Makalah ini membahas tentang pengertian qira'at, sejarah perkembangan ilmu qira'at, dan pembagian serta macam-macam qira'at. Qira'at adalah bacaan Al-Quran yang berbeda-beda oleh para imam qira'at. Sejarahnya bermula dari sahabat Nabi yang membaca Al-Quran dengan lafal masing-masing. Ada tujuh qira'at utama yang diriwayatkan oleh tujuh imam.
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Qira’at merupakan salah satu cabang ilmu dalam ‘Ulum al-Qur’an, namun tidak
banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang-orang tertentu saja, biasanya
kalangan akademik. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, di antaranya
adalah, ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah
manusia sehari-hari, tidak seperti ilmu fiqih, hadis, dan tafsir misalnya,yang dapat
dikatakan berhubungan langsung dengan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan
ilmu qira’at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung
dengan halal-haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk dipelajari, banyak hal yang harus
diketahui oleh peminat ilmu qira’at ini, yang terpenting adalah pengenalan al-
Qur’an secara mendalam dalam banyak seginya, bahkan hafal sebagian besar dari
ayat-ayat al-Qur’an merupakan salah satu kunci memasuki gerbang ilmu ini;
pengetahuan bahasa Arab yang mendalam dan luas dalam berbagai seginya, juga
merupakan alat pokok dalam menggeluti ilmu ini, pengenalan berbagai macam
qiraat dan para perawinya adalah hal yang mutlak bagi pengkaji ilmu ini. Hal-hal
inilah – barangkali – yang menjadikan ilmu ini tidak begitu populer.
Meskipun demikian keadaannya, ilmu ini telah sangat berjasa dalam menggali,
menjaga dan mengajarkan berbagai “cara membaca” al-Qur’an yang benar sesuai
dengan yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Para ahli qiraat telah mencurahkan
segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-
hatian mereka telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan
penyelewengan dan masuknya unsur-unsur asing yang dapat merusak kemurnian
al-Qur’an.
3. 3
1.2 Rumusan Masalah
Apa pengertian dari qira’at?
Bagaimanakah sejarah perkembangan ilmu qira’at?
3. Apa saja Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya?
1.3 Tujuan
Untuk memahami devinisi Qira’at.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan dari Ilmu Qira’at.
Untuk mengetahui pembagian dan macam-macam Qira’at.
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Al-Qur’an diturunkan kepada masyarakat Arab yang berkabilah-kabilah
yang memiliki aneka ragam model pengujaran (lahjah). Dalam studi mengenai
lahjah, kabilah-kabila ini banyak ditemukan model bacaan Al-Qur’an yang
bermacam-macam pula. Dari sekian banyak kabilah yang memiliki lahjah berbeda
adalah Quraisy, Huzhail, Jurhum, Kinanah, Himyar dan lainnya.[1]
Qira’at adalah jamak dari qira’ah, artinya bacaan. Ia adalah masdar dari
qara’a. Dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu mdzhab pembacaan Al-
Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang
berbeda dengan madzhab lainnya.[2]
Terdapat beberapa definisi mengenai arti Qira’at, yakni[3] :
Menurut Al-Zarqani : “Suatu mazhab yang dianut oleh imam qira’at yang
berbeda dengan lainnya dalam pengucapan AlQur’anul-Karim serta sepakat
riwayat-riwayat dan jalur-jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan
hurufhuruf maupun dalam pengucapan keadaan-keadaannya.” (Wahid, 2002: 137)
Terkandung 3 unsur pokok dalam definisi tersebut :Pertama, qira’at dimaksudkan
menyangkut bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, cara membacanya dari satu imam
dengan imam qira’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu
mazhab qira’at didasarkan atas riwayat dan bukan atas qiyas ataupun
ijtihad. Ketiga, perbedaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi dalam pengucapan
huruf-huruf dan pengucapannya dalam berbagai keadaan.
Menurut Ibnu Al-Jazari : “Pengetahuan tentang cara-cara melafadzkan
kalimat-kalimat Al-Qur’an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada
penukilnya.” (Wahid, 2002: 138)
5. 5
Qira’at ini didasarkan kepada sanad-sanad yang bersambung kepada Rosululloh
SAW. Periode qurro’ yang mengajarkan bacaan Al-Qur’an kepada orang-orang
menurut cara mereka masing-masing adalah dengan berpedoman kepada masa
para sahabat.
Pada permulaan abad pertama hijriyah di masa tabi’in, tampilah sejumlah
ulama yang konsen terhadap masalah qira’at secara sempurna karena keadaan
menuntut demikian.
2.2 Sejarah Perkembangan Ilmu Qira’at
Bahwasanya penduduk kota-kota besar (para tabi’in) membaca Al-Qur’an
berdasar kepada mushaf yang dikirimkan kepada mereka. Di samping itu mereka
mempelajari qur’an dari para sahabat yang menerima Al-Qur’an dari Rasul.
Kemudia mereka mengembangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti para
sahabat.
Sahabat-sahabat nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan
itu mempunyai lahjah (bunyi suara, atau sebutan) yang berlainan satu sama
lainnya. Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikannya dengan
lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk
mewujudkan kemudahan, Alloh yang Maha Bijaksana menurunkan Al-Qur’an
dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraisy dan oleh
golongan-golongan yang lain di tanah Arab. Oleh karena demikian, hasillah dari
Al-Qur’an beberapa rupa (macam) bunyi lahjah. Bunyi lahjah yang biasa dipakai
di tanah Arab ada 7 (tujuh) macam. Di samping itu ada beberapa lahjah lagi.
