SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
MAKALAH
QIRA’AT AL-QURAN
Dosen Pengampu:
Endah Tri Wisudaningsih, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Lisa Umami (21.12.01.01.7130)
Himmatun Nadifah (21.12.01.01.7121)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN
GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO
2023
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayahnya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita,
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran
bagi kita semua.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni
ibu Endah Tri Wisudaningsih, M.Pd.I yang telah membimbing serta
mengajarkan kami, dan mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang
berjudul “QIRA’AT AL-QURAN” dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya
kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga
terselesaikan makalah ini.
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasa syukur
dengan tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
selama penyusunan makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik
secara moril maupun materiil, terutama kepada Dosen Pembina dan teman-teman
sekalian.
Kraksaan, 08 April 2023
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Masalah........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an...................................................................2
B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at.........................................2
C. Sebab-sebab perbedaan Qira’at................................................................6
D. Macam-Macam Qira’at............................................................................8
E. Urgensi Mempelajari Qira’at Dan Pengaruhnya Dalam Istinbath
Penetapan Hukum ....................................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan ............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Arab merupakan komunitas terbesar dengan berbagai suku.
Setiap suku memiliki dialek (lahjah) yang khusus dan berbeda dengan suku-
suku lainnya. Sama halnya dengan Indonesia yang memiliki berbagai suku,
namun untuk memudahkan berkomunikasi Indonesia memiliki bahasa
persatuan, maka bangsa Arabpun demikian. Mereka menjadikan bahasa
Quraisy sebagai bahasa bersama dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi
ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari kenyataan di atas,
sebenarnya kita dapat memahami alasan al-Qur’an diturunkan dengan
menggunakan bahasa Quraisy. Dengan perbedaan-perbedaan lahjah itu maka
terlahirnya bermacammacam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan al-Qur’an.
Lahirnya bermacam-macam qira’ah itu sendiri, tidak dapat dihindarkan lagi.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW sendiri membenarkan pelafalan al-
Qur’an dengan berbagai macam qira’ah. Sabdanya al-Qur’an itu diturunkan
dengan menggunakan tujuh huruf (unzila hadza al-Qur’an ‘ala sab’ah ahruf)
dan hadis-hadis lainnya yang sepadan dengannya. Bahasa yang digunakan
dalam Al-Qur’an adalah Bahasa Quraisy.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Qira’at itu?
2. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan Qira’at?
3. Apa saja sebab perbedaan Qira’at?
4. Apa saja macam-macam Qira’at?
5. Apa saja urgensi mempelajari Qira’at dan pengaruhnya dalam penetapan
hukum?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya Qira’at A l-Qur’an
2. Untuk mengetahui macm-macam Qira’at
3. Untuk tau manfaat mempelajari Qira’at
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an
Menurut bahasa, qira’at (‫قراءات‬) adalah bentuk jamak dari qira’ah
(‫قراءة‬) yang merupakan isim masdar dari qaraa (‫قرأ‬), yang artinya : bacaan.
Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan
oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut
ini akan diberikan dua pengertian qira’at menurut istilah.
1. Menurut A-Zarqani
Menurut al-Zarqani (penulis Manaḥil al-'Irfan fi Ulum al-Qur`an) qira’at
adalah mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan
lainnya dalam pengucapan al-Qur`an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan
jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun
bentuk-bentuk lainnya.
2. Menurut Ibnu Al-Jazairi
(penulis kitab Taḥbir at-Taysir Fi al-Qira’at al-’Asyr), qira’at adalah ilmu
membahas cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur`an dan perbedaan
perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3. Menurut Al-Qastalany
penulis kitab Irsyad al-Syary qira’at adalah suatu ilmu yang mempelajari
hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut
persoalan lughat, hazf, i’rab, isbat, fasl, dan waṣl yang kesemuanya
diperoleh secara periwayatan.
4. Menurut az-Zarkasyi
qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafal-lafal alQur`an, baik
menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut,
seperti takhfīf (meringankan), taṡqīl (memberatkan), dan atau yang lainnya.
B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
1. Latar Belakang Historis
3
Qiraat sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi walaupun pada saat
itu Qiraat bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat
yang dapat mendukung asumsi ini, yaitu:(1
)
a. Suatu ketika Umar bin Al-khathab berbeda pendapat dengan Hisyam bin
Hakim ketika membaca Al-Qur’an. Umar merasa tidak puas terhadap
bacaan Hisyam sewaktu ia membaca Surat Al-Furqon. Menurut Umar,
bacaan Hisyam itu tidak benar dan bertentangan dengan apa yang
diajarkan Nabi kepadanya. Namun, Hisyam menegaskan pula bahwa
bacaannya pun berasal dari Nabi. Seusai shalat, Hisyam diajak
menghadap Nabi untuk melaporkan peristiwa tersebut. Kemudian Nabi
menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi. Setelah
Hisyam melakukannya, Nabi bersabda :
‫ا‬َ
‫م‬ ‫ا‬ْ
‫و‬ُ‫ء‬َ
‫ْر‬
‫ـ‬‫ق‬‫ا‬َ‫ف‬ ٍ
‫ف‬ُ
‫ر‬ْ
‫َح‬‫أ‬ ِ
‫ة‬َ
‫ع‬ْ
‫ـ‬‫ب‬َ
‫س‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ
‫ع‬ َ
‫ل‬ِ
‫ز‬ْ‫ن‬ُ‫أ‬ َ
‫ن‬‫آ‬ْ
‫ر‬ُ
‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َ
‫ذ‬‫ـ‬‫ه‬ َّ
‫ن‬ِ‫إ‬ ْ
‫ت‬َ‫ل‬ِ
‫ز‬ْ‫ن‬ُ‫أ‬ ‫ا‬َ
‫ذ‬َ
‫ك‬‫ـ‬‫ه‬
َ
‫ـ‬‫ت‬
َ
‫ر‬َّ
ََّ‫َي‬
‫ه‬ْ‫ن‬ِ
‫م‬
ُ
“Memang begitulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya Al-Quran
diturunkan atau tujuh huruf, maka bacalah yang mudah darinya.”
b. Di dalam sebuah riwayatnya, Ubay pernah bercerita. “Aku masuk ke
Mesjid untuk mengerjakan shalat, kemudian datanglah seseorang
kemudian ia membaca surat An-Nahl, tetapi bacaannya berbeda dengan
bacaanku. Setelah ia selesai, aku bertanya siapakah yang membacakan
ayat itu kepadamu? ia menjawab,”Rasulullah s.a.w.”, kemudian
datanglah seorang lainnya mengerjakan shalat dengan membaca
permulaan surat An-Nahl, tetapi bacaannya berbeda dengan bacaanku
dan bacaan orang pertama, setelah shalatnya selesai aku bertanya
“siapakah yang nenbacakan ayat itu kepadamu? Ia menjawab
“Rasulullah s.a.w. “. Kedua itu lalu kuajak menghadap Nabi, beliau
meminta salah satu dari dua orang itu membacakan lagi surat itu. Setelah
bacaanya selesai, Nabi bersabda, “Baik” kemudian Nabi meminta pada
1
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Jakarta. Darul Kutub
Al- Islamiyah.
4
yang lain agar melakukan hal yang sama. Dan Nabipun menjawabnya.
“baik”.
Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran Qiraat dimulai pada
masa tabi’in, yaitu pada awal abad II H. tatkala para qari telah tersebar
di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan Qira’at gurunya
dari pada mengikuti Qiraat Imam-imam lainnya.
Qiraat-Qiraat tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke
murid, sehingga sampai kepada para Imam Qiraat, baik yang tujuh,
sepuluh, atau yang empat belas.
2. Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada)
Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad Khalil,
Perbedaan Qiraat itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan
qiraat itu kepada murid-muridnya.
Hal-hal yang mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk-
bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut.
a. Perbedaan dalam i’rab atau harokat, kalimat tanpa perubahan makna dan
bentuk kalimat, misalnya, pada firman Allah sebagai berikut :
َ
‫َّاس‬‫ن‬‫ال‬ َ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ
‫ر‬ُ
‫ْم‬َ
‫َي‬َ
‫و‬ َ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ‫ل‬َ
‫خ‬ْ‫ب‬َ
‫ـ‬‫ي‬ َ
‫ن‬ْ‫ي‬ِ
‫ذ‬َّ‫ل‬َ‫ا‬
ِ
‫ل‬ْ
‫خ‬ُ‫ْب‬‫ل‬ِ
‫ِب‬
: ‫{النَّاء‬ .......
37
Artinya : ” (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain
berbuat kikir ” (Q.S. An.Nisa (4) : 37)
Kata Al-Bakhl yang berarti kikir di sini dapat dibaca Fathah pada huruf
Ba’nya sehingga dibaca bi al-bakhli : dapat pula dibaca dhomah pada
ba’nya sehingga menjadi bi al-bukhli.
b. Perbedaan pada I’rab dan harokat (baris) kalimat sehingga mengubah
maknanya, misalnya pada firman Allah sebagai berikut.
19 : ‫{النَّاء‬َ
‫ن‬ِ
‫ر‬‫ا‬َ
‫ف‬ْ
‫َس‬‫أ‬ َْ
‫ْي‬َ‫ب‬ ْ
‫د‬ِ
‫ع‬َ
‫ِب‬ ‫ا‬َ‫ن‬َّ
‫ـ‬‫ب‬َ
‫ر‬
Artinya : “ Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami “. (Q.S.
Saba (34) : 19).
5
Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah di atas adalah Ba’id
karena statusnya sebagai fi’il amar, boleh juga dibaca Ba’ada yang
berarti keduanya menjadi fi’il madhi sehingga artinya telah jauh.
c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa peraubahan I’rab dan bentuk
tulisannya, sedangkan maknanya berubah, misalnya pada firman Allah
Sebagai berikut.
259 : ‫{البقرة‬ ‫ا‬َ
‫ه‬ُ
‫ز‬ِ
‫ش‬ْ‫ن‬ُ
‫ـ‬‫ن‬ َ
‫ف‬ْ‫َي‬َ
‫ك‬ ِ
‫ام‬َ‫ظ‬ِ
‫ْع‬‫ل‬‫ا‬ َ
‫َل‬ِ‫إ‬ ْ
‫ر‬ُ‫ظ‬ْ‫ن‬‫ا‬َ
‫}و‬
Artinya : “ … dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian
kami menyusunnya kembali”. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 259)
Kata Nunsyizuha (kami menyusun kembali) yang ditulis dengan
menggunakan huruf Zay (‫)ز‬ diganti dengan huruf Ra’ (‫)ر‬ sehingga
berubah bunyi menjadiNunsyiruha yang berarti kami hidupkan kembali.
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan bentuk tulisannya, tetapi
maknanya tidak berubah. Misalnya, pada firman Allah berikut:
