SlideShare a Scribd company logo
1 of 89
MEKANISME KETAHANAN
MIKROORGANISME
TERHADAP PROSES
PENGOLAHAN
Oleh:
Fajriyati Mas’ud
Pengantar
Proses pengolahan dilakukan terhadap
bahan pangan dengan berbagai tujuan
:
1. Memperpanjang masa simpan atau
mengawetkan,
2. Membuat produk menjadi lebih
baik, baik yang setengah jadi maupun
yang siap untuk dikonsumsi,
1. Meningkatkan daya cerna dan
penerimaan,
2. Untuk mencegah kerusakan
fisik, kimia, atau kerusakan
biologis, serta kerusakan
mikroorganisme.
 Dari berbagai proses pengawetan
yang telah dilakukan, beberapa belum
diketahui dengan jelas mekanismenya
secara biofisika, biokomia maupun
secara molekuler.
 Akan dijelaskan mekanisme
pengawetan yang ditujukan untuk
mencegah kerusakan mikrobiologis
pada bahan pangan dan ketahanan
mikroorganisme terhadap proses
pengawetan tersebut.
proses pengawetan antimikrobial dapat dibedakan
atas tiga kelompok berdasarkan mekanisme
kerjanya, yaitu :
1. Proses pengawetan yang bersifat “membunuh”
mikroorganisme.
2. Proses pengawetan yang bersifat “menghambat”
atau “memperlambat” pertumbuhan
mikroorganisme tanpa membunuhnya secara
langsung, meskipun sel yang terhambat
pertumbuhannya tersebut pada proses
pengawetan yang lama mungkin akan mati.
3. Proses pengawetan yang mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam bahan pagnan.
 Faktor pengawetan yang paling banyak
digunakan dengan tujuan membunuh
mikroorganisme adalah pemanasan
 Proses pengawetan yang diterapkan
dengan tujuan menghambat atau
memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme sangat bervariasi, termasuk
proses yang melalui mekanisme fisik seperti
pendinginan, pembekuan, pengurangan
aktivitas air melalui pengeringan atau
penambahan bahan terlarut, pengepakan
pada konsentrasi oksigen yang rendah atau
penggunaan gas lain.
 Proses kimia seperti penambahan
asam, alkohol, antibiotik, bahan
pengawet lainnya, atau melalui
proses fermentasi.
 Pencegahan masuknya
mikroorganisme ke dalam bahan
pangan yang paling umum dilakukan
adalah dengan cara
pengepakan, yang biasanya
dikombinasi dengan cara
pengawetan lainnya.
A. Ketahanan Mikroorganisme
terhadap Panas
 Penggunaan suhu tinggi dalam
pengawetan makanan dipengaruhi oleh
tujuan pengawetan, yaitu pengaruhnya
terhadap mikroorganisme yang ada di
dalam makanan, dan mutu makanan
yang diawetkan.
 Dua cara pengawetan dengan
pemanasan yang umum dilakukan
adalah “pasteurisasi dan sterilisasi”.
 Pasteurisasi dengan panas bertujuan
untuk membunuh semua organisme
patogen, misalnya pada pateurisasi sari
buah atau minuman lainnya.
 Pasteurisasi dilakukan dengan cara
memanaskan susu pada suhu 62,8oC
selama 30 menit yang dikenal dengan
metode LTLT (low temperature long
time), atau pada suhu 71,7oC selama 15
detik yang disebut metode HTST (high
temperature short time).
 Pemanasan tersebut cukup membunuh
bateri patogen yang paling tahan panas
dan tidak membentuk spora, yaitu
Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella
burnetti. Suhu Pasteurisasi susu juga
cukup untuk membunuh semua
khamir, kapang, bakteri gram
negatif, dan kebanyakan sel vegetatif
bakteri gram positif.
 Kelompok mikroorganisme yang tahan
terhadap susu pasteurisasi dapat
dibedakan atas dua kelompok, yaitu
bakteri termodurik dan thermofilik.
 Bakteri termodurik adalah bakteri yang
tahan terhadap pemanasan pada suhu
relatif tinggi, misalnya
pasteurisasi, tetapi tidak harus tumbuh
pada suhu relatif tinggi.
 Bakteri yang tergolong termodurik dan
tahan suhu pasteurisasi susu misalnya
beberapa spesies Streptococcus dan
Lactobacillus.
 Bakteri thermofilik adalah bakteri yang
tidak hanya tahan terhadap
pemanasan pada suhu relatif
tinggi, tetapi juga membutuhkan suhu
tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri
yang tergolong thermofilik misalnya
beberapa spesies dari Bacillus dan
Clostridium.
 Proses sterilisasi adalah salah satu
cara pengawetan dengan suhu tinggi
untuk membunuh semua
mikroorganisme yang ada.
 Dalam pengawetan makanan dikenal
istilah “sterilisasi komersial”, yaitu
sterilisasi untuk membunuh semua
mikroorganisme pembusuk yang dapat
tumbuh pada kondisi penyimpanan
yang normal.
 Contoh makanan kaleng bukan
merupakan makanan yang steril
absolut tetapi bersifat steril
komersial, dimana di dalamnya
mungkin masih mengandung sejumlah
mikroorganisme tetapi tidak dapat
tumbuh dan menyebabkan kebusukan
karena kondisi pH, atau suhu
penyimpanan yang tidak
memungkinkan
 selama penyimpanan pH makanan
berubah dan suhu penyimpanan juga
berubah, maka mikroorganisme yang
ada di dalamnya mungkin dapat tumbuh
dan menyebabkan kebusukan makanan
kaleng.
 Suhu dan waktu sterilisasi yang
diterapkan pada bahan pangan
dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan
pangan, terutama pH nya.
 Semakin rendah pH makanan atau
semakin tinggi keasamannya diperlukan
suhu dan waktu sterilisasi yang semakin
rendah.
 Seperti halnya proses pasteurisasi, proses
sterilisasi dapat dilakukan menggunakan
suhu relatif rendah dengan waktu relatif
lama, misalnya 121oC selama 15 menit
menggunakan suhu tinggi dengan relatif
singkat, misalnya pada suhu 135-150oC
dalam waktu 2-6 detik, misalnya pada
sterilisasi susu menggunakan system UTH
(Ultra High Temperatur).
1. Ketahanan Panas Diantara Spesies
Mikroorganisme
 Pada umumnya ketahanan panas diantara spesies
mikroorganisme dipengaruhi oleh suatu suhu
optimum untuk pertumbuhannya.
 Mikroorganisme yang bersifat psikrofilik merupakan
organisme yang paling sensitif terhadap
pemanasan, diikuti oleh mikroorganisme
mesofilik, dan paling tahan panas adalah
mikroorganisme thermofilik.
 Bakteri pembentuk spora pada umumnya
lebih tahan panas dibandingkan dengan
bakteri yang tidak membentuk spora, dan
bakteri pembentuk spora yang bersifat
thermofilik lebih tahan panas daripada
bakteri pembentuk spora yang bersifat
mesofilik.
 Jika dilihat dari sifat pewarnaan
gramnya, bakteri gram negatif, dan bakteri
berbentuk bulat (kokus) lebih tahan panas
dari pada bakteri berbentuk batang yang
tidak membentuk spora.
 Kapang dan khamir termasuk
mikroorganisme yang sensitif terhadap
panas dimana askospora khamir sedikit
lebih tahan dibandingkan dengan sel
vegetatif khamir.
 Spora aseksual kapang sedikit lebih
tahan panas dari pada kapang kecuali
skerotia, yaitu miselium kapang yang
paling tahan panas dan sering
menimbulkan masalah pada
pengalengan buah-buahan.
 Ketahanan panas endospora bakteri
sangat penting dalam perhitungan proses
termal yang diterapkan pada makanan.
Bakteri yang sering ditemukan pada
makanan dan memproduksi endospora
terutama Bacillus dan Clostridium.
 Endospora bakteri biasanya diproduksi
pada saat kondisi pertumbuhan untuk sel
vegetatif tidak optimum, misalnya pada
keadaan kekurangan nutrien, keadaan
kering dan sebagainya.
 Setiap sel hanya memproduksi satu
endospora dengan berbagai bentuk dan
ukuran tergantung dari spesies
organismenya.
 Endospora bakteri tidak hanya tahan
terhadap panas tetapi juga tahan
terhadap keadaan
kering, pendinginan, senyawa kimia dan
kondisi yang tidak baik lainnya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketahanan Panas Mikroorganisme
 Selain ketahanan panas yang berbeda
diantara spesies
mikroorganisme, ketahanan panas juga
dipengaruhi oleh berbagai parameter
yang terdapat pada mikroorganisme
maupun parameter lingkungan.
 Contoh bakteri dalam jumlah yang sama
jika dipanaskan dalam larutan garam
fisiologis dan di dalam nutrient broth
tidak akan mengalami destruksi panas
dengan kecepatan yang sama.
Faktor-faktor mikroorganisme maupun
lingkungan yang berpengaruh terhadap
ketahanan panas suatu mikroorganisme
a. Jumlah Sel Mikroorganisme
Berbagai percobaan telah
membuktikan bahwa semakin tinggi
jumlah sel mikroorganisme semakin
tinggi ketahanannya terhadap panas.
 Mekanisme perlindungan sel terhadap
panas di dalam suatu populasi sel yang
tinggi disebabkan sel memproduksi
komponen-komponen
pelindung, diantaranya protein yang
diketahui mempunyai sifat sebagai
pelindung.
 Kemungkinan lain dari peningkatan
ketahanan panas dengan
meningkatkannya populasi sel adalah
karena peluang untuk mendapatkan sel
yang mempunyai ketahanan panas tinggi
semakin besar dengan semakin
banyaknya jumlah sel.
b. Umur Sel
 Sel mikroorganisme akan lebih tahan
panas pada saat pertumbuhannya mencapai
fase statis, dimana sel-selnya merupakan
logaritmik. Demikian juga spora bakteri yang
tua lebih tahan panas dibandingkan dengan
spora bakteri yang lebih muda.
 Dari keadaan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin berkurang
aktivitas sel mikroorganisme, semakin
meningkat ketahanan panasnya. Mekanisme
peningkatan ketahanan panas pada sel yang
kurang aktif ini sangat komplek dan sampai
saat ini belum dapat diterangkan dengan jelas.
c. Suhu Pertumbuhan
 Ketahanan panas suatu mikroorganisme
biasanya meningkat dengan semakin tingginya
suhu inkubasi. Ketahanan panas spora B.
subtilis dan B. coagulans akan meningkat
dengan semakin tingginya suhu sporulasi atau
pembentuk spora.
 Walaupun mekanisme pengaruh suhu
inkubasi terhadap ketahanan panas sel
mikroorganisme ini belum jelas, tetapi diduga
bahwa pada suhu inkubasi yang tinggi terjadi
seleksi genetik yang merangsang pertumbuhan
galur-galur yang lebih tahan panas.
 Salmonella senttenberg yang ditumbuhkan
pada suhu 44oC mempunyai ketahanan panas
kira-kira tiga kali dibandingkan dengan yang
ditumbuhkan pada suhu 35oC.
d. Air
 Ketahanan panas suatu sel
mikroorganisme meningkat dengan
menurunnya kelembaban atau kandungan air.
 Contoh kumpulan sel mikroorganisme
dalam keadaan kering yang ditempatkan di
dalam tabung reaksi dan dipanaskan di dalam
penangas air, akan lebih tahan panas
dibandingkan dengan sel-sel basah pada
kondisi yang sama.
 Keadaan ini diduga disebabkan oleh
denaturasi protein yang terjadi lebih cepat jika
dipanaskan di dalam air, dibandingkan jika
dipanaskan di udara. Mekanisme pengaruh air
terhadap kecepatan denaturasi protein belum
jelas
 Pemanasan basah terhadap protein
menyebabkan terbentuknya gugus
sulfhidril (SH) yang mengakibatkan
peningkatan kapasitas mengikat air oleh
protein.
 Adanya air yang terikat pada protein
mempermudah pemecahan ikatan-
ikatan peptida. Pada keadaan kering
diperlukan energi yang lebih tinggi untuk
memecah ikatan-ikatan peptida, atau
protein lebih sukar terdenaturasi, oleh
karena itu sel mikroorganisme juga lebih
tahan terhadap panas.
e. Lemak
 Adanya lemak di dalam medium
pemanasan pada umumnya akan
meningkatkan ketahanan panas
mikroorganisme.
 Dalam hal ini lemak dianggap sebagai
