tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
7 Ahruf Al-Qur'an
1. TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN 7 HURUF
M A K A L A H
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
" Ulumul Qur’an II "
Dosen Pengampu :
Afiful Ikhwan, M.Pd.I
Oleh :
AINIS SAHDATUL FITRIA
(2013.4.047.0001.1.001666)
IFA DEWI MASYTA
(2013.4.047.0001.1.001680)
PAI – SMT 3/Sawo
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH
(STAIM) TULUNGAGUNG
Oktober 2014
2. KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama
Islam.
Kemudian dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini
banyak yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala
hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM)
Tulungagung Bapak Nurul Amin M.Ag .
2. Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini Bapak Afiful Ikhwan, M.Pd.I .
3. Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam
ii
penyelesaian makalah.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a
dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi
amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak
kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif,
sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir
amalan saya dan bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh
pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.
(PENYUSUN)
3. DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………….…..… i
Kata Pengantar …………………………………………………..…. ii
Daftar Isi …………………………………………………..…. iii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .……………………………..... 1
B. Rumusan Masalah ..…………………………………..... 2
C. Tujuan Masalah ……………………………………....... 2
BAB II PEMBAHASAN
ULUM AL-QUR’AN DAN SEJARAH
PERKEMBANGANNYA
A. Pengertian Ahruf Dan Perselisihan Ulama’ Di Dalamnya ...... 3
B. Dalil-Dalil Mengenai Turunnya Al-Qur’an Dengan 7 Ahruf .. 8
C. Hikmah Turunnya AL-Qur’an Dengan 7 Ahruf .................... 12
D. Penjelasan Apakah 7 Ahruf Tersebut Sama Dengan Qiro’at
Sab’ah ? ................................................................................. 14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan …………………………………………............... 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..... 21
4. BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
Imam Al Zarkasyi dalam bukunya, Al Burhan fii ‘Ulum al-Qur’an,
mengingatkan bahwa al-Qira’ah (bacaan) itu berbeda dengan al-Qur’an (yang
dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, al-Qur’an adalah
wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi
keterangan dan mukjizat. Sedangkan qira’ah ialah perbedaan cara membaca lafaz-lafaz
wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-huruf yang menurut Jumhur cara itu
adalah mutawatir.
Bangsa Arab mempunyai aneka ragam dialek (lahjah) yang timbul dari
fitrah mereka. Setiap suku mempunyai format dialek yang tipikal dan berbeda
dengan suku-suku lain. Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan letak
geografis dan sosio-kultural dari masing-masing suku. Namun demikian, mereka
telah menjadikan bahasa Quraish sebagai bahasa bersama (common language)
dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk
interaksi lainnya. Dari keyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami
alasan al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Quraish.1
Fenomena al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW
ternyata bagaikan magnet yang selalu menarik minat manusia untuk mengkaji dan
meneliti kandungan makna dan kebenarannya. Al-Qur’an yang diturunkan atas
“tujuh huruf” (sab’at al-Ahruf) menjadi polemik pengertiannya di kalangan
ulama’, polemik ini bermuara pada pengertian sab’ah dan al-Ahruf itu sendiri.
Kalau ditelusuri, akar polemik ini bermula dari hadits Nabi Muhammad
Saw yang berbunyi:
1Manna’ al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: al-’Asr al-Hadith, 1973), hlm.
156
5. 2
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهم عَنْهمَا أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللَّهم عَ لَ سَََلَّمَ اََلَ أَ رَْ أَََ يْ عَلَى حَ فٍَْ فَرلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ حَتََّّ انْرتَرهَى إِلََ سَبْرعَةِ أَحْ فٍَُ
“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah Saw., bersabda : ”Jibril
membacakan al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf kemudian aku
mengulanginya (setelah itu) senantiasa aku meminta tambah sehingga
menambahiku sampai dengan tujuh huruf”.2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ahruf ? dan Bagaimana perselisihan ulama’ di dalamnya?
2. Bagaimana dalil-dalil mengenai turunnya al-qur’an dengan 7 ahruf ?
3. Apa saja hikmah turunnya al-qur’an dengan 7 ahruf ?
4. Apakah 7 ahruf tersebut sama dengan qiro’at sab’ah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ahruf dan perselisihan ulama’ di dalamnya.
2. Untuk mengetahui dalil-dalil mengenai turunnya al-qur’an dengan 7 ahruf.
3. Untuk mengetahui hikmah turunnya al-qur’an dengan 7 ahruf.
4. Untuk mengetahui apakah 7 ahruf tersebut sama dengan qiro’at sab’ah.
2Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Kutub, juz. 3,
2004), hlm. 1176
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahruf Dan Perselisihan Ulama’ Di Dalamnya
3
1. Definisi Ahruf
Al-Ahruf ( الأَحْ فَُ ) adalah bentuk jamak dari harf ( حَ ف ) ini mempunyai makna
yang banyak :
1. Harf yang berarti ujungnya atau tepinya Hurf al-Ahruf yang berarti “huruf”
istilah dalam ilmu nahwu.3
2. Harf yang bermakna puncak seperti ( حَ فَُْ الجَبَ ) diartikan “puncak
gunung”.4
3. Harf diartikan sebagai salah satu huruf hijaiyyah.
Sedangkan yang dimaksud al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf
adalah sebagai kelonggaran dan kemudahan bagi pembaca, sehingga bisa
memilih di antara bacaan-bacaan yang diinginkan, tapi bukan dimaksudkan
bahwa semua kalimah yang ada dalam al-Qur’an bisa dibaca dengan tujuh
macam bacaan, akan tetapi yang dimaksudkan tujuh bacaan yang berbeda itu
pada beberapa tempat yang berbeda-beda yang bisa dibaca sampai tujuh
bacaan.5
2. Perbedaan Pendapat Para Ulama tentang Pengertian Kata “Al-Ahruf”
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini
dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan
mengatakan, “Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf menjadi
35 pendapat. Berikut ini kami akan memaparkan beberapa pendapat yang
dianggap paling mendekati kebenaran.
3Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),
hlm. 254-255
4 Ibid.
5Muhammad Abdul ‘Adhim al-Zarqani, Manahil al-’Irfan (Beirut: Dar al-Fikr, 1988),
hlm. 154
7. 4
Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh
huruf adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu
makna. Dengan pengertian jika bahasa mereka berbeda-beda dalam
mengungkapkan satu makna, maka Al-Quran pun diturunkan dengan sejumlah
lafad sesuai dengan ragam bahasa tersebut tentang makna yang satu itu. Dan
jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-Quran hanya mendatangkan satu lafadh
atau lebih saja. Kemudian mereka berbeda pendapat juga dalam menentukan
ketujuh bahasa itu. Dikatakan bahwa ketujuh bahasa itu adalah bahasa Quraisy,
Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.
Kedua, yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam bahasa
dari bahasa-bahasa arab yang ada, yang mana dengannyalah Al-Quran
diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam Al-Quran secara
keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa tadi, yaitu bahasa paling
fasih di kalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa
Quraisy. Sedang sebagian yang lain dalam bahasa Hudzail, Tsaqif, Hawazin,
Kinanah, Tamim atau Yaman; karena itu maka secara keseluruhan Al-Quran
mencakup ketujuh bahasa tersebut.
Pendapat ini berbeda dengan pendapat sebelumnya; karena yang dimaksud
dengan tujuh huruf dalam pendapat ini adalah tujuh huruf yang bertebaran di
berbagai surat Al-Quran, bukan tujuh bahasa yang berbeda dalam kata tetapi
sama dalam makna.
Menurut Abu Ubaid, yang dimaksud bukanlah setiap kata boleh dibaca
dengan tujuh bahasa yang bertebaran dalam Al-Quran. Sebagiannya bahasa
quraisy, sebagian yang lain bahasa Hudzail, Hawazin, Yaman, dan lain-lain.
Dia menambahkan bahwa sebagian bahasa-bahasa itu lebih beruntung karena
dominant dalam Al-Quran.6
Ketiga, sebagian ulama menyebutkan, yang dimaksud dengan tujuh huruf
adalah tujuh segi, yaitu; amr (perintah), nahyu (larangan), wad (ancaman),
6Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2007), hlm.196-197
8. 5
jadal (perdebatan), qashash (cerita) dan matsal ( perumpaman), Atau amr,
nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.
Diriwayatkan dari Ibnu Masud, Nabi saw bersabda,
“kitab umat terdahulu diturunkan dari satu pintu dan dengan satu huruf.
Sedang Al-Quran diturunkan melalui tujuh pintu dan dengan tujuh huruf,
yaitu; zajr (larangan), amr, haram, muhkam, mutasyabih dan amstsal”.
Keempat, segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan
tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang di dalamnya terjadi ikhtilaf
(perbedaan), yaitu;
1. Ikhtilaful asma` (perbedaan kata benda); dalam bentuk mufrod mudzakkar
dan cabang-cabangnya, seperti tasniyah, jamak, ta`nist. Misalnya firman
alloh dalam surat Al-Mukminun: اََلَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِِِمْ عَََهْدِهِمْ رَاعُونَ , 8
Dibaca dengan bentuk jamak dan dibaca pula dengan bentuk mufrod.
Sedang rasmnya لِأَمَانَاتِِِمْ dalam mushaf adalah yang memungkinkan kedua
qiroat
itu karena tidak adanya alif yang mati (sukun). Tetapi kesimpulan akhir
kedua macam qiroat itu adalah sama. Sebab bacaan dalam bentuk jamak
dimaksudkan untuk arti istigraq (mencakupi) yang menunjukkan jenis-jenisnya,
sedang bacan dengan bentuk mufrod dimaksudkan untuk jenis
yang menunjukkan makna banyak, yaitu semua jenis amanat yang
mengandung bermacam-macam amanat yang banyak jumlahnya.
2. Perbedaan segi i`rob, seperti firman alloh taala مَا هَذَا بَشَ اَ jumhur
membacanya dengan nashob, sebab مَا berfungsi seperti لَسَْْ sebagaimana
bahasa penduduk Hijaj, dengan bahasa inilah al-quran diturunkan. Adapun
Ibnu Masud membacanya dengan rafa` مَا هَذَا بَشَ اَ sesuai dengan bahasa
tamim, karena mereka tidak memfungsikan مَا seperti لَسَْْ juga seperti
firman-Nya: فَرتَرلَقَّى آدَمُ مِنْ رَب كَلِمَاتٍ dalam Al-Baqoroh: 37. Di sini آدَ م
dibaca dengan nashab dan كَلِمَاتٍ dibaca dengan rafa` . كَلِمَات
9. 6
3. Perbedaan dalam tashrif, seperti firman-Nya: فَرقَالُوا رَبرنََّا بَاعِدْ بَريَْْ أَسْ اََرِنَا
dalam (Saba`:19), dibaca dengan menashobkan, رَبرنََّا karena menjadi mudof
dan بَاعِدْ dibaca dengan bentuk perintah (fiil amr). Di sini, lafazh رَبَّنَا dibaca
pula dengan rafa`( رَبَّنَا ) sebagi mubtada` dan بَاعِدْ dengan membaca fathah
huruf ‘ain sebagai fi’il madhi. Juga dibaca بَرعَّدَ dengan membaca fathah dan
mentasydidkan huruf ain dan merofa`kan lafad .رَبرنََّا
4. Perbedaan dalam taqdim (mendahulukan) dan takhir (mengakhirkan), baik
terjadi pada huruf seperti firman-Nya: أَفَرلَمْ يَر أَْْسِ dibaca أَفَرلَمْ يَأيس (Ar-
Rad 31), maupun di dalam kata seperti فَر رَْقْتُرلُونَ يََرقُْتَرلُونَ (At-Taubah:111) di
mana yang pertama dibaca dalam bentuk aktif dan yang kedua dibaca
dalam bentuk pasif, juga dibaca dengan sebaliknya, adapun qiroat اَََِءَتْ
سَكْ ةََ الحَ ق بِالمَوْتِ (Qaf : 19) sebagi ganti dari وَجَاءَتْ سَكْرَة الْمَوْتِ بِالْحَ قِ
adalah qiroah ahad dan syadz (cacat) yang tidak mencapai derajat
mutawatir.