5 : ‫{القارعة‬ ِ
‫ش‬ْ
‫و‬ُ
‫ف‬ْ
‫ـ‬‫ن‬َ
‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ ِ
‫ن‬ْ
‫ه‬ِ
‫ْع‬‫ل‬‫ا‬َ
‫ك‬ ُ
‫ال‬َ‫ب‬ِْ
‫ْل‬‫ا‬ ُ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ
‫ك‬َ‫ت‬َ
‫}و‬
Artinya : “ dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan
“. ( Q.S. Al-Qori’ah (10) : 5).
Beberapa Qiraat mengganti kata al-‘Ihn dengan kata ash-Shufi sehingga
kata itu yang mulanya bermakna bulu-bulu berubah menjadi bulu-bulu
domba. Perubahan seperti ini, berdasarkan ijma ulama tidak dibenarkan
karena bertentangan dengan Mushaf Utsmani.
e. Perbedaan pada kalimat menyebabkan perubahan bentuk dan
maknanya, misalnya uangkapan Thal’in mandhud menjadi thalthin
mandhud.
f. Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirinya ; misalnya pada
firman Allah yang berbunyi.(2
)
2
Wahid, Ramli, Abdul, Drs., MA., 1993, Ulumul Quran, Edisi Revisi, PT. Raja Garfindo,
Persada, Jakarta.
6
:‫{ق‬ .ِِّ
‫ق‬َْ
‫ْل‬َ
‫ِب‬ ِ
‫ت‬ْ
‫و‬َ
‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ ُ‫ة‬َ
‫ر‬ْ
‫ك‬َ
‫س‬ ْ
‫ت‬َ‫اء‬َ
‫ج‬َ
‫و‬
19 }
Artinya : “ Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya “.
(Q.S. Qof (50) : 19).
Konon menurut suatu riwayat, Abu bakar pernah membacanya menjadi
“Wa ja’at sakrat al-haqq bi al-maut”,ia menggeser kata al-Maut ke
belakang, dan memasukan kata al-Haqq, setelah mengalami pergeseran,
bila kalimat itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, berarti “dan
datanglah sakarat yang benar-benar dengan kematian”. Qiraat semacam
ini juga tidak dipakai karena menyalahi ketentuan yang berlaku.
g. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf, seperti pada
firman Allah sebagai berikut.
: ‫{البقرة‬ ُ
‫ار‬َْ
‫َْن‬‫أل‬ْ‫ا‬ ‫ا‬َِ
‫ِت‬ ْ
‫ح‬َ‫ت‬ ْ
‫ن‬ِ
‫م‬ ْ
‫ي‬ِ
‫ر‬َْ
‫َت‬ ٍ
‫َّات‬‫ن‬َ
‫ج‬
25
{
Artinya : “ surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya”.
Kata Min pada ayat ini dibuang dan pada ayat serupa yang tanpa Min
justru ditambah.
C. Sebab-sebab perbedaan Qira’at
Rasul menerima Al-Qur’an makna dan lafadznya dalam bentuk wahyu
dari Allah Subhana Wata’ala lewat perantara malaikat Jibril ‘Alaihissalam
kemudian Rasu menyampaikan kepada kaumnya dengan bahasa kaumnya.
‫َي‬ِ‫ب‬َ
‫ر‬َ
‫ع‬ ‫ا‬
‫آَّن‬ْ
‫ر‬ُ
‫ـ‬‫ق‬ ُ‫اه‬َ‫ْن‬‫ل‬َ
‫َنز‬‫أ‬ َّ
‫َّن‬ِ‫إ‬
َ
‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ِ
‫ق‬ْ‫ع‬َ
‫ـ‬‫ت‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬َّ‫ل‬َ
‫ع‬َّ‫ل‬ ‫ا‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Q.S. Yusuf: 2)
Dan juga firman Allah.
ٰ
‫ى‬َ‫ل‬َ
‫ع‬ ُ
‫ْي‬ِ
‫َم‬ْ
‫األ‬ ُ
‫وح‬ُّ
‫الر‬ ِ
‫ه‬ِ‫ب‬ َ
‫ل‬َ
‫ز‬َ
‫ـ‬‫ن‬ َ
‫ْي‬ِ
‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ
‫ْع‬‫ل‬‫ا‬ ِ
ِّ
‫ب‬َ
‫ر‬ ُ
‫يل‬ِ
‫ز‬‫ن‬َ‫ت‬َ‫ل‬ ُ‫ه‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ
‫و‬
َ
‫ـ‬‫ق‬
َ
‫ن‬ِ
‫م‬ َ
‫ن‬‫و‬ُ
‫ك‬َ‫ت‬ِ‫ل‬ َ
َِ‫ب‬ْ‫ل‬
ٍ
‫ْي‬ِ‫ب‬ُّ
‫م‬ ٍ
ِِّ
‫ب‬َ
‫ر‬َ
‫ع‬ ٍ
‫ان‬َ
َِّ‫ل‬ِ‫ب‬ َ
‫ين‬ِ
‫ر‬ِ
‫نذ‬ُ
‫ْم‬‫ل‬‫ا‬
Artinya: “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh
Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke
dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
7
orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.
(Q.S. Asy-Syu’ara: 192-195).
Di dalam Al-Qur’an itu berhimpn ejaan-ejaan Arab. Dan setiap kabilah
mempunyai dialek bahasa sendiri-sendiri. Rasul tidak ingin mempersulit
kaumnya dalam melafadzkan Al-Qur’an, sebagaimana hadits Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam. Sesungguhnya Al Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf,
maka bacalah oleh kalian mana yang mudah“. (H.R. Bukhari). Abu Bakrah
berkata; setiap ujung ayat telah sempurna, selagi ayat adzab tidak dibatasi
dengan rahmat atau ayat rahmat dengan adzab sebagaimana perkataanmu; (H.R.
Ahmad, Hadits Abu Bakrah Nafi’ bin Al Harits). Sehingga dapat kita ambil
kesimpulan bahwa penyebab munculnya qira’ah yang berbeda-beda adalah
untuk mempermudah bacaan Al-Qur’an dengan tetap memperhatikan atau
mempertahankan maknanya.
Setiap qira’ah tentunya mendapat bimbingan dari Rasul, sehingga ilmu
mengenai suatu qira’ah adalah taukifi berdasarkan petunjuk Rasul. “ Jibril telah
membacakan padaku dengan satu dialek, maka aku pun kembali kepadanya
untuk meminta agar ditambahkan, begitu berulang-ulang hingga berakhirlah
dengan Sab’atu Ahruf (Tujuh dialek yang berbeda)”.(H.R. Bukhari).
Ketika suku Hudzal membaca ayat dihadapan Rasulullah; ‫ين‬ ِ‫ح‬ ‫ى‬َ‫ت‬َ‫ع‬ (‘atahiyn)
padahal yang dimaksud adalah; ‫ين‬ ِ‫ح‬ ‫ى‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ (hattahiyn) hal ini diperbolehkan
karena ini adalah bahasa mereka yang dipakai sehari-hari.
Ketika suku Asadi membaca ayat di hadapan Rasulullah; ‫ه‬ْْْْ َ‫ه‬ ‫و‬
ْْْْْْْْْْ‫س‬ِ‫ت‬
(tiswaddu wujuhun) padahal seharusnya; ‫ه‬ َ‫ه‬‫و‬‫س‬َ‫ت‬ (taswaddu wujuwhun).
Ketika membaca ‫م‬ِ‫وه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ dan ‫م‬ِ‫وه‬‫ي‬ِ‫ف‬ dengan mewashalkan-nya menjadi; ‫ه‬‫م‬‫وه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬
dan ‫ه‬‫م‬ِ‫وه‬‫ي‬ِ‫ف‬ beliau memperbolehkannya.
Ketika membaca ‫ى‬ٰ‫وس‬‫ي‬ِ‫ع‬ , ‫ى‬ٰ‫س‬ ‫و‬‫ه‬‫م‬ dan ْْْ‫ـ‬َ ْْْ‫ـْْْـْْْـْْْـْْْـ‬َ‫س‬ dengan imalah dan yang lain
halus, beliau memperkenankannya.
8
Orang Tamimi menyebut ‫ين‬ ِ‫ح‬َ (wahiyn) padahal yang seharusnya ‫ين‬ ِ‫(ح‬hiyn),
dan masih banyak contoh lainnya.(3
)
D. Macam-Macam Qira’at
Menurut al-Suyuthi, qira`at itu ada enam macam yaitu:
1. Qira’at Mutawatir yaitu qira`at yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta, dari
sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga
penghabisannya yakni Nabi SAW. Dan inilah yang umum dalam hal qira`at.
2. Qira’at Masyhur yaitu qira’at yang shahih sanadnya, di mana perawinya
„adil dan dhabid. Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan
salah satu Mushaf Usmâni serta terkenal pula di kalangan para ahli qira’at
sehingga qira’at ini tidak dikatagorikan ke dalam qira’at yang salah atau
syaz namun tidak mencapai derajat mutawatir. Qira’at seperti ini merupakan
qira’at yang dapat digunakan.
3. Qira’at Ahad yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rams
Ustmani dan kaidah bahasa arab atau sesuai dengan rams Ustmani dan
kaidah bahasa Arab, namun tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur.
Qira’at seperti ini tidak dapat dibaca dan tidak wajib untuk diyakini.(4
)
Misalnya qira`at yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ashim al-Jahdarî
dari Abu Bakar bahwa Nabi Saw.membaca surat al-Rahman ayat 76 :
dengan
‫ر‬ ۡ‫ض‬ُ‫خ‬ ٍ‫ف‬ َ‫ر‬ۡ‫ف‬ َ‫ر‬ dan ‫عباقري‬ , dan yang diriwayatkan oleh Ibnu „Abbas bahwa
Nabi Saw. Membaca surat al-Taubah ayat 128: dengan fathah fa’ pada kata
‫م‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬ .
4. Qira’at Syaz yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya. Seperti surat al-
Fatihah ayat 4: yang dibaca dalam bentuk fi’il madhi dan menasabkan َ‫م‬‫و‬َ‫ي‬
3
Ibrahim Al-Abyari, Loc. Cit, h. 100-101
4
Muhammad „Abd. Al-„Adhîm al-Zarqâni, Manâhi,, hal. 301. Lihat juga
Mûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli‟u, hal.97.
9
5. Qira’at Maudhu’ yaitu qira’at yang tidak ada asalnya.Seperti qira’atal-
Khuza’î yang dinisbahkan kepada Imam Abu Hanifah dalam firman Allah
surat Fathir ayat 28: yang dirafa’ kan lafadh ‫هللا‬ dan dinasabkan ‫العلماء‬
6. Qira’at Mudraj yaitu qira`at yang menambahkan kalimat penafsiran dalam
ayat-ayat al-Qur`an. Seperti qira`at Sa’ad bin Abî Waqas yang membaca
frman Allah surat al-Baqarah ayat 198: dengan menaambah lafadh
َ ‫ال‬ ِ‫م‬ ِ
ِِِِِ‫اس‬ َ‫و‬َ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ setelah lafadh ‫ربكم‬ ‫من‬ kalimat َ‫و‬َ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ف‬
َ ‫ال‬ ِ‫م‬ ِ
ِِِِِ‫اس‬ adalah
penafsiran yang ditambahkan ke dalam ayat.(5
)
E. Urgensi Mempelajari Qira’at Dan Pengaruhnya Dalam Istinbath
Penetapan Hukum
1. Urgensi Mempelajari Qira’at
a. Menguatkan ketentuan hukum yang telah disepakati para ulama,
misalnya berdasarkan surat An-Nsia [4] ayat 12, para ulama sepakat
bahwa yang dimaksud dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan
dalam ayat tersebut adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan
seibu saja.
Artinya : “jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta.” (Q.S. An-Nisa [4] : 12)
Dengan demikian, qiraat Sa’ad bin Waqash dapat memperkuat
dan mengukuhkan ketetapan hukum yang telah disepakati.
b. Menarjih hukum yang diperselisihkan para ulama. Misalnya, dalam
surat Al-Maidah [5] ayat 89, disebutkan bahwa qirat sumpah adalah
berupa memerdekakan abid.
Tambahan kata mukminatin berfungsi menarjih pendapat para
ulama antara lain As-Syafi’iy yang mewajibkan memerdekakan budak
mukmin bagi orang yang melanggar sumpah, sebagai salah satu bentuk
alternatif kifaratnya.
5
Ibid., hal.301-302
10
c. Menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda. misalnya, dalam
surat Al-Baqarah [2] ayat 222. Sementara qiraat yang membacanya
dengan َ‫ن‬‫ر‬ِ‫ه‬َّ‫ط‬َ‫ي‬ (sementara dalam mushaf Ustmani tertulis َ‫ن‬‫ر‬ُ‫ه‬‫ط‬َ‫ي‬), dapat
difahami bahwa seoranng suami tidak boleh melakukan hubungan
seksual sebelum istrinya bersuci dan mandi.
d. Menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi
berbeda pula. Misalnya, yang terdapat dalam surat Al-Maidah [5] ayat
6 ada dua bacaan mengenai ayat itu, yaitu membaca ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫ل‬ُ‫ج‬‫ر‬َ‫أ‬. Perbedaan
qiraat ini tentu saja mengkonsekwensikan kesimpulan hukum yang
berbeda.
e. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Quran
yang mungkin sulit dipahami maknanya. Misalnya, di dalam Surat Al-
Qariah [10] ayat 5, Allah berfirman:
ِ
‫ن‬ْ
‫ه‬ِ
‫ْع‬‫ل‬‫ا‬َ
‫ك‬ ُ
‫ال‬َ‫ب‬ِْ
‫ْل‬‫ا‬ ُ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ
‫ك‬َ‫ت‬َ
‫و‬
ِ
‫ش‬ْ
‫و‬ُ
‫ف‬ْ
‫ـ‬‫ن‬َ
‫ْم‬‫ل‬‫ا‬
Dalam sebuah qiraat yang syadz dibaca:
ِ
‫ش‬ْ
‫و‬ُ
‫ف‬ْ
‫ـ‬‫ن‬َ
‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ ِ
‫ف‬ْ
‫و‬ُّ
‫الص‬َ
‫ك‬ ُ
‫ال‬َ‫ب‬ِْ
‫ْل‬‫ا‬ ُ
‫ن‬ْ
‫و‬ُ
‫ك‬َ‫ت‬َ
‫و‬
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kata
ِ‫ن‬‫ه‬ِ‫ع‬‫ال‬ adalah ِ‫وف‬ُّ‫ص‬‫ال‬ .
2. Pengaruh qiraat terhadap istinbat hukum(6