pelindung sel terhadap panas.
 Asam-asam lemak berantai panjang
lebih bersifat protektif terhadap
Clostridium botulinum daripada asam-
asam lemak berantai pendek.
f. Garam
 Pengaruh garam terhadap ketahanan
panas sel mikroorganisme sangat
bervariasi tergantung dari jenis
garam, konsentrasi, spesies
mikroorganisme, dan faktor-faktor
lainnya.
 Beberapa garam mungkin mempunyai
pengaruh melindungi terhadap suatu
mikroorganisme, sedangkan garam
lainnya mungkin mengakibatkan sel
lebih sensitif terhadap panas.
 Mekanisme pengaruh garam terhadap
ketahanan panas bakteri ini disebabkan
beberapa garam bersifat menurunkan
aktivitas air sehingga dapat
meningkatkan ketahanan panas sel
dengan mekanisme yang sama seperti
pengeringan
 sedangkan garam-garam lainnya seperti
garam kalsium, (Ca++) dan magnesium
(Mg++) dapat menyebabkan peningkatan
aktivitas air, sehingga mengakibatkan
penurunan ketahanan sel terhadap
panas,
 penambahan CaCl2 ke dalam medium
pertumbuhan untuk spora Bacillus
megaterium menghasilkan spora yang
lebih tahan panas, sedangkan
penambahan L-glutamat, L-prolin, atau
fosfat menurunkan ketahanan panas
spora bakteri tersebut.
 Garam NaCl bersifat sangat melindungi
Staphylococcus terhadap panas.
g. Karbohidrat
 Medium pemanasan yang mengandung
gula akan meningkatkan ketahanan
panas mikroorganisme yang terdapat di
dalamnya.
 Pengaruh ini terutama disebabkan gula
bersifat mengikat air yang terdapat di
dalam medium maupun sel sehingga
menurunkan aktivitas airnya, akibatnya
sel menjadi lebih tahan panas seperti
mekanisme yang terjadi pada
pengeringan.
 Pengaruh karbohidrat terutama gula
terhadap ketahanan panas sel
mikroorganisme sangat bervariasi
tergantung dari jenis gulanya dan spesies
mikroorganisme.
 contoh glukosa mempunyai pengaruh
melindungi sel Escherichia coli dan
Pseudomonas fluorescens terhadap panas
lebih baik dibandingkan dengan garam NaCl
pada aW mendekati minimum untuk
pertumbuhan.
 Sebaliknya glukosa tidak mempunyai
pengaruh melindungi bahkan berbahaya
bagi Staphylococcus aureus.
 Pada aW medium pemanasan yang sama
yang diatur menggunakan gliserol dan
berbagai jenis gula, terdapat perbedaan
dalam ketahanan panas Salmonella
senftenberg, sukrosa dapat meningkatkan
ketahanan panas bakteri tersebut lebih dari
karbohidrat lainnya, dan dilihat berturut-
turut dari yang besar ke yang terkecil
pengaruhnya adalah sukrosa glukosa
fruktosa gliserol.
Nilai pH
 Mikroorganisme mempunyai ketahanan
panas tertinggi pada pH optimum untuk
pertumbuhannya yaitu biasanya sekitar
pH 7,0.
 Jika pH diturunkan atau dinaikkan
menjauh pH optimum tersebut, maka
ketahanan panas mikroorganisme akan
menurun.
 Oleh karena itu makanan yang berasam
tinggi, yaitu yang mempunyai pH rendah
membutuhkan panas yang lebih sedikit
untuk sterilisasi dibandingkan dengan
makanan yang mempunyai pH sekitar
netral.
 Meskipun dengan menurunkan atau
menaikkan pH makanan menjauhi netral
dapat mengurangi panas yang dibutuhkan
untuk mengawetkan makanan, tetapi
beberapa komponen makanan juga akan
rusak dengan pemanasan pada pH yang
rendah atau tinggi.
Contoh misalnya pasteurisasi
putih telur yang mempunyai pH
sekitar 9,0. Pada pH tersebut
pasteurisasi putih telur pada
suhu 60-60oC selama 3,5 – 4,0
menit akan menyebabkan
koagulasi protein yang
mengakibatkan viskositasnya
meningkat.
 Perubahan tsb akan berpengaruh
terhadap volume pengembangan
maupun tekstur kue yang dibuat dari
putih telur yang dipasteurisasi.
 Oleh karena itu untuk meningkatkan
ketahanan panas protein putih telur, pH
putih telur harus diatur supaya
mendekati netral, meskipun dengan
perlakuan ini mikroorganisme yang
terdapat di dalamnya juga lebih tahan
panas.
 Sensitivitas bakteri terhadap panas
pada pH rendah juga dipengaruhi oleh
jenis asam yang digunakan untuk
menurunkan pH medium.
 Penurunan pH menggunakan asam
asetat atau asam laktat akan lebih
menurunkan ketahanan panas sel
dibandingkan dengan penurunan pH
menggunakan HCl.
Protein
 Protein yang terdapat di dalam medium
pemanasan dapat bersifat melindungi
mikroorganisme terhadap panas.
 Oleh karena itu makanan berprotein
tinggi memerlukan pemanasan yang
lebih tinggi untuk mengawetkan
dibandingkan dengan makanan yang
kandungan proteinnya rendah.
 Contoh diperlukan suhu pemanasan yang
lebih tinggi dalam waktu sama untuk
membunuh sejumlah sel yang sejenis di
dalam susu skim dibandingkan dengan
pemanasan di dalam air.
 Pengaruh melindungi dari protein
tersebut disebabkan protein bersifat
sebagai koloid di dalam larutan, dimana
bahan-bahan koloidnya biasanya
menurunkan hantaran panas.
Senyawa Antimikroba
 Adanya senyawa-senyawa
antimikroba yang terdapat di dalam
medium pemanasan dapat
menurunkan ketahanan panas
mikroorganisme.
 contoh penambahan antibiotik yang
tahan panas, SO2 atau nitrit di dalam
makanan sebelum pemanasan saja
tanpa penambahan bahan pengawet.
Suhu dan Waktu Pemanasan
 Pada suhu yang sama, maka waktu
pemanasan lebih besar pengaruhnya
terhadap kematian sel mikroorganisme.
 Tetapi yang lebih besar pengaruhnya
sebenarnya adalah suhu
pemanasan, dimana suhu pemanasan
yang semakin tinggi lebih besar
pengaruhnya terhadap kematian sel.
 Pada suhu yang lebih tinggi, waktu
pemanasan yang diperlukan untuk
membunuh sejumlah sel semakin singkat.
Ketahanan Mikroorganisme
terhadap Aktivitas Air Rendah
 Salah satu cara untuk menghambat
pertumbuhan sel vegetatif mikroorganisme
adalah dengan menurunkan aktivitas
air, yaitu dengan cara
pengeringan, penambahan
garam, gula, atau bahan-bahan lainnya
meskipun sebagian mikroorganisme
mungkin akan mati selama proses
pengeringan,
 proses ini sebenarnya tidak bersifat letal
terhadap mikroorganisme, sehingga
beberapa jenis mikroorganisme yang tahan
keadaan kering dapat hidup dan tumbuh
kembali jika keadaan memungkinkan.
 Bakteri memerlukan aW relatif tinggi
untuk pertumbuhan, sedangkan khamir
memerlukan aW minimal lebih rendah
daripada bakteri, kapang memerlukan
aW minimal paling rendah.
 Bakteri memerlukan aW lebih dari 0.90
untuk pertumbuhannya, oleh karena itu
pada bahan pangan dengan aW sekitar
0,90 mikroba yang sering tumbuh
terutama adalah kapang dan khamir.
 Khamir pada umumnya tidak dapat
tumbuh pada aW di bawah 0,88
kecuali beberapa khamir yang bersifat
osmofilik, misalnya Saccharomyces
cerevisiae yang dapat tumbuh pada
aW sekitar 0,65 pada aW
0,80 – 0,085 mikroorganisme yang
dapat tumbuh terutama kapang.
 Kebusukan makanan dapat dicegah
dengan pengaturan aW di bawah
0,70 – 0,75.
 Mekanisme ketahanan mikroorganisme
pada keadaan aW rendah diduga
disebabkan oleh sel mikroorganisme dapat
mengimbangi tekanan osmotik di luar sel
dengan cara memproduksi senyawa-
senyawa tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan osmotik di dalam
sel.
 Contoh Bacillus subtilis akan memproduksi
asam amino prolin jika aW medium
pertumbuhannya diturunkan misalnya
dengan penambahan NaCl.
 Bakteri lain yang mungkin memproduksi
asam glutamat, asam gama-amino
butirat dan / atau prolin, dan
kemungkinan konsentrasi kalium dan
glukosa intraseluler juga naik untuk
mengimbangi tekanan osmotik di luar
sel.
 Dengan kenaikan komponen-komponen
tersebut maka sel akan menyerap air
kembali dan dapat tumbuh berkembang
biak.
 Tetapi sintetis komponen-komponen
intraseluler tersebut memerlukan energi
tinggi, oleh karena itu kecepatan
pertumbuhan sel pada aW rendah
menjadi lambat karena sebagian energi
digunakan untuk mensistesis komponen-
komponen tersebut.
 Jika bakteri terutama menggunakan
asam-asam amino, K+ dan glukosa
untuk mengatur tekanan osmotik di
dalam sel, khamir menggunakan
senyawa lain yaitu alkohol polihidrat
untuk tujuan yang sama.
 Beberapa khamir jika ditempatkan pada
aW rendah akan memproduksi etanol
dan gliserol di dalam selnya, dan
kadang-kadang produksinya sedemikian
tingginya sehingga mempengaruhi
viabilitas sel.
 Beberapa ganggang laut misalnya
Dunaliela memproduksi gliserol dalam
jumlah tinggi pada aW rendah.
 Komponen pengikat air yang dapat
menembus sel, misalnya gliserol yang
dapat menembus membran sel
bakteri, tidak terlalu berpengaruh
terhadap sintetis komponen-komponen
pengatur aliran air ke atau dari sel.
 Oleh karena itu bakteri dapat
mengatur aliran air ke atau dari sel jika
ditempatkan di dalam larutan gliserol.
 Mesakipun sel mikroorganisme dapat
mengimbangi perubahan aW di
sekelilingnya, tetapi kemampuan sel
terbatas sehingga pada aW yang sangat
rendah atau tekanan osmotik yang sangat
tinggi, pertumbuhan sel akan berhenti.
 Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pengawetan makanan dengan aW
rendah adalah karena sel mikroorganisme
yang kehilangan air atau mengalami
pengeringan tersebut menjadi lebih tahan
panas.
 Salmonella typhimurium ketahanan
panasnya akan meningkat menjadi 700
kali setelah sel-selnya ditempatkan di
dalam larutan-larutan
sukrosa, glukosa, fruktosa atau
sorbital, yaitu komponen-komponen yang
tidak dapat menembus membran sel
sehingga menyebabkan dehidrasi
sitoplasma.
 Perendaman sel di dalam larutan gliserol
yaitu komponen-komponen yang dapat
menembus membran sel sehingga tidak
menarik air dari sel, mempunyai pengaruh
yang kecil tehadap ketahanan panas sel
bakteri tersebut.
 Hasil penelitian telah membuktikan
pengaruh yang sama terhadap khamir.
 Oleh karena itu dapat diduga bahwa
ketahanan panas sel yang mengalami
dehidrasi mungkin mempunyai
mekanisme yang sama seperti halnya
spora yang juga mempunyai
kandungan air jauh lebih rendah
daripada sel vegetatif.
 Pada beberapa makanan yang
mempunyai kadar garam
tinggi, misalnya ikan
asin, kecap, tauco, sering ditemukan
bakteri yang tahan garam.
 Bakteri semacam ini dapat dibedakan
atas dua kelompok yaitu bakteri
halofilik dan halodurik.
 Bakteri halofilik adalah bakteri yang
tahan terhadap konsentrasi garam
tinggi, dan untuk pertumbuhannya
juga memerlukan garam dengan
konsentrasi garam tertentu,
 bakteri halodurik adalah bakteri yang
tahan terhadap konsentrasi garam
tinggi tetapi untuk pertumbuhannya
tidak memerlukan konsentrasi garam
tinggi.
 Pada beberapa makanan yang
mempunyai kadar gula tinggi sering kali
ditemukan khamir yang tahan akan
tekanan osmotik tinggi.
 Seperti halnya bakteri yang tahan
terhadap konsentrasi gula tinggi, khamir
yang tahan terhadap konsentrasi gula
tinggi juga dapat dibedakan atas khamir
osmofilik dan osmodurik.
 Khamir osmofilik adalah khamir yang
selain tahan terhadap tekanan osmotik
tinggi juga memerlukan konsentrasi gula
tinggi untuk pertumbuhannya, sedangkan
khamir osmodurik meskipun tahan
terhadap tekanan osmotik tinggi tetapi