5. Perbedaan dalam segi ibdal (penggantian), baik penggantian huruf dengan
huruf, وَانْظ رْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ ن نْشِ زهَا seperti )Al-Baqoroh: 259) yang dibaca
dengan huruf za` dan mendhommahkan nun, tetapi juga dibaca
menggunakan huruf ra` dan menfathahkan nun. Maupun penggantian lafad
dengan lafad, seperti firman-Nya:
كَالْعِهْنِ الْمَنْر وَُشِ (Al Qoriah:5) Ibnu Masud dan lain-lain membacanya
dengan كَالصوفِ الْمَنْر وَُشِ terkadang penggantian ini terjadi pada sedikit
perbedaan makhroj atau tempat keluar huruf, seperti; طَلْحٍ مَنْ ضودٍ (Al-
Waqiah:29), dibaca dengan طَلْعٍ karena makhroj ha` dan ain itu sama,
dan keduanya termasuk huruf halaq.
6. Perbedaan dengan adanya penambahan dan pengurangan. Dalam
penambahan misalnya أَََعَدَّ لََمُْ نََِّاتٍ تََْ يَِ تََْتَرهَا الْأَنْرهَار (At-taubah:100),
dibaca dengan tambahan مِنْ yaitu مِنْ تََْتِهَا الأَنْرهَار keduanya merupakan
qiroat mutawattir.
10. 7
Mengenai perbedaan karena adanya pengurangan (naqs), seperti وَ قَال وا اتخََّذَ
اللََّّ وَلَدًا (Al-Baqoroh: 116), tanpa huruf wawu jumhur ulama membacanya
قَال وا اتخََّذَ اللََّّ وَلَدًا perbedaan dengan adanya penambahan dalam qiroat ahad,
terlihat dalam qiroat Ibnu Abbas وَكَانَ وَرَاءَه مْ مَلِكٌ يَأ خذ ك لَّ سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصْبًا (Al-
Kahfi; 79), dengan penambahan kalimat صَالِحَة dan memakai kata أمََامَ همْ
sebagai ganti dari kata .وَرَاءَ
7. Perbedaan lahjah dengan pembacaan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis),
fathah dan imalah, izhar dan idghom, hamzah dan tashil, isymam, dan lain-lain.
Seperti membaca imalah dan tidak imalah seperti هَلْ أتَاَكَ حَدِي ث موسَى
(thaha: 9), yang dibaca dengan mengimalahkan kata اتَىَ dan موْسَى
membaca tarqiq huruf ra` خَبِيْرًا بَصِيْرًا dalam mentafhimkan huruf lam
dalam kata الطَّلاَق mentashilkan (meringankan) huruf hamzah dalam ayat ق دْ
أفَْلَحَ الْ مؤْمِن ونَ (Al-mukminun:1), huruf ghoin dengan didhommahkan bersama
kasroh dalam ayat وَغِيضَ الْمَا ء (Hud; 44) dan seterusnya.
8. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak bisa
diartikan secara harfiah, tetapi angka tujuh tersebut hanya sebagai simbol
kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab. Dengan demikian, maka
kata tujuh adalah isyarat bahwa bahasa dan susunan Al-Quran merupakan
batas dan sumber utama bagi semua perkataan orang Arab yang telah
mencapai puncak kesempurnaan tertinggi. Sebab, lafad sab`ah (tujuh)
dipergunakan pula untuk menunjukkan jumlah banyak dan sempurna dalam
bilangan satuan, seperti tujuh puluh dalam bilangan puluhan, dan tujuh
ratus dalam ratusan. Kata-kata itu tidak dimaksudkan untuk bilangan
tertentu.
9. Ada juga para ulama yang berpendapat, yang dimaksud dengan tujuh huruf
tersebut adalah qiroat sabah.7
7Taufiqslow, Sab’ah Al-Ahruf Dalam Al-Qur’an, dalam
“http://www.taufiqslow.com/2013/09/sabah-al-ahruf-dalam-al-quran.html” diakses pada selasa,30
september 2014 pukul 20:00 wib.
11. 8
B. Dalil-dalil Mengenai Turunnya Al-Qur’an Dengan 7 Ahruf
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab yang jelas. Hal ini adalah suatu
yang wajar karena Al-Qur’an diturunkan ketengah-tengah umat yang berbahasa
arab melalui Nabi yang berbahasa arab sekalipun ini bukan berarti bahwa islam
hanya untuk bangsa arab. Ada beberapa dalil Hadits yang menjelaskan bahwa al-
Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf. Antara lain :
حَدَّثَرنَا عَبْدُ اللََِّّ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَر نَََا مَالِ ك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ ع ةََََْ بْنِ الزُّبَريِْْ عَنْ عَبْدِ ال حََّْ نِ بْنِ
عَبْدٍ الْقَارِ ي أَنَّ اََلَ سََِعْتُ عُمَ بْنَ الَْْطَّابِ رَضِيَ اللََُّّ عَنْ يَرقُولُ سََِعْتُ هِشَامَ بْنَ حَكِ مِْ بْنِ
حِزَامٍ يَرقْ أََُ سُورَةَ الْ اََََُْنِ عَلَى غَيِْْ مَا أَ رَْ ؤََُهَا كَََانَ رَسُولُ اللََِّّ صَ لَّى اللََُّّ عَلَ سَََلَّمَ أَ رَْ أَََ نِ هَْا
كََِدْتُ أَنْ أَعْجَ عَلَ ثَُُّ أَمْهَلْتُ حَتََّّ انْصَ فَََ ثَُُّ لَبَّبْتُ بِ دََِائِ فَجِئْتُ بِ رَسُولَ اللََِّّ صَ لَّى اللََُّّ
عَلَ سَََلَّمَ فَرقُلْتُ إِ سََِعْتُ هَذَا يَرقْ أََُ عَلَى غَيِْْ مَا أَ رَْ أََْتَ نِ هَْا فَرقَالَ أَرْسِلْ ثَُُّ اََلَ لَ ا رَْ أََْ فَرقَ أَََ
اََلَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ ثَُُّ اََلَ ا رَْ أََْ ف رقَ أََْتُ فَرقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُ آَْنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْرعَةِ أَحْ فٍَُ
فَا رَْ ءََُ اَ مِنْ مَا تَر سََّْ .)رَ اََهُ بَُُارِى(
“Meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa; “Umar bin Khattab
berkata: “Aku mendengar Hisham bin Hakim membaca surat al-Furqan di masa
hidupya Rasulullah saw, aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya
dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasulullah saw membacakannya
kepadaku sehingga aku hampir beranjak dari salat, kemudian aku menunggunya
sampai salam. Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya: “Siapa yang
membacakan surat ini kepadamu?”. Ia menjawab: “Rasulullah saw yang
membacakannya kepadaku”, aku menyela: “Dusta kau, Demi Allah sesungguhnya
Rasulullah saw telah membacakan surat yang telah kudengar dari yang kau baca
ini”. Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah saw lalu aku
bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat al-
Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau bacakan kepadaku,
sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat al-Furqan ini kepadaku”.