)
Dalam hal istimbat hukum, qiraat dapat membantu menetapkan
hukum secara lebih jeli dan cermat. Perbedaan qiraat al-Qur'an yang
berkaitan dengan substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi
makna dari lafaz tersebut adakalanya tidak. Dengan demikian, maka
perbedaan qiraat al-Qur'an adakalanya berpengaruh terhadap istimbat
hukum dan adakalanya tidak.
a. Perbedaan qira’at yang berpengaruh terhadap istinbat Hukum
Qira’at shahihah (Mutawatir dan Masyhur) bisa dijadikan sebagai tafsir
dan penjelas serta dasar penetapan hukum, misalnya qira’at membantu
penafsiran qira’at (‫و‬‫م‬‫ت‬‫و‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬) dalam menetapkan hal-hal yang
membatalkan wudu seperti dalam Q.S Al-Nisa’ 4: 43 :
6
Syadzali, Ahmad, H., Drs., 2004, Ulumul Quran I, Pustaka Setia, Bandung.
11
ْ
‫م‬ُ‫ت‬ْ
‫س‬َ
‫م‬ َ
‫َل‬ ْ
‫َو‬‫أ‬ ِ
‫ط‬ِ‫ائ‬َ‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ْ
‫ن‬ِ
‫م‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬ْ‫ن‬ِ
‫م‬ ٌ
‫د‬َ
‫َح‬‫أ‬ َ‫اء‬َ
‫ج‬ ْ
‫َو‬‫أ‬ ٍ
‫ر‬َ
‫ف‬َ
‫س‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ
‫ع‬ ْ
‫َو‬‫أ‬ ‫ى‬َ
‫ض‬ْ
‫ر‬َ
‫م‬ ْ
‫م‬ُ‫نت‬ُ
‫ك‬ ْ
‫ن‬ِ‫إ‬َ
‫و‬
‫اء‬َ
‫م‬ ‫ا‬‫و‬ُ
‫د‬َِ
‫َت‬ ْ
‫م‬َ‫ل‬َ‫ف‬ َ‫اء‬َ
‫س‬ِِّ‫الن‬
ُ
‫ج‬ُ
‫و‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫و‬ُ
‫ح‬َ
‫س‬ْ
‫ام‬َ‫ف‬ ‫ا‬‫ب‬ِِّ‫ي‬َ‫ط‬ ‫ا‬‫يد‬ِ‫ع‬َ
‫ص‬ ‫ا‬‫و‬ُ
‫م‬َّ
‫م‬َ‫ي‬َ‫ت‬َ‫ف‬
َّ
‫ن‬ِ‫إ‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬‫ي‬ِ
‫د‬ْ‫َي‬‫أ‬َ
‫و‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬ِ
‫وه‬
‫ا‬‫ور‬ُ
‫ف‬َ
‫غ‬ ‫ا‬ًّ
‫و‬ُ
‫ف‬َ
‫ع‬ َ
‫ن‬‫ا‬َ
‫ك‬ََّ
‫اَّلل‬
Artinya: “ Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun".
Ada perbedaan cara membaca pada lafaz (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬). Ibn
Katsir, Nafi', 'Ashim, Abu 'Amer dan Ibn 'Amir, membaca ( ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬
َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬), sedangkan Ham-zah dan al-Kisa'i, membaca (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬).
Para ulama berbeda pendapat tentang makna dari qira’at (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬),
ada tiga versi pendapat ulama mengenai makna (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ا‬ ََ), yaitu:
bersetubuh, bersentuh, dan bersentuh serta bersetubuh.
Para ulama juga berbeda pendapat tentang maksud dari (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ا‬ ََ).
Ibn Abbas, al-Hasan, Mujahid, Qatadah dan Abu Hanifah berpendapat
bahwa maksudya adalah: bersetubuh. Sementara itu, Ibn Mas'ud, Ibn
Abbas al-Nakha'i dan Imam Syafi'i berpendapat, bahwa yang dimaksud
adalah: bersentuh kulit baik dalam bentuk persetubuhan atau dalam
bentuk lainnya.
Ada sebuah pendapat yang menyatakan, bahwa yang
dimaksud dengan (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬) adalah sekedar menyentuh perempuan.
Sedangkan maksud dari (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ا‬) adalah berjima’ dengan perempuan.
Sementara ada hadis shahih yang menceritakan bahwa Nabi SAW
pernah mencium istrinya sebelum berangkat sholat tanpa berwudhu
lagi. Jadi yang dimaksud dengan kata (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ
‫َل‬) di sini adalah
berjima’, bukan sekedar menyentuh perempuan. Dari contoh di atas
dapat diambil kesimpulan, bahwa yang membatalkan wudhu adalah
berjima’, bukan sekedar bersentuhan dengan perempuan.
12
Pendapat lain menyatakan bahwa pendapat yang kuat adalah
yang berarti bersentuhan kulit. Pendapat ini dikuatkan oleh al-Razi yang
menyatakan bahwa kata al-lums (‫اللمس‬) dalam qira’at (‫لمستم‬), makna
hakikinya adalah menyentuh dengan tangan. Ia menegaskan bahwa
bahwa pada dasarnya suatu lafaz harus diartikan dengan pengertian
hakikinya. Sementara itu, kata al-mulamasat (‫المالمسات‬) dalam qira’at
(‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ل‬), makna hakikinya adalah saling menyentuh, dan bukan berarti
bersetubuh.
b. Perbedaan Qiraat yang Tidak Berpengaruh terhadap Istinbat Hukum
Berikut ini adalah contoh dari adanya perbedaan qira’at tetapi
tidak berpengaruh terhadap istimbath hukum, yaitu pada Q.S. al-Ahzab
(33): 49.
ِ
‫ات‬َ‫ن‬ِ
‫م‬ْ
‫ؤ‬ُ
‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ ْ
‫م‬ُ‫ت‬ْ
‫ح‬َ
‫ك‬َ‫ن‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬َ
‫آم‬ َ
‫ين‬ِ
‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َ
‫ه‬ُّ‫َي‬‫أ‬َ
‫َي‬
ُ
‫وه‬ُ
‫م‬ُ‫ت‬ْ
‫ق‬َّ‫ل‬َ‫ط‬ َُّ
‫ُث‬
َّ
‫ن‬ُ
‫وه‬ُّ
‫س‬ََ
‫َت‬ ْ
‫ن‬َ‫أ‬ ِ
‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ق‬ ْ
‫ن‬ِ
‫م‬ َّ
‫ن‬
َِ
‫ج‬ ‫ا‬‫اح‬َ
‫ر‬َ
‫س‬ َّ
‫ن‬ُ
‫وه‬ُ
‫ح‬ِّ
ِ
‫ر‬َ
‫س‬َ
‫و‬ َّ
‫ن‬ُ
‫وه‬ُ‫ع‬ِِّ‫ت‬َ
‫م‬َ‫ف‬ ‫ا‬ََ
‫ُّوَن‬
‫د‬َ‫ت‬ْ‫ع‬َ‫ت‬ ٍ‫َّة‬
‫د‬ِ
‫ع‬ ْ
‫ن‬ِ
‫م‬ َّ
‫ن‬ِ
‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ
‫ع‬ ْ
‫م‬ُ
‫ك‬َ‫ل‬ ‫ا‬َ
‫م‬َ‫ف‬
‫يل‬
Arinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan
mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib
atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.
Maka berilah mereka mut'ah, dan lepaskanlah mereka itu dengan
cara sebaik-baiknya."
Ayat di atas menjelaskan, bahwa seorang istri yanng diceraiakn
oleh suaminya dalam keadaan belum disetubuhi, maka tidak ada masa
iddah baginya. Masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang wanita
yang diceraikan suaminya, sebelum wanita tersebut dibolehkan kawin
lagi dengan laki-laki lain.
Berkenaan dengan ayat di atas, Hamzah dan al-Kisa'I,
membacanya dengan (َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُّ‫س‬‫َمآ‬‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬‫ن‬ِ‫م‬), sementara Ibn Kasir, Abu
'Amer, Ibn 'Ashim, dan Nafi' membaca: (َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُّ‫س‬َ‫م‬َ‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ ‫ن‬ِ‫م‬). Perbedaan
bacaan tersebut tidak menimbulkan perbedaan maksud atau ketentuan
hukum yang terkandung di dalamnya.
13
c. Pemakaian Qira’at Syaz dalam Istinbat Hukum(7
)
Tidak hanya qira’at mutawatir dan masyhur yang dapat
dipergunakan untuk menggali hukum-hukum syar’iyah, bahkan qira’at
Syaz juga boleh dipakai untuk membantu menetapkan hukum syar’iyah.
Hal itu dengan pertimbangan bahwa qira’at Syaz itu sama
kedudukannya dengan hadis Ahad (setingkat di bawah Mutawatir), dan
mengamalkan hadis Ahad adalah boleh. Ini merupakan pendapat
Jumhur ulama.
Ulama mazhab Syafi’i tidak menerima dan tidak menjadikan
Qiraat Syaz sebagai dasar penetapan hukum dengan alasan bahwa
Qiraat Syaz tidak termasuk al-Qur’an. Pendapat ini dibantah oleh
Jumhur Ulama yang mengatakan bahwa dengan menolak Qira’at Syaz
sebagai al-Qur’an tidak berarti sekaligus menolak Qiraat Syaz sebagai
Khabar (Hadis). Jadi, paling tidak Qiraat Syaz tersebut merupakan
Hadis Ahad.
Contoh penggunaan Qira’at Syaz sebagai dasar hukum adalah sebagai
berikut :
 Memotong tangan kanan pencuri, berdasarkan kepada qiraat Ibn
Mas’ud dalam surat al-Maidah ayat 38, yang berbunyi :
‫ا‬َ
‫م‬ُ
‫ه‬َ‫اني‬ْ
‫َْي‬‫أ‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ع‬َ‫ط‬ْ‫ق‬‫ا‬َ‫ف‬ ُ‫ة‬َ‫ق‬ِ
‫ر‬‫ا‬َّ
‫الس‬َ
‫و‬ ُ
‫ق‬ِ
‫ر‬‫ا‬َّ
‫الس‬َ
‫و‬
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan kanan keduanya…..”
Dalam Qiraat yang shahihah ayat tersebut berbunyi :
‫ا‬َ
‫م‬ُ
‫ه‬َ‫ي‬ِ
‫د‬ْ‫َي‬‫أ‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ع‬َ‫ط‬ْ‫ق‬‫ا‬َ‫ف‬ ُ‫ة‬َ‫ق‬ِ
‫ر‬‫ا‬َّ
‫الس‬َ
‫و‬ ُ
‫ق‬ِ
‫ر‬‫ا‬َّ
‫الس‬َ
‫و‬
 Mazhab Hanafi mewajibkan puasa tiga hari berturut-turut sebagai
kafarah sumpah, juga berdasarkan kepada qiraat Ibn Mas’ud dalam
surat al-Maidah ayat 89, yang berbunyi:
َِ
‫ي‬ َْ
‫َل‬ ْ
‫ن‬َ
‫م‬َ‫ف‬
‫متتلبعات‬ ٍَّ
‫ََي‬‫أ‬ ِ
‫ة‬َ‫ل‬ َ
‫ل‬َ‫ل‬ ُ‫ا‬َ‫ي‬ِ
‫ي‬َ‫ف‬ ْ
‫د‬
7
Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir. Dar
el-Islam
14
Artinya: “………..Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian,
maka kafaratnya puasa selama tiga hari berturut-turut ….”
Dalam qira’at yang shahihah ayat tersebut berbunyi :
َ‫أ‬ ِ
‫ة‬َ‫ل‬ َ
‫ل‬َ‫ل‬ ُ‫ا‬َ‫ي‬ِ
‫ي‬َ‫ف‬ ْ
‫د‬َِ
‫ي‬ َْ
‫َل‬ ْ
‫ن‬َ
‫م‬َ‫ف‬
ٍَّ
‫َي‬
Sya’ban Muhammad Ismail, mengutip pernyataan Abu ‘Ubaid,
menyatakan bahwa tujuan sebenarnya dari Qiraat Syaz adalah
merupakan Tafsir dari qiraat shahih (masyhur) dan penjelasan
mengenai dirinya. Huruf-huruf tersebut harakatnya (lafaz Qira’at
Syaz tersebut) menjadi tafsir bagi ayat al-Qur’an pada tempat
tersebut. Hal yang demikian ini, yaitu tafsir mengenai ayat-ayat
tersebut, pernah dikemukakan oleh para Tabi’in, dan ini merupakan
hal yang sangat baik.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qira’at adalah ilmu yang mempelajari tentang pengucapan kalimat-
kalimat di dalam al-Qur’an dengan cara menyandarkan kepada penutur asal dan
aslinya. Timbulnya berbagai perbedaan di karenakan lahjah atau dialek dari
berbagai suku itu berbeda-beda, tetapi Qira’ah diturunkan dengan tujuh huruf.
Jika ditinjau dari segi riwayatnya seperti dalam hadith, qira’at mempunyai enam
macam, seperti Mutawattir, Masyhur, Shahih, Syadz, Maudu’ dan Mudraj. Al-
Qur’an dalam wujud mushaf yang dikenal dan dimiliki kaum muslim sekarang,
bukanlah merupakan satu-satunya versi, karena itu terdapat pula versi qira’ah
lainnya yang berbeda dengan versi qira’ah sebagaiman yang terbaca dalam
mushaf al-Qur’an yang kita miliki.
Qira’at memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu
hukum akibat perbedan kata, huruf dan cara baca.dengan adanya qira’atul
Qur’an ini maka dapat memudahkan umat islma untuk membanyanya sesuai
dengan yang ia pehami. Karena Rosulullah Saw, memperbolahkan pembacaan
al-qur’an yang tidak sesuai dengan pertama kali Al-qur’an itu diturunkan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir. Dar
el-Islam
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Jakarta. Darul
Kutub Al- Islamiyah.
Ibid., hal.301-302
Ibrahim Al-Abyari, Loc. Cit, h. 100-101
Muhammad „Abd. Al-„Adhîm al-Zarqâni, Manâhi,, hal. 301. Lihat jugaMûsâ Syâhain
Lâhain, Al Âli‟u, hal.97.
Syadzali, Ahmad, H., Drs., 2004, Ulumul Quran I, Pustaka Setia, Bandung.
Wahid, Ramli, Abdul, Drs., MA., 1993, Ulumul Quran, Edisi Revisi, PT. Raja
Garfindo, Persada, Jakarta.