tidak memerlukan tekanan osmotik tinggi
untuk pertumbuhannya.
 Salah satu contoh khamir yang bersifat
osmofilik misalnya Saccharomyces rouxii
yang sering ditemukan pada sirup atau
madu. Dimana khamir ini masih dapat
tahan sampai konsentrasi gula mencapai
60%.
Ketahanan Mikroorganisme terhadap
Keasaman Tinggi dan Senyawa
Lipofilat
 Pengasaman adalah salah satu cara
pengawetan makanan yang telah
dilakukan sejak dahulu
 Proses pengasaman atau penurunan
pH makanan dapat dilakukan dengan
cara menambahkan asam atau melalui
cara fermentasi asam.
 Asam yang umum ditambahkan ke dalam
makanan terutama adalah asam cuka
(asam asetat), sedangkan asam yang
terbentuk selama fermentasi misalnya asam
laktat pada produk-produk susu dan
pikel, serta asam asetat pada produk-
produk lainnya.
 Berbeda dengan proses adaptasi terhadap
aW rendah, sel vegetatif mikroorganisme
yang tiba-tiba dipindahkan ke dalam
medium dengan pH rendah tidak
menunjukkan proses adaptasi, tetapi
kecepatan pertumbuhannya akan segera
berubah.
Apakah yang terjadi selama
sel tumbuh di dalam medium
dengan pH yang tidak
optimal tersebut ?
Sel pada umumnya bereaksi
untuk mempertahankan pH
konstan di dalam sel.
 Pada waktu pH diturunkan proton
yang terdapat dalam jumlah tinggi di
dalam medium akan masuk ke dalam
sitoplasma sel, dan proton ini harus
dihilangkan dari dalam sel untuk
mencegah terjadinya pengasaman
dan denaturasi komponen-komponen
sel.
 Oleh karena itu pertumbuhan sel
menjadi sangat lambat, bahkan
terhenti sama sekali pada pH yang
sangat rendah.
 Untuk menghilangkan proton ke luar
sel dimana terjadi gradien konsentrasi
tinggi yang besarnya beberapa ratus
atau ribu kali, diperlukan energi.
 Jadi semakin rendah pH semakin
banyak energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pH konstan di
dalam sel, akibatnya energi yang
tersedia untuk sintesis komponen-
komponen sel berkurang.
 Pada kecepatan pertumbuhan sel yang
sangat lambat maka persediaan energi
untuk mempertahankan hidup dan
mengeluarkan proton ke luar sel sangat
terbatas, akibatnya sel-sel menjadi mati
karena homeostatik yang memerlukan
energi, maka pembatasan suplai energi
akan menyebabkan pengawetan
makanan dengan pH rendah menjadi
lebih efektif.
 Contoh kombinasi pengasaman dengan
penurunan aW atau dengan pengepakan
vakum yang lebih efektif untuk
mengawetkan makanan, karena kedua
proses tersebut membatasi produksi
energi oleh mikroorganisme.
 Mikroorganisme mempunyai pH
minimal, optimal dan maksimal yang
berbeda-beda untuk pertumbuhannya.
 Bakteri pada umumnya mempunyai pH
optimal sekitar netral, dengan pH
minimal 3 – 5, dan pH maksimal 8 – 10.
 Khamir mempunyai pH optimal lebih
rendah daripada bakteri, yaitu berkisar
antara 4,5 dan 5,5 dengan pH minimal
2 – 3 dan pH maksimal 7 –
8, sedangkan kapang pada umumnya
mempunyai pH minimal lebih rendah
yaitu sekitar pH 1 – 2.
 Mekanisme pH homeostatik juga
terjadi dalam pengawetan pangan
menggunakan asam lipofilat lemah
seperti asam sorbat, benzoat, dan
propionat.
 Asam-asam lipofilat tersebut dapat
mencegah kerusakan mikrobiologis
karena beberapa sifatnya yang unik
yaitu kelarutannya dalam bentuk tidak
terdisosiasi di dalam larutan membran
sel dan aktivitasnya sebagai ionofor
proton.
 Senyawa semacam ini mengakibatkan
proton lebih cepat masuk ke dalam sel
sehingga meningkatkan kebutuhan
energi untuk mempertahankan pH
alkali di dalam sel
 Asam lipofilat meningkatkan aliran
proton ke dalam sel ekuivalen dengan
terjadinya pada pH rendah.
 Gangguan aliran proton menembus
membran mengganggu fungsi
kimiostatik sel, misalnya transform
asam amino.
 Hal ini dibuktikan dengan penelitian
yang melaporkan bahwa sorbat dapat
menghambat germinasi spora Bacillus
cereus dan Clostridium botulinum
secara kompetetif dengan asam amino
yang berfungsi sebagai germanian
yatu L-alanin.
 Semakin rendah pH semakin tinggi
presentase asam lipofilat yang terdapat
dalam bentuk tidak terdisosiasi, sehingga
semakin banyak proton yang dapat
menembus membran sel.
 Peggunaan asam lipofilat sebagai bahan
pengawet makanan lebih efektif pada pH
rendah dibandingkan dengan pH tinggi.
Sebagai contoh pada pH 6,0 sebanyak
1,5% asam benzoat terdapat dalam
bentuk tidak terdisosiasi, sedangkan pada
pH 4.0 sebanyak 60% terdapat dalam
bentuk tidak terdisosiasi.
 Demikian pula asam sorbat dan
propionat, dimana sebanyak 6% asam
sorbat dan 6,7% asam propionat tidak
terdisosiasi pada pH 6,0 sedangkan pada
pH 4,0 sebanyak 86% asam sorbat dan
88% asam propionat terdapat dalam
bentuk tidak terdisosiasi.
 Berbagia senyawa lipofilat lainnya juga
bersifat efektif sebagai pengawet, misalnya
asam-asam lemak, lipid dan lain-
lainnya, beberapa antosianin dan
fenol, alkohol dan glikol, ester, amida, dan
amina.
 Struktur alifatik dari komponen-
komponen tersebut biasanya
mempunyai aktivitas optimun pada
panjang rantai sekitar C12, dan
umumnya lebih efektif terhadap
bakteri gram negatif dibandingkan
dengan gram positif.
 Mekanisme pengawetannya mungkin
serupa dengan mekanisme
pengawetan asam lipofilat lemah, yaiu
mengganggu fungsi membran.
 Beberapa mikroorganisme lebih tahan
terhadap asam-asam lipofilat tersebut
dibandingkan dengan mikroorganisme
lainnya.
 Mekanisme ketahanan atau
kemampuan sel untuk beradaptasi
dengan senyawa-senyawa tersebut
diduga melalui proses
homeostatis, yaitu melalui suatu
system yang secara efektif dapat
mengeluarkan asam-asam tersebut
keluar sel.
Pengeluaran senyawa-senyawa
tersebut dari sel juga dipengaruhi oleh
tersedianya energi, dimana semakin
tinggi sember energi yang
ditambahkan ke dalam
system, semakin berkurang efektifitas
senyawa-senyawa tersebut sebagai
pengawet.
 Bahan-bahan pengawet asam
organik, misalnya sulfit dan nitrit seperti
halnya asam organik yang juga lebih
efektif pada pH rendah dibandingkan
dengan pH mendekati netral.
 Hal ini juga disebabkan bentuk
antimikroba yang efektif adalah dalam
bentuk tidak terdisosiasi.
Ketahanan Mikroorganisme
terhadap Suhu Rendah
 Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan
makanan didasarkan pada kenyataan bahwa
aktivitas mikroorganisme dapat diperlambat
atau dihentikan pada suhu di atas suhu
pembekuan, dan biasanya aktivitasnya
berhenti sama sekali pada suhu pembekuan.
 Hal ini desebabkan reaksi-reaksi metabolisme
di dalam sel mikroorganisme dikatalis oleh
enzim, dan kecepatan reaksi yang dikatalis
oleh enzim sangat dipengaruhi oleh suhu.
 Penyimpanan makanan pada suhu
rendah dapat dilakukan pada tiga cara
atau taraf suhu yang berbeda, yaitu
sauhu chilling sekitar 10-15oC, misalnya
untuk beberapa buah-buahan dan
sayuran, suhu refrigerator yaitu 0 – 2
sampai 5 – 7oC, dan suhu pembekuan
yaitu di bawah 0oC. Mikroorganisme
yang dapat tumbuh dengan baik pada
suhu refrigerator dan suhu chilling
disebut sebagai mikroorganisme
psikrofilik.
 Beberapa ahli membedakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh
pada suhu rendah dalam dua grup
yaitu psikrofilik untuk mikroorganisme
yang mempunyai suhu maksimum
pertumbuhan 35oC dan psikrotrof
untuk mikroorganisme mesofil yang
dapat tumbuh pada suhu 5oC atau
kurang.
 Kebanyakan bakteri psikrofil yang
terdapat di dalam makanan termasuk
dalam jenis Pseudomonas, dan beberapa
termasuk dalam jenis
Acinetobacter, Alcaligenes, dan
Flavobacterium, dan jenis lainnya.
 Kapang yang sering tumbuh pada
makanan yang disimpan pada suhu
rendah misalnya jenis
Penicillium, Mucor, Cladosporium, Botrytis
dan Geotrichun, sedangkan khamir yang
bersifat psikrofil adalah
Debariomyces, Torulopsis, Candida, Rhod
otorula dan beberapa jenis lainnya.
 Proses pembekuan dapat
menyebabkan kematian atau
kerusakan subletal pada sebagian sel.
 Kematian sebagian sel terjadi segera
setelah pembekuan, dan jumlah sel
yang mati tergantung dari ketahanan
mikroorganisme terhadap pembekuan.
 contoh bakteri berbentuk bulat (kokus)
pada umumnya lebih tahan terhadap
proses pembekuan dibandingkan
dengan bakteri gram negatif berbentuk
batang.
 Sel-sel yang masih hidup selama
pembekuan mungkin akan mengalami
kematian secara lambat selama
penyimpanan beku. Suhu pembekuan
yang paling letal, dimana jumlah sel
yang mati paling tinggi adalah diantara
suhu -2 sampai -20oC.
 Selain dipengaruhi oleh spesies
mikroorganisme, ketahanan
mikroorganisme terhadap proses
pembekuan juga dipengaruhi oleh
komposisi medium pembekuan.
 Beberapa komponen makanan seperti
putih telur, sukrosa, sirup, gliserol dan
ekstrak daging mempunyai pengaruh
melindungi sel terhadap pembekuan dan
menurunkan viabilitas sel.
Pengaruh proses pembekuan
terhadap sel mikroorganisme
 Selama pembekuan, air bebas akan
membeku dan membentuk krital
es, sedangkan air terikat tetap tidak
membeku.
 Pada kecepatan pembekuan yang
lambat, kristal es yang terbentuk umumnya
terdapat di luar sel
(ekstraseluler), sedangkan pada kecepatan
pembekuan cepat terbentuk kristal-kristal es
di dalam sel (intraseluler).
 Karena air bebas membeku, maka selama
pembekuan sel mengalami dehidrasi.
 Pembekuan air menyebabkan
peningkatan viskositas komponen-
komponen sel.
 Pembekuan menyebabkan lepasnya
gas-gas yang terdapat di dalam
sitoplasma seperti O2 dan CO2 karena
kelarutannya di dalam air menurun.
 Kehilangan O2 pada sel-sel aerobik
mengakibatkan reaksi respirasi
menurun.
 Pembekuan menyebabkan perubahan
pH dari komponen-komponen sel.
 Beberapa peneliti melaporkan
perubahan pH selama pembekuan
mencapai 0.3 – 2.0 unit.
 Pembekuan meningkatkan konsentrasi
elektrolit di dalam sel karena air bebas
membeku membentuk kristal es.
 Pembekuan merusak system koloidal
dari protoplasma misalnya system
koloid protein.
 Pembekuan menyebabkan denaturasi
protein di dalam sel. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya
hilangnya grup sulfhidril (-SH) selama
pembekuan, pecahnya lipoprotein dan
meningkatnya konsentrasi elektrolit
selama pembekuan.
 Pembekuan tiba-tiba menyebabkan shok
terhadap mikroorganisme, dan pengaruh
terbesar shok ini terjadi pada organisme
thermofilik kemudian mesofilik dan yang
paling tahan adalah organisme
psikrofilik.
 Pembekuan menyebabkan kerusakan
subletal terhadap sebagian sel
mikroorganisme.
 Ketahanan sel mikroorganisme
terhadap proses pembekuan
dipengaruhi oleh kemampuan
mikroorganisme tersebut untuk tetap
hidup selama dehidrasi pada waktu
medium membeku.
 Ukuran sel mikroorganisme yang
demikian kecil mengakibatkan sel
mengalami dehidrasi selama
pembekuan.
 Oleh karena itu mekanisme ketahanan
sel terhadap proses pembekuan
mungkin sama dengan mekanisme
ketahanan sel terhadap dehidrasi atau
aW rendah.