Rasulullah saw menjawab: “Hai ‘Umar! lepaskan dia. “Bacalah Hisham!”.
Kemudian ia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya.
Rasululllah saw bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan” sambil menyambung
12. 9
sabdanya: “Bahwa al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf maka bacalah yang
paling mudah!”.8
حَدَّثَرنَا مَُُمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللََِّّ بْنِ نَُُيٍْْ حَدَّثَرنَا أَبِِ حَدَّثَر نَا إِسََْعِ بْنُ أَبِِ خَالِدٍ عَنْ عَبْدِ اللََِّّ بْنِ
عِ سَْى بْنِ عَبْدِ ال حَََّْنِ بْنِ أَبِِ لَ رْْلَى عَنْ دهِ عَنْ أُبَِِ بْنِ كَ عْبٍ اََلَ كُنْتُ فِِ الْمَسْجِدِ فَدَخَ رَ يصَُل ي فَرقَ أَََ اَََِءَةً أَنْكَ تَُْرهَا عَلَ ثَُُّ دَخَ آخَ فَرقَ أَََ اََءَةً سِوَى رََ اََءَةِ صَاحِ بِ فَرلَمَّا ضَََ رْْنَا
الصَّلََةَ دَخَلْنَا جََِ عًْا عَلَى رَسُولِ اللََِّّ صَلَّى اللَّهم عَلَ سَََلَّمَ فَرقُلْتُ إِنَّ هَذَا رََ أَََ اَََِءَةً أَنْكَ تَْ رهَا
عَلَ دَََخَ آخَ فَرقَ أَََ سِوَى اَََِءَةِ صَاحِبِ فَأَمَ هَََُُا رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللَّهم عَلَ سَََلَّمَ فَرقَ أَا
فَحَسَّنَ النَّبُِِّ صَلَّى اللَّهم عَلَ سَََلَّمَ شَأْنَرهُمَا فَسَقَطَ فِِ ن ر سَِْي مِنَ التَّكْذِيبِ إِ كُنْتُ فِِ
الجَْاهِلِ ةَِّْ فَرلَمَّا رَأَى رَسُولُ اللََِّّ صَلَّى اللَّهم عَلَ سَََلَّمَ مَا دََْ غَشِ نَِِْ ضَ بَََ فِِ صَدْرِي فَ ضَِْ تُ
عَ اًَََ كَََأَنََُّا أَنْظُ إِلََ اللََِّّ عَزَّ فَر اًَََ فَرقَالَ يَا أُبَُِّ أُ رْسِ إِ أَنِ ا رَْ أََِ الْقُ آَْنَ عَلَى حَ فٍَْ
فَر دَََدْتُ إِلَ أَنْ هَ وِنْ عَلَى أُمَّتِِ فَر دَََّ إِ الثَّان ةَ ا رَْ أََْهُ عَل ى حَ فََْريِْْ فَر دَََدْتُ إِلَ أَنْ هَ وِنْ عَ لَى
أُمَّتِِ فَر دَََّ إِ الثَّالِثَةَ ا رَْ أََْهُ عَلَى سَبْرعَةِ أَحْ فٍَُ فَرلَكَ بِكُ رَدَّةٍ رَدَدْتُكَهَا مَسْأَلَة تَسْأَلُنِ هَْا ف رقُلْتُ
اللَّهُمَّ اغْ لِأُمَّتِِ اللَّهُمَّ اغ لِأُمَّتِِ أَََخَّ تَُْ الثَّالِثَةَ لِ رَْ ومٍ يَر غََْبُ إِ الَْْلْقُ كُلُّهُمْ حَتََّّ إِبْر اََهِ مْ .
“Diriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: “Aku
berada di masjid, tiba-tiba masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan
yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki lain membaca berbeda dengan
bacaan kawannya yang pertama”. Setelah kami selesai salat, kami bersama-sama
masuk ke rumah Rasulullah saw, lalu aku bercerita: “Bahwa si lelaki ini membaca
bacaan yang aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan
kawannya yang pertama”. Akhirnya Rasulullah saw memerintahkan keduanya
untuk membaca. Setelah mereka membaca Rasulullah saw menganggap baik
bacaannya. Setelah menyaksikan hal itu, terhapuslah dalam diriku sikap untuk
mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah. Nabi menjawab
demikian tatkala beliau melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan,
ketika itu keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah
Yang Maha Agung. Setelah melihat saya dalam keadaan demikian, beliau
8Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Kutub, juz. 2,
2004), hlm. 851
13. 10
menegaskan pada diriku dan berkata: “Hai Ubay! Aku diutus untuk membaca al-
Qur’an dengan suatu huruf lahjah (dialek)”, kemudian aku meminta pada Jibril
untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf kedua, akupun
meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga
kalinya. “Hai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam 7 lahjah dan terserah padamu
Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan pertanyaan permintaan
lagi”. Kemudian aku menjawabnya: “Wahai Allah! Ampunilah umatku,
ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat dimana
semua makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim as”.9
حَدَّثَرنَا أَحَْدُ بْنُ مَنِ عٍْ حَدَّثَرنَا الحَْسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَرنَا شَ بَْْانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ زِرِ بْنِ
حُبَرشٍْْ عَنْ أُبَِِ بْنِ كَعْبٍ اََلَ لَقِيَ رَسُولُ اللََِّّ صَ لَّى اللَّهم عَل سَََلَّمَ يِِِْْ فَرقَالَ يَا يْ إِ بعُِثْتُ إِلََ أُمَّةٍ أُمِ يَْ مِنْرهُمُ الْعَجُوزُ اََلشَّ خُْْ الْكَبِيُْ اََلْغُلََم اََلجَْارِيَةُ اََل الَّذِي يَرقْ أََْ ك تَابًا طََُّ
اََلَ يَا مَُُمَّدُ إِنَّ الْق آَْنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْرعَةِ أَحْ فٍَُ فََِِ الْبَاب عَنْ ع مَ حََُذَيْر ةَََ بْنِ الْ مََْانِ أَََبِِ
هُ يََْر ةَََ أََُمِ أَيُّوبَ هََِيَ امْ أَََةُ أَبِِ أَيُّوبَ الْأَنْصَارِ ي سََََُ ةَََ اََبْنِ عَ بَّاسٍ أَََبِِ هَُِ مِْْ بْنِ الحَْارِ بْنِ
دََََْ رُ يََِ عَنْ الصِ مَّةِ عَََمْ بْنِ الْعَاصِ أَََبِِ بَكْ ةَََ اََلَ أَبمو عِ سَْ ى هَذَا حَدِي ث حَ سَ ن صَحِ أُبَِِ بْنِ كَعْبٍ مِنْ غَيِْْ . }رَ اََهُ ال نَس اَئِ{
“Riwayat Ubay bin Ka’ab, ia mengatakan: “Rasulullah saw berjumpa
dengan Jibril di gundukan Marwah”. Ia (Ka’ab) berkata: “Kemudian Rasul
berkata kepada Jibril bahwa aku ini diutus untuk ummat yang ummy (tidak bisa
menulis dan membaca). Diantaranya ada yang kakek-kakek tua, nenek-nenek
bangka dan anak-anak”. Jibril menjawab: “Perintahkan, membaca al-Qur’an
dengan tujuh huruf”. Abu Isa mengatakan: “Hadits ini hasan lagi shahih”. Dan
hadits ini juga di riwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab dari sisi yang lain. {Di
riwayatkan oleh Nasa’i}10
Dari beberapa Hadits yang disebutkan di atas, Tidak terdapat nas sharih
(jelas) yang menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf. Sehingga menjadi hal yang
lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda
9Muslim al-Hajjaj, Sahih Muslim (Beirut: Dar al-Kutub, juz 6, 1992), hlm. 83
10Muhammad bin Isa al-Turmudi, Sunan al-Turmudi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
juz. 8, 1994), hlm. 222
14. 11
pendapat dalam menafsirkan pengertiannya. al-Suyuti dalam kitabnya al-Itqan fi
al-’Ulum al-Qur’an mengatakan bahwa perbedaan ulama’ dalam masalah ini
sekitar empat puluh pendapat.11 Perbedaan ulama’ mengenai pengertian sab’ah
ahruf ini tidak berasal dari tingkatan kualifikasi mereka atas Hadits-Hadits tentang
tema dimaksud. Perbedaan itu justru muncul dari lafaz sab’ah dan ahruf yang
masuk kategori lafaz-lafaz mushtarak, yaitu lafaz-lafaz yang mempunyai banyak
kemungkinan arti, sehingga memungkinkan dan mengakomodasi segala jenis
penafsiran. Selain itu juga disebabkan adanya fenomena historis tentang
periwayatan bacaan al-Qur’an yang memang beragam.
Rasulullah SAW bersabda :
أَنَّ عَبْدَ اللََِّّ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللََُّّ عَنْرهُمَا حَدَّثَ أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَ سَََلَّمَ اََلَ أَ رَْ أَََ يِِِْْ عَلَى حَ فٍَْ فَر اََ عَِْتُ فَرلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ يَََزِيدُ حَتََّّ انْرتَرهَى إِلََ سَبْرعَةِ أَحْ فٍَُ .} رَ اََه الْبُخَارِي{
”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril
membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku
terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai
tujuh huruf.” (HR. Bukhari).12
Hadits kedua ini berasal dari umar ibn al-khatthab yang membawa Hisyam
ibn Hakim ke hadapan Rasul karena membaca surat al-furqon dengan berbagai
cara baca dan Rasul tidak pernah membacanya dengan cara itu kepada umar.
Setelah hisyam memperdengarkan bacaanya kepada Rasul, Rasul berkata:
“Demikianlah ia diturunkan” dan seterusnya menyambungnya dengan sabdanya di
atas. Dengan demikian, jelaslah bahwa tidaklah benar anggapan orang bahwa
Qiraat (macam-macam bacaan) Al-Quran itu diciptakan oleh Nabi Muhammad
atau para sahabat, atau ulama tabi’in yang dipengaruhi oleh dialek bahasa kabilah-kabilah
Arab. Dan jelas pula bahwa macam-macam bacaan Al-Quran itu sudah
11Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, juz. 1, 1951),
hlm. 45.
12 Taufiqslow, sabah al-ahruf dalam al-qur’an, dalam
http://www.taufiqslow.com/2013/09/sabah-al-ahruf-dalam-al-quran.html diakses pada selasa,30
september 2014 pukul 20:00 wib
15. 12
ada sejak Al-Quran diturunkan. Arti Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf) dalam hadits di
atas mengandung banyak penafsiran dan pendapat dari kalangan ulama. Hal itu
disebabkan karena kata Sab’ah itu sendiri dan kata Ahruf mempunyai banyak arti.
Kata Sab’ah dalam bahasa Arab bisa berarti bilangan tujuh, dan bisa juga berarti
bilangan tak terbatas.