More Related Content

Similar to Qira’at Al-Quran.pdf

makalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUF
makalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUFmakalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUF
makalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUFKhusnul Kotimah
 
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptxmengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptxBadiSuprio
 
makalah ulumul qur'an 2
makalah ulumul qur'an 2makalah ulumul qur'an 2
makalah ulumul qur'an 2iffadewi
 
Ilmu qiraat didalam al quran
Ilmu qiraat didalam al quranIlmu qiraat didalam al quran
Ilmu qiraat didalam al quranadekdewa
 
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anRuang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anjuniska efendi
 
1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf
1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf
1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdfAinunSyarifah2
 
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.docx
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.docxSejarah Turunnya Al-Qur’an.docx
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.docxZukét Printing
 
Aab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.com
Aab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.comAab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.com
Aab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.comMas Qunawi
 
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.pdf
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.pdfSejarah Turunnya Al-Qur’an.pdf
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.pdfZukét Printing
 
Ulumul Qur'an-09_S2PAI.docx
Ulumul Qur'an-09_S2PAI.docxUlumul Qur'an-09_S2PAI.docx
Ulumul Qur'an-09_S2PAI.docxNurFaizah274687
 
Sejarah Penulisan Al-Qur'an.docx
Sejarah Penulisan Al-Qur'an.docxSejarah Penulisan Al-Qur'an.docx
Sejarah Penulisan Al-Qur'an.docxZukét Printing
 
Makalah ulumul hadits
Makalah ulumul hadits Makalah ulumul hadits
Makalah ulumul hadits Liseu Taqillah
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docxStudi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docxZukét Printing
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdfStudi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdfZukét Printing
 

Similar to Qira’at Al-Quran.pdf (20)

makalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUF
makalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUFmakalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUF
makalah TURUNNYA AL-QUR'AN DENGAN 7 HURUF
 
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptxmengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
mengenal, menguasai sejarah ilmu Qira’at dan perkembangannya.pptx
 
Ulumul Quran
Ulumul QuranUlumul Quran
Ulumul Quran
 
makalah ulumul qur'an 2
makalah ulumul qur'an 2makalah ulumul qur'an 2
makalah ulumul qur'an 2
 
Qiraat Sab'ah
Qiraat Sab'ahQiraat Sab'ah
Qiraat Sab'ah
 
Ilmu qiraat didalam al quran
Ilmu qiraat didalam al quranIlmu qiraat didalam al quran
Ilmu qiraat didalam al quran
 
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anRuang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
 
1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf
1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf
1280-Article Text-2613-1-10-20160901.pdf
 
Ulum al quran
Ulum  al quranUlum  al quran
Ulum al quran
 
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.docx
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.docxSejarah Turunnya Al-Qur’an.docx
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.docx
 
Aab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.com
Aab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.comAab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.com
Aab ,,,,,www makalah hari pertama mbulet koyo ntoootttt.com
 
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.pdf
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.pdfSejarah Turunnya Al-Qur’an.pdf
Sejarah Turunnya Al-Qur’an.pdf
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
Ulumul Qur'an-09_S2PAI.docx
Ulumul Qur'an-09_S2PAI.docxUlumul Qur'an-09_S2PAI.docx
Ulumul Qur'an-09_S2PAI.docx
 
Sejarah Penulisan Al-Qur'an.docx
Sejarah Penulisan Al-Qur'an.docxSejarah Penulisan Al-Qur'an.docx
Sejarah Penulisan Al-Qur'an.docx
 
Makalah ulumul hadits
Makalah ulumul hadits Makalah ulumul hadits
Makalah ulumul hadits
 
Ulumul quran 1
Ulumul quran 1Ulumul quran 1
Ulumul quran 1
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docxStudi Pendidikan Al-Qur'an.docx
Studi Pendidikan Al-Qur'an.docx
 