More Related Content

What's hot

kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme Titis Sari
 
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensoriSni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensoriBasyrowi Arby
 
Kerusakan mikrobiologis pada makanan
Kerusakan mikrobiologis pada makananKerusakan mikrobiologis pada makanan
Kerusakan mikrobiologis pada makananAgnescia Sera
 
Laporan tetap pengetahuan bahan tepung
Laporan tetap pengetahuan bahan tepungLaporan tetap pengetahuan bahan tepung
Laporan tetap pengetahuan bahan tepungReza Fahlevi
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airTidar University
 
Morfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamirMorfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamirAgnescia Sera
 
Materi 4 komponen dan kerusakan bahan pangan
Materi 4 komponen dan kerusakan bahan panganMateri 4 komponen dan kerusakan bahan pangan
Materi 4 komponen dan kerusakan bahan panganSutyawan
 
Ringkasan pengalengan ikan
Ringkasan pengalengan ikanRingkasan pengalengan ikan
Ringkasan pengalengan ikanDarwin Adar
 
Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)
Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)
Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)fathriska
 
Jenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan IkanJenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan IkanLiswan Suhly
 
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu RendahTeknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu RendahRatnawati Sigamma
 

What's hot (20)

5. proses thermal
5. proses thermal5. proses thermal
5. proses thermal
 
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme
 
Kerusakan pangan
Kerusakan panganKerusakan pangan
Kerusakan pangan
 
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensoriSni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
Sni 01 2346-2006 petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori
 
Kerusakan mikrobiologis pada makanan
Kerusakan mikrobiologis pada makananKerusakan mikrobiologis pada makanan
Kerusakan mikrobiologis pada makanan
 
Laporan tetap pengetahuan bahan tepung
Laporan tetap pengetahuan bahan tepungLaporan tetap pengetahuan bahan tepung
Laporan tetap pengetahuan bahan tepung
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar air
 
PPT Pengawetan pada makanan
PPT Pengawetan pada makananPPT Pengawetan pada makanan
PPT Pengawetan pada makanan
 
Kerusakan pangan
Kerusakan panganKerusakan pangan
Kerusakan pangan
 
Pengasapan
PengasapanPengasapan
Pengasapan
 
Morfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamirMorfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamir
 
Ketengikan
KetengikanKetengikan
Ketengikan
 
Materi 4 komponen dan kerusakan bahan pangan
Materi 4 komponen dan kerusakan bahan panganMateri 4 komponen dan kerusakan bahan pangan
Materi 4 komponen dan kerusakan bahan pangan
 
Penyimpanan pangan
Penyimpanan panganPenyimpanan pangan
Penyimpanan pangan
 
Ringkasan pengalengan ikan
Ringkasan pengalengan ikanRingkasan pengalengan ikan
Ringkasan pengalengan ikan
 
Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)
Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)
Teknologi Fermentasi Terasi (Dani Meriyani, Sari Bella, Lisrawati)
 
Jenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan IkanJenis-jenis Kerusakan Ikan
Jenis-jenis Kerusakan Ikan
 
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu RendahTeknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
Teknologi Pangan : Pengawetan Suhu Rendah
 
Alat alat pembekuan
Alat alat pembekuanAlat alat pembekuan
Alat alat pembekuan
 
Panelis dalam evaluasi sensori
Panelis dalam evaluasi sensoriPanelis dalam evaluasi sensori
Panelis dalam evaluasi sensori
 

Similar to MEKANISME KETAHANAN MIKRO TERHADAP PENGOLAHAN

6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)
6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)
6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)iinmashar
 
3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil
3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil
3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofiliinmashar
 
Kontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganismeKontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganismeJo Sugiharto
 
Kontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganismeKontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganismeJo Sugiharto
 
Bab 5.ppt biotechnology ipa
Bab 5.ppt biotechnology ipaBab 5.ppt biotechnology ipa
Bab 5.ppt biotechnology ipasmpalbayan2021
 
Archeabacteria dan Bakteri
Archeabacteria dan BakteriArcheabacteria dan Bakteri
Archeabacteria dan Bakterinadsca
 
Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...
Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...
Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...Merindaoktaviana
 
15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf
15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf
15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdfZholaVaryanMuhammad
 
PERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docx
PERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docxPERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docx
PERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docxssuser04c576
 
Mikrobiologi Bakteri
Mikrobiologi BakteriMikrobiologi Bakteri
Mikrobiologi Bakterikikikamila
 
Bab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologiBab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologirinitosha
 
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptxBab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptxDELLABLATAMA1
 
Materi eubakteia & archebakteria
Materi eubakteia & archebakteriaMateri eubakteia & archebakteria
Materi eubakteia & archebakteriaWinda Maylani
 
KERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdf
KERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdfKERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdf
KERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdfMira66540
 

Similar to MEKANISME KETAHANAN MIKRO TERHADAP PENGOLAHAN (20)

6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)
6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)
6 pertumbuhan dan perkembangan mikroba (2)
 
3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil
3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil
3 bakteri thermofil, mesofil dan psikrofil
 
Mikrobiologi
Mikrobiologi Mikrobiologi
Mikrobiologi
 
Kontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganismeKontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganisme
 
Kontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganismeKontrol mikroorganisme
Kontrol mikroorganisme
 
Clostridium
ClostridiumClostridium
Clostridium
 
Bab 5.ppt biotechnology ipa
Bab 5.ppt biotechnology ipaBab 5.ppt biotechnology ipa
Bab 5.ppt biotechnology ipa
 
Bakteriologi I PHB (3).pptx
Bakteriologi I PHB (3).pptxBakteriologi I PHB (3).pptx
Bakteriologi I PHB (3).pptx
 
Archeabacteria dan Bakteri
Archeabacteria dan BakteriArcheabacteria dan Bakteri
Archeabacteria dan Bakteri
 
Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...
Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...
Ppt pertemuan 2 (cara hidup, pertahanan, reproduksi, klasifikasi, peranan, pe...
 
15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf
15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf
15. Faktor Pengawetan Mikrobiologi.pdf
 
4. Sterilisasi Termal
4. Sterilisasi Termal4. Sterilisasi Termal
4. Sterilisasi Termal
 
PERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docx
PERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docxPERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docx
PERANAN MIKROBIOLOGI PADA BIOTEKNOLOGI PANGAN(1).docx
 
Mikrobiologi Bakteri
Mikrobiologi BakteriMikrobiologi Bakteri
Mikrobiologi Bakteri
 
Bab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologiBab 5 bioteknologi
Bab 5 bioteknologi
 
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptxBab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
Bab-5-BIOTEKNOLOGI.pptx
 
Bioteknologi
BioteknologiBioteknologi
Bioteknologi
 
Materi eubakteia & archebakteria
Materi eubakteia & archebakteriaMateri eubakteia & archebakteria
Materi eubakteia & archebakteria
 
KERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdf
KERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdfKERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdf
KERACUNAN MAKANAN-MODUL PENCERNAAN_0.pdf
 
makalah mikroorganisme
makalah mikroorganismemakalah mikroorganisme
makalah mikroorganisme
 

More from Widyalestarinurpratama (13)

Status gizi dan kecukupan gizi pekerja
Status gizi dan kecukupan gizi pekerjaStatus gizi dan kecukupan gizi pekerja
Status gizi dan kecukupan gizi pekerja
 
Faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhanFaktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan
 
Clostridium botulinum
Clostridium botulinumClostridium botulinum
Clostridium botulinum
 
Mo vs food
Mo vs foodMo vs food
Mo vs food
 
Salmonella
SalmonellaSalmonella
Salmonella
 
praktikum
praktikumpraktikum
praktikum
 
ilmu bahan pangan
ilmu bahan panganilmu bahan pangan
ilmu bahan pangan
 
prinsip - prinsip ilmu gizi
prinsip - prinsip ilmu giziprinsip - prinsip ilmu gizi
prinsip - prinsip ilmu gizi
 