C. Hikmah Turunnya Al-Qur’an Dengan 7 Ahruf
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Memberikan kemudahan dalam membaca dan menghafal bagi kaum yang
masih umi (tidak bisa membaca dan menulis), yang masing-masing Kabilah
(suku) dari mereka memiliki bahasa (dialek) tersendiri, dan mereka tidak
terbiasa untuk menghafal syar’iat, terlebih lagi untuk menjadikan hal itu
sebagai kebiasaannya. Hikmah ini ditunjukkan dengan jelas dalam beberapa
hadits dengan bermacam-macam redaksi.
Dari Ubay radhiyallahu 'anhu berkata:
لَقِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَ سَََلَمَ يِِِْْْ عِنْدَ أَحْجَارِ المِ اََءِ فَرقَالَ إِ بعُِثْتُ إِلََ أُم ةٍ
أمِ يَْْ، مِنْرهُمْ الْغُلََمُ اََلَْْادِمُ اََلشَّ خُْْ الْعَاسِي اَلْعَجُوْزُ، فَرقَالَ يِِِْْْ فَرلْ رَْقْ أََُ اَْ الْقُ آَْنَ عَ لَى
سَبْرعَةٍ أَحْ فٍَُ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril 'alaihissalam di
Ahajaril Miraa’ (sebuah daerah di Quba, di luar Madinah) lalu beliau
shallallahu 'alaihi wasallam berkata:”Sesungguhnya aku diutus (menjadi Nabi)
kepada kaum yang ummi, di antara mereka ada anak-anak, pembantu, lelaki tua
dan perempuan tua.” Maka Jibril 'alaihissalam berkata:”Maka boleh bagi
mereka membaca al-Qur’an dengan menggunakan tujuh huruf/dialek (sesuai
dengan dialek mereka agar mudah)” (HR. ath-Thabari dalam Tafsirnya, Ahmad
16. 13
dalam Musnadnya, Abu Dawud ath-Thayalisi, at-Tirmidzi dan dinyatakan
hasan shahih oleh beliau)13
Hadits lain, yaitu sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
إِنَّ اللَََّّ أ م رني أنَْ أقَْرَأ الْق رْآنَ عَلَى حَرْفٍ. فقلت: اللهم خففْ عن أمَّتي
”Sesungguhnya Allah memerintahku untuk membaca al-Qur’an dengan satu
huruf (dialek). Lalu aku berkata:”Ya Allah berilah keringanan untuk
ummatku.”14
Dalam hadits yang lain, Jibril 'alaihissalam berkata:
إِنَّ اللَََّّ يَأْمُ كََُ أَنْ تَرقْ أَََ أُمَّتُكَ الْقُ آَْنَ عَلَى حَ فََْ
”Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar membacakan al-Qur’an kepada
umatmu dengan satu huruf.”15
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
« أَسْأَلُ اللَََّّ مُعَافَاتَ مَََغْ تََََِ إََِنَّ أُمَّتَِّ تُطِ قُْ لَِْكَ »
”Aku memohon kepada Allah maaf dan ampunan-Nya, sesungguhnya umatku
merasa berat melakukannya.”(HR. Muslim)16
2. Kemukjizatan al-Qur’an terhadap fitrah bahasa bagi bangsa Arab, karena
bermacam-macamnya sisi susunan bunyi al-Qur’an menjadikannya sebagai
keberagaman yang mampu mengimbangi beragamnya cabang-cabang bahasa
(dialek) yang di atasnya fitrah bahasa di kalangan Arab berada. Sehingga setiap
orang Arab mampu untuk mengucapkannya dengan huruf-huruf dan
kalimatnya sesuai dengan masing-masing lahjah (logat) alami dan dialek
kaumnya, namun dengan tetap terjaganya kemukjizatan al-Qur’an yang
13 Abu Yusuf Sujuno, Hikmah turunnya al-qur’an dengan tujuh huruf (Tujuh Dialek),
dalam : http://alsofwah.or.id/cetakquran.php?id=203. Di akses pada 28 september 2014 pukul
19.38 wib
14 ibid
15 ibid
16Manna’ Al-Qaththan,Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an , hlm. 196-197
17. 14
dengannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menantang orang-orang
Arab (untuk membuat yang serupa dengan al-Qur’an). Dan dengan
keputusasaan mereka untuk melawan al-Qur’an maka hal itu tidak hanya
menjadikannya menjadi mukjizat bagi satu bahasa saja, namun ia menjadi
mukjizat bagi fitrah bahasa itu sendiri di kalangan bangsa Arab.
3. Menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an dalam makna dan hukum-hukumnya,
karena perubahan bentuk suara dalam sebagian huruf dan kalimatnya
menjadikan al-Qur’an siap untuk diambil (disimpulkan) hukum-hukumnya,
yang menjadikan al-Qur’an cocok untuk semua zaman. Oleh sebab itu para
ulama ahli fikih berdalil dengan Qira’at Sab’ah (tujuh model bacaan) dalam
ber-istinbath (menyimpulkan hukum dari dalil) dan ijtihad mereka.
4. Di dalamnya juga menunjukkan keistimewaan al-Qur’an dibandingkan dengan
kitab-kitab samawi yang lain, karena kitab-kitab tersebut diturunkan sekaligus
dengan satu huruf sedangkan al-Qur’an dengan tujuh huruf.
5. Di dalam turunnya al-Qur’an dalam tujuh huruf ada kemuliaan yang diberikan
oleh Allah kepada umat ini, dan penjelasan tentang luasnya rahmat Allah
terhadap mereka, yaitu dengan memudahkan bagi mereka untuk mempelajari
kitab-Nya dengan kemudahan yang semaksimal mungkin.
6. Di dalamnya adalah permulaan untuk menyatukan bahasa-bahasa (dialek) Arab
menjadi satu bahasa terpilih yang paling fasih. Dan itu adalah permulaan dalam
proses tahapan-tahapan penyatuan umat Islam di atas satu bahasa yang
menyatukan mereka.