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdfStudi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
Studi Pendidikan Al-Qur'an.pdf
 
CBR PAI_KEL 3 (1).docx
CBR PAI_KEL 3 (1).docxCBR PAI_KEL 3 (1).docx
CBR PAI_KEL 3 (1).docx
 

More from Zukét Printing

ASURANSI SYARIAH. ppt.pptx
ASURANSI SYARIAH. ppt.pptxASURANSI SYARIAH. ppt.pptx
ASURANSI SYARIAH. ppt.pptxZukét Printing
 
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdf
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdfPengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdf
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdfZukét Printing
 
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docx
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docxPengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docx
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docxZukét Printing
 
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdf
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdfMenyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdf
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdfZukét Printing
 
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.docx
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.docxMenyusun Penilaian Media Pembelajaran.docx
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.docxZukét Printing
 
Manajemen Perpustakaan Sekolah.pdf
Manajemen Perpustakaan Sekolah.pdfManajemen Perpustakaan Sekolah.pdf
Manajemen Perpustakaan Sekolah.pdfZukét Printing
 
Manajemen Perpustakaan Sekolah.docx
Manajemen Perpustakaan Sekolah.docxManajemen Perpustakaan Sekolah.docx
Manajemen Perpustakaan Sekolah.docxZukét Printing
 
Hukum Korporasi Dana Pensiun.pdf
Hukum Korporasi Dana Pensiun.pdfHukum Korporasi Dana Pensiun.pdf
Hukum Korporasi Dana Pensiun.pdfZukét Printing
 
Hukum Korporasi Dana Pensiun.docx
Hukum Korporasi Dana Pensiun.docxHukum Korporasi Dana Pensiun.docx
Hukum Korporasi Dana Pensiun.docxZukét Printing
 
Gejala-Gejala Campuran.pdf
Gejala-Gejala Campuran.pdfGejala-Gejala Campuran.pdf
Gejala-Gejala Campuran.pdfZukét Printing
 
Gejala-Gejala Campuran.docx
Gejala-Gejala Campuran.docxGejala-Gejala Campuran.docx
Gejala-Gejala Campuran.docxZukét Printing
 
Kaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdf
Kaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdfKaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdf
Kaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdfZukét Printing
 

More from Zukét Printing (20)

ASURANSI SYARIAH. ppt.pptx
ASURANSI SYARIAH. ppt.pptxASURANSI SYARIAH. ppt.pptx
ASURANSI SYARIAH. ppt.pptx
 
Fiqih Janaiz.pdf
Fiqih Janaiz.pdfFiqih Janaiz.pdf
Fiqih Janaiz.pdf
 
Fiqih Janaiz.doc
Fiqih Janaiz.docFiqih Janaiz.doc
Fiqih Janaiz.doc
 
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdf
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdfPengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdf
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.pdf
 
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docx
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docxPengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docx
Pengertian Huruf Muqathaah, Macam-Macam Huruf Muqathaah.docx
 
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdf
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdfMenyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdf
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.pdf
 
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.docx
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.docxMenyusun Penilaian Media Pembelajaran.docx
Menyusun Penilaian Media Pembelajaran.docx
 
Manajemen Perpustakaan Sekolah.pdf
Manajemen Perpustakaan Sekolah.pdfManajemen Perpustakaan Sekolah.pdf
Manajemen Perpustakaan Sekolah.pdf
 
Manajemen Perpustakaan Sekolah.docx
Manajemen Perpustakaan Sekolah.docxManajemen Perpustakaan Sekolah.docx
Manajemen Perpustakaan Sekolah.docx
 
Fiqih Muamalah.pdf
Fiqih Muamalah.pdfFiqih Muamalah.pdf
Fiqih Muamalah.pdf
 
Fiqih Muamalah.docx
Fiqih Muamalah.docxFiqih Muamalah.docx
Fiqih Muamalah.docx
 
Fiqih Janaiz.pdf
Fiqih Janaiz.pdfFiqih Janaiz.pdf
Fiqih Janaiz.pdf
 
Fiqih Janaiz.doc
Fiqih Janaiz.docFiqih Janaiz.doc
Fiqih Janaiz.doc
 
Hukum Korporasi Dana Pensiun.pdf
Hukum Korporasi Dana Pensiun.pdfHukum Korporasi Dana Pensiun.pdf
Hukum Korporasi Dana Pensiun.pdf
 
Hukum Korporasi Dana Pensiun.docx
Hukum Korporasi Dana Pensiun.docxHukum Korporasi Dana Pensiun.docx
Hukum Korporasi Dana Pensiun.docx
 
Integral.docx
Integral.docxIntegral.docx
Integral.docx
 
Integral.pdf
Integral.pdfIntegral.pdf
Integral.pdf
 
Gejala-Gejala Campuran.pdf
Gejala-Gejala Campuran.pdfGejala-Gejala Campuran.pdf
Gejala-Gejala Campuran.pdf
 
Gejala-Gejala Campuran.docx
Gejala-Gejala Campuran.docxGejala-Gejala Campuran.docx
Gejala-Gejala Campuran.docx
 
Kaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdf
Kaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdfKaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdf
Kaidah - Kaidah Bahasa dalam Ushul Fiqih.pdf
 

Recently uploaded

Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdfMutiaraArafah2
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxWitaadw
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIACochipsPJW
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfindigobig
 

Recently uploaded (6)

Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
 

Qira’at Al-Quran.pdf

  • 1. MAKALAH QIRA’AT AL-QURAN Dosen Pengampu: Endah Tri Wisudaningsih, M.Pd.I Disusun Oleh: Lisa Umami (21.12.01.01.7130) Himmatun Nadifah (21.12.01.01.7121) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO 2023
  • 2. i KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayahnya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran bagi kita semua. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni ibu Endah Tri Wisudaningsih, M.Pd.I yang telah membimbing serta mengajarkan kami, dan mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang berjudul “QIRA’AT AL-QURAN” dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga terselesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasa syukur dengan tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi selama penyusunan makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik secara moril maupun materiil, terutama kepada Dosen Pembina dan teman-teman sekalian. Kraksaan, 08 April 2023 Penyusun
  • 3. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................ i DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Rumusan Masalah....................................................................................1 C. Tujuan Masalah........................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2 A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an...................................................................2 B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at.........................................2 C. Sebab-sebab perbedaan Qira’at................................................................6 D. Macam-Macam Qira’at............................................................................8 E. Urgensi Mempelajari Qira’at Dan Pengaruhnya Dalam Istinbath Penetapan Hukum ....................................................................................9 BAB III PENUTUP..............................................................................................15 A. Kesimpulan ............................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
  • 4. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Arab merupakan komunitas terbesar dengan berbagai suku. Setiap suku memiliki dialek (lahjah) yang khusus dan berbeda dengan suku- suku lainnya. Sama halnya dengan Indonesia yang memiliki berbagai suku, namun untuk memudahkan berkomunikasi Indonesia memiliki bahasa persatuan, maka bangsa Arabpun demikian. Mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari kenyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami alasan al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Quraisy. Dengan perbedaan-perbedaan lahjah itu maka terlahirnya bermacammacam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan al-Qur’an. Lahirnya bermacam-macam qira’ah itu sendiri, tidak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, Rasulullah SAW sendiri membenarkan pelafalan al- Qur’an dengan berbagai macam qira’ah. Sabdanya al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf (unzila hadza al-Qur’an ‘ala sab’ah ahruf) dan hadis-hadis lainnya yang sepadan dengannya. Bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah Bahasa Quraisy. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari Qira’at itu? 2. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan Qira’at? 3. Apa saja sebab perbedaan Qira’at? 4. Apa saja macam-macam Qira’at? 5. Apa saja urgensi mempelajari Qira’at dan pengaruhnya dalam penetapan hukum? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya Qira’at A l-Qur’an 2. Untuk mengetahui macm-macam Qira’at 3. Untuk tau manfaat mempelajari Qira’at
  • 5. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an Menurut bahasa, qira’at (‫قراءات‬) adalah bentuk jamak dari qira’ah (‫قراءة‬) yang merupakan isim masdar dari qaraa (‫قرأ‬), yang artinya : bacaan. Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan dua pengertian qira’at menurut istilah. 1. Menurut A-Zarqani Menurut al-Zarqani (penulis Manaḥil al-'Irfan fi Ulum al-Qur`an) qira’at adalah mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-Qur`an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya. 2. Menurut Ibnu Al-Jazairi (penulis kitab Taḥbir at-Taysir Fi al-Qira’at al-’Asyr), qira’at adalah ilmu membahas cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur`an dan perbedaan perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya. 3. Menurut Al-Qastalany penulis kitab Irsyad al-Syary qira’at adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat, hazf, i’rab, isbat, fasl, dan waṣl yang kesemuanya diperoleh secara periwayatan. 4. Menurut az-Zarkasyi qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafal-lafal alQur`an, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfīf (meringankan), taṡqīl (memberatkan), dan atau yang lainnya. B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at 1. Latar Belakang Historis
  • 6. 3 Qiraat sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi walaupun pada saat itu Qiraat bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi ini, yaitu:(1 ) a. Suatu ketika Umar bin Al-khathab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca Al-Qur’an. Umar merasa tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu ia membaca Surat Al-Furqon. Menurut Umar, bacaan Hisyam itu tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi kepadanya. Namun, Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannya pun berasal dari Nabi. Seusai shalat, Hisyam diajak menghadap Nabi untuk melaporkan peristiwa tersebut. Kemudian Nabi menyuruh Hisyam mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi. Setelah Hisyam melakukannya, Nabi bersabda : ‫ا‬َ ‫م‬ ‫ا‬ْ ‫و‬ُ‫ء‬َ ‫ْر‬ ‫ـ‬‫ق‬‫ا‬َ‫ف‬ ٍ ‫ف‬ُ ‫ر‬ْ ‫َح‬‫أ‬ ِ ‫ة‬َ ‫ع‬ْ ‫ـ‬‫ب‬َ ‫س‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ ‫ع‬ َ ‫ل‬ِ ‫ز‬ْ‫ن‬ُ‫أ‬ َ ‫ن‬‫آ‬ْ ‫ر‬ُ ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫ـ‬‫ه‬ َّ ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ ‫ت‬َ‫ل‬ِ ‫ز‬ْ‫ن‬ُ‫أ‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬َ ‫ك‬‫ـ‬‫ه‬ َ ‫ـ‬‫ت‬ َ ‫ر‬َّ ََّ‫َي‬ ‫ه‬ْ‫ن‬ِ ‫م‬ ُ “Memang begitulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya Al-Quran diturunkan atau tujuh huruf, maka bacalah yang mudah darinya.” b. Di dalam sebuah riwayatnya, Ubay pernah bercerita. “Aku masuk ke Mesjid untuk mengerjakan shalat, kemudian datanglah seseorang kemudian ia membaca surat An-Nahl, tetapi bacaannya berbeda dengan bacaanku. Setelah ia selesai, aku bertanya siapakah yang membacakan ayat itu kepadamu? ia menjawab,”Rasulullah s.a.w.”, kemudian datanglah seorang lainnya mengerjakan shalat dengan membaca permulaan surat An-Nahl, tetapi bacaannya berbeda dengan bacaanku dan bacaan orang pertama, setelah shalatnya selesai aku bertanya “siapakah yang nenbacakan ayat itu kepadamu? Ia menjawab “Rasulullah s.a.w. “. Kedua itu lalu kuajak menghadap Nabi, beliau meminta salah satu dari dua orang itu membacakan lagi surat itu. Setelah bacaanya selesai, Nabi bersabda, “Baik” kemudian Nabi meminta pada 1 Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Jakarta. Darul Kutub Al- Islamiyah.
  • 7. 4 yang lain agar melakukan hal yang sama. Dan Nabipun menjawabnya. “baik”. Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran Qiraat dimulai pada masa tabi’in, yaitu pada awal abad II H. tatkala para qari telah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan Qira’at gurunya dari pada mengikuti Qiraat Imam-imam lainnya. Qiraat-Qiraat tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke murid, sehingga sampai kepada para Imam Qiraat, baik yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas. 2. Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada) Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad Khalil, Perbedaan Qiraat itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan qiraat itu kepada murid-muridnya. Hal-hal yang mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk- bentuk perbedaan cara melafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut. a. Perbedaan dalam i’rab atau harokat, kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat, misalnya, pada firman Allah sebagai berikut : َ ‫َّاس‬‫ن‬‫ال‬ َ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ ‫ر‬ُ ‫ْم‬َ ‫َي‬َ ‫و‬ َ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ‫ل‬َ ‫خ‬ْ‫ب‬َ ‫ـ‬‫ي‬ َ ‫ن‬ْ‫ي‬ِ ‫ذ‬َّ‫ل‬َ‫ا‬ ِ ‫ل‬ْ ‫خ‬ُ‫ْب‬‫ل‬ِ ‫ِب‬ : ‫{النَّاء‬ ....... 37 Artinya : ” (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir ” (Q.S. An.Nisa (4) : 37) Kata Al-Bakhl yang berarti kikir di sini dapat dibaca Fathah pada huruf Ba’nya sehingga dibaca bi al-bakhli : dapat pula dibaca dhomah pada ba’nya sehingga menjadi bi al-bukhli. b. Perbedaan pada I’rab dan harokat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya, misalnya pada firman Allah sebagai berikut. 19 : ‫{النَّاء‬َ ‫ن‬ِ ‫ر‬‫ا‬َ ‫ف‬ْ ‫َس‬‫أ‬ َْ ‫ْي‬َ‫ب‬ ْ ‫د‬ِ ‫ع‬َ ‫ِب‬ ‫ا‬َ‫ن‬َّ ‫ـ‬‫ب‬َ ‫ر‬ Artinya : “ Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami “. (Q.S. Saba (34) : 19).