Sistem pernapasan
Sistem  pernapasanSistem  pernapasan
Sistem pernapasan
 
Sistem pencernaan
Sistem pencernaanSistem pencernaan
Sistem pencernaan
 
Sistem pernapasan
Sistem  pernapasanSistem  pernapasan
Sistem pernapasan
 
MANDARIN Maobi zi
MANDARIN Maobi ziMANDARIN Maobi zi
MANDARIN Maobi zi
 
Anatomi manusia
Anatomi manusiaAnatomi manusia
Anatomi manusia
 

MEKANISME KETAHANAN MIKRO TERHADAP PENGOLAHAN

  • 2. Pengantar Proses pengolahan dilakukan terhadap bahan pangan dengan berbagai tujuan : 1. Memperpanjang masa simpan atau mengawetkan, 2. Membuat produk menjadi lebih baik, baik yang setengah jadi maupun yang siap untuk dikonsumsi,
  • 3. 1. Meningkatkan daya cerna dan penerimaan, 2. Untuk mencegah kerusakan fisik, kimia, atau kerusakan biologis, serta kerusakan mikroorganisme.
  • 4.  Dari berbagai proses pengawetan yang telah dilakukan, beberapa belum diketahui dengan jelas mekanismenya secara biofisika, biokomia maupun secara molekuler.  Akan dijelaskan mekanisme pengawetan yang ditujukan untuk mencegah kerusakan mikrobiologis pada bahan pangan dan ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengawetan tersebut.
  • 5. proses pengawetan antimikrobial dapat dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu : 1. Proses pengawetan yang bersifat “membunuh” mikroorganisme. 2. Proses pengawetan yang bersifat “menghambat” atau “memperlambat” pertumbuhan mikroorganisme tanpa membunuhnya secara langsung, meskipun sel yang terhambat pertumbuhannya tersebut pada proses pengawetan yang lama mungkin akan mati. 3. Proses pengawetan yang mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam bahan pagnan.
  • 6.  Faktor pengawetan yang paling banyak digunakan dengan tujuan membunuh mikroorganisme adalah pemanasan  Proses pengawetan yang diterapkan dengan tujuan menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme sangat bervariasi, termasuk proses yang melalui mekanisme fisik seperti pendinginan, pembekuan, pengurangan aktivitas air melalui pengeringan atau penambahan bahan terlarut, pengepakan pada konsentrasi oksigen yang rendah atau penggunaan gas lain.
  • 7.  Proses kimia seperti penambahan asam, alkohol, antibiotik, bahan pengawet lainnya, atau melalui proses fermentasi.  Pencegahan masuknya mikroorganisme ke dalam bahan pangan yang paling umum dilakukan adalah dengan cara pengepakan, yang biasanya dikombinasi dengan cara pengawetan lainnya.
  • 8. A. Ketahanan Mikroorganisme terhadap Panas  Penggunaan suhu tinggi dalam pengawetan makanan dipengaruhi oleh tujuan pengawetan, yaitu pengaruhnya terhadap mikroorganisme yang ada di dalam makanan, dan mutu makanan yang diawetkan.  Dua cara pengawetan dengan pemanasan yang umum dilakukan adalah “pasteurisasi dan sterilisasi”.
  • 9.  Pasteurisasi dengan panas bertujuan untuk membunuh semua organisme patogen, misalnya pada pateurisasi sari buah atau minuman lainnya.  Pasteurisasi dilakukan dengan cara memanaskan susu pada suhu 62,8oC selama 30 menit yang dikenal dengan metode LTLT (low temperature long time), atau pada suhu 71,7oC selama 15 detik yang disebut metode HTST (high temperature short time).
  • 10.  Pemanasan tersebut cukup membunuh bateri patogen yang paling tahan panas dan tidak membentuk spora, yaitu Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella burnetti. Suhu Pasteurisasi susu juga cukup untuk membunuh semua khamir, kapang, bakteri gram negatif, dan kebanyakan sel vegetatif bakteri gram positif.
  • 11.  Kelompok mikroorganisme yang tahan terhadap susu pasteurisasi dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu bakteri termodurik dan thermofilik.  Bakteri termodurik adalah bakteri yang tahan terhadap pemanasan pada suhu relatif tinggi, misalnya pasteurisasi, tetapi tidak harus tumbuh pada suhu relatif tinggi.
  • 12.  Bakteri yang tergolong termodurik dan tahan suhu pasteurisasi susu misalnya beberapa spesies Streptococcus dan Lactobacillus.  Bakteri thermofilik adalah bakteri yang tidak hanya tahan terhadap pemanasan pada suhu relatif tinggi, tetapi juga membutuhkan suhu tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tergolong thermofilik misalnya beberapa spesies dari Bacillus dan Clostridium.
  • 13.  Proses sterilisasi adalah salah satu cara pengawetan dengan suhu tinggi untuk membunuh semua mikroorganisme yang ada.  Dalam pengawetan makanan dikenal istilah “sterilisasi komersial”, yaitu sterilisasi untuk membunuh semua mikroorganisme pembusuk yang dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal.
  • 14.  Contoh makanan kaleng bukan merupakan makanan yang steril absolut tetapi bersifat steril komersial, dimana di dalamnya mungkin masih mengandung sejumlah mikroorganisme tetapi tidak dapat tumbuh dan menyebabkan kebusukan karena kondisi pH, atau suhu penyimpanan yang tidak memungkinkan
  • 15.  selama penyimpanan pH makanan berubah dan suhu penyimpanan juga berubah, maka mikroorganisme yang ada di dalamnya mungkin dapat tumbuh dan menyebabkan kebusukan makanan kaleng.  Suhu dan waktu sterilisasi yang diterapkan pada bahan pangan dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan pangan, terutama pH nya.
  • 16.  Semakin rendah pH makanan atau semakin tinggi keasamannya diperlukan suhu dan waktu sterilisasi yang semakin rendah.  Seperti halnya proses pasteurisasi, proses sterilisasi dapat dilakukan menggunakan suhu relatif rendah dengan waktu relatif lama, misalnya 121oC selama 15 menit menggunakan suhu tinggi dengan relatif singkat, misalnya pada suhu 135-150oC dalam waktu 2-6 detik, misalnya pada sterilisasi susu menggunakan system UTH (Ultra High Temperatur).
  • 17. 1. Ketahanan Panas Diantara Spesies Mikroorganisme  Pada umumnya ketahanan panas diantara spesies mikroorganisme dipengaruhi oleh suatu suhu optimum untuk pertumbuhannya.  Mikroorganisme yang bersifat psikrofilik merupakan organisme yang paling sensitif terhadap pemanasan, diikuti oleh mikroorganisme mesofilik, dan paling tahan panas adalah mikroorganisme thermofilik.
  • 18.  Bakteri pembentuk spora pada umumnya lebih tahan panas dibandingkan dengan bakteri yang tidak membentuk spora, dan bakteri pembentuk spora yang bersifat thermofilik lebih tahan panas daripada bakteri pembentuk spora yang bersifat mesofilik.  Jika dilihat dari sifat pewarnaan gramnya, bakteri gram negatif, dan bakteri berbentuk bulat (kokus) lebih tahan panas dari pada bakteri berbentuk batang yang tidak membentuk spora.
  • 19.  Kapang dan khamir termasuk mikroorganisme yang sensitif terhadap panas dimana askospora khamir sedikit lebih tahan dibandingkan dengan sel vegetatif khamir.  Spora aseksual kapang sedikit lebih tahan panas dari pada kapang kecuali skerotia, yaitu miselium kapang yang paling tahan panas dan sering menimbulkan masalah pada pengalengan buah-buahan.
  • 20.  Ketahanan panas endospora bakteri sangat penting dalam perhitungan proses termal yang diterapkan pada makanan. Bakteri yang sering ditemukan pada makanan dan memproduksi endospora terutama Bacillus dan Clostridium.  Endospora bakteri biasanya diproduksi pada saat kondisi pertumbuhan untuk sel vegetatif tidak optimum, misalnya pada keadaan kekurangan nutrien, keadaan kering dan sebagainya.
  • 21.  Setiap sel hanya memproduksi satu endospora dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung dari spesies organismenya.  Endospora bakteri tidak hanya tahan terhadap panas tetapi juga tahan terhadap keadaan kering, pendinginan, senyawa kimia dan kondisi yang tidak baik lainnya.
  • 22. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Panas Mikroorganisme  Selain ketahanan panas yang berbeda diantara spesies mikroorganisme, ketahanan panas juga dipengaruhi oleh berbagai parameter yang terdapat pada mikroorganisme maupun parameter lingkungan.  Contoh bakteri dalam jumlah yang sama jika dipanaskan dalam larutan garam fisiologis dan di dalam nutrient broth tidak akan mengalami destruksi panas dengan kecepatan yang sama.
  • 23. Faktor-faktor mikroorganisme maupun lingkungan yang berpengaruh terhadap ketahanan panas suatu mikroorganisme a. Jumlah Sel Mikroorganisme Berbagai percobaan telah membuktikan bahwa semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme semakin tinggi ketahanannya terhadap panas.
  • 24.  Mekanisme perlindungan sel terhadap panas di dalam suatu populasi sel yang tinggi disebabkan sel memproduksi komponen-komponen pelindung, diantaranya protein yang diketahui mempunyai sifat sebagai pelindung.  Kemungkinan lain dari peningkatan ketahanan panas dengan meningkatkannya populasi sel adalah karena peluang untuk mendapatkan sel yang mempunyai ketahanan panas tinggi semakin besar dengan semakin banyaknya jumlah sel.
  • 25. b. Umur Sel  Sel mikroorganisme akan lebih tahan panas pada saat pertumbuhannya mencapai fase statis, dimana sel-selnya merupakan logaritmik. Demikian juga spora bakteri yang tua lebih tahan panas dibandingkan dengan spora bakteri yang lebih muda.  Dari keadaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin berkurang aktivitas sel mikroorganisme, semakin meningkat ketahanan panasnya. Mekanisme peningkatan ketahanan panas pada sel yang kurang aktif ini sangat komplek dan sampai saat ini belum dapat diterangkan dengan jelas.
  • 26. c. Suhu Pertumbuhan  Ketahanan panas suatu mikroorganisme biasanya meningkat dengan semakin tingginya suhu inkubasi. Ketahanan panas spora B. subtilis dan B. coagulans akan meningkat dengan semakin tingginya suhu sporulasi atau pembentuk spora.  Walaupun mekanisme pengaruh suhu inkubasi terhadap ketahanan panas sel mikroorganisme ini belum jelas, tetapi diduga bahwa pada suhu inkubasi yang tinggi terjadi seleksi genetik yang merangsang pertumbuhan galur-galur yang lebih tahan panas.  Salmonella senttenberg yang ditumbuhkan pada suhu 44oC mempunyai ketahanan panas kira-kira tiga kali dibandingkan dengan yang ditumbuhkan pada suhu 35oC.
  • 27. d. Air  Ketahanan panas suatu sel mikroorganisme meningkat dengan menurunnya kelembaban atau kandungan air.  Contoh kumpulan sel mikroorganisme dalam keadaan kering yang ditempatkan di dalam tabung reaksi dan dipanaskan di dalam penangas air, akan lebih tahan panas dibandingkan dengan sel-sel basah pada kondisi yang sama.  Keadaan ini diduga disebabkan oleh denaturasi protein yang terjadi lebih cepat jika dipanaskan di dalam air, dibandingkan jika dipanaskan di udara. Mekanisme pengaruh air terhadap kecepatan denaturasi protein belum jelas
  • 28.  Pemanasan basah terhadap protein menyebabkan terbentuknya gugus sulfhidril (SH) yang mengakibatkan peningkatan kapasitas mengikat air oleh protein.  Adanya air yang terikat pada protein mempermudah pemecahan ikatan- ikatan peptida. Pada keadaan kering diperlukan energi yang lebih tinggi untuk memecah ikatan-ikatan peptida, atau protein lebih sukar terdenaturasi, oleh karena itu sel mikroorganisme juga lebih tahan terhadap panas.