7. Bentuk perhatian terhadap kondisi kehidupan suku-suku di jazirah Arab yang
berdiri di atas fanatisme penuh terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya
dengan suku, seperti nasab (garis keturunan), tempat tinggal, maslahat dan
bahasa yang susah untuk berubah (berpindah) darinya dalam waktu yang
singkat.17
17Abu yusuf sujono, Hikmah Turunnya Al-Qur’an Dengan Tujuh Huruf (Tujuh Dialek)
18. 15
D. Apakah 7 Ahruf Itu Sama Dengan Qira’at Sab’ah
Makna sab’ah ahruf yang menurut ulama’ pendapatnya paling kuat adalah
tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna, yaitu
Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
Sedangkan Qiro’at sab’ah adalah macam cara membaca al-qur’an yang
berbeda. Disebut qiro’at sab’ah karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal
masyhur yang masing-masing memiliki cara bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at
memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwasannya sab’ah ahruf yang
diturunkan ke dalam Al-Qur’an, tidak mungkin dimaksudkan dengan qira’at
sab’ah yang masyhur itu. Hal ini ditegaskan karena banyak ulama’ yang
menyangka bahwa qira’at sab’ah ini sama dengan sab’ah ahruf.
Abu Syamah di dalam kitab Al Mursyidul Wajiz berkata: “Segolongan
orang menyangka bahwasannya qira’at sab’ah yang berkembang sekarang, itulah
yang dikehendaki di dalam hadits. Persangkaan yang demikian berlawanan
dengan ijma’ semua ahli ilmu.”
Timbulnya sangkaan yang demikian itu lantaran tindakan Abu Bakar
Ahmad ibn Musa ibn Abbas yang terkenal dengan nama Ibn Mujahid yang telah
berusaha pada penghujung abad ke-3 H di Baghdad, untuk mengumpulkan tujuh
qira’at dari tujuh imam yang terkenal di Makkah, Madinah, Kuffah, Bashrah, dan
Syam. Mereka ini terkenal orng-orang kepercayaan, kuat hafalan dan terus
menerus membaca Al Qur’an. Usaha memgumpulkan qira’at-qira’at yang tujuh
itu, adalah secara kebetulan saja. Karena masih ada imam-imam qira’at yang lebih
tinggi derajatnya dari ketujuh orang itu, dan banyak juga jumlahnya. Abu Abbas
ibn Amma seorang muqri besar, mencela keras Ibnu Mujahid dan mengatakan
bahwa usaha itu akan menimbulkan persangkaan bahwa qira’at sab’ah inilah
yang dimaksudkan oleh hadits. Alangkah baiknya kalau yang dikumpulkan itu
kurang dari tujuh atau lebih dari tujuh supaya hilang kesamaran itu.
19. 16
Jadi yang dimaksud dengan qira’at sab’ah yaitu, tujuh versi qira’at yang
dinisbatkan kepada para Imam qira’at yang berjumlah tujuh orang yaitu: Ibn
‘Amir, Ibn Kasir, ‘Ashim, Abu ‘Amr, Hamzah, Nafi’, dan Al kasa’i. Adapun
nama lengkap beserta sanad dan rawi dari ketujuh Imam qira’at sab’at tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Ibn ‘Amir
Nama lengkapnya Abdullah ibn ‘Amir al-Yahshabi(8-118 H). Ia membaca al-
Qur’an dari al-Mughirah ibn Abi Syihab al-Makhzumi dan Abu al-Darda’. Al-
Mughirah membaca dari Usman ibn Affan dan Abu al-Darda’ membaca dari
Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Ibn ‘Amir yaitu Hisyam dan Ibn
Zakwan.
2. Ibn kasir
Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah ibn kasir al-Makki(45-120 H). Ia
membaca al-Qur’an dari Abdullah ibn al-SA’ib, Mujahid ibn Jabar, dan
Dirbas. Abdullah ibn al-Sa’ib membaca dari Ubay ibn Ka’ab dan Umar ibn al-khattab.
Mujahid ibn Jabar dan Dirbas membaca dari Ibn ‘Abbas. Ibn ‘Abbas
membaca dari Ubay ibn Ka’ab dan Zayd ibn Sabit. Sementara Ubay ibn Ka’ab,
Umar ibn khattab dan Zayd ibn Sabit membaca dari Nabi SAW.dan dua orang
rawi qira’at Ibn Kasir yaitu Al-Bazzi dan Qunbul.
3. ‘Ashim
Nama lengkapnya ‘Ashim ibn al-Nujad al-Asadi(w. 129 H). Ia membaca al-
Qur’an dari Abu Abd al-Rahman al-Silmi. Abu Abd al-Rahman membaca dari
ibn Mas’ud, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Ubay ibn Ka’ab dan Zayd
ibn Sabit. Para sahabat tersebut menerima bacaan al-Qur’an dari Nabi SAW.
Dan dua orang rawi qira’at ‘Ashim yaitu Hafsh Syu’bah.
20. 17
4. Abu ‘Amr
Nama lengkapnya Abu ‘Amr Zabban ibn al’A’la ibn ‘Ammar(68-154 H). Ia
membaca al-Qur’an dari Abu Ja’far Yazid ibn Qa’Qa’ dan Hasan al-Bashri
membaca dari al-Haththan dan Abu al-Aliyah. Abu al-Aliyah membaca dari
Umar ibn al-Khattab dan Ubay ibn Ka’ab. Kedua sahabat yang disebut terakhir
ini membaca al-Qur’an dari Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Abu ‘Amr
yaitu al-Duri dan al-Susi.
5. Hamzah
Nama lengkapnya Hamzah ibn Hubayd ibn al-Ziyyat al-Kufi(80-156 H)Ia
membaca al-Qur’an dari ‘Ali Sulayman al-Amasy, Ja’far al-Shadiq, Hamran
ibn A’yan, Manhal ibn ‘Amr, dan lain-lain. Mereka semua bersambung
sanadnya kepada Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Hamzah yaitu
Khallad dan Khalaf.
