak mendapat tempat dalam kurikulum pesantren tradisional itu sendiri. Pesantren modern yang memahami tafaqquh fi al-dÊn dalam bentuk gabungan ilmu farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah memang berhasil memberikan wawasan yang lebih luas dibanding pesantren tradisional, namun sesungguhnya gabungan itu bukan merupakan hasil integrasi 'ulËm al-naqliyyah dan 'ulËm al-'aqilyyah yang didesain secara konseptual. Mata pelajaran Fisika misalnya masih belum dikaitkan dengan mata pelajaran Usuluddin, mata pelajaran Sejarah Dunia tidak mengandung Sejarah Islam atau peranan ummat Islam dalam sejarah dunia dan sebagainya. Jadi kurikulum pesantren modern bukan merupakan hasil dari konsep ilmu yang integral, tapi lebih merupakan kajian serempak ilmu farÌu 'ayn dan farÌu kifÉyah. Jadi, masih terbuka kemungkinan akan adanya pandangan dikhotomis para santrinya. Meskipun begitu sebenarnya dengan sistem madrasi-nya yang mengharuskan pengajaran banyak materi mabÉdi' al-'ulËm (ilmu-ilmu kunci) pesantren modern berpotensi untuk memproduk generalis dan lebih kondusif untuk menanamkan pandangan hidup Islam dibanding pesantren tradisional. Kedua sistem pendidikan pesantren ini sebenarnya sama-sama memiliki potensi untuk diarahkan mengkaji ilmu pengetahuan Islam secara integral. Namun hal itu tergantung kepada kapasitas kyai, ulama dan asÉtidhah-nya. Sistem Pendidikan Madrasah Sistem pendidikan madrasah yang dikembangkan pemerintah sebenarnya diharapkan mampu menciptakan pelajar-pelajar yang mengetahui dan menguasai ilmuilmu agama dan ilmu-ilmu umum sekaligus.74 Sistem pendidikan madrasah mulanya didesain sebagai konvergensi kurikulum pendidikan pondok dan sekolah umum yang sedikit banyak serupa dengan kurikulum pesantren modern. Namun pengembangan program-program khusus atau jurusan tertentu yang memisahkan ilmu farÌu 'ayn dan ilmu 74 Dalam konteks Islam, sebenarnya tidak ada istilah „ilmu-ilmu umum,‟ sebab Islam menjadikan semua aspek, keperluan dan aktifitas kehidupan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dipakainya istilah ilmu-ilmu umum dalam tulisan ini adalah semata-mata merujuk kepada penggunaannya yang sudah begitu populer di Indonesia. 32
  • 34. farÌu kifÉyah dengan tanpa konsep yang jelas, peran madrasah dalam mengeliminir dikhotomi ilmu dalam pendidikan Islam semakin tidak nampak. Di sisi lain kegagalan sistem madrasah juga dapat dilihat dari fakta dimana prestasi kebanyakan murid-murid madrasah dalam bidang "ilmu-ilmu agama" masih tertinggal jauh dari prestasi santri-santri pondok pesantren dan dalam bidang "ilmu-ilmu umum" pula mereka tidak bisa mengimbangi prestasi murid-murid sekolah umum. Selain itu, sejauh ini nampaknya ilmu pengetahuan umum (sekuler) tidak diajarkan dalam perspektif ilmu agama. Sistem Perguruan tinggi Islam Terlepas dari peran kemasyarakat yang dimainkan oleh sistem pesantren, kekurangan yang paling menonjol adalah ketidakmampuan keduanya dalam mengembangkan tingkat tingginya atau perguruan tingginya. Yakni perguruan tinggi yang khas dibangun sebagai kelanjutan tradisi intelektual Islam atau sekurang-kurangnya dibangun berdasarkan pada tradisi keilmuan di pesantren. Padahal dulu hampir semua pesantren memiliki program tingkat tingginya, yang di pesantren tradisional disebut khawÉÎ dan di pesantren modern disebut pesantren tinggi, meskipun tidak dilembagakan secara formal. Program itu kini sudah sangat jarang, kalaupun tidak boleh dikatakan tidak ada. Kini di beberapa pesantren program itu telah diganti dengan sekolah tinggi atau institut yang mengikuti kurikulum Departemen Agama yang sebenarnya bukan sepenuhnya merupakan kelanjutan dari kurikulum pesantren. Ada pula pesantren yang mendirikan universitas dengan fakultas yang mengikuti kurikulum Departmen Pendidikan dan Kebudayaan. Isi dan produknya tentu yang tidak jauh beda dengan universitas umum. Gagasan dan usaha untuk menghidupkan program Ma'had 'Óly sebagai lanjutan pendidikan pesantren ternyata terhalang oleh kemiskinan konsep dan sumber daya manusia. Jenjang pendidikan tinggi dalam bentuk institut atau universitas yang merupakan lanjutan bagi kajian ilmu-ilmu keislaman di pesantren nampaknya belum terwujud. Akibatnya khazanah ilmu pengetahuan Islam tidak dikaji secara intensif, apalagi dikaji dan difahami dalam konteks kekinian. Di Universitas-universitas Islam fakultas-fakultas agama (farÌu 'ayn) tidak berperan menjadi rujukan atau menjadi asas bagi fakultas-fakultas umum (farÌu kifÉyah), ia justru dimarjinalkan. 5. Membangkitkan tradisi keilmuan Jika substansi peradaban Islam adalah pandangan hidupnya, maka membangun kembali peradaban Islam adalah memperkuat pandangan hidup Islam. Hal ini dilakukan dengan menggali konsep-konsep penting khazanah ilmu pengetahuan Islam dan menyebarkannya agar dimiliki oleh kaum terpelajarnya yang secara sosial berperan sebagai agen perubahan dan yang secara individual akan menjadi decision maker. Memperkuat pandangan hidup Muslim artinya memberi solusi terhadap persoalan ummat secara fundamental dan integral. Pentingnya pandangan hidup Islam ditekankan al-Attas dalam berbagai tulisannya, dan bahkan dalam kontek pengembangan sains telah 33