  • 29. e. Lemak  Adanya lemak di dalam medium pemanasan pada umumnya akan meningkatkan ketahanan panas mikroorganisme.  Dalam hal ini lemak dianggap sebagai pelindung sel terhadap panas.  Asam-asam lemak berantai panjang lebih bersifat protektif terhadap Clostridium botulinum daripada asam- asam lemak berantai pendek.
  • 30. f. Garam  Pengaruh garam terhadap ketahanan panas sel mikroorganisme sangat bervariasi tergantung dari jenis garam, konsentrasi, spesies mikroorganisme, dan faktor-faktor lainnya.  Beberapa garam mungkin mempunyai pengaruh melindungi terhadap suatu mikroorganisme, sedangkan garam lainnya mungkin mengakibatkan sel lebih sensitif terhadap panas.
  • 31.  Mekanisme pengaruh garam terhadap ketahanan panas bakteri ini disebabkan beberapa garam bersifat menurunkan aktivitas air sehingga dapat meningkatkan ketahanan panas sel dengan mekanisme yang sama seperti pengeringan  sedangkan garam-garam lainnya seperti garam kalsium, (Ca++) dan magnesium (Mg++) dapat menyebabkan peningkatan aktivitas air, sehingga mengakibatkan penurunan ketahanan sel terhadap panas,
  • 32.  penambahan CaCl2 ke dalam medium pertumbuhan untuk spora Bacillus megaterium menghasilkan spora yang lebih tahan panas, sedangkan penambahan L-glutamat, L-prolin, atau fosfat menurunkan ketahanan panas spora bakteri tersebut.  Garam NaCl bersifat sangat melindungi Staphylococcus terhadap panas.
  • 33. g. Karbohidrat  Medium pemanasan yang mengandung gula akan meningkatkan ketahanan panas mikroorganisme yang terdapat di dalamnya.  Pengaruh ini terutama disebabkan gula bersifat mengikat air yang terdapat di dalam medium maupun sel sehingga menurunkan aktivitas airnya, akibatnya sel menjadi lebih tahan panas seperti mekanisme yang terjadi pada pengeringan.
  • 34.  Pengaruh karbohidrat terutama gula terhadap ketahanan panas sel mikroorganisme sangat bervariasi tergantung dari jenis gulanya dan spesies mikroorganisme.  contoh glukosa mempunyai pengaruh melindungi sel Escherichia coli dan Pseudomonas fluorescens terhadap panas lebih baik dibandingkan dengan garam NaCl pada aW mendekati minimum untuk pertumbuhan.
  • 35.  Sebaliknya glukosa tidak mempunyai pengaruh melindungi bahkan berbahaya bagi Staphylococcus aureus.  Pada aW medium pemanasan yang sama yang diatur menggunakan gliserol dan berbagai jenis gula, terdapat perbedaan dalam ketahanan panas Salmonella senftenberg, sukrosa dapat meningkatkan ketahanan panas bakteri tersebut lebih dari karbohidrat lainnya, dan dilihat berturut- turut dari yang besar ke yang terkecil pengaruhnya adalah sukrosa glukosa fruktosa gliserol.
  • 36. Nilai pH  Mikroorganisme mempunyai ketahanan panas tertinggi pada pH optimum untuk pertumbuhannya yaitu biasanya sekitar pH 7,0.  Jika pH diturunkan atau dinaikkan menjauh pH optimum tersebut, maka ketahanan panas mikroorganisme akan menurun.
  • 37.  Oleh karena itu makanan yang berasam tinggi, yaitu yang mempunyai pH rendah membutuhkan panas yang lebih sedikit untuk sterilisasi dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH sekitar netral.  Meskipun dengan menurunkan atau menaikkan pH makanan menjauhi netral dapat mengurangi panas yang dibutuhkan untuk mengawetkan makanan, tetapi beberapa komponen makanan juga akan rusak dengan pemanasan pada pH yang rendah atau tinggi.
  • 38. Contoh misalnya pasteurisasi putih telur yang mempunyai pH sekitar 9,0. Pada pH tersebut pasteurisasi putih telur pada suhu 60-60oC selama 3,5 – 4,0 menit akan menyebabkan koagulasi protein yang mengakibatkan viskositasnya meningkat.
  • 39.  Perubahan tsb akan berpengaruh terhadap volume pengembangan maupun tekstur kue yang dibuat dari putih telur yang dipasteurisasi.  Oleh karena itu untuk meningkatkan ketahanan panas protein putih telur, pH putih telur harus diatur supaya mendekati netral, meskipun dengan perlakuan ini mikroorganisme yang terdapat di dalamnya juga lebih tahan panas.
  • 40.  Sensitivitas bakteri terhadap panas pada pH rendah juga dipengaruhi oleh jenis asam yang digunakan untuk menurunkan pH medium.  Penurunan pH menggunakan asam asetat atau asam laktat akan lebih menurunkan ketahanan panas sel dibandingkan dengan penurunan pH menggunakan HCl.
  • 41. Protein  Protein yang terdapat di dalam medium pemanasan dapat bersifat melindungi mikroorganisme terhadap panas.  Oleh karena itu makanan berprotein tinggi memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk mengawetkan dibandingkan dengan makanan yang kandungan proteinnya rendah.
  • 42.  Contoh diperlukan suhu pemanasan yang lebih tinggi dalam waktu sama untuk membunuh sejumlah sel yang sejenis di dalam susu skim dibandingkan dengan pemanasan di dalam air.  Pengaruh melindungi dari protein tersebut disebabkan protein bersifat sebagai koloid di dalam larutan, dimana bahan-bahan koloidnya biasanya menurunkan hantaran panas.
  • 43. Senyawa Antimikroba  Adanya senyawa-senyawa antimikroba yang terdapat di dalam medium pemanasan dapat menurunkan ketahanan panas mikroorganisme.  contoh penambahan antibiotik yang tahan panas, SO2 atau nitrit di dalam makanan sebelum pemanasan saja tanpa penambahan bahan pengawet.
  • 44. Suhu dan Waktu Pemanasan  Pada suhu yang sama, maka waktu pemanasan lebih besar pengaruhnya terhadap kematian sel mikroorganisme.  Tetapi yang lebih besar pengaruhnya sebenarnya adalah suhu pemanasan, dimana suhu pemanasan yang semakin tinggi lebih besar pengaruhnya terhadap kematian sel.  Pada suhu yang lebih tinggi, waktu pemanasan yang diperlukan untuk membunuh sejumlah sel semakin singkat.
  • 45. Ketahanan Mikroorganisme terhadap Aktivitas Air Rendah  Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan sel vegetatif mikroorganisme adalah dengan menurunkan aktivitas air, yaitu dengan cara pengeringan, penambahan garam, gula, atau bahan-bahan lainnya meskipun sebagian mikroorganisme mungkin akan mati selama proses pengeringan,  proses ini sebenarnya tidak bersifat letal terhadap mikroorganisme, sehingga beberapa jenis mikroorganisme yang tahan keadaan kering dapat hidup dan tumbuh kembali jika keadaan memungkinkan.
  • 46.  Bakteri memerlukan aW relatif tinggi untuk pertumbuhan, sedangkan khamir memerlukan aW minimal lebih rendah daripada bakteri, kapang memerlukan aW minimal paling rendah.  Bakteri memerlukan aW lebih dari 0.90 untuk pertumbuhannya, oleh karena itu pada bahan pangan dengan aW sekitar 0,90 mikroba yang sering tumbuh terutama adalah kapang dan khamir.
  • 47.  Khamir pada umumnya tidak dapat tumbuh pada aW di bawah 0,88 kecuali beberapa khamir yang bersifat osmofilik, misalnya Saccharomyces cerevisiae yang dapat tumbuh pada aW sekitar 0,65 pada aW 0,80 – 0,085 mikroorganisme yang dapat tumbuh terutama kapang.  Kebusukan makanan dapat dicegah dengan pengaturan aW di bawah 0,70 – 0,75.
  • 48.  Mekanisme ketahanan mikroorganisme pada keadaan aW rendah diduga disebabkan oleh sel mikroorganisme dapat mengimbangi tekanan osmotik di luar sel dengan cara memproduksi senyawa- senyawa tertentu yang dapat meningkatkan tekanan osmotik di dalam sel.  Contoh Bacillus subtilis akan memproduksi asam amino prolin jika aW medium pertumbuhannya diturunkan misalnya dengan penambahan NaCl.
  • 49.  Bakteri lain yang mungkin memproduksi asam glutamat, asam gama-amino butirat dan / atau prolin, dan kemungkinan konsentrasi kalium dan glukosa intraseluler juga naik untuk mengimbangi tekanan osmotik di luar sel.  Dengan kenaikan komponen-komponen tersebut maka sel akan menyerap air kembali dan dapat tumbuh berkembang biak.
  • 50.  Tetapi sintetis komponen-komponen intraseluler tersebut memerlukan energi tinggi, oleh karena itu kecepatan pertumbuhan sel pada aW rendah menjadi lambat karena sebagian energi digunakan untuk mensistesis komponen- komponen tersebut.  Jika bakteri terutama menggunakan asam-asam amino, K+ dan glukosa untuk mengatur tekanan osmotik di dalam sel, khamir menggunakan senyawa lain yaitu alkohol polihidrat untuk tujuan yang sama.
  • 51.  Beberapa khamir jika ditempatkan pada aW rendah akan memproduksi etanol dan gliserol di dalam selnya, dan kadang-kadang produksinya sedemikian tingginya sehingga mempengaruhi viabilitas sel.  Beberapa ganggang laut misalnya Dunaliela memproduksi gliserol dalam jumlah tinggi pada aW rendah.
  • 52.  Komponen pengikat air yang dapat menembus sel, misalnya gliserol yang dapat menembus membran sel bakteri, tidak terlalu berpengaruh terhadap sintetis komponen-komponen pengatur aliran air ke atau dari sel.  Oleh karena itu bakteri dapat mengatur aliran air ke atau dari sel jika ditempatkan di dalam larutan gliserol.
  • 53.  Mesakipun sel mikroorganisme dapat mengimbangi perubahan aW di sekelilingnya, tetapi kemampuan sel terbatas sehingga pada aW yang sangat rendah atau tekanan osmotik yang sangat tinggi, pertumbuhan sel akan berhenti.  Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengawetan makanan dengan aW rendah adalah karena sel mikroorganisme yang kehilangan air atau mengalami pengeringan tersebut menjadi lebih tahan panas.
  • 54.  Salmonella typhimurium ketahanan panasnya akan meningkat menjadi 700 kali setelah sel-selnya ditempatkan di dalam larutan-larutan sukrosa, glukosa, fruktosa atau sorbital, yaitu komponen-komponen yang tidak dapat menembus membran sel sehingga menyebabkan dehidrasi sitoplasma.  Perendaman sel di dalam larutan gliserol yaitu komponen-komponen yang dapat menembus membran sel sehingga tidak menarik air dari sel, mempunyai pengaruh yang kecil tehadap ketahanan panas sel bakteri tersebut.
  • 55.  Hasil penelitian telah membuktikan pengaruh yang sama terhadap khamir.  Oleh karena itu dapat diduga bahwa ketahanan panas sel yang mengalami dehidrasi mungkin mempunyai mekanisme yang sama seperti halnya spora yang juga mempunyai kandungan air jauh lebih rendah daripada sel vegetatif.
  • 56.  Pada beberapa makanan yang mempunyai kadar garam tinggi, misalnya ikan asin, kecap, tauco, sering ditemukan bakteri yang tahan garam.  Bakteri semacam ini dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu bakteri halofilik dan halodurik.
  • 57.  Bakteri halofilik adalah bakteri yang tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, dan untuk pertumbuhannya juga memerlukan garam dengan konsentrasi garam tertentu,  bakteri halodurik adalah bakteri yang tahan terhadap konsentrasi garam tinggi tetapi untuk pertumbuhannya tidak memerlukan konsentrasi garam tinggi.
  • 58.  Pada beberapa makanan yang mempunyai kadar gula tinggi sering kali ditemukan khamir yang tahan akan tekanan osmotik tinggi.  Seperti halnya bakteri yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, khamir yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi juga dapat dibedakan atas khamir osmofilik dan osmodurik.