6. Nafi’
Nama lengkapnya Nafi’ ibn Abd rahman ibn Abi Nu’yam al-Laysi(w.169H). ia
membaca al-Qur’an dari Ali ibn Ja’far, Abd Rahman ibn Hurmuz Muhammad
ibn Muhammad ibn Muslim al-Zuhri.mereka bersambung sanadnya kepada
Nabi SAW. Dan dua orang rawi qira’at Nafi’ yaitu Warasyi dan Qalun.
7. Al-Kisa’i
Nama lengkapnya Abu Hasan ‘Ali ibn Hamzah al-Kisa’i (w.187H). ia
membaca al-Qur’an dari Hamzah, Syu’bah, Isma’il ibn Ja’far. Mereka
bersambung sanadnya kepada Nabi. Dan dua orang rawi qira’at al-Kisa’i yaitu
Al-Duri dan Abu al-Haris.
21. 18
Contoh Qiraah Sab’ah:
18) روْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا )البق ةَ ٣٨
Ibn Katsir, Abu ‘Amr, Nafi,‘Ashim dan Ibn ‘Amir, membaca ( ,)حُ سْ نًا
sementara Hamzah dan al-Kisai, membaca ) 19 )حَ سَ نًا
18Departemen agama, Al Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2007)
hal.51
19Taufiqslow, Sab’ah Al-Ahruf dalam al-qur’an, dalam
http://www.taufiqslow.com/2013/09/sabah-al-ahruf-dalam-al-quran.html diakses pada selasa,30
september 2014 pukul 20:00 wib.
22. BAB III
PENUTUP
19
Kesimpulan
1. a). Al-Ahruf ( الأَحْ فَُ ) adalah bentuk jamak dari harf ( حَ ف ) ini mempunyai
makna yang banyak : salah seorang pengarang kamus mengaakan
“harf”dari segala sesuatu berarti ujungnya atau tepinya. Sedangkan “harf”
gunung berarti puncaknya. Ada juga yang mengatakan “hurf” adalah salah
satu bentuk huruf hijaiyah.
b). Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud tujuh huruf ini
dengan perbedaan yang bermacam-macam. Sehingga Ibnu Hayyan
mengatakan, “Ahli ilmu berbeda pendapat tentang arti kata tujuh huruf
menjadi 35 pendapat. Berikut ini kami akan memaparkan beberapa pendapat
yang dianggap paling mendekati kebenaran.
Pertama tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu
makna.
Kedua, tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab yang ada, yang
mana dengannyalah Al-Quran diturunkan.
Ketiga, tujuh segi, yaitu; amr (perintah), nahi (larangan), wad
(ancaman), jadal (perdebatan), qashash (cerita) dan matsal ( perumpaman),
Atau amr, nahyu, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.
Keempat, segolongan ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud
dengan tujuh huruf adalah tujuh macam hal yang didalamnya terjadi ikhtilaf
(perbedaan).
2. Dalil-dalil mengenai turunnya al-qur’an dengan 7 ahruf, antara lain :
Rasulullah SAW bersabda :
23. 20
أَنَّ عَبْدَ اللََِّّ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللََُّّ عَنْرهُمَا حَدَّثَ أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَ سَََلَّمَ اََلَ أَ رَْ أَََ يِِِْْ عَلَى حَ فٍَْ فَر اََ عَِْتُ فَرلَمْ أَزَلْ أَسْتَزِيدُهُ يَََزِيدُ حَتََّّ انْرتَرهَى إِلََ سَبْرعَةِ أَحْ فٍَُ .} رَ اََه الْبُخَارِي{
”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril
membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka
aku terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir
sampai tujuh huruf.” (HR. Bukhari)
3. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf, sebagai berikut :
a) Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang masih ummi.
b) Sebagai bukti kemukjizatan Al-Qur’an bagi kebahasaan orang arab.
c) Sebagai kemukjizatan Al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.
d) Di dalamnya juga menunjukkan keistimewaan al-Qur’an dibandingkan
dengan kitab-kitab samawi yang lain.
e) Di dalam turunnya al-Qur’an dalam tujuh huruf ada kemuliaan yang
diberikan oleh Allah kepada ummat ini.
f) Di dalamnya adalah permulaan untuk menyatukan bahasa-bahasa (dialek)
Arab menjadi satu bahasa terpilih yang paling fasih.
g) Bentuk perhatian terhadap kondisi kehidupan suku-suku di jazirah Arab
yang berdiri di atas fanatisme.
4. Sab’at ahruf yang menurut ulama’ pendapatnya paling kuat adalah tujuh
macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna, yaitu Quraisy,
Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
Sedangkan Qiro’at sab’ah adalah macam cara membaca al-qur’an yang
berbeda. Disebut qiro’at sab’ah karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal
masyhur yang masing-masing memiliki cara bacaan tersendiri.
24. DAFTAR PUSTAKA
Al Qaththan, Manna’. 2007 . Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka
21
Al-Kautsar.
Al- Zarqani, Muhammad Abd al-Adzim. 1988. Manahil al-’Irfan. Beirut: Dar al-
Fikr.
Munawwir , Ahmad Warson. 1997 . Kamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka
Progresif,.
Taufiqslow. Sab’ah Al Ahruf Dalam Al Qur’an. dalam
“http://www.taufiqslow.com/2013/09/sabah-al-ahruf-dalam-al-quran.
html” diakses pada selasa,30 september 2014 pukul 20:00
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail.2004. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Kutub.
Al-Hajjaj, Muslim. 1992 . Sahih Muslim. Beirut: Dar al-Kutub.
Al-Turmudi, Muhammad bin Isa. 1994 . Sunan al-Turmudi. Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah.
Al-Suyuti, Jalal al-Din. 1951 . Al-Itqan Fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Sabuni, Muhammad Ali. 1999. Studi Ilmu al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Departemen agama. 2007. Al Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: Pena Pundi
Aksara.
Sujono, Abu yusuf. Hikmah Turunnya Al-Qur’an Dengan Tujuh Huruf (Tujuh
Dialek), dalam http://alsofwah.or.id/cetakquran.php?id=203. Di akses
pada minggu, 28 september 2014 pukul 19:38 wib.