Sahabat-sahabat nabi menerima Al-Qur’an dari Nabi menurut lahjah bahasa
golongannya. Dan masing-masing mereka meriwayatkan Al-Qur’an menurut
lahjah mereka sendiri.
6. 6
Demikian kata setengah ahli ilmu, yang berpendapat, bahwa berlainan
qira’at diterima dari wahyu. Sebagian ahli tahqiq berpendapat, bahwa berlainan
qira’at itu bukan diterima dari wahyu, tetapi hasil sendirinya dari perbedaan lahjah
yang disebut oleh masing-masing golongan Arab.
Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan, berusahalah ulama-ulama
besar menerangkan mana yang hak dan yang batil, mengumpulkan huruf dan
qira’at dan membedakan antara riwayat yang masyhur dan riwayat yang syadz,
antara yang shahih maupun yang tidak.
Maka segala qira’at yang dapat disesuaikan dengan bahasa Arab dan dapat
disesuaikan dengan salah satu mushaf utsmani, serta sah pula sanadnya,
dipandang qira’at yang benar, masuk ke dalam qira’at yang tujuh. Baik
diterimanya dari imam yang tujuh, maupun diterimanya dari imam yang sepulih,
atau dari yang lain.[4]
2.3 Pembagian Qira’at dan Macam-macamnya
Penulis kitab Al-Itqon menyebutkan bahwa qiro’ah itu ada yang
mutawatir, masyhurah, ahad, syadz, maudhu’, dan mudarroj.
Al-Qadhi Jalaluddin Al-Bulqini menyatakan: qiro’ah itu dibagi menjadi
mutawatir, ahad, dan syadz. Adapun yang mutawatir adalah qiro’ah sab’ah yang
masyhur. Sedangkan yang ahad adalah qira’ah tsalasah (qira’ah tiga), di mana
imam tiga ini merupakan pelengkap “imam sepuluh” pada qira’ah para sahabat.
Menurut G. Bergstrasser dan O.Pretzl (Die Geschische des Korantexst,
Leipzig, 1928), ialah yang berasal dari Abu Ubaid (wafat 845) yang memuat nama
segolongan sahabat Rasulullah, kira-kira 40 orang tabi’in dan akhirnya 15 orang
qori’ yang sebenarnya, semua berasal dari 5 buah kota, yaitu Madina, makkah,
Kuffah, Bashrah dan Damaskus. Setelah diselidiki lagi secara seksama, mereka itu
dapat dipusatkan pada tujuh orang qori’.[5]
7. 7
Adapun qira’ah, ada qira’ah sab’ah (tujuh), qira’ah ‘asyr (sepuluh), ada
pula qira’ah ‘arba’a ‘asyarah (empat belas). Namun yang lebih unggul dan lebih
termasyhur adalah qira’ah sab’ah. Qira’ah sab’ah ini disandarkan kepada imam
tujuh yang telah dikenal. Mereka adalah Nafi’, ‘Ashim, Hamzah, Abdulloh bin
Amir, Abdullah bin Katsir, Abu Amr bin Al-‘Alla’, dan Ali Al-kisa’i.[6]
8. 8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Qira’at adalah jmak dari qira’ah, artinya bacaan. Ia adalah masdar dari
qara’a. Dalam istilah keilmuan, qira’at adalah salah satu mdzhab pembacaan Al-
Qur’an yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang
berbeda dengan madzhab lainnya.
Membaca Al-Qur’an berdasar kepada mushaf yang dikirimkan kepada
mereka (kabilah-kabilah Arab). Di samping itu mereka mempelajari qur’an dari
para sahabat yang menerima Al-Qur’an dari Rasul. Kemudia mereka
mengembangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti para sahabat.
Al-Qadhi Jalaluddin Al-Bulqini menyatakan: qiro’ah itu dibagi menjadi
mutawatir, ahad, dan syadz. Adapun yang mutawatir adalah qiro’ah sab’ah yang
masyhur. Sedangkan yang ahad adalah qira’ah tsalasah (qira’ah tiga), di mana
imam tiga ini merupakan pelengkap “imam sepuluh” pada qira’ah para sahabat.
3.2 Saran
Di dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwasanya masih ada
kekurangan dan kesalahan yang tidak disadari oleh penyusun baik dari segi
materi/isi ataupun dari segi penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami selaku
peyusun dengan rendah hati mohon atas saran dan kritik yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini agar bisa bermanfaat khususnya untuk penyusun dan
umumnya kepada para pembaca sehingga bisa berguna untuk khalayak umum.
9. 9
DAFTAR PUSTAKA
H. Nur Faizin, LC.MA. SEPULUH TEMA KONTROFERSIAL ULUMUL
QUR’AN. (Kediri: CV. Azhar Risalah, 2011) hal. 62
Syaikh Manna’ Al-Qaththan. PENGANTAR STUDI ILMU AL-QUR’AN.
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008) hal. 211
Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU AL-
QUR’AN ATAU TAFSIR. (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) hal. 82-85
Emsoe Abdurrahman, Aprianto Ranoedarsono. THE AMAZING STORIS OF
AL-QUR’AN SEJARAH YANG HARUS DIBACA. (Bandung: Salamadani,
2009) hal. 164
Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni. IHTISAR ULUMUL QUR’AN PRAKTIS.
(Jakarta: Pustaka Amani, 2001) hal. 360