  • 8. 5 Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah di atas adalah Ba’id karena statusnya sebagai fi’il amar, boleh juga dibaca Ba’ada yang berarti keduanya menjadi fi’il madhi sehingga artinya telah jauh. c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa peraubahan I’rab dan bentuk tulisannya, sedangkan maknanya berubah, misalnya pada firman Allah Sebagai berikut. 259 : ‫{البقرة‬ ‫ا‬َ ‫ه‬ُ ‫ز‬ِ ‫ش‬ْ‫ن‬ُ ‫ـ‬‫ن‬ َ ‫ف‬ْ‫َي‬َ ‫ك‬ ِ ‫ام‬َ‫ظ‬ِ ‫ْع‬‫ل‬‫ا‬ َ ‫َل‬ِ‫إ‬ ْ ‫ر‬ُ‫ظ‬ْ‫ن‬‫ا‬َ ‫}و‬ Artinya : “ … dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami menyusunnya kembali”. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 259) Kata Nunsyizuha (kami menyusun kembali) yang ditulis dengan menggunakan huruf Zay (‫)ز‬ diganti dengan huruf Ra’ (‫)ر‬ sehingga berubah bunyi menjadiNunsyiruha yang berarti kami hidupkan kembali. d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah. Misalnya, pada firman Allah berikut: 5 : ‫{القارعة‬ ِ ‫ش‬ْ ‫و‬ُ ‫ف‬ْ ‫ـ‬‫ن‬َ ‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ ِ ‫ن‬ْ ‫ه‬ِ ‫ْع‬‫ل‬‫ا‬َ ‫ك‬ ُ ‫ال‬َ‫ب‬ِْ ‫ْل‬‫ا‬ ُ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ ‫ك‬َ‫ت‬َ ‫}و‬ Artinya : “ dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan “. ( Q.S. Al-Qori’ah (10) : 5). Beberapa Qiraat mengganti kata al-‘Ihn dengan kata ash-Shufi sehingga kata itu yang mulanya bermakna bulu-bulu berubah menjadi bulu-bulu domba. Perubahan seperti ini, berdasarkan ijma ulama tidak dibenarkan karena bertentangan dengan Mushaf Utsmani. e. Perbedaan pada kalimat menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya, misalnya uangkapan Thal’in mandhud menjadi thalthin mandhud. f. Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirinya ; misalnya pada firman Allah yang berbunyi.(2 ) 2 Wahid, Ramli, Abdul, Drs., MA., 1993, Ulumul Quran, Edisi Revisi, PT. Raja Garfindo, Persada, Jakarta.
  • 9. 6 :‫{ق‬ .ِِّ ‫ق‬َْ ‫ْل‬َ ‫ِب‬ ِ ‫ت‬ْ ‫و‬َ ‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ ُ‫ة‬َ ‫ر‬ْ ‫ك‬َ ‫س‬ ْ ‫ت‬َ‫اء‬َ ‫ج‬َ ‫و‬ 19 } Artinya : “ Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya “. (Q.S. Qof (50) : 19). Konon menurut suatu riwayat, Abu bakar pernah membacanya menjadi “Wa ja’at sakrat al-haqq bi al-maut”,ia menggeser kata al-Maut ke belakang, dan memasukan kata al-Haqq, setelah mengalami pergeseran, bila kalimat itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, berarti “dan datanglah sakarat yang benar-benar dengan kematian”. Qiraat semacam ini juga tidak dipakai karena menyalahi ketentuan yang berlaku. g. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf, seperti pada firman Allah sebagai berikut. : ‫{البقرة‬ ُ ‫ار‬َْ ‫َْن‬‫أل‬ْ‫ا‬ ‫ا‬َِ ‫ِت‬ ْ ‫ح‬َ‫ت‬ ْ ‫ن‬ِ ‫م‬ ْ ‫ي‬ِ ‫ر‬َْ ‫َت‬ ٍ ‫َّات‬‫ن‬َ ‫ج‬ 25 { Artinya : “ surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya”. Kata Min pada ayat ini dibuang dan pada ayat serupa yang tanpa Min justru ditambah. C. Sebab-sebab perbedaan Qira’at Rasul menerima Al-Qur’an makna dan lafadznya dalam bentuk wahyu dari Allah Subhana Wata’ala lewat perantara malaikat Jibril ‘Alaihissalam kemudian Rasu menyampaikan kepada kaumnya dengan bahasa kaumnya. ‫َي‬ِ‫ب‬َ ‫ر‬َ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫آَّن‬ْ ‫ر‬ُ ‫ـ‬‫ق‬ ُ‫اه‬َ‫ْن‬‫ل‬َ ‫َنز‬‫أ‬ َّ ‫َّن‬ِ‫إ‬ َ ‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ِ ‫ق‬ْ‫ع‬َ ‫ـ‬‫ت‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬َّ‫ل‬َ ‫ع‬َّ‫ل‬ ‫ا‬ Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Q.S. Yusuf: 2) Dan juga firman Allah. ٰ ‫ى‬َ‫ل‬َ ‫ع‬ ُ ‫ْي‬ِ ‫َم‬ْ ‫األ‬ ُ ‫وح‬ُّ ‫الر‬ ِ ‫ه‬ِ‫ب‬ َ ‫ل‬َ ‫ز‬َ ‫ـ‬‫ن‬ َ ‫ْي‬ِ ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ ‫ْع‬‫ل‬‫ا‬ ِ ِّ ‫ب‬َ ‫ر‬ ُ ‫يل‬ِ ‫ز‬‫ن‬َ‫ت‬َ‫ل‬ ُ‫ه‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ ‫و‬ َ ‫ـ‬‫ق‬ َ ‫ن‬ِ ‫م‬ َ ‫ن‬‫و‬ُ ‫ك‬َ‫ت‬ِ‫ل‬ َ َِ‫ب‬ْ‫ل‬ ٍ ‫ْي‬ِ‫ب‬ُّ ‫م‬ ٍ ِِّ ‫ب‬َ ‫ر‬َ ‫ع‬ ٍ ‫ان‬َ َِّ‫ل‬ِ‫ب‬ َ ‫ين‬ِ ‫ر‬ِ ‫نذ‬ُ ‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ Artinya: “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
  • 10. 7 orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (Q.S. Asy-Syu’ara: 192-195). Di dalam Al-Qur’an itu berhimpn ejaan-ejaan Arab. Dan setiap kabilah mempunyai dialek bahasa sendiri-sendiri. Rasul tidak ingin mempersulit kaumnya dalam melafadzkan Al-Qur’an, sebagaimana hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Sesungguhnya Al Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian mana yang mudah“. (H.R. Bukhari). Abu Bakrah berkata; setiap ujung ayat telah sempurna, selagi ayat adzab tidak dibatasi dengan rahmat atau ayat rahmat dengan adzab sebagaimana perkataanmu; (H.R. Ahmad, Hadits Abu Bakrah Nafi’ bin Al Harits). Sehingga dapat kita ambil kesimpulan bahwa penyebab munculnya qira’ah yang berbeda-beda adalah untuk mempermudah bacaan Al-Qur’an dengan tetap memperhatikan atau mempertahankan maknanya. Setiap qira’ah tentunya mendapat bimbingan dari Rasul, sehingga ilmu mengenai suatu qira’ah adalah taukifi berdasarkan petunjuk Rasul. “ Jibril telah membacakan padaku dengan satu dialek, maka aku pun kembali kepadanya untuk meminta agar ditambahkan, begitu berulang-ulang hingga berakhirlah dengan Sab’atu Ahruf (Tujuh dialek yang berbeda)”.(H.R. Bukhari). Ketika suku Hudzal membaca ayat dihadapan Rasulullah; ‫ين‬ ِ‫ح‬ ‫ى‬َ‫ت‬َ‫ع‬ (‘atahiyn) padahal yang dimaksud adalah; ‫ين‬ ِ‫ح‬ ‫ى‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ (hattahiyn) hal ini diperbolehkan karena ini adalah bahasa mereka yang dipakai sehari-hari. Ketika suku Asadi membaca ayat di hadapan Rasulullah; ‫ه‬ْْْْ َ‫ه‬ ‫و‬ ْْْْْْْْْْ‫س‬ِ‫ت‬ (tiswaddu wujuhun) padahal seharusnya; ‫ه‬ َ‫ه‬‫و‬‫س‬َ‫ت‬ (taswaddu wujuwhun). Ketika membaca ‫م‬ِ‫وه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ dan ‫م‬ِ‫وه‬‫ي‬ِ‫ف‬ dengan mewashalkan-nya menjadi; ‫ه‬‫م‬‫وه‬‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ dan ‫ه‬‫م‬ِ‫وه‬‫ي‬ِ‫ف‬ beliau memperbolehkannya. Ketika membaca ‫ى‬ٰ‫وس‬‫ي‬ِ‫ع‬ , ‫ى‬ٰ‫س‬ ‫و‬‫ه‬‫م‬ dan ْْْ‫ـ‬َ ْْْ‫ـْْْـْْْـْْْـْْْـ‬َ‫س‬ dengan imalah dan yang lain halus, beliau memperkenankannya.
  • 11. 8 Orang Tamimi menyebut ‫ين‬ ِ‫ح‬َ (wahiyn) padahal yang seharusnya ‫ين‬ ِ‫(ح‬hiyn), dan masih banyak contoh lainnya.(3 ) D. Macam-Macam Qira’at Menurut al-Suyuthi, qira`at itu ada enam macam yaitu: 1. Qira’at Mutawatir yaitu qira`at yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya yakni Nabi SAW. Dan inilah yang umum dalam hal qira`at. 2. Qira’at Masyhur yaitu qira’at yang shahih sanadnya, di mana perawinya „adil dan dhabid. Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan salah satu Mushaf Usmâni serta terkenal pula di kalangan para ahli qira’at sehingga qira’at ini tidak dikatagorikan ke dalam qira’at yang salah atau syaz namun tidak mencapai derajat mutawatir. Qira’at seperti ini merupakan qira’at yang dapat digunakan. 3. Qira’at Ahad yaitu qira’at yang shahih sanadnya tetapi menyalahi rams Ustmani dan kaidah bahasa arab atau sesuai dengan rams Ustmani dan kaidah bahasa Arab, namun tidak terkenal seperti halnya qira’at masyhur. Qira’at seperti ini tidak dapat dibaca dan tidak wajib untuk diyakini.(4 ) Misalnya qira`at yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ashim al-Jahdarî dari Abu Bakar bahwa Nabi Saw.membaca surat al-Rahman ayat 76 : dengan ‫ر‬ ۡ‫ض‬ُ‫خ‬ ٍ‫ف‬ َ‫ر‬ۡ‫ف‬ َ‫ر‬ dan ‫عباقري‬ , dan yang diriwayatkan oleh Ibnu „Abbas bahwa Nabi Saw. Membaca surat al-Taubah ayat 128: dengan fathah fa’ pada kata ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬ . 4. Qira’at Syaz yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya. Seperti surat al- Fatihah ayat 4: yang dibaca dalam bentuk fi’il madhi dan menasabkan َ‫م‬‫و‬َ‫ي‬ 3 Ibrahim Al-Abyari, Loc. Cit, h. 100-101 4 Muhammad „Abd. Al-„Adhîm al-Zarqâni, Manâhi,, hal. 301. Lihat juga Mûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli‟u, hal.97.
  • 12. 9 5. Qira’at Maudhu’ yaitu qira’at yang tidak ada asalnya.Seperti qira’atal- Khuza’î yang dinisbahkan kepada Imam Abu Hanifah dalam firman Allah surat Fathir ayat 28: yang dirafa’ kan lafadh ‫هللا‬ dan dinasabkan ‫العلماء‬ 6. Qira’at Mudraj yaitu qira`at yang menambahkan kalimat penafsiran dalam ayat-ayat al-Qur`an. Seperti qira`at Sa’ad bin Abî Waqas yang membaca frman Allah surat al-Baqarah ayat 198: dengan menaambah lafadh َ ‫ال‬ ِ‫م‬ ِ ِِِِِ‫اس‬ َ‫و‬َ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ setelah lafadh ‫ربكم‬ ‫من‬ kalimat َ‫و‬َ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ ‫ال‬ ِ‫م‬ ِ ِِِِِ‫اس‬ adalah penafsiran yang ditambahkan ke dalam ayat.(5 ) E. Urgensi Mempelajari Qira’at Dan Pengaruhnya Dalam Istinbath Penetapan Hukum 1. Urgensi Mempelajari Qira’at a. Menguatkan ketentuan hukum yang telah disepakati para ulama, misalnya berdasarkan surat An-Nsia [4] ayat 12, para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam ayat tersebut adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu saja. Artinya : “jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.” (Q.S. An-Nisa [4] : 12) Dengan demikian, qiraat Sa’ad bin Waqash dapat memperkuat dan mengukuhkan ketetapan hukum yang telah disepakati. b. Menarjih hukum yang diperselisihkan para ulama. Misalnya, dalam surat Al-Maidah [5] ayat 89, disebutkan bahwa qirat sumpah adalah berupa memerdekakan abid. Tambahan kata mukminatin berfungsi menarjih pendapat para ulama antara lain As-Syafi’iy yang mewajibkan memerdekakan budak mukmin bagi orang yang melanggar sumpah, sebagai salah satu bentuk alternatif kifaratnya. 5 Ibid., hal.301-302
  • 13. 10 c. Menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda. misalnya, dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 222. Sementara qiraat yang membacanya dengan َ‫ن‬‫ر‬ِ‫ه‬َّ‫ط‬َ‫ي‬ (sementara dalam mushaf Ustmani tertulis َ‫ن‬‫ر‬ُ‫ه‬‫ط‬َ‫ي‬), dapat difahami bahwa seoranng suami tidak boleh melakukan hubungan seksual sebelum istrinya bersuci dan mandi. d. Menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula. Misalnya, yang terdapat dalam surat Al-Maidah [5] ayat 6 ada dua bacaan mengenai ayat itu, yaitu membaca ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫ل‬ُ‫ج‬‫ر‬َ‫أ‬. Perbedaan qiraat ini tentu saja mengkonsekwensikan kesimpulan hukum yang berbeda. e. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Quran yang mungkin sulit dipahami maknanya. Misalnya, di dalam Surat Al- Qariah [10] ayat 5, Allah berfirman: ِ ‫ن‬ْ ‫ه‬ِ ‫ْع‬‫ل‬‫ا‬َ ‫ك‬ ُ ‫ال‬َ‫ب‬ِْ ‫ْل‬‫ا‬ ُ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ ‫ك‬َ‫ت‬َ ‫و‬ ِ ‫ش‬ْ ‫و‬ُ ‫ف‬ْ ‫ـ‬‫ن‬َ ‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ Dalam sebuah qiraat yang syadz dibaca: ِ ‫ش‬ْ ‫و‬ُ ‫ف‬ْ ‫ـ‬‫ن‬َ ‫ْم‬‫ل‬‫ا‬ ِ ‫ف‬ْ ‫و‬ُّ ‫الص‬َ ‫ك‬ ُ ‫ال‬َ‫ب‬ِْ ‫ْل‬‫ا‬ ُ ‫ن‬ْ ‫و‬ُ ‫ك‬َ‫ت‬َ ‫و‬ Dengan demikian, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kata ِ‫ن‬‫ه‬ِ‫ع‬‫ال‬ adalah ِ‫وف‬ُّ‫ص‬‫ال‬ . 2. Pengaruh qiraat terhadap istinbat hukum(6 ) Dalam hal istimbat hukum, qiraat dapat membantu menetapkan hukum secara lebih jeli dan cermat. Perbedaan qiraat al-Qur'an yang berkaitan dengan substansi lafaz atau kalimat, adakalanya mempengaruhi makna dari lafaz tersebut adakalanya tidak. Dengan demikian, maka perbedaan qiraat al-Qur'an adakalanya berpengaruh terhadap istimbat hukum dan adakalanya tidak. a. Perbedaan qira’at yang berpengaruh terhadap istinbat Hukum Qira’at shahihah (Mutawatir dan Masyhur) bisa dijadikan sebagai tafsir dan penjelas serta dasar penetapan hukum, misalnya qira’at membantu penafsiran qira’at (‫و‬‫م‬‫ت‬‫و‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬) dalam menetapkan hal-hal yang membatalkan wudu seperti dalam Q.S Al-Nisa’ 4: 43 : 6 Syadzali, Ahmad, H., Drs., 2004, Ulumul Quran I, Pustaka Setia, Bandung.