  • 59.  Khamir osmofilik adalah khamir yang selain tahan terhadap tekanan osmotik tinggi juga memerlukan konsentrasi gula tinggi untuk pertumbuhannya, sedangkan khamir osmodurik meskipun tahan terhadap tekanan osmotik tinggi tetapi tidak memerlukan tekanan osmotik tinggi untuk pertumbuhannya.  Salah satu contoh khamir yang bersifat osmofilik misalnya Saccharomyces rouxii yang sering ditemukan pada sirup atau madu. Dimana khamir ini masih dapat tahan sampai konsentrasi gula mencapai 60%.
  • 60. Ketahanan Mikroorganisme terhadap Keasaman Tinggi dan Senyawa Lipofilat  Pengasaman adalah salah satu cara pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak dahulu  Proses pengasaman atau penurunan pH makanan dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam atau melalui cara fermentasi asam.
  • 61.  Asam yang umum ditambahkan ke dalam makanan terutama adalah asam cuka (asam asetat), sedangkan asam yang terbentuk selama fermentasi misalnya asam laktat pada produk-produk susu dan pikel, serta asam asetat pada produk- produk lainnya.  Berbeda dengan proses adaptasi terhadap aW rendah, sel vegetatif mikroorganisme yang tiba-tiba dipindahkan ke dalam medium dengan pH rendah tidak menunjukkan proses adaptasi, tetapi kecepatan pertumbuhannya akan segera berubah.
  • 62. Apakah yang terjadi selama sel tumbuh di dalam medium dengan pH yang tidak optimal tersebut ? Sel pada umumnya bereaksi untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel.
  • 63.  Pada waktu pH diturunkan proton yang terdapat dalam jumlah tinggi di dalam medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel, dan proton ini harus dihilangkan dari dalam sel untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel.  Oleh karena itu pertumbuhan sel menjadi sangat lambat, bahkan terhenti sama sekali pada pH yang sangat rendah.
  • 64.  Untuk menghilangkan proton ke luar sel dimana terjadi gradien konsentrasi tinggi yang besarnya beberapa ratus atau ribu kali, diperlukan energi.  Jadi semakin rendah pH semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel, akibatnya energi yang tersedia untuk sintesis komponen- komponen sel berkurang.
  • 65.  Pada kecepatan pertumbuhan sel yang sangat lambat maka persediaan energi untuk mempertahankan hidup dan mengeluarkan proton ke luar sel sangat terbatas, akibatnya sel-sel menjadi mati karena homeostatik yang memerlukan energi, maka pembatasan suplai energi akan menyebabkan pengawetan makanan dengan pH rendah menjadi lebih efektif.
  • 66.  Contoh kombinasi pengasaman dengan penurunan aW atau dengan pengepakan vakum yang lebih efektif untuk mengawetkan makanan, karena kedua proses tersebut membatasi produksi energi oleh mikroorganisme.  Mikroorganisme mempunyai pH minimal, optimal dan maksimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya.
  • 67.  Bakteri pada umumnya mempunyai pH optimal sekitar netral, dengan pH minimal 3 – 5, dan pH maksimal 8 – 10.  Khamir mempunyai pH optimal lebih rendah daripada bakteri, yaitu berkisar antara 4,5 dan 5,5 dengan pH minimal 2 – 3 dan pH maksimal 7 – 8, sedangkan kapang pada umumnya mempunyai pH minimal lebih rendah yaitu sekitar pH 1 – 2.
  • 68.  Mekanisme pH homeostatik juga terjadi dalam pengawetan pangan menggunakan asam lipofilat lemah seperti asam sorbat, benzoat, dan propionat.  Asam-asam lipofilat tersebut dapat mencegah kerusakan mikrobiologis karena beberapa sifatnya yang unik yaitu kelarutannya dalam bentuk tidak terdisosiasi di dalam larutan membran sel dan aktivitasnya sebagai ionofor proton.
  • 69.  Senyawa semacam ini mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan kebutuhan energi untuk mempertahankan pH alkali di dalam sel  Asam lipofilat meningkatkan aliran proton ke dalam sel ekuivalen dengan terjadinya pada pH rendah.
  • 70.  Gangguan aliran proton menembus membran mengganggu fungsi kimiostatik sel, misalnya transform asam amino.  Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang melaporkan bahwa sorbat dapat menghambat germinasi spora Bacillus cereus dan Clostridium botulinum secara kompetetif dengan asam amino yang berfungsi sebagai germanian yatu L-alanin.
  • 71.  Semakin rendah pH semakin tinggi presentase asam lipofilat yang terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi, sehingga semakin banyak proton yang dapat menembus membran sel.  Peggunaan asam lipofilat sebagai bahan pengawet makanan lebih efektif pada pH rendah dibandingkan dengan pH tinggi. Sebagai contoh pada pH 6,0 sebanyak 1,5% asam benzoat terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi, sedangkan pada pH 4.0 sebanyak 60% terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi.
  • 72.  Demikian pula asam sorbat dan propionat, dimana sebanyak 6% asam sorbat dan 6,7% asam propionat tidak terdisosiasi pada pH 6,0 sedangkan pada pH 4,0 sebanyak 86% asam sorbat dan 88% asam propionat terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi.  Berbagia senyawa lipofilat lainnya juga bersifat efektif sebagai pengawet, misalnya asam-asam lemak, lipid dan lain- lainnya, beberapa antosianin dan fenol, alkohol dan glikol, ester, amida, dan amina.
  • 73.  Struktur alifatik dari komponen- komponen tersebut biasanya mempunyai aktivitas optimun pada panjang rantai sekitar C12, dan umumnya lebih efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan dengan gram positif.  Mekanisme pengawetannya mungkin serupa dengan mekanisme pengawetan asam lipofilat lemah, yaiu mengganggu fungsi membran.
  • 74.  Beberapa mikroorganisme lebih tahan terhadap asam-asam lipofilat tersebut dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya.  Mekanisme ketahanan atau kemampuan sel untuk beradaptasi dengan senyawa-senyawa tersebut diduga melalui proses homeostatis, yaitu melalui suatu system yang secara efektif dapat mengeluarkan asam-asam tersebut keluar sel.
  • 75. Pengeluaran senyawa-senyawa tersebut dari sel juga dipengaruhi oleh tersedianya energi, dimana semakin tinggi sember energi yang ditambahkan ke dalam system, semakin berkurang efektifitas senyawa-senyawa tersebut sebagai pengawet.
  • 76.  Bahan-bahan pengawet asam organik, misalnya sulfit dan nitrit seperti halnya asam organik yang juga lebih efektif pada pH rendah dibandingkan dengan pH mendekati netral.  Hal ini juga disebabkan bentuk antimikroba yang efektif adalah dalam bentuk tidak terdisosiasi.
  • 77. Ketahanan Mikroorganisme terhadap Suhu Rendah  Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan didasarkan pada kenyataan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat diperlambat atau dihentikan pada suhu di atas suhu pembekuan, dan biasanya aktivitasnya berhenti sama sekali pada suhu pembekuan.  Hal ini desebabkan reaksi-reaksi metabolisme di dalam sel mikroorganisme dikatalis oleh enzim, dan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim sangat dipengaruhi oleh suhu.
  • 78.  Penyimpanan makanan pada suhu rendah dapat dilakukan pada tiga cara atau taraf suhu yang berbeda, yaitu sauhu chilling sekitar 10-15oC, misalnya untuk beberapa buah-buahan dan sayuran, suhu refrigerator yaitu 0 – 2 sampai 5 – 7oC, dan suhu pembekuan yaitu di bawah 0oC. Mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu refrigerator dan suhu chilling disebut sebagai mikroorganisme psikrofilik.
  • 79.  Beberapa ahli membedakan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu rendah dalam dua grup yaitu psikrofilik untuk mikroorganisme yang mempunyai suhu maksimum pertumbuhan 35oC dan psikrotrof untuk mikroorganisme mesofil yang dapat tumbuh pada suhu 5oC atau kurang.
  • 80.  Kebanyakan bakteri psikrofil yang terdapat di dalam makanan termasuk dalam jenis Pseudomonas, dan beberapa termasuk dalam jenis Acinetobacter, Alcaligenes, dan Flavobacterium, dan jenis lainnya.  Kapang yang sering tumbuh pada makanan yang disimpan pada suhu rendah misalnya jenis Penicillium, Mucor, Cladosporium, Botrytis dan Geotrichun, sedangkan khamir yang bersifat psikrofil adalah Debariomyces, Torulopsis, Candida, Rhod otorula dan beberapa jenis lainnya.
  • 81.  Proses pembekuan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan subletal pada sebagian sel.  Kematian sebagian sel terjadi segera setelah pembekuan, dan jumlah sel yang mati tergantung dari ketahanan mikroorganisme terhadap pembekuan.  contoh bakteri berbentuk bulat (kokus) pada umumnya lebih tahan terhadap proses pembekuan dibandingkan dengan bakteri gram negatif berbentuk batang.
  • 82.  Sel-sel yang masih hidup selama pembekuan mungkin akan mengalami kematian secara lambat selama penyimpanan beku. Suhu pembekuan yang paling letal, dimana jumlah sel yang mati paling tinggi adalah diantara suhu -2 sampai -20oC.
  • 83.  Selain dipengaruhi oleh spesies mikroorganisme, ketahanan mikroorganisme terhadap proses pembekuan juga dipengaruhi oleh komposisi medium pembekuan.  Beberapa komponen makanan seperti putih telur, sukrosa, sirup, gliserol dan ekstrak daging mempunyai pengaruh melindungi sel terhadap pembekuan dan menurunkan viabilitas sel.
  • 84. Pengaruh proses pembekuan terhadap sel mikroorganisme  Selama pembekuan, air bebas akan membeku dan membentuk krital es, sedangkan air terikat tetap tidak membeku.  Pada kecepatan pembekuan yang lambat, kristal es yang terbentuk umumnya terdapat di luar sel (ekstraseluler), sedangkan pada kecepatan pembekuan cepat terbentuk kristal-kristal es di dalam sel (intraseluler).  Karena air bebas membeku, maka selama pembekuan sel mengalami dehidrasi.
  • 85.  Pembekuan air menyebabkan peningkatan viskositas komponen- komponen sel.  Pembekuan menyebabkan lepasnya gas-gas yang terdapat di dalam sitoplasma seperti O2 dan CO2 karena kelarutannya di dalam air menurun.  Kehilangan O2 pada sel-sel aerobik mengakibatkan reaksi respirasi menurun.
  • 86.  Pembekuan menyebabkan perubahan pH dari komponen-komponen sel.  Beberapa peneliti melaporkan perubahan pH selama pembekuan mencapai 0.3 – 2.0 unit.  Pembekuan meningkatkan konsentrasi elektrolit di dalam sel karena air bebas membeku membentuk kristal es.  Pembekuan merusak system koloidal dari protoplasma misalnya system koloid protein.
  • 87.  Pembekuan menyebabkan denaturasi protein di dalam sel. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya hilangnya grup sulfhidril (-SH) selama pembekuan, pecahnya lipoprotein dan meningkatnya konsentrasi elektrolit selama pembekuan.  Pembekuan tiba-tiba menyebabkan shok terhadap mikroorganisme, dan pengaruh terbesar shok ini terjadi pada organisme thermofilik kemudian mesofilik dan yang paling tahan adalah organisme psikrofilik.
  • 88.  Pembekuan menyebabkan kerusakan subletal terhadap sebagian sel mikroorganisme.  Ketahanan sel mikroorganisme terhadap proses pembekuan dipengaruhi oleh kemampuan mikroorganisme tersebut untuk tetap hidup selama dehidrasi pada waktu medium membeku.
  • 89.  Ukuran sel mikroorganisme yang demikian kecil mengakibatkan sel mengalami dehidrasi selama pembekuan.  Oleh karena itu mekanisme ketahanan sel terhadap proses pembekuan mungkin sama dengan mekanisme ketahanan sel terhadap dehidrasi atau aW rendah.