  • 14. 11 ْ ‫م‬ُ‫ت‬ْ ‫س‬َ ‫م‬ َ ‫َل‬ ْ ‫َو‬‫أ‬ ِ ‫ط‬ِ‫ائ‬َ‫غ‬ْ‫ل‬‫ا‬ ْ ‫ن‬ِ ‫م‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬ْ‫ن‬ِ ‫م‬ ٌ ‫د‬َ ‫َح‬‫أ‬ َ‫اء‬َ ‫ج‬ ْ ‫َو‬‫أ‬ ٍ ‫ر‬َ ‫ف‬َ ‫س‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ ‫ع‬ ْ ‫َو‬‫أ‬ ‫ى‬َ ‫ض‬ْ ‫ر‬َ ‫م‬ ْ ‫م‬ُ‫نت‬ُ ‫ك‬ ْ ‫ن‬ِ‫إ‬َ ‫و‬ ‫اء‬َ ‫م‬ ‫ا‬‫و‬ُ ‫د‬َِ ‫َت‬ ْ ‫م‬َ‫ل‬َ‫ف‬ َ‫اء‬َ ‫س‬ِِّ‫الن‬ ُ ‫ج‬ُ ‫و‬ِ‫ب‬ ‫ا‬‫و‬ُ ‫ح‬َ ‫س‬ْ ‫ام‬َ‫ف‬ ‫ا‬‫ب‬ِِّ‫ي‬َ‫ط‬ ‫ا‬‫يد‬ِ‫ع‬َ ‫ص‬ ‫ا‬‫و‬ُ ‫م‬َّ ‫م‬َ‫ي‬َ‫ت‬َ‫ف‬ َّ ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬‫ي‬ِ ‫د‬ْ‫َي‬‫أ‬َ ‫و‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬ِ ‫وه‬ ‫ا‬‫ور‬ُ ‫ف‬َ ‫غ‬ ‫ا‬ًّ ‫و‬ُ ‫ف‬َ ‫ع‬ َ ‫ن‬‫ا‬َ ‫ك‬ََّ ‫اَّلل‬ Artinya: “ Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun". Ada perbedaan cara membaca pada lafaz (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬). Ibn Katsir, Nafi', 'Ashim, Abu 'Amer dan Ibn 'Amir, membaca ( ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬ َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬), sedangkan Ham-zah dan al-Kisa'i, membaca (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬). Para ulama berbeda pendapat tentang makna dari qira’at (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬), ada tiga versi pendapat ulama mengenai makna (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ا‬ ََ), yaitu: bersetubuh, bersentuh, dan bersentuh serta bersetubuh. Para ulama juga berbeda pendapat tentang maksud dari (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ا‬ ََ). Ibn Abbas, al-Hasan, Mujahid, Qatadah dan Abu Hanifah berpendapat bahwa maksudya adalah: bersetubuh. Sementara itu, Ibn Mas'ud, Ibn Abbas al-Nakha'i dan Imam Syafi'i berpendapat, bahwa yang dimaksud adalah: bersentuh kulit baik dalam bentuk persetubuhan atau dalam bentuk lainnya. Ada sebuah pendapat yang menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬) adalah sekedar menyentuh perempuan. Sedangkan maksud dari (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ا‬) adalah berjima’ dengan perempuan. Sementara ada hadis shahih yang menceritakan bahwa Nabi SAW pernah mencium istrinya sebelum berangkat sholat tanpa berwudhu lagi. Jadi yang dimaksud dengan kata (َ‫ء‬‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬‫ال‬ ‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬ َ ‫َل‬) di sini adalah berjima’, bukan sekedar menyentuh perempuan. Dari contoh di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa yang membatalkan wudhu adalah berjima’, bukan sekedar bersentuhan dengan perempuan.
  • 15. 12 Pendapat lain menyatakan bahwa pendapat yang kuat adalah yang berarti bersentuhan kulit. Pendapat ini dikuatkan oleh al-Razi yang menyatakan bahwa kata al-lums (‫اللمس‬) dalam qira’at (‫لمستم‬), makna hakikinya adalah menyentuh dengan tangan. Ia menegaskan bahwa bahwa pada dasarnya suatu lafaz harus diartikan dengan pengertian hakikinya. Sementara itu, kata al-mulamasat (‫المالمسات‬) dalam qira’at (‫م‬ُ‫ت‬‫س‬َ‫م‬‫ل‬), makna hakikinya adalah saling menyentuh, dan bukan berarti bersetubuh. b. Perbedaan Qiraat yang Tidak Berpengaruh terhadap Istinbat Hukum Berikut ini adalah contoh dari adanya perbedaan qira’at tetapi tidak berpengaruh terhadap istimbath hukum, yaitu pada Q.S. al-Ahzab (33): 49. ِ ‫ات‬َ‫ن‬ِ ‫م‬ْ ‫ؤ‬ُ ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ ْ ‫م‬ُ‫ت‬ْ ‫ح‬َ ‫ك‬َ‫ن‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬َ ‫آم‬ َ ‫ين‬ِ ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َ ‫ه‬ُّ‫َي‬‫أ‬َ ‫َي‬ ُ ‫وه‬ُ ‫م‬ُ‫ت‬ْ ‫ق‬َّ‫ل‬َ‫ط‬ َُّ ‫ُث‬ َّ ‫ن‬ُ ‫وه‬ُّ ‫س‬ََ ‫َت‬ ْ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ق‬ ْ ‫ن‬ِ ‫م‬ َّ ‫ن‬ َِ ‫ج‬ ‫ا‬‫اح‬َ ‫ر‬َ ‫س‬ َّ ‫ن‬ُ ‫وه‬ُ ‫ح‬ِّ ِ ‫ر‬َ ‫س‬َ ‫و‬ َّ ‫ن‬ُ ‫وه‬ُ‫ع‬ِِّ‫ت‬َ ‫م‬َ‫ف‬ ‫ا‬ََ ‫ُّوَن‬ ‫د‬َ‫ت‬ْ‫ع‬َ‫ت‬ ٍ‫َّة‬ ‫د‬ِ ‫ع‬ ْ ‫ن‬ِ ‫م‬ َّ ‫ن‬ِ ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ ‫ع‬ ْ ‫م‬ُ ‫ك‬َ‫ل‬ ‫ا‬َ ‫م‬َ‫ف‬ ‫يل‬ Arinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah, dan lepaskanlah mereka itu dengan cara sebaik-baiknya." Ayat di atas menjelaskan, bahwa seorang istri yanng diceraiakn oleh suaminya dalam keadaan belum disetubuhi, maka tidak ada masa iddah baginya. Masa iddah adalah masa menunggu bagi seorang wanita yang diceraikan suaminya, sebelum wanita tersebut dibolehkan kawin lagi dengan laki-laki lain. Berkenaan dengan ayat di atas, Hamzah dan al-Kisa'I, membacanya dengan (َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُّ‫س‬‫َمآ‬‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬‫ن‬ِ‫م‬), sementara Ibn Kasir, Abu 'Amer, Ibn 'Ashim, dan Nafi' membaca: (َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُّ‫س‬َ‫م‬َ‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ل‬‫ب‬َ‫ق‬ ‫ن‬ِ‫م‬). Perbedaan bacaan tersebut tidak menimbulkan perbedaan maksud atau ketentuan hukum yang terkandung di dalamnya.
  • 16. 13 c. Pemakaian Qira’at Syaz dalam Istinbat Hukum(7 ) Tidak hanya qira’at mutawatir dan masyhur yang dapat dipergunakan untuk menggali hukum-hukum syar’iyah, bahkan qira’at Syaz juga boleh dipakai untuk membantu menetapkan hukum syar’iyah. Hal itu dengan pertimbangan bahwa qira’at Syaz itu sama kedudukannya dengan hadis Ahad (setingkat di bawah Mutawatir), dan mengamalkan hadis Ahad adalah boleh. Ini merupakan pendapat Jumhur ulama. Ulama mazhab Syafi’i tidak menerima dan tidak menjadikan Qiraat Syaz sebagai dasar penetapan hukum dengan alasan bahwa Qiraat Syaz tidak termasuk al-Qur’an. Pendapat ini dibantah oleh Jumhur Ulama yang mengatakan bahwa dengan menolak Qira’at Syaz sebagai al-Qur’an tidak berarti sekaligus menolak Qiraat Syaz sebagai Khabar (Hadis). Jadi, paling tidak Qiraat Syaz tersebut merupakan Hadis Ahad. Contoh penggunaan Qira’at Syaz sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut :  Memotong tangan kanan pencuri, berdasarkan kepada qiraat Ibn Mas’ud dalam surat al-Maidah ayat 38, yang berbunyi : ‫ا‬َ ‫م‬ُ ‫ه‬َ‫اني‬ْ ‫َْي‬‫أ‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ع‬َ‫ط‬ْ‫ق‬‫ا‬َ‫ف‬ ُ‫ة‬َ‫ق‬ِ ‫ر‬‫ا‬َّ ‫الس‬َ ‫و‬ ُ ‫ق‬ِ ‫ر‬‫ا‬َّ ‫الس‬َ ‫و‬ Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan kanan keduanya…..” Dalam Qiraat yang shahihah ayat tersebut berbunyi : ‫ا‬َ ‫م‬ُ ‫ه‬َ‫ي‬ِ ‫د‬ْ‫َي‬‫أ‬ ‫ا‬‫و‬ُ‫ع‬َ‫ط‬ْ‫ق‬‫ا‬َ‫ف‬ ُ‫ة‬َ‫ق‬ِ ‫ر‬‫ا‬َّ ‫الس‬َ ‫و‬ ُ ‫ق‬ِ ‫ر‬‫ا‬َّ ‫الس‬َ ‫و‬  Mazhab Hanafi mewajibkan puasa tiga hari berturut-turut sebagai kafarah sumpah, juga berdasarkan kepada qiraat Ibn Mas’ud dalam surat al-Maidah ayat 89, yang berbunyi: َِ ‫ي‬ َْ ‫َل‬ ْ ‫ن‬َ ‫م‬َ‫ف‬ ‫متتلبعات‬ ٍَّ ‫ََي‬‫أ‬ ِ ‫ة‬َ‫ل‬ َ ‫ل‬َ‫ل‬ ُ‫ا‬َ‫ي‬ِ ‫ي‬َ‫ف‬ ْ ‫د‬ 7 Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir. Dar el-Islam
  • 17. 14 Artinya: “………..Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari berturut-turut ….” Dalam qira’at yang shahihah ayat tersebut berbunyi : َ‫أ‬ ِ ‫ة‬َ‫ل‬ َ ‫ل‬َ‫ل‬ ُ‫ا‬َ‫ي‬ِ ‫ي‬َ‫ف‬ ْ ‫د‬َِ ‫ي‬ َْ ‫َل‬ ْ ‫ن‬َ ‫م‬َ‫ف‬ ٍَّ ‫َي‬ Sya’ban Muhammad Ismail, mengutip pernyataan Abu ‘Ubaid, menyatakan bahwa tujuan sebenarnya dari Qiraat Syaz adalah merupakan Tafsir dari qiraat shahih (masyhur) dan penjelasan mengenai dirinya. Huruf-huruf tersebut harakatnya (lafaz Qira’at Syaz tersebut) menjadi tafsir bagi ayat al-Qur’an pada tempat tersebut. Hal yang demikian ini, yaitu tafsir mengenai ayat-ayat tersebut, pernah dikemukakan oleh para Tabi’in, dan ini merupakan hal yang sangat baik.
  • 18. 15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Qira’at adalah ilmu yang mempelajari tentang pengucapan kalimat- kalimat di dalam al-Qur’an dengan cara menyandarkan kepada penutur asal dan aslinya. Timbulnya berbagai perbedaan di karenakan lahjah atau dialek dari berbagai suku itu berbeda-beda, tetapi Qira’ah diturunkan dengan tujuh huruf. Jika ditinjau dari segi riwayatnya seperti dalam hadith, qira’at mempunyai enam macam, seperti Mutawattir, Masyhur, Shahih, Syadz, Maudu’ dan Mudraj. Al- Qur’an dalam wujud mushaf yang dikenal dan dimiliki kaum muslim sekarang, bukanlah merupakan satu-satunya versi, karena itu terdapat pula versi qira’ah lainnya yang berbeda dengan versi qira’ah sebagaiman yang terbaca dalam mushaf al-Qur’an yang kita miliki. Qira’at memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu hukum akibat perbedan kata, huruf dan cara baca.dengan adanya qira’atul Qur’an ini maka dapat memudahkan umat islma untuk membanyanya sesuai dengan yang ia pehami. Karena Rosulullah Saw, memperbolahkan pembacaan al-qur’an yang tidak sesuai dengan pertama kali Al-qur’an itu diturunkan.
  • 19. 16 DAFTAR PUSTAKA Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir. Dar el-Islam Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Jakarta. Darul Kutub Al- Islamiyah. Ibid., hal.301-302 Ibrahim Al-Abyari, Loc. Cit, h. 100-101 Muhammad „Abd. Al-„Adhîm al-Zarqâni, Manâhi,, hal. 301. Lihat jugaMûsâ Syâhain Lâhain, Al Âli‟u, hal.97. Syadzali, Ahmad, H., Drs., 2004, Ulumul Quran I, Pustaka Setia, Bandung. Wahid, Ramli, Abdul, Drs., MA., 1993, Ulumul Quran, Edisi Revisi, PT. Raja Garfindo, Persada, Jakarta.